s h a r e - kesejahteraan...

84
S o c i a l W o r k J o u r n a l S h a r e ISSN : 2339-0042-6 Vol. 4. No. 1, Januari 2014 KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM: SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM KOTA BATAM Oleh: Atik Rahmawati, M.Kesos. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny Budiarti S., & Santoso Tri Raharjo STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM PROSES REHABILITASI DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEROYO MAGELANG JAWA TENGAH Oleh: Sugiyanto PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA Oleh: Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA Oleh: Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL Oleh: Eva Nuriyah Hidayat DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014

Upload: vuongtram

Post on 31-Jan-2018

252 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

S o c i a l W o r k J o u r n a l

S h a r e

ISSN : 2339-0042-6

Vol. 4. No. 1, Januari 2014

KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM: SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM

KOTA BATAM Oleh: Atik Rahmawati, M.Kesos.

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny Budiarti S., & Santoso Tri Raharjo

STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM PROSES REHABILITASI

DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEROYO MAGELANG JAWA TENGAH Oleh: Sugiyanto

PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA Oleh: Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi

EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA Oleh: Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo

HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL Oleh: Eva Nuriyah Hidayat

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014

Page 2: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

ii

S h a r e S o c i a l W o r k J o u r n a l

ISSN: 2339-0042-6

Jurnal Pekerjaan Sosial Departemen Kesejahteraan Sosial

Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD

DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab : Drs. Budi Wibhawa, MS.

Ketua Dewan Redaksi: Dr. Santoso Tri Raharjo, S.Sos., M.Si

Sekretaris : Drs. Nandang Mulyana, M.Si

Mitra Bestari : Prof. Drs. Isbandi Rukminto Adi, Ph.D

Dr. Dra. Sri Sulastri, M.Si.

Dr. Edi Suharto

Dr. Kanya Eka Santi, MSW.

Dewan Redaksi : Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos.,M.Si.

Dr. Nunung Nurwati, dra., M.Si.

Dra. Binahayati Rusyidi, MSW., Ph.D

Anggota dewan redaksi: Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW.

Risna Resnawaty, S.Sos., MP.

Heri Wibowo, S.Psi., MM

.

Layout dan Distribusi : Sahadi Humaedi, S.Sos., M.Si

Meilany Budiarti S, S.Sos., SH., M.Si

Alamat Penerbit/Redaksi :

Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial (Lab Kesos)

Gedung B FISIP-UNPAD

Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor, Sumedang

Telepon/Fax (022) 7796974, 7796416 dan

e-mail : [email protected] dan

[email protected]

Page 3: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

iii

PENGANTAR REDAKSI

Share Volume 4 nomor 1 Januari 2014 ini menerbitkan enam artikel ilmiah yang

merupakan hasil penelitian serta kajian beberapa penulis. Volume ini diawali dengan tulisan Atik

Rahmawati, M.Kesos mengenai Kehidupan Suku Laut Di Batam:

Sebuah Fenomena Kebijakan Pembangunan Di Pulau Bertam Kota Batam. Selanjutnya diikuti

dengan artikel menyinggung mengenai CSR dari sudut pandang perusahaan yang ditulis oleh

Santoso T. Raharjo dan Meilanny Budiarti.

Berikutnya adalah artikel berjudul Strategi Komunikasi Pekerja Sosial Dengan Pasien

Skizofrenia Dalam Proses Rehabilitasi Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah

yang ditulis oleh Sugiyanto, selain itu juga ada artikel berdasarkan pengabdian kepada masyarakat

yang ditulis oleh Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi

dengan judul Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Pelatihan Perencanaan Bisnis Untuk

Wirausaha Pemula. Dua penulis berikutnya masing-masing menyinggung mengenai Efektifitas

Program Bina Keluarga Balita oleh Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo dan

Hak Azazi Manusia berkaitan dengan Pekerjaan Sosial yang ditulis oleh Eva Nuriyah Hidayat

Para pembaca dapat memperoleh informasi lengkap dan utuh tentang topik-topik tersebut

di atas pada artikel jurnal edisi ini. Semoga informasi yang diperoleh dari artikel-artikel yang

diterbitkan dalam edisi ini bermanfaat dan dijadikan rujukan yang berarti.

Selamat membaca,

Redaksi

Page 4: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

iv

Share Vol. 4. No. 1, Januari 2014

S o c i a l W o r k J o u r n a l ISSN: 2339-0042-6

1. KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM: SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM KOTA BATAM Oleh: Atik Rahmawati 1 -12

2. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG

PERUSAHAAN Oleh: Meilanny Budiarti S., & Santoso Tri Raharjo 13 – 29

3. STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA

DALAM PROSES REHABILITASI DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEROYO MAGELANG JAWA TENGAH Oleh: Sugiyanto 30 - 49

4. PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN

BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA Oleh: Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi 50 - 58

5. EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA

Oleh: Resti Fauziah, Nandang Mulyana, dan Santoso Tri Raharjo 59 - 68 6. HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL

Oleh: Eva Nuriyah Hidayat 69 - 77

PANDUAN PENULISAN ARTIKEL UNTUK PENULIS 78 - 80

Page 5: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

1

KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM:

SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM KOTA BATAM

Atik Rahmawati, M.Kesos.1

Suku Laut (Sea Nomads) merupakan salah komunitas pribumi (indigenous people) yang mendiami wilayah perairan Kepulauan Riau dengan jumlah terbanyak berdasarkan pendataan Departemen Sosial (Depsos) RI 1988, sekitar 11,23% terkonsentrasi berada di wilayah perairan Batam, berada di sekitar Selat Malaka, Selat Philip, dan Laut Cina Selatan. Disebut sebagai Sea Nomads karena keberadaannya yang hidup nomaden dengan melakukan seluruh aktifitas kegiatan hidup tinggal di sebuah perahu atau sampan yang beratapkan sebuah Kajang. Hidup nomaden di Laut tentu saja mempunyai resiko hidup yang sewaktu-waktu dapat mengancam jiwa jika tiba-tiba cuaca buruk datang, disamping kurang keterjangkauan akan pelayanan sosial yang harusnya mereka dapatkan sebagai warga negara diantaranya pendidikan, kesehatan, perumahan. Hal ini juga mengingat bahwa sejak tahun 1973 Batam sebagai wilayah strategis daerah perbatasan negara tumbuh menjadi daerah Industri, perdagangan, galangan kapal, dan pariwisata yang mempunyai otoritas pengembangan wilayah. Pesatnya pembangunan di Batam tentu saja membawa pengaruh terhadap kehidupan Suku Laut, tak terkecuali dengan program pembangunan oleh Depsos RI terutama sejak tahun 1989 dengan penempatan mereka pada permukiman yang juga melibatkan unsur masyarakat setempat dalam hal ini Orsos Forum Komunikasi dan Konsultasi Sosial (FKKS) Batam yang berada di pulau Bertam-Kota Batam. Tulisan ini berusaha menggambarkan kehidupan Suku Laut yang telah mengalami perubahan hidup menetap yang berada di pulau Bertam-Kota Batam dengan menyajikan impact yang diakibatkan oleh adanya kebijakan pembangunan.

Kata Kunci: Pemberdayaan, Dampak Kebijakan, Komunitas Adat, Suku Laut.

1 Penulis saat ini sebagai Staff Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Jember. Kritik,

saran, dan masukan dapat disampaikan melalui [email protected]. Tulisan ini merupakan hasil dan pengembangan

dari tesis penulis di Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia dan telah disampaikan pada

saat The 4th

International Graduate Student Conference On Indonesia, October 30 – 31, 2012 dengan tema

INDIGENOUS COMMUNITIES AND “THE PROJECTS OF MODERNITY” Graduate School Of Gadjah Mada

University.

Page 6: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

2

Pendahuluan

Program PKAT Suku Laut2 di pulau

Bertam merupakan program unggulan dari

pemerintah dengan pelaksana program di

bawah koordinasi Departemen Sosial dan

merupakan proyek percontohan pembinaan

Suku Laut melalui peran serta masyarakat,

kerjasama Depsos RI dengan organisasi

sosial yaitu Koordinator Kegiatan

Kesejahteraan Sosial (KKKS) Batam yang

sebelumnya bernama Forum Komunikasi

Dan Konsultasi Sosial (FKKS) Batam.

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

(PKAT) merupakan salah satu bentuk

kepedulian dan komitmen pemerintah dalam

mempercepat proses pembangunan pada

mereka yang masih belum tersentuh proses

pembangunan nasional yang umumnya

berada pada daerah-daerah yang sulit

terjangkau3

Sebagai proyek percontohan, program

ini melibatkan dukungan banyak pihak baik

dari; pemerintah RI dalam hal ini Menteri

Penerangan, Menkokesra, Mensos,

Mendikbud, dan juga Menristek; non

pemerintah diantaranya FKKS Batam dan

juga yayasan NEBA (Nedherland Batam)

sebagai penyedia dana dari luar negeri;

disamping juga dari unsur akademisi yaitu

Universitas Indonesia dan Institut Teknologi

2 Suku Laut merupakan komunitas adat yang hidup

menggembara di Laut, berdasarkan Literatur The

National Museum of Singapore dalam Ringkasan

Laporan pendataan Masyarakat Terasing di Daerah

Perbatasan Riau oleh Direktorat Bina Masyarakat

Terasing Depsos RI (1998) sebagian besar hidup di

Kepulauan Riau. 3 (Direktorat PKAT, Depsos RI, hal.7).

Bandung.4 Program ini menjadikan pulau

Bertam berubah menjadi pemukiman yang

ramai dengan dibangunnya beberapa unit

rumah tambahan dan fasilitas pendukung5.

Mulai dari pembangunan rumah yang

dilaksanakan dari tahun 1988 hingga tahun

1993, bangunan posyandu, gedung Sekolah

Dasar, masjid, ruang serba guna, monumen

tugu perahu, sumur, yetti (dermaga), jalan

setapak di darat yang telah disemenisasi,

jalan lingkar didarat, sampai dengan listrik

tenaga surya.

Rumusan Masalah

Dengan dijadikannya pulau Bertam

sebagai proyek percontohan tidak membuat

pulau Bertam tumbuh menjadi permukiman

yang berkembang baik dari penambahan

jumlah sarana dan prasarana maupun dari

jumlah warga suku laut yang menetap di

pulau Bertam, seperti diungkap oleh

Sekretaris RT 20 pulau Bertam sebagaimana

hasil wawancara yang telah penulis lakukan

sebagai berikut:

Dulu waktu pertamanya kali masuk pemukiman, banyak sekali bantuan yang datang, yang darinya pemerintah, K3S Batam (KKKS Batam), juga dari NEBA ada sembako, pembuatan rumah, termasuk jembatan yang sekarang sudah banyak lobang, juga dibuatnya tempat kesehatan juga dokter dan perawatnya, bangunan sekolah juga gurunya. Tapi sekarang jarang pemerintah datang, bantuan lebih banyak dari Bu Dar (yang dimaksud adalah Ibu Sudarsono, ketua KKKS Batam) tiap bulan ramadhan ada

4 Laporan Program FKKS Batam dan Pengarahan

Menteri Sosial RI pada tanggal 21 Oktober 1998.

5 Arba dan Rahman. 2002. Menantang Gelombang

Kehidupan Suku Laut di Pulau Bertam Perairan Batam.

Page 7: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

3

sembako, buka puasa bersama, buat anak sekolah diberi seragam, sepatu. Bahkan sekarang banyak yang pergi ada yang kembali ke laut atau pindah ke belakang padang. Rumah tak ada sudah rubuh yang dipunya hanya sampan. Jadi sekarang tinggal 114 Jiwa. Kalau seperti ini terus bisa jadi Bertam makin sunyi (September, 2009). Kehidupan yang harus dijalani

komunitas Suku Laut terutama setelah

penempatan mereka di Bertam mengalami

berbagai persoalan baik dari segi ekonomi,

sosial, kesehatan, maupun pendidikan.

Kehidupan nomaden komunitas Suku Laut

dapat dilihat sebagaimana gambar dibawah

ini:

Gambar 1: Suku Laut Sesekali Mendarat untuk Melakukan Barter, dan Suku Laut

Hidup Mengembara secara berkelompok di Laut.

Kajian ini berusaha menjawab

pertanyaan tentang “Bagaimana Kebijakan

Pembangunan bagi Komunitas Suku Laut

berdampak pada kehidupan Komunitas Suku

Laut di Pulau Bertam-Kota Batam ?”.

Dari Kehidupan Nomaden di Laut menjadi Komunitas Yang Menetap di Pulau Bertam Kota Batam

Pulau Bertam merupakan salah satu

gugusan pulau yang ada di wilayah Kota

Batam, Provinsi Kepulauan Riau tepatnya di

Desa Kasu Kecamatan Belakang Padang

yang berjarak dari pulau Batam sekitar 7 mil

dari pelabuhan Tanjung Uncang Batam atau

10 mil dari pelabuhan Sekupang Batam.

Secara geografis wilayah Kota Batam sendiri

mempunyai luas wilayah 1.570,35 km2, yang

terdiri dari 186 pulau besar dan kecil dengan

pulau terbesar yaitu pulau Batam dengan

luas 415 Km2 atau yang disebut sebagai

Bonded area sedangkan pulau-pulau kecil

disekitarnya disebut sebagai daerah

Hinterland termasuk pulau Bertam

didalamnya.

Out put dari pelaksanaan program

PKAT pada komunitas Suku Laut di pulau

Bertam salah satunya adalah bermukimnya

secara permanen komunitas suku laut di

pulau Bertam-Kota Batam. Hidup secara

permanen menyebabkan adanya perubahan

hidup yang harus dijalani yang tentu saja

sangat berbeda dengan kehidupan

sebelumnya sebagai pengembara diperairan

sekitar wilayah Batam.

Berdasarkan hasil penelitian6

menunjukkan bahwa mereka cenderung

untuk memilih hidup stabil secara permanen

di permukiman dibandingkan dengan

kehidupan sebelumnya yang mereka jalani.

6 Rahmawati, Atik. 2011. Pelaksanaan Program

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT)

studi pada Komunitas Suku Laut di Pulau Bertam Kota

Batam. Universitas Indonesia.

Page 8: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

4

Kecenderungan pilihan hidup stabil di

permukiman disebabkan diantaranya adalah

terwujudnya keinginan warga untuk

mempersiapkan masa depan generasi

penerus terutama melalui pendidikan formal,

menjaga keselamatan jiwa keluarga karena

bisa terhindar dari bahaya keganasan cuaca

laut, serta kondisi tubuh yang mulai

beradaptasi dengan lingkungan darat

sehingga tubuh akan mulai merasa sakit jika

dalam waktu yang lama berada di lautan.

Dengan demikian kehidupan stabil

secara permanen yang dijalani akan

berdampak pada ketenangan batin/ jiwa

mereka sehingga dapat merencanakan

kehidupan yang lebih baik bagi keluarga

khususnya bagi masa depan anak-anak

melalui pendidikan. Pendidikan sebagai salah

satu sarana bagi peningkatan kualitas

manusia, manusia yang berkualitas

merupakan kekuatan sosial sebagai aset

komunitas yang bermanfaat bagi

perkembangan komunitas. Adi (2008)

menyebutkan sebagai Modal manusia

(human capital).

Suku Laut di Pulau Bertam Kota Batam sebagai Komunitas yang “Sudah Diberdayakan”

Landasan Hukum Program

Pemberdayaan komunitas Suku Laut di pulau

Bertam-Kota Batam dilatarbelakangi oleh

disahkannya kebijakan Pembangunan

Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pola

penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial

oleh Departemen Sosial RI melalui program

Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat

Terasing (PKSMT). Dalam tataran

implementatif program ini mengalami

beberapa kali perubahan nomenklatur (tata

nama) dari awal kali pertama disebut dengan

istilah “Suku Terasing”, kemudian

“Masyarakat Terasing” hingga kemudian

pada tahun 1992 disebut sebagai “Komunitas

Adat Terpencil” sesuai dengan Kepres. RI

No. 111 tentang “Pembinaan Kesejahteraan

Sosial KAT.

Perubahan ini dilakukan tidak secara

serta merta, tetapi dengan melalui pengkajian

dan evaluasi terhadap program sebelumnya.

Yang berarti bahwa dalam pelaksanaan

terdapat pembaharuan dan perbaikan

metode dan penanganan. Demikian juga

dengan perubahan nomenklatur “Masyarakat

Terasing” menjadi “KAT”. Perbedaan dapat

dilihat dari segi pelaksanaan, dimana

program PKAT lebih mengedepankan konsep

pemberdayaan (bottom-up) dengan

mengutamakan aspirasi, inisiatif, dan

partisipasi komunitas sasaran dalam setiap

kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan,

sampai tahap evaluasi, menumbuhkan sikap

dan rasa percaya diri KAT untuk mengelola

potensi yang ada pada dirinya guna

melepaskan diri dari keterpencilan, hambatan

geografis dan psikologis serta kemiskinan.

Sedangkan dalam pelaksanaan PKSMT

pemberdayaan dikemas dalam bentuk

pembinaan dan cenderung bersifat top down.

Kedua pendekatan diatas merupakan

pendekatan yang bertolak belakang

karenanya kecenderungan penggunaan

pendekatan top down atau bottom-up dalam

pelaksanaan program akan menimbulkan

Page 9: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

5

efek yang berbeda pada komunitas sasaran,

Pressman dan Wilavsky dalam Parsons

(2008: 468) mengungkapkan bahwa Model

rasional top down berisi gagasan bahwa

“implementasi adalah menjadikan orang

melakukan apa-apa yang diperintahkan, dan

mengontrol urutan tahapan dalam sebuah

sistem”. Begitu juga yang diungkapkan oleh

Kusumanegara dan Nugroho (2010) yang

melihat bahwa pendekatan top down hanya

terfokus pada urusan birokrasi untuk

melaksanakan keputusan politik semata dan

mengesampingkan interaksi serta perasaan

manusia. Lebih dalam Fermana (2009) dan

Parsons (2008) menyatakan bahwa dalam

relasi sosial yang koersif yang membahas

tentang siapa objek keputusan, paradigam

top-down gagal menciptakan keadilan sosial

bagi seluruh masyarakat karena

keputusannya yang bersifat tirani dan elitis.

Dengan penekanan terlalu banyak dikenakan

pada definisi tujuan yang ditentukan dari

atas, bukan pada peran pekerja di lapangan.

Hal ini tentu saja berbeda dengan

penggunaan pendekatan Bottom-Up,

sebagaimana yang diungkapkan oleh

Parsons (2008), Kusumanegara (2010), dan

Nugroho (2010) bahwa pendekatan bottom-

up merupakan pendekatan yang lebih

preskriptif serta mengedepankan unsur

desentralisasi dalam pelaksanaan program

dan sudah menjadi keharusan suatu

kebijakan publik yang menganut model

demokrasi dirumuskan dari bawah (bottom

up) sehingga pada nantinya lebih

memungkinkan munculnya pemberdayaan

terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai

target dari keputusan.

Implementasi kebijakan pada

komunitas Suku Laut tercatat berdasarkan

data Depsos RI tahun 2006 yang

dimutakhirkan tahun 2008 menunjukkan

bahwa suku laut yang merupakan Komunitas

Adat terpencil (KAT) berada di pulau Bertam

Desa Kasu Kecamatan Belakang Padang

Kota Batam tercatat “sudah diberdayakan”,

dengan pelaksanaan program dari awal

tahun 1989/1990 sampai akhir tahun

1993/1994. Pemutakhiran menunjukkan

bahwa program yang semula cenderung

bersifat top down (PKSMT) serta merta

dikategorikan sebagai program bersifat

bottom up (PKAT).

Pudarnya Tradisi Budaya Kesenian “Silat Jung dan Joget”.

Suku laut merupakan bangsa yang

maju (Neolithicum) bagian dari kelompok

etnis (indigenous People) sebagai penduduk

asli yang menempati wilayah perairan Batam

mampu bertahan hidup selama berabad-

abad lamanya dengan nilai-nilai tradisi yang

diwariskan secara turun-temurun dan

melekat pada kehidupan sehari-hari.

Pelibatan tradisi budaya komunitas dapat

memperkuat budaya pribumi/asli yang secara

efektif membantu mereka untuk memiliki

kendali nyata terhadap masyarakat mereka

sendiri. Partisipasi budaya juga sebagai cara

penting untuk membangun modal sosial,

memperkuat masyarakat, dan menegaskan

identitas, sebagaimana diungkapkan oleh Ife

dan Tesoriero (2008). Demikian juga yang

Page 10: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

6

diungkapkan Putnam dalam Suharto (2008:

98) bahwa “modal sosial tidak akan habis jika

dipergunakan, melainkan semakin

meningkat. Rusaknya modal sosial lebih

sering disebabkan bukan karena dipakai,

melainkan karena ia tidak dipergunakan”.

Yang terjadi pada komunitas Suku Laut

di pulau Bertam terkait aspek budaya saat ini

adalah mulai pudarnya budaya tradisi dalam

hal ini kesenian diantaranya Silat, Jung, dan

joget yang semula melembaga dalam

kehidupan mereka sebagai media hiburan

tempat warga melepas lelah setelah seharian

berada di laut mencari tangkapan ikan. Salah

satu tradisi yang masih ada pada saat ini

adalah “Joget” namun demikian juga

mengalami pergeseran dari tata cara dan

peralatan yang digunakan. Jika sebelumnya

Joget merupakan media hiburan gratis

komunitas Suku Laut pada saat ini berubah

menjadi media hiburan yang bisa mendorong

warga untuk berperilaku hidup boros.

Pertunjukkan “Joget” dilakukan oleh 10

penari yang kesemuanya masih dalam usia

remaja dan berasal dari luar pulau Bertam

dengan iringan musik modern yang

menghentak dan tidak ada ketentuan serta

aturan baku bagaimana penari harus

menggerakkan badan. Kebiasaan ini

dilakukan warga tiga bulan sekali sebagai

hiburan pelepas lelah setelah seharian

mencari ikan. Karenanya biasanya dimulai

dari jam 24.00 WIB setelah beberapa saat

para warga pulang melaut dan berakhir pada

jam 02.00 WIB atau kurang lebih 2 jam.

Untuk sekali goyang warga harus

mengeluarkan biaya Rp. 4.000,- dengan

durasi waktu kurang lebih 5 menit. Sehingga

pengeluaran keseluruhan warga untuk sekali

pergelaran Joget adalah {(2x60 menit)/5

menit} x Rp. 4.000,- x 10 penari, atau kurang

lebih Rp. 960.000,- dan selama 1 tahun maka

dapat terkumpul dana kurang lebih sebesar

Rp. 3.840.000,-. Ife dan tesoriero (2008)

sendiri menyebutnya sebagai komodifikasi

budaya.

Selain itu dampak langsung yang

bersifat negatif yang dapat dilihat dari aspek

budaya adalah munculnya sikap

ketergantungan warga Bertam terhadap

bantuan. Sifat ketergantungan muncul

diakibatkan karena pandangan negatif

pelaksana terhadap komunitas Suku Laut,

akibatnya pelaksana program cenderung

memanjakan warga dengan bantuan yang

bersifat amal (charity). Program-program

yang bersifat insidental (one shot

programme) ataupun amal (charity)

merupakan program yang kurang dapat

dilihat manfaatnya dalam jangka panjang,

sebagaimana yang diungkap oleh Adi (2008).

Ketergantungan sendiri bukanlah merupakan

tujuan dari sebuah kebijakan publik

sebagaimana pendapat Nugroho (2006: 22)

bahwa kebijakan publik yang terbaik adalah

mendorong setiap warga masyarakat untuk

membangun daya saing masing-masing, dan

bukan semakin menjerumuskannya ke dalam

pola ketergantungan”.

Sifat ketergantungan ini di sebabkan

salah satunya karena pada saat proses

pelaksanaan program warga terbiasa untuk

menerima bantuan yang cenderung bersifat

amal, akibatnya ketika terminasi

Page 11: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

7

dilaksanakan yang menandakan bahwa

program telah berakhir serta menandakan

pula bahwa segala pembangunan sarana

dan prasarana, bantuan yang diperoleh

warga juga terhenti. Dengan selesainya

program PKAT untuk komunitas Suku Laut di

Bertam, maka FKKS Batam tidak lagi

bertanggung jawab terhadap

keberlangsungan (sustainable) program

tersebut. Untuk selanjutnya program

pembangunan bagi warga Bertam akan

disesuaikan dengan mekanisme penyaluran

program pembangunan dari pemerintah atau

melalui MUSRENBANG. Sedangkan

mekanisme MUSRENBANG menghendaki

adanya usulan akan perioritas kebutuhan

warga yang berasal dari warga setempat

dengan prasyarat adanya proposal analisis

prioritas kebutuhan. Kondisi ini tentu saja

mempersulit warga Bertam, hal ini

disebabkan mayoritas warga khususnya

orang tua tidak memiliki kemampuan

membaca dan berhitung sehingga untuk

memenuhi prasyarat tersebut adalah suatu

hal yang sulit dilaksanakan.

Keadaan tersebut terjadi salah satunya

juga akibat disfungsi ketua RT yang

disebabkan oleh kesehatan dan fisik

pelaksana yang sudah tidak lagi dapat

menjalankan kewajibannya sebagai Ketua

Rukun Tetangga. Aparat pemerintah

setempat yang kurang peduli dengan situasi

dan kondisi warga di pulau Bertam

menyebabkan permasalahan disfungsi ini

menjadi berlarut-larut belum ada

penyelesaian. Akibat lebih lanjut

menunjukkan bahwa belum ada warga yang

menerima bantuan modal usaha untuk

pemberdayaan ekonomi produktif,

sebagaimana diungkap oleh salah satu

Informan yang merupakan Kabid

Pemberdayaan Masyarakat Dinas

Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi

dan Usaha Kecil Menengah Kota Batam.

Hal secara tidak langsung

menunjukkan bahwa dalam evaluasi

pelaksanaan kegiatan sebelum terminasi

dilaksanakan, pelaksana belum

mengikutsertakan warga dan kurang

mempertimbangkan kualitas SDM dari

komunitas sasaran. Adi (2008: 252) bahwa

“Evaluasi sebagai proses pengawasan dari

warga dan petugas terhadap program yang

sedang berjalan pada pengembangan

masyarakat sebaiknya dilakukan dengan

melibatkan warga, karena dengan

keterlibatan warga diharapkan akan

terbentuk suatu sistem dalam komunitas

untuk melakukan pengawasan secara

internal sehingga dalam jangka panjang

diharapkan akan membentuk suatu sistem

dalam masyarakat yang lebih “mandiri”

dengan memanfaatkan sumber daya yang

ada”. Jika dalam pelaksanaan evaluasi tanpa

melibatkan komunitas sasaran akibat

selanjutnya dalam jangka panjang adalah

belum dapat memunculkan kemandirian

warga dan yang ada lebih cenderung pada

ketergantungan.

Akibat lebih lanjut yaitu kurang

menumbuhkan sikap kesadaran untuk

menjaga dan memiliki sarana dan prasana

yang diperoleh pada saat proses

pelaksanaan program. Hal ini dapat dilihat

Page 12: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

8

dari kurang terjaga dan terawatnya sarana

dan prasarana hidup yang diperoleh warga

Bertam diantaranya, kondisi rumah yang

mulai banyak yang lapuk bahkan beberapa

telah roboh, jembatan (pelantar) dan yetti

(dermaga) yang sudah mulai lapuk dan

berlubang, modem sebagai alat listrik tenaga

surya yang mulai rusak dan tidak bisa

digunakan, bangunan ruang serba guna yang

sudah roboh, ruang kesehatan yang mulai

rusak tidak lagi digunakan, monumen perahu

yang sudah tidak lagi berada ditempatnya,

dan juga rumah yang dibangun di darat yang

semuanya roboh tinggal puing-puing.

Adanya sifat ketergantungan serta

kualitas SDM yang rendah dan didorong oleh

kurangnya perhatian pemerintah setempat

terhadap kebutuhan warga Bertam

menyebabkan munculnya mobilitas warga

Bertam yang dilakukan dengan pindah dari

permukiman Bertam ke tempat yang lain,

diantaranya ke pulau Lingga juga pulau

Batam, atau juga kembali menjalani

kehidupan sebagai Suku Laut yang nomaden

di lautan

Kondisi ini secara tidak langsung

menegaskan munculnya dampak negatif dari

aspek budaya yang terjadi akibat dari

pelaksanaan program PKAT khususnya bagi

Komunitas Suku Laut yang ada di pulau

Bertam-Kota Batam.

Lingkungan Yang Semakin Tercemar

Penggunaan model rumah semi

permanen di darat dengan pancang-pancang

kayu sebagai penyangga rumah serta model

Mandi Cuci Kakus (MCK) yang langsung

terbuang di laut memicu adanya kebiasaan

warga yang membuang sampah

sembarangan. Kebiasaan ini menyebabkan

lingkungan menjadi kotor, karena sampah

yang dibuang tidak bisa terbawa arus laut

sehingga pada saat air surut tiba, sampah

masih tertinggal di kolong-kolong rumah

tersangkut oleh pancang-pancang

penyangga.

Kondisi ini secara tidak langsung

menyebabkan pencemaran lingkungan.

sedangkan lingkungan merupakan salah satu

modal yang oleh Adi (2008) disebut

environmental capital sebagai aset komunitas

yang mendukung pengembangan

masyarakat. Lingkungan yang tercemar

berakibat buruk pada kondisi kesehatan

warga, atau dapat dikatakan merupakan

dampak negatif dari lingkungan.

Menurunnya Hasil Tangkapan Yang Berpengaruh Pada Pendapatan

Data hasil penelitian menunjukkan

adanya polusi di perairan Batam yang

diakibatkan oleh limbah dari industri

perkapalan yang ada di sekitar pulau Batam.

Jarak yang relatif dekat antara pulau Batam

dan pulau Bertam menyebabkan polusi yang

ada sampai pada perairan di pulau Bertam.

Akibat lebih lanjut dari polusi ini adalah

berkurangnya habitat ikan sehingga

mempengaruhi hasil tangkapan warga

Bertam, yang secara langsung berpengaruh

pada pendapatan.

Mengingat pekerjaan utama mayoritas

warga Bertam adalah nelayan sehingga

pendapatan mereka sangat tergantung pada

Page 13: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

9

hasil tangkapan ikan. Kondisi ini juga

menunjukkan bahwa dalam study kelayakan

untuk menentukan lokasi permukiman yang

dilaksanakan pada saat persiapan belum

mempertimbangkan kondisi lingkungan di

sekitar pulau Bertam yang dapat berakibat

terhadap kehidupan warga di masa yang

datang. Dengan semakin sedikitnya

tangkapan ikan di perairan Bertam dan

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman

sebelum bermukim di Bertam membuat

sebagian besar warga melakukan kegiatan

“Bertandang”.

Kegiatan bertandang dilakukan warga

selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan

untuk mencari ikan di sekitar perairan

kepulauan Riau dengan membawa serta

isteri juga anak mereka tak kecuali mereka

yang masih dalam bangku sekolah. Akibat

dari kegiatan ini lebih lanjut anak menjadi

membolos sehingga berpengaruh pada

proses belajar mengajar.

Kesadaran Hak Kepemilikan Tanah

Munculnya kesadaran warga Bertam

atas kepemilikan tanah yang didorong oleh

adanya kekhawatiran warga Bertam

menyangkut legalitas secara hukum

kepemilikan tanah sebagai akibat dari

mayoritas warga yang belum memiliki

Sertifikat Kepemilikan Tanah. Kepemilikan

pulau Bertam secara umum terbagi atas dua

warga yaitu bagian muka atau lokasi dimana

permukiman berdiri yang merupakan milik

sebagian warga Bertam dan hutan yang

didalamnya terdapat perkebunan karet

merupakan milik warga dari pulau Kasu

(pulau tetangga), dimana kepemilikan

pertama atas tanah ada pada warga Kasu

baru kemudian menyusul didirikan

permukiman warga Bertam. Seperti yang

diungkapkan oleh Ife dan tesoriero bahwa Isu

yang sering muncul diseputar masyarakat

adat adalah tanah dan spiritualitas (2008).

Pernyataan tersebut secara tidak langsung

menunjukkan bahwa pelaksana kurang peka

dengan isu-isu sentral seputar komunitas

adat akibatnya pada saat program

direncanakan dan diformulasikan, pelaksana

program cenderung tidak mempertimbangkan

aspek penilaian akan keberlanjutan kegiatan

dari program yang dilaksanakan.

Munculnya Sikap Mengharap Akan Imbalan Tanpa Kerja Keras

Dampak tidak langsung dari program

PKAT pada Komunitas Suku Laut yang ada

di pulau Bertam adalah pemasukan sumber

daya bagi Organisasi FKKS Batam serta

perbaikan kualitas hidup dari petugas

pendamping (Community Worker) pada saat

pelaksanaan program berlangsung.

Keberhasilan FKKS Batam menyelesaikan

pelaksanaan program PKAT memberikan

manfaat pada penambahan pemasukan

sumber daya bagi opersionalisasi kegiatan,

terutama berasal dari kepercayaan lembaga/

organisasi yang mempunyai tujuan yang

sama sehingga secara tidak langsung dapat

meningkatkan eksistensi organisasi.

Namun demikian bahwa kegiatan

mempromosikan komunitas Suku Laut yang

ada di Bertam oleh FKKS Batam juga

memicu munculnya sikap mengharap akan

Page 14: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

10

imbalan tanpa kerja keras, yang disebabkan

oleh adanya kesadaran warga Bertam bahwa

dirinya mempunyai nilai jual tinggi yang dapat

menghasilkan uang, atau dapat dikatakan

memicu munculnya dampak negatif aspek

budaya.

Kesimpulan

Sebagai sebuah model

pengembangan masyarakat, pelaksanaan

program PKAT pada komunitas Suku Laut di

pulau Bertam-Kota Batam memiliki

kelemahan mendasar yaitu pelaksanaan

program tidak mempertimbangkan pada

analisis kebutuhan (need assessment)

komunitas sasaran, disamping juga

mengesampingkan aspek budaya, adat dan

istiadat komunitas sasaran serta didukung

dengan kualitas sumber daya manusia yang

rendah ditunjukkan dengan tingkat buta huruf

yang tinggi menyebabkan Partisipasi

komunitas sasaran masih terbatas pada

Partisipasi Incentive (Participation for

Material Incentive) pada level fase

“menenangkan” atau masuk dalam kategori

“tokenisme”7. Tokenisme dalam keadaan

terburuk akan membuat orang-orang yang

tak berdaya semakin tak berdaya dan

terasing. Akibatnya saat ini komunitas suku

laut yang ada di pulau Bertam menjadi

kurang berkembang. Yang ditandai dengan

adanya mobilitas warga baik pindah ke pulau

7 Tokenisme dalam Ife dan Tesoriero (2008)

merupakan praktek memberikan kebaikan-hati secara

resmi kepada wakil kelompok-kelompok khusus dalam

masyarakat hanya untuk tujuan menghasilkan suatu

penampilan yang jujur/adil.

lain atau kembali menjalani kehidupan

sebagai sea nomads.

Deskripsi singkat dampak

pelaksanaan program PKAT pada komunitas

Suku Laut di pulau Bertam dapat dilihat

sebagaimana gambar dibawah ini:

Page 15: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

11

Gambar 2. Skema Dampak Program PKAT pada Komunitas Suku Laut di Pulau Bertam-

Kota Batam

Daftar Pustaka

Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Arba, Syarofin dan Rahman, Abdul. (2002). Menantang Gelombang Kehidupan Suku Laut Di Pulau Bertam Perairan Batam. Batam: Pustaka Dinamika.

Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. (2005). Pengembangan Model Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI.

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2004). Profil Keberhasilan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada 12 Provinsi. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Departemen Sosial RI.

Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. (2008). Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community Development (Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M.

Dampak

Program

Suku Laut Bertam

Kahidupan Stabil di permukiman

(terhindar cuaca yang mengancam jiwa,

↑ pendidikan anak, adapatasi kondisi

tubuh)

Tidak Langsung-di Luar

Suku Laut Bertam

- Mulai pudar bahkan hilang sebagian adat

istiadat budaya (Jung, Silat & Joget)

- Munculnya sikap ketergantungan akan

bantuan

- Mobilitas Warga (Menetap ditempat lain/

kembali nomaden

Munculnya kesadaran akan hak

milik tanah

(aspek keberlanjutan tidak

diperhitungkan dalam rencana

&formulasi pada saat pelaksanaan

program)

Menurunnya

Tangkapan ikan

(pencemaran

lingkungan)

Sosial &Politik

Budaya

Ekonomi

Personal/Spiritual

+

+

Masukan

sumber Daya

FKKS/ KKKS

Batam

+

Lingkungan

Pencemaran

Lingkungan

(membuang sampah

sembarangan)

Bertandang

(menambah

pendapatan, anak

tidak sekolah)

+

Page 16: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

12

Nursyahid, Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Indihono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Jogyakarta: Gava Media.

Nugroho D, Riant. (2006). Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang Model-Model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Suharto, Edi. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik-Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan (welfare state) di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Direktorat Bina Masyarakat Terasing. (1987). Pola Pembinaan Kesejahteraan Sosial Suku Laut di Batam. Jakarta: Direktorat Bina Masyarakat Terasing Ditjen BINKESOS-Departemen Sosial RI.

Direktorat Bina Masarakat Terasing. (1988). Ringkasan Laporan Pendataan Masyarakat

Terasing Di Daerah Perbatasan Riau. Jakarta: Direktorat bina Masyarakat Terasing Ditjen BINKESOS- Departemen Sosial RI.

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2002). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2009 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil dan Keputusan Menteri sosial Republik Indonesia Nomor: 06/PENGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil-Derektorat Jenderal Pemberdayaan Sosial-Departemen Sosial RI.

Direktorat Pemberdaaan Komunitas Adat Terpencil. (2008). Data Persebaran Komunitas Adat Terpencil tahun 2006 yang Dimutakhirkan Tahun 2008. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

Page 17: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

13

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN

Oleh:

Meilanny Budiarti S. & Santoso Tri Raharjo

Abstrak

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu bagian dari Corporate Responsibility sehingga diminta atau tidak dan ada aturan atau tidak terkait dengan pelaksanaan CSR, pihak perusahaan akan tetap melakukan kegiatan CSR kepada masyarakat lokal.

Eksistensi perusahaan berpotensi besar mengubah lingkungan masyarakat, baik ke arah negatif maupun positif. Dengan demikian perusahaan perlu mencegah timbulnya dampak negatif, karena hal tersebut dapat memicu konflik dengan masyarakat, yang selanjutnya dapat mengganggu jalannya perusahaan dan aktifitas masyarakat.

Berbagai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat berdirinya suatu kawasan industri, mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab kepada publik khususnya masyarakat di sekitar wilayah perusahaan melalui aktivitas yang nyata sehingga dalam pelaksanaan kegiatan CSR, perusahaan harus berhati-hati dan dilakukan dengan cara-cara yang benar agar tidak memperkuat kondisi relasi ketergantungan dari masyarakat akan kehadiran perusahaan.

Kata kunci:

CSR, tanggung jawab sosial, perusahaan, persepsi perusahaan, masyarakat

A. PENDAHULUAN

Masyarakat memiliki local wisdom

yang berbeda di setiap daerah, sehingga

program-program tanggung jawab sosial

perusahaan harus disesuaikan dengan

kondisi masyarakat setempat tersebut. Hal

tersebut sebagai konsekuensi

keberadaannya perusahaan sebagai ‘agent

of development’ di tengah-tengah

masyarakat. Dengan demikian, sangat

penting bagi perusahaan untuk mengetahui

kondisi-kondisi sosial budaya masyarakat

sekitar.

Kegiatan-kegiatan tanggung jawab

sosial (corporate social responsibility)

perusahaan dengan demikian membutuhkan

pemahaman yang baik dan mendalam

mengenai kondisi masyarakat setempat

dimana kegiatan corporate social

responsibility (CSR) perusahaan tersebut

diwujudkan. Peran serta masyarakat dan

stakeholder menjadi penting untuk dilibatkan

dalam pelaksanaan kegiatan CSR tersebut.

Kegiatan CSR bagi masyarakat merupakan

suatu proses yang bergerak dan bertalian

dengan sumber-sumber yang ada di

masyarakat, yang saat ini mulai

Page 18: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

14

dimanfaatkan secara maksimal oleh

perusahaan.

Di sisi lain, tanggung jawab sosial

merupakan salah satu bagian dari corporate

responsibility sehingga diminta atau tidak dan

ada aturan atau tidak terkait dengan

pelaksanaan corporate social responsibility

(CSR), pihak perusahaan akan tetap

melakukan kegiatan CSR kepada

masyarakat lokal. Namun, pada praktiknya,

program CSR yang dilakukan oleh

perusahaan masih banyak yang cenderung

ditujukan untuk ‘meredam’ munculnya gejolak

atau konflik antara masyarakat dengan

perusahaan.

Pelaksanaan otonomi daerah juga

memunculkan persoalan tersendiri yang

harus dihadapi oleh perusahaan

multinasional di daerah. Seiring pula dengan

meningkatnya kesadaran masyarakat akan

hak-haknya untuk turut serta mengatur

penyelenggaraan negara, masyarakat mulai

ingin memperoleh manfaat dari keberadaan

perusahaan yang beroperasi di daerahnya.

Hal ini didukung oleh tuntutan penerapan

konsep CSR baik secara lokal melalui

berbagai aksi masyarakat, secara nasional

melalui legitimasi hukum, serta iklim

perindustrian di seluruh penjuru dunia.

Dalam penerapan CSR oleh

perusahaan, perlu hati-hati dan cara-cara

yang benar agar tidak memperkuat kondisi

relasi ketergantungan dari masyarakat akan

kehadiran perusahaan. Keuntungan-

keuntungan yang secara otomatis didapat

dari pelaksanaan kegiatan CSR bagi

masyarakat di sini adalah adanya

pengurangan resiko, meningkatnya good will,

mengurangi biaya, membangun sumber daya

manusia, serta meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

B. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Penerapan kegiatan corporate social

responsibility didasarkan pada banyak alasan

dan tuntutan, sebagai paduan antara faktor

internal dan eksternal. Sebagaimana

dijelaskan lebih jauh oleh Frynas (2009) yang

melihat bahwa pertimbangan perusahaan

untuk melakukan kegiatan CSR antara lain

umumnya karena alasan-alasan berikut:

1) Untuk memenuhi regulasi, hukum dan aturan

2) Sebagai investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif

3) Bagian dari strategi bisnis perusahaan

4) Untuk memperoleh licence to operate dari masyarakat setempat

5) Bagian dari risk management perusahaan untuk meredam dan menghindari konflik sosial

Terkait dengan batasan mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan atau

Corporate Social Responsibility (CSR) yang

dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda,

sesuai dengan sudut pandang dan

pemahaman masing-masing mengenai CSR.

Namun demikian perlu dikemukakan

beberapa definisi, sebagai koridor dan

memagari kajian mengenai CSR. Berikut

definisi CSR yang dikemukakan oleh

Pemerintah Inggris:

Page 19: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

15

“The voluntary actions that business can take, over and above compliance with minimum requirements, to address both its own competitive interest and interests of wider society” (www.csr.gov.uk UK Government)

Lebih lanjut World Business Council and

Sustainability Development (WBCSD),

memberikan pengertian tanggung jawab

sosial perusahaan sebagai berikut:

“The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”(WBCSD, 1999, Business Association)

Pendapat tanggung jawab sosial lainnya dikemukakan dalam www.csr-asia.com, sebagai berikut:

“A company’s commitment to operating in an economically, socially, and environmentally sustainable manner while balancing the interests of the diverse stakeholders”(www.csr-asia.com, social enterprise)

Definisi-definisi tersebut menunjukkan

adanya keragaman dalam mengartikan dan

mengimplementasikan CSR, sehingga,

hingga saat ini tidak ada terdapat

kesepakatan mengenai batasan tanggung

jawab sosial perusahaan (McWilliams, et.al,

dalam Radyati, M.R. & Nindita. 2008).

Namun demikian terdapat suatu pemahaman

yang sama di masyarakat Eropa mengenai

CSR, sebagaimana pernyataan berikut:

“There is broad agreement in Europe on the definition of CSR as a concept whereby companies integrate social and environmental concerns – on a voluntary basis- into their business

operations as well as their interactions with stakeholders”.(European Communities 2007)

Berdasarkan definisi-definisi tersebut

dapat ditarik inti bahwa CSR merupakan

konsep sebagai berikut:

1) Perusahaan harus mempunyai perhatian terhadap persoalan sosial dan lingkungannya

2) Berdasarkan prinsip sukarela 3) Kegiatan bisnis dan interaksi dengan

pemangku kepentingan harus memperhatikan persoalan sosial dan lingkungan

Setidaknya ada 2 (dua) landasan

berkenaan dengan corporate social

responsibility (CSR) yaitu berasal dari etika

bisnis (bisa berdasarkan agama, budaya atau

etika kebaikan lainnya) dan dimensi sosial

dari aktivitas bisnis. CSR atau sering

diartikan sebagai “being socially responsible”

jelas merupakan suatu cara-cara yang

berbeda untuk orang yang berbeda dalam

negara yang berbeda pula. Artinya

penerapan CSR di masing-masing negara

harus disesuaikan dengan konteks sosial dan

lingkungannya. Sehingga perlu kehati-hatian

dalam menerapkan konsep CSR dari negara-

negara maju di negara-negara yang sedang

berkembang (Frynas, 2009).

Blowfield dan Frynas (2005)

mengibaratkan CSR sebagai sebuah

‘payung’ bagi beragam teori dan praktek

yang mengakui dan memahami persoalan-

persoalan berikut:

1) Bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan alam, yang terkadang lebih jauh lagi

Page 20: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

16

sekedar memenuhi aspek legal dan pertanggungjawaban individual.

2) Bahwa perusahaan memiliki suatu tanggung jawab untuk berperilaku dengan siapa mereka melakukan bisnis.

3) Bahwa bisnis harus (perlu) mengelola hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, dengan alasan komersial atau untuk nilai tambah terhadap masyarakat.

Sebagai konsep ‘payung’ maka menjadi hal

yang lumrah ketika melihat banyak dan

beragamnya pengertian dan pemahaman

mengenai CSR, memunculkan banyak

interpretasi mengenai CSR sebagaimana

yang dikemukakan oleh Ameshi and Adi,

2007 dan dikutip oleh Frynas (2009:5), yaitu:

1) Etika dan moralitas bisnis 2) Akuntabilitas perusahaan 3) Corporate citizenship (perusahaan

warga) 4) Bantuan dan pilantropi perusahaan 5) Perusahaan hijau dan pemasaran

hijau 6) Manajemen keragaman 7) Tanggungjawab lingkungan 8) Hak asasi manusia 9) Rantai manajemen pembelian dan

penyediaan yang bertanggungjawab 10) Investasi sosial yang bertanggung

jawab 11) Perjanjian (kesepakatan) stakeholder 12) Keberlanjutan

Sementara itu, Garriga & Mele (2004:

51-71) mencoba memetakan konsep-konsep

CSR ke dalam empat kelompok besar,

sebagai berikut:

1) Kelompok pertama yang berasumsi bahwa perusahaan adalah instrumen untuk menciptakan kesejahteraan dan bahwa ini merupakan satu-satunya tanggung jawab sosial. Hanya aspek ekonomi dari interaksi antara bisnis dan masyarakat yang dipertimbangkan. Jadi sekiranya terdapat aktivitas sosial yang diterima,

jika dan hanya jika hal tersebut konsisten dengan penciptaan kesejahteraan. Kelompok teori ini dapat disebut instrumental theories karena mereka memahami CSR sebagai alat belaka untuk memperoleh keuntungan.

2) Kelompok kedua yang melihat kekuatan sosial dari perusahaan yang menjadi tekanan, khususnya dalam hubungannya dengan masyarakat dan tanggung jawabnya dalam arena politis berkaitan dengan kekuatan ini. Hal tersebut mengarahkan perusahaan untuk menerima tugas-tugas dan hak-hak sosial atau berpartisipasi dalam kerjasama sosial tertentu. Kita dapat menyebut kelompok ini dengan political theories.

3) Kelompok ketiga termasuk teori-teori yang mempertimbangkan bisnis seharusnya to integrate tuntutan sosial. Biasanya berpendapat bahwa bisnis tergantung pada masyarakat untuk kelanjutan dan pertumbuhannya, bahkan untuk keberadaan bisnisnya sendiri. Kelompok ini adalah integrative theories.

4) Kelompok keempat teori dari pemahaman hubungan antara bisnis dan masyarakat adalah penanaman nilai-nilai etis. Hal tersebut mengarahkan visi CSR dari suatu perspektif etis dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus menerima tanggung jawab sosial sebagai sebuah kewajiban etis di atas pertimbangan lainnya. kelompok ini disebut dengan ethical theories

1. Instrumental CSR

Kelompok pertama, kelompok

instrumental theories, menganggap bahwa

CSR atau kegiatan sosial adalah sebuah alat

untuk mencapai tujuan ekonomi yang pada

akhirnya adalah menghasilkan kekayaan.

Pendekatan instrumental theories ini

didukung oleh pandangan yang diungkapkan

oleh Friedman (1970) bahwa satu-satunya

Page 21: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

17

tanggung jawab bisnis kepada masyarakat

adalah memaksimalkan profit untuk para

pemegang saham, sesuai dengan kerangka

hukum dan kebiasaan etika dari negara

tempat bisnis tersebut berada. Kelompok

teori ini kemudian banyak diakui dan diterima

oleh perusahaan, bahkan banyak

perusahaan yang melakukan program CSR

dengan menggunakan dasar teori ini.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Windsor (2001: hal. 226) bahwa “a leit-motiv

of wealth creation progressively dominates

the managerial conception of responsibility”.

Ada tiga tujuan ekonomi yang

kemudian dapat diidentifikasi dari kelompok

instrumental theories ini menurut Garriga &

Mele (2004: 53) yaitu maximization of

shareholder value; the strategic goal of

achieving competitive advantages; dan

cause-related marketing. Dalam tujuan

maximization of shareholder value, Garriga &

Mele (2004) menjelasan bahwa investasi

untuk menjawab tuntutan sosial yang akan

meningkatkan nilai para investor dimata

masyarakat harus dilakukan, sedangkan jika

tuntutan sosial tersebut mengakibatkan

kerugian bagi perusahaan, maka investasi

tersebut seharusnya ditolak. Konsep ini

memuat tujuan untuk pencarian nilai atau

value-seeking atau long-term values

maximization sebagai tujuan utamanya dan

pada saat yang bersamaan, tujuan ini

digunakan sebagai kriteria dalam transaksi

penting diantara para pemangku kepentingan

(Jensen, 2000; Garriga & Mele, 2004).

Dalam tujuan the strategic goal of

achieving competitive advantages,

perusahaan fokus kepada bagaimana

mengalokasikan sumber daya untuk

mencapai tujuan sosial jangka panjang dan

menciptakan keuntungan yang kompetitif. Hal

ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Husted & Allen, 2000, yang dikutip oleh

Garriga & Mele (2004:54) “…focused on how

to allocate resources in order to achieve long-

term social objectives and create competitive

advantage”. Ada tiga pendekatan yang dapat

digunakan dalam mencapai tujuan tersebut,

yaitu social investments in a competitive

context melalui philanthropic activities;

natural resource-based view of the firm and

dynamic capabilities melalui unique interplay

of human, organizational and physical

resources over time; dan strategies for the

bottom of the economic pyramid melalui

disruptive innovations (Garriga & Mele, 2004;

Porter & Kramer, 2002; Christensen, et al.,

2001; Christensen & Overdorf, 2000; Barney,

1991; Wernerfelt, 1984).

Cause-related marketing, merupakan

sebuah proses kegiatan pemasaran

perusahaan yang menghasilkan keuntungan

melalui adanya pertukaran yang

menguntungkan yang sesuai dengan tujuan

perusahaan dan juga individual. Misalnya

dengan menjual produk dengan label bebas

pestisida atau non-animal tested. Varadjan &

Menon (1988:60) mendefinisikan cause-

related marketing sebagai:

The process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the

Page 22: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

18

firm to contribute a specified amount to a designated cause when costumers engage in a revenue-providing exchange that satisfy organizational and invididual objectives.

Tujuan dari cause-related marketing

dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan

adalah meningkatkan pendapatan

perusahaan dan penjualan atau hubungan

konsumen dengan membangun merk

perusahaan melalui akuisisi dan asosiasi

dengan dimensi etika atau dimensi tanggung

jawab sosial, sehingga menghasilkan situasi

yang saling menguntungkan, dalam konteks

perusahaan dan sosial (Gerriga & Mele,

2004; Murray & Montanari, 1986;

Varadarajan & Menon, 1988).

2. Politik CSR

Kelompok teori kedua yang dipetakan

oleh Garriga & Mele (2004) adalah kelompok

political theories. Kelompok teori ini

memusatkan perhatiannya pada bagaimana

menggunakan tanggung jawab dari kekuatan

bisnis dalam arena politik. Yang dimaksud

dengan political theories, menurut Garriga &

Mele (2004:55) adalah “a group of CSR

theories and approaches focus on

interactions and connections between

business and society and on the power and

position of business and its inherent

responsibility”. (sekelompok teori-teori dan

pendekatan CSR yang memusatkan

perhatiannya pada interaksi dan koneksi

antara bisnis dan masyarakat dan pada

kekuasaan dan posisi bisnis dan tanggung

jawab yang melekat pada bisnis tersebut).

Ada tiga teori utama yang diungkapkan oleh

Garriga & Mele (2004), yaitu Corporate

Constitutionalism, Integrative Social Contract

Theory dan Corporate Citizenship.

Teori Corporate Constitutionalism

pertama kali dikemukakan oleh Davis (1960).

Ia adalah orang pertama yang berpendapat

bahwa bisnis adalah institusi sosial dan

sehingga bisnis harus menggunakan

kekuasaannya secara bertanggung jawab.

Garriga & Mele (2004:55) mengungkapkan

bahwa Davis (1960) “was one of the first to

explore the role of power that business has in

society and the social impact of this power”.

Kemudian Davis (1960) memperkenalkan

kekuatan bisnis sebagai sebuah elemen baru

dalam debat mengenai CSR. Davis (1960)

menekankan pada pendapat bahwa

tanggung jawab sosial bisnis tergantung

pada kekuasaan sosial yang dimiliki bisnis

tersebut. Hal ini kemudian diperkuat dengan

yang diungkapkan oleh Davis (1967:48)

“social responsibilities of businessmen arise

from the amount of social power that they

have ….the equation of social power

responsibility has to be understood through

the functional role of business and

managers”. Ini berarti bahwa tanggung jawab

sosial kekuasaan dimanifestasikan melalui

peran fungsional bisnis dan manager dalam

masyarakat.

Teori integrative social contract theory

yang diungkapkan oleh Donaldson & Dunfee

(1994, 1999) berawal dari pertimbangan

bahwa ada hubungan antara bisnis dan

masyarakat berdasarkan pada tradisi kontrak

sosial. Kontrak sosial ini kemudian

Page 23: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

19

berimplikasi kepada beberapa kewajiban

tidak langsung dari bisnis untuk masyarakat

(Garriga & Mele, 2004; Prayogo, 2011). Lebih

lanjut, teori ini mengungkapkan sebuah

proses yang memberikan legitimasi kepada

kontrak yang terjadi diantara sistem industri,

departemen, dan ekonomi (Garriga & Mele,

2004). Sementara itu, Prayogo (2011:74)

mengungkapkan bahwa:

Kontrak sosial merupakan kesepakatan yang bersifat “implicit” masyarakat memberikan legitimasi sosial (the right to exist) atas kehadiran korporasi dan sebaliknya manfaat ekonomi yang dihasilkan bisnis harus terdistribusi pula kepada masyarakat (in return for certain benefits).

Sementara itu, teori corporate

citizenship lebih memusatkan perhatiannya

pada hak-hak, tanggung jawab dan

kemungkinan partnership dari bisnis dalam

masyarakat. Sebelumnya, corporate

citizenship selalu dikaitkan dengan “a sense

of belonging to a community” atau rasa

kepemilikan kepada sebuah masyarakat

(Matten, et al., 2003; Wood & Lodgson,

2002), sehingga sudah menjadi hal yang

biasa diantara para manager dan pengelola

bisnis untuk melihat bahwa bisnis perlu

memperhatikan masyarakat tempat bisnis itu

beroperasi. Oleh karena itu, menurut teori ini,

bisnis dipahami sebagai seperti warga

dengan keterlibatan tertentu dalam

masyarakat.

3. Integratif CSR

Kelompok teori ketiga yang

diungkapkan oleh Garriga & Mele (2004)

adalah kelompok integrative theories.

Kelompok ini berpendapat bahwa bisnis

sangat tergantung pada masyarakat untuk

menjaga keberadaan, keberlanjutan dan

perkembangan bisnis tersebut. Integrative

theories memandang pada bagaimana bisnis

mengintegrasikan tuntutan sosial dan

biasanya fokus kepada mendeteksi, mencari

dan memberikan respon kepada tuntutan

sosial untuk mencapai legitimasi sosial,

penerimaan sosial yang lebih tinggi dan

prestige (Garriga & Mele, 2004). Pendekatan

yang diurai dalam kelompok teori ini adalah

issues management, the principle of public

responsibility, stakeholder management dan

corporate social performance (Garriga &

Mele, 2004:58-59).

Issues management menurut Wartick

& Rude (1986:124) diartikan sebagai “the

processes by which the corporation can

identify, evaluate and respond to those social

and political issues which may impact

significantly upon it”. Issues management

merupakan pelebaran dari konsep social

responsiveness yang muncul di tahun 1970-

an (Sethi, 1975). Konsep social

responsiveness ini menekankan pada

pentingnya untuk menutupi gap diantara apa

yang diharapkan oleh masyarakat kepada

perusahaan dan apa yang perusahaan

lakukan secara aktual. Gap ini biasanya ada

dalam zona yang disebut Ackerman

(1973:92) sebagai “zone of discretion (neither

Page 24: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

20

regulated nor illegal nor sanctioned) where

the company receives some unclear signals

from the environment”. Ini berarti bahwa

issues management menekankan pada

proses memberikan respon dari pihak

perusahaan terhadap masalah-masalah

sosial dan bahwa issues management

berfungsi sebagai peringatan dini atas

potensi munculnya ancaman-ancaman

lingkungan dan juga kesempatan-

kesempatan, sehingga dapat meminimalisir

kejutan dari adanya perubahan sosial dan

politik (Garriga & Mele, 2004).

Pendekatan the principle of public

responsibility pertama kali diungkapkan oleh

Preston & Post (1975, 1981). Mereka

menekankan pada kegunaan kata “public”

daripada “social”, untuk menunjukkan pada

pentingnya proses publik dalam

mendefinisikan scope dari tanggung jawab,

daripada pandangan personal-morality atau

berdasarkan minat kelompok tertentu saja

(Garriga & Mele, 2004:58). Preston & Post

dalam Garriga & Mele (2004) berpendapat

bahwa aturan yang sesuai untuk melegitimasi

perilaku manajerial dapat ditemukan dalam

kerangka kebijakan publik yang relevan dan

bahwa kebijakan publik tidak hanya berisi

aturan-autran dan perundang-undangan

tetapi juga mengandung pola yang sangat

luas dari arah sosial yang terefleksikan dalam

opini publik, isu-isu yang muncul, kebutuhan

akan hukum formal dan praktik-praktik

dukungan atau implementasi.

Pendekatan berikutnya adalah

pendekatan stakeholder management.

Pendekatan ini berorientasi kepada para

stakeholders atau pihak-pihak atau orang-

orang yang mempengaruhi dan atau

dipengaruhi oleh kebijakan dan praktik

sebuah perusahaan. Pendekatan

Stakeholder management baru berkembang

secara akademik di akhir tahun 1970-an. Di

tahun 1978, Emshoff & Freeman (Garriga &

Mele, 2004: 59) mempresentasikan dua

prinsip dasar yang memperkuat pendekatan

ini, yaitu achieving maximum cooperation

between entire system of stakeholder groups

and the objectives of the corporation; and

efforts in dealing with issues affecting

multiple stakeholders. Pendekatan ini

mencoba mengintegrasikan kelompok-

kelompok dengan kepentingan-kepentingan

perusahaan ke dalam pembuatan keputusan

managerial (Garriga & Mele, 2004). Di masa

awal munculnya pendekatan ini, banyak

korporasi yang ditekan oleh NGO, aktifis,

masyarakat, pemerintah, media dan

kelompok-kelompok lainnya untuk melakukan

kegiatan yang disebut sebagai responsible

corporate practices (Garriga & Mele,

2004:59). Namun sekarang, berbagai

perusahaan berusaha mencari jawaban dari

berbagai tuntutan sosial melalui dialog

dengan beragam stakeholders. Dialog antar

stakeholder membantu menjawab

pertanyaan mengenai responsiveness dari

perusahaan dalam menerima sinyal yang

kurang jelas dari lingkungan. Kaptein & Van

Tulder (2003:208) menambahkan “this

dialogue not only enhances a company’s

sensitivity to its environment but also

Page 25: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

21

increases the environments understanding of

the dilemmas facing the organization”.

Pendekatan corporate social

performance juga merupakan sebuah

pendekatan yang mencari legitimasi sosial.

Carroll (1979) yang memperkenalkan

pendekatan ini yang terdiri dari 3 elemen,

yaitu definisi dasar dari tanggung jawab

sosial, daftar isu yang memunculkan

tanggung jawab sosial, dan filosofi dari

respon terhadap isu-isu sosial (Garriga &

Mele, 2004). Sementara itu, Wartich &

Cochran (1985) menambahkan pendekatan

Carroll dengan menyarankan bahwa

corporate social involvement mengandung

prinsip-prinsip social responsibility, the

process of social responsiveness and the

policy of issues management (Garriga &

Mele, 2004:60). Perkembangan terkini dari

pendekatan ini kemudian diungkapkan oleh

Wood (1991) yang menyebutkan bahwa

corporate social performance terdiri dari

prinsip-prinsip CSR, proses dari corporate

social responsivenesss dan hasil dari

perilaku perusahaan.

4. Etik CSR

Kelompok teori terakhir untuk

memetakan konsep-konsep CSR adalah

ethical theories. Teori-teori yang tercakup

dalam kelompok ini berperan sebagai perekat

hubungan diantara perusahaan dan

masyarakat. Teori-teori ini merupakan

prinsip-prinsip yang mengungkapkan

mengenai hal-hal yang benar untuk dilakukan

atau hal-hal yang perlu dilakukan untuk

mencapai masyarakat yang sejahtera.

Pendekatan pertama adalah

normative stakeholder theory. Teori ini

menekankan pada perlunya referensi dari

berbagai teori moral yang ada, seperti

misalnya Kantian moral teori, konsep

Libertian, prinsip-prinsip keadilan, dan masih

banyak lagi. Donaldson & Preston (1995: 67)

menyebutkan bahwa stakeholder theory

memiliki inti normative yang berdasarkan

pada dua ide utama, yaitu “(1) stakeholders

are persons or groups with legitimate

interests in procedural and/or substantive

aspects of corporate activity and (2) the

interests of all stakeholders are of intrinsic

values”. Berdasarkan hal tersebut, maka

dalam praktik CSR dengan menggunakan

pendekatan stakeholder teori, etika atau

moral merupakan pusat dari praktik tersebut.

Pendekatan Universal Rights melalui

Hak Asasi Manusia telah diambil sebagai

dasar bagi CSR (Cassel, 2001; Garriga &

Mele, 2004). Kini, banyak tanggung jawab

sosial yang dijalankan dikembangkan dengan

menggunakan pendekatan hak asasi

manusia. Selain hak asasi manusia,

pendekatan ini juga mendasarkan pada hak-

hak buruh dan juga perlindungan lingkungan.

Pendekatan pembangunan

berkelanjutan atau sustainable development

dimasukkan ke dalam kelompok ethical teori

karena konsep pembangunan berkelanjutan

menyebutkan bahwa pembangunan

berkelanjutan bertujuan untuk menjawab

kebutuhan di masa kini tanpa mengancam

Page 26: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

22

kemampuan untuk melindungi generasi

penerus untuk memenuhi kebutuhannya.

Istilah sustainable development muncul pada

tahun 1987 dalam “Brutland Report”. Pada

awalnya, pembangunan berkelanjutan

menitikberatkan pada faktor lingkungan,

namun, World Business Council for

Sustainable Development (2002:2)

menyebutkan bahwa “sustainable

development requires the integration of

social, environmental, and economic

considerations to make balanced judgements

for the long term”. Kaitannya dengan CSR

adalah, seperti yang diungkapkan oleh

Wheeler, et al. (2003:17) bahwa

Sustainability is an ideal toward which society and business can continually strive, the way we strive is by creating value, creating outcomes that are consistent with the ideal of sustainability along social environmental and economic dimensions.

Dengan demikian, secara etika, CSR

perusahaan harus menggunakan pendekatan

“triple bottom line”, yaitu memasukkan aspek

ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga

akan dapat menjamin keberlanjutan

perusahaan tanpa merusak keberlanjutan

lingkungan dan masyarakat.

Pendekatan terakhir dalam kelompok

ethical theories adalah pendekatan common

good (kebajikan umum). Pendekatan ini

merupakan pendekatan klasik yang berakar

pada tradisi Aristotelian yang kemudian

dijadikan referensi kunci untuk etika bisnis

(Smith, 1999; Alford & Naughton, 2002; Mele,

2002). Pendekatan ini menyebutkan bahwa

perusahaan, sebagaimana kelompok sosial

atau individual dalam masyarakat, harus

berkontribusi untuk kebajikan umum, karena

sudah menjadi bagian dari masyarakat.

Perusahaan dapat berkontribusi untuk

kebajikan umum dengan berbagai macam

cara, sebagaimana yang diungkapkan oleh

Garriga & Mele (2004:62):

“….creating wealth, providing goods and services in an efficient and fair way, at the same time respecting the dignity and the inalienable and fundamental rights of the individual”.

Dari uraian sebelumnya, dapat ditarik

benang merah bahwa banyak teori-teori CSR

fokus kepada 4 aspek utama, sebagaimana

yang diungkapkan oleh Garriga & Mele

(2004:65) yaitu: (1) meeting objectives that

produce long-term profits, (2) using business

power in a responsible way, (3) integrating

social demands and (4) contributing to a

good society by doing what is ethically

correct.

Dalam tabel 2.1. dikemukakan secara

ringkas mengenai teori-teori dan pendekatan-

pendekatan yang berkaitan dengan tanggung

jawab sosial perusahaan menurut Garriga

and Mele (2004). Tabel tersebut sekaligus

merangkum penjelasan-penjelasan

sebelumnya, baik teori instrumental, teori

politik, teori integratif dan teori etik mengenai

CSR

Page 27: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

23

Tabel 2.1

Corporate Social Responsibilities Theories and Related Approaches

Jenis Teori Pendekatan Penjelasan Singkat Beberapa Referensi

Kunci

1. Intrumental

theories (fokus

pada pencapaian sasaran ekonomi

melalui aktifitas sosial)

1. Maksimalisasi

nilai shareholder Maksimalisasi nilai jangka

panjang

Friedman (1970),

Jensen (2000)

2. Strategi untuk keuntungan

kompetitif

Investasi sosial dalam

konteks kompetitif Porter and Kramer (2002)

Strategi berdasarkan

pandangan sumber

alami dari perusahaan dan dinamika

kapabilitas perusahaan

Hart (1995), Lizt (1996

Strategi dari dasar

piramida ekonomi

Prahalad and Hammond (2002),

Hart and Christensen (2002), Prahalad

(2003)

3. Caused-related marketing

Pengakuan aktifitas sosial altruistik dimanfaatkan

sebagai alat pemasaran

Varadarajan and Menon (1986), Murray

and Montanari (1986)

2. Political

theories (fokus pada

pemanfaatan tanggung

jawab kekuatan

bisnis dalam

arena politik)

1. Konstitusiona-

lisme perusahaan (Corporate constitutiona-lism)

Tanggung jawab sosial bisnis

muncul dari sejumlah kekuatan sosial yang mereka

Davis (1960, 1967)

2. Teori Kontrak Sosial Integrative

(integrative social contract theories)

Asumsinya bahwa terdapat suatu kontrak sosial antara

perusahaan dan masyarakat

Donaldson & Dunfee (1994, 1999)

3. Corporate (or business) citizenship

Perusahaan dipahami

sebagaimana seorang warga dengan keterlibatan tertentu

dalam komunitas

Wood & Lodgson

(2002), Andriof & McIntosh (2001)

Matten & Crane (in

press)

3. Integrative theories

(fokus integrasi

tuntutan

sosial)

1. Manajemen isu (issues management)

Proses-proses perusahaan merespon isu sosial dan politik

yang mempengaruhinya.

Sethi (1975), Ackerman (1973),

Jones (1980), Vogel (1986), Wartick and

Mahon (1994)

2. Tanggung jawab publik (public responsibility)

Hukum dan adanya proses kebijakan publik diambil

sebagai rujukan untuk kinerja

sosial (social performance)

Preston and Post (1975, 1981)

Page 28: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

24

Lanjutan tabel: Tabel 2.1

3. Manajemen

Pemangku Kepentingan

(stakeholder management)

Kesimbangan para pemangku

kepentingan

Mitchell et.al. (1997),

Agle and Mitchell (1999), Rowley

(1997),

4. Kinerja Sosial

Perusahaan (Corporate social performance)

Mencari legitimasi sosial dan

proses-proses untuk memberi respon yang tepat terhadap

isu-isu sosial

Carrol (1979), Wartick

and Cochran (1985), Wood (1991b),

Swanson (1995)

4. Ethical

theories (fokus pada

sesuatu yang baik untuk

mencapai suatu

masyarakat

yang baik)

1. Teori Normatif

Pemangku Kepentingan

(Stakeholder normative theories)

Pertimbangan tugas-

tugas yang tergadai dari perusahaan. Aplikasinya

membutuhkan rujukan sejumlah teori moral

Freeman (1984, 1994), Evan

and Freeman (1988), Donaldson and Preston

(1995), Freeman and Phillips (2002), Phillips et al.

(2003)

2. Hak-hak Azasi Universal

Kerangkanya berdasarkan hak-hak

azasi manusia, hak buruh

dan penghargaan lingkungan

The Global Sullivan Principles (1999), UN Global

Compact (1999)

3. Pembangunan

Berkelanjutan

Upaya mencapai

pembangunan manusia berdasarkan

pertimbangan saat ini dan generasi masa depan

World Commission on

Environment and Development (Brutland

Report) (1987), Gladwin and Kennelly (1995)

4. The Common good

Berorientasi pada

kebiasaan baik masyarakat

Alford and Naugghton

(2002), Mele (2002) Kaku (1997)

Sumber: Garriga & Mele, 2004: 63-64

.

C. PERSEPSI PERUSAHAAN TERHADAP KEGIATAN CSR

Keberadaan perusaaan di tengah

lingkungan masyarakat berpengaruh

langsung dan tidak langsung terhadap

lingkungan eksternal yaitu masyarakat.

Eksistensi perusahaan berpotensi besar

mengubah lingkungan masyarakat, baik ke

arah negatif maupun positif. Dengan

demikian perusahaan perlu mencegah

timbulnya dampak negatif, karena hal

tersebut dapat memicu konflik dengan

masyarakat, yang selanjutnya dapat

mengganggu jalannya perusahaan dan

aktifitas masyarakat.

Pada dasarnya tidak ada perspektis

teoritis atau metodologi kajian yang dapat

menjelaskan aktifitas CSR secara

memuaskan menjawab semua pertanyaan

(Lockett et al.2006, p.12). Namun demikian

terdapat terdapat dua teori dan satu

perspektif yang berkembang saat ini dalam

CSR sebagaimana yang diungkapkan oleh

Frynas (2009), yaitu:

Page 29: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

25

1) Teori Stakeholder: menekankan

reaksi perusahaan (perseorangan)

dalam konteks hubungan dengan

stakeholder eksternal. Teori ini

menjelaskan respon strategis yang

berbeda dari perusahaan terhadap

tekanan-tekanan sosial walaupun

dalam industri sejenis atau negara

yang sama, berdasarkan pada sifat

hubungan eksternal.

2) Teori Institusional: menekankan daya

adaptif perusahaan secara

kelembagaan (aturan). Teori ini

menjelaskan mengapa perusahaan

dari negara atau industri berbeda

dalam merespon tekanan sosial dan

lingkungan, dan mengapa di negara

yang berbeda-beda dari perusahaan

multinasional yang sama memilih

strategi CSR yang berbeda, sebagai

hasil dari pemberlakuan norma atau

keyakinan nasional.

3) Perspektif Austrian Economics:

perspektif ini menyediakan wawasan

terhadap upaya strategi aktif CSR

dalam perusahaan dengan suatu

perspektif kewirausahaan.

Teori Stakeholder dan Teori

Institusional dapat membantu menjelaskan

bagaimana respon perusahaan terhadap

tekanan kondisi sosial eksternal dan

lingkungan. Namun demikian gagal untuk

menjelaskan pilihan strategi aktif dalam

perusahaan, yaitu mengapa perusahaan

tertentu menggunakan CSR sebagai sebuah

senjata melawan persaingan perusahaan

atau mengapa perusahaan tertentu

mengeluarkan jutaan dolar dalam pembaruan

energy.

Sementara, sebagai sebuah

perspektif, pendekatan Austrian Economic

dapat dipandang sebagai salah satu alternatif

pemikiran yang lebih maju dalam

memandang kegiatan CSR. Dalam kaitan

dengan kewirausahaan sosial sebagai suatu

pendekatan dalam mengatasi persoalan

sosial dan kemasyarakat; maka CSR dapat

sebagai sumber pemecahan masalah sosial

tersebut. Beberapa pemikiran Austrian

Economics mengenai CSR, adalah sebagai

berikut:

1) Wawasan ekonomi dan strategi

manajemen mengusulkan bahwa

strategi CSR dalam perusahaan

harus dipandang sebagai sebuah

keputusan investasi dan sebagai

suatu cara memperoleh keuntungan

kompetitif, sama halnya dengan

putusan-putusan investasi lain yang

harus diambil.

2) Pendekatan CSR yang berbeda dari

Austrian economics berkenaan

dengan tindakan kemanusiaan

bukanlah berdasarkan ‘external

constrains’ sebagai faktor

fundamental pembuatan keputusan.

3) Perspektif Austrian menekankan

peluang ‘future’ dan kewirausahaan

aktif dalam mengidentifikasi masa

depan.

4) Karakteristik utama keberhasilannya

‘capitalist entrepreneurship’; yaitu

Page 30: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

26

bukan pada kemampuan mereka

beraksi kepada sesuatu atau

‘discover’ tuntutan eksternal, tetapi

lebih pada kemampuan mereka

dalam membuat keputusan yang

berhasil tentang masa depan (Frynas,

2009; hal.19-20)

Dilihat dari uraian tersebut, konsep-

konsep dari Austrian economics dapat lebih

berkaitan dengan upaya kewirausahaan

sosial di Indonesia khususnya dalam

penyelesaian permasalahan sosial dan

kemasyarakatan. Sudut pandang

kewirausahaan dalam CSR diharapkan dapat

memainkan peran kunci dalam membentuk

strategi perusahaan memandang

permasalahan sosial dan lingkungan.

Sebagai perbandingan dari ketiga

perpektif teoritis, dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Page 31: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

27

Tabel 2.2.

Perbandingan Perspektif Teoritis Terhadap Strategi CSR

Teori

Institusional Teori Stakeholder Austrian View

Fokus Utama Ketaatan pada aturan dan norma

Hubungan dengan faktor eksternal

Peran kewirausahaan

Determinan Strategi CSR

Hidup dengan konteks kelembagaan berbeda

Ketergantungan relative suatu perusahaan pada stakeholder

Tinjauan masa depan kewirausahaan

Lingkup untuk kebebasan aksi manajemen

Non-choice behavior

Pilihan perilaku terbatas

Pilihan perilaku yang substansial

Sumber: Frynas (2009: 122).

D. PENUTUP

Seluruh perusahaan dituntut untuk

melaksanakan kegiatan CSR tidak lagi

semata-mata bekerja untuk mendapatkan

keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik

modal atau pemegang saham, melainkan

juga memberikan manfaat pada masyarakat

pada umumnya dan pada komunitas sekitar

pada khususnya. Berbagai dampak sosial,

ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat

berdirinya suatu kawasan industri,

mengharuskan perusahaan untuk

bertanggung jawab kepada publik melalui

aktivitas yang nyata.

Namun, di sisi lain, komitmen

masyarakat untuk bermitra dengan

perusahaan dalam rangka kegiatan CSR

masih belum siap. Banyak program kegiatan

CSR yang mengarah untuk pemberdayaan

masyarakat terhenti di tengah jalan atau tidak

sinambung (sustainability). Persoalan teknis

yang menyangkut persyaratan administrasi,

pelaporan manajemen usaha dan

pengelolaan dana nampaknya menjadi

kendala utama kelompok-kelompok usaha

mikro kecil dan menengah (UMKM)

masyarakat.

SUMBER BACAAN:

Ackerman, R.W. 1973. How Companies Respond to Social Demands. Harvard University Review 51(4), hal. 88-98.

Alford, H. & Naughton, M. 2002. Beyond the Shareholder Model of the Firm: Working toward the Common Good of a Business, in S.A. Cortright and M. Naughton (Eds) Rethinking the purpose of Business. Interdisciplinary Essays from the

Page 32: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

28

Catholic Social Tradition. Notre Dame: Notre Dame University Press.

Cassel, D. 2001. Human Rights Business Responsibilities in the Global Marketplace. Business Ethics Quarterly 11(2), hal. 261-274.

Donaldson, T. & Dunfee, T.W. 1994. Towards a Unified Conception of Business Ethics: Integrative Social Contracts Theory. Academy of Management Review 19, hal. 252-284.

Donaldson, T. & Preston, L.E. 1995. The Stakeholder theory of the Corporation: Concepts, Evidence and Implications. Academy of Management Review 20(1), hal. 65-91. Davis, K. 1960. Can Business Afford to Ignore Corporate Social Responsibilities? California Management Review 2, hal. 70-76.

Friedman, M. 1970. The Social Responsibility of Business is to increase its profits. New York Times Magazine, September 13th, pp. 32-33, 122, 126.

Frynas, JG. 2009. Beyond Corporate Social Responsibility, Oil Multinationals and Social Challenges. Cambridge: Cambridge University Press.

Garriga, E & Mele, D. 2004. Corporate Responsibility Theories: Mapping the Territory. Journal of Business Ethic 53: 51-71

Kaptein, M. & Van Tulder, R. 2003. Toward Effective Stakeholder Dialogues. Business and Society Review 108 (summer), hal. 203-225.

Lockett, A., Moon, J. & Wisser, W. 2006. Corporate social responsibility in management research: focus, nature, salience and sources of influence. Journal of Management Studies 43(1), hal. 115-136.

Matten, D., Crane, A. & Chapple, W. 2003. Behind deMask: Revealing the True Face of Corporate Citizenship. Journal of Business Ethics 45(1-2), hal. 109-120.

Mele, D. 2002. Not only Stakeholder Interest. The Firm Oriented toward the

Common Good. Notre Dame: University of Notre Dame Press.

Prayogo, D. 2011. Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan Migas. Jakarta: UI Press.

Preston, L.E. & Post, J.E. 1975. Private Management and Public Policy. The Principle of Public Responsibility. New Jersey: Prentice Hall.

Radyati, M.R. & Nindita. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Yayasan Indonesia Business Links: Jakarta.

Raharjo. Santoso Tri. 2013. Relasi Dinamis Antara Perusahaan Dengan Masyarakat Lokal (Studi Mengenai Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Chevron Geothermal Indonesia, Ltd (CGI) Kepada Masyarakat Lokal Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut). Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran. Bandung

Sethi, S.P. 1975. Dimensions of Corporate Social Performance: An Analytical Framework. California Management Review 17(3), 58-65.

Smith, T.W. 1999. Aristotle on the Condition for and Limits of the Common Good. American Political Science Review 93(3), hal. 625-637.

Wartick, S.L. & Rude, R.E. 1986. Issues Management: Corporate Fad or Corporate Function? California Management Review 29(1), hal. 124-132.

WBCSD. 2002. Corporate Social Responsibility. The WBCSD’s Journey. WBCSD.

Wheeler, D., Colbert, B., & Freeman, R.E. 2003. Focusing on Value: Reconciling Corporate Social Responsibility, Sustainability and a Stakeholder Approach in a Network World. Journal of General Management 28(3), hal 1-29.

Page 33: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

29

Windsor, D. 2001. The Future of Corporate Social Responsibility. International Journal of Organizational Analysis 9 (3), hal. 225-256.

Wood, D.J. 1991. Corporate Social Performance Revisited. Academy of Management Review 16(4), hal. 691-718.

Wood, D.J. & Lodgson, J.M. 2002. Business Citizenship: From Individuals to

Organizations. Business Ethics Quarterly, Ruffin Series, No. 3, hal. 59-94.

Varadarajan, P.R., & Menon, A. 1988. Cause-Related Marketing: A Coalignment of Marketing Strategy and Corporate Philanthropy. Journal of Marketing 52(3), hal 58.

Page 34: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

30

STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL

DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM PROSES REHABILITASI

Studi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah

Oleh: Sugiyanto

Staf Pengajar Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta

Abstraction

Research entitle sosial worker communications strategy with patient of Skizofrenia in

course of rehabilitating to trace question on how communications strategy all sosial worker in

course of rehabilitating to client at home Psychopath of Dr. Soeroyo Magelang Central Java.

Research aim to know various applied communications strategy all sosial workers at home

psychopath in course of rehabilitating, and knowing reaction of patient and also affect in each

selected by strategy is sosial worker and also know Sosial Worker resistances in communicating to

client.

Process research by using method qualitative with case study locus, result of research

show all ill sosial worker at home Dr. Soeroyo in communicating with patient at the time of process

rehabilitate to use strategy fight against, going with the tide, persuasif, forcing, incognito,

communications by bringing fact, and backward communications

Keyword : strategy, communications, sosial worker, rehabilitate.

Abstrak

Penelitian berjudul strategi komunikasi pekerja sosial dengan pasien skizofrenia dalam

proses rehabilitasi melacak pertanyaan bagaimana strategi komunikasi para pekerja sosial dalam

proses rehabilitasi terhadap klien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui berbagai strategi komunikasi yang diterapkan para

pekerja sosial di rumah sakit jiwa dalam proses rehabilitasi, dan mengetahui reaksi pasien serta

dampak pada setiap strategi yang dipilih pekerja sosial serta mengetahui hambatan-hambatan

pekerja sosial dalam berkomunikasi terhadap klien.

Proses penelitian dengan mengunakan metode kualitatif dengan lokus studi kasus, hasil

penelitian menunjukan para pekerja sosial di rumah sakit Dr. Soeroyo dalam berkomunikasi

dengan pasien pada saat proses rehabilitasi mengunakan startegi melawan, mengekor, persuasif,

memaksa, menyamar, komunikasi dengan membawa fakta, dan komunikasi mundur.

Kata kunci: strategi, komunikasi, pekerja sosial, rehabilitasi.

Page 35: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

31

A. Latar belakang

Skizofrenia adalah gangguan mental

yang sangat berat, gejala skizofrenia tampak

dalam perilaku seperti pembicaraan yang

kacau, halusinasi, delusi, gangguan kognitif

dan persepsi. Menurut Gabbard (1994)

penderita skizofrenia cenderung mengalami

gangguan komunikasi, minat komunikasi

menurun dan gangguan relasi personal,

akibatnya penderita skizofrenia mengalami

fungsi ketidakmampuan dalam menjalani

hidupnya. Pendapat senada ditegaskan Iman

Setiadi (2006:3), bahwa penderita skizofrenia

sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris

terputus relasinya dengan orang lain.

Skizofrenia tidak hanya menimbulkan

rasa cemas dan penderitaan bagi individu

penderitanya, tetapi juga bagi orang-orang

terdekat terutama keluarganya dan

masyarakat di lingkungan sekitar juga

menerima resiko atas penderita tersebut.

Upaya penyembuhan skizofrenia tidak

dapat diselesaikan dengan satu bidang

keahlian atau profesi, tetapi upaya

penyembuhan atau mencegah kekambuhan

memerlukan berbagai disiplin keahlian,

diantaranya dokter ahli jiwa, psikolog,

psikiatri, perawat jiwa, ahli gizi, rohaniawan

dan tidak kalah pentingnya peran pekerja

sosial.

Hasil penelitian Neale, Davison dan

Haaga (1996) dan Foucault (2002) bahwa

skizofrenia telah hadir dalam sejarah

manusia sejak jaman purba namun tetap

menjadi misteri para ahli, oleh sebab itu

skizofrenia sampai saat ini terus menerus

menjadi kajian menarik dan tidak henti-

hentinya memunculkan penelitian dari

berbagai disiplin ilmu yang ada. Hasil

penelitian tersebut dijelaskan bahwa usaha

untuk memahami dan mengatasi skizofrenia

dari cara ilmiah, yang bersifat coba-coba

hingga yang berbahau tahayul telah

dilakukan banyak orang, tetapi hasilnya

sampai saat ini belum ditemukan cara yang

efektif untuk mengatasi skizofrenia.

Merujuk pada masing-masing profesi

di atas dalam rangka proses pertolongan

untuk penyembuhan dan atau mencegah

kekambuhan penderita atas penyakit tertentu

maka mereka bekerja secara profesional.

Dari berbagai profesi tersebut penelitian ini

akan membidik salah satu profesi, yaitu

profesi pekerjaan sosial dalam proses

pertolongan terhadap klien di sebuah rumah

sakit jiwa.

Masing-masing profesi di rumah sakit

jiwa memiliki fungsi yang berbeda-beda dan

bekerja pada tahapan-tahapan yang berbeda.

Karena bidikan dalam penelitian ini pekerjaan

sosial maka sesuai dengan profesi dan

peranya pekerja sosial di rumah sakit

berfungsi dan bertanggungjawab atas

pengkondisian keberfungsian sosial setiap

klien terhadap diri klien, keluarga dan

masyarakat, oleh sebab itu pekerja sosial

bekerja bersama klien dan profesi lain

dengan fokus rehabilitasi sosialnya.

Page 36: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

32

Pekerja sosial adalah orang yang

memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan

tertentu layaknya profesi lain yang memiliki

hak dan kewenangan atas pengetahuan dan

keterampilan tersebut. Skidmore and

Thackeray (1998:8), mendifinisikan

Pekerjaan Sosial sebagai suatu bidang

keahlian yang memiliki kewenangan untuk

melaksanakan berbagai upaya guna

meningkatkan kemampuan orang dalam

melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui

proses interaksi, agar orang dapat

menyesuaikan diri dengan situasi

kehidupannya secara memuaskan. Menurut

Wibhawa, dkk (2010:42) pekerja sosial

adalah orang memiliki kewenangan keahlian

dalam menyelenggarakan berbagai

pelayanan sosial. Sehingga pekerja sosial

memiliki kekhasan yang terletak pada

pemahamanan dan keterampilan dalam

memanipulasikan perilaku manusia sebagai

makhluk sosial. Dalam kontek pekerjaan

sosial manipulasi bukan sebagai konotasi

negatif seperti manipulasi uang/korupsi,

manipulasi sembakau/penimbunan, tetapi

manipulasi dalam kontek praktek Pekerjaan

Sosial maka manipulasi tingkah laku

manusia, berarti mengubah perilaku manusia

dalam kerangka tujuan praktek pekerjaan

sosial itu sendiri yaitu membantu klien untuk

meningkatkan keberfungsian sosialnya.

Satu hal yang perlu digarisbawahi

bahwa bidang garapan praktek Pekerjaan

Sosial adalah aspek sosial dari kehidupan

manusia, sebagai konsekuensi logisnya.

Pekerjaan Sosial menjadi sebuah profesi

yang syarat nilai, karena kata sosial dalam

konteks ini merujuk pada kehidupan manusia

yang tidak dapat dipisahkan dari values yang

permanen dalam setiap pergaulan.

Ada alasan mendasar mengapa

fungsi pekerja sosial menjadi fokus dalam

penelitian ini, sebab di dalam perkembangan

ilmu pekerjaan sosial ada pergeseran

pendekatan dan kajian, dari pendekatan dan

kajian mikro, mezo dan makro saat ini

cenderung berkembang pada kajian

Pekerjaan Sosial dengan konsentrasi yang

lebih fokus dan locus. Beberapa contoh

kajian Pekerjaan Sosial yang saat ini

dikembangkan diantaranya Pekerja Sosial

Anak, Pekerja Sosial Urban, Pekerja Sosial

Bencana, Pekerja Sosial Geriatri, Pekerja

Sosial Skizofrenia, dll. Dalam dunia

perkembangan ilmu Pekerjaan Sosial bahwa

semua masalah sosial yang dihadapi

manusia pada dasarnya harus diselesaikan

dengan multi pendekatan (mikro, mezo dan

makro), sebagai contoh dari hasil multi

pendekatan lahirlah model penanganan

masalah sosial berbasis masyarakat atau

dikenal dengan istilah rehabilitasi berbasis

masyarakat (RBM). Agar lebih efektif maka

penanganan masalah skizofrenia yang

menjadi sasaran garapan tidak saja penderita

tetapi minimal ada tiga sasaran yaitu

penderita, keluarga dan masyarakat sekitar

dimana penderita skizofrenia bertempat

tinggal, dan akan lebih luas lagi jangkauan

masyarakat sekitar adalah stakeholder yang

terdiri, pengurus rukun tetangga, tokoh

Page 37: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

33

masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda,

dan lain sebagainya.

Mengingat berbagai variantnya

skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit

Jiwa, maka para Pekerja Sosial di Rumah

Sakit Jiwa harus memiliki keterampilan

berkomunikasi dan mampu berkomunikasi

sesuai dengan tingkat penderitanya, sebab

kemampuan komunikasi para Pekerja Sosial

merupakan salah satu indikator

keprofesionalisme para pekerja sosial.

Alur atau kerangka berfikir dalam

penelitian ini ada dua fokus, fokus pertama

mengambarkan alur klien masuk ke Rumah

Sakit Jiwa Prof. dr. Soeroyo Magelang

sampai keluar/meninggalkan Rumah Sakit

Jiwa karena proses penyembuhan dan

rehabilitasi telah dinyatakan tuntas oleh tim

medis dan tim rehabilitasi digambarkan pada

diagram 1. Secara ringkas bahwa klien

masuk RSJ diantar keluarga / petugas

pemerintah / masyarakat / pemerhati / polisi,

dll masuk ke instalansi gawat darurat (IGD),

pada tahap ini klien diperiksa oleh tim medis

dan hasilnya jika tim medis merekomendasi

rawat jalan berarti klien kembali pulang, tetapi

jika rekomendasi tim medis rawat inap maka

klien masuk tahap unit perawatan intensif

(UPI), dari UPI klien masuk tahap rawat inap

di bangsal, dan tahap ini klien mulai

mendapat perawatan ganda (medis dan

rehabilitasi sosial). Di unit rehabilitasi klien

akan mengikuti seleksi oleh psikolog untuk

menentukan jenis latihan kerja, penempatan

dan pengawasan.

Diagram 2 ditunjukan alur berfikir

strategi-strategi komunikasi yang dipilih oleh

pekerja sosial dalam proses rehabilitasi

kepada klien. Strategi komunikasi akan

terlihat pada setiap tahapan diantaranya

tahap persiapan yang terdiri dari resosialisasi

dan latihan kerja, tahap penempatan dan

tahap pengawasan.

Page 38: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

34

Diagram 1

Bagan klien/pasien masuk RSJ sampai pulang

Sedang kerangka pikir penelitian

strategi komunikasi pekerja sosial dalam

proses rehabilitasi secara singkat di jelaskan

pada diagram nomor 2. Diagram ini

mengambarkan secara singkat model-model

komunikasi yang harus dipilih para pekerja

sosial sesuai dengan tahapan pasien masuk

RSJ dan dokter memutuskan pasien harus

rawat inap, maka start keterlibatan pekerja

sosial dimulai sejak perjalanan pasien pada

tahap rehabilitasi, pengawasan, penempatan

dan mempersiapkan diri kepulangan pasien.

Page 39: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

35

Diagram 2. Strategi komunikasi

B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini melacak pertanyaan

penelitian ”bagaimana strategi komunikasi

Pekerja Sosial dalam proses rehablitasi

terhadap klien di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.

Soeroyo Magelang Jawa Tengah?” dan

tujuan penelitian ingin mengetahui: a).

berbagai strategi komunikassi yang

diterapkan para pekerja sosial di Rumah

Sakit Jiwa dalam proses rehablitasi, b).

mengetahui reaksi pasien dan dampak pada

setiap strategi yang dipilih pekerja sosial dan,

c). mengetahui hambatan-hambatan pekerja

sosial dalam berkomunikasi terhadap klien.

Selanjutnya penelitian ini diharapkan

bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan kususnya strategi komunikasi

para pekerja sosial yang efektif dan tepat

guna dapat dipelajari dan disebarluaskan

sebagai pembanding dan referensi penelitian

sejenis, serta bagi rumah sakit hasil

penelitian dapat dijadikan bahan evaluasi

dalam proses rehabilitasi yang terkait dengan

profesi pekerja sosial.

Atas itu penelitian ini diharapkan

dapat memberi manfaat bagi rumah sakit,

khususnya pelayanan rehabilitasi, pasien dan

keluarganya serta memberikan kontribusi

bagi pengetahuan dan penelitian lain yang

relevan.

C. Metode Penelitian

Selama berproses dari pra observasi

sampai menyusun laporan penelitian, peneliti

membutuh waktu kurang lebih enam bulan.

Subyek penelitian ini adalah para pekerja

Page 40: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

36

sosial rumah sakit jiwa dan untuk

kepentingan triangulasi peneliti melibatkan

karyawan non pekerja sosial yang ditugaskan

di bagian rehabilitasi sosial, klien dan

keluarga klien.

Dalam perjalanan penelitian peneliti

menetapkan jenis penelitian yang diterapkan

adalah diskriptif kualitatif, karakteristik

kualitatif dalam ”Research Design”

mengungkapkan lima tradisi penelitian, yaitu:

biografi, fenomenologi, grounded theory

study, etnografi dan studi kasus. Salah satu

tradisi yang akan dikaji dalam penelitian ini

adalah studi kasus. Berdasarkan tahapan-

tahapan yang dilakukan peneliti melalui

kajian filsafat dan terminology maka dalam

penelitian ini peneliti menetapkan metode

kualitatif sebagai alat analisis, sehingga

penelitian ini tidak melakukan testing teori

dan atau menguji teori, tetapi menempatkan

teori sebagai guidance agar teori tidak

mengkontaminasi peneliti.

Dalam penelitian ini data dikumpulan

dengan cara observasi, interview, studi

dokumentasi dan forum group discussion

(FGD), data yang diperoleh dilakukan analisis

dan triangulasi untuk memperoleh data yang

valid. Kredibilitas sangat akurat sebab

responden yang dipilih adalah pekerja sosial

yang terlibat langsung dalam proses

rehabilitasi, atas itu penafsiran fenomena

bukan peneliti tetapi yang menasirkan adalah

responden/pekerja sosial, tugas peneliti

hanyalah memformulasikan atas pernyataan

responden, selanjutnya peneliti mendokumen

seluruh penafsiran responden/pekerja sosial

sedang yang didokumen/ditulis yang semua

diucapkan dan dilakukan/dijalankan oleh

responden. Oleh karena itu peneliti tidak

berani mengatakan general/umum karena

berlaku kasuistik, yaitu khusus di RSJ Prof.

dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah

Creswel (1989) mengajarkan salah

satu cara mengambil posisi dalam tradisi

penelitian kualitatif adalah terminologi studi

kasus (case study) sebagai sebuah jenis

penelitian. Studi kasus diartikan sebagai

metode atau strategi dalam penelitian untuk

mengungkap kasus tertentu. Creswell

menjelaskan kedudukan penelitian kualitatif

pada jenis studi kasus adalah spesifikasi

kasus dalam suatu kejadian baik itu yang

mencakup individu, kelompok budaya

ataupun suatu potret kehidupan.

Berdasarkan paparan di atas, dapat

diungkapkan bahwa studi kasus adalah

sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang

terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus”

yang dari waktu ke waktu melalui

pengumpulan data yang mendalam serta

melibatkan berbagai sumber informasi yang

“kaya” atas itu studi kasus diikat dalam

konteks sebuah “sistem terikat” yaitu diikat

oleh waktu dan tempat sedangkan kasus

dapat dikaji dari suatu program, peristiwa,

aktivitas atau suatu individu.

Stake (1995) menyatakan bahwa

suatu studi kasus memerlukan verifikasi yang

ekstensif melalui triangulasi dan member

chek. Stake menyarankan triangulasi

informasi yaitu mencari pemusatan informasi

Page 41: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

37

yang berhubungan secara langsung pada

“kondisi data” dalam mengembangkan suatu

studi kasus. Triangulasi membantu peneliti

untuk memeriksa keabsahan data melalui

pengecekan dan pembandingan terhadap

data.

D. Hasil dan Pembahasan

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof. Dr.

Soeroyo berada di Kabupaten Magelang

Propinsi Jawa Tengah, nama Soeroyo

diambil dari nama seorang dokter jiwa

pribumi dan beliau orang pertama kali yang

menjadi direktur rumah sakit tersebut. RSJ

Prof. Dr. Soeroyo di bangun pada masa

penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun

1916, oleh Scholtens dalam program

”Krankzinnige Ngesticht” yang artinya Rumah

Sakit Jiwa. Pada saat pembangunan awal

telah dikonsep dengan dengan kapasitas

1400 tempat tidur. Luas tanah yang dimiliki

pada saat awal pembangunan 829.750 m2.

Pada tahun 1923 ”Krankzinnige Kramat”

resmi digunakan mulai bulan September dan

oleh karena itu setiap bulan September

diperingati sebagai Hari Ulang Tahun RSJ.

Prof. Dr. Soeroyo Magelang.

RSJ Prof Dr. Soeroyo Magelang pada

saat diteliti memiliki visi “Menjadi Pusat

Unggulan Pelayanan dan Pendidikan

Kesehatan Jiwa Secara Holistik ditingkat

Nasional 2015 dan ASEAN 2018”, visi

tersebut dijabarkan dalam misi: 1).

Melaksanakan pelayanan prima kesehatan

jiwa terpadu dan komprehensif; 2).

Melaksanakan pendidikan dan penelitian

kesehatan jiwa terpadu dan komprehensif; 3).

Mengembangkan pelayanan berdasarkan

mutu dan profesionalisme; 4). Menjadi model

pelayanan, pendidikan, dan penelitian di

bidang kesehatan jiwa yang terpadu dan

komprehensif melalui pendekatan seni

budaya; 5). Melaksanakan tata kelola rumah

sakit yang baik (Good Corporate

Governance)

Arah pengembangan rumah sakit:

melaksanakan pelayanan kesehatan yang

mandiri dalam rangka mencapai masyarakat

sehat, mandiri melalui upaya kesehatan jiwa

paripurna: promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas dan

produktivitas hidup manusia. Rumah Sakit

Jiwa Prof Dr. Soeroyo Magelang memiliki

sarana prasarana sebagai berikut: Gedung

IGD, Gedung Poliklinik Terpadu, Gedung

Perawatan Jiwa, Napza dan Umum (bedah,

Obsgin, dll), Peralatan penunjang

(laboratorium, Fisioterapi, Gigi, Rontgen),

Instalansi Apotik, Ambulance, Gedung Diklat,

asrama, IPAL, Genset, Mesin Cuci,

pengering, setrika, Instalasi gizi, Sarana olah

raga (lapangan tenis, bulu tangkis, tenis

meja, dll), Sarana untuk kesenian, Sarana

ibadah (masjid dan musholla).

Bentuk-bentuk layanan yang dimiliki

RSJ Prof Dr. Soeroyo antara lain: a).

Pelayanan medis terdiri dari Pelayanan rawat

jalan Poliklinik spesialis jiwa, kesehatan jiwa

anak dan remaja, gigi, anak, Obsgin, syaraf,

Bedah, Penyakit dalam, Poliklinik Umum:

Page 42: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

38

Poliklinik Psikologi dan Rawat Inap Jiwa dan

Umum; b). Pelayanan Penunjang, meliputi:

Laboratorium klinik, Farmasi, Dapur/Gizi,

Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit,

Elektromedik/Fisioterapi dan Rontgen

Gambaran Umum Unit Rehabilitasi

Berbagai jenis penderita gangguan

jiwa yang ada di RSJ Prof. dr Soeroyo

Magelang antara lain Delusi/waham,

Halusinasi, Disorganized speech,

Disorganized behavior dan Simtom-simtom

negatif. Dalam proses rehabilitasi jenis

gangguan ini tidak dipermasalahkan sebab

semua klien yang sudah mengikuti aktivitas di

rehabilitasi semua dianggap telah memiliki

dasar rehab yang sama. Untuk itu proses

yang dilakukan para pekerja sosial tidak

dibedakan berdasarkan cluster jenis

gangguan. Sumber yang sama menyebutkan

salah satu bentuk gangguan psikosis

ditambah dengan kreteria lain seperti jangka

waktu dan konsekuensi.

Seorang rehabilitan dengan sebutan

lain klien atau pasien masuk ke dalam unit

rehabiltasi setelah melalui prosedur atau jalur

sebagai berikut : 1). Pasien datang ke RSJ

Prof. Dr. Soeroyo diantar oleh keluarga/Dinas

Sosial/rujukan dari intansi lain/masyarakat

/dll. Masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD),

mendapat tindakan dari tim medis (dokter

dan perawat), 2). Unit Perawatan Intensif

(UPI) lebih kurang 3 hari, 3). Unit Bangsal

tenang, satu sampai dua minggu (sangat

tergantung dari kondisi klien), 4). Seleksi

masuk rehabilitasi oleh psikolog, 5). Masuk

Unit Rehabilitasi kurang lebih 40 hari, sangat

tergantung kondisi klien, 6). Seleksi

berdasarkan minat bakat dan pengalaman

untuk menentukan jenis rehabilitasi yang

dipilih untuk penempatan.

Unit rehabilitasi RSJ Prof. Dr. Soeroyo

Magelang secara rutin melaksanakan fungsi

rehabilitasi setiap hari mulai pukul 08.00 -

11.30, kecuali rehabilitasi untuk penanganan

khusus dan ada agenda khusus maka waktu

pelaksanaan rehabilitasi dapat ditambah,

sesuai dengan kebutuhan. Dalam

pelaksanaan rehabilitasi proses kegiatan

rehabilitan di pisah berdasarkan jenis

kelamin. Dari pemisahan jenis kelamin

selanjutnya dipisah lagi berdasarkan minat

rehabilitannya.

Untuk pelaksanaan rehabilitasi

pekerja sosial akan mendampingi rehabilitan

sesuai dengan skill masing-masing dengan

menggunakan setting, media dan fasilitas

yang tersedia di RSJ. Prof. dr. Soeroyo

Magelang diantaranya: fasilitas lapangan

(bola volly, lapangan sepak bola dan tenis

meja), fasilitas kesenian (gamelan, wayang

kulit, alat musik band, dll), alat kerja

pendukung seperti mesin jahit, alat

pertukangan, alat memasak, alat pertanian,

alat bengkel dan las, serta alat permainan

psikotest. Atas itu tempat pelaksanaan

rehabilitasi dapat bervariasi seperti di sawah

dan kebun, di musholla, di dapur, di kolam

ikan, di lapangan, di dalam ruang bermain

serta kadang kala di ajak keluar rumah sakit.

Page 43: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

39

1. Sumber Daya Manusia

Sumberdaya manusia (SDM) di unit

rehabilitasi ada 32 orang dengan kapasitas

pendidikan yang berbeda-beda, secara

lengkap data dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data SDM Unit Rehabilitasi berdasarkan

Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 SMP/sederajat 2 orang

2 SMA 7 orang

3 SMPS Pekerjaan Sosial 4 orang

4 SMK non Pekerja sosial 12 orang

4 Sarjana Psikologi 2 orang

5 Sarjana Pekerja

Sosial/sosiatri

3 orang

6 Sarjana Keperawatan 2 orang

Sumber : Data primer 2011

Tabel 1 menunjukkan bahwa RSJ. Prof.

Dr. Soeroyo Magelang belum memiliki SDM

setingkat sarjana yang murni lulusan Ilmu

Kesejahteraan Sosial/Pekerjaaan Sosial, dan

SDM di rehabilitasi didominasi lulusan SMA

dan SMK non Pekerjaan Sosial. Namun

demikian para pekerja di bagian rehabilitasi

telah mendapat berbagai macam pelatihan

yang berkenaan dengan ketugasan sebagai

pendamping klien dalam bidang pekerjaan

sosial. Disisi lain mereka bekerja telah

berpengalaman, namun demikian ada sisi

lain yang belum tersentuh oleh para pekerja

sosial karena keterbatasan teori dan

pengetahuan tentang pekerjaan sosial

khusus bidang pekerjaan sosial rehablitasi.

2. Model- Model Rehabilitasi

Klien dengan jenis gangguan Delusi,

Halusinasi, Disorganized speech,

Disorganized behavior dan Simtom-simtom

negatif semua akan mengikuti proses

rehabilitasi di unit rehabilitasi RSJ Prof. Dr.

Soeroyo. Model-model rehabilitasi yang

dikembangkan di RSJ Prof. Dr. Soeroyo

Magelang ada dua jenis yaitu: 1).

Resosialisasi, aktivitas sosioterapi

merupakan proses mengembalikan fungsi-

fungsi sosial klien, agar mampu berorientasi

terhadap dirinya sendiri, orientasi terhadap

orang lain, orientasi terhadap waktu dan

orientasi tempat secara wajar dan dapat

menyesuaikan diri kembali terhadap tuntutan

norma sosial di lingkungannya. Aktivitas

sosioterapi dilakukan secara bersama-sama

atau bergantian dengan aktivitas lain dalam

proses rehabilitasi. Tujuan sosioterapi: 1).

Mempercepat proses klien dalam

penyesuaian psikososial, 2). Meyakinkan

pada diri klien maupun lingkungan bahwa

mereka memiliki kemampuan, potensi yang

dapat dikembangkan, 3). Meningkatkan

harga diri klien sehingga, klien termotivasi

memperoleh derajat kehidupan yang layak.

Bentuk aktivitas resosialisasi di RSJ

Prof Dr. Soeroyo Magelang antara lain: 1).

Terapi musik, terapi sport/olahraga, terapi

game/permainan, terapi religi, terapi lukis,

terapi dance, 2). Pameran hasil karya dalam

aneka terapi di atas, seperti: pameran hasil

karya klien diantaranya pameran lukisan,

Page 44: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

40

karya home industri, karya kerajinan, foto-foto

kegiatan dll, 3). Pekan olah raga dan pekan

seni antar klien/rehabilitan, 4). Forum

komunikasi antar klien baik dalam satu

rumah sakit maupun dengan rumah sakit lain

dan pihak-pihak lain yang terkait, 5). Kegiatan

sosialisasi di dalam rumah sakit, 6).

Penyuluhan keluarga/forum komunikasi

antara keluarga pasien dan 7). Perpustakaan

pasien

Latihan kerja, dalam proses

rehabilitasi klien diajarkan latihan kerja,

pelaksanaan antara klien putra dan putri

dipisah sesuai dengan minatnya. Bentuk-

bentuk latihan kerja yang diajarkan antara

lain: 1). Pasien putri meliputi: membuat telur

asin, membuat aneka kue/snack, menjahit,

menyulam, dan membatik. 2). Pasien putera

diajarkan: perikanan, pertanian, pertukangan,

bengkel las, ternak, membuat batako,

menjilid, mensablon, membuat permainan

anak, dll.

Pelaksanaan terapi kerja rata-rata dua

sampai tiga minggu tergantung dari kondisi

klien. Tugas pokok pekerja sosial dalam

pendampingan terapi kerja adalah

membangkitkan aktivitas positif klien melalui

pekerjaan atau aktivitas lain seperti bermain,

rekreasi, kesenian, yang semuanya bersifat

terapeutik. Kegunaan terapi kerja bagi

pekerja sosial adalah sebagai media

mengevaluasi perkembangan tingkah laku

klien secara teratur dan kontinyu untuk

mengetahui efek terapi yang diberikan.

Makna terapeutik adalah terapis dapat

memulihkan/meningkatkan kembali daya

konsentrasi, kemampuan, komunikasi, daya

ingat dan kemauan serta motivasi melalui

berbagai kegiatan yang sesuai dengan diri

pasien.

Petugas terapi kerja di RSJ Prof dr.

Soeroyo Magelang terdiri dari Pekerja Sosial,

Perawat Jiwa dan Psikolog yang bekerja di

unit rehabilitasi dan telah memperoleh

pelatihan kursus tentang terapeutik, serta

dibantu petugas lain yang berpengalaman

dan berminat. Catatan penting dalam terapi

kerja adalah atas dasar rekomendasi tim

medis/resep bukan paksaan, maka

kesediaan klien yang didasari oleh kesadaran

sangat ditumbuhkembangkan, jika kesadaran

pasien rendah maka petugas berkewajiban

melakukan aktivitas membangkitkan

kesadaran atau memotivasi klien secara

individu/personal.

Setelah klien mengikuti aktivitas

resosialisasi dan latihan kerja maka pasien

akan diketahui perkembangan sosial dan

mental secara holistik, atas dasar hasil

perkembangan tersebut pasien akan

melanjutkan aktivitas lain yang telah

ditetapkan oleh pihak rumah sakit secara

individu sebagai berikut: 1). Tahap

Persiapan, tahap ini merupakan serangkaian

upaya untuk mempersiapkan klien agar

selanjutnya dapat disalurkan ke dalam

masyarakat (persiapan dikembalikan kepada

keluarga) melalui kegiatan seleksi, evaluasi

dan uji kerja/work assessment. Aktivitas ini

dilaksanakan oleh tim dari berbagai profesi

seperti dokter, psikolog, pekerja sosial,

okupasi terapi, perawat psikiatri, dan

Page 45: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

41

pembimbing sosial. Materi yang diperlukan

terdiri dari: hasil pemeriksaan dan

pengobatan tim medis. Hasil pemeriksaan

psikolog, Hasil perkembangan dan tingkah

laku pasien dalam perawatan, hasil evaluasi

sosial dan hasil observasi dari akupasiterapi,

2). Tahap Penempatan, setelah klien

dipersiapkan melalui kegiatan seleksi, terapi

dan latihan kerja, maka langkah selanjutnya

pihak rumah sakit membuat perencanaan

penempatan ke dalam keluarga dan atau

masyarakat. Penempatan tersebut dapat

secara bebas atau penuh (dilindungi dan

dalam pengawasan), usaha penempatan

sebagai tujuan akhir dari rehabilitasi yaitu

mengembalikan klien keluarga dan

masyarakat sebagai warga masyarakat yang

mandiri dan berguna, 3). Tahap

Pengawasan, pengawasan terhadap klien di

RSJ Prof dr. Soeroyo Magelang dilakukan

dalam tiga tahap. Ketiga tahap tersebut

adalah sebagai berikut: a). Ketika klien

masuk rumah sakit dalam kondisi proses di

bangsal/ dan belum dinyatakan boleh

mengikuti proses rehabilitasi. Sebagai tahap

awal klien baru masuk di RSJ maka

ditempatkan pada bangsal isolasi, di tempat

ini waktu yang diperlukan berkisar satu

minggu, tetapi tergantung dari situasi mental

dan penyebab penderita klien, petugas

evaluasi di bangsal ini adalah tim medis dan

psikiater, b). ketika klien mulai mengikuti

proses rehabilitasi, tahap ini sebagai tahap

penentu untuk melihat perkembangan atau

kemajuan keberfungsian sosial dan mental

sehingga perlu diawasi oleh psikolog, pekerja

sosial, pedamping sosial, petugas terapis, c).

ketika klien dinyatakan sembuh/sehat berada

pada keluarga/masyarakat, dalam tahap ini

petugas RS (Pekerja Sosial) bersifat

monitoring perkembangan mantan klien,

mengevaluasi sejauh mana dinamika

keberfungsian sosial klien dan penerimaan

masyarakat sekitar. Hal ini penting dilakukan

oleh pihak RSJ Prof dr. Soeroyo Magelang,

mengingat pengalaman yang sudah dan

sering terjadi adalah pasien keluar dari

RSJ/penempatan kepada keluarga dalam

waktu singkat (1-4 minggu) pasien kembali

masuk RSJ kembali karena keluarga dan

lingkungan tidak mampu memperlakukan

pasien sesuai dengan kebutuhannya, situasi

ini yang membuat klien kambuh dan keluarga

merasa khawatir maka pasien dikirm kembali

ke RSJ.

3. Informan

Subyek penelitian adalah unit

rehabilitasi dengan obyek penelitian para

pekerja sosial, maka ada beberapa

kesamaan atau homogenitas dari informan.

Atas ini dari 32 subyek di unit rehabilitasi,

peneliti menetapkan informan yang

berlatarbelakang pendidikan Pekerjaan

Sosial yang jenjang pendidikannya Sarjana,

Diploma dan SMK, sebab menurut hemat

peneliti mereka dapat mewakili subyek yang

lain. Data informan dapat dilihat pada Tabel 2

Page 46: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

42

Tabel 2. Data Informan

No Inisial Pendidikan P/L Masa Kerja

1 LS S-1 Sosiatri / Pekerjaan Sosial

P 29 tahun

2 HP S-1 Sosiatri / Pekerjaan Sosial

L 15 tahun

3 DD S-1 Sosiatri / Pekerjaan Sosial

L 15 tahun

4 MK SMK/ Pekerjaan Sosial

P 16 tahun

5 AG SMK/ Pekerjaan Sosial

L 4 tahun

6 TT SMK/ Pekerjaan Sosial

P 4 tahun

Sumber : data primer 2011 Berdasarkan informasi para informan

bahwa informan LS, HP, dan DD ketika

masuk menjadi PNS di RSJ. Prof dr. Soeroyo

Magelang mengunakan ijazah Sekolah

Menengah Pekerjaan Sosial (SMPS) 4 tahun

(sekarang SMK), dan mereka berempat

melanjutkan studi ke jenjang sarjana baru

tahun 2003 dan lulus 2008. Atas informasi

informan SDM Pekerja Sosial di unit

Rehabilitasi di RSJ. Prof. Dr. Soeroyo

Magelang di dominasi oleh lulusan SMK dan

Sekolah Menengah Atas. Baru mulai tahun

2008 Unit Rehabilitasi memiliki SDM

Pekerjaan Sosial berjenjang pendidikan

sarjana ilmu Kesejahteraan Sosial hanya 1

orang sedang tiga orang berjenjang

pendidikan sarjana ilmu Sosiatri yang

mengambil minat studi pekerjaan sosial.

4. Strategi komunikasi pekerja sosial

Informan menyatakan bahwa selama

bekerja di RSJ ini jenis-jenis gangguan yang

dialami klien antara lain ”Delusi, Halusinasi,

Disorganized speech, Disorganized behavior

dan Simtom-simtom negatif”. Pernyataan

tersebut dilanjutkan dengan ”didalam proses

rehabilitasi kami/pekerja sosial mengunakan

strategi komunikasi sebagai berikut: a).

Strategi melawan diterapkan kepada klien-

klien yang suka tidak mentaati norma-norma

dalam proses rehabilitasi maupun melawan

terhadap aturan-aturan yang diterapkan di

bangsal. Dimana klien bertempat tinggal

dalam keseharian, b). Strategi mengekor,

strategi ini khusus diterapkan kepada

gangguan Disorganized speech, klien jenis ini

suka bicara asal, sulit berhenti dan banyak

bicara dengan arah yang tidak jelas, c).

Strategi persuasif, strategi ini dipilih pekerja

sosial ketika proses rehabilitasi dilakukan

secara kelompok/masal. Pada saat

rehabilitasi berlangsung rata-rata satu hari

ada 70 sampai 80 orang pasien dengan

pembimbing/pekerja sosial sekitar 20 orang,

artinya ketika proses rehabilitasi berlangsung

rasio bimbingan berkisar 1: 4. Artinya 1

pekerja sosial bertanggungjawab terhadap 4

klien. Pada proses inilah strategi komunikasi

persuasif diterapkan oleh para pekerja sosial,

sebab proses ini lebih bermakna dan

antusias klien kelihatan perkembangannya

karena aktivitas dilakukan dengan model

dinamika kelompok, d). Strategi memaksa

strategi ini dipilih pekerja sosial ketika pekerja

sosial berhadapan dengan klien gangguan

Disorganized behavior. Strategi komunikasi

memaksa cenderung diterapkan dalam kasus

individual. Jadi setiap ada aktivitas sering

terjadi satu atau dua klien yang melakukan

berlawanan atau aktivitas atas kehendak

sendiri, bahkan malas-malasan. Klien yang

Page 47: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

43

demikian agar mau bergabung dalam proses

rehabilitasi dan aktivitas lain harus dipaaksa,

e). Strategi menyamar, strategi menyamar

cenderung dipergunakan ketika klien

berputar-putar dalam pembicaraan dan

kecenderungan berbohong. Untuk masuk

dalam pikiran klien dan klien dapat menerima

maksud pekerja sosial maka pekerja sosial

seolah-olah tahu dan paham apa yang

dibicarakan dan kehendaki klien, walaupun

sebenarnya pekerja sosial tidak memahami

secara holistik, f). Strategi fakta Komunikasi

dengan membawa fakta, strategi ini

diterapkan para pekerja sosial kepada klien

yang mengalami gangguan-gangguan

simtom-simtom tertentu. Atas itu strategi ini

sangat variatif dan dinamis tergantung dari

jenis-jenis simtom yang dialami klien.

Misalnya simtom akibat kehilangan anggota

keluarga, bencana, dll. Maka pekerja sosial

harus pandai-pandai dan terampil dalam

menghadapi klien tersebut, g). Strategi

komunikasi mundur, strategi ini diterapkan

para pekerja sosial ketika klien sangat

kesulitan mengingat sejarah/peristiwa-

peristiwa yang menimba diri klien. Dengan

membuka atau mulai berbicara dari masa lalu

sebelum masuk RSJ, kemudian dilanjutkan

dengan aktivitas-aktivitas yang klien selalu

ingat, baik peristiwa yang menyenangkan,

menyedihkan, bahkan peristiwa-peristiwa

yang klien benci dll. Strategi ini dengan waktu

yang cukup lama akan mengarah pada

pengungkapan sesuatu problem yang klien

rasakan dan ingin dipecahkan.

Pernyataan informan lain cenderung

mengatakan ”untuk terapi kerja kami/pekerja

sosial sering memilih/mengunakan model

komunikasi kelompok, sedang komunikasi

personal cenderung untuk pendampingan

yang bersifat personal, baik pada saat proses

rehabilitasi, penyeleksian dan bimbingan

khusus di luar jam rehabilitasi. Selain model

atau strategi komunikasi di atas pekerja

sosial pada situasi tertentu mengunakan

strategi komunikasi

mengandai/perumpamaan, perwakilan dan

penugasan. Namun demikian rata-rata

pekerja sosial tidak membedakan model

komunikasi terhadap semua jenis klien baik

Delusi, Halusinasi, Disorganized speech,

Disorganized behavior dan simtom-simtom

negatif. Hal diungkapakan karena komunikasi

sangat dipengaruh oleh situasi kondisi klien

sendiri dan lingkungan dimana terjadi proses

komunikasi.

5. Reaksi Pasien

Menurut pendapat informan (pekerja

sosial) tidak semua klien mau diajak

berkomunikasi, keenam responden

sependapat bahwa klien diajak

berkomunikasi ada yang senang, ada yang

menolak, ada yang apatis, dan ada yang

tidak sama sekali merespon/acuh.

Berdasarkan pengalaman reaksi pasien

senang/menolak, apatis dan tidak konek

bukan berdasarkan jenis gangguan tetapi

berdasarkan lama tinggal, misalnya klien

lama, klien baru, klien tetap dan lain

sebagainya. Klien baru cenderung tertutup

dan klien lama bahkan sebagai pasien tetap

Page 48: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

44

cenderung lebih suka diajak bicara.

Pengalaman pekerja sosal pasien lama akan

banyak cerita kondisi di tempat

tinggal/keluarga yang cuwek, tidak mengerti

terhadap dirinya, memusuhi dll, sehingga

klien tidak betah tinggal bersama keluarga,

klien memilih kembali ke RSJ dengan alasan

teman banyak dan lebih senang.

Bagi klien pendatang baru di RSJ

Prof. Dr. Soeroyo Magelang cenderung

tertutup, sebab lingkungan ini merupakan

lingkungan baru bagi klien, belum tahu situasi

dan belum saling mengenal. Bahkan banyak

klien baru cenderung takut, memberontak

dan acuh. Atas itu maka klien baru selalu

diawali dengan bertempat tinggal dibangsal

isolasi, selama di bangsal isolasi rata-rata

pasien belum mampu berkooperatif tetapi

sebaliknya melawan, berontak atau apatis.

Setelah beberapa hari di bangsal isolasi

pasien memahami dirinya dan lingkunganya

baru dipindah pada bangsal perawatan dan

dibangsal ini pasien mulai dilibatkan dalam

proses rehabilitasi.

6. Hambatan Komunikasi

Pekerja sosial akan kesulitan

berkomunikasi kepada klien jika klien itu tidak

diketahui sebab-sebabnya mengalami

gangguan. Pasien yang demikian ini rata rata

pasien hasil garukan petugas keamanan atau

pasien kirim instansi terkait, atau klien yang

dalam waktu lama dipasung atau diasingkan

keluarganya, sehingga klien diminta oleh

warga masyarakat dari keluarganya dan

dikirim ke RSJ. Tetapi bagi klien-klien yang

dikirim oleh keluarga dan keluarga memberi

data tentang sebab-sebab terjadinya

gangguan mental maka pekerja sosial akan

lebih mudah melakukan pendekatan. Disisi

lain klien juga memiliki hambatan dalam

berkomunikasi diantaranya , menurut pekerja

sosial ada beberapa pasien yang sulit diajak

komunikasi bahkan mereka sulit bicara, klien

yang demikian ini rata-rata dari situasi

latarbelakang yang : a). Lama

mengelendang di jalan., b). Kiriman tokoh

masyarakat karena klien ini oleh keluarganya

tidak diperhatikan dan sering menganggu

warga masyarakat., c). Klien kiriman tokoh

masyarakat karena klien ini oleh keluarganya

dianggap sesuatu yang memlukan lalu di

pasung bertahun-tahun dan seringa terjadi

kecacatan pada bagian tubuh tertentu,

misalnya kaki mengecil karena dipasung atau

tangan tidak mampu mengerakan karena

lama diikat. Klien-klien yang demikian

mengalami tekanan mental dan batin

sehingga tertutup dan sulit berkomunikasi.

Disisi lain ada beberapa klien yang merasa

minder/takut untuk berbicara/mengemukakan

pendapat karena selam di bangsal klien ini

sering di tekan oleh teman-teman nya sendiri.

7. Media komunikasi yang dipergunakan,

media alami dan non alami

Media komunikasi yang dipergunakan

para pekerja sosial ketika berkomunikasi

dengan klien ada yang bersifat alami dan non

alami. Media ini berfungsi sebagai

aksesibilitas pekerja sosial kepada klien agar

lebih mudah dan lebih cepat dalam memulai

pembicaraan/komunikasi kepada klien rata-

Page 49: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

45

rata pekerja sosial memanfaatkan media atau

alat sebagai role komunikasi. Media yang

sering dan mudah digunakan sebagai media

komunikasi adalah alat-alat permainan atau

alat outbound sederhana seperti bola,

holahope, catur, foto/lukisan, radio, dan alat

permainannya.

Menurut pekerja sosial alat-alat ini

akan mudah mempengaruhi reflek dan

indrawi klien dan memancing memori,

sehingga klien mulai berani unjuk bicara yang

berawal dari merespon keberadaan dan

keberfungsian media tersebut. Disamping itu

pekerja sosial juga memanfaatkan

komunikasi verbal melalui gerakan-gerakan

tubuh yang dapat dimaknai sebagai bahasa

tubuh. Dari gerakan/bahasa tubuh inilah

pekerja sosial mulai merespon untuk mencari

makna apa arti/maksud setiap gerakan

tersebut. Dari sini pekerja sosial akan

memahami klien didalam merespon termasuk

didalamnya kecepatan merespon, benar

salahnya respon, fungsi respon dll.

Media lain yang dapat dimanfaatkan

oleh pekerja sosiala adalah lingkungan

dimana pekerja sosial mulai berkomunikasi,

lingkungan ini ada yang alami dan non alami.

Lingkungan alami seperti kebun/halaman

asrama/halaman ruang rehabilitasi, lapangan,

kamar/bangsal tempat tinggal klien, binatang

yang ada disekitar lingkungan rumah sakit

seperti burung, ayam, ikan di kolam, dll.

Media non alami adalah media komunikasi

yang sengaja diciptakan atau diadakan oleh

pekerja sosial untuk memudahkan

komunikasi dengan klien, media non alami

atau disebut alat peraga/alat rekayasa,

seperti: cerita/dongeng, flim, dan alat

permainan lainnya. Berdasarkan pengalaman

para pekerja sosial media-media ini

memudahkan klien dalam membantu

berkomunikasi terutama untuk mengawali

berkomunikasi.

8. Waktu Komunikasi

Jam kerja para pekerja sosial di RSJ.

Prof dr. Soeroyo Magelang dibagi ke dalam

berbagai aktivitas inti. Aktivitas ini terdiri dari

pekerjaan administrasi, koordinasi/rapat-

rapat, bimbingan dengan klien, home visit,

case conference, dll. Atas itu para pekerja

sosial di RSJ Dr. Soeroyo Magelang memiliki

waktu rutin dan formal untuk bimbingan

dengan klien, yaitu setiap hari kerja pada

pukul 08.00-11.30, waktu ini merupakan

jadwal rehabilitasi, sehingga semua pasien

yang telah memenuhi standar rehabilitasi dari

bangsal di kirim ke unit rehabilitasi untuk

mengikuti proses rehabilitasi. Di luar jam

rehabilitasi pekerja sosial diberi kebebasan

oleh pihak rumah sakit untuk bertemu klien

dalam rangka membantu proses

penyembuhan pada jam-jam istirahat. Jam

istirahat pasien adalah jam 13.00 sampai

16.00, selain jam tersebut jika pekerja ada

kepentingan dengan klien harus koordinasi

dengan pihak bangsal. Ketika pekerja sosial

berkomunikasi formal dengan klien diluar jam

rehabilitasi harus menjaga kode etik dan

diupayakan tidak menganggu klien yang lain.

Disisi lain pekerja sosial boleh

melakukan komunikasi dan bimbingan ketika

ada acara-acara tertentu atau menyiapkan

Page 50: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

46

acara tertentu, seperti latihan menari malam

hari karena akan ada lomba atau pentas ke

luar rumah sakit, dll.

9. Derajat kedekatan

Jika kedekatan komunikasi ini

diklasifikasikan kedalam tiga kategori jauh,

dekat dan sangat dekat, maka untuk

mengetahui seberapa jauh atau seberapa

dekat komunikasi antar pekerja sosial dengan

klien sangat di pengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut antara lain : a). jenis

pasien diantara pasien baru, pasien lama,

pasien tetap. Pasien baru cenderung jauh

karena mereka masih malu, tertutup dan dan

belum memahami lingkungan, bahkan

mereka merasa kaget atau terasing. Pasien

lama cenderung dekat karena frekuensi

pertemuan sudah sering, sudah memahami

lingkungan dan sudah berani

mengungkapkan hal-hal yang tidak disuka

dan berani meminta sesuatu. Pasien tetap

akan cenderung sangat dekat sebab pasien

ini sering keluar masuk RSJ dan sudah hafal

dengan para petugas serta paham akan

lingkungan sehingga mereka beranggapan

RSJ sebagi rumah tempat tinggal sehingga

berkomunikasi dengan siapa saja lancar,

mudah dan akrab. Jenis pasien ini sering

dimanfaatkan oleh petugas untuk mengorek

atau mencari tahu tentang kondisi klien-klien

baru yang mereka kenal dekat.

b). Latar belakang pasien, seperti penjelasan

di atas pada nomor 4 dan 5 bahwa latar

belakang atau asal usul klien masuk ke RSJ

sangat berpengaruh terhadap kedekatan

komunikasi antara klien dengan pekerja

sosial, seperti klien yang lama

menggelandang dan lama dipasung akan

mengalami kesulitan berkomunikasi, akibat

sulit berkomunikasi maka mereka merasa

asing atau jauh dan cenderung tertutup.

c). Situasi pasien, makna situasi pasien disini

menyangkut beberapa hal, diantaranya latar

belakang klien masuk RSJ, penyebab sakit

klien, jenis kelamin yang diajak

berkomunikasi, kondisi kesehatan fisik klien,

latar belakang pendidikan, ekonomi dan

religius klien.

d). Setting/tempat berkomunikasi, tempat

yang dipilih para pekerja sosial untuk

berkomunikasi dengan klien akan

berpengaruh terhadap klien. Hal ini

tergantung dari tujuan pekerja sosial dalam

berkomunikasi, apakah komunikasi sekedar

say hello, atau komunikasi dalam rangka

memberikan terapi, atau komunikasi sebagai

pengiriman informasi berkait dengan hal-hal

tertentu, atau komunikasi dalam rangka

mengingatkan atau memberikan sesuatu.

Untuk itu setting komunikasi yang

terkait dengan proses rehabilitasi biasanya

ada di arena ruang rehabilitasi, di bangsal, di

halaman atau tempat lain. Sekali lagi ini

sangat tergantung dari tujuan yang ingin

dicapai oleh seorang pekerja sosial. Sebab

pekerja sosial selalu memegang prinsip dan

kode etiknya, terutama tentang kerahasiaan

situasi klien.

Dimanapun settingnya dan apapaun

tujuan berkomunikasi pekerja sosial selalu

memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi

Page 51: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

47

sesuai yang tersirat dalam berbagai teori

seperti : a). proses simbolik, b). setiap

perilaku mempunyai potensi komunikasi, c).

komunikasi mempunyai dimensi isi dan

dimensi hubungan, d). komunikasi

berlangsung dalam berbagai tingkat

kesengajaan, e). komunikasi terjadi dalam

konteks ruang dan waktu, f). melibatkan

predikasi peserta komunikasi, g). bersifat

sistemik, h). semakin mirip latarbelakang

sosial budaya semakin efektif komunikasi, i).

bersifat nonsekuensial, j). bersifat prosesual

dinamis dan transaksional, k). bersifat

Irreversible dan l). bukan panasea untuk

menyelesaikan berbagai masalah

Sisi lain di unit rehabilitasi ketika klien

melakukan proses rehabilitasi bersama para

pekerja sosial secara otomatis terjadi

berbagai komunikasi , untuk itu komunikasi

dalam praktek rehabilitasi klien

dikelompokkan sesuai dengan jenis kelamin,

bakat, kemauan/pilihan dan dibedakan

tempatnya sesuai dengan jenis keterampilan

dan latihan kerja yang sesuai dengan

keinginan klien. Serta dibimbing dan diawali

oleh para instruktur yang terdiri dari pekerja

sosial dan pihak lain yang memiliki kapasitas.

E. Penutup

Manusia sebagai golongan makluk

hidup omnivora dan makhluk sosial, sering

mengalami disfungsi baik physical mamupun

non physical. Disfungsi physical disebut sakit

fisik dan disfungsi non physical yang

disebabkan ketidaksadaran diri atau lalai

cenderung menyerang pada mental manusia.

Akibat dari penyakit mental maka manusia

dapat mengalami stres berat, gangguan

ingatan atau yang disebut dengan

skizofrenia.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan

disebutkan bahwa jenis penyakit mental atau

skizofrenia ada sejak jaman Nabi Adam,

penyembuhan penyakit ini telah dilakukan

dengan berbagai cara dari yang tradisional

sampai dengan cara yang modern. Salah

satu penyembuhan modern adalah

didirikannya rumah sakit khusus yang disebut

dengan ”Rumah Sakit Jiwa”. Di dalam proses

penyembuhan di RSJ setiap pasien

mendapat perawatan ganda yaitu perawatan

dan pengobatan medis serta perawatan

rehabilitasi sosial. Dalam penelitian ini

lokusnya pada proses rehabilitasi sosial yang

ditangani tim pekerja sosial. Secara khusus

penelitian ini melihat strategi komunikasi para

pekerja sosial terhadap para klien.

Setelah dilakukan penelitian ternyata

klien dikelompokan berdasarkan penyebab

penyakit atau ganguan, diantaranya adalah

delusi, halusinasi, disorganized speech,

disorganized behavior dan simtom-simtom

lain. Pekerja sosial dalam berkomunikasi

dengan klien di RSJ Prof Dr. Soeroyo

Magelang belum membedakan secara jelas

antara klien yang mengalami gangguan

mental satu dengan yang lainnya, sebab

pekerja sosial menyakini bahwa keberhasilan

komunikasi sangat dipengaruhi oleh

Page 52: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

48

latarbelakang klien, setting, media dan jenis

gangguannya, serta peran anggota keluarga.

Untuk mengikuti rehabilitasi klien akan

ditentukan melalui proses seleksi, dimulai

dari tahap persiapan, resosialisasi, latihan

kerja, penempatan dan pengawasan. Test

seleksi dilakukan oleh psikolog sebagai

bagian dari tim rehabilitasi, sedang

resosialisasi, latihan kerja, penempatan dan

pengawasan dilakukan oleh tim pekerja

sosial.

Strategi-strategi komunikasi yang dipilih

para pekerja sosial dalam proses rehabilitasi

antara lain: strategi komunikasi mengekor,

melawan, menyamar, persuasif, memaksa,

fakta, dan strategi komunikasi mundur. Untuk

terapi kerja model komunikasi yang paling

tepat adalah komuniasi kelompok, sedang

komunikasi personal tepat digunakan untuk

pendampingan yang bersifat personal dalam

rangka bimbingan khusus dengan

menerapkan strategi komunikasi mengandai.

Reaksi pasien ketika proses rehabilitasi

dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu reaksi

terbuka/senang khusus untuk pasien yang

sudah lama tinggal di RSJ, rata-rata pasien

baru cenderung menolak/apatis dan tertutup.

Sedang hambatan komunikasi pekerja sosial

pada saat rehabilitasi adalah menghadapi

klien yang tidak diketahui latar

belakang/penyebab sakit khususnya pasien

kiriman/rujukan petugas lapangan seperti

kiriman polisi, hasil garukan Pol PP, dan klien

yang lama di pasung oleh keluarganya.

Peneliti memberikan rekomendasi

untuk RSJ antara lain: 1). Pihak RSJ perlu

menerapkan manajemen perwalian dalam

proses rehabilitasi agar hasilnya lebih efektif,

lebih tepat dan berkesinambungan yang

permanen, 2). Pekerja sosial yang

berpendidikan SMK dan SMA perlu

peningkatan jenjang pendidikan ke disiplin

ilmu yang mendukung proses rehabilitasi

terutama pendidikan Kesejahteraan

Sosial/Pekerjaan Sosial serta sering

menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk

SDM rehabilitasi mengingat sebagian besar

SDM rehabilitasi tidak berlatarbelakang

kesejahteraan sosial/pekerjaan sosial. Jika

perlu untuk mempersingkat kesenjangan

RSJ. Prof. dr. Soeroyo menyelenggarakan

outsourcing., 3) Pihak RSJ khususnya unit

rehabilitasi menambah fasilitas yang

dipergunakan untuk proses rehabilitasi., 4).

Menambah waktu (jam) rehabilitasi dan 5).

Pekerja sosial di beri kesempatan untuk

melakukan proses rehabilitasi dan bimbingan

di bangsal.

------------------

Daftar Pustaka

Agus Salim 2006, Teori & Paradigma

Penelitian Sosial. Tiara Wacana,

Yogyakarta.

Brannen, Julia. 1997, Memadu Metode

Penelitian Kualitatif & Kuantitatif,

Pusataka Pelajar Yogyakarta.

Cohen, L., & Manion, L. (1994). Research

methods in education (4th ed.). Cohen,

L., & Manion, L. (1994). Metode

penelitian dalam pendidikan (4th ed.).

Page 53: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

49

London: Routledge. London:

Routledge.

Creswell, JW, 1998, Qualitative inquiry and

research design: Choosing among five

traditions,. Thousand Oaks, CA: Sage.

Thousand Oaks, CA: Sage.

Glen O, Gabbard, 1994, Psychodynamic

Psychiatry in Clinical Practice,

Washington, American Psychiatric

Press.

Huda, Miftachul, 2009, Pekerjaan Sosial dan

Kesejahteraan Sosial, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Iman Setiadi Arief, 2006, Skizofrenia

Memahami Dinamika Keluarga,

Aditama, Bandung.

John Jackson dan Lorraine Bosse-Smith,

2007, By The United Methodist

Publishing House, Abingdon Press.

Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remadja Karya

Mif.Baihaqi, 2007, Psikiatri : Konsep Dasar

dan Gangguan-Gangguan, Aditama,

Bandung.

Mulyana, Dedy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu

Pengantar, PT Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Rahman Hakim, Budi, 2010, Rethinking

Sosial Work Indonesia, RM Books,

Jakarta

Robert. K. Yin. (1989). Case Study Research

Design and Methods. Washington:

COSMOS Corporation

Wibhawa, B., Raharjo, S.T., Santoso, M.B.

2010, Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial,

Widya Pajajaran, Bandung.

Zastrow, Charles, 2004, Ninth Edition :

Introduction to Sosial Work and Sosial

Welfare, Empowering People, George

Williams College of Aurora University

.

Page 54: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

50

PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA8

Oleh : Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi9

ABSTRAK

Pembangunan masyarakat saat ini berlandaskan paradigma bottom up, sebuah pemahaman pembangunan yang tidak hanya berangkat dari bawah, namun paradigma ini juga memiliki arti bahwa masyarakatlah yang mengendalikan pembangunan. Dalam kegiatan PKM ini, tim berusaha mengajak masyarakat untuk dapat mengenali, memahami kondisi-kondisi aktual dalam masyarakat; dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan PKM yang diawali dengan proses assessment bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi ekonomi lokal yang ada di lingkungan masyarakat, sehingga dapat memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal, selain itu dengan adanya PKM ini juga, kapasitas masyarakat dapat ditingkatkan terutama pengetahuan dan pemahaman mengenai wirausaha kepada masyarakat.

Berdasarkan hasil pemetaan/assessment diketahui bahwa Desa Sukarasa tidak hanya memiliki potensi alam yang melimpah, namun didukung pula oleh sumber daya manusia yang terampil terutama dalam kerajinan tangan dan olahan makanan. Walaupun demikian kondisi kehidupan masyarakat, terutama pada aspek ekonomi belumlah memadai, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi kualitas SDM yang masih rendah dan infrastruktur desa yang juga belum memadai. Sebagai contoh masyarakat pelaku industri kerajinan tangan dan olahan makanan belum mampu untuk menghasilkan produk yang ‘berbeda’ dan berkualitas bagus sehingga memiliki nilai jual tinggi. Dengan pertimbangan dari berbagai kondisi tersebut, maka kegiatan PKM ini diarahkan pada aspek ekonomi dengan menyelenggarakan pelatihan yang bertemakan “Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Pelatihan Perencanaan Bisnis Untuk Wirausaha Pemula”.

Hasil dari kegiatan pelatihan tersebut, nampak bahwa warga lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan wirausaha, sebab masyarakat sudah memahami mengenai strategi usaha terutama mengenai pemasaran, dan masyarakat berharap kegiatan serupa dapat dilakukan kembali di Desa Sukarasa.

8 Pengabdian Kepada Masyarakat Program KKNM-PPMD Intergratif Periode Januari – April 2014, Dibiayai dari DIPA PNBP Universitas

Padjadjaran, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat, No.: 01/UN6.R/KepPM/2014 9 Para Penulis adalah staf pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-UNPAD

Page 55: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

51

PENDAHULUAN

Desa Sukarasa adalah salah satu dari

beberapa desa yang ada di Kecamatan

Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Dari segi

potensi, Desa Sukarasa merupakan tipikal

desa yang memiliki sumber daya alam yang

sangat mendukung untuk aktivitas pertanian,

maupun aktivitas lainnya seperti pembuatan

kerajinan tangan ataupun olahan makanan

dengan bahan baku yang bersumber dari

alam. Warga Desa Sukarasa memiliki

keterampilan antara lain dalam membuat

aneka makanan khas daerah dan membuat

anyaman (seperti wajit, opak, dan ranginang,

dan boboko, besek, dll). Namun selama ini

keterampilan tersebut belum dimaksimalkan

menjadi usaha yang potensial untuk

menghasilkan uang sebagai penambah

penghasilan keluarga. Pengrajin Desa

Sukarasa hingga saat ini hanya mampu

menjual makanan atau anyamannya ketika

ada pesanan, misalnya jika ada warga yang

akan menyelenggarakan hajatan. Selain

daripada itu komunitas pengrajin tidak pernah

menggeluti usaha pembuatan makanan atau

anyaman kecuali untuk dikonsumsi sendiri.

Berdasarkan gambaran situasi

tersebut, maka diperlukan penguatan

ekonomi lokal melalui pelatihan bisnis bagi

wirausaha pemula yang dimaksud dengan

wirausaha pemula di sini bukan hanya

terbatas pada mereka yang belum memiliki

usaha atau pun pengangguran, tetapi mereka

yang sudah memiliki usaha namun usahanya

tersebut belum stabil pun dapat terlibat dalam

kegiatan penguatan tersebut.

Diharapkan dengan adanya program

pelatihan bagi wirausaha pemula ini, dapat

membantu meningkatkan perekonomian

masyarakat Dusun Saung Seel, Desa

Sukarasa, Kecamatan Salawu. Serta

diharapkan warga masyarakat memiliki

mental wirausaha sehingga masyarakat tidak

bergantung pada orang lain dan mampu

memberdayakan dirinya sendiri serta orang

lain.

Maksud dari kegiatan yang dilakukan

adalah memberikan pengetahuan dan

pemahaman mengenai wirausaha kepada

masyarakat. Meningkatkan kesadaran

masyarakat akan potensi ekonomi lokal yang

ada di dalam masyarakat dan membantu

masyarakat secara bersama-sama guna

mencari pemecahan masalah melalui potensi

yang ada di masyarakat itu sendiri.

Sementara itu tujuan dari kegiatan

tersebut adalah meningkatkan kapasitas

masyarakat terutama pengetahuan dan

pemahaman mengenai wirausaha kepada

masyarakat, sehingga masyarakat mampu

mengembangkan usaha serta memiliki

pengetahuan mengenai cara pemasaran

yang efektif; agar masyarakat lebih sadar

akan potensi ekonomi lokal yang ada di

lingkungan masyarakat, sehingga dapat

memanfaatkan potensi tersebut secara

maksimal dan masyarakat termotivasi untuk

secara bersama-sama mencari pemecahan

masalah melalui potensi yang ada di

masyarakat itu sendiri

Page 56: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

52

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat atau

Community development merupakan proses

dalam meningkatkan atau menumbuhkan

kemandirian masyarakat. Wibhawa dkk

(2009:108) menjelaskan bahwa community

development berawal dari konsep

pengorganisasian masyarakat (community

organizing) yang bermakna

mengorganisasikan masyarakat sebagai

sebuah sistem untuk melayani warganya

dalam setting kondisi yang terus berubah.

Artinya, sejak awal konsep community

development bertujuan untuk mendorong

masyarakat agar melakukan suatu upaya

demi mendapatkan kesejahteraannya sendiri.

Menurut Ife (2008), ada beberapa hal

yang harus diperhatikan pada proses

community development untuk mendorong

partisipasi masyarakat yaitu masyarakat

harus mengetahui serta menyadari bahwa

masalah tersebut penting dan tindakan setiap

orang akan membawa perubahan sehingga

apapun bentuk partisipasinya harus diakui,

dihargai serta didukung.

Kesimpulannya, community

development hadir karena kebutuhan

masyarakat akan kondisi yang lebih baik

dengan mengoptimalkan sumber-sumber

yang dimiliki. Untuk melakukan hal tersebut

ada beberapa tahap terencana yang harus

dilakukan dengan partisipasi masyarakat

sebagai pihak yang paling memahami kondisi

mereka sendiri. Community development

lebih menekankan kepada tujuan proses

yakni bagaimana proses ini dapat

meningkatkan kapasitas masyarakat agar

dapat terlibat dalam pemecahan masalah.

Pendekatan ini memfokuskan kepada

bagaimana mendidik masyarakat agar

berdaya dalam memecahkan permasalahan

secara mandiri kemudian dengan sendirinya

dapat terintegrasi kepada program-program

pembangunan yang ada.

B. Tahapan Assessment dalam

Community Development Dalam melaksanakan community

development terdapat beberapa tahapan

yang akan dijalani secara berurutan. Menurut

Wibhawa dkk (2010:111) langkah dalam

proses community development adalah

assessment, plan of treatment, treatment dan

terminasi. Setiap langkah dalam proses

community development harus dilakukan

oleh masyarakat dibantu oleh sistem

pelaksana dan sistem kegiatan.

Sebuah program yang baik diawali

dengan assessment yang tepat sehingga

tahap ini merupakan tahap penting dalam

proses community development. Assessment

merupakan tahap mengumpulkan dan

mengidentifikasi masalah serta kebutuhan

masyarakat karena pada dasarnya program

community development dilaksanakan

berdasarkan kebutuhan masyarakat lokal.

Tahap ini merupakan upaya agar intervensi

berjalan efektif dan tepat sasaran dalam

mencapai tujuan.

Menurut Tropman dkk (1996), proses

ini terdiri dari beberapa kegiatan yakni

assessment kebutuhan (need assessment),

Page 57: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

53

identifikasi kebutuhan (need identification),

dan analisis masalah yang memusat

(convergent analysis). Kebutuhan dalam

konteks ini ialah kesenjangan antara kondisi

yang seharusnya tercipta di masyarakat dan

realitas yang terjadi. Need assessment ialah

strategi yang dirancang untuk menyediakan

data-data yang memungkinkan perencana

untuk menentukan prioritas kebutuhan yang

ada di masyarakat serta mengevaluasi

sumber daya yang ada secara sistematis.

Dalam melakukan need assessment,

diperlukan dua langkah operasional yakni

need identification dan convergent analysis.

C. Capacity Building

Secara umum, kapasitas diartikan

sebagai kemampuan individu dalam

menjalankan peran dan menyelesaikan

masalah yang dihadapi. Sedangkan capacity

building secara singkat diartikan sebagai

penerapan strategi tertentu yang

dimaksudkan untuk mengembangkan

kemampuan individu dalam bidang tertentu.

Grindle (1977;6-22) berpendapat bahwa

“capacity building is intented to encompass a

variety of strategies that have to do with

increasing the efficiency, effectiveness, and

responsiveness of government performance”.

Dari pendapat tersebut, dapat kita

lihat bahwa ada 3 aspek yang penting di

dalam sebuah pengembangan kapasitas,

yaitu efisiensi, efektifitas, dan bagaimana kita

merespon performa yang dilakukan oleh

pemerintah. Selanjutnya, Brown (2001:25)

mendefinisikan capacity building sebagai

suatu proses yang dapat meningkatkan

kemampuan seseorang, suatu organisasi

atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu,

Katty Sensions berpendapat bahwa :

“Capacity building usually is understood to mean helping governments, communities and individuals to develop the skills and expertise needed to achieve their goals. Often designed to strengthen participant’s to abilities to evaluate their policy choices and implement decisions effectively, may included education and training, instutional and legal reforms, as well as scientific, technological and financial assistance” Dalam menjalankan capacity building,

perlu diperhatikan elemen-elemen yang

mempengaruhi proses pengembangan

kapasitas tersebut. Garlick dalam McGinty

(2003) menyebutkan lima elemen utama

dalam pengembangan kapasitas sebagai

berikut:

1. Membangun pengetahuan, meliputi

peningkatan keterampilan, mewadahi

penelitian dan pengembangan, dan

bantuan belajar.

2. Kepemimpinan.

3. Membangun jaringan, meliputi usaha

untuk membentuk kerjasama dan aliansi.

4. Menghargai komunitas dan mengajak

komunitas untuk bersama-sama mencapai

tujuan.

5. Dukungan informasi, meliputi kapasitas

untuk mengumpulkan, mengakses dan

mengelola informasi yang bermanfaat.

MATERI DAN METODE PELAKSANAAN

A. Kerangka Pemecahan Masalah

Page 58: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

54

Pengabdian kepada masyarakat

melalui program KKNM-PPMD Integratif ini

diharapkan memberikan manfaat pada

masyarakat terutama menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi. Syarat dari

manfaat suatu program adalah suatu

program yang tepat, baik tepat sasaran dan

tepat jenis bantuan, sehingga program

tersebut dapat berkelanjutan. Dengan

demikian sebelum dilaksanakannya program

perlu dilakukan assesment. Dalam semua

profesi, assessment merupakan proses yang

secara ideal sifat, arah, dan lingkup

intervensinya terkendali. Setelah dilakukan

assessment yang akurat maka dapat disusun

suatu rencana intervensi untuk mendukung

pada penyelesaian masalah yang dihadapi

masyarakat dengan berdasar pada potensi

dan permasalahan yang dimiliki masyarakat.

Kegiatan pengembangan masyarakat

atau pemberdayaan masyarakat merupakan

rangkaian dari sebuah proses, proses

dengan tujuan akhir agar masyarakat

menjadi lebih mandiri dan berkembang.

Proses tersebut dapat di awali dengan

pengkajian kondisi potensi dan masalah

(assessment), tahap assessment ini amat

penting sebab akan menentukan tahapan

berikutnya yaitu intervensi/pelaksanaan

program. Pada kegiatan PKM ini disepakati

bahwa tahapan intervensi ditujukan guna

pengembangan kapasitas melalui kegiatan

pelatihan.

Secara umum, kapasitas diartikan

sebagai kemampuan individu dalam

menjalankan peran dan menyelesaikan

masalah yang dihadapi. Sedangkan capacity

building secara singkat diartikan sebagai

penerapan strategi tertentu yang

dimaksudkan untuk mengembangkan

kemampuan individu dalam bidang tertentu.

Dalam proses capacity building, perlu

diperhatikan elemen-elemen yang

mempengaruhi proses pengembangan

kapasitas tersebut.

B. Realisasi Pemecahan Masalah

Kegiatan Pengabdian Kepada

Masyarakat ini dilakukan dengan 2 tahapan

kegiatan, yaitu kegiatan kajian kondisi atau

assessment dan kegiatan pelatihan. Kegiatan

Assessment ini bertujuan untuk mengkaji

kondisi potensi dan masalah di lingkungan

masyarakat sehingga dapat ditentukan

kegiatan selanjutnya dengan tetap merujuk

pada sumber daya lokal yang tersedia dan

dapat dimanfaatkan.

Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan

pelatihan, kegiatan ini melibatkan masyarakat

terutama pelaku industri olahan makanan

dan kerajinan tangan sebagai peserta. Pada

kegiatan pelatihan ini diharapkan masyarakat

mampu mengembangkan usaha serta

memiliki pengetahuan mengenai cara

pemasaran yang efektif.

C. Khalayak Sasaran

Awalnya sasaran pelatihan ini adalah

kelompok-kelompok masyarakat yang

menggeluti aktivitas industri kerajinan tangan

dan olahan makanan, namun dengan seiring

waktu berjalan selama persiapan dan

sosialisasi rencana kegiatan nampaknya

banyak masyarakat yang ingin terlibat dalam

Page 59: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

55

sebagai peserta dalam pelatihan ini terutama

warga yang memilki usaha/warung/toko

kelontong, dengan demikian khalayak

sasaran dalam kegiatan pelatihan ini tidak

hanya masyarakat yang memiliki usaha

kerajinan tangan seperti anyaman (bilik,

boboko, besek, dll) dan usaha olahan

makanan (wajit, opak, dan ranginang) juga

masyarakat yang memiliki warung kecil

dirumah masing-masing. Peran atau

partisipasi masyarakat dalam kegiatan

pelatihan ini adalah sebagai peserta.

D. Metode yang Digunakan

Metode pelaksanaan melalui

Pelatihan yang terbagi atas 2 kegiatan,

antara lain:

1. Assessment (KajianAwal/Analisis

Situasi).

Salah satu metode dalam

Assessment adalah PRA. Waktu

Pelaksanaan bulan Januari 2014.

Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah

penilaian/pengkajian/ penelitiaan keadaan

desa secara partisipatif. Maka dari itu,

metode PRA adalah cara yang digunakan

dalam melakukan

pengkajian/penilaian/penelitian untuk

memahami keadaa atau kondisi

desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan

melibatkan partisipasi masyarakat.

PRA merupakan metode dan

pendekatan pembelajaran mengenai kondisi

dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari,

dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan

catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi

kegiatan menganalisis, merancang dan

bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut

metode-metode atau pendekatan-

pendekatan (bersifat jamak) daripada metode

dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3)

PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita

pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima

cara-cara dan metode-metode baru yang

dianggap cocok.

Jadi pengertian PRA adalah

sekumpulan pendekatan dan metode yang

mendorong masyarakat di suatu

desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta

meningkatkan dan menganalisis

pengetahuan mereka mengenai hidup dan

kondisi mereka sendiri agar mereka dapat

membuat rencana dan tindakan.Teknik PRA

yang akan digunakan yaitu: Diagram Sehari,

Peta Desa, Diagram Venn, Matriks Ranking,

dan FGD.

2. Pelatihan Perencanaan Bisnis untuk

Wirausaha Pemula

Metode pelaksanaan kegiatan yaitu

menggunakan metode pelatihan, dengan

dilengkapi alat bantu seperti papan tulis,

kertas plano dan spidol whitboard. Dalam

kegiatan pelatihan ini dipimpin oleh sorang

fasilitator dari Kota Tasikmalaya yaitu Bapak

Muhammad Fauzan Wahyu Noor, beliau

adalah pendiri Paguyuban Pengusaha Muda

Tasikmalaya (PPMT) dengan dibantu satu

orang asistennya.

Pada kegiatan pelatihan ini fasilitator

memberikan materi dengan menjelaskan dan

memberikan contoh-contoh sederhana

mengenai kewirausahaan terutama

mengenai strategi-strategi dalam pemasaran

Page 60: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

56

produk. Selain itu dalam pelatihan ini,

fasilitator juga memberikan sesi tanya jawab

kepada para peserta mengenai

permasalahan-permasalahan dan peluang

usaha.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Assessment

Berdasarkan hasil dari kegiatan

pemetaan yang dilaksanakan di Desa

Sukarasa, terutama mengenai kondisi

berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Kondisi Keagamaan, umumnya penduduk

Desa Sukarasa adalah pemeluk Agama

Islam, saat ini sudah ada pengajian yang

dilaksanakan secara rutin yaitu malam Jumat

dan Jumat siang. Masalah yang muncul

adalah masih ada mesjid yang kesulitan

untuk mendapatkan air bersih untuk wudhu,

dan ada juga beberapa mesjid/mushola yang

kondisinya perlu perbaikan. Kondisi

Pendidikan, sarana sekolah/gedung sudah

ada mulai dari pendidikan usia dini (PUAD)

hingga tingkat SLTA. Masalah yang muncul

adalah masih tingginya penduduk dengan

latar belakang pendidikan dasar. Selain itu

bangunan atau gedung sekolah masih ada

yang perlu perbaikan.

Kondisi Kesehatan, Desa Sukarasa

sudah ada layanan-layanan kesehatan

berupa Posyandu dan Puskesmas, sumber

air bersih tersedia cukup, terdapat program

Jamkesmas untuk RTM dan RTSM. Masalah

yang muncul adalah warga belum memahami

tentang manfaat dari Posyandu dan

Puskesmas, warga juga belum memiliki

perilaku hidup yang sehat, seperti belum

terbiasanya untuk BAB di MCK. Sementara

itu penyaluran air bersih masih terkendala

oleh kemampuan warga dalam pengadaan

pipa air bersih. Kondisi Pertanian, Desa

Sukarasa merupakan wilayah desa dengan

kondisi tanah yang subur, curah hujan yang

cukup, dan lahan/areal pertanian yang cukup

luas. Di Desa Sukarasa juga berpotensi

untuk dikembangkan sektor peternakan dan

perikanan air tawar, namun dengan kondisi

potensi tersebut ternyata masih ada

beberapa masalah terkait dengan aspek

pertanian, diantaranya hasil pertanian

terutama padi dirasakan masih kurang, hal

disebabkan masih minimnya pengetahuan

warga mengenai pengelolaan pertanian,

harga pupuk yang mahal dan hama tanaman.

Kendala dalam sektor peternakan adalah

makin sulitnya untuk mendapatkan rumput

sebagai pakan ternak, sementara warga

belum mampu untuk membuat pakan ternak

alternatif.

Kondisi Ekonomi, warga memilki

keterampilan dalam membuat kerajinan

tangan berbahan bambu dan kayu, juga

membuat beragam olahan makanan

tradisional dengan bahan baku yang

melimpah dari alam. Di Desa Sukarasa

sudah ada kelompok simpan pinjam baik dari

hasil bentukan PNPM maupun swadaya yang

dapat berfungsi sebagai lembaga keuangan

mikro di masyarakat. Sedangkan masalah

yang muncul adalah pemasaran yang kurang

maksimal untuk produk kerjinan tangan dan

olahan makanan, sehingga usaha ini tidak

berkembang walaupun sudah ada lokasi-

lokasi stretegis untuk memasarkan produk

Page 61: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

57

tersebut. Warga juga belum memahami

secara mendalam mengenai strategi usaha

terutama pemasaran. Kondisi

Sarana/Prasarana, keadaan sarana dan

prasarana Desa Sukarasa memang sudah

ada akses untuk menuju Kantor Desa

maupun wilayah pemukiman warga, hanya

saja kondisi jalan yang kurang memadai,

sebagian besar jalan sudah rusak, berlubang,

belum diaspal dan tidak memiliki parit

(saluran air) sehingga ketika musim hujan

datang akan terjadi genangan air dan kotor

oleh tanah. Sedangkan untuk sarana irigasi

umumnya adalah irigasi non teknis yang

masih berupa selokan tanah, sehingga

mudah terjadi penyempitan dan longsor.

Kondisi bangunan balai desa dan balai dusun

juga sudah banyak yang rusak, sehingga

memerlukan perbaikan agar memadai untuk

digunakan.

Kondisi Sosial, posisi tokoh

masyarakat masih memegang peranan

penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Sementara nilai-nilai yang dianut oleh warga

antara lain saling membantu sesama, saling

menolong, peduli, dan saling percaya,

demikian juga dengan budaya gotong royong

atau kerjasama. Seiring dengan

perkembangan jaman, kondisi ini lambat laun

terus berubah terutama pada kalangan

remaja dan pemuda. Pengaruh budaya luar

dinilai dapat menggeser nilai-nilai budaya asli

masyarakat seperti kenakalan remaja,

pergaulan bebas, konflik dan sebagainya.

Kondisi ini diperparah lagi oleh makin

tingginya anggka pengangguran terutama

pada kalangan remaja dan pemuda yang

disebabkan oleh lapangan kerja yang

terbatas dan kurang sesuainya keterampilan

dengan lapangan pekerjaan.

Kondisi Kelembagaan, hasil

pemetaan menunjukan bahwa kondisi

kelembagaan pemerintah desa baik dari segi

SDM maupun sarana bangunan belum

memadai, kondisi SDM perlu ada

peningkatan kaulitas demikian juga dengan

kondisi bangunan memerlukan perbaikan-

perbaikan sehingga dapat menimngkatkan

kualitas layanan kepada masyarakat,

sementara itu untuk kelompok tani/ternak

(Gapoktan) saat ini masih banyak warga

terutama petani dan peternak yang belum

mengetahui manfaat adanya kelompok ini

sehingga masih banyak warga yang belum

tergabung dengan kelompok tani/ternak

tersebut. Kondisi lembaga kesehatan

memang sudah ada Posyandu dan

Puskesmas, namun warga menilai bahwa

keberdaan posyandu dan puskesmas ini

belum maksimal, hal ini disebabkan kualitas

SDM dari dua lembaga tersebut yang belum

memadai.

B. Hasil Pelatihan

Hasil dari pelatihan ini masyarakat

menjadi lebih mengetahui tentang masalah-

masalah seputar modal usaha dan

pemasaran, selain itu masyarakat juga

sangat antusias dengan acara pelatihan, hal

ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan

yang di tujuakan kepada fasilitator seputar

materi yang telah diberikan tersebut,

Page 62: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

58

masyarakat juga berharap agar diadakan

kembali acara serupa di Desa Sukarasa.

C. Rencana Keberlanjutan Program

Merujuk pada hasil-hasil kegiatan

PKM yang telah dilakukan, terutama kegiatan

pelatihan mengenai kewirausahaan

nampaknya perlu diadakan kegiatan yang

bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas baik

dalam jenis produksi maupun dalam

kemasan hasil/produk tersebut, dengan

memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia

dari alam. Sehingga produk yang dihasilkan

lebih ramah lingkungan.

Kegiatan pelatihan tersebut dapat

dibarengi dengan kegiatan penguatan

kelompok usaha yang telah ada atau

pembentukan kelompok baru dan dapat

dilanjutkan dengan kegiatan pendampingan

guna melihat perkembangan kelompok,

terutama usaha ekonomi kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). FE UI. Jakarta.

Cary, Lee. 1970. Community Development As A Process. Missouri. Univerity of Missouri Press.

Hikmat, Harry. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Humaniora Utama Press.

Ife, Jim. 2008. Community Development : Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Jogjakarta. Pustaka Pelajar.

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan untuk rakyat: memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Jakarta. CIDES

Lewis, Judith A., 1991, Management of Human Services Programs. California Brooks/Cole Publishing Company

Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez, 1994. The Integration of Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California

Rappaport, J., 1984. Studies in Empowerment: Introduction to the Issue, Prevention In Human Issue. USA.

Skidmore, Rex A. Social Work Administration, Dcnamic Management and Human Relatiobship. Allyn and Bacon. A Simon & Schuster Company. USA.

Suharto, Edi. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Spektrum Pemikiran. Lembaga Studi Pembangunan LSP-STKS Bandung.

Page 63: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

59

EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA

Oleh :

Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo

FISIP Universitas Padjadjaran,

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45263

[email protected]

Abstract : Effectiveness of Bina Keluarga Balita Programme Implementation. BKKBN develop a toddler family building program or BKB which aims to improve the comprehension and skills of parent in children nurture. The purpose of this study is to determine and describe the effectiveness of BKB program implementation. Study about effectiveness done to know the achievement of a family building program.This study conducted in Jamika Sub-district of Bojongloa Kaler Bandung with respondents are program implementor which consisting of cadre and parents become the participant. Data collected from respondents with questionnaire and supported by unstructured interviewing. The sampling method uses is proportional random sampling with a sample size of 60 respondents divided into two groups: cadre and program participants. Analysis techniques used descriptive quantitative then hypothesis tested using the formulas of T-Test and Z-Test. Hypothesis advanced by researcher says effectiveness toddler family building program implementing in Jamika Sub-district least 60 % of the ideal value. Thus if null hypothesis accepted, it means toddler family building program implementing in Jamika Sub-district already run effective or very effective. Keywords : BKB Programs, effectiveness, family building.

Abstrak: Efektifitas Pelaksanaan Program Bina Keluarga Balita. BKKBN mengembangkan program Bina Keluarga Balita (BKB) yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan orang tua dalam pengasuhan anak balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan efektifitas pelaksanaan program Bina Keluarga Balita. Pengkajian efektitas dilakukan agar dapat mengetahui hasil pencapaian dari suatu program pembinaan keluarga. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung dengan responden penelitian ialah pelaksana program yang terdiri dari kader dan orang tua balita yang menjadi peserta. Pengumpulan data dari responden diperoleh melalui kuesioner serta didukung oleh wawancara tidak terstruktur. Pengambilan sampel menggunakan teknik proporsional random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 responden yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu kader dan peserta program. Teknik analisa data yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan rumus uji-T dan uji-Z. Hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti berbunyi efektifitas pelaksanaan program Bina Keluarga Balita di Kelurahan Jamika paling rendah 60% dari nilai ideal. Dengan demikian bila hipotesis nol diterima maka pelaksanaan program Bina Keluarga Balita di Kelurahan Jamika sudah berjalan cukup efektif atau sangat efektif. Kata Kunci : Program BKB, Efektifitas, Pembinaan Keluarga.

Page 64: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

60

PENDAHULUAN

Masalah kependudukan dan masalah

sosial merupakan dua cakupan atau bidang

yang memiliki keterkaitan sangat erat. Indra

(2010) mengungkapkan masalah

kependudukan misalnya laju pertumbuhan

penduduk yang terlalu cepat di suatu daerah

terutama daerah perkotaan akan berdampak

pada kemunculan masalah-masalah sosial

yang semakin rumit seperti meningkatnya

jumlah pengangguran karena lahan

pekerjaan yang semakin berkurang. Laju

pertumbuhan penduduk yang cepat dan

dinamika masyarakat yang umumnya terjadi

pada daerah perkotaan ini melahirkan isu-isu

yang berkaitan dengan kesejahteraan

masyarakat salah satunya kesejahteraan

anak. Demikian halnya diungkapkan oleh

BPPKB Kota Bandung (2011): “Terdapat

beberapa isu yang sejalan dengan dinamika

dan perkembangan masyarakat perkotaan.

Isu isu yang berkaitan dengan bidang

pemberdayaan perempuan yaitu rendahnya

kesejahteraan dan perlindungan anak seperti

eksploitasi terhadap anak, penelantaran dan

kekerasan terhadap anak.” Pernyataan

tersebut didukung oleh data laporan

pelayanan terhadap anak dan perempuan

korban kekerasan BPPKB Kota Bandung

pada triwulan ke-IV tahun 2013 dimana kasus

terbanyak yaitu terjadi pada kategori usia 0-

17 tahun dengan jumlah 29 kasus. Data

terbaru BPPKB Kota Bandung

menggambarkan bahwa perlakuan salah

terhadap anak masih kerap terjadi hingga

saat ini. Dalam mengurangi jumlah

permasalahan anak akibat perlakuan salah

tersebut tentunya diperlukan tindakan

pencegahan dan penanganan secara

maksimal. Tindakan maksimal ini tidak akan

terwujud tanpa adanya peran serta keluarga.

Pasalnya, keluarga merupakan satu unit yang

memiliki peranan sangat mendasar dalam

pengasuhan dan pendidikan anak karena

disanalah tempat utama anak menjalani

proses tumbuh kembang.

Tanggung jawab keluarga dan orang

tua dalam melaksanakan kewajibannya yaitu

mendidik dan mengasuh anak merupakan

aspek yang perlu diperhatikan. Masih adanya

perlakuan-perlakuan yang seharusnya tidak

didapatkan oleh anak sebagai calon generasi

unggul menjadi hal yang sangat disayangkan.

Keadaan tersebut menafsirkan bahwa untuk

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,

maka orang tua dan keluarga perlu memiliki

keterampilan dan kapasitas dalam

pengasuhan anak. Anak merupakan

investasi keluarga yang paling berharga bagi

setiap keluarga. Anak merupakan investasi

keluarga yang paling berharga bagi setiap

keluarga. Dalam perkembangannya, anak

memiliki masa yang sangat membutuhkan

daya dukung keluarga yang memadai bagi

terpenuhinya hak-hak anak pada masa

tersebut. Berdasarkan maknanya, masa

tersebut disebut sebagai masa keemasan

atau golden age . periode golden age dapat

dikategorikan sebagai periode paling kritis

dalam menentukan Sumber Daya Manusia

karena proses pertumbuhan berlangsung

sangat cepat. Masa ini dapat diibaratkan

sebagai sebuah fondasi dalam pembentukan

Page 65: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

61

karakter anak. Dalam hal ini, maka keluarga

sebagai lingkungan sosial yang paling dekat

dengan anak memiliki peran yang sangat

penting dalam pembentukan generasi yang

unggul dan berkualitas.

Upaya peningkatan kualitas dan

kesejahteraan keluarga itu sendiri dilakukan

pemerintah melalui pembinaan terhadap

keluarga. Berdasarkan Undang-Undang

nomor 52 Tahun 2009 Tentang

Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Pasal 47,

mengamanatkan bahwa pemerintah dan

pemerintah daerah menetapkan kebijakan

pembangunan keluarga melalui pembinaan

ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Salah satu bagian dari program pembinaan

ketahanan keluarga tersebut ialah Bina

Keluarga Balita (BKB). Bina Keluarga Balita

(BKB) merupakan salah satu program yang

bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

dan keterampilan ibu dalam pengasuhan dan

pendidikan anak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembinaan keluarga dalam upaya

meningkatkan peran keluarga untuk

perlindungan anak dan pemenuhan kebutuhan

anak merupakan fungsi utama praktik pekerjaan

sosial pada sistem kesejahteraan anak. Hal ini

seiring dengan pendapat Petr (2004) yang

mengemukakan bahwa tiga fungsi atau tujuan

utama praktik pekerjaan sosial pada sistem

kesejahteraan anak diantaranya: perlindungan

anak, pemeliharaan atau pembinaan keluarga,

dan perencanaan jangka panjang. Berdasarkan

penjelasan tersebut dapat diperoleh

gambaran bahwa karakteristik program Bina

Keluarga Balita memiliki kaitan yang cukup

erat dengan fungsi utama praktik pekerjaan

sosial pada sistem kesejahteraan anak.

Selama ini pelaksanaan Program Bina

Keluarga Balita telah dirintis sejak tahun 1984

(BKKBN). Di Kecamatan Bojongloa Kaler,

pelaksanaan program Bina Keluarga Balita

mengalami penurunan yang ditandai dengan

semakin semakin terbatasnya jumlah

kelompok yang ada di tiap-tiap Kelurahan.

Jumlah balita di Kecamatan Bojongloa Kaler

saat ini yaitu 8486 balita. Jumlah anggota

setiap satu kelompok BKB adalah 25 balita

dengan kategori umur 0-5 tahun. Kategori

tersebut diklasifikasikan kedalam lima jenjang

umur diantaranya 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3

tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun sehingga

satu jenjang terdapat lima orang peserta

(BKKBN). ). Mengacu pada jumlah balita dan

jumlah RW di Kecamatan Bojongloa Kaler

yang seluruhnya berjumlah 47 maka idealnya

setiap RW minimal memiliki satu atau dua

kelompok BKB. Namun saat ini kelompok

BKB di Kecamatan Bojongloa Kaler hanya

berjumlah 5 kelompok bahkan tidak semua

kelurahan memiliki kelompok BKB.

Koordinator KB Kecamatan Bojongloa Kaler

menjelaskan beberapa permasalahan

mengenai pelaksanaan program BKB saat ini

diantaranya: 1) Kurangnya pengetahuan

masyarakat mengenai program BKB, 2)

Kurangnya peran serta masyarakat terhadap

program BKB, 3) Jumlah koordinator

lapangan sangat terbatas. (Hasil Penelitian,

2014)

Page 66: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

62

Berangkat dari urgensi program Bina

Keluarga Balita dalam peningkatan kapasitas

pengasuhan orang tua dan keluarga terhadap

anak serta permasalahan program yang telah

diungkapkan, peneliti bermaksud untuk

mengkaji mengenai efektifitas pelaksanaan

program Bina Keluarga Balita. Penelitian ini

menjadi penting untuk dilakukan agar

diperoleh informasi yang mendalam untuk

perbaikan program kedepan. Dengan

mempertimbangkan keterbatasan peneliti,

maka penelitian hanya dilakukan di salah

satu kelurahan yang memiliki dua kelompok

BKB yaitu Kelurahan Jamika Kecamatan

Bojongloa Kaler. Pengukuran efektifitas

program merupakan salah satu cara untuk

melihat dan menganalisis pencapaian tujuan

dari program tersebut. Dalam pengukuran

efektifitas ini, peneliti meninjau aspek-aspek

dari keseluruhan komponen yang ada

didalam pelaksanaan program yang dibagi

menjadi dimensi input, proses, dan output.

Secara konsep, balita merupakan

anak dengan karakteristik usia tertentu.

Demikian pula dijelaskan oleh Hanum bahwa

“Balita adalah bayi dan anak yang berusia

lima tahun kebawah (Hanum Marimbi, 2010).

Karasteristik umur yang telah ditentukan

tersebut membedakan masa balita dengan

masa lainnya dimana pada masa ini terjadi

pertumbuhan yang sangat signifikan. Didalam

Soetjiningsih (2012) dijelaskan bahwa

pertumbuha dasar pada masa balita akan

mempengaruhi dan menentukan

perkembangan selanjutnya. Sehingga setiap

penyimpangan sekecil apapun apabila tidak

terdeteksi apalagi tidak ditangani dengan

baik, akan mengurangi kualitas Sumber Daya

Manusia kelak di kemudian hari.

Mengacu pada Soetjiningsih (2012)

perkembangan anak balita memerulukan

rangsangan/stimulasi yang berguna agar

potensi anak tersbebut dapat berkembang.

Hal ini akan optimal bila interaksi sosial

diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak

dalam tahap perkembangannya termasuk

sejak bayi berada didalam kandungan.

Berdasarkan penjelasan PN. Evelin dan

Djamaludin (2010) terdapat tiga kebutuhan

anak yang harus dipenuhi oleh orang tua dan

keluarga diantaranya: kebutuhan gizi (asuh),

kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih),

dan kebutuhan stimulasi dini (asah).

Kebutuhan gizi perlu dipenuhi secara tepat

dan berimbang agar tumbuh kembang fisik

dan biologis balita berjalan optimal.

Kebutuhan emosi dan kasih sayang perlu

dipenuhi secara tepat agar anak tumbuh

cerdas secara emosi terutama dalam

kemampuannya membina hubungan hangat

dengan orang lain. Kemudian pemenuhan

kebutuhan stimulasi dini secara baik dan

benar dapat merangsang kecerdasan

majemuk anak.

Hubungan anak dan orang tuanya

terutama ibu merupakan sebuah hubungan

yang memiliki kedekatan sangat erat. Hal ini

dapat diciptakan melalui interaksi yang

dilakukan antara ibu dan anak dalam

kehidupannya sehari-hari. Fungsi ibu didalam

kehidupan rumah tangga bersifat fleksibel

dan sangat penting dalam menentukan taraf

kesejahteraan keluarga. Namun, salah satu

yang menjadi fungsi utama yaitu memberikan

Page 67: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

63

pengasuhan kepada anak. Orang tua

memiliki posisi dan tanggung jawab terbesar

dalam hal pengasuhan anak. Seperti yang

diungkapkan Sulystiorini (2007) bahwa dalam

melakukan tanggung jawabnya, orang tua

dituntut untuk memelihara kesehatan anak,

memberikan makanan bergizi, memberikan

pendidikan dan menciptakan lingkungan

psikososial yang kondusif.

Berdasarkan penjelasan yang telah

dikemukakan, maka pengasuhan anak yang

dilakukan oleh orang tua harus disesuaikan

dengan potensi tumbuh kembang anak

tersebut. Pendidikan, pengetahuan, dan

keterampilan dalam pengasuhan anak

merupakan hal utama yang perlu dimiliki oleh

orang tua terutama seorang ibu dalam

menunjang perkembangan anaknya. Melalui

pengetahuan dan keterampilan yang

dimilikinya tentang pengasuhan anak, maka

ibu dapat memberikan pengasuhan yang

sesuai dengan kebutuhan dan proses

perkembangan anak balita. Kesesuaian inilah

yang menunjukkan bahwa ibu telah

memberikan pengasuhan yang berkualitas

kepada anak balitanya.

Keluarga merupakan satuan terkecil

yang berada di lingkungan masyarakat.

Sebagai satuan yang terkecil, interaksi dan

hubungan yang dilakukan akan lebih dekat

dan intens. Melalui proses belajar antar

anggota keluarga selama hidup bersama

akhirnya akan menghasilkan nilai-nilai,

norma, dan kebudayaan. Sebuah keluarga

perlu memiliki ketahanan agar dapat

menjalankan fungsi-fungsi pentingnya

didalam kehidupan. Berdasarkan UU. No. 52

Tahun 2009 “Ketahanan dan kesejahteraan

keluarga adalah kondisi keluarga yang

memiliki keuletan dan ketangguhan serta

mengandung kemampuan fisik-materil guna

hidup mandiri dan mengembangkan diri dan

keluarganya untuk hidup harmonis dalam

meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan

lahir dan batin.”

Ketahanan keluarga akan tercipta

melalui nilai, keterampilan, dan pola interaksi

yang dimiliki oleh keluarga tersebut didalam

menjalankan kehidupannya sehari-hari. Oleh

karena itu pembinaan ketahanan keluarga

dilakukan dengan tujuan agar keluarga dapat

mengelola sumber daya yang tersedia dalam

lingkungan keluarga dan menyelesaikan

permasalahan yang dihadapinya secara

mandiri. Ketahanan keluarga berkaitan

dengan keberfungsian keluarga dalam

pembangunan kualitas sumber daya anak.

Seperti hasil penelitian Sunarti (2008) yang

menunjukkan bahwa ketahanan keluarga

mempengaruhi pengasuhan anak dan

akibatnya mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Dengan demikian keluarga yang

memiliki ketahanan memberikan makna

bahwa keluarga tersebut telah berfungsi.

Sehingga keberfungsian keluarga tersebut

bertindak sebagai faktor utama yang

mendorong peningkatan taraf kesejahteraan

keluarga yang pada akhirnya secara tidak

langsung berdampak pada peningkatan

kesejahteraan anak. Terwujudnya

kesejahteraan anak sangat ditentukan oleh

keluarga dan kesejahteraan keluarga itu

sendiri sebagai tempat yang paling utama

Page 68: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

64

dimana anak tumbuh dan berkembang. Oleh

sebab itu, keluarga dituntut untuk

memberikan suatu tata kehidupan yang layak

dan memadai bagi kebutuhan anak sesuai

dengan tahap perkembangannya. Melalui

nilai, keterampilan, dan pola interaksi yang

diterapkan oleh keluarga sebagai gambaran

bahwa keluarga tersebut memiliki ketahanan,

maka akan mendukung kesesuaian

pemenuhan kebutuhan anak sehingga secara

linear berdampak pada peningkatan

kesejahteraan anak.

Peran pekerja sosial yang sangat vital

dan krusial yaitu pada sistem kesejahteraan

anak. Anak dan orang tua dalam sistem

kesejahteraan anak seringkali diketahui dari

sistem lain seperti kesehatan mental dan

pendidikan, pekerja sosial bekerja pada

setting lain yang mengharuskan untuk

memahami benar mengenai isu-isu,

kebijakan, dan praktik dalam kesejahteraan

anak. (Petr, 2004) Artinya, fokus pekerjaan

sosial yaitu penyelarasan kebijakan dan

praktik yang dibutuhkan untuk meningkatkan

kesejahteraan anak. Peningkatan

kesejahteraan anak itu sendiri dilakukan

salah satunya melalui pemeliharaan dan

pembinaan keluarga.

Pengasuhan adalah sebuah peran

yang menuntut dan mengharuskan sebuah

tingkatan keterampilan yang penuh disertai

dengan dukungan sistem sosial yang kuat.

(Collins dkk., 2010) Bagaimanapun juga

untuk sebagian besar orang, keterampilan

pengasuhan tidak dapat didasari secara

insting. Mengacu pada Collins, pekerjaan

sosial mempercayai bahwa orang tua dapat

mempelajari keterampilan pengasuhan yang

lebih efektif. Pekerja sosial keluarga bekerja

dengan anggota keluarga untuk

meningkatkan kemampuan yang terintegrasi

dalam keharmonisan keluarga.

Program pemberdayaan / pembinaan

keluarga berangkat dari permasalahan sosial

yang dihadapi oleh keluarga. efektifitas

pelaksanaan program dapat dikemukakan

sebagai suatu pencapaian yang dihasilkan

oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

didalam program tersebut. Pendapat peserta

program dapat dijadikan sebagai ukuran

untuk menentukan efektifitas program. Hal

tersebut dinyatakan oleh Kerkpatrick yang

dikutip oleh Cascio (1995) dalam Tulus

(1996) bahwa evaluasi terhadap efektifitas

program pelatihan dapat dilakukan,

diantaranya melalui reaksi peserta terhadap

program yang diikuti. Bermanfaatkah dan

puaskah peserta pelatihan terhadap program

pelatihan merupakan pertanyaan-pertanyaan

yang dapat dijadikan sebagai alat untuk

mengukur reaksi peserta terhadap program

pelatihan (Tulus,1996).

Konsep evaluasi memiliki keterkaitan

dengan efektifitas dimana keduanya

bertumpu pada hasil dari pelaksanaan

sebuah kegiatan atau program. Demikian

halnya penilaian dalam evaluasi menurut

Carol H. Weiss dimaksudkan untuk mengukur

efek suatu program dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Mengacu pada

Katherine (2012), dalam beberapa tahun

terakhir teori perubahan pendekatan untuk

mengukur efektifitas program telah banyak

dianut oleh penyedia dana, evaluator dan

Page 69: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

65

manajer program sosial. Ada dua alat dalam

pengukuran efektifitas program sosial,

diantaranya logic models yang mengkaji

efektifitas berdasarkan keseluruhan

komponen dan theories of change yang

mengkaji efektifitas berdasarkan perubahan

atau hasil dari pelayanan yang telah

diberikan. Melalui dua alat pengukuran

efektifitas program sosial yang dikemukakan

oleh Katherin (2012), maka pendekatan

untuk mengukur efektifitas ini cenderung

menggunakan logic models dengan dimensi-

dimensi yang digunakan yaitu input, proses,

output.

SIMPULAN

Berdasarkan penjelasan yang telah

dikemukakan pada subbab mengenai

ketahanan keluarga, bahwa keluarga yang

memiliki ketahanan dapat mendukung

pengasuhan anak. Didalam konteks yang

sama, peningkatan ketahanan keluarga akan

tercapai melalui pelaksanaan program

pembinaan ketahanan keluarga dan

kesejahteraan keluarga oleh pihak

pemerintah setempat dalam hal ini yaitu

Badan Pemberdayaan Perempuan dan

Keluarga Berencana Kota Bandung. Keluarga

yang memiliki ketahanan artinya keluarga

tersebut dapat berfungsi untuk mengelola

sumber-sumber yang ada dalam rangka

penyelesaian masalah yang dihadapinya

serta pemenuhan kebutuhan anggota

keluarganya. Konsekuensinya, fondasi

pekerja sosial keluarga terletak pada prinsip

bahwa anak akan mendapatkan pengasuhan

yang baik ketika keluarga berfungsi secara

optimal.

Keluarga yang memiliki ketahanan

akan dapat memberikan pencapaian hasil

positif bagi anak walaupun keluarga tersebut

dalam keadaan beresiko tinggi. Misalnya

seorang anak yang tumbuh di lingkungan

tetangga yang beresiko tinggi (di lingkungan

kejahatan atau lingkungan pelacuran), tetapi

di kemudian hari ia dapat menjadi orang

dewasa yang kontributif bagi masyarakat

karena keluarga dari anak tersebut memiliki

ketahanan. Dengan demikian ketahanan dan

kesejahteraan keluarga keduanya dapat

memberikan kontribusi penting bagi

kesejahteraan anak. sebagaimana pendapat

Michelle A. Johnson dan rekan-rekan (2006)

bahwa faktor-faktor yang secara signifikan

mempengaruhi kesejahteraan anak yaitu

keselamatan anak, ketahanan keluarga,

kesejahteraan keluarga, kapasitas

perlindungan dan pengasuhan anak, serta

kemampuan keluarga untuk menjamin

keamanan terhadap anak-anaknya.

Berdasarkan pendapat Johnson

(2006) dapat diidentifikasi faktor lain yang

mempengaruhi kesejahteraan anak yaitu

kapasitas orang tua dan keluarga dalam hal

pengasuhan dan perlindungan anak.

Kapasitas digambarkan melalui pemahaman

dan keterampilan ibu dalam mengasuh dan

mendidik anak balitanya. Setiap anak

terutama pada masa keemasan (balita) perlu

mendapatkan pola asuh yang baik agar

kebutuhan-kebutuhan dasarnya dapat

terpenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan

berkembang secara wajar. Program Bina

Page 70: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

66

Keluarga Balita dilaksanakan dengan tujuan

utamanya yaitu untuk meningkatkan

pemahaman dan keterampilan orang tua

mengenai pengasuhan dan pendidikan anak.

Melalui peningkatan pemahaman tersebut

diharapkan kapasitas pengasuhan anak yang

dimiliki oleh orang tua sekaligus keluarga

secara otomatis dapat meningkat.

Berdasarkan tujuan dan manfaat

program tersebut, maka diperlukan penilaian

efektifitas program agar dapat diketahui

bagaimana hasil pencapaian program. Dalam

mengkaji mengenai efektifitas program Bina

Keluarga Balita diperoleh melalui kajian atas

dimensi input, proses, dan output. Ketiga

dimensi inilah yang dijadikan lingkup

penelitian untuk membatasi hal-hal apa saja

yang dikaji dalam penelitian ini.

Dimensi yang pertama adalah input

(masukan). Input dari pelaksanaan program

Bina Keluarga Balita dapat berupa fasilitas

sarana dan prasarana yang mencakup

seluruh peralatan yang dibutuhkan serta

tempat untuk melaksanakan kegiatan,

peserta ialah para orang tua balita yang

terlibat didalam kegiatan, sumber dana

dimana merupakan komponen penting untuk

terselengaranya program Bina Keluarga

Balita, dan yang terakhir kader bertindak

sebagai penyebarluasan informasi mengenai

program dan pemberian materi.

Dimensi kedua adalah proses dimana

merupakan aspek atau kegiatan yang

menambah kegunaan dari komponen-

komponen yang telah disebutkan pada

dimensi input. Aspek dalam dimensi proses

diantaranya metode penyuluhan dan proses

kegiatan dari mulai perencanaan hingga

evaluasi.

Output (hasil) merupakan keluaran

yang dapat dicapai melalui penggunaan input

pada proses. Output pelaksanaan program

Bina Keluarga Balita dapat berupa

peningkatan pemahaman orang tua dalam

hal pengasuhan anak, meningkatnya peran

serta masyarakat dalam kegiatan Bina

Keluarga Balita.

DAFTAR PUSTAKA

Buku : Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur Waseso.

1984. Penelitian untuk Mengevaluasi Efektifitas Program Kemasyarakatan. Surabaya: Usaha Nasional Surabaya.

Agus Tulus, Moh. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku Panduan.

Bappenas. 1992. Bab 19. Kependudukan dan Keluarga Berencana

BKKBN. _____. Panduan Operasional BKB.

BKKBN. (2007). Buku Pegangan Kader Bina Keluarga Balita. Bandung.

BKKBN. (1992). Buku Pegangan Kader KB. Jakarta.

BPPKB Kota Bandung. 2011. Sistimatika Memori Kerja.

Budiyono dan Wayan Koster. 2002. Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Collins Donald, Jordan Catheleen, and Heather Coleman. 2010. An Introduction to Family Social Work. USA: Brooks/Cole

Damanik,Juda.2008:4.Pengantar Pekerjaan Sosial.Jakarta:Direktorat Pembinaan SMK

Page 71: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

67

Jones, Charles O. 1994, Pengantar Kebijakan Publik Terjemahan Ricky Istamto. Jakarta: Roja Grafindo Persada.

Kementrian Sosial, 2009. Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

Mizrahi, Terry and Larry E Davis. 2008. Encyclopedia of Sosial Work 20th Edition.NASW Press: New York

Moekijat, 1981. Manajemen Kepegawaian. Bandung: Mandar Maju.

Pamudji. 1985. Ekologi Administrasi Negara. Jakarta: Bina Aksara.

Petr, Crhristopher G. 2004. Sosial Work with Children and Their Families. New York: Oxford University Press.

PN. Evelin dan Djamaludin. N (2010). Panduan Pintar Merawat Bayi & Balita. Jakarta : PT Wahyu Media.

S, Kasni Hariwoeryanto, Kebijakan Sosial dan Evaluasi Program Kesejahteraan Sosial, Karya Nusantara, Bandung, 1987.

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya manusia dan produktivitas. Bandung: CV Mandar Maju.

Soekanto, Soedjono. 1989. Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Sondang P. Siagian, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Jurnal, Hasil Penelitian, Artikel :

A. Johnson, Michelle et all. 2006: 1. Family Assessment in Child Welfare Services: Instrument Comparisons. Bay Area Sosial Services Consortium and the Zellerbach Family Foundation

Budi Santoso, Irawan. 2004. Evaluasi Pelaksanaan Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (p2m-bg). Program Studi Ilmu Adiministrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret.

Child Welfare Information Gateway. 2010. Pdf. Family Engagement melalui www.childwelfare.gov

DepKes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional 2004, Jakarta.

Gabriel A. 2008. Perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) serta hidup bersih dan sehat ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Desa Cikarawang, Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Heryendi, Wycliffe Timotius. 2013. Efektifitas Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di Kecamatan Denpasar Barat. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Indra, Hendy. 2010. Masalah Kependudukan yang Berhubungan dengan Sosial. Program Studi Geografi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Kementerian Sosial, 2009. Rencana Strategis 2010-2014 Kementerian Sosial.

Khaizu, Ingata. 2009. Upaya-Upaya Perlindungan Oleh Organisasi Sosial Keagamaan Lokal Bagi Anak yang Berada pada Pemukiman Rawan untuk Tereksploitasi Secara Ekonomi dan Seksual melalui www.lontar.ui.ac.id

Main, Katherin. 2012. Program Design, A Practical Guide. United Way.

Suharto, Edi. 2007. Menggagas Pelayanan Sosial yang Berkeadilan.

Page 72: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

68

Website :

Azuar Juliandi, 2007. Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas, pdf melalui http://azuarjuliandi.com/elearning/

Fachrudin, Adi. Ketahanan Institusi Keluarga dan Kesejahteraan Anak dalam www.academia.edu

Sunarti, Euis. 2012. Keluarga Berencana dalam Konteks Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Ketahanan Keluarga melalui www.euissunarti.staff.ipb.ac.id

Rangga, Dayat. 2013. Pekerjaan Sosial Individu dengan Keluarga melalui www.dayatranggambozo.blogspot.com

Page 73: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

69

HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL

Oleh:

Eva Nuriyah Hidayat10

Abstrak

Hak asasi manusia dan pekerjaan sosial merupakan suatu hal yang saling berkaitan,

dimana pekerjaan sosial di dalam prakteknya mendasarkan etika pada hak asasi manusia. Dalam

praktek pekerjaan sosial, permasalahan yang muncul adalah hak asasi manusia yang seperti apa

yang dapat diterapkan sebagai etika praktek pekerjaan sosial. Oleh karena itu mahasiswa perlu

dibekali dasar-dasar hak asasi manusia yang sesuai dengan sistem sosial masyarakat.

10

Disampaikan dalam Seminar “Social Work Students Sensitized Orientation on Human Rights”, yang diselenggarakan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD bekerja sama dengan Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia, pada tanggal 13 Desember 2012 di Gedung D Lt II FISIP UNPAD Jatinangor.

Page 74: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

70

A. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk paling

sempurna dari aspek penciptaan dan

kedudukannya11. Ia adalah makhluk yang

terdiri atas unsur lahir dan batin, jasmani dan

rohani (sebagian menyebutnya menambah

unsur nafsani), merupakan makhluk tertinggi

ciptaan Allah yang merupakan citra Ar-

Rahman12 (Suratir Rahman). Sebelum

kelahirannya telah didahului oleh perjanjian

primordial dengan Tuhan13, sehingga ia

terlahir dengan berkeimanan dengan fitrah

suci yang dengan bekal akal budi dan hati

nuraninya potensial berlaku lurus14.

11

Mengenai hal ini banyak ayat Al Qur-an ataupun Hadits Rasul yang bisa dirujuk. Salah satu yang terkenal adalah, “Sesungguhnya manusia diciptakan dalam sebaik-baik kejadian”. Qur-an S. At- Tien: 5.

12 Dalam Teologi Kristiani juga ada pandangan ini. Magnis Suseno misalnya menyebut “Manusia diciptakan oleh Allah menurut CitraNya” atau “Bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah”. Lihat Franz Magnis Suseno. Kuasa & Moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 14-15

13 Istilah perjanjian primordial adalah istilah yang ditemkan Prof Nurcholish Madjid, untuk menyebut perjanjian perjanjain Tuhan dengan segenap Roh sebagaimana dilukiskan dalam Qur-an, Surat Al A’raf (7) ayat 172-173.

14 Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani

(nurani, artinya bersifat cahaya terang), yang

mendorongnya untuk senantiasa mencari, berpihak

dan berbuat baik dan benar. Jadi setiap pribadi

mempunyai potensi untuk benar(Qur-an S. Al

Ahzab/33:4). Maka, untuk hidupnya, manusia

dibekali akal pikiran, kemudian agama, dan

terbebani kewajiban terus menerus mencari dan

memilih jalan hidup yang lurus, benar dan baik.

Karena itu diwajibkan mengerjakan shalat, yang

didalamnya harus membaca al Fatihah. Dalam surat

itu ada doa yang harus dihayati dengan sepenuh hati

dann diaminkan, yaitu doa memohon jalan yang

lurus. Mencari, menemukan, memahami dan

mengikuti jalan yang lurus adalah perjalanan yang

Manusia juga hadir ke dunia dengan

mengemban amanah, sebagai khalifah

Tuhan yang dengan segala kelebihannya

Tuhan pun menanggungnya. Karena itu

sampai setelah kematiannya manusia harus

tetap dihormati, dengan segala hak yang

dimilikinya. Sebagian hak-haknya merupakan

hak asasi (Hak Asasi Manusia-HAM)15. Inilah

yang disebut hak asasi manusia yaitu hak-

hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia

dalam kandungan dan merupakan pemberian

Tuhan.

Istilah hak asasi manusia bukan

hanya istilah yang dipergunakan oleh

masyarakat barat saja. Ide untuk

memperjuangkan hak dan martabat, hak

untuk hidup, hak memperoleh keadilan, hak

memperoleh kemerdekaan, hak memperoleh

persamaan dan hak untuk memperoleh

perlindungan merupakan hak-hak yang tidak

hanya diperjuangkan oleh semua bangsa.

Von Senger menyatakan bahwa di berbagai

belahan dunia dan di berbagai kultur di dunia

ini, istilah hak asasi manusia dikenal oleh

tidak kenal berhenti. Maka shalat yang mencakup

doa tersebut juga tidak berhenti, terus menerus

sepanjang hayat (Surat Al Fatihah: ayat 7).

15 Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).

Page 75: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

71

semua manusia, meskipun penamaannya

atau istilahnya berbeda.16

B. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak Asasi Manusia di Indonesia

bukanlah suatu wacana yang asing dalam

pembentukan bangsa. Jauh sebelum

kemerdekaan, para founding fathers telah

memperjuangkan harkat dan martabat

manusia ke arah yang lebih baik, misalnya

RA. Kartini dalam surat-suratnya, Ki Hajar

Dewantara, dan para pejuang yang

memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Titik

tolak Bangsa Indonesia dalam

memperjuangkan Hak Asasi Manusia adalah

berdasarkan pemahaman bahwa bangsa

Indonesia lahir dan memperjuangkan hak

dasar ini, terutama hak untuk merdeka. Dan

hal ini tidak hanya terbatas pada hak atas

kebebasan politik namun juga kebebasan

dari kemelaratan, kebodohan, ketidakadilan

sosial dan keterbelakangan ekonomi.

Konsep Indonesia mengenai HAM

muncul dari dasar filsafat negara, Pancasila,

terutama dari sila keduanya yakni

kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini

kemudian terefleksi juga di dalam 4 sila

lainnya yang secara bersama-sama

mensiratkan gagasan mengenai harkat dan

martabat manusia baik sebagai anggota

masyarakat dan individu.

16

Von Senger. H. 1993. “From the Limited to The Universal Consept of Human Rights: Two Periods of Human Rights” in Schmale, Human Rights and Cultural Diversity. Hlm: 47.

Indonesia tidaklah berbeda dengan

negara-negara Asia dan Afrika lainnya yang

pernah mengalami kemajuan budaya, namun

tidak mengalaminya pada periode yang sama

dengan negara-negara barat dalam

mengembangkan gagasan demokrasi dan

HAM. Oleh karenanya, negara-negara Asia

dan Afrika, terkadang memiliki persepsi yang

berbeda, dikarenakan pengalaman yang

berbeda tersebut terkait dengan hubungan

antara negara dan masyarakat, manusia dan

sesama manusia dan hak-hak masyarakat

yang diperlawankan dengan hak-hak

individualistis.

Hak Asasi Manusia yang

berkesesuaian dengan Pasal 29 dari

Universal Declaration of Human Right yang

menekankan pada dua aspek yang harus

selalu diseimbangkan. Pada satu sisi,

terdapat prinsip-prinsip yang sangat terkait

dengan hak-hak dasar dan kebebasan

individu, namun pada sisi lain, terdapat

pernyataan terkait dengan kewajiban bagi

individu terhadap masyarakat dan negara.

Implementasi HAM menuntut adanya

hubungan yang saling seimbang antara hak-

hak individual dan kewajibannya terhadap

masyarakat. Tanpa adanya keseimbangan,

hak komunitas secara keseluruhan tidaklah

dapat dikesampingkan, hal ini dapat

menciptakan ketidakstabilan dan bahkan

anarki, terutama bagi negara-negara

berkembang. Di Indonesia, seperti di banyak

negara berkembang lainnya, hak-hak individu

adalah seimbang dengan hak dari

masyarakat. Budaya Indonesia berdasarkan

Page 76: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

72

hukum kebiasaan para leluhurnya, selalu

mengedepankan hak dan kepentingan

masyarakat dan bangsa. Namun demikian,

hal ini dilakukan tanpa meminimalkan hak-

hak dan kepentingan-kepentingan dari

individu-individu dan kelompok-kelompok

minoritas. Kepentingan dari kelompok

terakhir yang disebutkan selalu

diperhitungkan atas dasar prinsip

musyawarah mufakat, yang terkandung di

dalam sistem politik dan bentuk demokrasi

Bangsa Indonesia.

Indonesia tidak bermaksud

mengusulkan konsep alternatif HAM, selain

yang telah disepakati oleh negara-negara

PBB. Indonesia sejak 1991 merupakan

anggota Komisi HAM PBB, dan mengakui

peran penting yang dapat dimainkan oleh

institusi nasional dalam rangka

mempromosikan dan melindungi HAM,

Indonesia pada tahun 1993 membentuk

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Oleh

karenanya Indonesia menerima dan

mengakui keabsahan universal dari HAM

dasar dan kebebasan dasar. Namun

demikian, Indonesia menekankan pada perlu

dilakukannya pengakuan yang luas terhadap

kompleksitas dari isu HAM yang muncul

dikarenakan kebergamaan yang luas, baik

dari sejarah, budaya, sistem nilai, lokasi

geographis dan tahap-tahap perkembangan

antara negara-negara di dunia. Oleh

karenanya, seluruh negara-negara harus

memiliki sensitifitas dari menghadapi

kompleksitas dari Isu HAM yang muncul.

Sejalan dengan pandangan ini,

Indonesia mendukung penuh kebijakan yang

temuat di dalam Piagam PBB yang

mempromosikan dan perlindungan HAM

dalam konteks kerjasama internasional. Saat

ini telah terdapat beragam kovensi-konvensi,

deklarasi-deklarasi dan pengertian yang

sama dalam mengimplementasikan dan

mengukur kerjasama internasional yang

dikembangkan oleh PBB sejak tahun 1945.

Indonesia melihat hal ini merupakan

representasi dari pemulaan budaya universal

atas HAM yang merupakan dasar bagi

terciptanya kerjasama internasional dalam isu

HAM.

Namun demikian, kerjasama

internasional, mensyaratkan penghargaan

bagi kedaulatan yang setara dari negara-

negara dan identitas nasional dari suatu

bangsa. Indonesia oleh karenanya,

memegang pandangan bahwa kerjasama

internasional, tidak boleh dilakukan atas

dasar tuduhan yang tidak mendasar,

pengkhotbahan yang hanya berdasar pada

kehendak sendiri, atau pencampuran

(intervensi) terhadap negara lain. Tidak ada

suatu negara atau sekelompok negara-

negara memegang peran sebagai hakim

maupun juri atas negara lain, hal ini

merupakan hal yang penting dan sensitif.

C. Pendidikan Hak Asasi Manusia di

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

HAM menjadi bahan yang kian

meluas diperbincangkan di berbagai

Page 77: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

73

kalangan masyarakat. Namun yang paling

mendominasi perhatian pembahasan

materi/subtansinya berpusat di dunia

akademik, suatu tempat penggodokan calon

pemimpin masa depan –sebagai dosen,

pengacara, konsultan, legal drafter, legislator,

pejabat, notaris, dan lain-lain- yang akan

memiliki tempat dan pengaruh tersendiri di

kalangan masyarakat. Titik sentral

permasalahannya meliputi sejarah, teori-teori,

kandungan aturan hukumnya sampai pada

pelaksanaannya.

Secara umum, pengajaran mata

kuliah HAM ini harus sejalan dengan tujuan

Pendidikan Nasional sebagaimana yang

tertuang dalam pasal Pasal 3 UU No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (UU Sisdiknas). Pasal 3

menyatakan,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Berdasarkan hal itu, pengajaran ini

secara umum untuk membekali mahasiswa

ilmu/pengetahuan tentang HAM yang meliputi

sejarah, teori-teori (termasuk ham

partikularistik-universal), kandungan aturan

hukumnya sampai pada pelaksanaannya.

Pengajaran tersebut, saat ini telah diberikan

pada berbagai universitas di Fakultas Hukum.

Khusus di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

FISIP UNPAD, pendidikan hak asasi manusia

diberikan kepada mahasiswa dalam judul

mata kuliah “Pekerjaan Sosial dan Hak Asasi

Manusia”. Meskipun mata kuliah tersebut

berupa mata kuliah pilihan dan baru

dilaksanakan pada tahun ini, namun terdapat

hal-hal yang penting dari substansi

perkuliahan yang garis besar matakuliah ini

terbagi menjadi:

1. Pengetahuan dasar tentang HAM,

meliputi sejarah, teori-teori, dan aturan-

aturan HAM nasional dan internasional,

dengan materi ini diharapkan mahasiswa

dapat memahami konsep HAM secara

utuh.

2. Permasalahan-permasalahan yang

melanggar HAM baik lokal, nasional

maupun internasional. Permasalahan

yang dibahas meliputi kejahatan

genosida dan kejahatan kemanusiaan

yang ada di masyarakat. Dengan materi

ini diharapkan mahasiswa kritis terhadap

permasalahan-permasalahan HAM yang

dialami baik oleh individu, kelompok

maupun masyarakat.

3. Sistem sosial budaya masyarakat dan

Hak Asasi Manusia, dengan materi ini

diharapkan mahasiswa memahami

bahwa hak asasi manusia itu tidak

terlepas dari kultur budaya masyarakat.

4. Praktek pekerjaan sosial dan Hak Asasi

Manusia, materi ini meliputi human rights

and human need, etics and human

rights, dan beberapa praktek pekerja

Page 78: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

74

sosial di lembaga-lembaga nasional

maupun internasional. Dengan materi-

materi tersebut diharapkan mahasiswa

dapat lebih memahami praktek pekerjaan

sosial serta dapat menumbuhkan

kesadaran bagi mahasiswa sebagai

calon pekerja sosial akan harkat

martabat kemanusiaan para pribadi,

sehingga dalam memberikan

pertolongan ataupun intervesi tidak

melanggar hak-hak asasi manusia.

Berkaitan dengan sosialisasi dan

penegakan hak asasi manusia telah ada

pengaturannya di dalam Pasal 100 Undang-

Undang No. 39 Tahun 1999, yang

menyatakan sebagai berikut :

Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan,dan pemajuan Hak Asasi Manusia.

Lebih lanjut Pasal 103 UU No. 39

Tahun 1999 menyebutkan,

Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga studi atau lembaga kemasyarakatan lainnya, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerjasama dengan Komnas HAM dapat pula melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai Hak Asasi Manusia.

Kedua ketentuan di atas,

menunjukkan bahwa sosialisasi dan

penegakan hak asasi manusia tidak hanya

menjadi tanggungjawab negara tetapi setiap

orang, kelompok, organisasi politik,

organisasi masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat, perguruan tinggi, juga turut

mempunyai hak untuk ikut melakukan

sosialisasi dan penegakan hak asasi

manusia.

D. Peluang dan Tantangan Bagi Praktek

Pekerja Sosial

Selaku makhluk individual dan

makhluk sosial, ia perlu berproses menuju

pencapaian jatidirinya. Dalam proses ini -

termasuk melalui pendidikannya- ia akan

mengalami berbagai benturan. Ada kalanya

ia sanggup mengatasi, ada kalanya ia tak

sanggup menghadapinya. Akibatnya banyak

fakta yang mengungkap berbagai

pelanggaran oleh manusia, baik pelanggaran

sederhana maupun kejahatan berat. Baik

yang dilakukan oleh individu maupun yang

telah memegang jabatan.

Berbagai bentuk pelanggaran yang

diterima oleh korban baik yang dilakukan oleh

aparat atau bukan, ke Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 2008

mencapai jumlah 4900 kasus, dan sampai

tahun 2009 data pelanggaran HAM yang

dilaporkan ke Komnas HAM ini mengalami

peningkatan yaitu mencapai 5300 kasus17.

Hal ini cukup memprihatinkan mengingat

berbagai bentuk pelanggaran HAM ini tidak

17

Laporan Komnas HAM 2009.

Page 79: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

75

semuanya mendapatkan pelayanan dan

advokasi yang maksimal.

Kondisi tersebut menjadi suatu

tantangan bagi profesi pekerjaan sosial.

Pekerjaan sosial sebagai sebagai profesi

pemberian bantuan untuk penyelesaian

masalah, pemberdayaan dan mendorong

perubahan sosial dalam interaksi manusia

serta lingkungannya pada tingkat individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraannya. Pekerjaan

sosial mendasarkan intervensinya pada teori

perilaku manusia dan lingkungan sosial serta

prinsip-prinsip hak asasi manusia dan

keadilan dengan memperhatikan faktor

budaya masyarakat.

Berdasarkan definisi tersebut maka

hak asasi manusia merupakan dasar moral

praktek pekerjaan sosial baik level personal,

community development maupun

advokasinya.18 Hal-hal yang terkait dengan

HAM ini adalah democracy, justice, feedom,

equality and human dignity , menjadi prinsip-

prinsip yang dijunjung oleh pekerja sosial.19

Berbicara mengenai hak asasi manusia

dalam profesi pekerjaan sosial tentu saja

tidak terlepas dari konsep dan praktek

pekerjaan sosial. Perspektif hak asasi

manusia menjadi hal yang ditekankan dalam

pertolongan individu dalam memperoleh

tujuan dari kesejahteraan sosial.

18

Ife, James William. 2001. Human Rights and Social Work. Toward Rights-Based Practice. UK: Cambridge University Press. 19

Schmale.W (ed). 1993. Human Rights and Cultural Diversity, Goldbach, Germany: Keip.

Berbagai kasus pelanggaran hak

asasi manusia di Indonesia masih banyak

yang belum mendapatkan pelayanan dan

perlindungan. Apalagi pelanggaran-

pelanggaran hak asasi manusia berat

(genosida) yang melibatkan para penguasa

(dalam hal ini pemerintah), misalnya

pembantaian masal pada tahun 1965-1970,

kejadian di Timor Timur (April 1999), Tanjung

Priok (1984), kasus Bulu Kumba, kasus

Trisakti, dan masih banyak lagi kasus

kemanusian seperti kasus Marsinah,

perdagangan anak, dan lain-lain. Sederet

penanganan di atas belumlah mendapat

penanganan yang berarti. Secara garis besar

masih jalan di tempat. Lembaga-lembaga,

baik lembaga negara seperti Komnas HAM

maupun lembaga non pemerintah / LSM

hanya mampu mencatat data-data

pelanggaran tanpa adanya kemajuan yang

berarti dalam konteks penegakan HAM.

Seperti yang disampaikan ELSAM (2007),

tidak adanya kemajuan penanganan HAM

adalah karena tidak koheren dan tidak

konsistennya instansi-instansi negara dalam

membuat kebijakan. Ada dua hal

penyebabnya yaitu pemerintah sendiri

kesulitan dalam mengimplementasikan

kebijakan yang telah dibuat dan institusi-

institusi yang seharusnya dibentuk untuk

mengimplementasikan kebijakan di bidang

HAM, tidak bisa dibentuk karena tidak

tersedianya sarana dan prasarana

pembentukannya. Jikapun institusi itu

dibentuk, institusi itu tidak bisa bekerja

dengan baik karena tidak mendapat

dukungan dan sarana yang baik.

Page 80: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

76

Penulis mengambil contoh mengenai

hak pengungsi di Indonesia. Di tingkat

nasional, hak asasi pengungsi tidak

dicantumkan secara khusus. Kebijakan,

program, pelayanan yang diberikan bagi

pengungsi terkait hak asasinya dibuat secara

umum dalam UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 5

ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap

orang termasuk kelompok masyarakat yang

rentan memperoleh perlakuan dan

perlindungan yang lebih karena

kekhususannya. Dalam Keputusan Presiden

Republik Indonesia tentang Badan Koordinasi

Nasional Penanggulangan Bencana dan

Penanganan Pengungsi dimuat aturan

mengenai penanganan pengungsi yang

meliputi upaya pelayanan dan perlindungan

kemanusiaan terhadap pengungsi yang

timbul akibat konflik yang terjadi di suatu

daerah termasuk kegiatan pencegahan,

tanggap darurat, penghapusan, pemindahan

dan relokasi pengungsi. Pengungsi yang

dimaksud dalam aturan ini lebih dikenal

dengan istilah korban konflik atau korban

bencana sosial. Dalam Kepres tersebut

belum diatur secara khusus penanganan dan

pelayanan kemanusiaan bagi korban

pengungsi bencana alam. Apabila

kebijakannya masih belum diatur, bagaimana

membuat perlindungan terhadap hak-hak

bagi pengungsi. Setelah diberikan sekedar

bantuan, banyak sekali pengungsi korban

bencana alam ini diabaikan begitu saja.

Hal ini menjadi tantangan bagi pekerja

sosial dalam menjalankan praktek

pertolongan dan pemberdayaan. Sudah

sejauh manakah peran pekerja sosial dalam

menghadapi permasalahan hak asasi

manusia yang begitu banyak di Indonesia.

Selain tantangan yang dihadapi,

sebenarnya peluang pekerja sosial untuk

berkiprah di dalam penanganan masalah

HAM ini sebenarnya masih terbuka lebar.

Berbagai organisasi non pemerintah (NGO)

yang murni memperjuangkan HAM seperti

ELSAM, Kontras, dan lain-lain, serta

organisasi-organisasi yang menangani

permasalahan secara khusus seperti

masalah anak (Save the Children, UNICEF,

dan lain-lain), masalah perempuan (UNIFEM

), masalah pengungsi (UNHCR ) dan lain-

lain, masih memerlukan profesi pekerjaan

sosial.

E. Penutup

Pendidikan Hak Asasi Manusia bagi

mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan

Sosial merupakan hal yang penting sebagai

dasar moral praktek pekerjaan sosial.

Dengan mata kuliah ini diharapkan

mahasiswa dapat lebih memahami praktek

pekerjaan sosial serta dapat menumbuhkan

kesadaran bagi mahasiswa sebagai calon

pekerja sosial akan harkat martabat

kemanusiaan para pribadi, sehingga dalam

memberikan pertolongan ataupun intervesi

tidak melanggar hak-hak asasi manusia.

Peluang dan tantangan praktek

pekerjaan sosial yang menangani

permasalahan hak asasi manusia di

Page 81: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

77

Indonesia masih terbuka lebar, khususnya

dalam organisasi-organisasi non pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Ife, James William. 2001. Human Rights and

Social Work. Toward Rights-Based

Practice. UK: Cambridge University

Press.

Laporan Komnas HAM 2009.

Schmale.W (ed). 1993. Human Rights and

Cultural Diversity, Goldbach,

Germany: Keip.

Von Senger. H. 1993. “From the Limited to

The Universal Consept of Human

Rights: Two Periods of Human Rights”

in Schmale, Human Rights and

Cultural Diversity.

Page 82: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

78

PANDUAN PENULISAN ARTIKEL UNTUK PENULIS

JUDUL ARTIKEL (Huruf Kapital, Tahoma, 14 point, Bold, centered)

(kosong, spasi tunggal) Penulis Pertama1, Kedua2, dan Ketiga3(12 point)

(kosong, spasi tunggal) 1. Alamat instansi (Instansi,Fakultas, Universitas, alamat lengkap)(10 point)

(kosong, spasi tunggal) (E-mail:[email protected] (10 point, italic)

(dua ketuk spasi tunggal)

ABSTRAK (bold, 10 Point). Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 250 kata. Abstrak mencakup permasalahan, metode, dan temuan serta simpulan. Abstrak dalam bahasa Inggris, tidak lebih dari 200 kata. (kosong,spasi tunggal) Kata-kata kunci (Key words): Tuliskan maksimal 5 kata-kata kunci (key words). (tiga ketuk spasi tunggal) FORMAT NASKAH Artikel yang dimuat dalam jumal ini dapat berupa kajian konseptual dan atau hasil-hasil penelitian pada masing-masing disiplin ilmu atau interdisiplin. Secara umum, sistematika artikel terdiri atas pendahuluan/introduksi yang menguraikan latar belakang dan permasalahan yang dikaji yang ditunjang oleh referensi yang relevan, metode, hasil dan pembahasan, dan simpulan/rekomendasi. Pada kajian yang bersifat konseptual, bagian metode dapat ditiadakan bila dianggap tidak perlu. Pendahuluan (Introduction) Dalam pendahuluan dikemukakan suatu permasalahan/ konsep/hasil penelitian sebelumnya secara jelas dan ringkas sebagai dasar dilakukannya penelitian yang akan ditulis sebagai artikel ilmiah. Pustaka yang dirujuk hanya yang benar-benar penting dan relevan dengan permasalahan untuk men"justifikasi" dilakukannya penelitian, atau untuk mendasari hipotesis. Pendahuluan juga harus menjelaskan mengapa topik penelitian dipilih dan dianggap penting, dan diakhiri dengan menyatakan tujuan penelitian tersebut. Metode (Methods), Hasil dan Pembahasan (Results and Discussion) Alur pelaksanaan penelitian harus ditulis dengan rinci dan jelas sehingga peneliti lain dapat melakukan penelitian yang sama (repeatable and reproduceable). Hasil penelitian dalam bentuk data merupakan bagian yang disajikan untuk menginformasikan hasil temuan dari penelitian yang telah dilakukan. Ilustrasi hasil penelitian dapat menggunakan grafik/tabel/gambar. Tabel dan grafik harus dapat dipahami dan diberi keterangan secukupnya. Hasil yang dikemukakan hanyalah temuan yang bermakna dan relevan dengan tujuan penelitian. Dalam Pembahasan dikemukakan keterkaitan antar hasil penelitian dengan teori, perbandingan hasil penelitian dengan hasil penelitian lain yang sudah dipublikasikan. Pembahasan menjelaskan pula implikasi temuan yang diperoleh bagi ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya. Simpulan dan Saran (Conclusion and Suggestion) Simpulan merupakan penegasan penulis mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Saran hendaknya didasari oleh hasil temuan penelitian, berimplikasi praktis, pengembangan teori baru (khusus untuk program doktor), dan atau penelitian lanjutan. Naskah ditulis dalam dua kolom pada kertas berukuran A4, dengan jarak antar kolom 1 cm. Panjang tulisan maksimal 4 - 8 halaman berspasi tunggal, termasuk daftar pustaka, gambar, tabel, dan lampiran. Setiap halaman memiliki margin atas 3.5 cm, margin bawah 2.5 cm margin kiri dan kanan 2 cm. Naskah ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar bentuk huruf Tahoma 10. Naskah juga dapat ditulis dalam bahasa Inggris. Naskah dimulai dengan halaman pertama yang memuat:

Judul singkat (running head). Penulis diminta untuk membuat judul singkat (maksimal 14 kata).

Judul lengkap (dalam bahasa Indonesia dan Inggris).

Nama penulis, afiliasi, dan alamat korespondensi (mis. E-mail).

Page 83: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

79

Gambar dan Tabel

Gambar yang akan ditampilkan dalam jumal adalah gambar hitam-putih. Bila menginginkan, penulis dapat menyertakan gambar berwama, namun penulis akan dikenai biaya pencetakan gambar berwama tersebut.

Gambar dan tabel diberi nomor sebagai berikut: Gambar 1., Gambar 2, dst. Tabel 1, Tabel 2, dst.

Gambar dan tabel yang substansinya sama, ditampilkan salah satu.

Tabel berbentuk pivot table. Penulisan subjudul (heading)

Subjudul tingkat pertama semuanya dicetak tebal ditulis dengan huruf kapital, misal: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Subjudul tingkat kedua, semuanya dicetak tebal dan ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama dari setiap kata, misal: Sistem Pengelolaan Lingkungan Tradisional

Subjudul tingkat ketiga, semuanya ditulis dengan huruf miring dan huruf kecil kecuali huruf pertama dari setiap kata, misal: Sistem Kebun Talun

UCAPAN TERIMA KASIH - Penulis dapat menuliskan ucapan terima kasih kepada individu, lembaga pemberi dana penelitian, dsb. Ucapan terima kasih ditulis sebelum Daftar Pustaka. DAFTAR PUSTAKA Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip atau yang dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan karangan dilakukan sebagai berikut: (1) Pengarang tunggal: Goldschmidt, W. 1992. The Human Career The Self in the Symbolic World. Cambridge: Black Well (2) Pengarang bersama: Corcoran, K. & Fischer, 1. 1987. Measure for Clinical Practice: a Source Book. New York:The Free Press. (3) Editor atau Penyunting: Koentjaraningrat (ed). 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Penerbit PT Gramedia (4) Terjemahan: Scott, J.C. 2000. Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah. Terjemahan A. Rahman Zainuddin, Sayogyo dan

Mien Joebhaar. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (5) Bab dalam buku: Fleishman, LA. 1973. Twenty Years of Consideration and Structure. Dalam Fleishman, LA. & Hunt, J.G..

(ed.). "Current Development in the Study of Leadership "Selected Reading, hIm. 1-37. Carbondale: Southem Illinois University Press.

(6) Jumal: Persoon, G.A. 2002. Isolated Islanders or Indigenous People: the Political Discourse and its Effects on

Siberut (Mentawai Archipelago, West-Sumatra). Antropologi Indonesia 68:25-39 (7) Rujukan elektronik: Boon, J. (tanpa tahun). Anthropology of Religion. Melalui, <http://www.indiana.edu/-

wanthro/reliogion.htm>[10/5/03] Kawasaki, Jodee L.,and Matt R.Raven. 1995. "Computer-Administered Surveys in Extension". Joumal of

Extension 33 (June). E-Joumal on-line. Melalui <ttp://www.joe.org/june33/95 .html > [06/17/00] Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. 1998. Property rights, collective action and technologies

for natural resource management: A conceptual framework. CAPRi Working Paper No.1. Washington DC, USA:Intemational Food Policy Research Institute. http://www.capri.cgiar.org/pdf/ca priwp01.pdf.

(8) Sumber prosiding seminar: Fay, C., de Foresta, H., & Sirait, M. 1998. Progress towards recognizing the rights and management

potentials of local communities in Indonesian statedefined forest areas. Paper presented at the

Page 84: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny

80

workshop on participatory natural resource management in developing countries, Mansfield College, Oxford, April 6–7.

(9) Sumber disertasi/tesis: Zandbergen, P. 1998. Urban watershed assessment: Linking watershed health indicator to management.

Ph.D. Thesis. Resource Management and Environmental Studies, University of British Columbia, Vancouver. Satuan, singkatan, nomenklatur, dan lambang

Sitasi/Kutipan - Running note atau footnote

Satuan dan singkatan menggunakan sistem SI (Systeme Intemationale)

Nomenklatur nama ilmiah tumbuhan dan hewan ditulis lengkap dengan nama author-nya. Nama ilmiah sesuai dengan aturan nomenklatur harus digunakan pada penulisan yang pertama kali, selanjutnya dapat disingkat sesuai aturan yang berlaku dan atau menggunakan nama daerah.

Penggunaan lambang ditulis sebagai berikut: contoh, lambang alpha ditulis dengan bukan dengan huruf a.