safe

4
Halaman 11 30 secara acak, penelitian terkontrol (RCTs) melibatkan 1419 pasien untuk dianalisa. Kesimpulan an! didapat ba"#a albumindapatmenin!katkan kematian tercatat pada T"imot $%ans, &' pemba"asan ini memiliki makna pada praktek. &empen!aru"i para klinisi untuk men!uran!i pen!!unaan albumin, tapi kemudian peneltian berikutna memperkuat kesimpulan penulis. k"ir ak"ir ini, penelesaian dari penelitian e%a saline dibandin!kan albumin memiliki titik teran! pada masala" ini. 'en!an kemampuan darimacam macam koloid den!an perbedaan si*at pisokemikal, kontro%ersi koloid berbandin! koloid an! men+adi masala" tamba"an. Kesimpulan d ini adala" kelebi"an dan kekuran!an dari koloid dan kristaloid. Koloid Kelebi"an Kekuran!an 1. $kspansi %olume plasma tanpa ekspansi - bersamaan /. $kspansi %olume intra%askular an! lebi" besar untuk %olume tertentu 3. 'urasi ker+a an! lebi" lama 4. ksi!enasi +arin!an lebi" baik .2radien oksi!en al%eolar arterial an! kuran! 1. na*ilaksis /. &a"al 3. lbumin dapat memperburuk depresi otot +antun! pada pasien sok karena albuminmen!ikatCa an! mana menurunkan ion kalsium 4. 'apat ter+adi koa!ulopati, !an!!uan cross matching Kristaloid Kelebi"an Kekuran!an 1. &uda" didapat /. Komposisi menerupai plasma (rin!er asetat, rin!er laktat) 3. &uda" disimpan pada su"u ruan!an 4. ebas reaksi ana*ilaksis .$konomis 1. $*ek %olume lebi" lema" dan lebi" pendek dibandin!kan koloid /. &enurunkan oksi!enasi+arin!an dikarenakan menin!katkan +arak antara mikrosirkulasi dan +arin!an &eskipun edema interstitial adala" komplikasi an! lebi" berpotensi sete kristaloid, "in!!a kini bukti psikolo!is, klinis, radiolo!is an! menatakan ba" lebi" baik dibandin!kan kristaloid dalam "al edema paru.

Upload: elviyananizarsarbini

Post on 04-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jhchmf

TRANSCRIPT

Halaman 11

30 secara acak, penelitian terkontrol (RCTs) melibatkan 1419 pasien untuk dianalisa. Kesimpulan yang didapat bahwa albumin dapat meningkatkan kematian tercatat pada Thimoty Evans, MD pembahasan ini memiliki makna pada praktek. Mempengaruhi para klinisi untuk mengurangi penggunaan albumin, tapi kemudian peneltian berikutnya tidak memperkuat kesimpulan penulis. Akhir-akhir ini, penyelesaian dari penelitian evaluasi cairan saline dibandingkan albumin memiliki titik terang pada masalah ini.Dengan kemampuan dari macam-macam koloid dengan perbedaan sifat pisokemikal, kontroversi koloid berbanding koloid yang menjadi masalah tambahan. Kesimpulan di bawah ini adalah kelebihan dan kekurangan dari koloid dan kristaloid.

KoloidKelebihanKekurangan

1. Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi ISF bersamaan2. Ekspansi volume intravaskular yang lebih besar untuk volume tertentu3. Durasi kerja yang lebih lama4. Oksigenasi jaringan lebih baik5. Gradien oksigen alveolar-arterial yang kurang1. Anafilaksis2. Mahal3. Albumin dapat memperburuk depresi otot jantung pada pasien syok karena albumin mengikat Ca++ yang mana menurunkan ion kalsium4. Dapat terjadi koagulopati, gangguan cross matching

KristaloidKelebihanKekurangan

1. Mudah didapat2. Komposisi menyerupai plasma (ringer asetat, ringer laktat)3. Mudah disimpan pada suhu ruangan4. Bebas reaksi anafilaksis5. Ekonomis1. Efek volume lebih lemah dan lebih pendek dibandingkan koloid2. Menurunkan oksigenasi jaringan dikarenakan meningkatkan jarak antara mikrosirkulasi dan jaringan

Meskipun edema interstitial adalah komplikasi yang lebih berpotensi setelah resusitasi kristaloid, hingga kini bukti psikologis, klinis, radiologis yang menyatakan bahwa koloid lebih baik dibandingkan kristaloid dalam hal edema paru.

Penelitian The SAFE Pada meta analisis saat ini, secara keseluruhan 6% kematian telah diamati pada pasien yang diterapi dengan albumin. Penemuan- penemuan ini dihasilkan berdasarkan diskusi dan kontroversi yang cukup, yang mana menyebabkan desain dan implementasi dari peneletian SAFE, oleh Simon Finfer, MD. Penelitian RCT buta ganda terdaftar 7000 pasien dari 16 ICU di Australia dan New Zealand selama periode 18 bulan. Pasien secara acak menerima 4% human albumin atau normal saline dari saat masuk ICU hingga meninggal atau keluar. Pada 4 hari pertama, perbandingan albumin dibanding saline adalah 1:1,4, maksudnya bahwa volume (koloid vs kristaloid) tidak berbeda secara signifikan, bertentangan dengan yang diharapkan. Terutama, tidak ada perbedaan antara 2 kelompok setelah 28 hari yang menyebabkan kematian. Tekanan darah arteri rata-rata, tekanan vena sentral, denyut jantung, dan insiden dari kegagalan organ baru juga sama pada kedua kelompok.Pada subkelompok analisis, perbedaan antara pasien trauma dan sepsis juga diamati. Resiko relatif (RR) kematian pada pasien dengan sepsis berat yang menerima albumin vs saline adalah 0,87. RR kematian pada terapi albumin tanpa sepsis berat adalah 1,05 (P=.059). Hasilnya berkebalikan dengan pada pasien trauma.Keseluruhan angka kematian pada pasien trauma lebih tinggi ketika albumin vs saline digunakan untuk resusitasi volume (13.5% vs 10%, P=.055). Pada saat pasien dengan cedera otak traumatik diteliti secara terpisah, angka kematiannta 24,6% pada pasien yang diterapi dengan albumin, sedangkan 15% pada pasien yang diterapi dengan saline (RR 1.62, 95% interval kepercayaan, -1.12 sampai 2.34, P=.009). Selanjutnya, ketika pasien cedera otak traumatik dihilangkan, tidak ada perbedaan pada angka kematian pada pasien trauma.Berdasarkan hasil di atas, pemberian albumin aman pada 28 hari pada populasi heterogen pada pasien dengan penyakit kritis, dan bisa bermanfaat pada pasien dengan sepsis berat. Namun, keamanan pemberian albumin tidak diperoleh pada pasien cedera otak traumatik. Meskipun perbedaan angka kematian pada pasien trauma dan pasien cedera otak traumatik diamati pada analisis subkelompok, karena itu memiliki validitas yang terbatas, ini adalah sinyal kuat, khususnya pada pasien cedera otak traumatik. Sebuah penelitian baru, SAFE brains, telah dibentuk untuk meneliti perbedaan ini.

Apakah tujuan dari terapi resusitasi cairan?Kriteria sukses dari manajemen syok perdarahan atau khususnya terapi resusitasi cairan dapat dinilai dari parameter berikut ini: Waktu pengisian pembuluh darah kapiler < 2 detik MAP 65-70 mmHg Saturasi oksigen >95% Pengeluaran urin >0,5 ml/kgBB/jam (dewasa) ; 1 ml/kgBB/jam (anak-anak) Indeks syok denyut jantung / tekanan darah sistolik (normal 0,5-0,7) Tekanan vena sentral 8-12 mmHg Saturasi oksigen vena sentral >70%

KesimpulanTerapi resusitasi cairan pada pasien dengan syok perdarahan harus menerima perhatian yang serius untuk menurunkan angka kematian dan kecacatan. Hal-hal yang perlu dipertimbakan adalah:1. Pemahaman tentang stadium syok hipovolemik dan hubungannya dengan perubahan patofisiologinya.2. Deteksi dini tentang kompensasi syok sehingga cairan yang diberikan adekuat.3. Mengetahui seberapa banyak cairan kristaloid/koloid yang harus diberikan4. Indikasi transfusi darah5. Bagaimana mengetahui bahwa resusitasi itu berhasil.

RESUSITASI CAIRAN HIPOTENSIF

Pendahuluan Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonis (seperti Ringer asetat, Ringer laktat, dan normal saline) atau koloid adalah masih menjadi andalan dari manajemen dari syok perdarahan. Akhir-akhir ini, angka dan tipe dari cairan untuk pasien trauma telah menjadi kontroversi. Resusitasi agresif cairan intravena untuk melawan syok adalah merupakan Advanced Trauma Life Support / Bantuan hidup tingkat lanjut yang standar di praktek pada beberapa tahun. Namun, 2006 Joint Royal College Ambulance Liason Committee (JRCALC) Guidelines menyebutkan bahwa cairan intravena sebelum rumah sakit hanya cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik 80-90 mmHg. Pencegahan hipotensi adalah sesuatu prinsip yang penting pada manajemen awal pada pasien trauma tumpul khususnya pada cedera otak traumatik. Selain itu, pada pasien trauma tembus dengan perdarahan, penundaan resusitasi cairan agresif sampai kontrol definitif dapat mencegah perdarahan tambahan.

Resustasi hipotensif dibandingkan resusitasi agresifSebelumnya, manajemen awal dari hipovolemik pada pasien trauma termasuk pemberian cepat 2000 ml Ringer laktat sebagai pilihan terapi awal. Kebanyakan saat ini, ada beberapa perubahan pada prakteknya, seperti resusitasi cairan awal pada pasien diukur dari palpitasi denyut radialis. Bolus cairan di atas 250 ml diberikan untuk denyut radialis tetap teraba ketika tekanan darah sistolik