s ppk 050313 chapture4 -...

103
88 BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab IV ini memuat tentang deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Data yang diperoleh dari lapangan sesuai dengan permasalahan penelitian, kemudian dideskripsikan dan dianalisis sebagai dasar bagi penarikan kesimpulan A. Laporan Hasil Penelitian 1. Sosiografi a. SMA Negeri 2 Bandung 1) Sejarah SMA Negeri 2 Bandung berdiri dengan resmi tahun 1949 atas prakarsa Thio Anio yang sekaligus bertindak sebagai Kepala Sekolah. Pada saat berdirinya SMA Negeri 2 Bandung berlokasi di Jl. Ksatriaan, (di gedung SMPN I sekarang) yang lokasinya berdekatan dengan SD Douwes Dekker. Akan tetapi hal ini hanya berlangsung beberapa bulan saja. Pada tahun yang sama, SMA Negeri 2 Bandung pindah ke Jl. Belitung No. 8 (saat ini digunakan oleh SMAN 3 dan SMAN 5 Kota Bandung). Pada awalnya SMA Negeri 2 Bandung disebut SMA B yang merupakan bagian dari AMS sie B atau eksakta yang mengutamakan pelajaran Matematika dan Fisika. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 1952 resmi berdiri SMA Negeri 2 Bandung. Pada tahun 1966, akibat dari bentrokan antara Pribumi dan etnis Tionghoa tahun 1963 di Bandung mengakibatkan terjadinya pergolakan fisik yang hebat dan

Upload: ngophuc

Post on 02-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

88

BAB IV

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab IV ini memuat tentang deskripsi hasil penelitian dan pembahasan

hasil penelitian. Data yang diperoleh dari lapangan sesuai dengan permasalahan

penelitian, kemudian dideskripsikan dan dianalisis sebagai dasar bagi penarikan

kesimpulan

A. Laporan Hasil Penelitian

1. Sosiografi

a. SMA Negeri 2 Bandung

1) Sejarah

SMA Negeri 2 Bandung berdiri dengan resmi tahun 1949 atas prakarsa

Thio Anio yang sekaligus bertindak sebagai Kepala Sekolah. Pada saat berdirinya

SMA Negeri 2 Bandung berlokasi di Jl. Ksatriaan, (di gedung SMPN I sekarang)

yang lokasinya berdekatan dengan SD Douwes Dekker. Akan tetapi hal ini hanya

berlangsung beberapa bulan saja. Pada tahun yang sama, SMA Negeri 2 Bandung

pindah ke Jl. Belitung No. 8 (saat ini digunakan oleh SMAN 3 dan SMAN 5 Kota

Bandung). Pada awalnya SMA Negeri 2 Bandung disebut SMA B yang

merupakan bagian dari AMS sie B atau eksakta yang mengutamakan pelajaran

Matematika dan Fisika. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 1952 resmi berdiri

SMA Negeri 2 Bandung.

Pada tahun 1966, akibat dari bentrokan antara Pribumi dan etnis Tionghoa

tahun 1963 di Bandung mengakibatkan terjadinya pergolakan fisik yang hebat dan

Page 2: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

89

kampus sekolah Cina yang berada di Jalan Cihampelas direbut oleh para pejuang

muda pribumi. Sejarah inilah kemudian yang mengawali berpindahnya SMA

Negeri 2 Bandung dari Jalan Belitung ke Jalan Cihampelas sampai sekarang.

Dalam perjalananya, SMA Negeri 2 Bandung telah beberapa kali

dipercaya untuk membina persiapan pembentukan SMA Negeri baru di wilayah

Kota Bandung, diantaranya adalah SMA Negeri 3, SMA Negeri 15, SMA Negeri

23, dan SMA Negeri 27 Bandung. Dalam kurun waktu yang sangat panjang ini,

telah banyak nama Kepala Sekolah yang memimpin SMA 2 Bandung, yaitu

sebagai berikut:

1) Thio Anio ( 1949-1951 )

2) H. Djusar ( 1951 – 1952 )

3) M. Entoem ( 1952 – 1965 )

4) Drs. Singgih Wiraharja ( 1965, beberapa bulan )

5) Drs. Ibnu Hadi ( 1965, PYMT )

6) Drs. Sabar Bratakoesoemah ( 1965 – 1966 )

7) Drs. Nana Kusnadi ( 1966, beberapa bulan karena meninggal )

8) Drs. Ibnu Hadi ( 1966 – 1968, PYMT )

9) Drs. Ibnu Hadi ( 1968-1974 )

10) Drs. Ahmad hamid ( 1974-1982 )

11) Drs. Dono Yusuf ( 1982-1987 )

12) Drs. E. Mulyadi ( 1987-1990 )

13) Drs. Ihot Muslihat ( 1990-1994 )

14) H. Ena Sumpena, BA ( 1994-1999 )

Page 3: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

90

15) Drs. Ruhaedi W ( 1999-2003 )

16) Dra. Hj. Hasmiati (2003-2004, PLT)

17) Drs. Encang Iskandar, MPd ( 2004-sekarang )

2) Motto dan Visi

Motto SMA Negeri 2 Bandung adalah beriman, berilmu, dan beramal.

Sedangkan visi SMA Negeri 2 Bandung adalah menciptakan sekolah yang

religius, unggul dalam prestasi, tanggap terhadap perkembangan IPTEK, dan

santun dalam bersikap. Visi tersebut diturunkan menjadi misi sebagai berikut:

1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Meningkatkan profesionalisme dan keteladanan dalam mencipakan

lingkungan yang kondusif.

3. Mengoptimalisasikan fasilitas sarana prasarana pendidikan dan nara

sumber yang ada.

4. Mengoptimalisasikan dalam pelayanan peserta didik dalam upaya

mengantarkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

5. Meningkatkan lingkungan yang bersih, nyaman, sejuk dan kekeluargaan

antar warga.

3) Data tanah/bangunan

Luas tahan SMA Negeri 2 Bandung adalah 20.915 m2. Dipakai untuk

bangunan seluas 3.387.50 m2, lapangan olah raga seluas 13.070.50 m2. Dan

sisanya berupa halaman sekolah seluas 4.457 m2.

Page 4: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

91

4) Jumlah Rombongan

Jumlah rombongan kelas di SMA Negeri 2 Bandung adalah 30

rombongan, yang terdiri dari kelas X dengan jumlah 10 rombongan. Kelas XI IPA

9 rombongan, Kelas XI IPS 8 rombongan, Kelas XII IPA 8 rombongan, dan

Kelas XII IPS 2 rombongan.

5) Jumlah Siswa

Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri 2 Bandung sebanyak

1246 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 372 orang. Kelas XI sebanyak 456

orang yang terbagi kedalam kelompok IPA sebanyak 369 orang dan IPS sebanyak

87 orang. Kelas XII sebanyak 418 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA

sebanyak 380 orang dan kelompok IPS sebanyak 38 orang.

6) Data Guru

Jumlah guru di SMA Negeri 2 Bandung sebanyak delapan puluh tujuh

orang. Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai

dengan mata pelajaran yang diajarkannya.

7) Data Karyawan

Tenaga kerja bukan pengajar yang terdapat di SMA Negeri 2 Bandung

terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang staff. Dua

orang pembantu TU, dan tujuh orang tenaga kerja TU honorer. Satu orang staff

administrasi. Tiga orang staff Teknologi Informasi (TI). Tiga orang petugas

Page 5: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

92

laboratorium honorer. Tiga belas orang petugas lapangan honorer. Satu orang

kepala perpustakaan yang dibantu oleh satu orang staff. Dan empat orang petugas

satuan pengamanan. Sehingga jumlah keseluruhan tenaga kerja non pengajar

sebanyak empat puluh enam orang.

8) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di SMA Negeri 2 Bandung terdiri dari

tiga puluh ruang belajar dengan luas 1,850 M2. Satu ruang Kepala Sekolah dengan

luas 42 m2. Satu ruang guru dengan luas 72 m2. Satu ruang Tata Usaha (TU)

dengan luas 72 m2. Satu ruang Laboratorium Fisika atau Komputer dengan luas

115 m2. Satu ruang Laboratorium Kimia dengan luas 115 m2. Dua ruang

Laboratorium Biologi dengan luas masing-masing 83.70 m2 dan 104 m2. Satu

ruang perpustakaan dengan luas 178 m2. Satu ruang serba guna dengan luas 56

m2. Satu ruang penggandaan atau stensil dengan luas 56 m2. Satu ruang gudang

dengan luas 56 m2. Satu ruang penjaga dengan luas 56 m2. Satu ruang Koperasi

dengan luas 56 m2. Satu ruang Bimbingan Karir (BK) dengan luas 75 m2. Mesjid

dua lantai dengan luas 584 m2. Sanggar Matematika dengan luas 21 m2. Satu

ruang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan luas 56 m2. Sanggar

Pramuka dengan luas 42 m2. Sanggar Paskibra dengan luas 42 m2. Sanggar PMR

dengan luas 42 m2. Sanggar Patroli Keamanan Sekolah (PKS) dengan luas 42 m2.

Sanggar Seni dengan luas 182 m2. Sanggar Koperasi Siswa (KOPSIS) dengan luas

28 m2. Sanggar Paskibra dengan luas 12 m2. Sanggar Senam dengan luas 422 m2.

Satu Toilet Guru dengan luas 18 m2. Satu Toilet Kepala Sekolah dengan luas 4

Page 6: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

93

m2. Tiga Toilet Siswa dengan luas masing-masing 12 m2. Lapangan Basket

dengan luas 140 m2. Dua buah Lapangan Voli dengan luas masing-masing 56 m2.

Taman dengan luas 16.700 m2.

9) Struktur organisasi

Bagan 4.1 Struktur organisasi SMA Negeri 2 Bandung

b. SMA Negeri 11 Bandung

1) Sejarah

Secara de facto SMAN ini sudah berdiri sejak tahun ajaran 1967/1968,

dikukuhkan dengan Keputusan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

132/UKK/3219 tanggal 8 April 1968 dengan nama SMA XI Bandung, merupakan

penegerian “kelas Jauh” yang semula menginduk kepada SMAN IV Bandung.

Page 7: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

94

Pada awal berdirinya SMAN 11 Bandung berlokasi di Jalan Mohamad

Toha Nomor 178, menempati sebuah bangunan darurat bekas pabrik Topi Laken.

Pada tahun 1978, lokasinya dipindahkan ke jalan Hasan Akhsan dengan nama

resmi SMAN 11 Bandung, yang kemudian mengalami beberapa kali perubahan,

yaitu:

1. SMAN XI Bandung ( tanggal 8 April 1968 s.d. 31 Januari 1968 )

2. SMAN Jalan Mohammad Toha 178/399 (tanggal 1 Januari 1968)

3. SMAN XI Bandung ( tanggal 1 Januari 1976 s.d. 31 Desember 1981)

4. SMAN II Bandung (tanggal 1 januari 1982)

5. SMAN II Bandung (tanggal 1 Januari 1996)

6. SMUN 11 Kota Bandung (tanggal 1 Januari 2004 )

Adapun selama berdirinya sekolah ini, terdapat beberapa Kepala Sekolah

yang pernah menjabat, yaitu:

1. Tatang Kosasih : 1966 - 1969

2. Mohammad Muchtar : 1969 - 1970

3. Drs. Soetopo : 1970 - 1972

4. Drs. Amarullah : 1972 – 1978

5. Drs. Dono Yusuf : 1978 – 1982

6. M.Komarudin : 1982

7. Drs. R.A. Iskandar : 1982-1983

8. Muharam : 1983 – 1986

9. Drs. H. Sudian AS, S. H. : 1986

10. Drs. Djadja K : 1986-1990

Page 8: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

95

11. H. Muhammad Anshar : 1990 – 1994

12. Drs. M. Said Syamsudin : 1994 – 1996

13. Drs. Ate subrata : 1996

14. Drs. Iri Setiadi : 1996 – 1998

15. Drs. H. Nana : 1998

2) Visi dan Misi Sekolah

1. Visi

Visi SMAN 11 Bandung adalah: “Membentuk insan SMAN 11 Bandung

yang Religius, Unggul dan Inovatif”, visi tersebut berdasarkan pada Al-Qur’an

Surat An Nisa ayat 9, yang artinya “ Dan hendaknya takut Allah orang-orang

yang seandainya meninggalkan di belakang merka anak-anak yang lemah, yang

mereka khawatir terhadap mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertaqwa

kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”

2. Misi

Sesuai dengan visi yang didasarkan pada kompetensi dari berbagai

komponen yang dimiliki, rumusan misi SMAN 11 bandung adalah: “ALIMAN,

SHOLIHAN, MUJAHIDAN”. Aliman artinya menguasai ilmu pengetahuan ,

teknologi dan keterampilan. Setiap insan SMAN 11 Bandung dituntut untuk

senantiasa belajar guna menambah penguasaan pengetahuan dan teknologi serta

keterampilan. Sholihan artinya berbudi pekerti luhur, patuh melaksanakan

perintah agama, terciptanya budaya disiplin, dan tertib. Sejalan dengan upaya

peningkatan intelektual quality melalui proses pembelajaran, kepribadian civitas

Page 9: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

96

akademica SMAN 11 Bandung pun dibimbing melalui peningkatan keimanan dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mujahidin artinya memiliki daya

saing yang tinggi atau mampu berkompetisi dengan siswa lain, semangat

menuntut ilmu, dan melaksanakan setiap aspek kewajibannya.

3) Jumlah Rombongan

Jumlah rombongan di SMAN 11 Bandung adalah 27 rombongan belajar,

terdiri dari kelas X sebanyak 9 rombongan, Kelas XI sebanyak 9 rombongan, dan

kelas XII sebanyak 9 rombongan.

4) Jumlah Siswa

Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri II Bandung sebanyak

1.156 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 350 orang. Kelas XI sebanyak 382

orang yang terbagi kedalam kelompok IPA sebanyak 235 orang dan IPS sebanyak

147 orang. Kelas XII sebanyak 424 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA

sebanyak 239 orang dan kelompok IPS sebanyak 185 orang.

5) Data Guru

Di SMAN II Bandung terdapat 70 orang pengajar (guru), yang terdiri dari

beberapa tanggungjawab mata pelajaran yang berbeda. Sebagian besar guru

memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarkannya

Page 10: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

97

6) Sarana dan Prasarana

Luas lahan yang dimiliki oleh SMAN 11 Bandung seluruhnya berjumlah

11.395 (sebelas ribu tiga ratus Sembilan puluh lima) meter persegi. Disekolah ini

terdapat 25 bangunan, yaitu 28 ruang kelas dengan luas 1.054 m2., satu ruang

laboratorium Fisika seluas 81 m2, satu ruang laboratorium Biologi dengan luas 81

m2, satu laboratorium Kimia yang disatukan dengan ruang laboratorium Biologi,

satu ruangan laboratorium Komputer dengan luas 81 m2, satu laboratorium Bahasa

dengan luas 90 m2. Satu ruang perpustakaan dengan luas 12 m2, satu ruang

kesenian dengan luas ruangan 20 m2, satu ruang OSIS dengan luas 30 m2, satu

Masjid dengan luas 192 m2, satu ruang Kepala Sekolah dengan luas ruangan 73

m2, satu ruang Guru Mata Pelajaran dengan luas 165 m2, satu ruang Guru BK

dengan luas 72 m2, satu ruang Tata Usaha dengan luas 72 m2, satu ruang

secretariat Ekstra kulikuler dengan luas 50 m2, satu raung bengkel seni dengan

luas 21 m2, satu ruang koperasi siswa, satu ruang Kantin dengan luas 120 m2,

satu ruang Olah Raga dengan luas 9 m2, satu ruang Komite Sekolah dengan luas

48 m2, empat ruang WC dengan luas 80 m2, satu ruang WC Guru dengan luas 18

m2, satu ruang Tempat parkir siswa dengan luas 150 m2, satu ruang Tempat parkir

Guru dengan luas 83 m2, Satu ruang pos satpam dengan luas 9 m2, satu ruang alat-

alat kesenian dengan luas 16 m2, satu gudang dengan luas 64 m2, serta satu ruang

serbaguna dan multimedia dengam luas 231 m2.

Page 11: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

98

c. SMA Negeri 13 Bandung

1) Sejarah

Sekolah Menengah Atas Negeri 13 kota Bandung adalah salah satu

sekolah negeri yang sudah berdiri lebih dari 30 tahun. Kelahiran sekolah ini

tercatat sejak tahun 1979. Lokasi sekolah ini berada di daerah Cimahi, tepatnya di

jalan H. Akhsan No.23, Bandung Selatan. Pada tahun 2009 ini, sekolah akan

meluluskan ALUMNI angkatan ke-28. Dengan kata lain, baik secara fisik maupun

secara proses, SMA Negeri 13 kota Bandung sudah tergolong senior.

2) Jumlah Rombongan

Jumlah rombongan belajar di SMAN 13 Bandung berubah-ubah, yaitu

pada tahun 2004 s.d. 2005 berjumlah 27 rombongan belajar, dengan rincian kelas

X berjumlah 9 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 9 rombongan belajar, dan

kelas XII berjumlah 9 rombongan belajar; sedangkan pada tahun 2005 s.d. 2006

memiliki 26 rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8 rombongan belajar,

kelas XI berjumlah 9 rombongan belajar dan kelas XI berjumlah 9 rombongan

belajar; pada tahun 2006 s.d. 2007 memiliki 25 rombongan belajar, yaitu kelas X

berjumlah 8 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 8 rombongan belajar, dan

kelas XII berjumlah 9 belajar; pada tahun 2007 s.d. 2008 berjumlah 24

rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8 rombongan belajar, kelas XI 8

rombongan belajar dan kelas XII 8 rombongan belajar; hingga akhirnya dari tahun

2008 s.d. 2009 berjumlah 24 rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8

rombongan belajar, kelas XI berjumlah 8 kelas, dan kelas XII berjumlah 8 kelas.

Page 12: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

99

3) Jumlah Siswa

Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri 13 Bandung sebanyak

934 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 310 orang. Kelas XI sebanyak 316

orang, yang terbagi kedalam kelas IPA dan IPS. Kelas XII sebanyak 308 orang

yang terbagi kedalam kelompok IPA dan kelompok IPS.

4) Data Guru

Di SMAN I3 Bandung terdapat 69 orang pengajar (guru), dengan latar

belakang pendidikan yang berbeda. Jumlah guru tamatan D3 sebanyak 5 orang,

sedangkan lususan S1 berjumlah 63 orang serta lulusan S2 berjumlah satu orang.

dengan Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai

dengan mata pelajaran yang diajarkannya, adapun jumlah guru yang mengajar

akan tetapi tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya berjumlah 13 orang,

sedangkan sisanya 56 orang guru sudah sesuai dengan latar belakang

pendidikannya.

5) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasaranan yang dimiliki oleh SMAN 13 bandung terdiri atas

beberapa jenis, yaitu 21 ruang kelas dengan luas 1271, 24 m2, satu ruang

laboratorium Fisika dengan luas 126 m2, satu ruang laboratorium Kimia dengan

luas 140 m2, satu ruang laboratorium Biologi yang berlokasi menyatu dengan

laboratorium Kimia, satu ruangan laboratorium Komputer dengan luas ruangan 56

m2, satu ruang perpustakaan dengan luas ruangan 113 m2, satu ruangan OSIS

Page 13: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

100

dengan luas ruangan 9,72 m2, satu ruangan koprasi dengan luas ruangan 49 m2,

satu mesjid dengan luas 35 m2, dua ruang ekstrakulikuler dengan luas 12 m2, tiga

ruang Kantin dengan luas 21 m2, satu ruang Guru dengan luas 120 m2, satu ruang

Tata Usaha dengan luas ruangan 75, satu ruang kepala sekolah dengan luas

ruangan 17 m2, satu ruang wakasek dengan luas ruangan 40 m2, satu ruang BK

dengan luas ruangan 35 m2, lima ruang WC siswa dengan luas ruangan 10 m2,

empat ruang WC siswi dengan luas ruangan 12 m2, tiga ruang WC Guru dengan

luas ruangan 12 m2, satu Rumah caraka dengan luas ruangan 24 m2.

6) Potensi di lingkungan sekolah yang diharapkan mendukung program sekolah

1. Instansi/Lembaga/Perusahaan

a. POLSEKTA Andir

b. Kecamatan Andir

c. Dinas Kesehatan

d. Unjani, Unpas, dll.

e. Media Surat Kabar, PR, dll.

2. Optimalisasi Pemberdayaan SDM

a. Siswa

� Bidang olahraga meliputi ; Tajimalela, Karate, taekwondo, pencinta

alam, bola basket, sepak bola, bola volley, Matras, KIR, Penggenar

Mata Pelajaran

� Bidang Akademis meliputi ; Bahasa Inggris & Arab

� Komputer , dan IMTAQ

� Ekstrakurikuler ; DKM (MTSC), Paskibra, Theater, Pramuka

b. Guru

� Aktif dalam kegiatan MGMP/MGP , Seminar dan Pelatihan / IHT

� Kegiatan sosialisasi KBK

Page 14: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

101

� Senantiasa mampu secara optimal mengarahkan siswa, mengubah

sikap dan prilaku etika dan akhlakul-karimah ke arah lebih positif,

serta secara aktif berinteraksi dengan orang tua siswa

� Mengintegrasikan nilai-nilai IMTAQ pada mata pelajaran lain dan

menciptakan suasana kondusif

� Pengembangan Manajemen Pendidikan

� Pengembangan bahasa Sunda dan nilai-nilai seni

c. Tata Usaha

� Mampu memberikan pelayanan maksimal, baik secara internal

maupun eksternal

� Setiap saat siap melayani siswa, orangtua, Guru dan masyarakat

� Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

� Mampu melayani “Stake holder” dengan semangat kekeluargaan

dan profesional

� Berfikir maju dan kompetitif

� Pendidikan dan latihan komputer dengan target Disain Grafis yang

diikuti oleh siswa, guru dan karyawan dengan cara bekerja sama

dengan pihak/ instansi lain

� Mengikutsertakan siswa dalam berbagai lomba-lomba

� Mengadakan pemantapan Bahasa Asing

� Menyeimbangkan kemajuan IPTEK dengan nilai-nilai IMTAQ

d. SMA Negeri 21 Bandung

Sekolah Menengah Atas Negeri 21 kota Bandung, adalah salah satu

sekolah yang memiliki lokasi sekolah yang berada di daerah Cimahi, tepatnya di

jalan Rancasawo- Manjahlega.

1) Jumlah Rombongan

Jumlah rombongan belajar di sekolah ini berubah- ubah, dimulai pada

tahun 2000 s.d. 2001 berjumlah 22 rombongan belajar, yaitu jumlah kelas X

Page 15: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

102

adalah 7 rombongan belajar, kelas XI 8 rombongan belajar dan kelas XII sejumlah

7 rombongan belajar. Ditahun 2001 s.d. 2002 berjumlah 23 rombongan belajar,

yaitu kelas X sejumlah 8 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 7 rombongan

belajar, dan kelas XII berjumlah 8 rombongan belajar. Sedangkan ditahun 2002

s.d. 2003 berjumlah 21 rombongan belajar, dengan kelas X sejumlah 6 rombongan

belajar, kelas XI sejumlah 8 rombongan belajar dan kelas XII sejumalah 7

rombongan belajar.

2) Jumlah Siswa

Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri 21 Bandung sebanyak

812 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 236 orang. Kelas XI sebanyak 316

orang, yang terbagi kedalam kelas IPA dan IPS. Kelas XII sebanyak 260 orang

yang terbagi kedalam kelompok IPA dan kelompok IPS.

3) Data Guru

Di SMAN 21 Bandung terdapat 54 orang pengajar (guru), dengan latar

belakang pendidikan yang berbeda. Jumlah guru tamatan D3 sebanyak 1 orang,

sedangkan lususan S1 berjumlah 52 orang serta lulusan S2 berjumlah 1 orang.

Dengan Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai

dengan mata pelajaran yang diajarkannya.

Page 16: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

103

4) Sarana dan Prasarana

Di SMAN 21 Bandung ini, terdapat lima jenis bangunan, yaitu 21 ruangan

kelas dengan luas ruangan 128 m2, satu buah ruangan laboratorium Ilmu

Pengetahuan Alam dengan luas ruangan 81 m2, satu ruang perpustakaan dengan

luas ruangan 81 m2, satu ruang OSIS dengan luas ruangan 24 m2, serta satu ruang

ibadah dengan luas 80 m2. Dimana semua jenis ruangan tersebut berada dalam

kondisi bangunan yang baik.

5) Potensi di lingkungan sekolah yang diharapkan mendukung program

sekolah.

1. Faktor Internal :

a. Bebas dari asap rokok.

b. Jauh dari jalan raya, sehingga dalam belajar siswa tidak bising.

c. Siswa nyaman, aman dalam belajar karena lingkungan sekitar teduh.

d. Lingkungan sekolah jauh dari polusi pabrik.

e. Menghasilkan lulusan yang berkepribadian luhur, amenguasai iptek

yang didasarai dengan imtaq

f. Lulusan mampu bersaing masuk Perguruan Tinggi yang terkemuka.

g. Guru yang berpenagalaman dan berizajah berkelayakan.

h. Seluruh personel yang meiliki daya kerja dan dedikasi tinggi.

i. Disiplin guru, karyawan dan siswa yang tinggi.

j. Tenaga Tata Usaha yang berpengalaman.

Page 17: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

104

k. Budaya kekeluargaan kelauarga besar SMA Negeri 21 Bandung

terjalin dengan baik.

l. Potensi dan prestasi siswa dalam kegiatan intra kurikuler dan

ekstrakurikuler sangat tinggi.

2. Faktor Ekstranal :

a. Kepercayaan masyarakat/ orangtua yang besar.

b. Partisipasi alumni yang tinggi terhadap kemajauan dan perkembangan

sekolah

c. Peran serta perusahaan swasta.

d. Partisipasi instransi terkait.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti membagikan angket kepada siswa SMAN di

Kota Bandung. Siswa dari setiap sekolah diwakili oleh dua kelas, yaitu: kelas X-

D dan XI IPA-4 untuk SMAN 2 Bandung (cluster satu); X-8 dan XI IPA 6 untuk

SMAN 11 Bandung (cluster 2); kelas X-I dan XI IPS 3 untuk SMAN 13 Bandung

(cluster 3); kelas X-2 dan XI IPA 1 untuk SMAN 21 Bandung (cluster 4). Hasil

penyebaran angket tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pengembangkan isi Pendidikan Kewarganegaraan di setiap cluster

SMAN di Kota Bandung.

Untuk mengetahui bagaimana pengembangan isi pendidikan

kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di kota bandung, dapat dilihat dari

beberapa indicator, diantaranya adalah penekanana guru terhadap aspek materi

Page 18: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

105

PKn, penerimaan siswa (reciving), respon siswa terhadap materi (responding),

penilaian (valuing), serta dampak yang ditimbulkan dalam membentuk karakter

siswa (caracterizing). Hal tersebut dapat terlihat pada tabel 4.1 sampai dengan

tabel 4.6.

Tabel IV.1 Penekanan aspek materi PKn saat pembelajaran

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Apa yang paling sering kalian dapatkan saat pembelajaran PKn?

a. Hapalan konsep-konsep saja

12,1% 12,5% 5,2% 20%

b. Hafalan teori-teori saja

3% 22,2% 17,2% 24,1%

c. Mendengarkan cerita-cerita yang berkaitan dengan materi

66,7% 29,2% 70,7% 23,1%

d. pelaksanaan diskusi kelas

18,2% 36,1% 6,9% 30,8%

Jumlah 100% 100% 100% 98% Option a dan b, adalah option yang menggambarkan materi PKn di sekolah masih

menekankan pada penguasaan hafalan saja (knowledge based), yaitu berupa

hafalan konsep-konsep dan teori-teori. Sedangkan option c dan d, adalah option

yang menggambarkan materi PKn telah dibelajarkan pada tataran nilai-nilai (value

based), dimana saat pemebelajaran PKn guru sering memberikan cerita-cerita

yang berkaitan dengan materi serta melaksanakan diskusi kelas.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan penekanan materi PKn pada penguasaan hafalan, paling tinggi

berada di cluster 4 (44,1%), kemudian disusul oleh cluster 2 (34,7%), cluster 3

(22,4%) dan cluster 1 (15,1%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan

penekanan materi PKn pada tataran nilai-nilai, paling tinggi berada pada cluster 1

Page 19: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

106

(84,9%), kemudian disusul oleh cluster 3 (77,6%), cluster 2 (65,3%) dan cluster 4

(53,9%).

Pada cluster 1, kecenderungan penekanan yang dilakukan oleh guru

terhadap isi Pendidikan Kewarganegaraan, tidak hanya pada tataran kognitif akan

tetapi penekanan juga dilakukan pada tataran nilai-nilai (afektif). Hal tersebut

dapat diketahui dari jawaban sebagian besar responden (84,9%) yang menyatakan

bahwa hal yang paling sering didapatkan selama pembelajaran PKn selain cerita-

cerita yang berkaitan dengan materi (66,7%) juga diskusi kelas (18,2%). Dari

tabel pula dapat diketahui bahwa cluster ini, memiliki kecenderungan jumlah

persentase paling tinggi diantara cluster lainnya. Sedangkan sisanya (15,1%

responden), menyatakan bahwa hal yang paling sering didapatkan selama

pembelajaran PKn ialah konsep-konsep (12,1%) serta teori saja (3%).

Kecenderungan penekanan isi materi PKn pada cluster 2 pun dilaksanakan

tidak hanya pada ranah kognitif akan tetapi sudah mengarah pada ranah afektif,

hal tersebut dapat dilihat dari 65,3% responden yang menyatakan bahwa hal yang

paling sering didapatkan saat pembelajaran PKn selain mendengarkan cerita-cerita

yang berkaitan dengan materi (29,2%) juga pelaksanaan diskusi kelas (36,1%).

Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, cluster

2 memiliki jumlah persentase yang lebih rendah dari cluster 3 dan 1, akan tetapi

lebih tinggi apabila dibandingkan dengan cluster 4.

Pada cluster 3 dan 4, penekanan isi materi PKn cenderung bergeser, tidak

hanya pada ranah kognitif akan tetapi sudah dibelajarkan pada ranah afektif pula.

Hal ini dapat terlihat, baik pada cluster 3 maupun cluster 4, sebagian besar

Page 20: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

107

responden menyatakan bahwa hal yang paling sering didapatkan saat

pembelajaran PKn selain mendengarkan cerita-cerita yang berkaitan dengan

materi (37,9% pada cluster 3 dan 23,1% pada cluster 4) juga pelaksanaan diskusi

kelas (41,4% pada cluster 3 dan 24,6% pada cluster 4). Pada kontinum

maksimum, apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, jumlah persentase pada

cluster 3, lebih tinggi dari cluster 2 dan cluster 4. Sedangkan cluster 4 sendiri

apabila dibandingkan dengan semua cluster lainnya menduduki urutan paling

rendah.

Tabel IV.2 Penekanan guru saat memberkan materi System Politik Indonesia

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Apa yang paling sering disampaikan oleh guru saat memberikan materi sistem politik Indonesia?

a. Guru menyampaikan konsep-konsep sistem politik Indonesia saja

18,2% 16,7% 10,3% 7,6%

b. Guru menyampaikan teori-teori sistem politik Indonesia saja

15,2% 29,2% 10,3% 23,1%

c. Selain konsep dan teori, guru memberikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi

25,8% 33,3% 37,9% 23,1%

d. Selain konsep dan teori, guru menyampaikan contoh studi kasus untuk dianalisis

40,9% 20,8% 41,4% 24,6%

Jumlah 100% 100% 100% 78,4%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan materi PKn di

sekolah masih menekankan pada penguasaan pengertian atau pemahaman

(knowledge based), dimana saat menyampaikan materi system politik Indonesia,

hal yang paling sering diberikan oleh guru ialah konsep- konsep serta teori-

teorinya saja. sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan

materi PKn telah dibelajarkan pada tataran nilai-nilai (value based), dimana

Page 21: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

108

selama guru menyampaikan materi system politik Indonesia, selain konsep dan

teori guru juga sering memberikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi

serta memberikan contoh-contoh studi kasus untuk dianalisis oleh siswa.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa cluster 2 memiliki

kecenderungan penekanan materi PKn pada penguasaan pengertian atau

pemahaman paling tinggi (45,9%), kemudian disusul oleh cluster 1 (33,4%),

cluster 4 (30,7%) dan cluster 3 (20,6%). Sedangkan SMAN yang memiliki

kecenderungan penekanan materi PKn selain pada penguasaan pengeritan dan

pemahaman juga pada penguasaan nilai-nilai, paling tinggi berada pada cluster 3

(79,3%), kemudian disusul oleh cluster 1 (61,7%), cluster 2 (54,1%) dan 4

(47,7%).

Penekanan guru saat penyampaian materi sistem politik tidak berbeda jauh

hasilnya dengan penekanan materi selama pembelajaran PKn berlangsung

(jumlah persentase pada tabel 1). Dimana pada cluster 1,2, dan 3, sebagian besar

responden, menyatkan bahwa selama menyampaikan materi PKN, (dalam hal ini

peneliti mengangkat materi system politik Indonesia), guru tidak hanya

menekankan penguasaan pengertian dan pemahaman, akan tetapi, penekanan

dilakukan juga terhadap penguasaan nilai-nilai siswa. Pada cluster 1 lebih dari

sebagian responden (61,7%) menyatakan bahwa saat guru menyampaikan materi

sisterm politik indonesia, selain konsep dan teori, guru juga memberikan gambar-

gambar serta contoh- contoh kasus yang berkaitan dengan materi (25,%) untuk

kemudian dianalisis oleh siswa(40,9%) . Walaupun apabila dibandingkan dengan

cluster yang lain, jumlah persentase pada cluster ini di titik maksimum lebih kecil

Page 22: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

109

dari pada cluster 3 akan tetapi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan cluster 2

dan 4.

Sama halnya dengan cluster 1, dua cluster berikutnya (cluster 2 dan cluster

3), sebagian besar respondennya menyatakan bahwa saat menyampaikan materi

sistem politik, selain konsep dan teori, guru juga memberikan gambar-gambar

serta contoh- contoh kasus yang berkaitan dengan materi untuk kemudian

dianalisis oleh siswa. Akantetapi apabila dibandingkan secara keseluruhan,

jumlah persentase pada cluster 3 lebih tinggi dibandiingkan dengan cluster 2.

Begitupula dengan cluster lainnya, cluster 3 memiliki kecenderungan kearah

value based paling tinggi, sedangkan cluster 2 sendiri lebih tinggi dari pada

cluster 4 dan lebih rendah apabila dibandingkan dengan cluster 1.

Dari tabel IV. 2 di atas, dapat diketahui pula bahwa pada titik maksimum,

jumlah persentase cluster 4 berada pada urutan paling bawah dibandingkan

dengan cluster lainnya. Apabila kita lihat pada tabel tersebut, masih terdapat

banyak responden yang tidak memberikan jawabannya pada pertanyaan ini, yaitu

hanya 78,4% responden yang memberikan, sedangkan sisanya (21,6%) tidak

memberikan jawabannya. Dari hasil wawancara dengan siswa pada kelas X,

dapat diketahui bahwa siswa kesulitan dan bingung untuk memilih option yang

peneliti berikan, dikarnakan guru jarang sekali masuk kelas, jarang sekali guru

memberikan atau menjelaskan materi, yang sering dilakukan hanyalah diskusi.

Page 23: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

110

Tabel IV.3 Gambaran penerimaan siswa (receiving) terhadap materi system Politik

Indonesia Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f)

Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Cluster 4

Apa yang kalian dapatkan setelah mengikuti materi sistem politik Indonesia?

a. Memahami konsep-konsep yang ada dalam materi tersebut

31,8% 34,7% 12,1% 43,1%

b. Selain konsep, juga memahami teori-teori yang ada dalam materi tersebut

27,3% 26,4% 17,2% 12,3%

c. Selan konsep dan teori, juga faham akan fenomena-fenomena yang muncul didalamnya

36,4% 27,8% 46,6% 1,4%

d. Selain konsep dan teori, juga mampu untuk menganalisis permasalahan yang ada dalam materi tersebut.

4,5% 11,1% 24,2% 36,9%

Jumlah 100% 100% 100% 93,7%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan penerimaan siswa

(receiving) terhadap materi PKn yang telah disampaikan di sekolah masih rendah,

karena penerimaannya hanya berdampak pada penguasaan hafalan atau

pemahaman konsep serta teori saja(knowledge based), sedangkan option c dan d,

adalah option yang menggambarkan penerimaan siswa terhadap materi PKn tidak

hanya pada tataran hafalan saja, akan tatapi telah mampu untuk mengikuti dengan

penuh perhatian akan fenomena yang muncul kemudian menganaisis hal tersebut

(value based).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan penerimaan siswa (receiving) rendah terhadap materi PKn, paling

tinggi berada pada cluster 2 (61,1%), kemudian disusul oleh cluster 1 (59,1%),

cluster 4 (55,4%), dan cluster 3 (29,3%). Sedangkan sekolah yang memiliki

kecenderungan penerimaan paling tinggi terhadap materi PKn, berada pada

Page 24: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

111

cluster 3 (70,7%), kemudian disusul oleh cluster 1 (40,9%), cluster 2 (38,9%) dan

cluster 4 (38,3%).

Pada cluster 1, penerimaan siswa (receiving) atas materi yang telah

disampaikan oleh guru masih rendah apabila dibandingkan dengan cluster 3, hal

ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan oleh 59,1% responden, dimana hal

yang didapat oleh siswa setelah mengikuti materi system politik Indonesia, hanya

pemahaman terhadap konsep-konsep (31,8%) serta teori-teori saja (27,3%).

Walaupun sebagian dari responden (40,9%) menyatakan bahwa setelah mengikuti

materi system politik Indonesia, selain memahami konsep dan teorinya, juga

faham akan fenomena-fenomena yang muncul serta mampu untuk menganalisis

permasalahan yang terdapat dalam materi tersebut.

Pada cluster 3, kecenderungan penerimaan (Receiving) siswa terhadap

materi sistem politik indonesia, tidak hanya pada tataran hafalan (konsep dan

teori) saja, akan tatapi telah mampu menggerakan siswa untuk mengikuti dengan

penuh perhatian atas apa yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut dapat

diketahui dari 70,7% responden yang menyatakan bahwa yang didapatkan oleh

siswa setelah mengikuti materi system politik Indonesia, selain memahami konsep

dan teorinya, juga faham akan fenomena-fenomena yang muncul serta mampu

untuk menganalisis permasalahan yang terdapat dalam materi tersebut. Dan

apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, cluster ini menempati jumlah

persentase tertinggi. Adapun sebagian responden (29,3%), menggambarkan

bahwa penerimaan siswa terhadap materi PKn yang telah disampaikan di sekolah

Page 25: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

112

masih rendah, karena penerimaannya hanya berdampak pada penguasaan hafalan

atau pemahaman.

Pada tabel IV.3, dapat terlihat bahwa pada titik minimum, kecenderungan

penerimaan siswa (Receiving) pada cluser 2 paling rendah apabila dibandingkan

dengan tiga cluster lainnya, hal ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan oleh

61,1% responden yang menyatakan bahwa hal yang didapat setelah mengikuti

materi system politik Indonesia hanya pemahaman terhadap konsep-konsep serta

teori-teori saja. Sedangakan pada titik maksimum cluster ini memiliki jumlah

persentase yang lebih baik apabila dibandingkan dengan cluster 4.

Pada cluster 4 sendiri, kecenderungan penerimaan siswa (receiving)

terhadap materi PKn yang telah disampaikan di sekolah masih rendah apabila

dibandingkan dengan cluster 1 dan 3, karena penerimaannya hanya berdampak

pada penguasaan hafalan atau pemahaman, hal tersebut dapat dilihat pada tabel

IV.3, dimana 55,4% responden menyatakan bahwa setelah mengikuti materi

system politik Indonesia, hal yang paling banyak didapat oleh siswa adalah

mampu memahami konsep – konsep serta teori-teori yang ada pada materi

tersebut. sedangkan sebagian responden (38,3%) menggambarkan penerimaan

yang tinggi terhadap materi PKn, akan tetapi untuk pernyataan ini, apabila kita

bandingkan dengan berapa cluster lainnya, cluster ini, menduduki urutan yang

paling rendah.

Page 26: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

113

Tabel IV.4 Gambaran respon siswa (responding) terhadap penyampaian materi Sistem

Politik Indonesia Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f)

Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Cluster 4

Setelah mendapatkan materi sistem politik Indonesia, bagaimana respon kalian terhadap materi tersebut?

a. respon biasa saja 51,5% 54,2% 27,6% 62,1% b. membahas teori-teori yang

berkaitan dengan materi tersebut dengan teman-teman

6,1% 6,9% 8,6% 15,4%

c. Setelah membahas teori, diteruskan pada diskusi bersama teman yang lain

16,7% 11,1% 6,9% 7,6%

d. Setelah membahas teori, diteruskan pada pemahaman fenomena-fenomena yang muncul dalam system politik indonesia.

27,3% 27,8% 56,9% 13,5%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan respon siswa

(responding) rendah terhadap materi PKn (knowledge based), karena respon yang

ditimbulkan belum mampu menggerakan siswa untuk berpartisipasi aktif,

sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan respon siswa

terhadap materi PKn sudah baik, karena dampak yang dihasilkan setelah

pembelajarn PKn, telah mampu untuk menggerakan siswa berpartisipasi aktif,

dimana setelah membahas teori siswa meneruskan pada pemehaman akan

fenomena-fenomena yang muncul kemudian melakukan diskusi bersama(value

based).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan respon siswa (responding) rendah terhadap materi PKn, paling

tinggi berada pada cluster 4 (77,5%), kemudian disusul oleh cluster 2 (61,1%),

cluster 1 (57,6%) dan cluster 3 (36,2%). Sedangkan sekolah yang memiliki

kecenderungan respon siswa tinggi terhadap materi PKn, paling tinggi berada

Page 27: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

114

pada cluster 3 (63,8 %), kemudian disusul oleh cluster 1 (44%), cluster 2 (38,9%),

dan terakhir cluster 4 (21,1%).

Pada cluster 1 kecenderungan respon siswa (responding) terhadap materi

yang disampaikan oleh guru masih rendah, hal ini terlihat dari sebagaian besar

responden (51,6%) yang menyatakan respon biasa-biasa saja, kalaupun ada

keinginan untuk berdiskusi dangan teman, hal yang dibahas hanya pada tataran

konsep-konsep yang ada (6,1%). Pada kontinum minimum, bila dibandingkan

dengan cluster lainnya, jumlah persentase pada cluster ini, berada dibawah

cluster 4 dan cluster 2, serta berada diatas cluster 3. Sama halnya dengan cluster

1, pada cluster 2, respon siswa (responding) terhadap materi yang telah

disampaikan masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan cluster 1 dan

cluster 3, dimana sebagaian besar responden (61,1%) pada cluster ini,

mengungkapkan respon yang ditimbulkan setelah mengikuti materi system

politik Indonesia adalah biasa-biasa saja (54,2%), kalaupun ada keinginan untuk

berdiskusi dangan teman, hal yang dibahas hanya pada tataran konsep-konsep

yang ada (6,9%). Apabila dilihat serta dibandingkan dengan cluster lainnya, pada

kontinum minimum, cluster ini memiliki jumlah persentasi yang lebih rendah

dibandingkan dengan cluster 4, serta lebih tinggi dibandingkan dengan cluster 1

dan 3.

Berbeda halnya dengan dua cluster di atas (cluster 1 dan 2) kecenderungan

respon siswa (Responding) terhadap materi PKn sudah lebih baik apabila

dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 1, 2 dan 4), hal ini dapat

terlihatdari lebih dari 63,8% responden yang menyatakan bahwa setelah

Page 28: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

115

penyampaian materi PKn, timbulnya keinginan dari siswa untuk berpartisipasi

aktif dalam mengikuti diskusi dan meneruskan pada pembahasan tentang

fenomens-fenomena yang muncul dalam materi tersebut bersama teman-teman.

Dan apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada titik maksimum, cluster

ini berada pada urutan paling tinggi.

Sedangkan pada cluster 4, respon yang ditimbulkan cenderung rendah.

Lebih dari setengah responden (77,5%), menyatakan respon yang ditimbulkan

setelah mengikuti materi system politik Indonesia adalah biasa-biasa saja (62,1%),

kalaupun ada keinginan untuk berdiskusi dangan teman, hal yang dibahas hanya

pada tataran konsep-konsep yang ada (15,4%). Apabila dibandingkan dengan tiga

cluster lainnya, cluster ini, memiliki jumlah persentase tertinggi pada kontinum

minimum. Yang berarti, respon siswa terhadap materi PKn yang telah

disampaikan pada cluster ini paling buruk dibandingkan dengan tiga cluster

lainnya

Tabel IV.5 Gambaran dampak penyampaian materi Sistem politik Indonesia terhadap

kemampuan mengkaji serta menilai siswa (valueing). Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f)

Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Cluster 4

Saat kelas melaksanakan diskusi tentang permasalahan-permasalahan yang terdapat sistem politik Indonesia saat ini. Apa yang paling sering kalian lakukan?

a. Kurang memperhatikan, karena tidak suka dengan diskusi

7,6% 5,5% 0% 6,1%

b. Mendengarkan argumen dari teman-teman

45,5% 44,4% 15.5% 30,8%

c. Ikut bergabung untuk menyampaikan pendapat dan bertanya

34,8% 27,8% 58,6% 50,8%

d. Selain menyampaikan pendapat, disertai dengan pernyataan sikap pribadi.

12,1% 22,2% 25,9% 12,3%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Page 29: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

116

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan penyampaian materi

PKn di sekolah belum mampu menimbulkan kemauan untuk mengkaji serta

menilai (valueing) suatu permasalahan yang timbul (knowledge based), hal ini

terlihat dari sikap siswa yang kurang memperhatikan diskusi, dan kalaupun

memperhatikan hanya untuk mendengarkan argument yang disampaikan oleh

temen-temannya. Sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan

bahwa penyampaian materi PKn disekolah telah mampu mengajak siswa

menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji dan membandingkan serta menilai

permasalahan yang ada, hal ini dapat terlihat dari adanya kemauan dari siswa

untuk bergabung saat diskusi dengan aktif mengemukakan pendapat dan

menyampaikan sikap pribadinya (value based).

Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “Dalam penyampaian materi PKn belum mampu menimbulkan

kemauan siswa untuk mengkaji serta menilai (valueing)”, paling tinggi berada

pada cluster 1 (53,1%), kemudian disusul oleh cluster 2 (49,9%), cluster 4

(36,9%) dan cluster 3 (15,3%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan

“ Dalam penyampaian materi PKn disekolah telah mampu mengajak siswa

menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji dan membandingkan serta menilai

permasalahan yang ada”, paling tinggi berada pada cluster 3 (84,5%), kemudian

disusul oleh cluster 4 (63,1%), cluster 2 (50%) dan cluster 1 (46,9%).

Pada cluster 1, sebagian besar responden menyatakan bahwa guru belum

mampu untuk mengajak siswa menggunakan pengetahuannya dalam mengkaji

dan membandingkan serta menilai permasalahan yang ada, hal tersebut dapat

Page 30: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

117

terlihat dari 54,3% responden yang mengungkapkan bahwa hal yang paling

sering dilakukan siswa selama diskusi, cenderung mendengarkan argument dari

teman-temannya (45,1%), serta sebagian lagi menyatakan ketidaksukaannya akan

kegiatan diskusi tersebut (7,6). Jumlah persentase pada kontinum minimum

menduduki urutan tertinggi, apabila dibandingkan dengan tiga cluster lainnya.

Pada cluster 2, 3 dan 4 sebagian besar siswa menyatakan bahwa guru

telah mampu mengajak siswa untuk menggunakan pengetahuannya dalam

mengkaji dan membandingkan serta menilai (Valueing) permasalahan yang ada,

hal tersebut dapat dilihat pada cluster 2, dimana setengah jumlah respondennya

(50%), menyatakan bahwa saat diskusi berlangsung, hal yang biasa dilakukan

ialah ikut berpatisipasi dalam menyampaikan pendapat, bertanya juga menyatakan

sikap pribadi. Sedangakan sebagian dari responden pada cluster ini (49,9%),

menyatakan bahwa penyampaian materi PKn di sekolah belum mampu

menimbulkan kemauan untuk mengkaji serta menilai.

Sama halnya dengan cluster 2, pada cluster 3 dan cluster 4, guru telah

mampu mengajak siswa untuk menggunakan pengetahuannya dalam mengkaji

dan membandingkan serta menilai (Valueing) permasalahan yang ada. Hal

tersebut dapat terlihat dari 84,5% responden (cluster 3) dan 63,1% (cluster 4),

mengungkapkan bahwa setelah mengikuti materi tentang system politik, selain

konsep dan teori, siswa juga faham akan fenomena-fenomena serta mampu untuk

menganalisis permasalahan yang muncul dalam materi tersebut. Apabila

dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, cluster 3

Page 31: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

118

menempati posisi tertinggi. Sedangkan cluster 4, berada dibawah cluster 3, dan

berada diatas cluster 1 dan 2.

Tabel IV.6 Dampak penyampaian materi Sistem Politik Indonesia terhadap

pembentukan sikap (characterizing) atau prinsip bagi siswa Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f)

Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Cluster 4

Dalam pelaksanaannya, banyak kecurangan yang terjadi dalam sistem poltik negara kita, misalkan banyak terjadi politik uang, KKN dan sebagainya. Atas kejadian tersebut, bagaimana respon kalian?

a. Mecoba untuk lebih memahami masalah tersebut.

19,7% 8,3% 6,9% 15,4%

b. Menyarankan kepada pemerintah untuk memberantas tindakan tersebut dengan tegas

16,7% 12,5% 12,1% 26,2%

c. Secara pribadi menolak secara tegas hal tersebut dan tidak akan melakukannya.

25,8% 15,3% 10,3% 10,8%

d. Menanamkan dalam diri, bahwa hal tersebut adalah salah, dan harus ditinggalkan

37,9% 63,9% 70,7% 47,7%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan bahwa dampak dari

penyampaian materi PKn atas masalah-malsalah yang muncul, belum mampu

membentuk suatu sikap (characterizing) atau prinsip bagi siswa (knowledge

based), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan dampak

dari penyampaian materi PKn telah mampu untuk mengarahkan siswa agar

memiliki sikap atau kepribadian, hal ini dapat terlihat dari pernyataan pribadi

siswa untuk menolak tindakan tersebut serta menanamkan dalam dirinya untuk

tidak melakukan hal tersebut (value based).

Dari tabel di atas, dapat dilihat kecenderungan sekolah yang belum mampu

memberikan dampak pembentukan suatu sikap (characterizing) atau prinsip bagi

siswa, paling tinggi berada pada cluster 4 (41,6%), kemudian disusul oleh cluster

Page 32: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

119

1 (36,4%), cluster 2 (20,8%) dan cluster 3 (19%). Sedangkan sekolah yang

memiliki kecenderungan telah mampu untuk mengarahkan siswa agar memiliki

sikap atau kepribadian, paling tinggi berada pada cluster 3 (81%), kemudian

disusul oleh cluster 2 (79,2%), cluster 1 (63,7%) dan cluster 4 (58,5%). Dalam

penyampaian materi PKn disekolah telah mampu mengajak siswa menggunakan

pengetahuannya untuk mengkaji dan membandingkan serta menilai permasalahan

yang ada”, paling tinggi berada pada cluster 3 (84,5%)

Pada cluster 1, dampak penyampaian materi PKn, cenderung telah mampu

mengarahkan siswa untuk memiliki sikap atau kepribadian, hal tersebut terlihat

dari sekitar 63,7% responden menyatakan sikapnya untuk menolak secara tegas

pelaksanaan KKN, kemudian menanamkan dalam diri masing-masing bahwa

hal tersebut adalah salah, dan harus ditinggalkan. Apabila dibandingkan dengan

cluster lainnya, pada kontinum maksimum, jumlah persentase cluster ini berada

dibawah cluster 3 dan 2, serta berada diatas cluster 4. Sedangkan 36,4%

responden lainnya menggambarkan dampak dari penyampaian materi PKn atas

masalah-malsalah yang muncul, belum mampu membentuk suatu sikap atau

prinsip bagi siswa.

Sama halnya dengan cluster 1, pada tiga cluster lainnya yiatu cluster 2, 3

dan 4, dampak yang ditimbulkan dari penyampaian materi PKn, cenderung telah

mampu mengarahkan siswa untuk memiliki sikap atau kepribadian

(Characterizing), hal ini dapat terlihat dari 79,2% responden (pada cluster 2), 81%

responden (pada cluster 3) dan 58,5% responden (pada cluster 4), yang

menyatakan sikapnya untuk menolak secara tegas pelaksanaan KKN, kemudian

Page 33: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

120

menanamkan dalam diri masing-masing bahwa hal tersebut adalah salah, dan

harus ditinggalkan. Apabila dibandingakan pada titik maksimum, cluster 3

menempati urutan tertinggi diantara semua cluster yang ada, cluster 2 lebih tinggi

apabila dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 1 dan 4). Dan cluster 4

selalu pada posisinya, yaitu berada pada urutan paling bawah.

2. Pencapaian visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan untuk

membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas pada setiap cluster

SMAN di Kota Bandung.

Untuk mengetahui bagaimana pencapaian visi dan misi Pendidikan

Kewarganegaraan untuk membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas pada

setiap cluster SMAN di Kota Bandung, dapat dilihat dari beberapa indicator,

diantaranya adalah cakupan materi ajar PKn yang, materi ajar PKn, gambaran

pengaturan posisi duduk siswa, dan posisi duduk guru saat pembelajaran PKn

berlangsung.

Tabel IV.7 Cakupan materi ajar PKn yang paling sering disampaikan guru

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Cakupan materi yang paling sering disampaikan oleh guru adalah…

a. Apa yang ada dalam Buku paket 28,9% 5,5% 1,7% 40% b. Apa yang ada dalam Buku paket

dan LKS 12,1% 45,8% 20,7% 47,7%

c. Selain dari Buku paket dan LKS, juga dikaitkan dengan mata pelajaran lainnya, seperti agama, sosiologi, geografi, ekonomi dan mata pelajaran lain yang relevan.

15,1% 6,9% 32,8% 3,1%

d. Selain dari buku paket dan LKS, juga diambil dari nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat

43,9% 41,8% 44,8% 9,2%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Page 34: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

121

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan cakupan materi ajar

PKn, masih terpaku pada buku paket dan LKS saja (exclusive), sedangkan option

c dan d, adalah option yang menggambarkan cakupan materi ajar PKn tidak

hanya terpaku pada buku paket PKn dan LKS, akan tetapi dikaitkan dengan mata

pelajaran lain (pada rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-

nilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat (inclusive).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Cakupan materi ajar PKn, masih terpaku pada buku paket dan

LKS saja”, paling tinggi berada pada cluster 4 (87,7%), kemudian disusul oleh

cluster 2 (51,3%), cluster 1 (41 %) dan cluster 3 (22,4%). Sedangkan sekolah yang

memiliki kecenderungan “Cakupan materi ajar PKn tidak hanya terpaku pada

buku paket dan LKS, akan tetapi dikaitkan dengan mata pelajaran lain (pada

rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada dan

berkembang dalam masyarakat”, paling tinggi berada pada cluster 3 (77,6%),

kemudian disusul oleh cluster 1 (59%) , cluster 2 (48,7%) dan cluster 4 (12,3%).

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada cluster 1, 59% responden

menyatakan bahwa cakupan bahan ajar PKn tidak hanya diambil dari buku paket

PKn dan LKS, akan tetapi diambil serta dikaitkan pula dengan mata pelajaran lain

(pada rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada

dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan sebagian responden lainnya

(41%), mengungkapkan bahwa cakupan bahan ajar PKn, masih terpaku pada buku

paket dan LKS saja.

Page 35: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

122

Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 3 sebagian besar responden

(77,6%) menyatakan bahwa cakupan bahan ajar PKn tidak hanya terpaku pada

buku paket PKn dan LKS, akan tetapi dikaitkan dengan mata pelajaran lain (pada

rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada dan

berkembang dalam masyarakat. Jumlah persentase tersebut, apabila dibandingkan

dengan cluster lainnya (cluster 1,2 dan 4) menempati urutan tertinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan FS, muatan yang biasa diberikan oleh guru

saat pembelajaran PKn, terdiri atas materi yang dilengkapi dengan contoh-

contohnya. Selain itu, guru juga sering mengaitkan dengan muatan moral-moral

yang ada dalam masyarakat. Biasanya guru sering mengaitkan dengan mata

pelajaran Sosiologi dan Ekonomi , sedangkan Agama, Geografi, dan Sejarah tidak

pernah dikaitkan. Kemudian guru juga sering mengaitkan materi ajar dengan isu-

isu global saat ini, contohnya tentang debat capres.

Berbeda keadaannya dengan cluster cluster 2 dan cluster 4, pada kedua

cluster ini, cakupan bahan ajaran PKn, cenderung masih terpaku pada buku paket

dan LKS saja, hal ini dapat diketahui dari sebahagian besar responden yaitu

51,3% (pada cluster 2) dan 87,7% (pada cluster 4) menyatakan hal tersebut. Dari

hasil wawancara dengan GU1 (pada cluster 2), saat GU 1 menyampaian materi

PKn, terkadang mengaitkan dengan mata pelajaran yang lain, hal ini tergantung

pada materi yang akan dibelajarakan pada siswa, apabila materinya bersinergi

dengan mata pelajaran lainnya, maka biasanya akan dikaitkan. Mata pelajaran lain

yang sering dikaitkan dengan mata pelajaran PKn ialah Sosiologi dan ekonomi,

sedangkan mata pelajaran Agama dan Geografi jarang disinggung.

Page 36: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

123

Dari hasil wawancara dengan MA dan AR (siswa kelas X) dapat diketahui

bahwa pada cluster 4, materi PKn tidak pernah dikaitkan dengan mata pelajaran

lain, misalnya agama, sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah atau mata pelajaran

lainnya, hal ini dikarenakan guru jarang sekali menyampaikan materi serta

dikarenakan guru jarang sekali masuk kelas. Sedangkan menurut AR (siswa pada

pada kelas XI), menyatakan bahwa saat guru menyamapaikan materi biasanya

guru tidak mengaitkan materi PKn dengan mata pelajaran lain, baik agama,

sosiologi, geografi, sejarah maupun ekonomi. Akan tetapi apabila dengan isu-isu

yang sedang hangat, guru biasanya suka mengaitkannya.

Tabel IV.8 Materi ajar PKn yang paling sering diberikan guru

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Materi ajar PKn yang paling sering disampaikan oleh guru, berkaitan dengan…

a. Ketatanegaran saja 6,1% 30,6% 12,1% 32,3% b. Moral saja 1,5% 2,8% 0% 1,5% c. Selain materi diatas, juga

dikaitkan dengan mata pelajaran ilmu social lainnya

15,1% 15,3% 13,8% 12,3%

d. Selain materi PKn juga dikaitkan dengan isu-isu terhangat dalam masyarakat

77,3% 48,6% 74,1% 52,3%

Jumlah 100% 97,3% 100% 98,4%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan bahan ajar PKn yang

disampaikan oleh guru, terpaku pada materi inti PKn saja (exclusive), sedangkan

option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa bahan pembelajaran

PKn yang disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan

tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan

masyarakat (inclusive).

Page 37: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

124

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Bahan ajar PKn yang disampaikan oleh guru, terpaku pada

materi inti PKn saja”, paling tinggi berada pada cluster 4 (33,8%), kemudian

disusul oleh cluster 2 (33,4%), cluster 3 (12,1%) dan cluster 1 (7,6%). Sedangkan

sekolah yang memiliki kecenderungan “Bahan ajar PKn yang disampaikan oleh

guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan

bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat”, paling tinggi berada

pada cluster 1 (92,4%), kemudian disusul oleh cluster 3 (87,9%), cluster 4

(64,6%) dan cluster 2 (63,9%).

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa pada semua cluster (1,2,3 dan 4),

sebagian besar responden menyatakan bahwa bahan ajar PKn yang sering

disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi

dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat. Hal

ini terlihat pada cluster 1 dimana 92,4% responden menyatakan bahwa materi ajar

PKn tidak hanya materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan mata

pelajaran pada rumpun social serta isu-isu terhangat saat ini.

Pada cluster 2, sekitar 63,9% responden menyatakan bahan ajaran PKn

yang biasa disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan

tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan

masyarakat. Adapun pada cluster 3, sebagian besar (87,9%) responden

menyatakan hal yang sama. Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, cluster

2 memiliki jumlah persentase yang paling rendah. Sedangkan cluster 3, jumlah

Page 38: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

125

persentase pada kontinum maksimum berada lebih rendah daripada cluster 1, dan

lebih tinggi dari cluster 2 dan 4.

Adapun bahan ajar yang biasa diberikan oleh guru pada cluster 4, tidak

hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar

yang terdapat dalam lingkungan masyarakat, hal ini dapat terlihat dari 64,4%

responden yang menyatakan bahwa “ materi ajar yang diberikan oleh guru, selain

materi inti juga dikaitkan dengan materi pada mata pelajaran social lainnya serta

isu-isu terhangat dalam masyarakat”. Selain itu, berdasarakan hasil wawancara

dengan guru, dapat diketahui bahwa saat pembelajaran PKn, bahan ajar PKn telah

mampu di kaitkan dengan beberapa mata pelajaran lainnya, seperti mata pelajaran

Agama, Sosiologi, Sejaran, geografi dan Ekonomi. Selain mengaitkan dengan

mata pelajaran lainnya, seperti Agama, sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan

Sejarah, menurut G1, guru juga sering mengaitkan dengan isu-isu global yang

sedang hangat saat ini, semisal isu tentang Kasus Antasari Azah (mantan Ketua

KPK RI). Walaupun apabila dibandingkan dengan cluster lain, cluster ini

memiliki jumlah persentase dibawah cluster 1 dan 3, dan diatas cluster 2.

Tabel IV. 9 Gambaran pengaturan tempat duduk siswa saat pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Bagamiana pengaturan tempat duduk saat pembelajaran PKn berlangsung?

a. Posisi tempat duduk tidak pernah berubah

13,6% 13,9% 56,9% 33,8%

b. Posisi tempat duduk kadang berubah.

19,7% 9,7% 17,2% 6,1%

c. Posisi tempat duduk berubah, Ketika diskusi kelompok.

37,9% 38,9% 20,7% 41,5%

d. Tempat duduk berubah, sesuai dengan metode yang digunakan

28,8% 37,5% 5,2% 18,5%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Page 39: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

126

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan posisi duduk siswa

saat pembelajara PKn masih kaku, siswa terpaku pada tempat yang tetap dari awal

pembelajaran hingga akhir pembelajaran (exclusive), sedangkan option c dan d,

adalah option yang menggambarkan posisi duduk siswa yang baik, dimana posisi

siswa diubah agar kemampuan siswa saat belajar dapat optimal (inclusive).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “Posisi duduk siswa saat pembelajara PKn masih kaku, siswa

terpaku pada tempat yang tetap dari awal pembelajaran hingga akhir

pembelajaran”, paling tinggi berada pada cluster 3 (74,1%), kemudian disusul

oleh cluster 4 (39,9%), cluster 1 (33,3%) dan cluster 2 (23,6%). Sedangkan

sekolah yang memiliki kecenderungan “Posisi duduk siswa yang baik, dimana

posisi siswa diubah agar kemampuan siswa saat belajar dapat optimal”, paling

tinggi berada pada cluster 2 (76,4%), kemudian disusul oleh cluster 1 (66,7%),

cluster 4 (60%) dan cluster 3 (25,9%).

Dari empat cluster yang ada, tiga cluster diantaranya (cluster 1, 2 dan 4),

menyatakan bahwa posisi duduk siswa sering diubah. Perubahan tersebut

dilaksankan saat pelaksanaan diskusi kelas, serta apabila menggunakan metode

yang lebih bervariasi. Hal ini seperti apa yang diutarakan oleh AP saat

melaksanakan wawancara pada Cluster 1 dimana menurut penuturannya posisis

tempat duduk siswa, saat ceramah, posisinya biasa, tapi posisi siswa berubah saat

dilaksanakan diskusi berkelompok.

Sedangkan pada cluster 3, kecenderungannya berbeda, dimana posisi

duduk siswa saat pembelajara PKn masih kaku, siswa terpaku pada tempat yang

Page 40: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

127

tetap dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Dari hasil wawancaran

dengan FS (siswa kelas XI pada cluster 3), dapat diketahui bahwa pada saat

pembelajaran PKn berlangsung, posisi tempat duduk siswa tidak pernah berubah.

Tabel IV.10 Posisi guru saat pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Bagaiamana posisi guru saat pembelajaran PKn berlangsung….

a. Dari awal hingga akhir duduk dikursi

3% 36,1% 1,7% 27,7%

b. Dari awal hingga akhir berada di depan siswa

33,3% 5,6% 0% 10,8%

c. Selain berada di depan juga terkadang di tengah-tengah siswa

27,3% 9,7% 41,4% 30,8%

d. Selain berada di depan juga terkadang Berkeliling kelas.

36,4% 48,6% 56,9% 9,2%

Jumlah 100% 100% 100% 78,5%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan posisi duduk guru

yang kurang baik, dimana posisi guru dari awal hingga akhir berada di depan

siswa atau duduk (exclusive), sedangkan option c dan d, adalah option yang

menggambarkan posisi duduk guru yang baik, dimana posisi guru saat

pembelajaran tidak hanya diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di

tengah siswa bahkan berkeliling (inclusive)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Posisi duduk guru yang kurang baik, dimana posisi guru dari

awal hingga akhir berada di depan siswa atau duduk”, paling tinggi berada pada

cluster 2 (41,6%), kemudian disusul oleh cluster 4 (38,5%), cluster 1 (36,3 %) dan

cluster 3 (1,7 %). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Posisi duduk

guru yang baik, dimana posisi guru saat pembelajaran tidak hanya duduk atau

Page 41: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

128

diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di tengah siswa bahkan

berkeliling”, paling tinggi berada pada cluster 3 (98,3%), kemudian disusul oleh

cluster 1 (63,7%), cluster 2 (58,3%) dan cluster 4 (40 %).

Pada cluster 1, sebagian besar respondennya (63,75) menyatakan bahwa

posisi guru saat pembelajaran tidak hanya diam di depan siswa, akan tetapi

terkadang berada di tengah siswa bahkan berkeliling. Hal tersebut dapat diperkuat

dari hasil wawancara dengan AT, dimana posisi guru saat melakananakan

pembelajaran PKn ialah jalan-jalan mengelilingi siswa.

Sama halnya dengan posisi duduk guru pada cluster 2, 3 dan 4 dimana

pada ketiga cluster ini posisi guru saat melaksanakan pembelajaran PKn, tidak

hanya diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di tengah siswa, bahkan

berkeliling. Perbedaannya terletak pada perolehan jumlah persentase diantara tiga

cluster tersebut, dimana pada clsuter 2 jumlah persentase yang menyatakan hal

tersebut ialah 58,3%, pada cluster 3 berjumlah 78,6% dan pada cluster 4

berjumalah 40%. Diantara cluster lainnya, pada kontinum maksimum cluster 2

memiliki jumlah persentase diatas cluster 4 dan dibawah cluster 1 dan 3.

Sedangkan cluster 3 menempati urutan tertinggi sedangkan cluster 4 selalu

menduduki urutan terendah diantara cluster lainnya

Apabila kita lihat pada cluster 4, dari 100% responden siswa yang

seharusnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang dilontarkan penulis,

hanya 78,5% responden yang memberikan, sedangkan sisanya (21,5%) tidak

memberikan pilihannya. Dari hasil wawancara terhadap beberapa siswa di kelas

Page 42: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

129

X, mereka tidak ingin menjawab pertanyaan ini, karena pada dasarnya guru PKn

jarang sekali masuk kelas.

3. Pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada

setiap cluster SMAN di Kota Bandung.

Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung, dapat

dilihat dari beberapa indicator, diantaranya adalah pelaksanaan pembelajaran

PKn, Tempat pembelajaran PKn yang paling sering digunakan, keterlibatan siswa

saat proses pembelajaran PKn berlansung, Respon siswa selama mengikuti PBM

PKn, Sumber belajar yang digunakan, Metode yang digunakan, dan Media yang

digunakan.

Tabel IV.11 Pelaksanaan pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Tindakan yang sering dilaksanakan oleh guru, saat proses pembelajaran PKn berlangsung adalah…

a. Guru menyampaikan materi hingga pelajaran berakhir

22,7% 13,9% 31% 40%

b. Guru menyampaikan materi dan Tanya jawab.

31,9% 38,9% 51,8% 16,9%

c. Setelah menyampaikan materi, dilanjutkan untuk melaksanakan diskusi kelas

22,7% 12,5% 8,6% 26,2%

d. Siswa diberi kesempatan yang lebih banyak untuk menyampaikan ide, aspirasi dan gagasannya

22,7% 34,7% 8,6% 12,3%

Jumlah 100% 100% 100% 95,4%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan pelaksanaan

pembelajaran PKn masih berpusat pada guru (didactictransmission), guru

menyampaikan materi dari awal hingga akhir dengan diselingi Tanya jawab.

Page 43: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

130

Sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa

pengajaran PKn cenderung mengarah pada siswa sentries, dimana siswalah yang

menjadi pusat saat pembelajaran PKn berlangsung, guru memberikan kesempatan

kepada siswa untk menyampaikan ide, aspirasi dan gagasannya lebih banyak dan

juga sering mengadakan diskusi (interactive interpretation).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Pengajaran PKn masih berpusat pada guru”, paling tinggi berada

pada cluster 3 (80,7%), kemudian disusul oleh cluster 4 (56,9%), cluster 1

(54,5%) dan cluster 2 (52,8%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan

“Pengajaran PKn cenderung mengarah pada siswa sentries, dimana siswalah yang

menjadi pusat saat pembelajaran PKn berlangsung”, paling tinggi berada pada

cluster 2 (47,2%), kemudian disusul oleh cluster 1 (45,4%), cluster 4 (38,5%) dan

cluster 3 (17,2%).

Pada cluster 1, pelaksanaan pembelajaran PKn masih didominasi oleh

guru, hal ini terlilhat dari pelaksanaan pembelajaran PKn, kegiatan guru ialah

menyampaikan materi, yang kemudian diiringi dengan tanya jawab (31,9%),

bahkan 22,7% responden lainnya menyatakan bahwa biasanya saat pembelajaran

PKn berlangsung, guru berceramah materi dari awal hingga akhir pembelajaran.

Sedangkan responden lainnya, mengungkapkan bahwa selama proses

pembelajaran PKn berlangsung, siswa diberikan banyak kesempatan untuk

mengutarakan ide, aspirasi dan gagasannya (22,7%) juga melaksanakan diskusi

kelas (22,7%).

Page 44: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

131

Pada cluster 2, pelaksanaan pembelajaran PKn relatif sama dengan cluster

1, dimana pembelajaran masih didominasi oleh guru bukan siswa, hal ini terlihat

dari 13,9% responden menyatakan bahwa tindakan yang paling sering

dilaksanakan oleh guru saat pembelajaran berlangsung ialah menyampaikan

materi dari awal hingga akhir dan terkadang guru menyampaikan materi

kemudian diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa (38,9%).

Walaupun sebagian responden lainnya (37,4%) menyatakan bahwa siswalah yang

menjadi pusat saat pembelajaran PKn, dimana guru memberikan kesempatan

kepada siswa untk menyampaikan ide, aspirasi dan gagasannya lebih banyak dan

juga sering mengadakan diskusi (12,5%) (interactive interpretation).

Pelaksanaan pembelajaran pada cluster 3, masih didominasi oleh guru, hal

ini terlihat dari 51,8% responden yang menyatakan bahwa selama porses

pembelajaran PKn berlangsung, tindakan yang dilakukan oleh guru ialah

menyampaikan materi dengan sesekali memberikan pertanyaan kepada siswa.

Kemudian 31% responden lainnya mengungkapkan bahwa selama pembelajaran

guru berceramah murni dari awal hingga akhir. Sedangakan 8,6% responden

lainnya menyatakan bahwa selama pembelajaran berlangsung guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide, gagasan dan pertanyaannya

dan 8,6% lagi menyatakan bahwa tindakan yang sering dilaksanakan guru selain

menyampaikan materi juga melaksanakan diskusi kelas.

Pada cluster terakhir, yaitu cluster 4, sangat nampak sekali guru yang

mendominasi pembelajaran, hal ini terlihat dari 40% responden yang menyatakan

bahwa selama proses pembelajaran PKn berlangsung, tindakan yang dilakukan

Page 45: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

132

oleh guru ialah berceramah murni dari awal hingga akhir. Dan kalaupun ada

kegiantan lain, hanya berkisar pada lontaran pertanyaan yang diberikan oleh guru

(16,9%). Sedangkan sisanya, menyatakan bahwa pembelajaran sudah bergerak

pada siswa centris, hal ini dibuktikan dengan 26,2 % responden yang menyatakan

bahwa selama pembelajaran berlangsung selain guru menyampaikan materi, juga

sering melaksanakan diskusi. Dan 12,3% lainnya mengungkapkan bahwa selama

pembelajaran, guru memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk

menyampaikan ide, kreasi dan aspirasinya.

Tabel IV.12 Tempat pembelajaran PKn yang paling sering digunakan.

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Tempat pembelajaran PKn biasanya dilaksanakan di...

a. Hanya di Kelas saja

81,9% 88,9% 94,8% 46,2%

b. Pernah sekali diluar kelas

10,6% 6,9% 1,7% 32,2%

c. Sering dilaksanakan diluar kelas

4,5% 1,4% 0% 3,1%

d. Tempat pembelajaran disesuaikan dengan materi yang sedang dibelajarkan..

3% 2,8% 3,5% 18,5%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan tempat pembelajaran

PKn yang didominasi dikelas (didactictransmission), sedangkan option c dan d,

adalah option yang menggambarkan bahwa pembelajaran PKn tidak hanya

menggunakan kelas sebagai tempat pembelajaran, akan tetapi lingkungan sekitar

digunakan pula sebagai tempat pembelajaran PKn (interactive interpretation)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Tempat pembelajaran PKn yang didominasi dikelas”, paling

Page 46: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

133

tinggi berada pada cluster 3 (96,3%), kemudian disusul oleh cluster 2 (95,8%),

cluster 1 (92,5%) dan cluster 4 (78,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki

kecenderungan “Pembelajaran PKn tidak hanya menggunakan kelas sebagai

tempat pembelajaran, akan tetapi lingkungan sekitar digunakan pula sebagai

tempat pembelajaran PKn”, paling tinggi berada pada cluster 4 (22,6%),

kemudian disusul oleh cluster 1 (7,5%), cluster 2 (4,2%) dan cluster 3 (3,5%).

Secara keseluruhan dimulai dari cluster 1, 2, 3 dan 4, pelaksanaan

pembelajaran masih didominasi di kelas. Pada cluster satu dibuktikan dengan

81,9% responden yang menyatakan bahwa tempat belajar PKn dilaksankan hanya

dikelas saja. Kalupun dilaksankan diluar kelas hanya sekali (10, 6%). Sedangkan

4,5% responden lainnya menyatakan bahwa tempat pembelajaran PKn sering

dilaksanakan diluar kelas, dan 3% responden lainnya mengungkapkan bahwa

tempat pembelajaran disesuiakan dengan metode yang digunakan.

Pada cluster 2, kondisinya tidak jauh berbeda dengan cluster 1, dimana

sebagian besar responden (88,9%), menyatakan bahwa tempat yang biasa

digunakan selama pembelajaran berlangsung ialah di kelas. Kalaupun diluar kelas,

hanya dilaksanakan sekali saja (66,9%). Terdapat sekitar 1,4% responden yang

menyatakan bahwa tempat pelaksanaan pembelajaran sering dilaksanakan diluar

kelas dan sisanya (2,8% responden), menyatakan bahwa tempat yang digunakan

saat pembelajaran PKn berlangsung, disesuaikan dengan metode yang dipakai.

Pada cluster 3, 94,3% responden menyatakan bahwa tempat yang biasa

digunakan saat pembelajaran PKn ialah dikelas saja. Dan kalaupun diluar kelas,

itu hanya sekali saja (1,7%). Sisanya (3,5% responden) menyatkan bahwa tempat

Page 47: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

134

pembelajaran disesuiakan dengan metode yang digunakan oleh guru. Begitu pula

dengan cluster 4, dimana 46,2% respondennya menyatkan bahwa tempat yang

biasa digunakan saat pembelajaran PKn ialah di dalam kelas. 32,2% lainnya

menyatakan bahwa pernah sekali dilaksanakan diluar kelas. Dan 3,1%

mengungkapkan bahwa selama pembelajaran, tempat yang digunakan sering

berada diluar kelas, dan 18,5% responden menyatakan bahwa tempat yang

digunakan untuk pembelajaran PKn disesuaikan dengan metode yang digunakan

oleh guru.

Tabel IV.13 Keterlibatan siswa saat proses pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Bagaimana keterlibatan kalian saat proses pembelajaran PKn?

a. Hanya mendengarkan guru menerangkan materi

40,9% 43,1% 58,6% 60,%

b. Hanya mengdengarkan teman yang bertanya dan mengemukakan pendapat.

22,7% 25% 5,2% 12,3%

c. Selain mendengarkan juga Sering bertanya

12,2% 2,8% 3,4% 9,2%

d. Selain mendengarkan materi dari guru, dan pertanyaan dari teman, juga menyampaikan pertanyaan dan pendapat pribadi

24,2% 29,1% 32,8% 15,4%

Jumlah 100% 100% 100% 96,9%

Option a adalah option yang menggambarkan bahwa saat pembelajaran

PKn berlangsung, hanya sedikit kesempatan atau dukungan yang diberikan untuk

inisiatif dan interaksi siswa, saat pembelajaran berlangsung siswa hanya

mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. (didactictransmission),

sedangkan option b, c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa selama

pembelajaran PKn, guru memberikan kesempatan atau dukungan untuk inisiatif

Page 48: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

135

dan interaksi siswa lebih banyak, dengan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mendengarkan, bertanya, menjawab (interactive interpretation).

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Terdapat sedikit kesempatan atau dukungan untuk inisiatif dan

interaksi siswa”, paling tinggi berada pada cluster 4 (60%), kemudian disusul

oleh cluster 3 (58,6%), cluster 2 (43,1%) dan cluster 1 (40,9%). Sedangkan

sekolah yang memiliki kecenderungan “Pembelajaran PKn memberikan

kesempatan atau dukungan untuk inisiatif dan interaksi siswa lebih banyak”,

paling tinggi berada pada cluster 1 (59.1%), kemudian disusul oleh cluster 2

(56.9%), cluster 3 (41,4%) dan cluster 4 (36,9%).

Pada cluster 1, sebagian besar responden (40,9%) menyatakan bahwa

keterlibatan siswa selama pembelajaran PKn hanya mendengarkan guru

menyampaikan materi. Sedangkan aktivitas 22,7% responden lainnya ialah

mendengarkan siswa lain yang mengungkapkan pertanyaannya. 12,2% responden

mengungkapkan bahwa selain bertanya, juga sering mengemukakan pendapat.

24,2% respondeng mengungkapkan bahwa selain mendengarkan materi dari guru,

dan pertanyaan dari teman, juga menyampaikan pertanyaan dan pendapat pribadi.

Adapun pada cluster 2, kesempatan atau dukungan yang diberikan oleh

guru kepada siswa untuk mengembangkan ide, kreasi serta kemampuan interaksi

dengan siswa lainnya sudah baik, hal ini terlihat dari 56,9% responden yang

menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung selain mendengarkan

penjelasan yang disampaikan oleh guru, juga sering bertanya dan mengemukakan

pendapat serta menyampaikan pandangan pribadi tentang suatu hal. Walaupun

Page 49: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

136

memang 43,1% responden lainnya menyatakan bahwa kegiatan yang sering

dilakukan hanya mendengarkan guru berceramah.

Berbeda halnya dengan cluster 1 dan 2, pada cluster 3 dan 4, dimana

sebagian besar responden (58,6%) menyatkah bahwa keterlibatan siswa saat

proses pembelajaran berlangsung, hanya mendengarkan guru menyampaikan

materi. Sedangkan kesempatan serta dukungan yang diberikan guru terhadap

siswa, untuk mengemukakan ide, bersosialisasi serta berinteraksi dengan siswa

lainnya masih relative kecil. Kondisi tersebut dialami pula oleh cluster 1, dimana

60% responden yang menyatakan bahwa saat proses pembelajaran

berlangsung,aktifitas siswa hanya mendengarkan guru menyampaikan materi saja.

Tabel IV.14 Respon siswa selama mengikuti proses pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Selama melaksanakan proses pembelajaran PKn, Respon yang kamu rasakan adalah…

a. Menjenuhkan

9,1% 4,2% 10,3% 21,5%

b. Biasa-biasa saja

46,9% 58,3% 37,9% 63,1%

c. Menimbulkan rasa ingin tau terhadap materi yang dibelajarkan

21,3% 20,8% 41,5% 15,4%

d. Menyenangkan

22,7% 16,7% 10,3% 0%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Option a dan b, adalah option yang menggambarkan adanya proses

pembelajaran PKn yang kurang mampu untuk mendorong siswa ingin tau

(didactictransmission), sedangkan option c dan d, adalah option yang

menggambarkan adanya proses pembelajaran PKn yang mendorong siswa untuk

ingin tau (interactive interpretation)

Page 50: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

137

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Adanya proses pembelajaran PKn yang kurang mampu untuk

mendorong siswa agar ingin tau”, paling tinggi berada pada cluster 4 (84,6%),

kemudian disusul oleh cluster 2 (62,5%), cluster 1 (56%) dan cluster 3 (48,3%).

Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Adanya proses pembelajaran

PKn yang mendorong siswa untuk ingin tau”, paling tinggi berada pada cluster 3

(51,8%), kemudian disusul oleh cluster 1 (43,9%), cluster 2 (37,5%) dan cluster 4

(15,4%).

Apabila dilihat secara umum, dari empat cluster yang ada, sebagian besar

responden pada cluster 1,2 dan 4, menyatkan bahwa respon yang ditimbulkan

selama mengikuti pembelajaran PKn ialah biasa-biasa saja serta menjenuhkan.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran PKn belum mampu

mendorong siswa merasa ingin tau. Sedangkan pada cluster 3, lebih dari sebagian

respondennya mengungkapkan bahwa dengan adanya proses pembelajaran PKn

telah mampu mendorong siswa unguk ingin tau.

Pada cluster 1 sekitar 56% responden yang menyatakan bahwa selama

mengikuti pembelajaran PKn respon yang ditimbulakan ialah biasa-biasa saja

serta menjenuhkan. Walaupun sekitar 44% responden menyatkan bahwa selama

mengikuti proses pembelajaran ini, respon yang ditimbulkan ialah menyenangkan

dan menimbulkan keinginan untuk menumbuhkan rasa ingin tau terhadap materi

yang disampaikan.

Sama halnya dengan cluster 2 dan 4, dimana sebagian besar respondennya

(62,5% responden pada cluster 2 dan 84,6% responden pada cluster 4),

Page 51: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

138

mengungkapkan kejenuhannya serta kondisi yang biasa-biasa saja, selama

mengikuti pembelajaran PKn. Berbeda dengan cluster 3, dimana sebagian besar

dari respondennya (51,8%) mengungkapkan bahwa selama mengikuti

pembelajaran PKn respon yang ditimbulkan ialah menyenangkan dan mampu

menimbulkan keinginan untuk menumbuhkan rasa ingin tau terhadap materi yang

disampaikan.

Tabel IV.15 Sumber belajar yang digunakan

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Sumber belajar yang biasa digunakan guru saat pembelajaran PKn adalah…

a. Hanya Buku Paket saja 15,2% 0% 0% 43,1% b. Buku Paket dan LKS 12,1% 54,2% 24,1% 47,7% c. Selain buku paket dan

LKS, guru memberikan materi tentang isu-isu hangat saat ini.

39,4% 11,1% 25,9% 4,6%

d. Selain buku paket dan LKS, guru memberikan materi tentang masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.

33,3% 34,7% 50% 6,2%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Option a dan b, menggambarkan bahwa sumber belajar PKn masih terpaku

pada apa yang terdapat pada buku paket PKn dan LKS (didactictransmission),

sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa sumber

pembelajaran PKn tidak hanya menggunakan Buku paket serta LKS, akan tetapi

memberdayakan seluruh potensi lingkungan belajar siswa (interactive

interpretation).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Sumber belajar PKn masih terpaku pada apa yang terdapat pada

buku dan LKS”, paling tinggi berada pada cluster 4 (90,8%), kemudian disusul

Page 52: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

139

oleh cluster 2 (54,2%), cluster 1 (27,3%) dan cluster 3 (24,1%). Sedangkan

sekolah yang memiliki kecenderungan “Sumber pembelajaran PKn tidak hanya

menggunakan Buku paket, akan tetapi memberdayakan seluruh potensi

lingkungan belajar siswa”, paling tinggi berada pada cluster 3 (75,8%), kemudian

disusul oleh cluster 1 (72,7%), cluster 2 (45,8%) dan cluster 4 (10,8%).

Sumber belajar yang biasa digunakan saat proses pembelajaran pada

cluster 1, tidak hanya diambil dari buku paket dan LKS, akan tetapi diambil pula

dari seluruh potensi lingkungan belajar siswa, hal tersebut terihat dari 72,7%

responden menyatakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, sumber

belajar yang digunakan diambil dari Buku paket, LKS, isu-isu terhangat serta

masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Kondisi ini sama halnya dengan

cluster 3, dimana sebagian besar respondennya menyatakan bahwa sumber belajar

tidak hanya diambil dari buku paket dan LKS akan tetapi diambil pula dari isu-isu

yang ada pada lingkungan masyarakat.

Berbeda dengan cluster 2 dan cluster 4, pada dua cluster ini penggunaan

sumber belajar PKn, masih terpaku pada apa yang terdapat pada buku paket dan

LKS, hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh 54,2% responden pada cluster 2

dan 90,8% responden pada cluster 4 yang menyatakan bahwa sumber belajar yang

digunakan selama proses pembelajaran ialah buku paket dan LKS. Dari hasil

wawancara dengan guru pada cluster 3 diketahui bahwa sumber belajar yang

digunakan selama pembelajaran PKn ialah buku paket, dan buku lainnya yang

menunjang materi PKn. Sedangkan pada berdasar hasil wawancara dengan G1

pada cluster 4, dapat diketahui bahwa sumber belajar yang digunakan oleh G1

Page 53: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

140

adalah buku paket, buku dari mata pelajaran lain yang berada di perpustakaan, dan

informasi dari Koran. Berdasarkan penuturan G1, pada Sekolahnya setiap siswa

tidak memiliki buku paket dan LKS, dikarenakan kebijakan terbaru, bahwa guru

tidak diperbolehkan untuk menjual buku dalam bentuk apapun, baik buku paket

maupun LKS. Sehingga G1 selalau memberikan hand out yang dilengkapi dengan

soal-soal, yang kemudian difotokopi oleh semua siswa.

Tabel IV.16 Metode yang sering digunakan saat pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Metode yang paling sering diterapkan di kelas saat pembelajaran PKn…

a. Ceramah, 16,7% 4,2% 27,6% 36,9% b. Ceramah dan Tanya

jawab 45,5% 38,9% 65,5% 13,8%

c. Diskusi kelas 27,3% 33,3% 1,7% 29,2% d. Lainnya sebutkan…. 10,5% 23,6% 5,2% 20,1%

Jumlah 100% 100% 100% 100%

Option a dan b, menggambarkan Metode yang digunakan saat

pembelajaran PKn masih bersifat tradisional (didactictransmission), dimana

metode yang digunakan hanya ceramah dan Tanya jawab. sedangkan c dan d,

adalah option yang menggambarkan Metode yang digunakan saat pembelajaran

PKn sudah beralih pada bentuk pembelajaran yang lebih modern (interactive

interpretation)

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Metode yang digunakan saat pembelajaran PKn masih bersifat

tradisional”, paling tinggi berada pada cluster 3 (93,1%), kemudian disusul oleh

cluster 1 (62,2%), cluster 4 (50,7%) dan cluster 2 (43,1%). Sedangkan sekolah

yang memiliki kecenderungan “Metode yang digunakan saat pembelajaran PKn

Page 54: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

141

sudah beralih pada bentuk pembelajaran yang lebih modern”, paling tinggi berada

pada cluster 2 (56,9%), kemudian disusul oleh cluster 4 (49,3%), cluster 1

(37,8%) dan cluster 3 (6,9%).

Adapun metode yang biasa digunakan oleh guru PKn pada cluster 1, masih

didominasi oleh metode yang bersifat tradisional, hal tersebut dapat dilihat pada

tabel 16, dimana 62,1% responden menyatakan bahwa metode yang biasa

digunakan saat pembelajaran PKn masih didominasi oleh metode ceramah dan

tanya jawab. Walaupun sebagian dari responden (37,8%) menyatakan bahwa

metode yang biasa digunakan selama proses pembelajaran ialah diskusi dan

metode lainnya. Kondisi ini, berbeda dari apa yang diutarakan oleh GR 1 bahwa

metode yang biasa digunakan selama proses pembelajaran bervariasi yaitu

diskusi, debat, kepala bernomor, snow ball throwing.

Pada cluster 2, metode yang digunakan saat pembelajaran PKn cenderung

paling baik apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, hal ini dapat diketahui

dari 56,9% responden yang menyatakan bahwa metode yang biasa digunakan guru

saat melaksanakan pembelajaran PKn tidak hanya ceramah dan Tanya jawab,

sering pula guru melaksanakan dikusi kelas serta beberapa macam metode

pembelajaran lainnya. Sedangkan sebagian responden (43,1%) menyatakan bahwa

metode yang digunakan saat pembelajaran PKn masih bersifat tradisional, yaitu

meteode ceramah dan Tanya jawab. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan

beberapa siswa dapat diketahui bahwa diskusi yang biasa dilaksanakan hanya

diskusi sederhana, dimana peran guru saat melaksanakan pembelajaran PKn

sangat dominan, karena anak-anaknya pasif, selain itu menurut siswa lainnya,

Page 55: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

142

peran guru saat pembelajaran PKn ialah memberi atau menjelaskan materi,

kemudian mengadakan tanya jawab, dan langsung diskusi kelompok.

Pada clustler 3, metode yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn yaitu

metode ceramah dan Tanya jawab (93,1%). Sama seperti apa yang dikemukakan

oleh siswa, bahwa sikap siswa saat pembelajaran biasanya hanya mendengarkan

guru yang sedang menjelaskan materi. Dan apabila kita bandingkan dengan

cluster lainnya, jumlah persentase pada cluster ini, menduduki urutan tertinggi,

yang artinya diantara empat cluster yang ada, cluster 3 memiliki kecenderungan

paling buruk dari segi metode yang digunakan selama pembelajaran PKn

berlangsung.

Pada cluster 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (50,7%),

menyatakan bahwa metode yang sering digunakan masih bersifat tradisional yaitu

metode ceramah dan tanyajawab. Hal tersebut, ditanggapi berbeda oleh siswa

pada dua kelas yang berbeda, yaitu siswa pada kelas X dan siswa pada kelas XI,

berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian siswa kelas X, metode yang biasa

digunakan saat pembelajaran PKn ialah ceramah, diskusi, mengisi soal-soal dan

tanya jawab. Sedangkan menurut siswa pada kelas X , bahwa metode yang paling

sering dilaksanakan ialah diskusi. Metode ini dilaksanakan karena guru yang

bersangkutan jarang sekali hadir, jadi setiap guru tidak hadir, tugas yang biasa

diberikan adalah diskusi. Berbeda halnya dengan apa yang disampaikan oleh guru,

dimana selama proses pembelajaran PKn, metode yang digunakan bervariasi,

yaitu metode ceramah, diskusi, Tanya jawab dan tugas proyek.

Page 56: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

143

Tabel IV.17 Media yang sering digunakan saat pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Media apa yang paling sering digunakan oleh guru saat pembelajaran PKn?

a. Papan tulis 68,3% 90,3% 84,5% 55,4% b. Gambar-gambar dari Koran

atau internet 24,2% 4,2% 13,7% 38,5%

c. Menggungakan alat peraga atau multimedia

4,5% 1,4% 0% 1,5%

d. OHP atau LCD 3% 0% 0% 1,5%

Jumlah 100% 95,9% 98,2% 96,9% Option a, menggambarkan bahwa media yang digunakan saat

pembelajaran PKn masih sangat sederhana, yaitu hanya menggunakan papan tulis

(didactictransmission), sedangkan option b, c dan d, adalah option yang

menggambarkan bahwa media yang digunakan saat pembelajaran PKn sudah

semakin baik, karena mampu menggunakan media yang ada disekitar, seperti

Koran dan perlengkapan multimedia (interactive interpretation)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Media yang digunakan saat pembelajaran PKn masih minimal,

yaitu hanya menggunakan papan tulis”, paling tinggi berada pada cluster 2

(90,3%), kemudian disusul oleh cluster 3 (84,5%), cluster 1 (68,2%) dan cluster 4

(55,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Media yang

digunakan saat pembelajaran PKn sudah semakin baik, karena mampu

menggunakan media yang ada disekitar, seperti Koran dan perlengkapan

multimedia”, paling tinggi berada pada cluster 4 (41,5%), kemudian disusul oleh

cluster 1 (31,7%), cluster 3 (13,7%) dan cluster 2 (5,6%).

Media yang digunakan pada cluster 1, masih relatif sederhana, hal ini

terlihat dari 68,2% responden menyatakan bahwa media yang paling sering

Page 57: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

144

digunakan oleh guru selama proses pembeljaran ialah papan tulis. Apabila

dibandingkan dengan cluster lainnya, kualitas penggunaan media pada cluster ini

masih berada dibawah cluster 2 dan 4. Akan tetapi apabila dilihat kembali,

terdapat kecendeurngan yang mengarah pada penggunaan media lain saat

pembelajaran PKn, hal ini dapat diketahui dari sebagian responden (31,7%), yang

menyatakan bahwa selain papan tulis, yang biasa digunakan untuk media

pembelajaran, ialah koran, internet, OHP dan LCD. Dari hasil wawancara dengan

guru PKn, media yang biasa digunakan saat pelaksanaan pembelajaran PKn ialah

internet yang terdapat dari HP, peta konsep, dan papan tulis.

Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, media yang biasa digunakan

cenderung sangat sederhana, yaitu hanya menggunakan papan tulis, hal ini dapat

kita lihat dari 90,3% responden yang menyatakan bahwa selama pembelajaran

PKn media yang paling sering diguankan ialah papan tulis. Apabila dibandingkan

dengan cluster lainnya, pada kontinum minimum, cluster ini berada pada urutan

terbawah.

Sedangkan pada cluster 3 media yang biasa digunakan saat pembelajaran

PKn cenderung masih sederhana, yaitu hanya menggunakan papan tulis, hal

tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh 84,5% reponden siswa. Kondisi

tersebut diperkuat dari haisl wawancara dengan siswa dan guru, dimana media

yang biasa digunkan saat pembelajaran PKn ialah papan tulis saja.

Sama halnya dengan tiga cluster lainnya, pada cluster 4 media yang

digunakan saat pembelajaran cenderung masih sederhana, yaitu hanya

menggunakan media papan tulis. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan

Page 58: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

145

cluster lainnya, pada cluster ini, memiliki kecenderungan paling baik, dimana

sebagian dari responden (41,5%) mengungkapkan bahwa selain papan tulis, guru

juga sering menggunakan media dari Koran, internet, dan multimedia lainnya. Hal

tersebut seperti hasil wawancara dengan salah seoran guru, bahwa media yang

digunakan saat pembelajaran berlangsung adalah papan tulis dan peta konsep

yang telah disiapkan dari rumah.

4. Aspek Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan pada setiap cluster

SMAN di Kota Bandung.

Untuk mengetahui bagaimana penilaian Pendidikan Kewarganegaraan

pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung, dapat dilihat dari beberapa indicator,

diantaranya adalah aspek penilaian yang digunakan guru saat ujian, Fungsi

penilaian yang dilakukan oleh guru, bentuk penilaian yang dilakukan saat proses

pembelajaran berlangsung dan bentuk penilaian yang dilakukan setelah proses

pembelajaran PKn selesai.

Tabel IV.18 Aspek penilaian yang digunakan guru saat ujian PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f)

Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Cluster 4

Biasanya kalian mendapatkan soal-soal ujian berbentuk…

a. konsep-konsep/ teori

63,8% 75% 67,2% 67,7%

b. Konsep dan pertanyaan analisis kasus

16,7% 19,5% 24,1% 18,5%

c. Konsep dan analisis isu controversial saat ini.

6,1% 5,5% 6,8% 4,6%

d. Pembiasaan 9,1% 0% 0% 3,1% Jumlah 95,7% 100% 98,1% 93,9%

Option a, menggambarkan penilaian yang sering digunakan oleh guru

masih berupa konsep atau teori-teori (easier to achieve measure in practice),

Page 59: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

146

sedangkan option b, c dan d, menggambarkan bahwa penilaian yang sering

digunakan oleh guru sudah bergeser pada penilaian afektif dan psikomotorik

(more difficult to achieve and measure in practice )

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Penilaian berpa aspek kognitif saja”, paling tinggi berada pada

cluster 2 (75%), kemudian disusul oleh cluster 4 (67,7%), cluster 3 (67,2%) dan

cluster 1 (63,8%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian

mencakup penilaian afektif dan psikomotorik”, paling tinggi berada pada cluster

1 (31,9%), kemudian disusul oleh cluster 3 (30,9%), cluster 4 (26,2%), dan

cluster 2 (25%).

Apabila dilihat secara keseluruhan, pada semua cluster, hampir sebagian

besar dari respondennya menyatakan bahwa penilaian yang digunakan oleh guru

pada setiap ujian masih berupa konsep dan teori-teori. Pada cluster 1, penilaian

yang biasa digunakan oleh guru saat ujian, masih menekankan pada ranah

kognitif, yaitu berupa konsep atau teori-teori, hal tersebut seperti kita lihat pada

sebagian besar responden (63,8%), menyatakan bahwa soal-soal ujian yang biasa

diberikan pada siswa berupa konsep-konsep atau teori-teori. Apabila kita

bandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, cluster ini

memiliki kecenderungan paling baik diantara semua cluster. Dari hasil

wawancara dengan guru pada cluster 1, dimana soal-soal yang biasa diberikan

kepada siswa saat ujian, penekanannya tidak hanya ranah kognitif akan tetapi

ranah afektif. Apabila bentuk kognitif, biasanya berbentuk PG dan Essai. Dimana

Page 60: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

147

esensinya dalam setiap butir soal tersebut terdapat konsep, teori dan analisa kasus,

sedangakan apabila berbentuk afekit, bentuknya skala sikap.

Sama halnya dengan cluster 2, penilaian yang sering digunakan oleh guru

masih menitikberatkan pada penilaian konginitif, yaitu penilaian yang terpaku

pada teori-teori. Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa cluster 2, pada kontinum

minimum memiliki tingkat persentase paling tinggi dibandingkan dengan cluster

lainnya. Yaitu 75% responden yang mengungkapkan bahwa soal-soal ujian yang

biasa diberikan oleh guru hanya berupa konsep-konsep atau teori. Hal tersebut

seperti apa yang telah diungkapkan GG, bahwa soal-soal ujian yang biasanya

diberikan oleh guru berbentuk Pilihan Ganda (PG) dan uraian singkat serta

analisis kasus. Adapun ungkapan yang dilontarkan oleh guru berbeda dengan

ungkapan siswa. Menurut GU1, soal-soal ujian yang biasa diberikan kepada siswa

berbentuk Teka Teki Silang (TTS).

Penilaian yang biasa digunakan oleh guru pada cluster 3 pun cenderung

masih menekankan pada ranah kognitif, yaitu berupa konsep atau teori-teori, hal

tersebut seperti kita lihat pada tabel diatas, dimana 67,2% responden menyatakan

bahwa soal-soal yang biasa diberikan saat ujian (UTS atau UAS) memuat konsep-

konsep atau teori-tori saja. Jumlah persentase tersebut cenderung lebih rendah

apablila dibandingkan dengan cluster 1 dan lebih tinggi apabila dibandinkan

dengan cluster 2 dan 4.

Tidak berbeda dengan cluster yang lain, pada cluster 4, penilaian yang

sering digunakan oleh guru pun masih berupa penilaian yang cakupannya pada

ranah kognitif yaitu konsep atau teori-teori, hal tersebut terlihat dari 67,7%

Page 61: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

148

responden yang menyatakan bahwa saat ujian berlangsung, bentuk soal-soal yang

diberikan berupa konsep/teori-teori. Hal tersebut senada dengan apa yang

diungkapkan oleh beberapa siswa saat dilakukan wawancara, dimana soal-soal

ujian yang biasa diberikan guru saat ujian berbentuk soal-soal PG dan Essai.

Sedangkan dari hasil wawancara bersama guru, hasil yang didapat sedikit

berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh siswa, dimana menurut G1 soal-soal

ujian yang diberikan kepada siswa berbentuk Pilihan Ganda (PG) dan essai, dan

terkadang berbentuk skala sikap. Cluster ini memiliki kecenderungan bentuk

penilaian yang lebih baik apabila dibandingkan dengan cluster 2, dan lebih buruk

apabila dibandingkan dengan cluster 1 dan 3.

Tabel IV.19 Fungsi penilaian yang digunakan oleh guru

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Setelah selesai melaksanakan ujian, biasanya apa yang sering dilakukan oleh guru terhadap soal-soal tersebut?

a. Cukup dinilai saja

39,4% 20,8% 24,1% 43,1%

b. Setelah dinilai, dilanjutkan pada pembahasan hasil test kepada siswa didepan kelas

19,7% 33,4% 13,8% 12,3%

c. Selain membahas soal-soal ujian, kemudian guru merencanakan dan melaksanakan program perbaikan bagi siswa dengan nilai rendah

37,9% 45,8% 58,6% 40%

d. Selain kegiatan diatas, guru memaparkan data kemajuan belajar setiap siswa

3% 0% 3,5% 1,5%

Jumlah 100% 100% 100% 96,9% Option a, menggambarkan bahwa guru melaksanakan penilaian proses

pembelajaran PKn, hanya sebatas ingin mengetahui hasil/nilai dari hasil belajar

siswa (easier to achieve measure in practice), sedangkan option b, c dan d,

Page 62: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

149

menggambarkan bahwa penilaian yang sering digunakan oleh guru selain untuk

melihat hasil belajar siswa, juga dijadikan umpan balik (feedback), yang

selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang

sedang atau sudah, dimana setelah selesai menilai jawaban sisiwa, kemudian guru

membahas soal-soal tersebut bersama siswa, merencanakan program perbaikan

bagi siswa yang mendapat nilai jelek, untuk kemudian guru juga menyampaikan

hasil kemajuan belajar siswa (more difficult to achieve and measure in practice )

Dari tabel di atas, dapat diketahui kecenderungan “Sekolah yang

menekankan perolehan nilai saja”, paling tinggi berada pada cluster 4 (43,1%),

kemudian disusul oleh cluster 1 (39,4%), cluster 3 (24,1%) dan cluster 2 (20,8%).

Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penekanan penilaian tidak

hanya pada perolehan nilai, tetapi sebagai feedback pembelajaran”, paling tinggi

berada pada cluster 2 (79,2%), kemudian disusul oleh cluster 3 (72,5%), cluster 1

(60,6%) dan cluster 4 (53,8%).

Penekanan fungsi penilaian pada semua cluster cenderung bergeser kearah

yang lebih baik, dimana pada semua cluster tersebut fungsi penilaian tidak hanya

berorientasi pada perolehan nilai, akan tetapi digunakan pula sebagai feedback

pembelajaran. Pada cluster 1, fungsi penilaian tidak hanya untuk mendapatkan

nilai saja, akan tetapi 19,7% responden menyatakan bahwa setelah ditilai,

kemudian guru melaksanakan pembahasan soal, sedangkan 37,9% responden

menyatakan pula bahwa setelah guru melaksanakan pembehasan maka guru

melaksanakan penjadwalan untuk remidial bagi siswa yang mendapatkan nila

dibawah standar. Dan 3% diantaranya menyatakan pula bahwa guru membacakan

Page 63: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

150

perkembangan hasil belajar siswa. Kondisi ini, senada dengan apa yang

disampaikan oleh GR1 saat wawancara, dimana setelah melaksanakan ujian,

biasanya GR1 memeriksan soal tersebut, kemudian soal-soal dianalisis untuk

mengetahui apakah Valid atau tidak. Setelah itu, melaksanakan remedial bagi

siswa yang mendapatkan nilai dibawah standar yang telah ditetapkan.

Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, tujuan guru dalam

melaksanakan penilaian selain digunakan untuk melihat hasil belajar siswa, juga

dijadikan umpan balik (feedback), yang selanjutnya dapat digunakan untuk

memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang atau sudah, hal ini dapat

terlihat dari sebagian bersar responden (79,2%), yang menyatakan bahwa, setelah

menilai soal-soal, guru membahasnya didepan kelas bersama siswa, kemudian

guru merencanakan dan melaksanakan program perbaikan bagi siswa dengan nilai

rendah. selain itu, pada kontinum maksimum, cluster ini memiliki tingkat

persentase paling tinggi dibandingkan dengan cluster lainnya. Begitu pula dengan

cluster 3, dimana Penekanan fungsi penilaian sudah bergeser kearah yang lebih

baik, hal tersebut dapat terlihat dari kecenderungan responden (72,5%), yang

menyatakan bahwa setelah menilai soal-soal, guru membahasnya didepan,

kemudian guru merencanakan dan melaksanakan program perbaikan bagi siswa

dengan nilai rendah. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh GR1, bahwa

setelah selesai ujian soal-soal dianalisis mana soal yang valida dan yang tidak

valid, kemudian biasanya melaksanakan pembahasan atas soal-soal tersebut.

Apabila anak mendapat nilai jelek, biasanya diremidial. Kecenderungan

penekanan fungsi penilaian pada cluster ini, masih cenderung lebih baik apabila

Page 64: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

151

dibandingkan dengan custer 1 dan 4, akan tetapi masih lebih jelek apabila

dibandingkan dengan cluster 3.

53,8% responden pada cluster 4, menyatkan bahwa setelah ujian selesai,

biasanya guru membagikan nilai ujian kemudian melaksanakan remedial bagi

siswa yang mendapatkan nilai dibawah standar. Akan tetapi, sebagian responden

(43,1%) menyatakan bahwa setelah selesai ujian, guru hanya menilai hasil ujian

saja dan membahasnya didepan kelas, tanpa diteruskan pada remedial bagi siswa

yang mendapat nilai rendah. Apabila kita lihat perbandingan antar empat cluster,

cluster 4 memiliki kecenderungan persentase paling tinggi diantara cluster

lainnya.

Tabel IV.20 Penilaian proses pembelajaran PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Selama proses pembelajar-an PKn, tugas yang sering diberikan oleh guru berbentuk apa?

a. Pengerjaan soal-soal PG dan Essai dalam Buku Paket

48,5% 6,5% 0% 29,2%

b. Pengerjaan soal-soal PG dan Essai dalam LKS

30,3% 73,6% 86,2% 49,2%

c. Diskusi kelompok untuk menganalisis kasus

18,2% 2,8% 10,4% 9,2%

d. Bermain peran 3% 4,2% 3,4% 7,7% Jumlah 100% 87,1% 100% 95,3%

Option a dan b, menggambarkan bahwa penilaian proses pembelajaran

PKn menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, yaitu pemberian penilaian yang

terpaku pada soal-soal yang berada pada buku paket dan LKS (easier to achieve

measure in practice), sedangkan option c dan d, adalah option yang

menggambarkan bahwa penilaian proses pembelajaran PKn sudah mencakup

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, yaitu dengan pemberian tugas diskusi

dan bermain peran (interactive interpretation).

Page 65: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

152

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan “Penilaian proses

dalam pembelajaran PKn yang masih menitik beratkan pada aspek kognitif”,

paling tinggi berada pada cluster 3 (86,2%), kemudian disusul oleh cluster 2

(80,1%), cluster 1 (78,8%) dan cluster 4 (78,4%). Sedangkan sekolah yang

memiliki kecenderungan “Penilaian proses pembelajaran PKn mencakup aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik”, paling tinggi berada pada cluster 1 (21,2%),

kemudian disusul oleh cluster 4 (16,9%), cluster 3 (13,8%) dan cluster 2 (7%).

Apabila dilihat kembali, sebagian besar responden pada semua cluster

menyatakan bahwa aspek penilaian yang diberikan selama ujian masih berpusat

pada aspek kognitif. Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada cluster 1,

penilaian yang digunakan saat proses pembelajaran masih menitik beratkan pada

aspek kognitif siswa, hal tersebut dapat diketahui dari jawaban 78,8% responden

yang menyatakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, tugas yang

biasa diberikan oleh guru adalah mengerjakan soal-soal PG dan Essai yang

terdapat dalam buku paket dan LKS, hal tersebut dibenarkan oleh GR2, dimana

saat proses pembelajaran biasanya tugas yang diberikan kepada siswa ialah

mengerjakan soal-soal. Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada cluster 1,

kecenderungan penilaian porses pembelajaran paling baik apabila dibandingkan

dengan cluster lainnya.

Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, penilaian yang digunakan

selama proses pembelajaran PKn, masih menitik beratkan pada aspek kognitif, hal

ini dapat kita lihat dimana sebagian besar responden (80,1%) menyatakan bahwa

selama proses pembelajaran berlangsung, tugas yang paling sering diberikan oleh

Page 66: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

153

guru ialah tugas untuk mengerjakan PG dan essai yang terdapat dalam LKS dan

buku paket. Hal tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh beberapa orang siswa

dimana tugas yang biasa disampaikan guru saat pembelajaran ialah mengerjakan

tugas dalam LKS dan buku paket. Sedangkan menurut Guru, saat proses

pembelajaran berlangsung, tugas-tugas yang biasa diberikan berupa tanya jawab,

secara lisan. Kecenderungan tersebut

Pada cluster 3 dan 4 pelaksanaan penilaian selama proses pembelajaran

PKn, masih menitik beratkan pada aspek kognitif, hal ini dapat kita lihat pada

tabel diatas, dimana pada kontinum minimum cluster 3, menempati urutan

tertinggi, yaitu 86,2% responden yang menyatakan bahwa selama proses

pembelajaran berlangsung, tugas yang paling sering diberikan oleh guru ialah

tugas untuk mengerjakan PG dan essai yang terdapat dalam LKS dan buku paket.

Hal tersebut, sedikit berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh guru, selama

proses pemelajaran berlangsung tugas yang biasa diberikan ialah diskusi,

mengerjakan LKS, tugas kliping atau mencari data-data di luar.

Kecenderungan tersebut diperkuat dengan penuturan beberapa siswa pada

cluster 4, yang menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung, bisanya

guru memberikan soal-soal Pilihan Ganda PG. sedangkan pada kelas X, saat

proses pembelajaran biasanya guru memberikan tugas untuk mengerjakan soal-

soal melalui diskusi. Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh G1, yang

menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung, biasanya tugas yang

diberikan berbentuk pertanyaan langsung kepada siswa, kemudian menyuruh

siswa untuk membuat teka-teki silang serta mengartikan istilah-istilah penting.

Page 67: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

154

Tabel IV.21 Gambaran penilaian setelah pembelajarn PKn

Pertanyaan Jawaban Frekuensi (f) Cluster

1 Cluster

2 Cluster

3 Cluster

4 Tugas rumah, yang sering diberikan oleh guru, berbentuk…

a. Tugas untuk mengerjakan buku paket

24,2% 0% 1,7% 35,4%

b. Tugas untuk mengerjakan soal-soal dalam LKS

21,2% 66,7% 70,7% 41,5%

c. Selain tugas LKS dan buku paket, juga tugas untuk mendapatkan data-data dari beberapa media informasi atau beberapa lembaga.

45,5% 29,1% 22,5% 18,5%

d. Selain mengerjakan LKS dan Buku paket, juga tugas untuk melakukan obsrvasi / pengamatan

9,1% 4,2% 5,1% 0%

Jumlah 100% 100% 100% 95,4

Option a dan b, menggambarkan bahwa penilaian setelah pembelajaran

PKn masih menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, yaitu penugasan yang

terpaku pada buku dan LKS. (easier to achieve measure in practice), sedangkan

option c dan d, menggambarkan bahwa penilaian PKn yang dilakukan sudah

mencakup ranah afektif dan psikomotorik (more difficult to achieve and measure

in practice)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki

kecenderungan “ Penilaian pada aspek kognitif”, paling tinggi berada pada cluster

4 (76,9%), kemudian disusul oleh cluster 3 (72,4%), cluster 2 (66,7%) dan cluster

1 (45,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian sudah

pada ranah afektif dan psikomotorik”, paling tinggi berada pada cluster 1

(54,6%), kemudian disusul oleh cluster 2 (33,3%), cluster 3 (27,6%) dan cluster 4

(18,5%).

Adapun aspek penilaian yang biasa diberikan setelah pembelajaran PKn

pada cluster 1, sudah menuju pada ranah afektif dan psikomotorik, hal tersebut

Page 68: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

155

dapat kita lihat pada tabel diatas, dimana sebagian besar responden (54,6%),

menyatakan bahwa tugas rumah yang biasa diberikan oleh guru selain

mengerjakan soal-soal PG dan essai dalam buku paket dan LKS, juga mencari

data-data yang berada pada beberapa media informasi atau lembaga tertentu serta

melakukan observasi. Dan apabila dibandingkan dengan jumlah persentase pada

cluster lain, pada kontinum maksimum, cluster ini memiliki jumlah persentase

tertinggi.

Berbeda halnya dengan tiga cluster lainnya, yaitu cluster 2, 3 dan 4.

Kecenderungan aspek penilaian yang biasa diberikan setelah pembelajaran PKn,

masih menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, yaitu penugasan yang terpaku

pada buku paket dan LKS, hal tersebut dapat dilihat dari penyataan 66,7%

responden (pada cluster 2), 72,4% responden (pada cluster 3) dan 76,9% (pada

cluster 4), yang menyatakan bahwa tugas yang biasa diberikan oleh guru setelah

pembelajaran berakhir ialah tugas untuk mengerjakan soal-soal PG dan essai yang

terdapat dalam buku paket dan LKS. Dari hasil wawancara yang dilaksanakan

dengan siswa pada cluster 2, menyatakan bahwa tugas tugas yang biasa diberikan

setelah pembelajaran berakhir ialah tugas untuk mengerjakan LKS serta tugas

untuk merangkum materi yang telah diberikan. Pada cluster 3, menurut FS tugas

yagn diberikan oleh guru setelah pembelajaran berakhir ialah mengerjakan soal-

soal yang terdapat dalam LKS. Begitu pula dengan hasil wawancara dengan

siswa pada cluster 4 (G1, ma Dan AR), dimana tugas yang diberikan setelah

proses pembelajaran berakhir bisanya berbentuk tugas LKS (apabila tugas

individu), sedangkan bila tugas kelompok misalnya dengan tugas untuk membuat

Page 69: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

156

makalah atau kliping. Sedangkan pada kelas yang berbeda, dengan guru yang

berbeda pula, MA dan AR menyatakan bahwa setelah proses pembelajaran

berakhir, guru jarang memberikan tugas. Dan apabila dilihat, cluster ini memiliki

jumlah persentase tertinggi diantara cluster lainnya.

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Semakin baik Cluster sekolah, cenderung mengembangkan isi

Pendidikan Kewarganegaraan lebih kearah values based daripada

knowledge based

David Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4) dalam kajian

internasionalnya yang dilakukan bersama School Curriculum and Assessment

Authority (SCAA) melalui “National Foundation for Educationnal Research in

England and Wales (NFER)”, mendefinisikan secara operasional istilah

“citizenship education” sebagai berikut:

Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilties as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in that preparatory process. Maksud dari pernyataan di atas adalah “pendidikan kewarganegaraan

dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk

mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara

khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan

belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut” (Winataputra dan

Budimansyah, 2007:4).

Page 70: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

157

Dari pengertian diatas tampak bahwa dalam studi tersebut, “citizenship

education” atau pendidikan kewarganegaraan “dilihat sebagai suatu domain

pendidikan yang bersifat multi dimensional dan tersebar secara programatik dalam

keseluruhan tatanan kurikulum” (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4).

Karena PKn bersifat multi dimensional, maka bahan kajian PKn meliputi

seluruh aspek kehidupan warga negara di segala bidang. Dimana aspek

kehidupan warga negara tersebut diadaptasi ke dalam suatu tatanan kurikulum

yang terprogram secara teratur dengan harapan dapat memberikan alternatif solusi

bagi permasalahan yang dialami oleh warga negara. Margaret S. Branson (1999:8)

mengidentifikasi tiga komponen penting dalam Pendidikan Kewarganegaraan,

yaitu “Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills

(keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Dispositions (watak-watak

kewarganegaraan)”.

Komponen pertama, Civic Knowledge “berkaitan dengan kandungan atau

nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara” (Branson, 1999:8). Aspek

ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari

berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner.

Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi

pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia,

prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah,

identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang

Page 71: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

158

bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam

masyarakat.

Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intelectual skills) dan

keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon

berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Ketiga,

Civic Disposition (Watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya

merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran

PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai "muara" dari

pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan

tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan

penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat

afektif.

Oleh karena itu, untuk mencapai ketiga komponen tersebut, isi atau

contentt materi Pendidikan Kewarganegaraan harus menekankan pada tiga aspek

penting dalam pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini

seperti apa yang diungkapkan oleh Djahiri (1985:6), dimana tiga sasaran yang

hendaknya tercapai dalam suatu proses pembelajaran PKn , yaitu: “Hal ihwal

pengetahuan, hal ihwal sikap atau afektif, dan hal ihwal kelakuan dan atau

keterampilan (psikomotorik).” Menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-55), yang

termasuk pada ranah kognitif ialah pengetahuan (recall), Pemahaman

(Comprehension), Aplikasi (application), Analisis (analysing), Sintesis dan

Evaluasi. Ranah afektif ialah Penerimaan (receving), Respon (Responding),

Page 72: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

159

Menilai (evaluating), Mengorganisir (Organizing), Karakterisasi

(Characterizing). Dan ranah psikomotorik ialah Persepsi , Kesiapan, Imitasi,

Peningkatan dan Orisinalisasi.

Akan tetapi, dalam pelaksanaan dilapangan, penekanan ketiga ranah

tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik) belum mampu diimplementasikan

secara optimal. Hal ini seperti apa yang dikemukanakan Winataputra dan

Budimansyah (2007:121), dimana beberapa indikasi empirik yang menunjukkan

salah satu kesalahan tersebut antara lain adalah :

Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak Instructional (intructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (contentt mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya (Winataputra dan Budimansyah, 2007:118).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster, kecenderungan

pengembangan isi Pendidikan Kewarganegaraan SMAN di kota bandung, dapat

dilihat dari score rata-rata setiap cluster, yang terdapat dalam tabel dibawah ini:

Tabel IV.22 Kecenderungan isi Pendidikan Kewarganegaraan SMAN di Kota Bandung

NAMA CLUSTER

KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Knowledge Based Value Based

CLUSTER 1 42,4% 57,8%

CLUSTER 2 45,6% 54,4%

CLUSTER 3 20,1% 79,9%

CLUSTER 4 47,7% 47,1%

Seluruh Cluster 38,95% 59,8%

Page 73: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

160

Dari tabel di atas, kecenderungan pengembangan isi Pendidikan

Kewarganegaraan pada titik minimum (Knowledge based), paling tinggi berada

pada cluster 4 (47,7%), kemudian cluster 2 (45,6%), cluster 1 (42,4) dan cluster 3

(20,1%). Sedangkan kecenderungan pengembangan isi Pendidikan

Kewarganegaraan pada titik maksimum (Value Based), paling tinggi berada pada

cluster 3 (79,9%), kemudian disusul oleh cluster 1 (57,8%), cluster 2 (54,4%),

dan cluster 4 (47,1%).

Apabila kita lihat secara keseluruhan, semakin baik cluster, kecenderungan

pengembangan isi Pendidikan Kewarganegaraan lebih kearah value based dari

pada knowledge based, hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada

kontinum maksimum (value based) lebih tinggi dibandingkan dengan dua cluster

lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun cluster 2 memiliki jumlah persentase yang

lebih tinggi dibandingkan dengan cluster 4. Akan tetapi pada cluster 3,

pengemabangan isi PKn lebih baik dari cluster lainnya, termasuk cluster 1. Pada

kontinum minimum (knowledge based), jumlah persentase cluster 1 lebih rendah

dari pada dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun cluster 2 memiliki

jumlah persentase yang lebih rendah dari cluster 4. Akan tetapi, cluster 3 memiliki

kecenderungan pengembangan isi PKn lebih rendah dari semua cluster lainnya.

Pada titik maksimum, cluster 3 berada pada urutan paling atas, hampir

disemua aspek yang peneliti tilai, dimulai dari aspek penekanan yang paling

sering dilakukan oleh guru saat menyampaikan materi (system politik Indonesia),

penerimaan siswa (receiving) terhadap materi, respon siswa (responding) atas

materi yang disampaikan, kemampuan menilai (valueing) serta mengkaji suatu

Page 74: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

161

permasalahan yang timbul, hingga dampak atas materi yang disampaikan pada

pembentukan sikap (characterizing) atau prinsip siswa.

Kondisi diatas, dapat semakin tergambarkan dengan melihat hasil studi

dokumentasi terhadap Silabus setiap cluster. Berdasarkan hasil penelitian, standar

isi PKn di SMAN Kota Bandung dikembangkan kedalam Silabus dan Rencana

Pelakasanaan Pembelajaran (RPP). Silabus menurut Badan Standar Nasional

Pendidikan (BNSP, 2006:14) ialah:

Rencara pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pokok pembelajaran, indikator, peniliaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan silabus menurut Badan Standar

Nasional Pendidikan (BNSP, 2006:14) ialah:

1. Ilmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat diperatanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengna tingkat perkembangan fisik, intelektual, social, emosional, dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten, artinya adanya hubungan yang ajeg antara kompetensi dasar, indikator, materi pokik pembelajran, kegiatan pembelajran, sumber belajra dan system penilaian.

5. Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan system penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Actual dan kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan system penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir, dalam kehidupan nyata da peristiwa yang terjadi.

Page 75: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

162

7. Fleksibel, artinya keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Setelah silabus tersebut disusun, selanjutkan silabus tersebut dijabarkan

lebih detail kedalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan

“penjabaran dari silabus yang telah disusun pada langkah sebelumnya. RPP

disusun untuk sertiap kali pertemuan. Didalan RPP tercermin kegiatan yang

dilakukan guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah

ditetapkan” (Pusat Kurikulum, 2006:8).

Berdasarkan penelitian, pengembangan standar isi dalam silabus di

SMAN Kota Bandung telah disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.

Kurikulum menurut BSNP (2006:5) ialah “Seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegaiatan pembelajaran untuk pencapaian tujuan

pendidikan tertentu.”

Untuk mengetahui perbedaan pengembangan isi Pendidikan

Kewarganegaraan, dapat kita telaah melalui standar kompetensi, kompetensi

dasar, dan indikator dari setiap Cluster SMAN di Kota Bandung. Salah satunya

dapat kita lihat dalam standar kompetensi “Menganalisis Sistem Politik

Indonesia”. Kata oprasional “menganalisis” merupakan lingkup urutan taksonomi

keempat dalam domain kognetif yang dikemukakan oleh J.R. Fraenkel (Djahiri,

1985:14), yaitu analisis (analysing). Tujuan dari analyzing atau analisis ialah agar

mampu “mengenali hal yang tidak diungkap; mengenali hal yang salah/keliru;

Page 76: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

163

membedakan; menyimpulkan; mempertautkan antar…; membaca keadaan/

bagian/ fakta/ data / fikiran dll.” Dengan demikian, dalam standar kompetensi

“Menganalisis Sitem Politik Indonesia”, siswa harus dapat mengenali hal yang

tidak diungkap dalam sistem politik di Indonesia; membedakan; menyimpulkan;

mempertautkan antar…; membaca keadaan/ bagian/ data/ fikiran, dan lain-lain

dalam sistem politik di Indonesia.

Dalam standar kompetensi tersebut terdapat tiga kompetensi dasar

dengan kata oprasionalnya adalah “mendeskripsikan, dan menampilkan”. Kata

“mendeskripsikan” dapat kita sinonimkan dengan kata “menggambarkan.”

Menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-15), kata kunci “menggambarkan” termasuk

ke dalam likup urutan taksonomi kedua dalam domain kognetif, yaitu

(comprehension), dan termasuk juga ke dalam lingkup urutan taksonomi keempat

dalam domain afektif, yairu mengorganisir (organizing). Tujuan dari

comprehension atau pemahaman menurut Fraenkel adalah “agar memahami,

mengerti, mampu memperhitungkan, dapat menafsirkan, mampu menerjemahkan,

mengemukakan dalam bahasanya sendiri, dll.” Sedangkan tujuan dari organizing

atau mengorganisir ialah agar “lahir kebutuhan untuk menyerap/ mempelajari/

menerima/ menolak/ mengoreksi diri; mampu memperjelas/ mengklasifikasikan

diri dan menginternalisasi, memahami keadaan diri; menyadari akan perlunya/

pentingnya sesuatu.” Dengan demikian, siswa harus mampu memahami, mengerti,

mampu memperhitungkan, dapat menafsirkan, mampu menterjemahkan,

mengemukakan dalam bahasanya sendiri tentang sistem politik di Indonesia; serta

lahir kebutuhan untuk menyerap/ memperlajarai/ menerima/ menolak/ mengoreksi

Page 77: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

164

diri; mampu memperjelas/ mengklasifikasi diri dan menginternalisasi, memahami

keadaan diri; menyadari akan perlunya/ pentingnya sesuatu dalam sistem politik

di Indonesia.

Untuk kompetensi dasar berikutnya, menggunkan kata oprasional

“menampilkan”, kata ini dapat kita sinonimkan dengan kata

“mendemonstrasikan”. Menurut Fraenkel ( Djahiri, 1985: 14-15), kata kunci dari

“mendemonstrasikan” termasuk dalam taksonomi ketiga dalam domain kognitif,

yaitu aplikasi (application) dan termasuk juga kedalam domain afektif, yaitu

mengorganisir (organizing). Tujuan dari application atau aplikasi menurut

Fraenkel (Djahiri, 1985: 14), ialah agar “menerapkan konsep ke dalam realita;

menggunakan teori/ hokum dalam situasi/ keadaan/ kehidupan yang aneka ragam;

membuat bagan/ skema; menunjukkan penggunaan prosedur; dll.” Sedangkan

tujuan dari “organizing” telah dibahas sebelumnya. Dengan demikian siswa harus

mampu untuk menerapkan konsep sistem politik ke dalam realita; menggunakan

teori/ hukum dalam situasi/ keadaan/ kehidupan yang aneka ragam; membuat

bagan skema; menunjukkan penggunaan prosedur; serta lahir kebutuhan untuk

menyerap/ mempelajari/ menerima/ menolak/ mengoreksi diri; mampu

memperjelas/ mengklasifikasikan diri dan menginternalisasi, memahami keadaan

diri; menyadari akan perlunya/ pentingnya sesuatu dalam sistem politik di

Indonesia.

Kompetensi dasar tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa

indikator. Dimana dalam indikator tersebut, terdapat beberapa kata-kata

oprasional yang digunakan oleh setiap guru untuk menjabarkan indikator tersebut,

Page 78: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

165

hal tersebut yang akan peneliti bandingkan dari setaiap cluster. Pada cluster 1,

kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 9 indikator, dimana kata-kata

oprasional yang digunakan ialah ”menganalisis, mendeskripsikan (tiga indikator),

menguraikan, menunjukan (tiga indikator), mengidentifikasi serta berberan ”.

Pada cluster 2 kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 8 indikator, dimana

kata-kata oprasional yang digunakan ialah: ”menjelaskan, mendeskripsikan (dua

indikator), menyebutkan, menganalisis (dua indikator), mendemonstrasikan,

melaksanakan.” Pada cluster 3 kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 11

indikator, yaitu : ”menjelaskan (dua indikator), membedakan (dua indikator),

melaksanakan, menyimpulkan, meyakini (dua indikator), mengikuti bentuk,

mendukung, menganalisis” dan pada cluster 4 kompetensi dasar tersebut

dijabarkan kedalam 5 indikator, yaitu: ”mendeskripsikan (dua indikator),

mengidentifikasi, menguraikan, dan mengkaji.”

Pada cluster 1, kata oprasional yang digunakan, yaitu ”menganalisis,

mendeskripsikan, menguraikan, menunjukan, mengidentifikasi serta berperan.”

kata ”menganalisis” dan ’deskripsikan” telah dijelaskan diatas, kata

”menguraikan” menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16) termasuk pada taksonomi

kedua pada kawasan kognitif dan taksonomi pertama pada kawasan psikomotorik.

Kata ”menunjukan” termasuk taksonomi pertama pada kawasan kognitif. Kata

”mengidentifikasi” termasuk taksonomi pertama pada kawasan kognitif dan

termasuk juga pada kawasan afektif taksonomi pertama. Adapun kata ”berperan”

termasuk pada kawasan afektif pada taksonomi empat.

Page 79: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

166

Kata-kata oprasional yang digunakan pada cluster 2 ialah: ”menjelaskan,

mendeskripsikan, menyebutkan, menganalisis, mendemonstasikan,

melaksanakan.” kata ”mendeskripsikan dan menganalisis” telah dibahas

sebelumnya. Kata ”menjelaskan’ menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16),

termasuk pada ranah kognitif tingkat pertama. Kata ”menyebutkan” termasuk

pada ranah kognitif taksonomi pertama. Kata ”mendemonstrasikan” termasuk

pada kawasan afektif tingkat empat. Dan kata ”mencintai” termasuk kawasan

afektif kelompok kelima.

Kata-kata oprasional yang digunakan pada cluster 3 ialah: ”menjelaskan,

membedakan, melaksanakan, menyimpulkan, meyakini, mengikuti bentuk,

mendukung, menganalisis”. Kata oprasional ”menjelaskan” menurut Fraenkel

(Djahiri, 1985:14-16) termasuk pada kawasan kognitif taksonomi kedua. Kata

”membedakan” termasuk pada kawasan kognitif taksonomi ketiga dan kawasan

afektif pada taksonomi ketiga. Kata ”melaksanakan” termasuk pada kawasan

afektif taksonomi keempat. Adapun kata ”menyimpulkan” dikategorikan

termasuk pada kawasan kognitif taksonomi keenam. Kata ”meyakini” termasuk

pada taksonomi terakhir pada kawasan afektif. Kata ”mengikuti bentuk”, kata ini

dapat dipersamakan dengan kata ”meniru” yang merupakan kata yang terdapat

pada taksonomi ketiga pada kawasan psikomotorik. Kata ”mendukung” dapat

dipersamakan dengan kata ”menyatakan posisi/tanggapannya”, dimana kata ini

termasuk pada kawasan afektif taksonomi ke empat. Adapun kata oprasional

”menganalisis” telah dijelaskan dimuka.

Page 80: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

167

Pada cluster terakhir (cluster 4), kompetensi tersebut dijabarkan pada

lima indikator, dengan menggunakan beberapa kata oprasional, yaitu:

”mendeskripsikan, mengidentifikasi, menguraikan, dan mengkaji.” pada kata

oprasional yang pertama, yaitu ”mendeskripsikan” telah dibahas diawal. Kata

berikutnya ialah kata ”mengidentifikasi” menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16)

termasuk pada taksonomi pertama kawasan kognitif dan termasuk juga pada

kawasan afektif taksonomi pertama. Kata ”menguraikan” termasuk pada kawasan

kognitif taksonomi kedua. Sedangkan kata ”mengkaji” termasuk pada kawasan

kognitif taksonomi keenam dan termasuk pula pada kawasan afektif taksonomi ke

tiga.

Dari uraian diatas, diketahui diantara empat cluster SMAN di Kota

Bandung, pada cluster 3 guru mampu menjabarkan kompetensi dasar kedalam

beberapa indikator yang beragam, yang mampu mewakili domain kognitif, afektif

serta psikomotorik. Dan apabila dibandingkan dengan cluster lainnya (cluster 1, 2

dan 4), pengembangan isi materi PKn pada cluster 3 lebih kearah value based dari

pada knowledge based. Begitupula dengan cluster 1 apabila dibandingkan dengan

cluster 2 dan 4. Dan cluster 2 apabila dibandingkan dengan cluster 4.

2. Semakin baik cluster sekolah, pencapaian visi dan misi Pendidikan

Kewarganegaraan untuk membentuk Warga Negara yang baik dan

cerdas, cenderung menuju arah inclusive dari pada exclusive

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

yang dibentuk dengan tujuan (visi) untuk mempersiapkan generasi muda bangsa

Page 81: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

168

menjadi warga negera yang baik dan cerdas (good citizenship). Untuk membentuk

generasi tersebut, setiap guru Pendidikan Kewarganegaraan harus mampu melatih

siswa agar mampu menganalisis, berfikir kritis, bersikap dan bertindak demokratis

dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD

1945. Sepertia apa yang diungkapkan oleh Djahiri (1985:3), bahwa “PKn

merupakan bidang studi yang mengembangkan trifungsi peran yang diantaranya

adalah membina manusia Indonesia yang melek masalah yaitu tau persoalan,

kendala dan kesulitas yang dihadapi dirinya.”

Untuk mencapai tujuan tersebut, mata pelajaran ini tidak dapat berdiri

sendiri (exclusive) akan tetapi harus dikombinasikan (combine) dengan disiplin

ilmu lain, terutama disiplin ilmu pada rumpun sosial, seperti mata pelajaran

Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, dan Agama. Hal ini, seperti

perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) di Pakistan yang

tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah politik dari Negaranya, Dean

(2000:75-96).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster SMAN di Kota

Bandung, kecenderungan pencapaian visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan

untuk membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas dapat dilihat dari score

rata-rata setiap cluster, dibawah ini:

Page 82: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

169

Tabel IV.23 Kecenderungan Pencapaian Visi Dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan Untuk

Membentuk Warga Negara Yang Baik Dan Cerdas

NAMA CLUSTER

KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

exclusive Inclusive

CLUSTER 1 28,05% 71,95%

CLUSTER 2 37,50% 61,83%

CLUSTER 3 27,57% 72,43%

CLUSTER 4 44,23% 49,975%

Seluruh Cluster 34,34% 64,05%

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan pencapaian visi

dan misi pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk warga negara yang baik

dan cerdas, pada kontinum minimum (exclusive), paling tinggi berada pada cluster

4 (44,23%), kemudian cluster 2 (37,5%), cluster 1 (28,05%) dan cluster 3

(27,57%). Sedangkan kecenderungan pencapaian visi dan misi pendidikan

kewarganegaraan untuk membentuk warga yang baik dan cerdas, pada kontinum

maksimum (inclusive), paling tinggi berada pada cluster 3 (72,425%), kemudian

disusul oleh cluster 1 (71,95%), cluster 2 (61,83%), dan cluster 4 (49,975%).

Apabila kita lihat secara keseluruhan, semakin baik cluster sekolah,

pencapaian visi dan misi pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk warga

negara yang baik dan cerdas cenderung menuju arah inclusive dari pada exclusive.

Hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada kontinum maksimum

(inclusive) lebih tinggi dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4),

begitupun cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih tinggi dibandingkan

Page 83: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

170

dengan cluster 4. Akan tetapi pada cluster 3, pengembangan isi PKn lebih tinggi

dari cluster lainnya. Pada kontinum minimum (exclusive), jumlah persentase

cluster 1 lebih rendah dari pada dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun

cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih rendah dari cluster 4. Akan tetapi,

cluster 3 memiliki kecenderungan pengembangan isi PKn lebih rendah dari

semua cluster lainnya.

Keadaan tersebut dapat semakin terlihat, apabila mengupas hasil

wawancara bersama guru-guru PKn di empat cluster tersebut. Guru PKn pada

cluster 3 dan 1, menyatakan bahwa “PKn merupakan materi yang tidak dapat

berdiri sendiri, perlu banyak tambahan dari materi pada mata pelajaran yang

lainnya (Sejarah, Agama, Sosiologi, Geografi dan Ekonomi)”, oleh karena itu,

guru-guru pada dua cluster ini, telah mewajibkan mata Pelajarannya (PKn)

dikaitkan dengan materi-materi pada rumpun sosial serta isu-isu terhangat yang

ada dalam masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh

Somantri (2001:158), dimana terdapat beberapa unsur yang terkait dengan

pengembangan PKn, antara lain:

a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu.

b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional. c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan. d. Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu

Kewarganegaraan. e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan

negara serta sejarah perjuangan bangsa. f. Kegiatan dasar manusia. g. Pengertian pendidikan IPS

Page 84: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

171

Disamping itu, untuk mengetahui lebih jelas tentang bagaimana

seharusnya penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan dipersekolahan,

dimulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan

Sekolah Menengah Atas (SMA), akan dijelaskan dengan bagan perkembangan

dan Program Civic Education dibawah ini:

Bagan IV.2

Bagan perkembangan dan program Civic Education

Ket: 1) Sebagian dari ilmu politik, Political Democracy untuk pelajaran di sekolah,

mula-mula civil government, kemudian civic 1970. 2) Timbulnya gerakan Civic Education 1901, oleh Howrd Wilson, karena

pelajaran Civic kurang berusaha memenuhi kebutuhan pelajaran aspek pendidikan dan kebutuhan masyarakat.

3) Civic education 1971 mendapat perhatian yang luas di Amerika Serikat.

ILMU-ILMU

SOSIAL

ETIKA, AGAMA

TEKNOLOGI

SCIENCE

POSITIVE

INFLUENCES

MASYARAKAT

INFORMAL

CONTENTT

KONSTITUSI

NEGARA

PSIKOLOGI

SOSIAL

TEORI MENGAJAR

BELAJAR

PROSES BERFIKIR

TRANSFER

PERCEPTION

AQUIRING SKILL

GENERALISATION

AFFECTIVE

LEARNING

PERSONALITY AND

ADJUSMENT

X1 E X1

X2 F X2

X3 G X3

2

EDUCATION

5

6

4

CIVICS

ILMU POLITIK

EDUCATION

CIVIC

1

CIVIC EDUCATION

3

A

I B

K

C D

K

B

Page 85: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

172

4) Civic Education diperkaya dengan berbagai sumber pengetahuan dan positive influence dari sekolah, keluarga dan masyarakat.

5) Konsep-konsep psikologi pendidikan sebagai alat untuk mendapatkan civic education.

6) A,B,C dan D adalah scope civic education yang sudah diperkaya. Kerucut EFG adalah inti civic education, yaitu political democracy. Tanda X1,X2,X3 dari sumber lain yang dimabil untuk memperkaya civic education. X1 E X1 adalah program civic education untuk Sekolah Dasar X2 F X2 adalah program civic education untuk SLTP X3 G X3 adalah program civic education untuk SMA

Jika menelaah point (4) dapat diketahui bahwa civic education diperkaya

dengan berbagai sumber pengetahuan, dari rumpun ilmu social, etika, science,

positive influence masyarakat, informal contentt, dan kontitusi Negara, sehingga

dapat memperkaya wawasan siswa, selain itu dapat berguna secara nyata bagi

kebutuhan pribadi siswa, masyarakat dan Negara, Numan Somantri (1969:48).

Berbeda halnya dengan guru PKn pada cluster 2, dimana saat

menyampaikan materi PKn, jarang sekali dikaitkan dengan mata pelajaran

Agama, Geografi dan Ekonomi. Adapun mata pelajaran yang sering dikaitkan

dengan mata pelajaran PKn ialah mata pelajaran Sosiologi. Hal ini seperti hasil

penelitian yang dilakukan oleh Udin S. Winataputra sebagaimana yang dikutip

oleh Sapriya (2001:58) yang menunjukkan bahwa dilapangan, ditemukan adanya

kelemahan-kelemahan yang mendasar pada Pendidikan Kewarganegaraan, yang

salah satunya adalah keterisolasian proses pembelajaran dari konteks keilmuan

dan lingkungan sosial budaya.

Pengaturan posisi duduk siswa saat pembelajaran cenderung statis (jarang

berubah posisi), walaupun dari hasil penyebaran angket, lebih dari setengan

Page 86: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

173

responden pada tiga cluster (1,2, dan 4) menyatakan bahwa posisi duduk sering

berubah, terutama saat terjadi diskusi kelas. Akan tetapi saat di cross ceck melalui

wawancara bersama beberapa siswa pada empat cluster tersebut, diketahui bahwa

memang saat diskusi posisi berubah, hanya pelaksanaan diskusi tersebut jarang

sekali dilaksanakan, kalaupun dilaksanakan terkadang posisi duduk siswa hanya

untuk membalikan badan ke bangku belakang, dengan komposisi kelompok empat

orang. Sedangkan pada cluster 3, sebagian besar responden menyatakan bahwa

posisi duduk siswa statis (hanya duduk ditempat).

Sedikit berbeda dengan cluster lainnya, pada cluster 4, terdapat satu kelas,

yaitu kelas X dimana guru PKn jarang sekali hadir saat pembelajaran berlangsung.

menurut penuturan siswa pada kelas tersebut, kegiatan yang dilakukan saat

pembelajaran PKn ialah melaksanakan diskusi kelompok (tanpa kehadiran guru),

untuk menjawab beberapa pertanyaan. Materi tidak pernah dikaitkan dengan mata

pelajaran lain apalagi dengan isu-isu yang sedang berkembang saat ini. walaupun

pada kelas lainnya, yaitu kelas XI guru PKn sering mengkaitkan dengan mata

pelajaran pada rumpun sosial (Agaman, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi dan Sejarah)

serta isu-isu terhangat yang terdapat dalam masyarakat. akan tetapi secara

keseluruhan, kondisi ini menyebabkan cluster ini berada pada urutan paling

rendah di titik minimum.

Page 87: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

174

3. Semakin baik cluster sekolah, proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah interactive

interpretation dari pada didactic transmision

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003).

Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa banyak hal yang menjadi

pusat perhatian dalam pembelajaran, yaitu: siswa (peserta didik), guru (peserta

didik), sumber belajar, dan lingkungan belajar. Adapun pengertian lain diutarakan

oleh Winataputra (1997:14), bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem

lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau unsur: tujuan, bahan

pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. “Semua unsur atau komponen tersebut

saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan

berorientasi kepada tujuan” (Winataputra, 1997:14).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh David Kerr tentang Civic

Education yang dilakukan oleh National Foundation for Educational Research in

England and Wales (NFER) mengenai Perbandingan Internasional terhadap

Pendidikan Kewarganegaraan, David Kerr mengemukakan sebuah kontinum dari

hasil studi tersebut. Dari hasil studi di berbagai negara tersebut, pelaksanaan

Pendidikan Kewarganegaraan dikelompokkan menjadi 2(dua) kategori, yaitu

“minimal interpretation dan maximal interpretation” (Kerr,1999:14). Lebih lanjut

pengelompokkan tersebut dapat kita lihat pada bagan di bawah ini:

Page 88: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

175

MINIMAL ___________________ MAXIMAL Thin ___________________ thick Exclusive ___________________ inclusive Elitist ___________________ activist civics education ___________________ citizenship education Formal ___________________ participative contentt led ___________________ process led knowledge based ___________________ values based didactic transmission ___________________ interactive interpretation easier to achieve and measure in practice

___________________ more difficult to achieve and measure in practice

Bagan IV.3 Citizenship education continuum (David Kerr, 1999:14)

Citizenship Education pada titik minimal ditandai oleh “thin, exclusive,

elitist, civics education, formal, contentt led, knowledge based, didactic

transmission, easier to achieve measure in practice (Kerr, 1999:14)”. Maksudnya

adalah “didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, bentuk

pengajaran kewarga-negaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada

pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya mudah

diukur”(Winataputra dan Budimansyah,2007:5-6).

Sedangkan yang bersifat maksimal ditandai oleh “thick, inclusive, activist,

citizenship education, participative, process led, values based, interactive

interpretation, more difficult to achieve and measure in practice” (Kerr, 1999:14).

Maksudnya adalah:

didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, diberi label ”citizenship education”, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar (Winataputra dan Budimansyah,2007:6).

Indonesia sebagai salah satu bagian dari Negara yang berada di kawasan

Asia Tenggara, termasuk dalam Negara yang berada pada kontium minimum. Hal

Page 89: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

176

ini, diperkuat dengan apa yang diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah

(2007:118) yaitu:

Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruiksional (Instructional effect) yang terbatas pada penguasaaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effect) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhaitan sebagmana mestinya.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster SMAN di Kota

Bandung, terdapat perbedaan pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan, hal ini dapat dilihat dari score rata-rata setiap cluster, yang

terdapat dalam tabel dibawah ini :

Tabel IV.24 Kecenderungan Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

NAMA

CLUSTER

KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

didactictransmission interactive interpretation

CLUSTER 1 57,37% 42,59%

CLUSTER 2 63,11% 36,30%

CLUSTER 3 69,37% 30,04%

CLUSTER 4 68,11% 28,80%

Seluruh Cluster 64,49% 34,43%

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada titik minimum (didactic

transmission), paling tinggi berada pada cluster 4 (68,11%) kemudian cluster 3

(69,37%), cluster 2 (63,11%), dan cluster 1 (57,37%). Sedangkan kecenderungan

Page 90: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

177

Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada titik maksimum

(interactive interpretation), paling tinggi berada pada cluster 1 (42,59%),

kemudian disusul oleh cluster 2 (36,30%), cluster 3 (30,04%) dan cluster 4

(28,80%).

Apabila kita lihat secara keseluruhan, semakin baik cluster sekolah, proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah

interactive interpretation dari pada didactic transmission. Hal ini terbukti dari

jumlah persentase cluster 1 pada kontinum maksimum (interactive interpretation),

lebih tinggi dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu

juga dengan cluster 2 yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan dua cluster

lainnya (cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih tinggi daripada cluster 4. Sedangkan

pada kontinum minimum (didactic transmission), jumlah persentase cluster 1

lebih rendah dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu

juga dengan cluster 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan dua cluster lainnya

(cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih rendah daripada cluster 4.

Dari hasil wawancara dengan guru-guru pada empat cluster,

kecenderungan-kecenderungan pada table diatas dapat terlihat semakin jelas. Hal

ini dapat kita lihat dari beberapa hal, yaitu penggunaan metode, media, dan

sumber belajar. Berdasarkan hasil wawancara, penggunaan metode pembelajaran,

pada cluster 1 menggunakan metode yang lebih variatif dibandingkan dengan

cluster lainnya, yaitu metode diskusi, debat, kepala bernomor, snow ball throwing.

Sedangkan pada cluster 2,3 dan 4, metode yang digunakan ialah ceramah,

ceramah bervariasi, diskusi, dan tanya jawab.

Page 91: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

178

Dalam pelaksanaan metode diskusi, seharusnya pembelajaran berpusat

pada siswa. Akan tetapi dari hasil temuan lapangan, terungkap bahwa pada saat

diskusi ada siswa yang aktif dan ada juga yang tidak aktif. Hal ini disebabkan oleh

minat siswa masih kurang dan kemampuan guru untuk merangsang siswa untuk

aktif dalam diskusi belum optimal. Melihat kenyataan tersebut, tetap saja dalam

pembelajaran PKn kesempatan atau dukungan bagi siswa untuk berinisiatif masih

minim. Apabila merujuk pada pandangan Numan Somantri (2001:289), teknik

yang digunakan bersifat “tradisional”. Menurut beliau, yang termasuk teknik

mengajar “tradisional” ialah “menekankan pada ceramah, indoktrinasi, dan guru

berperan sebagai drill master”.

Numan Somantri (2001: 289) menambahkan bahwa “teknik-teknik seperti

itu, bukan tidak bermanfaat akan tetapi bila dilihat dari teori psikologi medan

(field psychology) kurang dapat memobilisasi dan menumbuhkan potensi berfikir,

sikap, dan keterampilan siswa. Sebagaimana diungkapkan pula oleh David Kerr

(1999:15), bahwa tujuan utama dari pembelajaran Civic Education bukan hanya

menginformasikan, akan tetapi juga menggunakan informasi tersebut untuk

menolong siswa memahami dan meningkatkan kapasitas mereka untuk

berpartisipasi.

Dari sisi media, cluster 1 dan 2 lebih unggul dibandingkan dengan cluster

3 dan 4, pada dua cluster ini (terutama cluster 1), saat proses pembelajaran

berlangsung, media internet yang terdapat pada hp setiap siswa mampu

dioptimalkan untuk menunjang pembelajaran, sementara pada cluster lainnya

media yang digunakan masih berkisar pada media papan tulis, peta konsep dan

Page 92: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

179

kadang info dari TV. Pada dasarnya penggunaan media dalam kegiatan

pembelajaran memiliki arti penting bagi keberhasilan kegitan belajar mengajar,

sebab dengan adanya media pembelajaran diharapkan (Djahiri, 1996:31), dapat:

a. Menjadi fasilitator proses kegiatan belajar siswa dan peningkatan hasil belajar real.

b. Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses kegiatan mengajar guru interaktif-reaktif.

c. Meningkatkan motivasi belajar atau nuansa belajar yang baik. d. Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan

keberhasilan pengajaran. e. Meningkatkan proses kegiatan belalajar mengajar secara efekit, effisien

dan optimal. f. Menyegarkan kegiatan belajar mengajar.

Adapun sumber belajar yang digunakan, pada dasarnya hampir sama di

semua cluster, yaitu menggunakan buku paket, buku lain yang menunjang serta

berita-berita yang ada di Koran-koran. Sedangkan pada cluster 1, selain

menggunakan sumber belajar yang telah disebutkan diatas, juga telah mampu

memanfaatkan perpustakaan digital yang terdapat pada hp setiap siswa.

Hal yang peneliti garis bawahi ialah penyelenggaraan proses pembelajaran

pada cluster 4. Dari hasil angket, pada kontinum maksimum pelaksanaan proses

pembelajaran PKn pada cluster ini, berada pada urutan paling rendah.

Berdasarkan hasil wawancara bersama siswa kelas X, dapat diketahui bahwa pada

kelas tersebut, guru jarang menghadiri proses pembelajaran. Fungsi guru hanya

memberi tugas untuk melaksankan diskusi kelompok, kemudian setelah selesai

jam pelajaran, siswa mengumpulkan hasil diskusi tersebut.

Lazimnya, saat proses pembelajaran berlangsung, terdapata interaksi atau

hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Karana pada dasarnya proses

Page 93: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

180

pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru, siswa dan lingkungannya. Interaksi dalam peristiwa pembelajaran

mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa,

tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan

berupa materi pelajaran, melainkan juga penanaman sikap dan nilai pada diri

siswa yang sedang belajar, Kosasih Djahiri (2007:1) mengemukakan bahwa:

“Pembelajaran secara prosedural, dilihat dari komponen/instrumental inputs adalah proses interaksi/interradiasi antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan lingkungan belajarnya (learning environments).”

Dari kutipan diatas, guru menjadi salah satu komponen penting dalam

pelaksanaan pembelajaran. Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap

keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru dapat membantu peserta didik untuk

mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena

manusia adalah makhluk lemah yang dalam perkembangannya senantiasa

memerlukan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan

orang lain dalam perkembangannya, begitupula dengan peserta didik. Minat,

bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan

berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam bukunya Martinis Yamin

(2006:54), dalam setiap pembelajaran, seorang guru diharapkan mampu untuk:

a. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa. b. Menjelaskan indicator/tujuan instuksional yang harus dicapai. c. Mengingatkan kompetensi prasyarat. d. Memberikan stimulus (masalalh, topic dan konsep) e. Memberikan petunjuk belajar. f. Memunculkan penampilan, kompetensi dan keterampilan siswa. g. Memberikan umpan balik. h. Menilai penampilan dan memberi tagihan kepada siswa.

Page 94: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

181

i. Menyimpulkan materi yang telah disampaikan kepada siswa.

Dapat terlihat dengan jelas, bahwa keberadaan guru dalam proses

pembelajaran sangat berpengaruh besar, baik terhadap perkembagan mata

pelajaran yang dipegang atau pun perkembangan siswa. Bagaimana guru dapat

memberikan motivasi kepada siswa, apabila saat pelakasanaan pembelajaran guru

tersebut tidak ada.

4. Semakin baik cluster sekolah, aspek peniliaian Pendidikan

Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah more difficult to

achieve and measure in practice dari pada easier to achieve measure in

practice

Penilaian merupakan suatu aspek pembelajaran yang paling kompleks,

karena semua variabel yang mendukung terselenggaranya pembelajaran tidak

akan dapat dipisahkan dari penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian,

karena penilaian sendiri merupakan proses penetapan kualitas hasil belajar,

berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran dapat diketahui dari hasil penilaian.

Gronlund (1981:483) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa fungsi penilaian,

yaitu untuk memperbaiki proses pembelajaran, laporan kemajuan belajar kepada

orang tua, pedoman dalam bimbingan konseling, kepentingan administrasi

sekolah, dan keperluan penelitian. Selain itu Rumini (1991: 121) menambahkan

bahwa fungsi pembelajaran, sebagai: (1) insentif untuk meningkatkan belajar, (2)

umpan balik bagi peserta didik, (3) peserta didik sebagai umpan balik bagi guru,

(4) informasi bagi orang tua, dan sebagai informasi untuk keperluan seleksi.

Page 95: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

182

Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil penilaian yang optimal, perlu

prinsip-prinsip serta teknik yang sesuai. Dalam penilaian PKn, terdapat beberapa

hal yang perlu ditekankan, seperti yang diungkapkan oleh A. Kosasih Djahiri

(1995:53) yaitu :

a. Penilaian tidak hanya berfungsi untuk pengukuran tingkat keberhasilan belajar siswa melainkan juga tingkat keberhasilan/kegagalan mengajar, serta program reduksi, dan momentum membaca kualifikasi atau jati dirinya (siswa), keluarga dan lingkungan kehidupannya.

b. Penilaian jangan hanya diartikan THB/TPB atau ulangan yang cenderung administratif formal yakni mencari dan menentukan nilai/angka melainkan momentum pengukuran diri untuk reduksasi atau remedial.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster SMAN di Kota

Bandung, dapat terungkap bahwa terdapat perbedaan penekanan aspek penilaian

yang dilakukan oleh guru saat pembelajaran PKn, dimulai dari penilaian yang

sederhana (penilaian yang menekankan aspek kognitif ) sampai dengan penilaian

yang lebih kompleks (penlaian yang mencakup tigak asepk, yaitu aspek kognitif,

afektif serta psikomotorik). Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel score rata-rata

setiap cluster, dibawah ini:

Page 96: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

183

Tabel IV.25 Kecenderungan Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan

NAMA CLUSTER

KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

easier to achieve measure in

practice

more difficult to achieve and

measure in practice

CLUSTER 1 56,85% 42,075%

CLUSTER 2 60,65% 36,13%

CLUSTER 3 62,48% 37,05%

CLUSTER 4 66,53% 28,88%

Seluruh Cluster 61,63% 36,03%

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan aspek peniliaian

Pendidikan Kewarganegaraan pada titik minimum (easier to achieve measure in

practice), paling tinggi berada pada cluster 4 (66,53%), kemudian cluster 3

(62,48%), cluster 2 (60,65%) dan cluster 1 (56,85%). Sedangkan kecenderungan

Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan, pada titik maksimum (more difficult to

achieve and measure in practice ), paling tinggi berada pada cluster 1 (42,08%),

kemudian disusul oleh cluster 3 (37,05%), cluster 2 (36,13%), dan cluster 4

(28,88%).

Secara umum, seluruh cluster cenderung berada pada kontinum minimum,

hal ini terlihat dari jumlah persentase seluruh cluster, cenderung lebih besar pada

kontinum minimum dari pada kontinum maksimum. Akan tetapi apabila kita

melihat perbandingan antar cluster, semakin baik cluster sekolah, aspek peniliaian

Pendidikan Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah more difficult

to achieve and measure in practice dari pada easier to achieve measure in

Page 97: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

184

practice. Hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada kontinum

maksimum (more difficult to achieve and measure in practice), lebih tinggi

dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu juga dengan

cluster 2 yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan dua cluster lainnya

(cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih tinggi daripada cluster 4. Sedangkan pada

kontinum minimum (easier to achieve measure in practice), jumlah persentase

cluster 1 lebih rendah dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan

4), begitu juga dengan cluster 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan dua

cluster lainnya (cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih rendah daripada cluster 4.

Pada cluster 1 bentuk tugas yang biasa diberikan setelah selesai

pembelajaran, sudah bergeser lebih baik, dimana tugas yang diberikan tidak hanya

mengerjakan soal-soal dalam buku paket dan LKS, akan tetapi terdapat tugas

untuk mencari data dari beberapa media masa, lembaga-lembaga pemerintahan

serta melaksanakan observasi. Berbeda halnya dengan beberapa cluster lainnya

(cluster 2, 3 dan 4), dimana tugas yang diberikan didominasi pada pengerjaan

soal-soal yang terdapat dalam Buku Paket serta LKS. Bahkan pada cluster 4,

selama mengikuti pembelajaran PKn, relative tidak pernah mendapatkan tugas

berbentuk proyek. Dari hasil wawancara dengan guru dan siswa pada empat

cluster, dapat diketahui bahwa pada dasarnya, setelah selesai pembelajaran tugas

yang paling sering diberikan pada siswa adalah mengerjakan soal-soal pada LKS

dan Buku Paket. Adapun cluster yang pernah memberikan tugas proyek, hanya

terdapat pada dua cluster, yaitu cluster 1 dan cluster 3.

Page 98: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

185

Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya pelaksanaannya

penilaian PKn yang digunakan pada SMAN di kota bandung masih didominasi

pada penekanan aspek kognitif, sedangkan aspek lainnya (afektif dan

psikomotorik) belum mampu untuk dioptimalkan. Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007:118) yaitu:

Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruiksional (Instructional effect) yang terbatas pada penguasaaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effect) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhaitan sebagmana mestinya.

Selain itu, nana sudjana (2005:8) mengemukakan bahwa dalam

melaksanakan penilaian perlu memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur

penilaian, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam penilaian hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilain. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakan.

2. Penilana hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar, atinya penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan.

3. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemauan siswa, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komfrehensif.

4. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun siswa. oleh kaena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa.

Dari prinsip yang dikemukakan diatas, penilaian yang paling tepat

digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah penilaian

proses dan hasil, seperti apa yang telah diungkapkan oleh Budimansyah

Page 99: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

186

(2004:15) dimana penilaian proses dilakukan pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Hasil penilaian proses dipergunakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran. Tujuan penilaian proses adalah mencari umpan balik (feedback)

untuk memperbaiki pembelajaran yang sedang berlangsung. Penilaian proses

dapat dilakukan pada kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Selanjutnya kegiatan

tersebut dijelaskan sebagai berikut (Budimansyah dkk, 2004 : 18 - 20).

1. Intrakurikuler

Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan belajar mengajar di kelas. Selama

berlangsungnya proses belajar mengajar perlu dilakukan penilaian proses yang

meliputi penilaian aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

a. Penilaian Kognitif

Penilaian kognitif untuk menilai proses belajar mengajar di kelas dapat

menggunakan tes formatif. Sebagai penilaian proses, tes formatif dapat

digunakan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil

penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar

mengajar yang sedang atau sudah dilaksanakan.

b. Penilaian Afektif

Tipe proses belajar afektif berkenaan dengan minat dan perhatian

terhadap pelajaran, motivasi dan keinginan untuk berprestasi, penghargaan

terhadap guru dan teman sekelas, disiplin, dan hubungan sosial. Untuk menilai

proses belajar afektif dapat digunakan berbagai alat, di antaranya adalah

Catatan Anekdot (Anecdotal Record). Catatan anekdot adalah catatan yang

menggambarkan sikap dan/perilaku seorang siswa atau sekelompok siswa

Page 100: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

187

dalam situasi apa adanya. Gambaran ini diambil secara sistematis dan

diharapkan tidak bercampur baur dengan berbagai macam interpretasi.

c. Penilaian Psikomotorik

Tipe proses belajar psikomotorik berkenaan dengan perilaku dan

kebiasaan siswa belajar, misalnya perilakunya ketika bel masuk berbunyi,

kebiasaannya dalam mencatat bahan pelajaran, perilakunya pada saat guru

menjelaskan pelajaran, kebiasaannya pada waktu istirahat, dan sebagainya.

Untuk menilai proses belajar psikomotorik dapat digunakan berbagai alat,

diantaranya adalah Catatan Anekdot (Anecdotal Record).

2. Ekstrakurikuler

a. Penilaian Kognitif

Penilaian kognitif untuk menilai proses pembelajaran di luar kelas

(ekstrakurikuler) dapat menggunakan Daftar Ceklis Penguasaan Materi. Daftar

ini digunakan untuk mengecek tingkat penguasaan para siswa terhadap

substansi kegiatan ekstrakurikuler.

b. Penilaian Afektif

Penilaian proses belajar afektif dalam kegiatan pembelajaran

ekstrakurikuler berkenaan dengan minat dan perhatian terhadap kegiatan

pembelajaran, motivasi dan keinginan untuk menghasilkan karya yang

bermutu, penghargaan terhadap guru dan teman sekelas, disiplin, dan

hubungan sosial. Alat penilaian yang dapat digunakan adalah Daftar Ceklis

Sikap Belajar.

Page 101: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

188

c. Penilaian Psikomotorik

Tipe proses belajar psikomotorik dalam kegiatan pembelajaran

ekstrakurikuler berkenaan dengan perilaku dan kebiasaan siswa bekerja

melakukan tugas-tugas, misalnya kebiasaan datang ke tempat kegiatan,

keseriusannya dalam mengerjakan tugas, kerjasama dalam kelompok, dan

sebagainya. Alat penilaian yang dapat digunakanadalah lembar observasi.

Untuk memperoleh data atau informasi sampai di mana pengusaan atau

pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya

selama jangka waktu tertentu, dilakukan penilaian hasil belajar (Budimansyah

dkk, 2004:21). Penilaian hasil dapat dilakukan pada kegiatan intra dan

ekstrakurikuler. Selanjutnya kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut

(Budimansyah dkk, 2004: 21 - 23).

1. Intrakurikuler

a. Penilaian Kognitif

Untuk menilai hasil belajar aspek kognitif digunakan tes sumatif, yaitu

tes yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana

penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah

dipelajarinya selama jangka waktu tertentu. Fungsi dan tujuan penilaian

sumatif ialah untuk menentukan apakah dengan nilai yang diperolehnya itu

seorang siswa dinyatakan lulus atau tidak lulus. Alat penilaian sumatif untuk

menilai penguasaan kognitif yang lazim dipergunakan adalah tes.

Page 102: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

189

b. Penilaian Afektif

Tipe hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap siswa pada waktu

belajar di sekolah, terutama pada waktu guru mengajar maupun setelah

pelajaran selesai. Salah satu teknik penilaian hasil belajar afektif adalah

dengan skala sikap. Penilaian hasil belajar afektif harus menjadi bagian

integral dari penilaian kognitif. Fungsinya adalah untuk menentukan apakah

seorang siswa naik kelas dan dinyatakan lulus dalam ujian.

c. Penilaian Psikomotorik

Tipe hasil belajar psikomotorik sebenarnya merupakan tahap lanjutan

dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-

kecenderungan untuk berperilaku. Salah satu teknik penilaian hasil belajar

psikomotorik adalah dengan Daftar Gejala Kontinum. Penilaian hasil belajar

psikomotorik harus menjadi bagian integral dari penilaian kognitif dan afektif.

Fungsinya sama seperti pada penilaian afektif.

2. Ekstrakurikuler

a. Penilaian Kognitif

Penilaian kognitif untuk menilai hasil pembelajaran di luar kelas

(ekstrakurikuler) dapat menggunakan Daftar Ceklis Penguasaan Materi pada

saat gelar kompetensi. Daftar ini digunakan untuk menilai tingkat penguasaan

para siswa terhadap substansi pada saat gelar kompetensi.

b. Penilaian Afektif

Penilaian hasil belajar afektif dalam kegiatan pembelajaran

ekstrakurikuler berkenaan dengan sikap para siswa yang dibentuk setelah

Page 103: S PPK 050313 Chapture4 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_050313_chapture4.pdf · terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang

190

proses pembelajaran berlangsung. Alat penilaian yang digunakan adalah daftar

skala sikap.

c. Penilaian Psikomotorik

Tipe hasil belajar psikomotorik dalam kegiatan pembelajaran

ekstrakurikuler berkenaan dengan perilaku kebiasaan siswa yang terbentuk

setelah melalui proses pembelajaran.