s h a r e - kesejahteraan...
TRANSCRIPT
![Page 1: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/1.jpg)
S o c i a l W o r k J o u r n a l
S h a r e
ISSN : 2339-0042-6
Vol. 4. No. 1, Januari 2014
KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM: SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM
KOTA BATAM Oleh: Atik Rahmawati, M.Kesos.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny Budiarti S., & Santoso Tri Raharjo
STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM PROSES REHABILITASI
DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEROYO MAGELANG JAWA TENGAH Oleh: Sugiyanto
PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA Oleh: Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi
EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA Oleh: Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo
HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL Oleh: Eva Nuriyah Hidayat
DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014
![Page 2: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/2.jpg)
ii
S h a r e S o c i a l W o r k J o u r n a l
ISSN: 2339-0042-6
Jurnal Pekerjaan Sosial Departemen Kesejahteraan Sosial
Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD
DEWAN REDAKSI
Penanggung Jawab : Drs. Budi Wibhawa, MS.
Ketua Dewan Redaksi: Dr. Santoso Tri Raharjo, S.Sos., M.Si
Sekretaris : Drs. Nandang Mulyana, M.Si
Mitra Bestari : Prof. Drs. Isbandi Rukminto Adi, Ph.D
Dr. Dra. Sri Sulastri, M.Si.
Dr. Edi Suharto
Dr. Kanya Eka Santi, MSW.
Dewan Redaksi : Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos.,M.Si.
Dr. Nunung Nurwati, dra., M.Si.
Dra. Binahayati Rusyidi, MSW., Ph.D
Anggota dewan redaksi: Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW.
Risna Resnawaty, S.Sos., MP.
Heri Wibowo, S.Psi., MM
.
Layout dan Distribusi : Sahadi Humaedi, S.Sos., M.Si
Meilany Budiarti S, S.Sos., SH., M.Si
Alamat Penerbit/Redaksi :
Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial (Lab Kesos)
Gedung B FISIP-UNPAD
Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor, Sumedang
Telepon/Fax (022) 7796974, 7796416 dan
e-mail : [email protected] dan
![Page 3: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/3.jpg)
iii
PENGANTAR REDAKSI
Share Volume 4 nomor 1 Januari 2014 ini menerbitkan enam artikel ilmiah yang
merupakan hasil penelitian serta kajian beberapa penulis. Volume ini diawali dengan tulisan Atik
Rahmawati, M.Kesos mengenai Kehidupan Suku Laut Di Batam:
Sebuah Fenomena Kebijakan Pembangunan Di Pulau Bertam Kota Batam. Selanjutnya diikuti
dengan artikel menyinggung mengenai CSR dari sudut pandang perusahaan yang ditulis oleh
Santoso T. Raharjo dan Meilanny Budiarti.
Berikutnya adalah artikel berjudul Strategi Komunikasi Pekerja Sosial Dengan Pasien
Skizofrenia Dalam Proses Rehabilitasi Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah
yang ditulis oleh Sugiyanto, selain itu juga ada artikel berdasarkan pengabdian kepada masyarakat
yang ditulis oleh Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi
dengan judul Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Pelatihan Perencanaan Bisnis Untuk
Wirausaha Pemula. Dua penulis berikutnya masing-masing menyinggung mengenai Efektifitas
Program Bina Keluarga Balita oleh Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo dan
Hak Azazi Manusia berkaitan dengan Pekerjaan Sosial yang ditulis oleh Eva Nuriyah Hidayat
Para pembaca dapat memperoleh informasi lengkap dan utuh tentang topik-topik tersebut
di atas pada artikel jurnal edisi ini. Semoga informasi yang diperoleh dari artikel-artikel yang
diterbitkan dalam edisi ini bermanfaat dan dijadikan rujukan yang berarti.
Selamat membaca,
Redaksi
![Page 4: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/4.jpg)
iv
Share Vol. 4. No. 1, Januari 2014
S o c i a l W o r k J o u r n a l ISSN: 2339-0042-6
1. KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM: SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM KOTA BATAM Oleh: Atik Rahmawati 1 -12
2. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG
PERUSAHAAN Oleh: Meilanny Budiarti S., & Santoso Tri Raharjo 13 – 29
3. STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA
DALAM PROSES REHABILITASI DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEROYO MAGELANG JAWA TENGAH Oleh: Sugiyanto 30 - 49
4. PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN
BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA Oleh: Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi 50 - 58
5. EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA
Oleh: Resti Fauziah, Nandang Mulyana, dan Santoso Tri Raharjo 59 - 68 6. HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL
Oleh: Eva Nuriyah Hidayat 69 - 77
PANDUAN PENULISAN ARTIKEL UNTUK PENULIS 78 - 80
![Page 5: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/5.jpg)
1
KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM:
SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM KOTA BATAM
Atik Rahmawati, M.Kesos.1
Suku Laut (Sea Nomads) merupakan salah komunitas pribumi (indigenous people) yang mendiami wilayah perairan Kepulauan Riau dengan jumlah terbanyak berdasarkan pendataan Departemen Sosial (Depsos) RI 1988, sekitar 11,23% terkonsentrasi berada di wilayah perairan Batam, berada di sekitar Selat Malaka, Selat Philip, dan Laut Cina Selatan. Disebut sebagai Sea Nomads karena keberadaannya yang hidup nomaden dengan melakukan seluruh aktifitas kegiatan hidup tinggal di sebuah perahu atau sampan yang beratapkan sebuah Kajang. Hidup nomaden di Laut tentu saja mempunyai resiko hidup yang sewaktu-waktu dapat mengancam jiwa jika tiba-tiba cuaca buruk datang, disamping kurang keterjangkauan akan pelayanan sosial yang harusnya mereka dapatkan sebagai warga negara diantaranya pendidikan, kesehatan, perumahan. Hal ini juga mengingat bahwa sejak tahun 1973 Batam sebagai wilayah strategis daerah perbatasan negara tumbuh menjadi daerah Industri, perdagangan, galangan kapal, dan pariwisata yang mempunyai otoritas pengembangan wilayah. Pesatnya pembangunan di Batam tentu saja membawa pengaruh terhadap kehidupan Suku Laut, tak terkecuali dengan program pembangunan oleh Depsos RI terutama sejak tahun 1989 dengan penempatan mereka pada permukiman yang juga melibatkan unsur masyarakat setempat dalam hal ini Orsos Forum Komunikasi dan Konsultasi Sosial (FKKS) Batam yang berada di pulau Bertam-Kota Batam. Tulisan ini berusaha menggambarkan kehidupan Suku Laut yang telah mengalami perubahan hidup menetap yang berada di pulau Bertam-Kota Batam dengan menyajikan impact yang diakibatkan oleh adanya kebijakan pembangunan.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Dampak Kebijakan, Komunitas Adat, Suku Laut.
1 Penulis saat ini sebagai Staff Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Jember. Kritik,
saran, dan masukan dapat disampaikan melalui [email protected]. Tulisan ini merupakan hasil dan pengembangan
dari tesis penulis di Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia dan telah disampaikan pada
saat The 4th
International Graduate Student Conference On Indonesia, October 30 – 31, 2012 dengan tema
INDIGENOUS COMMUNITIES AND “THE PROJECTS OF MODERNITY” Graduate School Of Gadjah Mada
University.
![Page 6: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/6.jpg)
2
Pendahuluan
Program PKAT Suku Laut2 di pulau
Bertam merupakan program unggulan dari
pemerintah dengan pelaksana program di
bawah koordinasi Departemen Sosial dan
merupakan proyek percontohan pembinaan
Suku Laut melalui peran serta masyarakat,
kerjasama Depsos RI dengan organisasi
sosial yaitu Koordinator Kegiatan
Kesejahteraan Sosial (KKKS) Batam yang
sebelumnya bernama Forum Komunikasi
Dan Konsultasi Sosial (FKKS) Batam.
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
(PKAT) merupakan salah satu bentuk
kepedulian dan komitmen pemerintah dalam
mempercepat proses pembangunan pada
mereka yang masih belum tersentuh proses
pembangunan nasional yang umumnya
berada pada daerah-daerah yang sulit
terjangkau3
Sebagai proyek percontohan, program
ini melibatkan dukungan banyak pihak baik
dari; pemerintah RI dalam hal ini Menteri
Penerangan, Menkokesra, Mensos,
Mendikbud, dan juga Menristek; non
pemerintah diantaranya FKKS Batam dan
juga yayasan NEBA (Nedherland Batam)
sebagai penyedia dana dari luar negeri;
disamping juga dari unsur akademisi yaitu
Universitas Indonesia dan Institut Teknologi
2 Suku Laut merupakan komunitas adat yang hidup
menggembara di Laut, berdasarkan Literatur The
National Museum of Singapore dalam Ringkasan
Laporan pendataan Masyarakat Terasing di Daerah
Perbatasan Riau oleh Direktorat Bina Masyarakat
Terasing Depsos RI (1998) sebagian besar hidup di
Kepulauan Riau. 3 (Direktorat PKAT, Depsos RI, hal.7).
Bandung.4 Program ini menjadikan pulau
Bertam berubah menjadi pemukiman yang
ramai dengan dibangunnya beberapa unit
rumah tambahan dan fasilitas pendukung5.
Mulai dari pembangunan rumah yang
dilaksanakan dari tahun 1988 hingga tahun
1993, bangunan posyandu, gedung Sekolah
Dasar, masjid, ruang serba guna, monumen
tugu perahu, sumur, yetti (dermaga), jalan
setapak di darat yang telah disemenisasi,
jalan lingkar didarat, sampai dengan listrik
tenaga surya.
Rumusan Masalah
Dengan dijadikannya pulau Bertam
sebagai proyek percontohan tidak membuat
pulau Bertam tumbuh menjadi permukiman
yang berkembang baik dari penambahan
jumlah sarana dan prasarana maupun dari
jumlah warga suku laut yang menetap di
pulau Bertam, seperti diungkap oleh
Sekretaris RT 20 pulau Bertam sebagaimana
hasil wawancara yang telah penulis lakukan
sebagai berikut:
Dulu waktu pertamanya kali masuk pemukiman, banyak sekali bantuan yang datang, yang darinya pemerintah, K3S Batam (KKKS Batam), juga dari NEBA ada sembako, pembuatan rumah, termasuk jembatan yang sekarang sudah banyak lobang, juga dibuatnya tempat kesehatan juga dokter dan perawatnya, bangunan sekolah juga gurunya. Tapi sekarang jarang pemerintah datang, bantuan lebih banyak dari Bu Dar (yang dimaksud adalah Ibu Sudarsono, ketua KKKS Batam) tiap bulan ramadhan ada
4 Laporan Program FKKS Batam dan Pengarahan
Menteri Sosial RI pada tanggal 21 Oktober 1998.
5 Arba dan Rahman. 2002. Menantang Gelombang
Kehidupan Suku Laut di Pulau Bertam Perairan Batam.
![Page 7: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/7.jpg)
3
sembako, buka puasa bersama, buat anak sekolah diberi seragam, sepatu. Bahkan sekarang banyak yang pergi ada yang kembali ke laut atau pindah ke belakang padang. Rumah tak ada sudah rubuh yang dipunya hanya sampan. Jadi sekarang tinggal 114 Jiwa. Kalau seperti ini terus bisa jadi Bertam makin sunyi (September, 2009). Kehidupan yang harus dijalani
komunitas Suku Laut terutama setelah
penempatan mereka di Bertam mengalami
berbagai persoalan baik dari segi ekonomi,
sosial, kesehatan, maupun pendidikan.
Kehidupan nomaden komunitas Suku Laut
dapat dilihat sebagaimana gambar dibawah
ini:
Gambar 1: Suku Laut Sesekali Mendarat untuk Melakukan Barter, dan Suku Laut
Hidup Mengembara secara berkelompok di Laut.
Kajian ini berusaha menjawab
pertanyaan tentang “Bagaimana Kebijakan
Pembangunan bagi Komunitas Suku Laut
berdampak pada kehidupan Komunitas Suku
Laut di Pulau Bertam-Kota Batam ?”.
Dari Kehidupan Nomaden di Laut menjadi Komunitas Yang Menetap di Pulau Bertam Kota Batam
Pulau Bertam merupakan salah satu
gugusan pulau yang ada di wilayah Kota
Batam, Provinsi Kepulauan Riau tepatnya di
Desa Kasu Kecamatan Belakang Padang
yang berjarak dari pulau Batam sekitar 7 mil
dari pelabuhan Tanjung Uncang Batam atau
10 mil dari pelabuhan Sekupang Batam.
Secara geografis wilayah Kota Batam sendiri
mempunyai luas wilayah 1.570,35 km2, yang
terdiri dari 186 pulau besar dan kecil dengan
pulau terbesar yaitu pulau Batam dengan
luas 415 Km2 atau yang disebut sebagai
Bonded area sedangkan pulau-pulau kecil
disekitarnya disebut sebagai daerah
Hinterland termasuk pulau Bertam
didalamnya.
Out put dari pelaksanaan program
PKAT pada komunitas Suku Laut di pulau
Bertam salah satunya adalah bermukimnya
secara permanen komunitas suku laut di
pulau Bertam-Kota Batam. Hidup secara
permanen menyebabkan adanya perubahan
hidup yang harus dijalani yang tentu saja
sangat berbeda dengan kehidupan
sebelumnya sebagai pengembara diperairan
sekitar wilayah Batam.
Berdasarkan hasil penelitian6
menunjukkan bahwa mereka cenderung
untuk memilih hidup stabil secara permanen
di permukiman dibandingkan dengan
kehidupan sebelumnya yang mereka jalani.
6 Rahmawati, Atik. 2011. Pelaksanaan Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT)
studi pada Komunitas Suku Laut di Pulau Bertam Kota
Batam. Universitas Indonesia.
![Page 8: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/8.jpg)
4
Kecenderungan pilihan hidup stabil di
permukiman disebabkan diantaranya adalah
terwujudnya keinginan warga untuk
mempersiapkan masa depan generasi
penerus terutama melalui pendidikan formal,
menjaga keselamatan jiwa keluarga karena
bisa terhindar dari bahaya keganasan cuaca
laut, serta kondisi tubuh yang mulai
beradaptasi dengan lingkungan darat
sehingga tubuh akan mulai merasa sakit jika
dalam waktu yang lama berada di lautan.
Dengan demikian kehidupan stabil
secara permanen yang dijalani akan
berdampak pada ketenangan batin/ jiwa
mereka sehingga dapat merencanakan
kehidupan yang lebih baik bagi keluarga
khususnya bagi masa depan anak-anak
melalui pendidikan. Pendidikan sebagai salah
satu sarana bagi peningkatan kualitas
manusia, manusia yang berkualitas
merupakan kekuatan sosial sebagai aset
komunitas yang bermanfaat bagi
perkembangan komunitas. Adi (2008)
menyebutkan sebagai Modal manusia
(human capital).
Suku Laut di Pulau Bertam Kota Batam sebagai Komunitas yang “Sudah Diberdayakan”
Landasan Hukum Program
Pemberdayaan komunitas Suku Laut di pulau
Bertam-Kota Batam dilatarbelakangi oleh
disahkannya kebijakan Pembangunan
Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pola
penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial
oleh Departemen Sosial RI melalui program
Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Terasing (PKSMT). Dalam tataran
implementatif program ini mengalami
beberapa kali perubahan nomenklatur (tata
nama) dari awal kali pertama disebut dengan
istilah “Suku Terasing”, kemudian
“Masyarakat Terasing” hingga kemudian
pada tahun 1992 disebut sebagai “Komunitas
Adat Terpencil” sesuai dengan Kepres. RI
No. 111 tentang “Pembinaan Kesejahteraan
Sosial KAT.
Perubahan ini dilakukan tidak secara
serta merta, tetapi dengan melalui pengkajian
dan evaluasi terhadap program sebelumnya.
Yang berarti bahwa dalam pelaksanaan
terdapat pembaharuan dan perbaikan
metode dan penanganan. Demikian juga
dengan perubahan nomenklatur “Masyarakat
Terasing” menjadi “KAT”. Perbedaan dapat
dilihat dari segi pelaksanaan, dimana
program PKAT lebih mengedepankan konsep
pemberdayaan (bottom-up) dengan
mengutamakan aspirasi, inisiatif, dan
partisipasi komunitas sasaran dalam setiap
kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan,
sampai tahap evaluasi, menumbuhkan sikap
dan rasa percaya diri KAT untuk mengelola
potensi yang ada pada dirinya guna
melepaskan diri dari keterpencilan, hambatan
geografis dan psikologis serta kemiskinan.
Sedangkan dalam pelaksanaan PKSMT
pemberdayaan dikemas dalam bentuk
pembinaan dan cenderung bersifat top down.
Kedua pendekatan diatas merupakan
pendekatan yang bertolak belakang
karenanya kecenderungan penggunaan
pendekatan top down atau bottom-up dalam
pelaksanaan program akan menimbulkan
![Page 9: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/9.jpg)
5
efek yang berbeda pada komunitas sasaran,
Pressman dan Wilavsky dalam Parsons
(2008: 468) mengungkapkan bahwa Model
rasional top down berisi gagasan bahwa
“implementasi adalah menjadikan orang
melakukan apa-apa yang diperintahkan, dan
mengontrol urutan tahapan dalam sebuah
sistem”. Begitu juga yang diungkapkan oleh
Kusumanegara dan Nugroho (2010) yang
melihat bahwa pendekatan top down hanya
terfokus pada urusan birokrasi untuk
melaksanakan keputusan politik semata dan
mengesampingkan interaksi serta perasaan
manusia. Lebih dalam Fermana (2009) dan
Parsons (2008) menyatakan bahwa dalam
relasi sosial yang koersif yang membahas
tentang siapa objek keputusan, paradigam
top-down gagal menciptakan keadilan sosial
bagi seluruh masyarakat karena
keputusannya yang bersifat tirani dan elitis.
Dengan penekanan terlalu banyak dikenakan
pada definisi tujuan yang ditentukan dari
atas, bukan pada peran pekerja di lapangan.
Hal ini tentu saja berbeda dengan
penggunaan pendekatan Bottom-Up,
sebagaimana yang diungkapkan oleh
Parsons (2008), Kusumanegara (2010), dan
Nugroho (2010) bahwa pendekatan bottom-
up merupakan pendekatan yang lebih
preskriptif serta mengedepankan unsur
desentralisasi dalam pelaksanaan program
dan sudah menjadi keharusan suatu
kebijakan publik yang menganut model
demokrasi dirumuskan dari bawah (bottom
up) sehingga pada nantinya lebih
memungkinkan munculnya pemberdayaan
terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai
target dari keputusan.
Implementasi kebijakan pada
komunitas Suku Laut tercatat berdasarkan
data Depsos RI tahun 2006 yang
dimutakhirkan tahun 2008 menunjukkan
bahwa suku laut yang merupakan Komunitas
Adat terpencil (KAT) berada di pulau Bertam
Desa Kasu Kecamatan Belakang Padang
Kota Batam tercatat “sudah diberdayakan”,
dengan pelaksanaan program dari awal
tahun 1989/1990 sampai akhir tahun
1993/1994. Pemutakhiran menunjukkan
bahwa program yang semula cenderung
bersifat top down (PKSMT) serta merta
dikategorikan sebagai program bersifat
bottom up (PKAT).
Pudarnya Tradisi Budaya Kesenian “Silat Jung dan Joget”.
Suku laut merupakan bangsa yang
maju (Neolithicum) bagian dari kelompok
etnis (indigenous People) sebagai penduduk
asli yang menempati wilayah perairan Batam
mampu bertahan hidup selama berabad-
abad lamanya dengan nilai-nilai tradisi yang
diwariskan secara turun-temurun dan
melekat pada kehidupan sehari-hari.
Pelibatan tradisi budaya komunitas dapat
memperkuat budaya pribumi/asli yang secara
efektif membantu mereka untuk memiliki
kendali nyata terhadap masyarakat mereka
sendiri. Partisipasi budaya juga sebagai cara
penting untuk membangun modal sosial,
memperkuat masyarakat, dan menegaskan
identitas, sebagaimana diungkapkan oleh Ife
dan Tesoriero (2008). Demikian juga yang
![Page 10: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/10.jpg)
6
diungkapkan Putnam dalam Suharto (2008:
98) bahwa “modal sosial tidak akan habis jika
dipergunakan, melainkan semakin
meningkat. Rusaknya modal sosial lebih
sering disebabkan bukan karena dipakai,
melainkan karena ia tidak dipergunakan”.
Yang terjadi pada komunitas Suku Laut
di pulau Bertam terkait aspek budaya saat ini
adalah mulai pudarnya budaya tradisi dalam
hal ini kesenian diantaranya Silat, Jung, dan
joget yang semula melembaga dalam
kehidupan mereka sebagai media hiburan
tempat warga melepas lelah setelah seharian
berada di laut mencari tangkapan ikan. Salah
satu tradisi yang masih ada pada saat ini
adalah “Joget” namun demikian juga
mengalami pergeseran dari tata cara dan
peralatan yang digunakan. Jika sebelumnya
Joget merupakan media hiburan gratis
komunitas Suku Laut pada saat ini berubah
menjadi media hiburan yang bisa mendorong
warga untuk berperilaku hidup boros.
Pertunjukkan “Joget” dilakukan oleh 10
penari yang kesemuanya masih dalam usia
remaja dan berasal dari luar pulau Bertam
dengan iringan musik modern yang
menghentak dan tidak ada ketentuan serta
aturan baku bagaimana penari harus
menggerakkan badan. Kebiasaan ini
dilakukan warga tiga bulan sekali sebagai
hiburan pelepas lelah setelah seharian
mencari ikan. Karenanya biasanya dimulai
dari jam 24.00 WIB setelah beberapa saat
para warga pulang melaut dan berakhir pada
jam 02.00 WIB atau kurang lebih 2 jam.
Untuk sekali goyang warga harus
mengeluarkan biaya Rp. 4.000,- dengan
durasi waktu kurang lebih 5 menit. Sehingga
pengeluaran keseluruhan warga untuk sekali
pergelaran Joget adalah {(2x60 menit)/5
menit} x Rp. 4.000,- x 10 penari, atau kurang
lebih Rp. 960.000,- dan selama 1 tahun maka
dapat terkumpul dana kurang lebih sebesar
Rp. 3.840.000,-. Ife dan tesoriero (2008)
sendiri menyebutnya sebagai komodifikasi
budaya.
Selain itu dampak langsung yang
bersifat negatif yang dapat dilihat dari aspek
budaya adalah munculnya sikap
ketergantungan warga Bertam terhadap
bantuan. Sifat ketergantungan muncul
diakibatkan karena pandangan negatif
pelaksana terhadap komunitas Suku Laut,
akibatnya pelaksana program cenderung
memanjakan warga dengan bantuan yang
bersifat amal (charity). Program-program
yang bersifat insidental (one shot
programme) ataupun amal (charity)
merupakan program yang kurang dapat
dilihat manfaatnya dalam jangka panjang,
sebagaimana yang diungkap oleh Adi (2008).
Ketergantungan sendiri bukanlah merupakan
tujuan dari sebuah kebijakan publik
sebagaimana pendapat Nugroho (2006: 22)
bahwa kebijakan publik yang terbaik adalah
mendorong setiap warga masyarakat untuk
membangun daya saing masing-masing, dan
bukan semakin menjerumuskannya ke dalam
pola ketergantungan”.
Sifat ketergantungan ini di sebabkan
salah satunya karena pada saat proses
pelaksanaan program warga terbiasa untuk
menerima bantuan yang cenderung bersifat
amal, akibatnya ketika terminasi
![Page 11: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/11.jpg)
7
dilaksanakan yang menandakan bahwa
program telah berakhir serta menandakan
pula bahwa segala pembangunan sarana
dan prasarana, bantuan yang diperoleh
warga juga terhenti. Dengan selesainya
program PKAT untuk komunitas Suku Laut di
Bertam, maka FKKS Batam tidak lagi
bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan (sustainable) program
tersebut. Untuk selanjutnya program
pembangunan bagi warga Bertam akan
disesuaikan dengan mekanisme penyaluran
program pembangunan dari pemerintah atau
melalui MUSRENBANG. Sedangkan
mekanisme MUSRENBANG menghendaki
adanya usulan akan perioritas kebutuhan
warga yang berasal dari warga setempat
dengan prasyarat adanya proposal analisis
prioritas kebutuhan. Kondisi ini tentu saja
mempersulit warga Bertam, hal ini
disebabkan mayoritas warga khususnya
orang tua tidak memiliki kemampuan
membaca dan berhitung sehingga untuk
memenuhi prasyarat tersebut adalah suatu
hal yang sulit dilaksanakan.
Keadaan tersebut terjadi salah satunya
juga akibat disfungsi ketua RT yang
disebabkan oleh kesehatan dan fisik
pelaksana yang sudah tidak lagi dapat
menjalankan kewajibannya sebagai Ketua
Rukun Tetangga. Aparat pemerintah
setempat yang kurang peduli dengan situasi
dan kondisi warga di pulau Bertam
menyebabkan permasalahan disfungsi ini
menjadi berlarut-larut belum ada
penyelesaian. Akibat lebih lanjut
menunjukkan bahwa belum ada warga yang
menerima bantuan modal usaha untuk
pemberdayaan ekonomi produktif,
sebagaimana diungkap oleh salah satu
Informan yang merupakan Kabid
Pemberdayaan Masyarakat Dinas
Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah Kota Batam.
Hal secara tidak langsung
menunjukkan bahwa dalam evaluasi
pelaksanaan kegiatan sebelum terminasi
dilaksanakan, pelaksana belum
mengikutsertakan warga dan kurang
mempertimbangkan kualitas SDM dari
komunitas sasaran. Adi (2008: 252) bahwa
“Evaluasi sebagai proses pengawasan dari
warga dan petugas terhadap program yang
sedang berjalan pada pengembangan
masyarakat sebaiknya dilakukan dengan
melibatkan warga, karena dengan
keterlibatan warga diharapkan akan
terbentuk suatu sistem dalam komunitas
untuk melakukan pengawasan secara
internal sehingga dalam jangka panjang
diharapkan akan membentuk suatu sistem
dalam masyarakat yang lebih “mandiri”
dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada”. Jika dalam pelaksanaan evaluasi tanpa
melibatkan komunitas sasaran akibat
selanjutnya dalam jangka panjang adalah
belum dapat memunculkan kemandirian
warga dan yang ada lebih cenderung pada
ketergantungan.
Akibat lebih lanjut yaitu kurang
menumbuhkan sikap kesadaran untuk
menjaga dan memiliki sarana dan prasana
yang diperoleh pada saat proses
pelaksanaan program. Hal ini dapat dilihat
![Page 12: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/12.jpg)
8
dari kurang terjaga dan terawatnya sarana
dan prasarana hidup yang diperoleh warga
Bertam diantaranya, kondisi rumah yang
mulai banyak yang lapuk bahkan beberapa
telah roboh, jembatan (pelantar) dan yetti
(dermaga) yang sudah mulai lapuk dan
berlubang, modem sebagai alat listrik tenaga
surya yang mulai rusak dan tidak bisa
digunakan, bangunan ruang serba guna yang
sudah roboh, ruang kesehatan yang mulai
rusak tidak lagi digunakan, monumen perahu
yang sudah tidak lagi berada ditempatnya,
dan juga rumah yang dibangun di darat yang
semuanya roboh tinggal puing-puing.
Adanya sifat ketergantungan serta
kualitas SDM yang rendah dan didorong oleh
kurangnya perhatian pemerintah setempat
terhadap kebutuhan warga Bertam
menyebabkan munculnya mobilitas warga
Bertam yang dilakukan dengan pindah dari
permukiman Bertam ke tempat yang lain,
diantaranya ke pulau Lingga juga pulau
Batam, atau juga kembali menjalani
kehidupan sebagai Suku Laut yang nomaden
di lautan
Kondisi ini secara tidak langsung
menegaskan munculnya dampak negatif dari
aspek budaya yang terjadi akibat dari
pelaksanaan program PKAT khususnya bagi
Komunitas Suku Laut yang ada di pulau
Bertam-Kota Batam.
Lingkungan Yang Semakin Tercemar
Penggunaan model rumah semi
permanen di darat dengan pancang-pancang
kayu sebagai penyangga rumah serta model
Mandi Cuci Kakus (MCK) yang langsung
terbuang di laut memicu adanya kebiasaan
warga yang membuang sampah
sembarangan. Kebiasaan ini menyebabkan
lingkungan menjadi kotor, karena sampah
yang dibuang tidak bisa terbawa arus laut
sehingga pada saat air surut tiba, sampah
masih tertinggal di kolong-kolong rumah
tersangkut oleh pancang-pancang
penyangga.
Kondisi ini secara tidak langsung
menyebabkan pencemaran lingkungan.
sedangkan lingkungan merupakan salah satu
modal yang oleh Adi (2008) disebut
environmental capital sebagai aset komunitas
yang mendukung pengembangan
masyarakat. Lingkungan yang tercemar
berakibat buruk pada kondisi kesehatan
warga, atau dapat dikatakan merupakan
dampak negatif dari lingkungan.
Menurunnya Hasil Tangkapan Yang Berpengaruh Pada Pendapatan
Data hasil penelitian menunjukkan
adanya polusi di perairan Batam yang
diakibatkan oleh limbah dari industri
perkapalan yang ada di sekitar pulau Batam.
Jarak yang relatif dekat antara pulau Batam
dan pulau Bertam menyebabkan polusi yang
ada sampai pada perairan di pulau Bertam.
Akibat lebih lanjut dari polusi ini adalah
berkurangnya habitat ikan sehingga
mempengaruhi hasil tangkapan warga
Bertam, yang secara langsung berpengaruh
pada pendapatan.
Mengingat pekerjaan utama mayoritas
warga Bertam adalah nelayan sehingga
pendapatan mereka sangat tergantung pada
![Page 13: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/13.jpg)
9
hasil tangkapan ikan. Kondisi ini juga
menunjukkan bahwa dalam study kelayakan
untuk menentukan lokasi permukiman yang
dilaksanakan pada saat persiapan belum
mempertimbangkan kondisi lingkungan di
sekitar pulau Bertam yang dapat berakibat
terhadap kehidupan warga di masa yang
datang. Dengan semakin sedikitnya
tangkapan ikan di perairan Bertam dan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
sebelum bermukim di Bertam membuat
sebagian besar warga melakukan kegiatan
“Bertandang”.
Kegiatan bertandang dilakukan warga
selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan
untuk mencari ikan di sekitar perairan
kepulauan Riau dengan membawa serta
isteri juga anak mereka tak kecuali mereka
yang masih dalam bangku sekolah. Akibat
dari kegiatan ini lebih lanjut anak menjadi
membolos sehingga berpengaruh pada
proses belajar mengajar.
Kesadaran Hak Kepemilikan Tanah
Munculnya kesadaran warga Bertam
atas kepemilikan tanah yang didorong oleh
adanya kekhawatiran warga Bertam
menyangkut legalitas secara hukum
kepemilikan tanah sebagai akibat dari
mayoritas warga yang belum memiliki
Sertifikat Kepemilikan Tanah. Kepemilikan
pulau Bertam secara umum terbagi atas dua
warga yaitu bagian muka atau lokasi dimana
permukiman berdiri yang merupakan milik
sebagian warga Bertam dan hutan yang
didalamnya terdapat perkebunan karet
merupakan milik warga dari pulau Kasu
(pulau tetangga), dimana kepemilikan
pertama atas tanah ada pada warga Kasu
baru kemudian menyusul didirikan
permukiman warga Bertam. Seperti yang
diungkapkan oleh Ife dan tesoriero bahwa Isu
yang sering muncul diseputar masyarakat
adat adalah tanah dan spiritualitas (2008).
Pernyataan tersebut secara tidak langsung
menunjukkan bahwa pelaksana kurang peka
dengan isu-isu sentral seputar komunitas
adat akibatnya pada saat program
direncanakan dan diformulasikan, pelaksana
program cenderung tidak mempertimbangkan
aspek penilaian akan keberlanjutan kegiatan
dari program yang dilaksanakan.
Munculnya Sikap Mengharap Akan Imbalan Tanpa Kerja Keras
Dampak tidak langsung dari program
PKAT pada Komunitas Suku Laut yang ada
di pulau Bertam adalah pemasukan sumber
daya bagi Organisasi FKKS Batam serta
perbaikan kualitas hidup dari petugas
pendamping (Community Worker) pada saat
pelaksanaan program berlangsung.
Keberhasilan FKKS Batam menyelesaikan
pelaksanaan program PKAT memberikan
manfaat pada penambahan pemasukan
sumber daya bagi opersionalisasi kegiatan,
terutama berasal dari kepercayaan lembaga/
organisasi yang mempunyai tujuan yang
sama sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan eksistensi organisasi.
Namun demikian bahwa kegiatan
mempromosikan komunitas Suku Laut yang
ada di Bertam oleh FKKS Batam juga
memicu munculnya sikap mengharap akan
![Page 14: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/14.jpg)
10
imbalan tanpa kerja keras, yang disebabkan
oleh adanya kesadaran warga Bertam bahwa
dirinya mempunyai nilai jual tinggi yang dapat
menghasilkan uang, atau dapat dikatakan
memicu munculnya dampak negatif aspek
budaya.
Kesimpulan
Sebagai sebuah model
pengembangan masyarakat, pelaksanaan
program PKAT pada komunitas Suku Laut di
pulau Bertam-Kota Batam memiliki
kelemahan mendasar yaitu pelaksanaan
program tidak mempertimbangkan pada
analisis kebutuhan (need assessment)
komunitas sasaran, disamping juga
mengesampingkan aspek budaya, adat dan
istiadat komunitas sasaran serta didukung
dengan kualitas sumber daya manusia yang
rendah ditunjukkan dengan tingkat buta huruf
yang tinggi menyebabkan Partisipasi
komunitas sasaran masih terbatas pada
Partisipasi Incentive (Participation for
Material Incentive) pada level fase
“menenangkan” atau masuk dalam kategori
“tokenisme”7. Tokenisme dalam keadaan
terburuk akan membuat orang-orang yang
tak berdaya semakin tak berdaya dan
terasing. Akibatnya saat ini komunitas suku
laut yang ada di pulau Bertam menjadi
kurang berkembang. Yang ditandai dengan
adanya mobilitas warga baik pindah ke pulau
7 Tokenisme dalam Ife dan Tesoriero (2008)
merupakan praktek memberikan kebaikan-hati secara
resmi kepada wakil kelompok-kelompok khusus dalam
masyarakat hanya untuk tujuan menghasilkan suatu
penampilan yang jujur/adil.
lain atau kembali menjalani kehidupan
sebagai sea nomads.
Deskripsi singkat dampak
pelaksanaan program PKAT pada komunitas
Suku Laut di pulau Bertam dapat dilihat
sebagaimana gambar dibawah ini:
![Page 15: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/15.jpg)
11
Gambar 2. Skema Dampak Program PKAT pada Komunitas Suku Laut di Pulau Bertam-
Kota Batam
Daftar Pustaka
Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Arba, Syarofin dan Rahman, Abdul. (2002). Menantang Gelombang Kehidupan Suku Laut Di Pulau Bertam Perairan Batam. Batam: Pustaka Dinamika.
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. (2005). Pengembangan Model Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI.
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2004). Profil Keberhasilan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada 12 Provinsi. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Departemen Sosial RI.
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. (2008). Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community Development (Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M.
Dampak
Program
Suku Laut Bertam
Kahidupan Stabil di permukiman
(terhindar cuaca yang mengancam jiwa,
↑ pendidikan anak, adapatasi kondisi
tubuh)
Tidak Langsung-di Luar
Suku Laut Bertam
- Mulai pudar bahkan hilang sebagian adat
istiadat budaya (Jung, Silat & Joget)
- Munculnya sikap ketergantungan akan
bantuan
- Mobilitas Warga (Menetap ditempat lain/
kembali nomaden
Munculnya kesadaran akan hak
milik tanah
(aspek keberlanjutan tidak
diperhitungkan dalam rencana
&formulasi pada saat pelaksanaan
program)
Menurunnya
Tangkapan ikan
(pencemaran
lingkungan)
Sosial &Politik
Budaya
Ekonomi
Personal/Spiritual
+
+
−
−
−
−
Masukan
sumber Daya
FKKS/ KKKS
Batam
+
Lingkungan
Pencemaran
Lingkungan
(membuang sampah
sembarangan)
−
−
Bertandang
(menambah
pendapatan, anak
tidak sekolah)
+
−
−
![Page 16: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/16.jpg)
12
Nursyahid, Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Indihono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Jogyakarta: Gava Media.
Nugroho D, Riant. (2006). Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang Model-Model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Suharto, Edi. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik-Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan (welfare state) di Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Direktorat Bina Masyarakat Terasing. (1987). Pola Pembinaan Kesejahteraan Sosial Suku Laut di Batam. Jakarta: Direktorat Bina Masyarakat Terasing Ditjen BINKESOS-Departemen Sosial RI.
Direktorat Bina Masarakat Terasing. (1988). Ringkasan Laporan Pendataan Masyarakat
Terasing Di Daerah Perbatasan Riau. Jakarta: Direktorat bina Masyarakat Terasing Ditjen BINKESOS- Departemen Sosial RI.
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2002). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2009 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil dan Keputusan Menteri sosial Republik Indonesia Nomor: 06/PENGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil-Derektorat Jenderal Pemberdayaan Sosial-Departemen Sosial RI.
Direktorat Pemberdaaan Komunitas Adat Terpencil. (2008). Data Persebaran Komunitas Adat Terpencil tahun 2006 yang Dimutakhirkan Tahun 2008. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
![Page 17: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/17.jpg)
13
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN
Oleh:
Meilanny Budiarti S. & Santoso Tri Raharjo
Abstrak
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu bagian dari Corporate Responsibility sehingga diminta atau tidak dan ada aturan atau tidak terkait dengan pelaksanaan CSR, pihak perusahaan akan tetap melakukan kegiatan CSR kepada masyarakat lokal.
Eksistensi perusahaan berpotensi besar mengubah lingkungan masyarakat, baik ke arah negatif maupun positif. Dengan demikian perusahaan perlu mencegah timbulnya dampak negatif, karena hal tersebut dapat memicu konflik dengan masyarakat, yang selanjutnya dapat mengganggu jalannya perusahaan dan aktifitas masyarakat.
Berbagai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat berdirinya suatu kawasan industri, mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab kepada publik khususnya masyarakat di sekitar wilayah perusahaan melalui aktivitas yang nyata sehingga dalam pelaksanaan kegiatan CSR, perusahaan harus berhati-hati dan dilakukan dengan cara-cara yang benar agar tidak memperkuat kondisi relasi ketergantungan dari masyarakat akan kehadiran perusahaan.
Kata kunci:
CSR, tanggung jawab sosial, perusahaan, persepsi perusahaan, masyarakat
A. PENDAHULUAN
Masyarakat memiliki local wisdom
yang berbeda di setiap daerah, sehingga
program-program tanggung jawab sosial
perusahaan harus disesuaikan dengan
kondisi masyarakat setempat tersebut. Hal
tersebut sebagai konsekuensi
keberadaannya perusahaan sebagai ‘agent
of development’ di tengah-tengah
masyarakat. Dengan demikian, sangat
penting bagi perusahaan untuk mengetahui
kondisi-kondisi sosial budaya masyarakat
sekitar.
Kegiatan-kegiatan tanggung jawab
sosial (corporate social responsibility)
perusahaan dengan demikian membutuhkan
pemahaman yang baik dan mendalam
mengenai kondisi masyarakat setempat
dimana kegiatan corporate social
responsibility (CSR) perusahaan tersebut
diwujudkan. Peran serta masyarakat dan
stakeholder menjadi penting untuk dilibatkan
dalam pelaksanaan kegiatan CSR tersebut.
Kegiatan CSR bagi masyarakat merupakan
suatu proses yang bergerak dan bertalian
dengan sumber-sumber yang ada di
masyarakat, yang saat ini mulai
![Page 18: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/18.jpg)
14
dimanfaatkan secara maksimal oleh
perusahaan.
Di sisi lain, tanggung jawab sosial
merupakan salah satu bagian dari corporate
responsibility sehingga diminta atau tidak dan
ada aturan atau tidak terkait dengan
pelaksanaan corporate social responsibility
(CSR), pihak perusahaan akan tetap
melakukan kegiatan CSR kepada
masyarakat lokal. Namun, pada praktiknya,
program CSR yang dilakukan oleh
perusahaan masih banyak yang cenderung
ditujukan untuk ‘meredam’ munculnya gejolak
atau konflik antara masyarakat dengan
perusahaan.
Pelaksanaan otonomi daerah juga
memunculkan persoalan tersendiri yang
harus dihadapi oleh perusahaan
multinasional di daerah. Seiring pula dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan
hak-haknya untuk turut serta mengatur
penyelenggaraan negara, masyarakat mulai
ingin memperoleh manfaat dari keberadaan
perusahaan yang beroperasi di daerahnya.
Hal ini didukung oleh tuntutan penerapan
konsep CSR baik secara lokal melalui
berbagai aksi masyarakat, secara nasional
melalui legitimasi hukum, serta iklim
perindustrian di seluruh penjuru dunia.
Dalam penerapan CSR oleh
perusahaan, perlu hati-hati dan cara-cara
yang benar agar tidak memperkuat kondisi
relasi ketergantungan dari masyarakat akan
kehadiran perusahaan. Keuntungan-
keuntungan yang secara otomatis didapat
dari pelaksanaan kegiatan CSR bagi
masyarakat di sini adalah adanya
pengurangan resiko, meningkatnya good will,
mengurangi biaya, membangun sumber daya
manusia, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
B. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Penerapan kegiatan corporate social
responsibility didasarkan pada banyak alasan
dan tuntutan, sebagai paduan antara faktor
internal dan eksternal. Sebagaimana
dijelaskan lebih jauh oleh Frynas (2009) yang
melihat bahwa pertimbangan perusahaan
untuk melakukan kegiatan CSR antara lain
umumnya karena alasan-alasan berikut:
1) Untuk memenuhi regulasi, hukum dan aturan
2) Sebagai investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif
3) Bagian dari strategi bisnis perusahaan
4) Untuk memperoleh licence to operate dari masyarakat setempat
5) Bagian dari risk management perusahaan untuk meredam dan menghindari konflik sosial
Terkait dengan batasan mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan atau
Corporate Social Responsibility (CSR) yang
dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda,
sesuai dengan sudut pandang dan
pemahaman masing-masing mengenai CSR.
Namun demikian perlu dikemukakan
beberapa definisi, sebagai koridor dan
memagari kajian mengenai CSR. Berikut
definisi CSR yang dikemukakan oleh
Pemerintah Inggris:
![Page 19: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/19.jpg)
15
“The voluntary actions that business can take, over and above compliance with minimum requirements, to address both its own competitive interest and interests of wider society” (www.csr.gov.uk UK Government)
Lebih lanjut World Business Council and
Sustainability Development (WBCSD),
memberikan pengertian tanggung jawab
sosial perusahaan sebagai berikut:
“The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”(WBCSD, 1999, Business Association)
Pendapat tanggung jawab sosial lainnya dikemukakan dalam www.csr-asia.com, sebagai berikut:
“A company’s commitment to operating in an economically, socially, and environmentally sustainable manner while balancing the interests of the diverse stakeholders”(www.csr-asia.com, social enterprise)
Definisi-definisi tersebut menunjukkan
adanya keragaman dalam mengartikan dan
mengimplementasikan CSR, sehingga,
hingga saat ini tidak ada terdapat
kesepakatan mengenai batasan tanggung
jawab sosial perusahaan (McWilliams, et.al,
dalam Radyati, M.R. & Nindita. 2008).
Namun demikian terdapat suatu pemahaman
yang sama di masyarakat Eropa mengenai
CSR, sebagaimana pernyataan berikut:
“There is broad agreement in Europe on the definition of CSR as a concept whereby companies integrate social and environmental concerns – on a voluntary basis- into their business
operations as well as their interactions with stakeholders”.(European Communities 2007)
Berdasarkan definisi-definisi tersebut
dapat ditarik inti bahwa CSR merupakan
konsep sebagai berikut:
1) Perusahaan harus mempunyai perhatian terhadap persoalan sosial dan lingkungannya
2) Berdasarkan prinsip sukarela 3) Kegiatan bisnis dan interaksi dengan
pemangku kepentingan harus memperhatikan persoalan sosial dan lingkungan
Setidaknya ada 2 (dua) landasan
berkenaan dengan corporate social
responsibility (CSR) yaitu berasal dari etika
bisnis (bisa berdasarkan agama, budaya atau
etika kebaikan lainnya) dan dimensi sosial
dari aktivitas bisnis. CSR atau sering
diartikan sebagai “being socially responsible”
jelas merupakan suatu cara-cara yang
berbeda untuk orang yang berbeda dalam
negara yang berbeda pula. Artinya
penerapan CSR di masing-masing negara
harus disesuaikan dengan konteks sosial dan
lingkungannya. Sehingga perlu kehati-hatian
dalam menerapkan konsep CSR dari negara-
negara maju di negara-negara yang sedang
berkembang (Frynas, 2009).
Blowfield dan Frynas (2005)
mengibaratkan CSR sebagai sebuah
‘payung’ bagi beragam teori dan praktek
yang mengakui dan memahami persoalan-
persoalan berikut:
1) Bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan alam, yang terkadang lebih jauh lagi
![Page 20: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/20.jpg)
16
sekedar memenuhi aspek legal dan pertanggungjawaban individual.
2) Bahwa perusahaan memiliki suatu tanggung jawab untuk berperilaku dengan siapa mereka melakukan bisnis.
3) Bahwa bisnis harus (perlu) mengelola hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, dengan alasan komersial atau untuk nilai tambah terhadap masyarakat.
Sebagai konsep ‘payung’ maka menjadi hal
yang lumrah ketika melihat banyak dan
beragamnya pengertian dan pemahaman
mengenai CSR, memunculkan banyak
interpretasi mengenai CSR sebagaimana
yang dikemukakan oleh Ameshi and Adi,
2007 dan dikutip oleh Frynas (2009:5), yaitu:
1) Etika dan moralitas bisnis 2) Akuntabilitas perusahaan 3) Corporate citizenship (perusahaan
warga) 4) Bantuan dan pilantropi perusahaan 5) Perusahaan hijau dan pemasaran
hijau 6) Manajemen keragaman 7) Tanggungjawab lingkungan 8) Hak asasi manusia 9) Rantai manajemen pembelian dan
penyediaan yang bertanggungjawab 10) Investasi sosial yang bertanggung
jawab 11) Perjanjian (kesepakatan) stakeholder 12) Keberlanjutan
Sementara itu, Garriga & Mele (2004:
51-71) mencoba memetakan konsep-konsep
CSR ke dalam empat kelompok besar,
sebagai berikut:
1) Kelompok pertama yang berasumsi bahwa perusahaan adalah instrumen untuk menciptakan kesejahteraan dan bahwa ini merupakan satu-satunya tanggung jawab sosial. Hanya aspek ekonomi dari interaksi antara bisnis dan masyarakat yang dipertimbangkan. Jadi sekiranya terdapat aktivitas sosial yang diterima,
jika dan hanya jika hal tersebut konsisten dengan penciptaan kesejahteraan. Kelompok teori ini dapat disebut instrumental theories karena mereka memahami CSR sebagai alat belaka untuk memperoleh keuntungan.
2) Kelompok kedua yang melihat kekuatan sosial dari perusahaan yang menjadi tekanan, khususnya dalam hubungannya dengan masyarakat dan tanggung jawabnya dalam arena politis berkaitan dengan kekuatan ini. Hal tersebut mengarahkan perusahaan untuk menerima tugas-tugas dan hak-hak sosial atau berpartisipasi dalam kerjasama sosial tertentu. Kita dapat menyebut kelompok ini dengan political theories.
3) Kelompok ketiga termasuk teori-teori yang mempertimbangkan bisnis seharusnya to integrate tuntutan sosial. Biasanya berpendapat bahwa bisnis tergantung pada masyarakat untuk kelanjutan dan pertumbuhannya, bahkan untuk keberadaan bisnisnya sendiri. Kelompok ini adalah integrative theories.
4) Kelompok keempat teori dari pemahaman hubungan antara bisnis dan masyarakat adalah penanaman nilai-nilai etis. Hal tersebut mengarahkan visi CSR dari suatu perspektif etis dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus menerima tanggung jawab sosial sebagai sebuah kewajiban etis di atas pertimbangan lainnya. kelompok ini disebut dengan ethical theories
1. Instrumental CSR
Kelompok pertama, kelompok
instrumental theories, menganggap bahwa
CSR atau kegiatan sosial adalah sebuah alat
untuk mencapai tujuan ekonomi yang pada
akhirnya adalah menghasilkan kekayaan.
Pendekatan instrumental theories ini
didukung oleh pandangan yang diungkapkan
oleh Friedman (1970) bahwa satu-satunya
![Page 21: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/21.jpg)
17
tanggung jawab bisnis kepada masyarakat
adalah memaksimalkan profit untuk para
pemegang saham, sesuai dengan kerangka
hukum dan kebiasaan etika dari negara
tempat bisnis tersebut berada. Kelompok
teori ini kemudian banyak diakui dan diterima
oleh perusahaan, bahkan banyak
perusahaan yang melakukan program CSR
dengan menggunakan dasar teori ini.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Windsor (2001: hal. 226) bahwa “a leit-motiv
of wealth creation progressively dominates
the managerial conception of responsibility”.
Ada tiga tujuan ekonomi yang
kemudian dapat diidentifikasi dari kelompok
instrumental theories ini menurut Garriga &
Mele (2004: 53) yaitu maximization of
shareholder value; the strategic goal of
achieving competitive advantages; dan
cause-related marketing. Dalam tujuan
maximization of shareholder value, Garriga &
Mele (2004) menjelasan bahwa investasi
untuk menjawab tuntutan sosial yang akan
meningkatkan nilai para investor dimata
masyarakat harus dilakukan, sedangkan jika
tuntutan sosial tersebut mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan, maka investasi
tersebut seharusnya ditolak. Konsep ini
memuat tujuan untuk pencarian nilai atau
value-seeking atau long-term values
maximization sebagai tujuan utamanya dan
pada saat yang bersamaan, tujuan ini
digunakan sebagai kriteria dalam transaksi
penting diantara para pemangku kepentingan
(Jensen, 2000; Garriga & Mele, 2004).
Dalam tujuan the strategic goal of
achieving competitive advantages,
perusahaan fokus kepada bagaimana
mengalokasikan sumber daya untuk
mencapai tujuan sosial jangka panjang dan
menciptakan keuntungan yang kompetitif. Hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Husted & Allen, 2000, yang dikutip oleh
Garriga & Mele (2004:54) “…focused on how
to allocate resources in order to achieve long-
term social objectives and create competitive
advantage”. Ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan dalam mencapai tujuan tersebut,
yaitu social investments in a competitive
context melalui philanthropic activities;
natural resource-based view of the firm and
dynamic capabilities melalui unique interplay
of human, organizational and physical
resources over time; dan strategies for the
bottom of the economic pyramid melalui
disruptive innovations (Garriga & Mele, 2004;
Porter & Kramer, 2002; Christensen, et al.,
2001; Christensen & Overdorf, 2000; Barney,
1991; Wernerfelt, 1984).
Cause-related marketing, merupakan
sebuah proses kegiatan pemasaran
perusahaan yang menghasilkan keuntungan
melalui adanya pertukaran yang
menguntungkan yang sesuai dengan tujuan
perusahaan dan juga individual. Misalnya
dengan menjual produk dengan label bebas
pestisida atau non-animal tested. Varadjan &
Menon (1988:60) mendefinisikan cause-
related marketing sebagai:
The process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the
![Page 22: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/22.jpg)
18
firm to contribute a specified amount to a designated cause when costumers engage in a revenue-providing exchange that satisfy organizational and invididual objectives.
Tujuan dari cause-related marketing
dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan
adalah meningkatkan pendapatan
perusahaan dan penjualan atau hubungan
konsumen dengan membangun merk
perusahaan melalui akuisisi dan asosiasi
dengan dimensi etika atau dimensi tanggung
jawab sosial, sehingga menghasilkan situasi
yang saling menguntungkan, dalam konteks
perusahaan dan sosial (Gerriga & Mele,
2004; Murray & Montanari, 1986;
Varadarajan & Menon, 1988).
2. Politik CSR
Kelompok teori kedua yang dipetakan
oleh Garriga & Mele (2004) adalah kelompok
political theories. Kelompok teori ini
memusatkan perhatiannya pada bagaimana
menggunakan tanggung jawab dari kekuatan
bisnis dalam arena politik. Yang dimaksud
dengan political theories, menurut Garriga &
Mele (2004:55) adalah “a group of CSR
theories and approaches focus on
interactions and connections between
business and society and on the power and
position of business and its inherent
responsibility”. (sekelompok teori-teori dan
pendekatan CSR yang memusatkan
perhatiannya pada interaksi dan koneksi
antara bisnis dan masyarakat dan pada
kekuasaan dan posisi bisnis dan tanggung
jawab yang melekat pada bisnis tersebut).
Ada tiga teori utama yang diungkapkan oleh
Garriga & Mele (2004), yaitu Corporate
Constitutionalism, Integrative Social Contract
Theory dan Corporate Citizenship.
Teori Corporate Constitutionalism
pertama kali dikemukakan oleh Davis (1960).
Ia adalah orang pertama yang berpendapat
bahwa bisnis adalah institusi sosial dan
sehingga bisnis harus menggunakan
kekuasaannya secara bertanggung jawab.
Garriga & Mele (2004:55) mengungkapkan
bahwa Davis (1960) “was one of the first to
explore the role of power that business has in
society and the social impact of this power”.
Kemudian Davis (1960) memperkenalkan
kekuatan bisnis sebagai sebuah elemen baru
dalam debat mengenai CSR. Davis (1960)
menekankan pada pendapat bahwa
tanggung jawab sosial bisnis tergantung
pada kekuasaan sosial yang dimiliki bisnis
tersebut. Hal ini kemudian diperkuat dengan
yang diungkapkan oleh Davis (1967:48)
“social responsibilities of businessmen arise
from the amount of social power that they
have ….the equation of social power
responsibility has to be understood through
the functional role of business and
managers”. Ini berarti bahwa tanggung jawab
sosial kekuasaan dimanifestasikan melalui
peran fungsional bisnis dan manager dalam
masyarakat.
Teori integrative social contract theory
yang diungkapkan oleh Donaldson & Dunfee
(1994, 1999) berawal dari pertimbangan
bahwa ada hubungan antara bisnis dan
masyarakat berdasarkan pada tradisi kontrak
sosial. Kontrak sosial ini kemudian
![Page 23: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/23.jpg)
19
berimplikasi kepada beberapa kewajiban
tidak langsung dari bisnis untuk masyarakat
(Garriga & Mele, 2004; Prayogo, 2011). Lebih
lanjut, teori ini mengungkapkan sebuah
proses yang memberikan legitimasi kepada
kontrak yang terjadi diantara sistem industri,
departemen, dan ekonomi (Garriga & Mele,
2004). Sementara itu, Prayogo (2011:74)
mengungkapkan bahwa:
Kontrak sosial merupakan kesepakatan yang bersifat “implicit” masyarakat memberikan legitimasi sosial (the right to exist) atas kehadiran korporasi dan sebaliknya manfaat ekonomi yang dihasilkan bisnis harus terdistribusi pula kepada masyarakat (in return for certain benefits).
Sementara itu, teori corporate
citizenship lebih memusatkan perhatiannya
pada hak-hak, tanggung jawab dan
kemungkinan partnership dari bisnis dalam
masyarakat. Sebelumnya, corporate
citizenship selalu dikaitkan dengan “a sense
of belonging to a community” atau rasa
kepemilikan kepada sebuah masyarakat
(Matten, et al., 2003; Wood & Lodgson,
2002), sehingga sudah menjadi hal yang
biasa diantara para manager dan pengelola
bisnis untuk melihat bahwa bisnis perlu
memperhatikan masyarakat tempat bisnis itu
beroperasi. Oleh karena itu, menurut teori ini,
bisnis dipahami sebagai seperti warga
dengan keterlibatan tertentu dalam
masyarakat.
3. Integratif CSR
Kelompok teori ketiga yang
diungkapkan oleh Garriga & Mele (2004)
adalah kelompok integrative theories.
Kelompok ini berpendapat bahwa bisnis
sangat tergantung pada masyarakat untuk
menjaga keberadaan, keberlanjutan dan
perkembangan bisnis tersebut. Integrative
theories memandang pada bagaimana bisnis
mengintegrasikan tuntutan sosial dan
biasanya fokus kepada mendeteksi, mencari
dan memberikan respon kepada tuntutan
sosial untuk mencapai legitimasi sosial,
penerimaan sosial yang lebih tinggi dan
prestige (Garriga & Mele, 2004). Pendekatan
yang diurai dalam kelompok teori ini adalah
issues management, the principle of public
responsibility, stakeholder management dan
corporate social performance (Garriga &
Mele, 2004:58-59).
Issues management menurut Wartick
& Rude (1986:124) diartikan sebagai “the
processes by which the corporation can
identify, evaluate and respond to those social
and political issues which may impact
significantly upon it”. Issues management
merupakan pelebaran dari konsep social
responsiveness yang muncul di tahun 1970-
an (Sethi, 1975). Konsep social
responsiveness ini menekankan pada
pentingnya untuk menutupi gap diantara apa
yang diharapkan oleh masyarakat kepada
perusahaan dan apa yang perusahaan
lakukan secara aktual. Gap ini biasanya ada
dalam zona yang disebut Ackerman
(1973:92) sebagai “zone of discretion (neither
![Page 24: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/24.jpg)
20
regulated nor illegal nor sanctioned) where
the company receives some unclear signals
from the environment”. Ini berarti bahwa
issues management menekankan pada
proses memberikan respon dari pihak
perusahaan terhadap masalah-masalah
sosial dan bahwa issues management
berfungsi sebagai peringatan dini atas
potensi munculnya ancaman-ancaman
lingkungan dan juga kesempatan-
kesempatan, sehingga dapat meminimalisir
kejutan dari adanya perubahan sosial dan
politik (Garriga & Mele, 2004).
Pendekatan the principle of public
responsibility pertama kali diungkapkan oleh
Preston & Post (1975, 1981). Mereka
menekankan pada kegunaan kata “public”
daripada “social”, untuk menunjukkan pada
pentingnya proses publik dalam
mendefinisikan scope dari tanggung jawab,
daripada pandangan personal-morality atau
berdasarkan minat kelompok tertentu saja
(Garriga & Mele, 2004:58). Preston & Post
dalam Garriga & Mele (2004) berpendapat
bahwa aturan yang sesuai untuk melegitimasi
perilaku manajerial dapat ditemukan dalam
kerangka kebijakan publik yang relevan dan
bahwa kebijakan publik tidak hanya berisi
aturan-autran dan perundang-undangan
tetapi juga mengandung pola yang sangat
luas dari arah sosial yang terefleksikan dalam
opini publik, isu-isu yang muncul, kebutuhan
akan hukum formal dan praktik-praktik
dukungan atau implementasi.
Pendekatan berikutnya adalah
pendekatan stakeholder management.
Pendekatan ini berorientasi kepada para
stakeholders atau pihak-pihak atau orang-
orang yang mempengaruhi dan atau
dipengaruhi oleh kebijakan dan praktik
sebuah perusahaan. Pendekatan
Stakeholder management baru berkembang
secara akademik di akhir tahun 1970-an. Di
tahun 1978, Emshoff & Freeman (Garriga &
Mele, 2004: 59) mempresentasikan dua
prinsip dasar yang memperkuat pendekatan
ini, yaitu achieving maximum cooperation
between entire system of stakeholder groups
and the objectives of the corporation; and
efforts in dealing with issues affecting
multiple stakeholders. Pendekatan ini
mencoba mengintegrasikan kelompok-
kelompok dengan kepentingan-kepentingan
perusahaan ke dalam pembuatan keputusan
managerial (Garriga & Mele, 2004). Di masa
awal munculnya pendekatan ini, banyak
korporasi yang ditekan oleh NGO, aktifis,
masyarakat, pemerintah, media dan
kelompok-kelompok lainnya untuk melakukan
kegiatan yang disebut sebagai responsible
corporate practices (Garriga & Mele,
2004:59). Namun sekarang, berbagai
perusahaan berusaha mencari jawaban dari
berbagai tuntutan sosial melalui dialog
dengan beragam stakeholders. Dialog antar
stakeholder membantu menjawab
pertanyaan mengenai responsiveness dari
perusahaan dalam menerima sinyal yang
kurang jelas dari lingkungan. Kaptein & Van
Tulder (2003:208) menambahkan “this
dialogue not only enhances a company’s
sensitivity to its environment but also
![Page 25: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/25.jpg)
21
increases the environments understanding of
the dilemmas facing the organization”.
Pendekatan corporate social
performance juga merupakan sebuah
pendekatan yang mencari legitimasi sosial.
Carroll (1979) yang memperkenalkan
pendekatan ini yang terdiri dari 3 elemen,
yaitu definisi dasar dari tanggung jawab
sosial, daftar isu yang memunculkan
tanggung jawab sosial, dan filosofi dari
respon terhadap isu-isu sosial (Garriga &
Mele, 2004). Sementara itu, Wartich &
Cochran (1985) menambahkan pendekatan
Carroll dengan menyarankan bahwa
corporate social involvement mengandung
prinsip-prinsip social responsibility, the
process of social responsiveness and the
policy of issues management (Garriga &
Mele, 2004:60). Perkembangan terkini dari
pendekatan ini kemudian diungkapkan oleh
Wood (1991) yang menyebutkan bahwa
corporate social performance terdiri dari
prinsip-prinsip CSR, proses dari corporate
social responsivenesss dan hasil dari
perilaku perusahaan.
4. Etik CSR
Kelompok teori terakhir untuk
memetakan konsep-konsep CSR adalah
ethical theories. Teori-teori yang tercakup
dalam kelompok ini berperan sebagai perekat
hubungan diantara perusahaan dan
masyarakat. Teori-teori ini merupakan
prinsip-prinsip yang mengungkapkan
mengenai hal-hal yang benar untuk dilakukan
atau hal-hal yang perlu dilakukan untuk
mencapai masyarakat yang sejahtera.
Pendekatan pertama adalah
normative stakeholder theory. Teori ini
menekankan pada perlunya referensi dari
berbagai teori moral yang ada, seperti
misalnya Kantian moral teori, konsep
Libertian, prinsip-prinsip keadilan, dan masih
banyak lagi. Donaldson & Preston (1995: 67)
menyebutkan bahwa stakeholder theory
memiliki inti normative yang berdasarkan
pada dua ide utama, yaitu “(1) stakeholders
are persons or groups with legitimate
interests in procedural and/or substantive
aspects of corporate activity and (2) the
interests of all stakeholders are of intrinsic
values”. Berdasarkan hal tersebut, maka
dalam praktik CSR dengan menggunakan
pendekatan stakeholder teori, etika atau
moral merupakan pusat dari praktik tersebut.
Pendekatan Universal Rights melalui
Hak Asasi Manusia telah diambil sebagai
dasar bagi CSR (Cassel, 2001; Garriga &
Mele, 2004). Kini, banyak tanggung jawab
sosial yang dijalankan dikembangkan dengan
menggunakan pendekatan hak asasi
manusia. Selain hak asasi manusia,
pendekatan ini juga mendasarkan pada hak-
hak buruh dan juga perlindungan lingkungan.
Pendekatan pembangunan
berkelanjutan atau sustainable development
dimasukkan ke dalam kelompok ethical teori
karena konsep pembangunan berkelanjutan
menyebutkan bahwa pembangunan
berkelanjutan bertujuan untuk menjawab
kebutuhan di masa kini tanpa mengancam
![Page 26: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/26.jpg)
22
kemampuan untuk melindungi generasi
penerus untuk memenuhi kebutuhannya.
Istilah sustainable development muncul pada
tahun 1987 dalam “Brutland Report”. Pada
awalnya, pembangunan berkelanjutan
menitikberatkan pada faktor lingkungan,
namun, World Business Council for
Sustainable Development (2002:2)
menyebutkan bahwa “sustainable
development requires the integration of
social, environmental, and economic
considerations to make balanced judgements
for the long term”. Kaitannya dengan CSR
adalah, seperti yang diungkapkan oleh
Wheeler, et al. (2003:17) bahwa
Sustainability is an ideal toward which society and business can continually strive, the way we strive is by creating value, creating outcomes that are consistent with the ideal of sustainability along social environmental and economic dimensions.
Dengan demikian, secara etika, CSR
perusahaan harus menggunakan pendekatan
“triple bottom line”, yaitu memasukkan aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga
akan dapat menjamin keberlanjutan
perusahaan tanpa merusak keberlanjutan
lingkungan dan masyarakat.
Pendekatan terakhir dalam kelompok
ethical theories adalah pendekatan common
good (kebajikan umum). Pendekatan ini
merupakan pendekatan klasik yang berakar
pada tradisi Aristotelian yang kemudian
dijadikan referensi kunci untuk etika bisnis
(Smith, 1999; Alford & Naughton, 2002; Mele,
2002). Pendekatan ini menyebutkan bahwa
perusahaan, sebagaimana kelompok sosial
atau individual dalam masyarakat, harus
berkontribusi untuk kebajikan umum, karena
sudah menjadi bagian dari masyarakat.
Perusahaan dapat berkontribusi untuk
kebajikan umum dengan berbagai macam
cara, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Garriga & Mele (2004:62):
“….creating wealth, providing goods and services in an efficient and fair way, at the same time respecting the dignity and the inalienable and fundamental rights of the individual”.
Dari uraian sebelumnya, dapat ditarik
benang merah bahwa banyak teori-teori CSR
fokus kepada 4 aspek utama, sebagaimana
yang diungkapkan oleh Garriga & Mele
(2004:65) yaitu: (1) meeting objectives that
produce long-term profits, (2) using business
power in a responsible way, (3) integrating
social demands and (4) contributing to a
good society by doing what is ethically
correct.
Dalam tabel 2.1. dikemukakan secara
ringkas mengenai teori-teori dan pendekatan-
pendekatan yang berkaitan dengan tanggung
jawab sosial perusahaan menurut Garriga
and Mele (2004). Tabel tersebut sekaligus
merangkum penjelasan-penjelasan
sebelumnya, baik teori instrumental, teori
politik, teori integratif dan teori etik mengenai
CSR
![Page 27: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/27.jpg)
23
Tabel 2.1
Corporate Social Responsibilities Theories and Related Approaches
Jenis Teori Pendekatan Penjelasan Singkat Beberapa Referensi
Kunci
1. Intrumental
theories (fokus
pada pencapaian sasaran ekonomi
melalui aktifitas sosial)
1. Maksimalisasi
nilai shareholder Maksimalisasi nilai jangka
panjang
Friedman (1970),
Jensen (2000)
2. Strategi untuk keuntungan
kompetitif
Investasi sosial dalam
konteks kompetitif Porter and Kramer (2002)
Strategi berdasarkan
pandangan sumber
alami dari perusahaan dan dinamika
kapabilitas perusahaan
Hart (1995), Lizt (1996
Strategi dari dasar
piramida ekonomi
Prahalad and Hammond (2002),
Hart and Christensen (2002), Prahalad
(2003)
3. Caused-related marketing
Pengakuan aktifitas sosial altruistik dimanfaatkan
sebagai alat pemasaran
Varadarajan and Menon (1986), Murray
and Montanari (1986)
2. Political
theories (fokus pada
pemanfaatan tanggung
jawab kekuatan
bisnis dalam
arena politik)
1. Konstitusiona-
lisme perusahaan (Corporate constitutiona-lism)
Tanggung jawab sosial bisnis
muncul dari sejumlah kekuatan sosial yang mereka
Davis (1960, 1967)
2. Teori Kontrak Sosial Integrative
(integrative social contract theories)
Asumsinya bahwa terdapat suatu kontrak sosial antara
perusahaan dan masyarakat
Donaldson & Dunfee (1994, 1999)
3. Corporate (or business) citizenship
Perusahaan dipahami
sebagaimana seorang warga dengan keterlibatan tertentu
dalam komunitas
Wood & Lodgson
(2002), Andriof & McIntosh (2001)
Matten & Crane (in
press)
3. Integrative theories
(fokus integrasi
tuntutan
sosial)
1. Manajemen isu (issues management)
Proses-proses perusahaan merespon isu sosial dan politik
yang mempengaruhinya.
Sethi (1975), Ackerman (1973),
Jones (1980), Vogel (1986), Wartick and
Mahon (1994)
2. Tanggung jawab publik (public responsibility)
Hukum dan adanya proses kebijakan publik diambil
sebagai rujukan untuk kinerja
sosial (social performance)
Preston and Post (1975, 1981)
![Page 28: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/28.jpg)
24
Lanjutan tabel: Tabel 2.1
3. Manajemen
Pemangku Kepentingan
(stakeholder management)
Kesimbangan para pemangku
kepentingan
Mitchell et.al. (1997),
Agle and Mitchell (1999), Rowley
(1997),
4. Kinerja Sosial
Perusahaan (Corporate social performance)
Mencari legitimasi sosial dan
proses-proses untuk memberi respon yang tepat terhadap
isu-isu sosial
Carrol (1979), Wartick
and Cochran (1985), Wood (1991b),
Swanson (1995)
4. Ethical
theories (fokus pada
sesuatu yang baik untuk
mencapai suatu
masyarakat
yang baik)
1. Teori Normatif
Pemangku Kepentingan
(Stakeholder normative theories)
Pertimbangan tugas-
tugas yang tergadai dari perusahaan. Aplikasinya
membutuhkan rujukan sejumlah teori moral
Freeman (1984, 1994), Evan
and Freeman (1988), Donaldson and Preston
(1995), Freeman and Phillips (2002), Phillips et al.
(2003)
2. Hak-hak Azasi Universal
Kerangkanya berdasarkan hak-hak
azasi manusia, hak buruh
dan penghargaan lingkungan
The Global Sullivan Principles (1999), UN Global
Compact (1999)
3. Pembangunan
Berkelanjutan
Upaya mencapai
pembangunan manusia berdasarkan
pertimbangan saat ini dan generasi masa depan
World Commission on
Environment and Development (Brutland
Report) (1987), Gladwin and Kennelly (1995)
4. The Common good
Berorientasi pada
kebiasaan baik masyarakat
Alford and Naugghton
(2002), Mele (2002) Kaku (1997)
Sumber: Garriga & Mele, 2004: 63-64
.
C. PERSEPSI PERUSAHAAN TERHADAP KEGIATAN CSR
Keberadaan perusaaan di tengah
lingkungan masyarakat berpengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap
lingkungan eksternal yaitu masyarakat.
Eksistensi perusahaan berpotensi besar
mengubah lingkungan masyarakat, baik ke
arah negatif maupun positif. Dengan
demikian perusahaan perlu mencegah
timbulnya dampak negatif, karena hal
tersebut dapat memicu konflik dengan
masyarakat, yang selanjutnya dapat
mengganggu jalannya perusahaan dan
aktifitas masyarakat.
Pada dasarnya tidak ada perspektis
teoritis atau metodologi kajian yang dapat
menjelaskan aktifitas CSR secara
memuaskan menjawab semua pertanyaan
(Lockett et al.2006, p.12). Namun demikian
terdapat terdapat dua teori dan satu
perspektif yang berkembang saat ini dalam
CSR sebagaimana yang diungkapkan oleh
Frynas (2009), yaitu:
![Page 29: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/29.jpg)
25
1) Teori Stakeholder: menekankan
reaksi perusahaan (perseorangan)
dalam konteks hubungan dengan
stakeholder eksternal. Teori ini
menjelaskan respon strategis yang
berbeda dari perusahaan terhadap
tekanan-tekanan sosial walaupun
dalam industri sejenis atau negara
yang sama, berdasarkan pada sifat
hubungan eksternal.
2) Teori Institusional: menekankan daya
adaptif perusahaan secara
kelembagaan (aturan). Teori ini
menjelaskan mengapa perusahaan
dari negara atau industri berbeda
dalam merespon tekanan sosial dan
lingkungan, dan mengapa di negara
yang berbeda-beda dari perusahaan
multinasional yang sama memilih
strategi CSR yang berbeda, sebagai
hasil dari pemberlakuan norma atau
keyakinan nasional.
3) Perspektif Austrian Economics:
perspektif ini menyediakan wawasan
terhadap upaya strategi aktif CSR
dalam perusahaan dengan suatu
perspektif kewirausahaan.
Teori Stakeholder dan Teori
Institusional dapat membantu menjelaskan
bagaimana respon perusahaan terhadap
tekanan kondisi sosial eksternal dan
lingkungan. Namun demikian gagal untuk
menjelaskan pilihan strategi aktif dalam
perusahaan, yaitu mengapa perusahaan
tertentu menggunakan CSR sebagai sebuah
senjata melawan persaingan perusahaan
atau mengapa perusahaan tertentu
mengeluarkan jutaan dolar dalam pembaruan
energy.
Sementara, sebagai sebuah
perspektif, pendekatan Austrian Economic
dapat dipandang sebagai salah satu alternatif
pemikiran yang lebih maju dalam
memandang kegiatan CSR. Dalam kaitan
dengan kewirausahaan sosial sebagai suatu
pendekatan dalam mengatasi persoalan
sosial dan kemasyarakat; maka CSR dapat
sebagai sumber pemecahan masalah sosial
tersebut. Beberapa pemikiran Austrian
Economics mengenai CSR, adalah sebagai
berikut:
1) Wawasan ekonomi dan strategi
manajemen mengusulkan bahwa
strategi CSR dalam perusahaan
harus dipandang sebagai sebuah
keputusan investasi dan sebagai
suatu cara memperoleh keuntungan
kompetitif, sama halnya dengan
putusan-putusan investasi lain yang
harus diambil.
2) Pendekatan CSR yang berbeda dari
Austrian economics berkenaan
dengan tindakan kemanusiaan
bukanlah berdasarkan ‘external
constrains’ sebagai faktor
fundamental pembuatan keputusan.
3) Perspektif Austrian menekankan
peluang ‘future’ dan kewirausahaan
aktif dalam mengidentifikasi masa
depan.
4) Karakteristik utama keberhasilannya
‘capitalist entrepreneurship’; yaitu
![Page 30: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/30.jpg)
26
bukan pada kemampuan mereka
beraksi kepada sesuatu atau
‘discover’ tuntutan eksternal, tetapi
lebih pada kemampuan mereka
dalam membuat keputusan yang
berhasil tentang masa depan (Frynas,
2009; hal.19-20)
Dilihat dari uraian tersebut, konsep-
konsep dari Austrian economics dapat lebih
berkaitan dengan upaya kewirausahaan
sosial di Indonesia khususnya dalam
penyelesaian permasalahan sosial dan
kemasyarakatan. Sudut pandang
kewirausahaan dalam CSR diharapkan dapat
memainkan peran kunci dalam membentuk
strategi perusahaan memandang
permasalahan sosial dan lingkungan.
Sebagai perbandingan dari ketiga
perpektif teoritis, dapat dilihat dalam tabel
berikut:
![Page 31: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/31.jpg)
27
Tabel 2.2.
Perbandingan Perspektif Teoritis Terhadap Strategi CSR
Teori
Institusional Teori Stakeholder Austrian View
Fokus Utama Ketaatan pada aturan dan norma
Hubungan dengan faktor eksternal
Peran kewirausahaan
Determinan Strategi CSR
Hidup dengan konteks kelembagaan berbeda
Ketergantungan relative suatu perusahaan pada stakeholder
Tinjauan masa depan kewirausahaan
Lingkup untuk kebebasan aksi manajemen
Non-choice behavior
Pilihan perilaku terbatas
Pilihan perilaku yang substansial
Sumber: Frynas (2009: 122).
D. PENUTUP
Seluruh perusahaan dituntut untuk
melaksanakan kegiatan CSR tidak lagi
semata-mata bekerja untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik
modal atau pemegang saham, melainkan
juga memberikan manfaat pada masyarakat
pada umumnya dan pada komunitas sekitar
pada khususnya. Berbagai dampak sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat
berdirinya suatu kawasan industri,
mengharuskan perusahaan untuk
bertanggung jawab kepada publik melalui
aktivitas yang nyata.
Namun, di sisi lain, komitmen
masyarakat untuk bermitra dengan
perusahaan dalam rangka kegiatan CSR
masih belum siap. Banyak program kegiatan
CSR yang mengarah untuk pemberdayaan
masyarakat terhenti di tengah jalan atau tidak
sinambung (sustainability). Persoalan teknis
yang menyangkut persyaratan administrasi,
pelaporan manajemen usaha dan
pengelolaan dana nampaknya menjadi
kendala utama kelompok-kelompok usaha
mikro kecil dan menengah (UMKM)
masyarakat.
SUMBER BACAAN:
Ackerman, R.W. 1973. How Companies Respond to Social Demands. Harvard University Review 51(4), hal. 88-98.
Alford, H. & Naughton, M. 2002. Beyond the Shareholder Model of the Firm: Working toward the Common Good of a Business, in S.A. Cortright and M. Naughton (Eds) Rethinking the purpose of Business. Interdisciplinary Essays from the
![Page 32: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/32.jpg)
28
Catholic Social Tradition. Notre Dame: Notre Dame University Press.
Cassel, D. 2001. Human Rights Business Responsibilities in the Global Marketplace. Business Ethics Quarterly 11(2), hal. 261-274.
Donaldson, T. & Dunfee, T.W. 1994. Towards a Unified Conception of Business Ethics: Integrative Social Contracts Theory. Academy of Management Review 19, hal. 252-284.
Donaldson, T. & Preston, L.E. 1995. The Stakeholder theory of the Corporation: Concepts, Evidence and Implications. Academy of Management Review 20(1), hal. 65-91. Davis, K. 1960. Can Business Afford to Ignore Corporate Social Responsibilities? California Management Review 2, hal. 70-76.
Friedman, M. 1970. The Social Responsibility of Business is to increase its profits. New York Times Magazine, September 13th, pp. 32-33, 122, 126.
Frynas, JG. 2009. Beyond Corporate Social Responsibility, Oil Multinationals and Social Challenges. Cambridge: Cambridge University Press.
Garriga, E & Mele, D. 2004. Corporate Responsibility Theories: Mapping the Territory. Journal of Business Ethic 53: 51-71
Kaptein, M. & Van Tulder, R. 2003. Toward Effective Stakeholder Dialogues. Business and Society Review 108 (summer), hal. 203-225.
Lockett, A., Moon, J. & Wisser, W. 2006. Corporate social responsibility in management research: focus, nature, salience and sources of influence. Journal of Management Studies 43(1), hal. 115-136.
Matten, D., Crane, A. & Chapple, W. 2003. Behind deMask: Revealing the True Face of Corporate Citizenship. Journal of Business Ethics 45(1-2), hal. 109-120.
Mele, D. 2002. Not only Stakeholder Interest. The Firm Oriented toward the
Common Good. Notre Dame: University of Notre Dame Press.
Prayogo, D. 2011. Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan Migas. Jakarta: UI Press.
Preston, L.E. & Post, J.E. 1975. Private Management and Public Policy. The Principle of Public Responsibility. New Jersey: Prentice Hall.
Radyati, M.R. & Nindita. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Yayasan Indonesia Business Links: Jakarta.
Raharjo. Santoso Tri. 2013. Relasi Dinamis Antara Perusahaan Dengan Masyarakat Lokal (Studi Mengenai Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Chevron Geothermal Indonesia, Ltd (CGI) Kepada Masyarakat Lokal Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut). Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran. Bandung
Sethi, S.P. 1975. Dimensions of Corporate Social Performance: An Analytical Framework. California Management Review 17(3), 58-65.
Smith, T.W. 1999. Aristotle on the Condition for and Limits of the Common Good. American Political Science Review 93(3), hal. 625-637.
Wartick, S.L. & Rude, R.E. 1986. Issues Management: Corporate Fad or Corporate Function? California Management Review 29(1), hal. 124-132.
WBCSD. 2002. Corporate Social Responsibility. The WBCSD’s Journey. WBCSD.
Wheeler, D., Colbert, B., & Freeman, R.E. 2003. Focusing on Value: Reconciling Corporate Social Responsibility, Sustainability and a Stakeholder Approach in a Network World. Journal of General Management 28(3), hal 1-29.
![Page 33: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/33.jpg)
29
Windsor, D. 2001. The Future of Corporate Social Responsibility. International Journal of Organizational Analysis 9 (3), hal. 225-256.
Wood, D.J. 1991. Corporate Social Performance Revisited. Academy of Management Review 16(4), hal. 691-718.
Wood, D.J. & Lodgson, J.M. 2002. Business Citizenship: From Individuals to
Organizations. Business Ethics Quarterly, Ruffin Series, No. 3, hal. 59-94.
Varadarajan, P.R., & Menon, A. 1988. Cause-Related Marketing: A Coalignment of Marketing Strategy and Corporate Philanthropy. Journal of Marketing 52(3), hal 58.
![Page 34: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/34.jpg)
30
STRATEGI KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL
DENGAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM PROSES REHABILITASI
Studi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah
Oleh: Sugiyanto
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
Abstraction
Research entitle sosial worker communications strategy with patient of Skizofrenia in
course of rehabilitating to trace question on how communications strategy all sosial worker in
course of rehabilitating to client at home Psychopath of Dr. Soeroyo Magelang Central Java.
Research aim to know various applied communications strategy all sosial workers at home
psychopath in course of rehabilitating, and knowing reaction of patient and also affect in each
selected by strategy is sosial worker and also know Sosial Worker resistances in communicating to
client.
Process research by using method qualitative with case study locus, result of research
show all ill sosial worker at home Dr. Soeroyo in communicating with patient at the time of process
rehabilitate to use strategy fight against, going with the tide, persuasif, forcing, incognito,
communications by bringing fact, and backward communications
Keyword : strategy, communications, sosial worker, rehabilitate.
Abstrak
Penelitian berjudul strategi komunikasi pekerja sosial dengan pasien skizofrenia dalam
proses rehabilitasi melacak pertanyaan bagaimana strategi komunikasi para pekerja sosial dalam
proses rehabilitasi terhadap klien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui berbagai strategi komunikasi yang diterapkan para
pekerja sosial di rumah sakit jiwa dalam proses rehabilitasi, dan mengetahui reaksi pasien serta
dampak pada setiap strategi yang dipilih pekerja sosial serta mengetahui hambatan-hambatan
pekerja sosial dalam berkomunikasi terhadap klien.
Proses penelitian dengan mengunakan metode kualitatif dengan lokus studi kasus, hasil
penelitian menunjukan para pekerja sosial di rumah sakit Dr. Soeroyo dalam berkomunikasi
dengan pasien pada saat proses rehabilitasi mengunakan startegi melawan, mengekor, persuasif,
memaksa, menyamar, komunikasi dengan membawa fakta, dan komunikasi mundur.
Kata kunci: strategi, komunikasi, pekerja sosial, rehabilitasi.
![Page 35: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/35.jpg)
31
A. Latar belakang
Skizofrenia adalah gangguan mental
yang sangat berat, gejala skizofrenia tampak
dalam perilaku seperti pembicaraan yang
kacau, halusinasi, delusi, gangguan kognitif
dan persepsi. Menurut Gabbard (1994)
penderita skizofrenia cenderung mengalami
gangguan komunikasi, minat komunikasi
menurun dan gangguan relasi personal,
akibatnya penderita skizofrenia mengalami
fungsi ketidakmampuan dalam menjalani
hidupnya. Pendapat senada ditegaskan Iman
Setiadi (2006:3), bahwa penderita skizofrenia
sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris
terputus relasinya dengan orang lain.
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan
rasa cemas dan penderitaan bagi individu
penderitanya, tetapi juga bagi orang-orang
terdekat terutama keluarganya dan
masyarakat di lingkungan sekitar juga
menerima resiko atas penderita tersebut.
Upaya penyembuhan skizofrenia tidak
dapat diselesaikan dengan satu bidang
keahlian atau profesi, tetapi upaya
penyembuhan atau mencegah kekambuhan
memerlukan berbagai disiplin keahlian,
diantaranya dokter ahli jiwa, psikolog,
psikiatri, perawat jiwa, ahli gizi, rohaniawan
dan tidak kalah pentingnya peran pekerja
sosial.
Hasil penelitian Neale, Davison dan
Haaga (1996) dan Foucault (2002) bahwa
skizofrenia telah hadir dalam sejarah
manusia sejak jaman purba namun tetap
menjadi misteri para ahli, oleh sebab itu
skizofrenia sampai saat ini terus menerus
menjadi kajian menarik dan tidak henti-
hentinya memunculkan penelitian dari
berbagai disiplin ilmu yang ada. Hasil
penelitian tersebut dijelaskan bahwa usaha
untuk memahami dan mengatasi skizofrenia
dari cara ilmiah, yang bersifat coba-coba
hingga yang berbahau tahayul telah
dilakukan banyak orang, tetapi hasilnya
sampai saat ini belum ditemukan cara yang
efektif untuk mengatasi skizofrenia.
Merujuk pada masing-masing profesi
di atas dalam rangka proses pertolongan
untuk penyembuhan dan atau mencegah
kekambuhan penderita atas penyakit tertentu
maka mereka bekerja secara profesional.
Dari berbagai profesi tersebut penelitian ini
akan membidik salah satu profesi, yaitu
profesi pekerjaan sosial dalam proses
pertolongan terhadap klien di sebuah rumah
sakit jiwa.
Masing-masing profesi di rumah sakit
jiwa memiliki fungsi yang berbeda-beda dan
bekerja pada tahapan-tahapan yang berbeda.
Karena bidikan dalam penelitian ini pekerjaan
sosial maka sesuai dengan profesi dan
peranya pekerja sosial di rumah sakit
berfungsi dan bertanggungjawab atas
pengkondisian keberfungsian sosial setiap
klien terhadap diri klien, keluarga dan
masyarakat, oleh sebab itu pekerja sosial
bekerja bersama klien dan profesi lain
dengan fokus rehabilitasi sosialnya.
![Page 36: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/36.jpg)
32
Pekerja sosial adalah orang yang
memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan
tertentu layaknya profesi lain yang memiliki
hak dan kewenangan atas pengetahuan dan
keterampilan tersebut. Skidmore and
Thackeray (1998:8), mendifinisikan
Pekerjaan Sosial sebagai suatu bidang
keahlian yang memiliki kewenangan untuk
melaksanakan berbagai upaya guna
meningkatkan kemampuan orang dalam
melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui
proses interaksi, agar orang dapat
menyesuaikan diri dengan situasi
kehidupannya secara memuaskan. Menurut
Wibhawa, dkk (2010:42) pekerja sosial
adalah orang memiliki kewenangan keahlian
dalam menyelenggarakan berbagai
pelayanan sosial. Sehingga pekerja sosial
memiliki kekhasan yang terletak pada
pemahamanan dan keterampilan dalam
memanipulasikan perilaku manusia sebagai
makhluk sosial. Dalam kontek pekerjaan
sosial manipulasi bukan sebagai konotasi
negatif seperti manipulasi uang/korupsi,
manipulasi sembakau/penimbunan, tetapi
manipulasi dalam kontek praktek Pekerjaan
Sosial maka manipulasi tingkah laku
manusia, berarti mengubah perilaku manusia
dalam kerangka tujuan praktek pekerjaan
sosial itu sendiri yaitu membantu klien untuk
meningkatkan keberfungsian sosialnya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi
bahwa bidang garapan praktek Pekerjaan
Sosial adalah aspek sosial dari kehidupan
manusia, sebagai konsekuensi logisnya.
Pekerjaan Sosial menjadi sebuah profesi
yang syarat nilai, karena kata sosial dalam
konteks ini merujuk pada kehidupan manusia
yang tidak dapat dipisahkan dari values yang
permanen dalam setiap pergaulan.
Ada alasan mendasar mengapa
fungsi pekerja sosial menjadi fokus dalam
penelitian ini, sebab di dalam perkembangan
ilmu pekerjaan sosial ada pergeseran
pendekatan dan kajian, dari pendekatan dan
kajian mikro, mezo dan makro saat ini
cenderung berkembang pada kajian
Pekerjaan Sosial dengan konsentrasi yang
lebih fokus dan locus. Beberapa contoh
kajian Pekerjaan Sosial yang saat ini
dikembangkan diantaranya Pekerja Sosial
Anak, Pekerja Sosial Urban, Pekerja Sosial
Bencana, Pekerja Sosial Geriatri, Pekerja
Sosial Skizofrenia, dll. Dalam dunia
perkembangan ilmu Pekerjaan Sosial bahwa
semua masalah sosial yang dihadapi
manusia pada dasarnya harus diselesaikan
dengan multi pendekatan (mikro, mezo dan
makro), sebagai contoh dari hasil multi
pendekatan lahirlah model penanganan
masalah sosial berbasis masyarakat atau
dikenal dengan istilah rehabilitasi berbasis
masyarakat (RBM). Agar lebih efektif maka
penanganan masalah skizofrenia yang
menjadi sasaran garapan tidak saja penderita
tetapi minimal ada tiga sasaran yaitu
penderita, keluarga dan masyarakat sekitar
dimana penderita skizofrenia bertempat
tinggal, dan akan lebih luas lagi jangkauan
masyarakat sekitar adalah stakeholder yang
terdiri, pengurus rukun tetangga, tokoh
![Page 37: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/37.jpg)
33
masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda,
dan lain sebagainya.
Mengingat berbagai variantnya
skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit
Jiwa, maka para Pekerja Sosial di Rumah
Sakit Jiwa harus memiliki keterampilan
berkomunikasi dan mampu berkomunikasi
sesuai dengan tingkat penderitanya, sebab
kemampuan komunikasi para Pekerja Sosial
merupakan salah satu indikator
keprofesionalisme para pekerja sosial.
Alur atau kerangka berfikir dalam
penelitian ini ada dua fokus, fokus pertama
mengambarkan alur klien masuk ke Rumah
Sakit Jiwa Prof. dr. Soeroyo Magelang
sampai keluar/meninggalkan Rumah Sakit
Jiwa karena proses penyembuhan dan
rehabilitasi telah dinyatakan tuntas oleh tim
medis dan tim rehabilitasi digambarkan pada
diagram 1. Secara ringkas bahwa klien
masuk RSJ diantar keluarga / petugas
pemerintah / masyarakat / pemerhati / polisi,
dll masuk ke instalansi gawat darurat (IGD),
pada tahap ini klien diperiksa oleh tim medis
dan hasilnya jika tim medis merekomendasi
rawat jalan berarti klien kembali pulang, tetapi
jika rekomendasi tim medis rawat inap maka
klien masuk tahap unit perawatan intensif
(UPI), dari UPI klien masuk tahap rawat inap
di bangsal, dan tahap ini klien mulai
mendapat perawatan ganda (medis dan
rehabilitasi sosial). Di unit rehabilitasi klien
akan mengikuti seleksi oleh psikolog untuk
menentukan jenis latihan kerja, penempatan
dan pengawasan.
Diagram 2 ditunjukan alur berfikir
strategi-strategi komunikasi yang dipilih oleh
pekerja sosial dalam proses rehabilitasi
kepada klien. Strategi komunikasi akan
terlihat pada setiap tahapan diantaranya
tahap persiapan yang terdiri dari resosialisasi
dan latihan kerja, tahap penempatan dan
tahap pengawasan.
![Page 38: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/38.jpg)
34
Diagram 1
Bagan klien/pasien masuk RSJ sampai pulang
Sedang kerangka pikir penelitian
strategi komunikasi pekerja sosial dalam
proses rehabilitasi secara singkat di jelaskan
pada diagram nomor 2. Diagram ini
mengambarkan secara singkat model-model
komunikasi yang harus dipilih para pekerja
sosial sesuai dengan tahapan pasien masuk
RSJ dan dokter memutuskan pasien harus
rawat inap, maka start keterlibatan pekerja
sosial dimulai sejak perjalanan pasien pada
tahap rehabilitasi, pengawasan, penempatan
dan mempersiapkan diri kepulangan pasien.
![Page 39: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/39.jpg)
35
Diagram 2. Strategi komunikasi
B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini melacak pertanyaan
penelitian ”bagaimana strategi komunikasi
Pekerja Sosial dalam proses rehablitasi
terhadap klien di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.
Soeroyo Magelang Jawa Tengah?” dan
tujuan penelitian ingin mengetahui: a).
berbagai strategi komunikassi yang
diterapkan para pekerja sosial di Rumah
Sakit Jiwa dalam proses rehablitasi, b).
mengetahui reaksi pasien dan dampak pada
setiap strategi yang dipilih pekerja sosial dan,
c). mengetahui hambatan-hambatan pekerja
sosial dalam berkomunikasi terhadap klien.
Selanjutnya penelitian ini diharapkan
bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan kususnya strategi komunikasi
para pekerja sosial yang efektif dan tepat
guna dapat dipelajari dan disebarluaskan
sebagai pembanding dan referensi penelitian
sejenis, serta bagi rumah sakit hasil
penelitian dapat dijadikan bahan evaluasi
dalam proses rehabilitasi yang terkait dengan
profesi pekerja sosial.
Atas itu penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat bagi rumah sakit,
khususnya pelayanan rehabilitasi, pasien dan
keluarganya serta memberikan kontribusi
bagi pengetahuan dan penelitian lain yang
relevan.
C. Metode Penelitian
Selama berproses dari pra observasi
sampai menyusun laporan penelitian, peneliti
membutuh waktu kurang lebih enam bulan.
Subyek penelitian ini adalah para pekerja
![Page 40: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/40.jpg)
36
sosial rumah sakit jiwa dan untuk
kepentingan triangulasi peneliti melibatkan
karyawan non pekerja sosial yang ditugaskan
di bagian rehabilitasi sosial, klien dan
keluarga klien.
Dalam perjalanan penelitian peneliti
menetapkan jenis penelitian yang diterapkan
adalah diskriptif kualitatif, karakteristik
kualitatif dalam ”Research Design”
mengungkapkan lima tradisi penelitian, yaitu:
biografi, fenomenologi, grounded theory
study, etnografi dan studi kasus. Salah satu
tradisi yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah studi kasus. Berdasarkan tahapan-
tahapan yang dilakukan peneliti melalui
kajian filsafat dan terminology maka dalam
penelitian ini peneliti menetapkan metode
kualitatif sebagai alat analisis, sehingga
penelitian ini tidak melakukan testing teori
dan atau menguji teori, tetapi menempatkan
teori sebagai guidance agar teori tidak
mengkontaminasi peneliti.
Dalam penelitian ini data dikumpulan
dengan cara observasi, interview, studi
dokumentasi dan forum group discussion
(FGD), data yang diperoleh dilakukan analisis
dan triangulasi untuk memperoleh data yang
valid. Kredibilitas sangat akurat sebab
responden yang dipilih adalah pekerja sosial
yang terlibat langsung dalam proses
rehabilitasi, atas itu penafsiran fenomena
bukan peneliti tetapi yang menasirkan adalah
responden/pekerja sosial, tugas peneliti
hanyalah memformulasikan atas pernyataan
responden, selanjutnya peneliti mendokumen
seluruh penafsiran responden/pekerja sosial
sedang yang didokumen/ditulis yang semua
diucapkan dan dilakukan/dijalankan oleh
responden. Oleh karena itu peneliti tidak
berani mengatakan general/umum karena
berlaku kasuistik, yaitu khusus di RSJ Prof.
dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah
Creswel (1989) mengajarkan salah
satu cara mengambil posisi dalam tradisi
penelitian kualitatif adalah terminologi studi
kasus (case study) sebagai sebuah jenis
penelitian. Studi kasus diartikan sebagai
metode atau strategi dalam penelitian untuk
mengungkap kasus tertentu. Creswell
menjelaskan kedudukan penelitian kualitatif
pada jenis studi kasus adalah spesifikasi
kasus dalam suatu kejadian baik itu yang
mencakup individu, kelompok budaya
ataupun suatu potret kehidupan.
Berdasarkan paparan di atas, dapat
diungkapkan bahwa studi kasus adalah
sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang
terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus”
yang dari waktu ke waktu melalui
pengumpulan data yang mendalam serta
melibatkan berbagai sumber informasi yang
“kaya” atas itu studi kasus diikat dalam
konteks sebuah “sistem terikat” yaitu diikat
oleh waktu dan tempat sedangkan kasus
dapat dikaji dari suatu program, peristiwa,
aktivitas atau suatu individu.
Stake (1995) menyatakan bahwa
suatu studi kasus memerlukan verifikasi yang
ekstensif melalui triangulasi dan member
chek. Stake menyarankan triangulasi
informasi yaitu mencari pemusatan informasi
![Page 41: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/41.jpg)
37
yang berhubungan secara langsung pada
“kondisi data” dalam mengembangkan suatu
studi kasus. Triangulasi membantu peneliti
untuk memeriksa keabsahan data melalui
pengecekan dan pembandingan terhadap
data.
D. Hasil dan Pembahasan
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof. Dr.
Soeroyo berada di Kabupaten Magelang
Propinsi Jawa Tengah, nama Soeroyo
diambil dari nama seorang dokter jiwa
pribumi dan beliau orang pertama kali yang
menjadi direktur rumah sakit tersebut. RSJ
Prof. Dr. Soeroyo di bangun pada masa
penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun
1916, oleh Scholtens dalam program
”Krankzinnige Ngesticht” yang artinya Rumah
Sakit Jiwa. Pada saat pembangunan awal
telah dikonsep dengan dengan kapasitas
1400 tempat tidur. Luas tanah yang dimiliki
pada saat awal pembangunan 829.750 m2.
Pada tahun 1923 ”Krankzinnige Kramat”
resmi digunakan mulai bulan September dan
oleh karena itu setiap bulan September
diperingati sebagai Hari Ulang Tahun RSJ.
Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
RSJ Prof Dr. Soeroyo Magelang pada
saat diteliti memiliki visi “Menjadi Pusat
Unggulan Pelayanan dan Pendidikan
Kesehatan Jiwa Secara Holistik ditingkat
Nasional 2015 dan ASEAN 2018”, visi
tersebut dijabarkan dalam misi: 1).
Melaksanakan pelayanan prima kesehatan
jiwa terpadu dan komprehensif; 2).
Melaksanakan pendidikan dan penelitian
kesehatan jiwa terpadu dan komprehensif; 3).
Mengembangkan pelayanan berdasarkan
mutu dan profesionalisme; 4). Menjadi model
pelayanan, pendidikan, dan penelitian di
bidang kesehatan jiwa yang terpadu dan
komprehensif melalui pendekatan seni
budaya; 5). Melaksanakan tata kelola rumah
sakit yang baik (Good Corporate
Governance)
Arah pengembangan rumah sakit:
melaksanakan pelayanan kesehatan yang
mandiri dalam rangka mencapai masyarakat
sehat, mandiri melalui upaya kesehatan jiwa
paripurna: promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas dan
produktivitas hidup manusia. Rumah Sakit
Jiwa Prof Dr. Soeroyo Magelang memiliki
sarana prasarana sebagai berikut: Gedung
IGD, Gedung Poliklinik Terpadu, Gedung
Perawatan Jiwa, Napza dan Umum (bedah,
Obsgin, dll), Peralatan penunjang
(laboratorium, Fisioterapi, Gigi, Rontgen),
Instalansi Apotik, Ambulance, Gedung Diklat,
asrama, IPAL, Genset, Mesin Cuci,
pengering, setrika, Instalasi gizi, Sarana olah
raga (lapangan tenis, bulu tangkis, tenis
meja, dll), Sarana untuk kesenian, Sarana
ibadah (masjid dan musholla).
Bentuk-bentuk layanan yang dimiliki
RSJ Prof Dr. Soeroyo antara lain: a).
Pelayanan medis terdiri dari Pelayanan rawat
jalan Poliklinik spesialis jiwa, kesehatan jiwa
anak dan remaja, gigi, anak, Obsgin, syaraf,
Bedah, Penyakit dalam, Poliklinik Umum:
![Page 42: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/42.jpg)
38
Poliklinik Psikologi dan Rawat Inap Jiwa dan
Umum; b). Pelayanan Penunjang, meliputi:
Laboratorium klinik, Farmasi, Dapur/Gizi,
Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit,
Elektromedik/Fisioterapi dan Rontgen
Gambaran Umum Unit Rehabilitasi
Berbagai jenis penderita gangguan
jiwa yang ada di RSJ Prof. dr Soeroyo
Magelang antara lain Delusi/waham,
Halusinasi, Disorganized speech,
Disorganized behavior dan Simtom-simtom
negatif. Dalam proses rehabilitasi jenis
gangguan ini tidak dipermasalahkan sebab
semua klien yang sudah mengikuti aktivitas di
rehabilitasi semua dianggap telah memiliki
dasar rehab yang sama. Untuk itu proses
yang dilakukan para pekerja sosial tidak
dibedakan berdasarkan cluster jenis
gangguan. Sumber yang sama menyebutkan
salah satu bentuk gangguan psikosis
ditambah dengan kreteria lain seperti jangka
waktu dan konsekuensi.
Seorang rehabilitan dengan sebutan
lain klien atau pasien masuk ke dalam unit
rehabiltasi setelah melalui prosedur atau jalur
sebagai berikut : 1). Pasien datang ke RSJ
Prof. Dr. Soeroyo diantar oleh keluarga/Dinas
Sosial/rujukan dari intansi lain/masyarakat
/dll. Masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD),
mendapat tindakan dari tim medis (dokter
dan perawat), 2). Unit Perawatan Intensif
(UPI) lebih kurang 3 hari, 3). Unit Bangsal
tenang, satu sampai dua minggu (sangat
tergantung dari kondisi klien), 4). Seleksi
masuk rehabilitasi oleh psikolog, 5). Masuk
Unit Rehabilitasi kurang lebih 40 hari, sangat
tergantung kondisi klien, 6). Seleksi
berdasarkan minat bakat dan pengalaman
untuk menentukan jenis rehabilitasi yang
dipilih untuk penempatan.
Unit rehabilitasi RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang secara rutin melaksanakan fungsi
rehabilitasi setiap hari mulai pukul 08.00 -
11.30, kecuali rehabilitasi untuk penanganan
khusus dan ada agenda khusus maka waktu
pelaksanaan rehabilitasi dapat ditambah,
sesuai dengan kebutuhan. Dalam
pelaksanaan rehabilitasi proses kegiatan
rehabilitan di pisah berdasarkan jenis
kelamin. Dari pemisahan jenis kelamin
selanjutnya dipisah lagi berdasarkan minat
rehabilitannya.
Untuk pelaksanaan rehabilitasi
pekerja sosial akan mendampingi rehabilitan
sesuai dengan skill masing-masing dengan
menggunakan setting, media dan fasilitas
yang tersedia di RSJ. Prof. dr. Soeroyo
Magelang diantaranya: fasilitas lapangan
(bola volly, lapangan sepak bola dan tenis
meja), fasilitas kesenian (gamelan, wayang
kulit, alat musik band, dll), alat kerja
pendukung seperti mesin jahit, alat
pertukangan, alat memasak, alat pertanian,
alat bengkel dan las, serta alat permainan
psikotest. Atas itu tempat pelaksanaan
rehabilitasi dapat bervariasi seperti di sawah
dan kebun, di musholla, di dapur, di kolam
ikan, di lapangan, di dalam ruang bermain
serta kadang kala di ajak keluar rumah sakit.
![Page 43: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/43.jpg)
39
1. Sumber Daya Manusia
Sumberdaya manusia (SDM) di unit
rehabilitasi ada 32 orang dengan kapasitas
pendidikan yang berbeda-beda, secara
lengkap data dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data SDM Unit Rehabilitasi berdasarkan
Pendidikan
No Jenis Pendidikan Jumlah
1 SMP/sederajat 2 orang
2 SMA 7 orang
3 SMPS Pekerjaan Sosial 4 orang
4 SMK non Pekerja sosial 12 orang
4 Sarjana Psikologi 2 orang
5 Sarjana Pekerja
Sosial/sosiatri
3 orang
6 Sarjana Keperawatan 2 orang
Sumber : Data primer 2011
Tabel 1 menunjukkan bahwa RSJ. Prof.
Dr. Soeroyo Magelang belum memiliki SDM
setingkat sarjana yang murni lulusan Ilmu
Kesejahteraan Sosial/Pekerjaaan Sosial, dan
SDM di rehabilitasi didominasi lulusan SMA
dan SMK non Pekerjaan Sosial. Namun
demikian para pekerja di bagian rehabilitasi
telah mendapat berbagai macam pelatihan
yang berkenaan dengan ketugasan sebagai
pendamping klien dalam bidang pekerjaan
sosial. Disisi lain mereka bekerja telah
berpengalaman, namun demikian ada sisi
lain yang belum tersentuh oleh para pekerja
sosial karena keterbatasan teori dan
pengetahuan tentang pekerjaan sosial
khusus bidang pekerjaan sosial rehablitasi.
2. Model- Model Rehabilitasi
Klien dengan jenis gangguan Delusi,
Halusinasi, Disorganized speech,
Disorganized behavior dan Simtom-simtom
negatif semua akan mengikuti proses
rehabilitasi di unit rehabilitasi RSJ Prof. Dr.
Soeroyo. Model-model rehabilitasi yang
dikembangkan di RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang ada dua jenis yaitu: 1).
Resosialisasi, aktivitas sosioterapi
merupakan proses mengembalikan fungsi-
fungsi sosial klien, agar mampu berorientasi
terhadap dirinya sendiri, orientasi terhadap
orang lain, orientasi terhadap waktu dan
orientasi tempat secara wajar dan dapat
menyesuaikan diri kembali terhadap tuntutan
norma sosial di lingkungannya. Aktivitas
sosioterapi dilakukan secara bersama-sama
atau bergantian dengan aktivitas lain dalam
proses rehabilitasi. Tujuan sosioterapi: 1).
Mempercepat proses klien dalam
penyesuaian psikososial, 2). Meyakinkan
pada diri klien maupun lingkungan bahwa
mereka memiliki kemampuan, potensi yang
dapat dikembangkan, 3). Meningkatkan
harga diri klien sehingga, klien termotivasi
memperoleh derajat kehidupan yang layak.
Bentuk aktivitas resosialisasi di RSJ
Prof Dr. Soeroyo Magelang antara lain: 1).
Terapi musik, terapi sport/olahraga, terapi
game/permainan, terapi religi, terapi lukis,
terapi dance, 2). Pameran hasil karya dalam
aneka terapi di atas, seperti: pameran hasil
karya klien diantaranya pameran lukisan,
![Page 44: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/44.jpg)
40
karya home industri, karya kerajinan, foto-foto
kegiatan dll, 3). Pekan olah raga dan pekan
seni antar klien/rehabilitan, 4). Forum
komunikasi antar klien baik dalam satu
rumah sakit maupun dengan rumah sakit lain
dan pihak-pihak lain yang terkait, 5). Kegiatan
sosialisasi di dalam rumah sakit, 6).
Penyuluhan keluarga/forum komunikasi
antara keluarga pasien dan 7). Perpustakaan
pasien
Latihan kerja, dalam proses
rehabilitasi klien diajarkan latihan kerja,
pelaksanaan antara klien putra dan putri
dipisah sesuai dengan minatnya. Bentuk-
bentuk latihan kerja yang diajarkan antara
lain: 1). Pasien putri meliputi: membuat telur
asin, membuat aneka kue/snack, menjahit,
menyulam, dan membatik. 2). Pasien putera
diajarkan: perikanan, pertanian, pertukangan,
bengkel las, ternak, membuat batako,
menjilid, mensablon, membuat permainan
anak, dll.
Pelaksanaan terapi kerja rata-rata dua
sampai tiga minggu tergantung dari kondisi
klien. Tugas pokok pekerja sosial dalam
pendampingan terapi kerja adalah
membangkitkan aktivitas positif klien melalui
pekerjaan atau aktivitas lain seperti bermain,
rekreasi, kesenian, yang semuanya bersifat
terapeutik. Kegunaan terapi kerja bagi
pekerja sosial adalah sebagai media
mengevaluasi perkembangan tingkah laku
klien secara teratur dan kontinyu untuk
mengetahui efek terapi yang diberikan.
Makna terapeutik adalah terapis dapat
memulihkan/meningkatkan kembali daya
konsentrasi, kemampuan, komunikasi, daya
ingat dan kemauan serta motivasi melalui
berbagai kegiatan yang sesuai dengan diri
pasien.
Petugas terapi kerja di RSJ Prof dr.
Soeroyo Magelang terdiri dari Pekerja Sosial,
Perawat Jiwa dan Psikolog yang bekerja di
unit rehabilitasi dan telah memperoleh
pelatihan kursus tentang terapeutik, serta
dibantu petugas lain yang berpengalaman
dan berminat. Catatan penting dalam terapi
kerja adalah atas dasar rekomendasi tim
medis/resep bukan paksaan, maka
kesediaan klien yang didasari oleh kesadaran
sangat ditumbuhkembangkan, jika kesadaran
pasien rendah maka petugas berkewajiban
melakukan aktivitas membangkitkan
kesadaran atau memotivasi klien secara
individu/personal.
Setelah klien mengikuti aktivitas
resosialisasi dan latihan kerja maka pasien
akan diketahui perkembangan sosial dan
mental secara holistik, atas dasar hasil
perkembangan tersebut pasien akan
melanjutkan aktivitas lain yang telah
ditetapkan oleh pihak rumah sakit secara
individu sebagai berikut: 1). Tahap
Persiapan, tahap ini merupakan serangkaian
upaya untuk mempersiapkan klien agar
selanjutnya dapat disalurkan ke dalam
masyarakat (persiapan dikembalikan kepada
keluarga) melalui kegiatan seleksi, evaluasi
dan uji kerja/work assessment. Aktivitas ini
dilaksanakan oleh tim dari berbagai profesi
seperti dokter, psikolog, pekerja sosial,
okupasi terapi, perawat psikiatri, dan
![Page 45: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/45.jpg)
41
pembimbing sosial. Materi yang diperlukan
terdiri dari: hasil pemeriksaan dan
pengobatan tim medis. Hasil pemeriksaan
psikolog, Hasil perkembangan dan tingkah
laku pasien dalam perawatan, hasil evaluasi
sosial dan hasil observasi dari akupasiterapi,
2). Tahap Penempatan, setelah klien
dipersiapkan melalui kegiatan seleksi, terapi
dan latihan kerja, maka langkah selanjutnya
pihak rumah sakit membuat perencanaan
penempatan ke dalam keluarga dan atau
masyarakat. Penempatan tersebut dapat
secara bebas atau penuh (dilindungi dan
dalam pengawasan), usaha penempatan
sebagai tujuan akhir dari rehabilitasi yaitu
mengembalikan klien keluarga dan
masyarakat sebagai warga masyarakat yang
mandiri dan berguna, 3). Tahap
Pengawasan, pengawasan terhadap klien di
RSJ Prof dr. Soeroyo Magelang dilakukan
dalam tiga tahap. Ketiga tahap tersebut
adalah sebagai berikut: a). Ketika klien
masuk rumah sakit dalam kondisi proses di
bangsal/ dan belum dinyatakan boleh
mengikuti proses rehabilitasi. Sebagai tahap
awal klien baru masuk di RSJ maka
ditempatkan pada bangsal isolasi, di tempat
ini waktu yang diperlukan berkisar satu
minggu, tetapi tergantung dari situasi mental
dan penyebab penderita klien, petugas
evaluasi di bangsal ini adalah tim medis dan
psikiater, b). ketika klien mulai mengikuti
proses rehabilitasi, tahap ini sebagai tahap
penentu untuk melihat perkembangan atau
kemajuan keberfungsian sosial dan mental
sehingga perlu diawasi oleh psikolog, pekerja
sosial, pedamping sosial, petugas terapis, c).
ketika klien dinyatakan sembuh/sehat berada
pada keluarga/masyarakat, dalam tahap ini
petugas RS (Pekerja Sosial) bersifat
monitoring perkembangan mantan klien,
mengevaluasi sejauh mana dinamika
keberfungsian sosial klien dan penerimaan
masyarakat sekitar. Hal ini penting dilakukan
oleh pihak RSJ Prof dr. Soeroyo Magelang,
mengingat pengalaman yang sudah dan
sering terjadi adalah pasien keluar dari
RSJ/penempatan kepada keluarga dalam
waktu singkat (1-4 minggu) pasien kembali
masuk RSJ kembali karena keluarga dan
lingkungan tidak mampu memperlakukan
pasien sesuai dengan kebutuhannya, situasi
ini yang membuat klien kambuh dan keluarga
merasa khawatir maka pasien dikirm kembali
ke RSJ.
3. Informan
Subyek penelitian adalah unit
rehabilitasi dengan obyek penelitian para
pekerja sosial, maka ada beberapa
kesamaan atau homogenitas dari informan.
Atas ini dari 32 subyek di unit rehabilitasi,
peneliti menetapkan informan yang
berlatarbelakang pendidikan Pekerjaan
Sosial yang jenjang pendidikannya Sarjana,
Diploma dan SMK, sebab menurut hemat
peneliti mereka dapat mewakili subyek yang
lain. Data informan dapat dilihat pada Tabel 2
![Page 46: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/46.jpg)
42
Tabel 2. Data Informan
No Inisial Pendidikan P/L Masa Kerja
1 LS S-1 Sosiatri / Pekerjaan Sosial
P 29 tahun
2 HP S-1 Sosiatri / Pekerjaan Sosial
L 15 tahun
3 DD S-1 Sosiatri / Pekerjaan Sosial
L 15 tahun
4 MK SMK/ Pekerjaan Sosial
P 16 tahun
5 AG SMK/ Pekerjaan Sosial
L 4 tahun
6 TT SMK/ Pekerjaan Sosial
P 4 tahun
Sumber : data primer 2011 Berdasarkan informasi para informan
bahwa informan LS, HP, dan DD ketika
masuk menjadi PNS di RSJ. Prof dr. Soeroyo
Magelang mengunakan ijazah Sekolah
Menengah Pekerjaan Sosial (SMPS) 4 tahun
(sekarang SMK), dan mereka berempat
melanjutkan studi ke jenjang sarjana baru
tahun 2003 dan lulus 2008. Atas informasi
informan SDM Pekerja Sosial di unit
Rehabilitasi di RSJ. Prof. Dr. Soeroyo
Magelang di dominasi oleh lulusan SMK dan
Sekolah Menengah Atas. Baru mulai tahun
2008 Unit Rehabilitasi memiliki SDM
Pekerjaan Sosial berjenjang pendidikan
sarjana ilmu Kesejahteraan Sosial hanya 1
orang sedang tiga orang berjenjang
pendidikan sarjana ilmu Sosiatri yang
mengambil minat studi pekerjaan sosial.
4. Strategi komunikasi pekerja sosial
Informan menyatakan bahwa selama
bekerja di RSJ ini jenis-jenis gangguan yang
dialami klien antara lain ”Delusi, Halusinasi,
Disorganized speech, Disorganized behavior
dan Simtom-simtom negatif”. Pernyataan
tersebut dilanjutkan dengan ”didalam proses
rehabilitasi kami/pekerja sosial mengunakan
strategi komunikasi sebagai berikut: a).
Strategi melawan diterapkan kepada klien-
klien yang suka tidak mentaati norma-norma
dalam proses rehabilitasi maupun melawan
terhadap aturan-aturan yang diterapkan di
bangsal. Dimana klien bertempat tinggal
dalam keseharian, b). Strategi mengekor,
strategi ini khusus diterapkan kepada
gangguan Disorganized speech, klien jenis ini
suka bicara asal, sulit berhenti dan banyak
bicara dengan arah yang tidak jelas, c).
Strategi persuasif, strategi ini dipilih pekerja
sosial ketika proses rehabilitasi dilakukan
secara kelompok/masal. Pada saat
rehabilitasi berlangsung rata-rata satu hari
ada 70 sampai 80 orang pasien dengan
pembimbing/pekerja sosial sekitar 20 orang,
artinya ketika proses rehabilitasi berlangsung
rasio bimbingan berkisar 1: 4. Artinya 1
pekerja sosial bertanggungjawab terhadap 4
klien. Pada proses inilah strategi komunikasi
persuasif diterapkan oleh para pekerja sosial,
sebab proses ini lebih bermakna dan
antusias klien kelihatan perkembangannya
karena aktivitas dilakukan dengan model
dinamika kelompok, d). Strategi memaksa
strategi ini dipilih pekerja sosial ketika pekerja
sosial berhadapan dengan klien gangguan
Disorganized behavior. Strategi komunikasi
memaksa cenderung diterapkan dalam kasus
individual. Jadi setiap ada aktivitas sering
terjadi satu atau dua klien yang melakukan
berlawanan atau aktivitas atas kehendak
sendiri, bahkan malas-malasan. Klien yang
![Page 47: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/47.jpg)
43
demikian agar mau bergabung dalam proses
rehabilitasi dan aktivitas lain harus dipaaksa,
e). Strategi menyamar, strategi menyamar
cenderung dipergunakan ketika klien
berputar-putar dalam pembicaraan dan
kecenderungan berbohong. Untuk masuk
dalam pikiran klien dan klien dapat menerima
maksud pekerja sosial maka pekerja sosial
seolah-olah tahu dan paham apa yang
dibicarakan dan kehendaki klien, walaupun
sebenarnya pekerja sosial tidak memahami
secara holistik, f). Strategi fakta Komunikasi
dengan membawa fakta, strategi ini
diterapkan para pekerja sosial kepada klien
yang mengalami gangguan-gangguan
simtom-simtom tertentu. Atas itu strategi ini
sangat variatif dan dinamis tergantung dari
jenis-jenis simtom yang dialami klien.
Misalnya simtom akibat kehilangan anggota
keluarga, bencana, dll. Maka pekerja sosial
harus pandai-pandai dan terampil dalam
menghadapi klien tersebut, g). Strategi
komunikasi mundur, strategi ini diterapkan
para pekerja sosial ketika klien sangat
kesulitan mengingat sejarah/peristiwa-
peristiwa yang menimba diri klien. Dengan
membuka atau mulai berbicara dari masa lalu
sebelum masuk RSJ, kemudian dilanjutkan
dengan aktivitas-aktivitas yang klien selalu
ingat, baik peristiwa yang menyenangkan,
menyedihkan, bahkan peristiwa-peristiwa
yang klien benci dll. Strategi ini dengan waktu
yang cukup lama akan mengarah pada
pengungkapan sesuatu problem yang klien
rasakan dan ingin dipecahkan.
Pernyataan informan lain cenderung
mengatakan ”untuk terapi kerja kami/pekerja
sosial sering memilih/mengunakan model
komunikasi kelompok, sedang komunikasi
personal cenderung untuk pendampingan
yang bersifat personal, baik pada saat proses
rehabilitasi, penyeleksian dan bimbingan
khusus di luar jam rehabilitasi. Selain model
atau strategi komunikasi di atas pekerja
sosial pada situasi tertentu mengunakan
strategi komunikasi
mengandai/perumpamaan, perwakilan dan
penugasan. Namun demikian rata-rata
pekerja sosial tidak membedakan model
komunikasi terhadap semua jenis klien baik
Delusi, Halusinasi, Disorganized speech,
Disorganized behavior dan simtom-simtom
negatif. Hal diungkapakan karena komunikasi
sangat dipengaruh oleh situasi kondisi klien
sendiri dan lingkungan dimana terjadi proses
komunikasi.
5. Reaksi Pasien
Menurut pendapat informan (pekerja
sosial) tidak semua klien mau diajak
berkomunikasi, keenam responden
sependapat bahwa klien diajak
berkomunikasi ada yang senang, ada yang
menolak, ada yang apatis, dan ada yang
tidak sama sekali merespon/acuh.
Berdasarkan pengalaman reaksi pasien
senang/menolak, apatis dan tidak konek
bukan berdasarkan jenis gangguan tetapi
berdasarkan lama tinggal, misalnya klien
lama, klien baru, klien tetap dan lain
sebagainya. Klien baru cenderung tertutup
dan klien lama bahkan sebagai pasien tetap
![Page 48: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/48.jpg)
44
cenderung lebih suka diajak bicara.
Pengalaman pekerja sosal pasien lama akan
banyak cerita kondisi di tempat
tinggal/keluarga yang cuwek, tidak mengerti
terhadap dirinya, memusuhi dll, sehingga
klien tidak betah tinggal bersama keluarga,
klien memilih kembali ke RSJ dengan alasan
teman banyak dan lebih senang.
Bagi klien pendatang baru di RSJ
Prof. Dr. Soeroyo Magelang cenderung
tertutup, sebab lingkungan ini merupakan
lingkungan baru bagi klien, belum tahu situasi
dan belum saling mengenal. Bahkan banyak
klien baru cenderung takut, memberontak
dan acuh. Atas itu maka klien baru selalu
diawali dengan bertempat tinggal dibangsal
isolasi, selama di bangsal isolasi rata-rata
pasien belum mampu berkooperatif tetapi
sebaliknya melawan, berontak atau apatis.
Setelah beberapa hari di bangsal isolasi
pasien memahami dirinya dan lingkunganya
baru dipindah pada bangsal perawatan dan
dibangsal ini pasien mulai dilibatkan dalam
proses rehabilitasi.
6. Hambatan Komunikasi
Pekerja sosial akan kesulitan
berkomunikasi kepada klien jika klien itu tidak
diketahui sebab-sebabnya mengalami
gangguan. Pasien yang demikian ini rata rata
pasien hasil garukan petugas keamanan atau
pasien kirim instansi terkait, atau klien yang
dalam waktu lama dipasung atau diasingkan
keluarganya, sehingga klien diminta oleh
warga masyarakat dari keluarganya dan
dikirim ke RSJ. Tetapi bagi klien-klien yang
dikirim oleh keluarga dan keluarga memberi
data tentang sebab-sebab terjadinya
gangguan mental maka pekerja sosial akan
lebih mudah melakukan pendekatan. Disisi
lain klien juga memiliki hambatan dalam
berkomunikasi diantaranya , menurut pekerja
sosial ada beberapa pasien yang sulit diajak
komunikasi bahkan mereka sulit bicara, klien
yang demikian ini rata-rata dari situasi
latarbelakang yang : a). Lama
mengelendang di jalan., b). Kiriman tokoh
masyarakat karena klien ini oleh keluarganya
tidak diperhatikan dan sering menganggu
warga masyarakat., c). Klien kiriman tokoh
masyarakat karena klien ini oleh keluarganya
dianggap sesuatu yang memlukan lalu di
pasung bertahun-tahun dan seringa terjadi
kecacatan pada bagian tubuh tertentu,
misalnya kaki mengecil karena dipasung atau
tangan tidak mampu mengerakan karena
lama diikat. Klien-klien yang demikian
mengalami tekanan mental dan batin
sehingga tertutup dan sulit berkomunikasi.
Disisi lain ada beberapa klien yang merasa
minder/takut untuk berbicara/mengemukakan
pendapat karena selam di bangsal klien ini
sering di tekan oleh teman-teman nya sendiri.
7. Media komunikasi yang dipergunakan,
media alami dan non alami
Media komunikasi yang dipergunakan
para pekerja sosial ketika berkomunikasi
dengan klien ada yang bersifat alami dan non
alami. Media ini berfungsi sebagai
aksesibilitas pekerja sosial kepada klien agar
lebih mudah dan lebih cepat dalam memulai
pembicaraan/komunikasi kepada klien rata-
![Page 49: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/49.jpg)
45
rata pekerja sosial memanfaatkan media atau
alat sebagai role komunikasi. Media yang
sering dan mudah digunakan sebagai media
komunikasi adalah alat-alat permainan atau
alat outbound sederhana seperti bola,
holahope, catur, foto/lukisan, radio, dan alat
permainannya.
Menurut pekerja sosial alat-alat ini
akan mudah mempengaruhi reflek dan
indrawi klien dan memancing memori,
sehingga klien mulai berani unjuk bicara yang
berawal dari merespon keberadaan dan
keberfungsian media tersebut. Disamping itu
pekerja sosial juga memanfaatkan
komunikasi verbal melalui gerakan-gerakan
tubuh yang dapat dimaknai sebagai bahasa
tubuh. Dari gerakan/bahasa tubuh inilah
pekerja sosial mulai merespon untuk mencari
makna apa arti/maksud setiap gerakan
tersebut. Dari sini pekerja sosial akan
memahami klien didalam merespon termasuk
didalamnya kecepatan merespon, benar
salahnya respon, fungsi respon dll.
Media lain yang dapat dimanfaatkan
oleh pekerja sosiala adalah lingkungan
dimana pekerja sosial mulai berkomunikasi,
lingkungan ini ada yang alami dan non alami.
Lingkungan alami seperti kebun/halaman
asrama/halaman ruang rehabilitasi, lapangan,
kamar/bangsal tempat tinggal klien, binatang
yang ada disekitar lingkungan rumah sakit
seperti burung, ayam, ikan di kolam, dll.
Media non alami adalah media komunikasi
yang sengaja diciptakan atau diadakan oleh
pekerja sosial untuk memudahkan
komunikasi dengan klien, media non alami
atau disebut alat peraga/alat rekayasa,
seperti: cerita/dongeng, flim, dan alat
permainan lainnya. Berdasarkan pengalaman
para pekerja sosial media-media ini
memudahkan klien dalam membantu
berkomunikasi terutama untuk mengawali
berkomunikasi.
8. Waktu Komunikasi
Jam kerja para pekerja sosial di RSJ.
Prof dr. Soeroyo Magelang dibagi ke dalam
berbagai aktivitas inti. Aktivitas ini terdiri dari
pekerjaan administrasi, koordinasi/rapat-
rapat, bimbingan dengan klien, home visit,
case conference, dll. Atas itu para pekerja
sosial di RSJ Dr. Soeroyo Magelang memiliki
waktu rutin dan formal untuk bimbingan
dengan klien, yaitu setiap hari kerja pada
pukul 08.00-11.30, waktu ini merupakan
jadwal rehabilitasi, sehingga semua pasien
yang telah memenuhi standar rehabilitasi dari
bangsal di kirim ke unit rehabilitasi untuk
mengikuti proses rehabilitasi. Di luar jam
rehabilitasi pekerja sosial diberi kebebasan
oleh pihak rumah sakit untuk bertemu klien
dalam rangka membantu proses
penyembuhan pada jam-jam istirahat. Jam
istirahat pasien adalah jam 13.00 sampai
16.00, selain jam tersebut jika pekerja ada
kepentingan dengan klien harus koordinasi
dengan pihak bangsal. Ketika pekerja sosial
berkomunikasi formal dengan klien diluar jam
rehabilitasi harus menjaga kode etik dan
diupayakan tidak menganggu klien yang lain.
Disisi lain pekerja sosial boleh
melakukan komunikasi dan bimbingan ketika
ada acara-acara tertentu atau menyiapkan
![Page 50: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/50.jpg)
46
acara tertentu, seperti latihan menari malam
hari karena akan ada lomba atau pentas ke
luar rumah sakit, dll.
9. Derajat kedekatan
Jika kedekatan komunikasi ini
diklasifikasikan kedalam tiga kategori jauh,
dekat dan sangat dekat, maka untuk
mengetahui seberapa jauh atau seberapa
dekat komunikasi antar pekerja sosial dengan
klien sangat di pengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain : a). jenis
pasien diantara pasien baru, pasien lama,
pasien tetap. Pasien baru cenderung jauh
karena mereka masih malu, tertutup dan dan
belum memahami lingkungan, bahkan
mereka merasa kaget atau terasing. Pasien
lama cenderung dekat karena frekuensi
pertemuan sudah sering, sudah memahami
lingkungan dan sudah berani
mengungkapkan hal-hal yang tidak disuka
dan berani meminta sesuatu. Pasien tetap
akan cenderung sangat dekat sebab pasien
ini sering keluar masuk RSJ dan sudah hafal
dengan para petugas serta paham akan
lingkungan sehingga mereka beranggapan
RSJ sebagi rumah tempat tinggal sehingga
berkomunikasi dengan siapa saja lancar,
mudah dan akrab. Jenis pasien ini sering
dimanfaatkan oleh petugas untuk mengorek
atau mencari tahu tentang kondisi klien-klien
baru yang mereka kenal dekat.
b). Latar belakang pasien, seperti penjelasan
di atas pada nomor 4 dan 5 bahwa latar
belakang atau asal usul klien masuk ke RSJ
sangat berpengaruh terhadap kedekatan
komunikasi antara klien dengan pekerja
sosial, seperti klien yang lama
menggelandang dan lama dipasung akan
mengalami kesulitan berkomunikasi, akibat
sulit berkomunikasi maka mereka merasa
asing atau jauh dan cenderung tertutup.
c). Situasi pasien, makna situasi pasien disini
menyangkut beberapa hal, diantaranya latar
belakang klien masuk RSJ, penyebab sakit
klien, jenis kelamin yang diajak
berkomunikasi, kondisi kesehatan fisik klien,
latar belakang pendidikan, ekonomi dan
religius klien.
d). Setting/tempat berkomunikasi, tempat
yang dipilih para pekerja sosial untuk
berkomunikasi dengan klien akan
berpengaruh terhadap klien. Hal ini
tergantung dari tujuan pekerja sosial dalam
berkomunikasi, apakah komunikasi sekedar
say hello, atau komunikasi dalam rangka
memberikan terapi, atau komunikasi sebagai
pengiriman informasi berkait dengan hal-hal
tertentu, atau komunikasi dalam rangka
mengingatkan atau memberikan sesuatu.
Untuk itu setting komunikasi yang
terkait dengan proses rehabilitasi biasanya
ada di arena ruang rehabilitasi, di bangsal, di
halaman atau tempat lain. Sekali lagi ini
sangat tergantung dari tujuan yang ingin
dicapai oleh seorang pekerja sosial. Sebab
pekerja sosial selalu memegang prinsip dan
kode etiknya, terutama tentang kerahasiaan
situasi klien.
Dimanapun settingnya dan apapaun
tujuan berkomunikasi pekerja sosial selalu
memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi
![Page 51: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/51.jpg)
47
sesuai yang tersirat dalam berbagai teori
seperti : a). proses simbolik, b). setiap
perilaku mempunyai potensi komunikasi, c).
komunikasi mempunyai dimensi isi dan
dimensi hubungan, d). komunikasi
berlangsung dalam berbagai tingkat
kesengajaan, e). komunikasi terjadi dalam
konteks ruang dan waktu, f). melibatkan
predikasi peserta komunikasi, g). bersifat
sistemik, h). semakin mirip latarbelakang
sosial budaya semakin efektif komunikasi, i).
bersifat nonsekuensial, j). bersifat prosesual
dinamis dan transaksional, k). bersifat
Irreversible dan l). bukan panasea untuk
menyelesaikan berbagai masalah
Sisi lain di unit rehabilitasi ketika klien
melakukan proses rehabilitasi bersama para
pekerja sosial secara otomatis terjadi
berbagai komunikasi , untuk itu komunikasi
dalam praktek rehabilitasi klien
dikelompokkan sesuai dengan jenis kelamin,
bakat, kemauan/pilihan dan dibedakan
tempatnya sesuai dengan jenis keterampilan
dan latihan kerja yang sesuai dengan
keinginan klien. Serta dibimbing dan diawali
oleh para instruktur yang terdiri dari pekerja
sosial dan pihak lain yang memiliki kapasitas.
E. Penutup
Manusia sebagai golongan makluk
hidup omnivora dan makhluk sosial, sering
mengalami disfungsi baik physical mamupun
non physical. Disfungsi physical disebut sakit
fisik dan disfungsi non physical yang
disebabkan ketidaksadaran diri atau lalai
cenderung menyerang pada mental manusia.
Akibat dari penyakit mental maka manusia
dapat mengalami stres berat, gangguan
ingatan atau yang disebut dengan
skizofrenia.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan
disebutkan bahwa jenis penyakit mental atau
skizofrenia ada sejak jaman Nabi Adam,
penyembuhan penyakit ini telah dilakukan
dengan berbagai cara dari yang tradisional
sampai dengan cara yang modern. Salah
satu penyembuhan modern adalah
didirikannya rumah sakit khusus yang disebut
dengan ”Rumah Sakit Jiwa”. Di dalam proses
penyembuhan di RSJ setiap pasien
mendapat perawatan ganda yaitu perawatan
dan pengobatan medis serta perawatan
rehabilitasi sosial. Dalam penelitian ini
lokusnya pada proses rehabilitasi sosial yang
ditangani tim pekerja sosial. Secara khusus
penelitian ini melihat strategi komunikasi para
pekerja sosial terhadap para klien.
Setelah dilakukan penelitian ternyata
klien dikelompokan berdasarkan penyebab
penyakit atau ganguan, diantaranya adalah
delusi, halusinasi, disorganized speech,
disorganized behavior dan simtom-simtom
lain. Pekerja sosial dalam berkomunikasi
dengan klien di RSJ Prof Dr. Soeroyo
Magelang belum membedakan secara jelas
antara klien yang mengalami gangguan
mental satu dengan yang lainnya, sebab
pekerja sosial menyakini bahwa keberhasilan
komunikasi sangat dipengaruhi oleh
![Page 52: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/52.jpg)
48
latarbelakang klien, setting, media dan jenis
gangguannya, serta peran anggota keluarga.
Untuk mengikuti rehabilitasi klien akan
ditentukan melalui proses seleksi, dimulai
dari tahap persiapan, resosialisasi, latihan
kerja, penempatan dan pengawasan. Test
seleksi dilakukan oleh psikolog sebagai
bagian dari tim rehabilitasi, sedang
resosialisasi, latihan kerja, penempatan dan
pengawasan dilakukan oleh tim pekerja
sosial.
Strategi-strategi komunikasi yang dipilih
para pekerja sosial dalam proses rehabilitasi
antara lain: strategi komunikasi mengekor,
melawan, menyamar, persuasif, memaksa,
fakta, dan strategi komunikasi mundur. Untuk
terapi kerja model komunikasi yang paling
tepat adalah komuniasi kelompok, sedang
komunikasi personal tepat digunakan untuk
pendampingan yang bersifat personal dalam
rangka bimbingan khusus dengan
menerapkan strategi komunikasi mengandai.
Reaksi pasien ketika proses rehabilitasi
dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu reaksi
terbuka/senang khusus untuk pasien yang
sudah lama tinggal di RSJ, rata-rata pasien
baru cenderung menolak/apatis dan tertutup.
Sedang hambatan komunikasi pekerja sosial
pada saat rehabilitasi adalah menghadapi
klien yang tidak diketahui latar
belakang/penyebab sakit khususnya pasien
kiriman/rujukan petugas lapangan seperti
kiriman polisi, hasil garukan Pol PP, dan klien
yang lama di pasung oleh keluarganya.
Peneliti memberikan rekomendasi
untuk RSJ antara lain: 1). Pihak RSJ perlu
menerapkan manajemen perwalian dalam
proses rehabilitasi agar hasilnya lebih efektif,
lebih tepat dan berkesinambungan yang
permanen, 2). Pekerja sosial yang
berpendidikan SMK dan SMA perlu
peningkatan jenjang pendidikan ke disiplin
ilmu yang mendukung proses rehabilitasi
terutama pendidikan Kesejahteraan
Sosial/Pekerjaan Sosial serta sering
menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk
SDM rehabilitasi mengingat sebagian besar
SDM rehabilitasi tidak berlatarbelakang
kesejahteraan sosial/pekerjaan sosial. Jika
perlu untuk mempersingkat kesenjangan
RSJ. Prof. dr. Soeroyo menyelenggarakan
outsourcing., 3) Pihak RSJ khususnya unit
rehabilitasi menambah fasilitas yang
dipergunakan untuk proses rehabilitasi., 4).
Menambah waktu (jam) rehabilitasi dan 5).
Pekerja sosial di beri kesempatan untuk
melakukan proses rehabilitasi dan bimbingan
di bangsal.
------------------
Daftar Pustaka
Agus Salim 2006, Teori & Paradigma
Penelitian Sosial. Tiara Wacana,
Yogyakarta.
Brannen, Julia. 1997, Memadu Metode
Penelitian Kualitatif & Kuantitatif,
Pusataka Pelajar Yogyakarta.
Cohen, L., & Manion, L. (1994). Research
methods in education (4th ed.). Cohen,
L., & Manion, L. (1994). Metode
penelitian dalam pendidikan (4th ed.).
![Page 53: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/53.jpg)
49
London: Routledge. London:
Routledge.
Creswell, JW, 1998, Qualitative inquiry and
research design: Choosing among five
traditions,. Thousand Oaks, CA: Sage.
Thousand Oaks, CA: Sage.
Glen O, Gabbard, 1994, Psychodynamic
Psychiatry in Clinical Practice,
Washington, American Psychiatric
Press.
Huda, Miftachul, 2009, Pekerjaan Sosial dan
Kesejahteraan Sosial, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Iman Setiadi Arief, 2006, Skizofrenia
Memahami Dinamika Keluarga,
Aditama, Bandung.
John Jackson dan Lorraine Bosse-Smith,
2007, By The United Methodist
Publishing House, Abingdon Press.
Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remadja Karya
Mif.Baihaqi, 2007, Psikiatri : Konsep Dasar
dan Gangguan-Gangguan, Aditama,
Bandung.
Mulyana, Dedy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Rahman Hakim, Budi, 2010, Rethinking
Sosial Work Indonesia, RM Books,
Jakarta
Robert. K. Yin. (1989). Case Study Research
Design and Methods. Washington:
COSMOS Corporation
Wibhawa, B., Raharjo, S.T., Santoso, M.B.
2010, Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial,
Widya Pajajaran, Bandung.
Zastrow, Charles, 2004, Ninth Edition :
Introduction to Sosial Work and Sosial
Welfare, Empowering People, George
Williams College of Aurora University
.
![Page 54: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/54.jpg)
50
PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS UNTUK WIRAUSAHA PEMULA8
Oleh : Risna Resnawaty, Nurliana Cipta Apsari, Budhi Wibhawa dan Sahadi Humaedi9
ABSTRAK
Pembangunan masyarakat saat ini berlandaskan paradigma bottom up, sebuah pemahaman pembangunan yang tidak hanya berangkat dari bawah, namun paradigma ini juga memiliki arti bahwa masyarakatlah yang mengendalikan pembangunan. Dalam kegiatan PKM ini, tim berusaha mengajak masyarakat untuk dapat mengenali, memahami kondisi-kondisi aktual dalam masyarakat; dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan PKM yang diawali dengan proses assessment bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi ekonomi lokal yang ada di lingkungan masyarakat, sehingga dapat memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal, selain itu dengan adanya PKM ini juga, kapasitas masyarakat dapat ditingkatkan terutama pengetahuan dan pemahaman mengenai wirausaha kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil pemetaan/assessment diketahui bahwa Desa Sukarasa tidak hanya memiliki potensi alam yang melimpah, namun didukung pula oleh sumber daya manusia yang terampil terutama dalam kerajinan tangan dan olahan makanan. Walaupun demikian kondisi kehidupan masyarakat, terutama pada aspek ekonomi belumlah memadai, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi kualitas SDM yang masih rendah dan infrastruktur desa yang juga belum memadai. Sebagai contoh masyarakat pelaku industri kerajinan tangan dan olahan makanan belum mampu untuk menghasilkan produk yang ‘berbeda’ dan berkualitas bagus sehingga memiliki nilai jual tinggi. Dengan pertimbangan dari berbagai kondisi tersebut, maka kegiatan PKM ini diarahkan pada aspek ekonomi dengan menyelenggarakan pelatihan yang bertemakan “Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Pelatihan Perencanaan Bisnis Untuk Wirausaha Pemula”.
Hasil dari kegiatan pelatihan tersebut, nampak bahwa warga lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan wirausaha, sebab masyarakat sudah memahami mengenai strategi usaha terutama mengenai pemasaran, dan masyarakat berharap kegiatan serupa dapat dilakukan kembali di Desa Sukarasa.
8 Pengabdian Kepada Masyarakat Program KKNM-PPMD Intergratif Periode Januari – April 2014, Dibiayai dari DIPA PNBP Universitas
Padjadjaran, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat, No.: 01/UN6.R/KepPM/2014 9 Para Penulis adalah staf pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-UNPAD
![Page 55: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/55.jpg)
51
PENDAHULUAN
Desa Sukarasa adalah salah satu dari
beberapa desa yang ada di Kecamatan
Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Dari segi
potensi, Desa Sukarasa merupakan tipikal
desa yang memiliki sumber daya alam yang
sangat mendukung untuk aktivitas pertanian,
maupun aktivitas lainnya seperti pembuatan
kerajinan tangan ataupun olahan makanan
dengan bahan baku yang bersumber dari
alam. Warga Desa Sukarasa memiliki
keterampilan antara lain dalam membuat
aneka makanan khas daerah dan membuat
anyaman (seperti wajit, opak, dan ranginang,
dan boboko, besek, dll). Namun selama ini
keterampilan tersebut belum dimaksimalkan
menjadi usaha yang potensial untuk
menghasilkan uang sebagai penambah
penghasilan keluarga. Pengrajin Desa
Sukarasa hingga saat ini hanya mampu
menjual makanan atau anyamannya ketika
ada pesanan, misalnya jika ada warga yang
akan menyelenggarakan hajatan. Selain
daripada itu komunitas pengrajin tidak pernah
menggeluti usaha pembuatan makanan atau
anyaman kecuali untuk dikonsumsi sendiri.
Berdasarkan gambaran situasi
tersebut, maka diperlukan penguatan
ekonomi lokal melalui pelatihan bisnis bagi
wirausaha pemula yang dimaksud dengan
wirausaha pemula di sini bukan hanya
terbatas pada mereka yang belum memiliki
usaha atau pun pengangguran, tetapi mereka
yang sudah memiliki usaha namun usahanya
tersebut belum stabil pun dapat terlibat dalam
kegiatan penguatan tersebut.
Diharapkan dengan adanya program
pelatihan bagi wirausaha pemula ini, dapat
membantu meningkatkan perekonomian
masyarakat Dusun Saung Seel, Desa
Sukarasa, Kecamatan Salawu. Serta
diharapkan warga masyarakat memiliki
mental wirausaha sehingga masyarakat tidak
bergantung pada orang lain dan mampu
memberdayakan dirinya sendiri serta orang
lain.
Maksud dari kegiatan yang dilakukan
adalah memberikan pengetahuan dan
pemahaman mengenai wirausaha kepada
masyarakat. Meningkatkan kesadaran
masyarakat akan potensi ekonomi lokal yang
ada di dalam masyarakat dan membantu
masyarakat secara bersama-sama guna
mencari pemecahan masalah melalui potensi
yang ada di masyarakat itu sendiri.
Sementara itu tujuan dari kegiatan
tersebut adalah meningkatkan kapasitas
masyarakat terutama pengetahuan dan
pemahaman mengenai wirausaha kepada
masyarakat, sehingga masyarakat mampu
mengembangkan usaha serta memiliki
pengetahuan mengenai cara pemasaran
yang efektif; agar masyarakat lebih sadar
akan potensi ekonomi lokal yang ada di
lingkungan masyarakat, sehingga dapat
memanfaatkan potensi tersebut secara
maksimal dan masyarakat termotivasi untuk
secara bersama-sama mencari pemecahan
masalah melalui potensi yang ada di
masyarakat itu sendiri
![Page 56: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/56.jpg)
52
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat atau
Community development merupakan proses
dalam meningkatkan atau menumbuhkan
kemandirian masyarakat. Wibhawa dkk
(2009:108) menjelaskan bahwa community
development berawal dari konsep
pengorganisasian masyarakat (community
organizing) yang bermakna
mengorganisasikan masyarakat sebagai
sebuah sistem untuk melayani warganya
dalam setting kondisi yang terus berubah.
Artinya, sejak awal konsep community
development bertujuan untuk mendorong
masyarakat agar melakukan suatu upaya
demi mendapatkan kesejahteraannya sendiri.
Menurut Ife (2008), ada beberapa hal
yang harus diperhatikan pada proses
community development untuk mendorong
partisipasi masyarakat yaitu masyarakat
harus mengetahui serta menyadari bahwa
masalah tersebut penting dan tindakan setiap
orang akan membawa perubahan sehingga
apapun bentuk partisipasinya harus diakui,
dihargai serta didukung.
Kesimpulannya, community
development hadir karena kebutuhan
masyarakat akan kondisi yang lebih baik
dengan mengoptimalkan sumber-sumber
yang dimiliki. Untuk melakukan hal tersebut
ada beberapa tahap terencana yang harus
dilakukan dengan partisipasi masyarakat
sebagai pihak yang paling memahami kondisi
mereka sendiri. Community development
lebih menekankan kepada tujuan proses
yakni bagaimana proses ini dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat agar
dapat terlibat dalam pemecahan masalah.
Pendekatan ini memfokuskan kepada
bagaimana mendidik masyarakat agar
berdaya dalam memecahkan permasalahan
secara mandiri kemudian dengan sendirinya
dapat terintegrasi kepada program-program
pembangunan yang ada.
B. Tahapan Assessment dalam
Community Development Dalam melaksanakan community
development terdapat beberapa tahapan
yang akan dijalani secara berurutan. Menurut
Wibhawa dkk (2010:111) langkah dalam
proses community development adalah
assessment, plan of treatment, treatment dan
terminasi. Setiap langkah dalam proses
community development harus dilakukan
oleh masyarakat dibantu oleh sistem
pelaksana dan sistem kegiatan.
Sebuah program yang baik diawali
dengan assessment yang tepat sehingga
tahap ini merupakan tahap penting dalam
proses community development. Assessment
merupakan tahap mengumpulkan dan
mengidentifikasi masalah serta kebutuhan
masyarakat karena pada dasarnya program
community development dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan masyarakat lokal.
Tahap ini merupakan upaya agar intervensi
berjalan efektif dan tepat sasaran dalam
mencapai tujuan.
Menurut Tropman dkk (1996), proses
ini terdiri dari beberapa kegiatan yakni
assessment kebutuhan (need assessment),
![Page 57: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/57.jpg)
53
identifikasi kebutuhan (need identification),
dan analisis masalah yang memusat
(convergent analysis). Kebutuhan dalam
konteks ini ialah kesenjangan antara kondisi
yang seharusnya tercipta di masyarakat dan
realitas yang terjadi. Need assessment ialah
strategi yang dirancang untuk menyediakan
data-data yang memungkinkan perencana
untuk menentukan prioritas kebutuhan yang
ada di masyarakat serta mengevaluasi
sumber daya yang ada secara sistematis.
Dalam melakukan need assessment,
diperlukan dua langkah operasional yakni
need identification dan convergent analysis.
C. Capacity Building
Secara umum, kapasitas diartikan
sebagai kemampuan individu dalam
menjalankan peran dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Sedangkan capacity
building secara singkat diartikan sebagai
penerapan strategi tertentu yang
dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam bidang tertentu.
Grindle (1977;6-22) berpendapat bahwa
“capacity building is intented to encompass a
variety of strategies that have to do with
increasing the efficiency, effectiveness, and
responsiveness of government performance”.
Dari pendapat tersebut, dapat kita
lihat bahwa ada 3 aspek yang penting di
dalam sebuah pengembangan kapasitas,
yaitu efisiensi, efektifitas, dan bagaimana kita
merespon performa yang dilakukan oleh
pemerintah. Selanjutnya, Brown (2001:25)
mendefinisikan capacity building sebagai
suatu proses yang dapat meningkatkan
kemampuan seseorang, suatu organisasi
atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu,
Katty Sensions berpendapat bahwa :
“Capacity building usually is understood to mean helping governments, communities and individuals to develop the skills and expertise needed to achieve their goals. Often designed to strengthen participant’s to abilities to evaluate their policy choices and implement decisions effectively, may included education and training, instutional and legal reforms, as well as scientific, technological and financial assistance” Dalam menjalankan capacity building,
perlu diperhatikan elemen-elemen yang
mempengaruhi proses pengembangan
kapasitas tersebut. Garlick dalam McGinty
(2003) menyebutkan lima elemen utama
dalam pengembangan kapasitas sebagai
berikut:
1. Membangun pengetahuan, meliputi
peningkatan keterampilan, mewadahi
penelitian dan pengembangan, dan
bantuan belajar.
2. Kepemimpinan.
3. Membangun jaringan, meliputi usaha
untuk membentuk kerjasama dan aliansi.
4. Menghargai komunitas dan mengajak
komunitas untuk bersama-sama mencapai
tujuan.
5. Dukungan informasi, meliputi kapasitas
untuk mengumpulkan, mengakses dan
mengelola informasi yang bermanfaat.
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Pemecahan Masalah
![Page 58: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/58.jpg)
54
Pengabdian kepada masyarakat
melalui program KKNM-PPMD Integratif ini
diharapkan memberikan manfaat pada
masyarakat terutama menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi. Syarat dari
manfaat suatu program adalah suatu
program yang tepat, baik tepat sasaran dan
tepat jenis bantuan, sehingga program
tersebut dapat berkelanjutan. Dengan
demikian sebelum dilaksanakannya program
perlu dilakukan assesment. Dalam semua
profesi, assessment merupakan proses yang
secara ideal sifat, arah, dan lingkup
intervensinya terkendali. Setelah dilakukan
assessment yang akurat maka dapat disusun
suatu rencana intervensi untuk mendukung
pada penyelesaian masalah yang dihadapi
masyarakat dengan berdasar pada potensi
dan permasalahan yang dimiliki masyarakat.
Kegiatan pengembangan masyarakat
atau pemberdayaan masyarakat merupakan
rangkaian dari sebuah proses, proses
dengan tujuan akhir agar masyarakat
menjadi lebih mandiri dan berkembang.
Proses tersebut dapat di awali dengan
pengkajian kondisi potensi dan masalah
(assessment), tahap assessment ini amat
penting sebab akan menentukan tahapan
berikutnya yaitu intervensi/pelaksanaan
program. Pada kegiatan PKM ini disepakati
bahwa tahapan intervensi ditujukan guna
pengembangan kapasitas melalui kegiatan
pelatihan.
Secara umum, kapasitas diartikan
sebagai kemampuan individu dalam
menjalankan peran dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Sedangkan capacity
building secara singkat diartikan sebagai
penerapan strategi tertentu yang
dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam bidang tertentu.
Dalam proses capacity building, perlu
diperhatikan elemen-elemen yang
mempengaruhi proses pengembangan
kapasitas tersebut.
B. Realisasi Pemecahan Masalah
Kegiatan Pengabdian Kepada
Masyarakat ini dilakukan dengan 2 tahapan
kegiatan, yaitu kegiatan kajian kondisi atau
assessment dan kegiatan pelatihan. Kegiatan
Assessment ini bertujuan untuk mengkaji
kondisi potensi dan masalah di lingkungan
masyarakat sehingga dapat ditentukan
kegiatan selanjutnya dengan tetap merujuk
pada sumber daya lokal yang tersedia dan
dapat dimanfaatkan.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan
pelatihan, kegiatan ini melibatkan masyarakat
terutama pelaku industri olahan makanan
dan kerajinan tangan sebagai peserta. Pada
kegiatan pelatihan ini diharapkan masyarakat
mampu mengembangkan usaha serta
memiliki pengetahuan mengenai cara
pemasaran yang efektif.
C. Khalayak Sasaran
Awalnya sasaran pelatihan ini adalah
kelompok-kelompok masyarakat yang
menggeluti aktivitas industri kerajinan tangan
dan olahan makanan, namun dengan seiring
waktu berjalan selama persiapan dan
sosialisasi rencana kegiatan nampaknya
banyak masyarakat yang ingin terlibat dalam
![Page 59: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/59.jpg)
55
sebagai peserta dalam pelatihan ini terutama
warga yang memilki usaha/warung/toko
kelontong, dengan demikian khalayak
sasaran dalam kegiatan pelatihan ini tidak
hanya masyarakat yang memiliki usaha
kerajinan tangan seperti anyaman (bilik,
boboko, besek, dll) dan usaha olahan
makanan (wajit, opak, dan ranginang) juga
masyarakat yang memiliki warung kecil
dirumah masing-masing. Peran atau
partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pelatihan ini adalah sebagai peserta.
D. Metode yang Digunakan
Metode pelaksanaan melalui
Pelatihan yang terbagi atas 2 kegiatan,
antara lain:
1. Assessment (KajianAwal/Analisis
Situasi).
Salah satu metode dalam
Assessment adalah PRA. Waktu
Pelaksanaan bulan Januari 2014.
Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah
penilaian/pengkajian/ penelitiaan keadaan
desa secara partisipatif. Maka dari itu,
metode PRA adalah cara yang digunakan
dalam melakukan
pengkajian/penilaian/penelitian untuk
memahami keadaa atau kondisi
desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan
melibatkan partisipasi masyarakat.
PRA merupakan metode dan
pendekatan pembelajaran mengenai kondisi
dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari,
dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan
catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi
kegiatan menganalisis, merancang dan
bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut
metode-metode atau pendekatan-
pendekatan (bersifat jamak) daripada metode
dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3)
PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita
pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima
cara-cara dan metode-metode baru yang
dianggap cocok.
Jadi pengertian PRA adalah
sekumpulan pendekatan dan metode yang
mendorong masyarakat di suatu
desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta
meningkatkan dan menganalisis
pengetahuan mereka mengenai hidup dan
kondisi mereka sendiri agar mereka dapat
membuat rencana dan tindakan.Teknik PRA
yang akan digunakan yaitu: Diagram Sehari,
Peta Desa, Diagram Venn, Matriks Ranking,
dan FGD.
2. Pelatihan Perencanaan Bisnis untuk
Wirausaha Pemula
Metode pelaksanaan kegiatan yaitu
menggunakan metode pelatihan, dengan
dilengkapi alat bantu seperti papan tulis,
kertas plano dan spidol whitboard. Dalam
kegiatan pelatihan ini dipimpin oleh sorang
fasilitator dari Kota Tasikmalaya yaitu Bapak
Muhammad Fauzan Wahyu Noor, beliau
adalah pendiri Paguyuban Pengusaha Muda
Tasikmalaya (PPMT) dengan dibantu satu
orang asistennya.
Pada kegiatan pelatihan ini fasilitator
memberikan materi dengan menjelaskan dan
memberikan contoh-contoh sederhana
mengenai kewirausahaan terutama
mengenai strategi-strategi dalam pemasaran
![Page 60: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/60.jpg)
56
produk. Selain itu dalam pelatihan ini,
fasilitator juga memberikan sesi tanya jawab
kepada para peserta mengenai
permasalahan-permasalahan dan peluang
usaha.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Assessment
Berdasarkan hasil dari kegiatan
pemetaan yang dilaksanakan di Desa
Sukarasa, terutama mengenai kondisi
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Kondisi Keagamaan, umumnya penduduk
Desa Sukarasa adalah pemeluk Agama
Islam, saat ini sudah ada pengajian yang
dilaksanakan secara rutin yaitu malam Jumat
dan Jumat siang. Masalah yang muncul
adalah masih ada mesjid yang kesulitan
untuk mendapatkan air bersih untuk wudhu,
dan ada juga beberapa mesjid/mushola yang
kondisinya perlu perbaikan. Kondisi
Pendidikan, sarana sekolah/gedung sudah
ada mulai dari pendidikan usia dini (PUAD)
hingga tingkat SLTA. Masalah yang muncul
adalah masih tingginya penduduk dengan
latar belakang pendidikan dasar. Selain itu
bangunan atau gedung sekolah masih ada
yang perlu perbaikan.
Kondisi Kesehatan, Desa Sukarasa
sudah ada layanan-layanan kesehatan
berupa Posyandu dan Puskesmas, sumber
air bersih tersedia cukup, terdapat program
Jamkesmas untuk RTM dan RTSM. Masalah
yang muncul adalah warga belum memahami
tentang manfaat dari Posyandu dan
Puskesmas, warga juga belum memiliki
perilaku hidup yang sehat, seperti belum
terbiasanya untuk BAB di MCK. Sementara
itu penyaluran air bersih masih terkendala
oleh kemampuan warga dalam pengadaan
pipa air bersih. Kondisi Pertanian, Desa
Sukarasa merupakan wilayah desa dengan
kondisi tanah yang subur, curah hujan yang
cukup, dan lahan/areal pertanian yang cukup
luas. Di Desa Sukarasa juga berpotensi
untuk dikembangkan sektor peternakan dan
perikanan air tawar, namun dengan kondisi
potensi tersebut ternyata masih ada
beberapa masalah terkait dengan aspek
pertanian, diantaranya hasil pertanian
terutama padi dirasakan masih kurang, hal
disebabkan masih minimnya pengetahuan
warga mengenai pengelolaan pertanian,
harga pupuk yang mahal dan hama tanaman.
Kendala dalam sektor peternakan adalah
makin sulitnya untuk mendapatkan rumput
sebagai pakan ternak, sementara warga
belum mampu untuk membuat pakan ternak
alternatif.
Kondisi Ekonomi, warga memilki
keterampilan dalam membuat kerajinan
tangan berbahan bambu dan kayu, juga
membuat beragam olahan makanan
tradisional dengan bahan baku yang
melimpah dari alam. Di Desa Sukarasa
sudah ada kelompok simpan pinjam baik dari
hasil bentukan PNPM maupun swadaya yang
dapat berfungsi sebagai lembaga keuangan
mikro di masyarakat. Sedangkan masalah
yang muncul adalah pemasaran yang kurang
maksimal untuk produk kerjinan tangan dan
olahan makanan, sehingga usaha ini tidak
berkembang walaupun sudah ada lokasi-
lokasi stretegis untuk memasarkan produk
![Page 61: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/61.jpg)
57
tersebut. Warga juga belum memahami
secara mendalam mengenai strategi usaha
terutama pemasaran. Kondisi
Sarana/Prasarana, keadaan sarana dan
prasarana Desa Sukarasa memang sudah
ada akses untuk menuju Kantor Desa
maupun wilayah pemukiman warga, hanya
saja kondisi jalan yang kurang memadai,
sebagian besar jalan sudah rusak, berlubang,
belum diaspal dan tidak memiliki parit
(saluran air) sehingga ketika musim hujan
datang akan terjadi genangan air dan kotor
oleh tanah. Sedangkan untuk sarana irigasi
umumnya adalah irigasi non teknis yang
masih berupa selokan tanah, sehingga
mudah terjadi penyempitan dan longsor.
Kondisi bangunan balai desa dan balai dusun
juga sudah banyak yang rusak, sehingga
memerlukan perbaikan agar memadai untuk
digunakan.
Kondisi Sosial, posisi tokoh
masyarakat masih memegang peranan
penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Sementara nilai-nilai yang dianut oleh warga
antara lain saling membantu sesama, saling
menolong, peduli, dan saling percaya,
demikian juga dengan budaya gotong royong
atau kerjasama. Seiring dengan
perkembangan jaman, kondisi ini lambat laun
terus berubah terutama pada kalangan
remaja dan pemuda. Pengaruh budaya luar
dinilai dapat menggeser nilai-nilai budaya asli
masyarakat seperti kenakalan remaja,
pergaulan bebas, konflik dan sebagainya.
Kondisi ini diperparah lagi oleh makin
tingginya anggka pengangguran terutama
pada kalangan remaja dan pemuda yang
disebabkan oleh lapangan kerja yang
terbatas dan kurang sesuainya keterampilan
dengan lapangan pekerjaan.
Kondisi Kelembagaan, hasil
pemetaan menunjukan bahwa kondisi
kelembagaan pemerintah desa baik dari segi
SDM maupun sarana bangunan belum
memadai, kondisi SDM perlu ada
peningkatan kaulitas demikian juga dengan
kondisi bangunan memerlukan perbaikan-
perbaikan sehingga dapat menimngkatkan
kualitas layanan kepada masyarakat,
sementara itu untuk kelompok tani/ternak
(Gapoktan) saat ini masih banyak warga
terutama petani dan peternak yang belum
mengetahui manfaat adanya kelompok ini
sehingga masih banyak warga yang belum
tergabung dengan kelompok tani/ternak
tersebut. Kondisi lembaga kesehatan
memang sudah ada Posyandu dan
Puskesmas, namun warga menilai bahwa
keberdaan posyandu dan puskesmas ini
belum maksimal, hal ini disebabkan kualitas
SDM dari dua lembaga tersebut yang belum
memadai.
B. Hasil Pelatihan
Hasil dari pelatihan ini masyarakat
menjadi lebih mengetahui tentang masalah-
masalah seputar modal usaha dan
pemasaran, selain itu masyarakat juga
sangat antusias dengan acara pelatihan, hal
ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan
yang di tujuakan kepada fasilitator seputar
materi yang telah diberikan tersebut,
![Page 62: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/62.jpg)
58
masyarakat juga berharap agar diadakan
kembali acara serupa di Desa Sukarasa.
C. Rencana Keberlanjutan Program
Merujuk pada hasil-hasil kegiatan
PKM yang telah dilakukan, terutama kegiatan
pelatihan mengenai kewirausahaan
nampaknya perlu diadakan kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas baik
dalam jenis produksi maupun dalam
kemasan hasil/produk tersebut, dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia
dari alam. Sehingga produk yang dihasilkan
lebih ramah lingkungan.
Kegiatan pelatihan tersebut dapat
dibarengi dengan kegiatan penguatan
kelompok usaha yang telah ada atau
pembentukan kelompok baru dan dapat
dilanjutkan dengan kegiatan pendampingan
guna melihat perkembangan kelompok,
terutama usaha ekonomi kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). FE UI. Jakarta.
Cary, Lee. 1970. Community Development As A Process. Missouri. Univerity of Missouri Press.
Hikmat, Harry. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Humaniora Utama Press.
Ife, Jim. 2008. Community Development : Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Jogjakarta. Pustaka Pelajar.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan untuk rakyat: memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Jakarta. CIDES
Lewis, Judith A., 1991, Management of Human Services Programs. California Brooks/Cole Publishing Company
Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez, 1994. The Integration of Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California
Rappaport, J., 1984. Studies in Empowerment: Introduction to the Issue, Prevention In Human Issue. USA.
Skidmore, Rex A. Social Work Administration, Dcnamic Management and Human Relatiobship. Allyn and Bacon. A Simon & Schuster Company. USA.
Suharto, Edi. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Spektrum Pemikiran. Lembaga Studi Pembangunan LSP-STKS Bandung.
![Page 63: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/63.jpg)
59
EFEKTIFITAS PROGRAM BINA KELUARGA BALITA
Oleh :
Resti Fauziah, Nandang Mulyana, Santoso Tri Raharjo
FISIP Universitas Padjadjaran,
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45263
Abstract : Effectiveness of Bina Keluarga Balita Programme Implementation. BKKBN develop a toddler family building program or BKB which aims to improve the comprehension and skills of parent in children nurture. The purpose of this study is to determine and describe the effectiveness of BKB program implementation. Study about effectiveness done to know the achievement of a family building program.This study conducted in Jamika Sub-district of Bojongloa Kaler Bandung with respondents are program implementor which consisting of cadre and parents become the participant. Data collected from respondents with questionnaire and supported by unstructured interviewing. The sampling method uses is proportional random sampling with a sample size of 60 respondents divided into two groups: cadre and program participants. Analysis techniques used descriptive quantitative then hypothesis tested using the formulas of T-Test and Z-Test. Hypothesis advanced by researcher says effectiveness toddler family building program implementing in Jamika Sub-district least 60 % of the ideal value. Thus if null hypothesis accepted, it means toddler family building program implementing in Jamika Sub-district already run effective or very effective. Keywords : BKB Programs, effectiveness, family building.
Abstrak: Efektifitas Pelaksanaan Program Bina Keluarga Balita. BKKBN mengembangkan program Bina Keluarga Balita (BKB) yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan orang tua dalam pengasuhan anak balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan efektifitas pelaksanaan program Bina Keluarga Balita. Pengkajian efektitas dilakukan agar dapat mengetahui hasil pencapaian dari suatu program pembinaan keluarga. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung dengan responden penelitian ialah pelaksana program yang terdiri dari kader dan orang tua balita yang menjadi peserta. Pengumpulan data dari responden diperoleh melalui kuesioner serta didukung oleh wawancara tidak terstruktur. Pengambilan sampel menggunakan teknik proporsional random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 responden yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu kader dan peserta program. Teknik analisa data yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan rumus uji-T dan uji-Z. Hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti berbunyi efektifitas pelaksanaan program Bina Keluarga Balita di Kelurahan Jamika paling rendah 60% dari nilai ideal. Dengan demikian bila hipotesis nol diterima maka pelaksanaan program Bina Keluarga Balita di Kelurahan Jamika sudah berjalan cukup efektif atau sangat efektif. Kata Kunci : Program BKB, Efektifitas, Pembinaan Keluarga.
![Page 64: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/64.jpg)
60
PENDAHULUAN
Masalah kependudukan dan masalah
sosial merupakan dua cakupan atau bidang
yang memiliki keterkaitan sangat erat. Indra
(2010) mengungkapkan masalah
kependudukan misalnya laju pertumbuhan
penduduk yang terlalu cepat di suatu daerah
terutama daerah perkotaan akan berdampak
pada kemunculan masalah-masalah sosial
yang semakin rumit seperti meningkatnya
jumlah pengangguran karena lahan
pekerjaan yang semakin berkurang. Laju
pertumbuhan penduduk yang cepat dan
dinamika masyarakat yang umumnya terjadi
pada daerah perkotaan ini melahirkan isu-isu
yang berkaitan dengan kesejahteraan
masyarakat salah satunya kesejahteraan
anak. Demikian halnya diungkapkan oleh
BPPKB Kota Bandung (2011): “Terdapat
beberapa isu yang sejalan dengan dinamika
dan perkembangan masyarakat perkotaan.
Isu isu yang berkaitan dengan bidang
pemberdayaan perempuan yaitu rendahnya
kesejahteraan dan perlindungan anak seperti
eksploitasi terhadap anak, penelantaran dan
kekerasan terhadap anak.” Pernyataan
tersebut didukung oleh data laporan
pelayanan terhadap anak dan perempuan
korban kekerasan BPPKB Kota Bandung
pada triwulan ke-IV tahun 2013 dimana kasus
terbanyak yaitu terjadi pada kategori usia 0-
17 tahun dengan jumlah 29 kasus. Data
terbaru BPPKB Kota Bandung
menggambarkan bahwa perlakuan salah
terhadap anak masih kerap terjadi hingga
saat ini. Dalam mengurangi jumlah
permasalahan anak akibat perlakuan salah
tersebut tentunya diperlukan tindakan
pencegahan dan penanganan secara
maksimal. Tindakan maksimal ini tidak akan
terwujud tanpa adanya peran serta keluarga.
Pasalnya, keluarga merupakan satu unit yang
memiliki peranan sangat mendasar dalam
pengasuhan dan pendidikan anak karena
disanalah tempat utama anak menjalani
proses tumbuh kembang.
Tanggung jawab keluarga dan orang
tua dalam melaksanakan kewajibannya yaitu
mendidik dan mengasuh anak merupakan
aspek yang perlu diperhatikan. Masih adanya
perlakuan-perlakuan yang seharusnya tidak
didapatkan oleh anak sebagai calon generasi
unggul menjadi hal yang sangat disayangkan.
Keadaan tersebut menafsirkan bahwa untuk
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,
maka orang tua dan keluarga perlu memiliki
keterampilan dan kapasitas dalam
pengasuhan anak. Anak merupakan
investasi keluarga yang paling berharga bagi
setiap keluarga. Anak merupakan investasi
keluarga yang paling berharga bagi setiap
keluarga. Dalam perkembangannya, anak
memiliki masa yang sangat membutuhkan
daya dukung keluarga yang memadai bagi
terpenuhinya hak-hak anak pada masa
tersebut. Berdasarkan maknanya, masa
tersebut disebut sebagai masa keemasan
atau golden age . periode golden age dapat
dikategorikan sebagai periode paling kritis
dalam menentukan Sumber Daya Manusia
karena proses pertumbuhan berlangsung
sangat cepat. Masa ini dapat diibaratkan
sebagai sebuah fondasi dalam pembentukan
![Page 65: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/65.jpg)
61
karakter anak. Dalam hal ini, maka keluarga
sebagai lingkungan sosial yang paling dekat
dengan anak memiliki peran yang sangat
penting dalam pembentukan generasi yang
unggul dan berkualitas.
Upaya peningkatan kualitas dan
kesejahteraan keluarga itu sendiri dilakukan
pemerintah melalui pembinaan terhadap
keluarga. Berdasarkan Undang-Undang
nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Pasal 47,
mengamanatkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah menetapkan kebijakan
pembangunan keluarga melalui pembinaan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Salah satu bagian dari program pembinaan
ketahanan keluarga tersebut ialah Bina
Keluarga Balita (BKB). Bina Keluarga Balita
(BKB) merupakan salah satu program yang
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
dan keterampilan ibu dalam pengasuhan dan
pendidikan anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembinaan keluarga dalam upaya
meningkatkan peran keluarga untuk
perlindungan anak dan pemenuhan kebutuhan
anak merupakan fungsi utama praktik pekerjaan
sosial pada sistem kesejahteraan anak. Hal ini
seiring dengan pendapat Petr (2004) yang
mengemukakan bahwa tiga fungsi atau tujuan
utama praktik pekerjaan sosial pada sistem
kesejahteraan anak diantaranya: perlindungan
anak, pemeliharaan atau pembinaan keluarga,
dan perencanaan jangka panjang. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat diperoleh
gambaran bahwa karakteristik program Bina
Keluarga Balita memiliki kaitan yang cukup
erat dengan fungsi utama praktik pekerjaan
sosial pada sistem kesejahteraan anak.
Selama ini pelaksanaan Program Bina
Keluarga Balita telah dirintis sejak tahun 1984
(BKKBN). Di Kecamatan Bojongloa Kaler,
pelaksanaan program Bina Keluarga Balita
mengalami penurunan yang ditandai dengan
semakin semakin terbatasnya jumlah
kelompok yang ada di tiap-tiap Kelurahan.
Jumlah balita di Kecamatan Bojongloa Kaler
saat ini yaitu 8486 balita. Jumlah anggota
setiap satu kelompok BKB adalah 25 balita
dengan kategori umur 0-5 tahun. Kategori
tersebut diklasifikasikan kedalam lima jenjang
umur diantaranya 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3
tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun sehingga
satu jenjang terdapat lima orang peserta
(BKKBN). ). Mengacu pada jumlah balita dan
jumlah RW di Kecamatan Bojongloa Kaler
yang seluruhnya berjumlah 47 maka idealnya
setiap RW minimal memiliki satu atau dua
kelompok BKB. Namun saat ini kelompok
BKB di Kecamatan Bojongloa Kaler hanya
berjumlah 5 kelompok bahkan tidak semua
kelurahan memiliki kelompok BKB.
Koordinator KB Kecamatan Bojongloa Kaler
menjelaskan beberapa permasalahan
mengenai pelaksanaan program BKB saat ini
diantaranya: 1) Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai program BKB, 2)
Kurangnya peran serta masyarakat terhadap
program BKB, 3) Jumlah koordinator
lapangan sangat terbatas. (Hasil Penelitian,
2014)
![Page 66: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/66.jpg)
62
Berangkat dari urgensi program Bina
Keluarga Balita dalam peningkatan kapasitas
pengasuhan orang tua dan keluarga terhadap
anak serta permasalahan program yang telah
diungkapkan, peneliti bermaksud untuk
mengkaji mengenai efektifitas pelaksanaan
program Bina Keluarga Balita. Penelitian ini
menjadi penting untuk dilakukan agar
diperoleh informasi yang mendalam untuk
perbaikan program kedepan. Dengan
mempertimbangkan keterbatasan peneliti,
maka penelitian hanya dilakukan di salah
satu kelurahan yang memiliki dua kelompok
BKB yaitu Kelurahan Jamika Kecamatan
Bojongloa Kaler. Pengukuran efektifitas
program merupakan salah satu cara untuk
melihat dan menganalisis pencapaian tujuan
dari program tersebut. Dalam pengukuran
efektifitas ini, peneliti meninjau aspek-aspek
dari keseluruhan komponen yang ada
didalam pelaksanaan program yang dibagi
menjadi dimensi input, proses, dan output.
Secara konsep, balita merupakan
anak dengan karakteristik usia tertentu.
Demikian pula dijelaskan oleh Hanum bahwa
“Balita adalah bayi dan anak yang berusia
lima tahun kebawah (Hanum Marimbi, 2010).
Karasteristik umur yang telah ditentukan
tersebut membedakan masa balita dengan
masa lainnya dimana pada masa ini terjadi
pertumbuhan yang sangat signifikan. Didalam
Soetjiningsih (2012) dijelaskan bahwa
pertumbuha dasar pada masa balita akan
mempengaruhi dan menentukan
perkembangan selanjutnya. Sehingga setiap
penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
terdeteksi apalagi tidak ditangani dengan
baik, akan mengurangi kualitas Sumber Daya
Manusia kelak di kemudian hari.
Mengacu pada Soetjiningsih (2012)
perkembangan anak balita memerulukan
rangsangan/stimulasi yang berguna agar
potensi anak tersbebut dapat berkembang.
Hal ini akan optimal bila interaksi sosial
diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak
dalam tahap perkembangannya termasuk
sejak bayi berada didalam kandungan.
Berdasarkan penjelasan PN. Evelin dan
Djamaludin (2010) terdapat tiga kebutuhan
anak yang harus dipenuhi oleh orang tua dan
keluarga diantaranya: kebutuhan gizi (asuh),
kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih),
dan kebutuhan stimulasi dini (asah).
Kebutuhan gizi perlu dipenuhi secara tepat
dan berimbang agar tumbuh kembang fisik
dan biologis balita berjalan optimal.
Kebutuhan emosi dan kasih sayang perlu
dipenuhi secara tepat agar anak tumbuh
cerdas secara emosi terutama dalam
kemampuannya membina hubungan hangat
dengan orang lain. Kemudian pemenuhan
kebutuhan stimulasi dini secara baik dan
benar dapat merangsang kecerdasan
majemuk anak.
Hubungan anak dan orang tuanya
terutama ibu merupakan sebuah hubungan
yang memiliki kedekatan sangat erat. Hal ini
dapat diciptakan melalui interaksi yang
dilakukan antara ibu dan anak dalam
kehidupannya sehari-hari. Fungsi ibu didalam
kehidupan rumah tangga bersifat fleksibel
dan sangat penting dalam menentukan taraf
kesejahteraan keluarga. Namun, salah satu
yang menjadi fungsi utama yaitu memberikan
![Page 67: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/67.jpg)
63
pengasuhan kepada anak. Orang tua
memiliki posisi dan tanggung jawab terbesar
dalam hal pengasuhan anak. Seperti yang
diungkapkan Sulystiorini (2007) bahwa dalam
melakukan tanggung jawabnya, orang tua
dituntut untuk memelihara kesehatan anak,
memberikan makanan bergizi, memberikan
pendidikan dan menciptakan lingkungan
psikososial yang kondusif.
Berdasarkan penjelasan yang telah
dikemukakan, maka pengasuhan anak yang
dilakukan oleh orang tua harus disesuaikan
dengan potensi tumbuh kembang anak
tersebut. Pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan dalam pengasuhan anak
merupakan hal utama yang perlu dimiliki oleh
orang tua terutama seorang ibu dalam
menunjang perkembangan anaknya. Melalui
pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya tentang pengasuhan anak, maka
ibu dapat memberikan pengasuhan yang
sesuai dengan kebutuhan dan proses
perkembangan anak balita. Kesesuaian inilah
yang menunjukkan bahwa ibu telah
memberikan pengasuhan yang berkualitas
kepada anak balitanya.
Keluarga merupakan satuan terkecil
yang berada di lingkungan masyarakat.
Sebagai satuan yang terkecil, interaksi dan
hubungan yang dilakukan akan lebih dekat
dan intens. Melalui proses belajar antar
anggota keluarga selama hidup bersama
akhirnya akan menghasilkan nilai-nilai,
norma, dan kebudayaan. Sebuah keluarga
perlu memiliki ketahanan agar dapat
menjalankan fungsi-fungsi pentingnya
didalam kehidupan. Berdasarkan UU. No. 52
Tahun 2009 “Ketahanan dan kesejahteraan
keluarga adalah kondisi keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik-materil guna
hidup mandiri dan mengembangkan diri dan
keluarganya untuk hidup harmonis dalam
meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan
lahir dan batin.”
Ketahanan keluarga akan tercipta
melalui nilai, keterampilan, dan pola interaksi
yang dimiliki oleh keluarga tersebut didalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Oleh
karena itu pembinaan ketahanan keluarga
dilakukan dengan tujuan agar keluarga dapat
mengelola sumber daya yang tersedia dalam
lingkungan keluarga dan menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya secara
mandiri. Ketahanan keluarga berkaitan
dengan keberfungsian keluarga dalam
pembangunan kualitas sumber daya anak.
Seperti hasil penelitian Sunarti (2008) yang
menunjukkan bahwa ketahanan keluarga
mempengaruhi pengasuhan anak dan
akibatnya mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Dengan demikian keluarga yang
memiliki ketahanan memberikan makna
bahwa keluarga tersebut telah berfungsi.
Sehingga keberfungsian keluarga tersebut
bertindak sebagai faktor utama yang
mendorong peningkatan taraf kesejahteraan
keluarga yang pada akhirnya secara tidak
langsung berdampak pada peningkatan
kesejahteraan anak. Terwujudnya
kesejahteraan anak sangat ditentukan oleh
keluarga dan kesejahteraan keluarga itu
sendiri sebagai tempat yang paling utama
![Page 68: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/68.jpg)
64
dimana anak tumbuh dan berkembang. Oleh
sebab itu, keluarga dituntut untuk
memberikan suatu tata kehidupan yang layak
dan memadai bagi kebutuhan anak sesuai
dengan tahap perkembangannya. Melalui
nilai, keterampilan, dan pola interaksi yang
diterapkan oleh keluarga sebagai gambaran
bahwa keluarga tersebut memiliki ketahanan,
maka akan mendukung kesesuaian
pemenuhan kebutuhan anak sehingga secara
linear berdampak pada peningkatan
kesejahteraan anak.
Peran pekerja sosial yang sangat vital
dan krusial yaitu pada sistem kesejahteraan
anak. Anak dan orang tua dalam sistem
kesejahteraan anak seringkali diketahui dari
sistem lain seperti kesehatan mental dan
pendidikan, pekerja sosial bekerja pada
setting lain yang mengharuskan untuk
memahami benar mengenai isu-isu,
kebijakan, dan praktik dalam kesejahteraan
anak. (Petr, 2004) Artinya, fokus pekerjaan
sosial yaitu penyelarasan kebijakan dan
praktik yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kesejahteraan anak. Peningkatan
kesejahteraan anak itu sendiri dilakukan
salah satunya melalui pemeliharaan dan
pembinaan keluarga.
Pengasuhan adalah sebuah peran
yang menuntut dan mengharuskan sebuah
tingkatan keterampilan yang penuh disertai
dengan dukungan sistem sosial yang kuat.
(Collins dkk., 2010) Bagaimanapun juga
untuk sebagian besar orang, keterampilan
pengasuhan tidak dapat didasari secara
insting. Mengacu pada Collins, pekerjaan
sosial mempercayai bahwa orang tua dapat
mempelajari keterampilan pengasuhan yang
lebih efektif. Pekerja sosial keluarga bekerja
dengan anggota keluarga untuk
meningkatkan kemampuan yang terintegrasi
dalam keharmonisan keluarga.
Program pemberdayaan / pembinaan
keluarga berangkat dari permasalahan sosial
yang dihadapi oleh keluarga. efektifitas
pelaksanaan program dapat dikemukakan
sebagai suatu pencapaian yang dihasilkan
oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
didalam program tersebut. Pendapat peserta
program dapat dijadikan sebagai ukuran
untuk menentukan efektifitas program. Hal
tersebut dinyatakan oleh Kerkpatrick yang
dikutip oleh Cascio (1995) dalam Tulus
(1996) bahwa evaluasi terhadap efektifitas
program pelatihan dapat dilakukan,
diantaranya melalui reaksi peserta terhadap
program yang diikuti. Bermanfaatkah dan
puaskah peserta pelatihan terhadap program
pelatihan merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
mengukur reaksi peserta terhadap program
pelatihan (Tulus,1996).
Konsep evaluasi memiliki keterkaitan
dengan efektifitas dimana keduanya
bertumpu pada hasil dari pelaksanaan
sebuah kegiatan atau program. Demikian
halnya penilaian dalam evaluasi menurut
Carol H. Weiss dimaksudkan untuk mengukur
efek suatu program dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Mengacu pada
Katherine (2012), dalam beberapa tahun
terakhir teori perubahan pendekatan untuk
mengukur efektifitas program telah banyak
dianut oleh penyedia dana, evaluator dan
![Page 69: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/69.jpg)
65
manajer program sosial. Ada dua alat dalam
pengukuran efektifitas program sosial,
diantaranya logic models yang mengkaji
efektifitas berdasarkan keseluruhan
komponen dan theories of change yang
mengkaji efektifitas berdasarkan perubahan
atau hasil dari pelayanan yang telah
diberikan. Melalui dua alat pengukuran
efektifitas program sosial yang dikemukakan
oleh Katherin (2012), maka pendekatan
untuk mengukur efektifitas ini cenderung
menggunakan logic models dengan dimensi-
dimensi yang digunakan yaitu input, proses,
output.
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah
dikemukakan pada subbab mengenai
ketahanan keluarga, bahwa keluarga yang
memiliki ketahanan dapat mendukung
pengasuhan anak. Didalam konteks yang
sama, peningkatan ketahanan keluarga akan
tercapai melalui pelaksanaan program
pembinaan ketahanan keluarga dan
kesejahteraan keluarga oleh pihak
pemerintah setempat dalam hal ini yaitu
Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana Kota Bandung. Keluarga
yang memiliki ketahanan artinya keluarga
tersebut dapat berfungsi untuk mengelola
sumber-sumber yang ada dalam rangka
penyelesaian masalah yang dihadapinya
serta pemenuhan kebutuhan anggota
keluarganya. Konsekuensinya, fondasi
pekerja sosial keluarga terletak pada prinsip
bahwa anak akan mendapatkan pengasuhan
yang baik ketika keluarga berfungsi secara
optimal.
Keluarga yang memiliki ketahanan
akan dapat memberikan pencapaian hasil
positif bagi anak walaupun keluarga tersebut
dalam keadaan beresiko tinggi. Misalnya
seorang anak yang tumbuh di lingkungan
tetangga yang beresiko tinggi (di lingkungan
kejahatan atau lingkungan pelacuran), tetapi
di kemudian hari ia dapat menjadi orang
dewasa yang kontributif bagi masyarakat
karena keluarga dari anak tersebut memiliki
ketahanan. Dengan demikian ketahanan dan
kesejahteraan keluarga keduanya dapat
memberikan kontribusi penting bagi
kesejahteraan anak. sebagaimana pendapat
Michelle A. Johnson dan rekan-rekan (2006)
bahwa faktor-faktor yang secara signifikan
mempengaruhi kesejahteraan anak yaitu
keselamatan anak, ketahanan keluarga,
kesejahteraan keluarga, kapasitas
perlindungan dan pengasuhan anak, serta
kemampuan keluarga untuk menjamin
keamanan terhadap anak-anaknya.
Berdasarkan pendapat Johnson
(2006) dapat diidentifikasi faktor lain yang
mempengaruhi kesejahteraan anak yaitu
kapasitas orang tua dan keluarga dalam hal
pengasuhan dan perlindungan anak.
Kapasitas digambarkan melalui pemahaman
dan keterampilan ibu dalam mengasuh dan
mendidik anak balitanya. Setiap anak
terutama pada masa keemasan (balita) perlu
mendapatkan pola asuh yang baik agar
kebutuhan-kebutuhan dasarnya dapat
terpenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar. Program Bina
![Page 70: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/70.jpg)
66
Keluarga Balita dilaksanakan dengan tujuan
utamanya yaitu untuk meningkatkan
pemahaman dan keterampilan orang tua
mengenai pengasuhan dan pendidikan anak.
Melalui peningkatan pemahaman tersebut
diharapkan kapasitas pengasuhan anak yang
dimiliki oleh orang tua sekaligus keluarga
secara otomatis dapat meningkat.
Berdasarkan tujuan dan manfaat
program tersebut, maka diperlukan penilaian
efektifitas program agar dapat diketahui
bagaimana hasil pencapaian program. Dalam
mengkaji mengenai efektifitas program Bina
Keluarga Balita diperoleh melalui kajian atas
dimensi input, proses, dan output. Ketiga
dimensi inilah yang dijadikan lingkup
penelitian untuk membatasi hal-hal apa saja
yang dikaji dalam penelitian ini.
Dimensi yang pertama adalah input
(masukan). Input dari pelaksanaan program
Bina Keluarga Balita dapat berupa fasilitas
sarana dan prasarana yang mencakup
seluruh peralatan yang dibutuhkan serta
tempat untuk melaksanakan kegiatan,
peserta ialah para orang tua balita yang
terlibat didalam kegiatan, sumber dana
dimana merupakan komponen penting untuk
terselengaranya program Bina Keluarga
Balita, dan yang terakhir kader bertindak
sebagai penyebarluasan informasi mengenai
program dan pemberian materi.
Dimensi kedua adalah proses dimana
merupakan aspek atau kegiatan yang
menambah kegunaan dari komponen-
komponen yang telah disebutkan pada
dimensi input. Aspek dalam dimensi proses
diantaranya metode penyuluhan dan proses
kegiatan dari mulai perencanaan hingga
evaluasi.
Output (hasil) merupakan keluaran
yang dapat dicapai melalui penggunaan input
pada proses. Output pelaksanaan program
Bina Keluarga Balita dapat berupa
peningkatan pemahaman orang tua dalam
hal pengasuhan anak, meningkatnya peran
serta masyarakat dalam kegiatan Bina
Keluarga Balita.
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur Waseso.
1984. Penelitian untuk Mengevaluasi Efektifitas Program Kemasyarakatan. Surabaya: Usaha Nasional Surabaya.
Agus Tulus, Moh. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku Panduan.
Bappenas. 1992. Bab 19. Kependudukan dan Keluarga Berencana
BKKBN. _____. Panduan Operasional BKB.
BKKBN. (2007). Buku Pegangan Kader Bina Keluarga Balita. Bandung.
BKKBN. (1992). Buku Pegangan Kader KB. Jakarta.
BPPKB Kota Bandung. 2011. Sistimatika Memori Kerja.
Budiyono dan Wayan Koster. 2002. Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Collins Donald, Jordan Catheleen, and Heather Coleman. 2010. An Introduction to Family Social Work. USA: Brooks/Cole
Damanik,Juda.2008:4.Pengantar Pekerjaan Sosial.Jakarta:Direktorat Pembinaan SMK
![Page 71: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/71.jpg)
67
Jones, Charles O. 1994, Pengantar Kebijakan Publik Terjemahan Ricky Istamto. Jakarta: Roja Grafindo Persada.
Kementrian Sosial, 2009. Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Mizrahi, Terry and Larry E Davis. 2008. Encyclopedia of Sosial Work 20th Edition.NASW Press: New York
Moekijat, 1981. Manajemen Kepegawaian. Bandung: Mandar Maju.
Pamudji. 1985. Ekologi Administrasi Negara. Jakarta: Bina Aksara.
Petr, Crhristopher G. 2004. Sosial Work with Children and Their Families. New York: Oxford University Press.
PN. Evelin dan Djamaludin. N (2010). Panduan Pintar Merawat Bayi & Balita. Jakarta : PT Wahyu Media.
S, Kasni Hariwoeryanto, Kebijakan Sosial dan Evaluasi Program Kesejahteraan Sosial, Karya Nusantara, Bandung, 1987.
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya manusia dan produktivitas. Bandung: CV Mandar Maju.
Soekanto, Soedjono. 1989. Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.
Sondang P. Siagian, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Jurnal, Hasil Penelitian, Artikel :
A. Johnson, Michelle et all. 2006: 1. Family Assessment in Child Welfare Services: Instrument Comparisons. Bay Area Sosial Services Consortium and the Zellerbach Family Foundation
Budi Santoso, Irawan. 2004. Evaluasi Pelaksanaan Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (p2m-bg). Program Studi Ilmu Adiministrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret.
Child Welfare Information Gateway. 2010. Pdf. Family Engagement melalui www.childwelfare.gov
DepKes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional 2004, Jakarta.
Gabriel A. 2008. Perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) serta hidup bersih dan sehat ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Desa Cikarawang, Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Heryendi, Wycliffe Timotius. 2013. Efektifitas Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di Kecamatan Denpasar Barat. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Indra, Hendy. 2010. Masalah Kependudukan yang Berhubungan dengan Sosial. Program Studi Geografi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Kementerian Sosial, 2009. Rencana Strategis 2010-2014 Kementerian Sosial.
Khaizu, Ingata. 2009. Upaya-Upaya Perlindungan Oleh Organisasi Sosial Keagamaan Lokal Bagi Anak yang Berada pada Pemukiman Rawan untuk Tereksploitasi Secara Ekonomi dan Seksual melalui www.lontar.ui.ac.id
Main, Katherin. 2012. Program Design, A Practical Guide. United Way.
Suharto, Edi. 2007. Menggagas Pelayanan Sosial yang Berkeadilan.
![Page 72: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/72.jpg)
68
Website :
Azuar Juliandi, 2007. Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas, pdf melalui http://azuarjuliandi.com/elearning/
Fachrudin, Adi. Ketahanan Institusi Keluarga dan Kesejahteraan Anak dalam www.academia.edu
Sunarti, Euis. 2012. Keluarga Berencana dalam Konteks Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Ketahanan Keluarga melalui www.euissunarti.staff.ipb.ac.id
Rangga, Dayat. 2013. Pekerjaan Sosial Individu dengan Keluarga melalui www.dayatranggambozo.blogspot.com
![Page 73: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/73.jpg)
69
HAK ASASI MANUSIA DAN PEKERJAAN SOSIAL
Oleh:
Eva Nuriyah Hidayat10
Abstrak
Hak asasi manusia dan pekerjaan sosial merupakan suatu hal yang saling berkaitan,
dimana pekerjaan sosial di dalam prakteknya mendasarkan etika pada hak asasi manusia. Dalam
praktek pekerjaan sosial, permasalahan yang muncul adalah hak asasi manusia yang seperti apa
yang dapat diterapkan sebagai etika praktek pekerjaan sosial. Oleh karena itu mahasiswa perlu
dibekali dasar-dasar hak asasi manusia yang sesuai dengan sistem sosial masyarakat.
10
Disampaikan dalam Seminar “Social Work Students Sensitized Orientation on Human Rights”, yang diselenggarakan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD bekerja sama dengan Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia, pada tanggal 13 Desember 2012 di Gedung D Lt II FISIP UNPAD Jatinangor.
![Page 74: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/74.jpg)
70
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk paling
sempurna dari aspek penciptaan dan
kedudukannya11. Ia adalah makhluk yang
terdiri atas unsur lahir dan batin, jasmani dan
rohani (sebagian menyebutnya menambah
unsur nafsani), merupakan makhluk tertinggi
ciptaan Allah yang merupakan citra Ar-
Rahman12 (Suratir Rahman). Sebelum
kelahirannya telah didahului oleh perjanjian
primordial dengan Tuhan13, sehingga ia
terlahir dengan berkeimanan dengan fitrah
suci yang dengan bekal akal budi dan hati
nuraninya potensial berlaku lurus14.
11
Mengenai hal ini banyak ayat Al Qur-an ataupun Hadits Rasul yang bisa dirujuk. Salah satu yang terkenal adalah, “Sesungguhnya manusia diciptakan dalam sebaik-baik kejadian”. Qur-an S. At- Tien: 5.
12 Dalam Teologi Kristiani juga ada pandangan ini. Magnis Suseno misalnya menyebut “Manusia diciptakan oleh Allah menurut CitraNya” atau “Bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah”. Lihat Franz Magnis Suseno. Kuasa & Moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 14-15
13 Istilah perjanjian primordial adalah istilah yang ditemkan Prof Nurcholish Madjid, untuk menyebut perjanjian perjanjain Tuhan dengan segenap Roh sebagaimana dilukiskan dalam Qur-an, Surat Al A’raf (7) ayat 172-173.
14 Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani
(nurani, artinya bersifat cahaya terang), yang
mendorongnya untuk senantiasa mencari, berpihak
dan berbuat baik dan benar. Jadi setiap pribadi
mempunyai potensi untuk benar(Qur-an S. Al
Ahzab/33:4). Maka, untuk hidupnya, manusia
dibekali akal pikiran, kemudian agama, dan
terbebani kewajiban terus menerus mencari dan
memilih jalan hidup yang lurus, benar dan baik.
Karena itu diwajibkan mengerjakan shalat, yang
didalamnya harus membaca al Fatihah. Dalam surat
itu ada doa yang harus dihayati dengan sepenuh hati
dann diaminkan, yaitu doa memohon jalan yang
lurus. Mencari, menemukan, memahami dan
mengikuti jalan yang lurus adalah perjalanan yang
Manusia juga hadir ke dunia dengan
mengemban amanah, sebagai khalifah
Tuhan yang dengan segala kelebihannya
Tuhan pun menanggungnya. Karena itu
sampai setelah kematiannya manusia harus
tetap dihormati, dengan segala hak yang
dimilikinya. Sebagian hak-haknya merupakan
hak asasi (Hak Asasi Manusia-HAM)15. Inilah
yang disebut hak asasi manusia yaitu hak-
hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia
dalam kandungan dan merupakan pemberian
Tuhan.
Istilah hak asasi manusia bukan
hanya istilah yang dipergunakan oleh
masyarakat barat saja. Ide untuk
memperjuangkan hak dan martabat, hak
untuk hidup, hak memperoleh keadilan, hak
memperoleh kemerdekaan, hak memperoleh
persamaan dan hak untuk memperoleh
perlindungan merupakan hak-hak yang tidak
hanya diperjuangkan oleh semua bangsa.
Von Senger menyatakan bahwa di berbagai
belahan dunia dan di berbagai kultur di dunia
ini, istilah hak asasi manusia dikenal oleh
tidak kenal berhenti. Maka shalat yang mencakup
doa tersebut juga tidak berhenti, terus menerus
sepanjang hayat (Surat Al Fatihah: ayat 7).
15 Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).
![Page 75: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/75.jpg)
71
semua manusia, meskipun penamaannya
atau istilahnya berbeda.16
B. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Hak Asasi Manusia di Indonesia
bukanlah suatu wacana yang asing dalam
pembentukan bangsa. Jauh sebelum
kemerdekaan, para founding fathers telah
memperjuangkan harkat dan martabat
manusia ke arah yang lebih baik, misalnya
RA. Kartini dalam surat-suratnya, Ki Hajar
Dewantara, dan para pejuang yang
memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Titik
tolak Bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan Hak Asasi Manusia adalah
berdasarkan pemahaman bahwa bangsa
Indonesia lahir dan memperjuangkan hak
dasar ini, terutama hak untuk merdeka. Dan
hal ini tidak hanya terbatas pada hak atas
kebebasan politik namun juga kebebasan
dari kemelaratan, kebodohan, ketidakadilan
sosial dan keterbelakangan ekonomi.
Konsep Indonesia mengenai HAM
muncul dari dasar filsafat negara, Pancasila,
terutama dari sila keduanya yakni
kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini
kemudian terefleksi juga di dalam 4 sila
lainnya yang secara bersama-sama
mensiratkan gagasan mengenai harkat dan
martabat manusia baik sebagai anggota
masyarakat dan individu.
16
Von Senger. H. 1993. “From the Limited to The Universal Consept of Human Rights: Two Periods of Human Rights” in Schmale, Human Rights and Cultural Diversity. Hlm: 47.
Indonesia tidaklah berbeda dengan
negara-negara Asia dan Afrika lainnya yang
pernah mengalami kemajuan budaya, namun
tidak mengalaminya pada periode yang sama
dengan negara-negara barat dalam
mengembangkan gagasan demokrasi dan
HAM. Oleh karenanya, negara-negara Asia
dan Afrika, terkadang memiliki persepsi yang
berbeda, dikarenakan pengalaman yang
berbeda tersebut terkait dengan hubungan
antara negara dan masyarakat, manusia dan
sesama manusia dan hak-hak masyarakat
yang diperlawankan dengan hak-hak
individualistis.
Hak Asasi Manusia yang
berkesesuaian dengan Pasal 29 dari
Universal Declaration of Human Right yang
menekankan pada dua aspek yang harus
selalu diseimbangkan. Pada satu sisi,
terdapat prinsip-prinsip yang sangat terkait
dengan hak-hak dasar dan kebebasan
individu, namun pada sisi lain, terdapat
pernyataan terkait dengan kewajiban bagi
individu terhadap masyarakat dan negara.
Implementasi HAM menuntut adanya
hubungan yang saling seimbang antara hak-
hak individual dan kewajibannya terhadap
masyarakat. Tanpa adanya keseimbangan,
hak komunitas secara keseluruhan tidaklah
dapat dikesampingkan, hal ini dapat
menciptakan ketidakstabilan dan bahkan
anarki, terutama bagi negara-negara
berkembang. Di Indonesia, seperti di banyak
negara berkembang lainnya, hak-hak individu
adalah seimbang dengan hak dari
masyarakat. Budaya Indonesia berdasarkan
![Page 76: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/76.jpg)
72
hukum kebiasaan para leluhurnya, selalu
mengedepankan hak dan kepentingan
masyarakat dan bangsa. Namun demikian,
hal ini dilakukan tanpa meminimalkan hak-
hak dan kepentingan-kepentingan dari
individu-individu dan kelompok-kelompok
minoritas. Kepentingan dari kelompok
terakhir yang disebutkan selalu
diperhitungkan atas dasar prinsip
musyawarah mufakat, yang terkandung di
dalam sistem politik dan bentuk demokrasi
Bangsa Indonesia.
Indonesia tidak bermaksud
mengusulkan konsep alternatif HAM, selain
yang telah disepakati oleh negara-negara
PBB. Indonesia sejak 1991 merupakan
anggota Komisi HAM PBB, dan mengakui
peran penting yang dapat dimainkan oleh
institusi nasional dalam rangka
mempromosikan dan melindungi HAM,
Indonesia pada tahun 1993 membentuk
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Oleh
karenanya Indonesia menerima dan
mengakui keabsahan universal dari HAM
dasar dan kebebasan dasar. Namun
demikian, Indonesia menekankan pada perlu
dilakukannya pengakuan yang luas terhadap
kompleksitas dari isu HAM yang muncul
dikarenakan kebergamaan yang luas, baik
dari sejarah, budaya, sistem nilai, lokasi
geographis dan tahap-tahap perkembangan
antara negara-negara di dunia. Oleh
karenanya, seluruh negara-negara harus
memiliki sensitifitas dari menghadapi
kompleksitas dari Isu HAM yang muncul.
Sejalan dengan pandangan ini,
Indonesia mendukung penuh kebijakan yang
temuat di dalam Piagam PBB yang
mempromosikan dan perlindungan HAM
dalam konteks kerjasama internasional. Saat
ini telah terdapat beragam kovensi-konvensi,
deklarasi-deklarasi dan pengertian yang
sama dalam mengimplementasikan dan
mengukur kerjasama internasional yang
dikembangkan oleh PBB sejak tahun 1945.
Indonesia melihat hal ini merupakan
representasi dari pemulaan budaya universal
atas HAM yang merupakan dasar bagi
terciptanya kerjasama internasional dalam isu
HAM.
Namun demikian, kerjasama
internasional, mensyaratkan penghargaan
bagi kedaulatan yang setara dari negara-
negara dan identitas nasional dari suatu
bangsa. Indonesia oleh karenanya,
memegang pandangan bahwa kerjasama
internasional, tidak boleh dilakukan atas
dasar tuduhan yang tidak mendasar,
pengkhotbahan yang hanya berdasar pada
kehendak sendiri, atau pencampuran
(intervensi) terhadap negara lain. Tidak ada
suatu negara atau sekelompok negara-
negara memegang peran sebagai hakim
maupun juri atas negara lain, hal ini
merupakan hal yang penting dan sensitif.
C. Pendidikan Hak Asasi Manusia di
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
HAM menjadi bahan yang kian
meluas diperbincangkan di berbagai
![Page 77: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/77.jpg)
73
kalangan masyarakat. Namun yang paling
mendominasi perhatian pembahasan
materi/subtansinya berpusat di dunia
akademik, suatu tempat penggodokan calon
pemimpin masa depan –sebagai dosen,
pengacara, konsultan, legal drafter, legislator,
pejabat, notaris, dan lain-lain- yang akan
memiliki tempat dan pengaruh tersendiri di
kalangan masyarakat. Titik sentral
permasalahannya meliputi sejarah, teori-teori,
kandungan aturan hukumnya sampai pada
pelaksanaannya.
Secara umum, pengajaran mata
kuliah HAM ini harus sejalan dengan tujuan
Pendidikan Nasional sebagaimana yang
tertuang dalam pasal Pasal 3 UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas). Pasal 3
menyatakan,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Berdasarkan hal itu, pengajaran ini
secara umum untuk membekali mahasiswa
ilmu/pengetahuan tentang HAM yang meliputi
sejarah, teori-teori (termasuk ham
partikularistik-universal), kandungan aturan
hukumnya sampai pada pelaksanaannya.
Pengajaran tersebut, saat ini telah diberikan
pada berbagai universitas di Fakultas Hukum.
Khusus di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP UNPAD, pendidikan hak asasi manusia
diberikan kepada mahasiswa dalam judul
mata kuliah “Pekerjaan Sosial dan Hak Asasi
Manusia”. Meskipun mata kuliah tersebut
berupa mata kuliah pilihan dan baru
dilaksanakan pada tahun ini, namun terdapat
hal-hal yang penting dari substansi
perkuliahan yang garis besar matakuliah ini
terbagi menjadi:
1. Pengetahuan dasar tentang HAM,
meliputi sejarah, teori-teori, dan aturan-
aturan HAM nasional dan internasional,
dengan materi ini diharapkan mahasiswa
dapat memahami konsep HAM secara
utuh.
2. Permasalahan-permasalahan yang
melanggar HAM baik lokal, nasional
maupun internasional. Permasalahan
yang dibahas meliputi kejahatan
genosida dan kejahatan kemanusiaan
yang ada di masyarakat. Dengan materi
ini diharapkan mahasiswa kritis terhadap
permasalahan-permasalahan HAM yang
dialami baik oleh individu, kelompok
maupun masyarakat.
3. Sistem sosial budaya masyarakat dan
Hak Asasi Manusia, dengan materi ini
diharapkan mahasiswa memahami
bahwa hak asasi manusia itu tidak
terlepas dari kultur budaya masyarakat.
4. Praktek pekerjaan sosial dan Hak Asasi
Manusia, materi ini meliputi human rights
and human need, etics and human
rights, dan beberapa praktek pekerja
![Page 78: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/78.jpg)
74
sosial di lembaga-lembaga nasional
maupun internasional. Dengan materi-
materi tersebut diharapkan mahasiswa
dapat lebih memahami praktek pekerjaan
sosial serta dapat menumbuhkan
kesadaran bagi mahasiswa sebagai
calon pekerja sosial akan harkat
martabat kemanusiaan para pribadi,
sehingga dalam memberikan
pertolongan ataupun intervesi tidak
melanggar hak-hak asasi manusia.
Berkaitan dengan sosialisasi dan
penegakan hak asasi manusia telah ada
pengaturannya di dalam Pasal 100 Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999, yang
menyatakan sebagai berikut :
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan,dan pemajuan Hak Asasi Manusia.
Lebih lanjut Pasal 103 UU No. 39
Tahun 1999 menyebutkan,
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga studi atau lembaga kemasyarakatan lainnya, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerjasama dengan Komnas HAM dapat pula melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai Hak Asasi Manusia.
Kedua ketentuan di atas,
menunjukkan bahwa sosialisasi dan
penegakan hak asasi manusia tidak hanya
menjadi tanggungjawab negara tetapi setiap
orang, kelompok, organisasi politik,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, juga turut
mempunyai hak untuk ikut melakukan
sosialisasi dan penegakan hak asasi
manusia.
D. Peluang dan Tantangan Bagi Praktek
Pekerja Sosial
Selaku makhluk individual dan
makhluk sosial, ia perlu berproses menuju
pencapaian jatidirinya. Dalam proses ini -
termasuk melalui pendidikannya- ia akan
mengalami berbagai benturan. Ada kalanya
ia sanggup mengatasi, ada kalanya ia tak
sanggup menghadapinya. Akibatnya banyak
fakta yang mengungkap berbagai
pelanggaran oleh manusia, baik pelanggaran
sederhana maupun kejahatan berat. Baik
yang dilakukan oleh individu maupun yang
telah memegang jabatan.
Berbagai bentuk pelanggaran yang
diterima oleh korban baik yang dilakukan oleh
aparat atau bukan, ke Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 2008
mencapai jumlah 4900 kasus, dan sampai
tahun 2009 data pelanggaran HAM yang
dilaporkan ke Komnas HAM ini mengalami
peningkatan yaitu mencapai 5300 kasus17.
Hal ini cukup memprihatinkan mengingat
berbagai bentuk pelanggaran HAM ini tidak
17
Laporan Komnas HAM 2009.
![Page 79: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/79.jpg)
75
semuanya mendapatkan pelayanan dan
advokasi yang maksimal.
Kondisi tersebut menjadi suatu
tantangan bagi profesi pekerjaan sosial.
Pekerjaan sosial sebagai sebagai profesi
pemberian bantuan untuk penyelesaian
masalah, pemberdayaan dan mendorong
perubahan sosial dalam interaksi manusia
serta lingkungannya pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Pekerjaan
sosial mendasarkan intervensinya pada teori
perilaku manusia dan lingkungan sosial serta
prinsip-prinsip hak asasi manusia dan
keadilan dengan memperhatikan faktor
budaya masyarakat.
Berdasarkan definisi tersebut maka
hak asasi manusia merupakan dasar moral
praktek pekerjaan sosial baik level personal,
community development maupun
advokasinya.18 Hal-hal yang terkait dengan
HAM ini adalah democracy, justice, feedom,
equality and human dignity , menjadi prinsip-
prinsip yang dijunjung oleh pekerja sosial.19
Berbicara mengenai hak asasi manusia
dalam profesi pekerjaan sosial tentu saja
tidak terlepas dari konsep dan praktek
pekerjaan sosial. Perspektif hak asasi
manusia menjadi hal yang ditekankan dalam
pertolongan individu dalam memperoleh
tujuan dari kesejahteraan sosial.
18
Ife, James William. 2001. Human Rights and Social Work. Toward Rights-Based Practice. UK: Cambridge University Press. 19
Schmale.W (ed). 1993. Human Rights and Cultural Diversity, Goldbach, Germany: Keip.
Berbagai kasus pelanggaran hak
asasi manusia di Indonesia masih banyak
yang belum mendapatkan pelayanan dan
perlindungan. Apalagi pelanggaran-
pelanggaran hak asasi manusia berat
(genosida) yang melibatkan para penguasa
(dalam hal ini pemerintah), misalnya
pembantaian masal pada tahun 1965-1970,
kejadian di Timor Timur (April 1999), Tanjung
Priok (1984), kasus Bulu Kumba, kasus
Trisakti, dan masih banyak lagi kasus
kemanusian seperti kasus Marsinah,
perdagangan anak, dan lain-lain. Sederet
penanganan di atas belumlah mendapat
penanganan yang berarti. Secara garis besar
masih jalan di tempat. Lembaga-lembaga,
baik lembaga negara seperti Komnas HAM
maupun lembaga non pemerintah / LSM
hanya mampu mencatat data-data
pelanggaran tanpa adanya kemajuan yang
berarti dalam konteks penegakan HAM.
Seperti yang disampaikan ELSAM (2007),
tidak adanya kemajuan penanganan HAM
adalah karena tidak koheren dan tidak
konsistennya instansi-instansi negara dalam
membuat kebijakan. Ada dua hal
penyebabnya yaitu pemerintah sendiri
kesulitan dalam mengimplementasikan
kebijakan yang telah dibuat dan institusi-
institusi yang seharusnya dibentuk untuk
mengimplementasikan kebijakan di bidang
HAM, tidak bisa dibentuk karena tidak
tersedianya sarana dan prasarana
pembentukannya. Jikapun institusi itu
dibentuk, institusi itu tidak bisa bekerja
dengan baik karena tidak mendapat
dukungan dan sarana yang baik.
![Page 80: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/80.jpg)
76
Penulis mengambil contoh mengenai
hak pengungsi di Indonesia. Di tingkat
nasional, hak asasi pengungsi tidak
dicantumkan secara khusus. Kebijakan,
program, pelayanan yang diberikan bagi
pengungsi terkait hak asasinya dibuat secara
umum dalam UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 5
ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap
orang termasuk kelompok masyarakat yang
rentan memperoleh perlakuan dan
perlindungan yang lebih karena
kekhususannya. Dalam Keputusan Presiden
Republik Indonesia tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi dimuat aturan
mengenai penanganan pengungsi yang
meliputi upaya pelayanan dan perlindungan
kemanusiaan terhadap pengungsi yang
timbul akibat konflik yang terjadi di suatu
daerah termasuk kegiatan pencegahan,
tanggap darurat, penghapusan, pemindahan
dan relokasi pengungsi. Pengungsi yang
dimaksud dalam aturan ini lebih dikenal
dengan istilah korban konflik atau korban
bencana sosial. Dalam Kepres tersebut
belum diatur secara khusus penanganan dan
pelayanan kemanusiaan bagi korban
pengungsi bencana alam. Apabila
kebijakannya masih belum diatur, bagaimana
membuat perlindungan terhadap hak-hak
bagi pengungsi. Setelah diberikan sekedar
bantuan, banyak sekali pengungsi korban
bencana alam ini diabaikan begitu saja.
Hal ini menjadi tantangan bagi pekerja
sosial dalam menjalankan praktek
pertolongan dan pemberdayaan. Sudah
sejauh manakah peran pekerja sosial dalam
menghadapi permasalahan hak asasi
manusia yang begitu banyak di Indonesia.
Selain tantangan yang dihadapi,
sebenarnya peluang pekerja sosial untuk
berkiprah di dalam penanganan masalah
HAM ini sebenarnya masih terbuka lebar.
Berbagai organisasi non pemerintah (NGO)
yang murni memperjuangkan HAM seperti
ELSAM, Kontras, dan lain-lain, serta
organisasi-organisasi yang menangani
permasalahan secara khusus seperti
masalah anak (Save the Children, UNICEF,
dan lain-lain), masalah perempuan (UNIFEM
), masalah pengungsi (UNHCR ) dan lain-
lain, masih memerlukan profesi pekerjaan
sosial.
E. Penutup
Pendidikan Hak Asasi Manusia bagi
mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan
Sosial merupakan hal yang penting sebagai
dasar moral praktek pekerjaan sosial.
Dengan mata kuliah ini diharapkan
mahasiswa dapat lebih memahami praktek
pekerjaan sosial serta dapat menumbuhkan
kesadaran bagi mahasiswa sebagai calon
pekerja sosial akan harkat martabat
kemanusiaan para pribadi, sehingga dalam
memberikan pertolongan ataupun intervesi
tidak melanggar hak-hak asasi manusia.
Peluang dan tantangan praktek
pekerjaan sosial yang menangani
permasalahan hak asasi manusia di
![Page 81: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/81.jpg)
77
Indonesia masih terbuka lebar, khususnya
dalam organisasi-organisasi non pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Ife, James William. 2001. Human Rights and
Social Work. Toward Rights-Based
Practice. UK: Cambridge University
Press.
Laporan Komnas HAM 2009.
Schmale.W (ed). 1993. Human Rights and
Cultural Diversity, Goldbach,
Germany: Keip.
Von Senger. H. 1993. “From the Limited to
The Universal Consept of Human
Rights: Two Periods of Human Rights”
in Schmale, Human Rights and
Cultural Diversity.
![Page 82: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/82.jpg)
78
PANDUAN PENULISAN ARTIKEL UNTUK PENULIS
JUDUL ARTIKEL (Huruf Kapital, Tahoma, 14 point, Bold, centered)
(kosong, spasi tunggal) Penulis Pertama1, Kedua2, dan Ketiga3(12 point)
(kosong, spasi tunggal) 1. Alamat instansi (Instansi,Fakultas, Universitas, alamat lengkap)(10 point)
(kosong, spasi tunggal) (E-mail:[email protected] (10 point, italic)
(dua ketuk spasi tunggal)
ABSTRAK (bold, 10 Point). Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 250 kata. Abstrak mencakup permasalahan, metode, dan temuan serta simpulan. Abstrak dalam bahasa Inggris, tidak lebih dari 200 kata. (kosong,spasi tunggal) Kata-kata kunci (Key words): Tuliskan maksimal 5 kata-kata kunci (key words). (tiga ketuk spasi tunggal) FORMAT NASKAH Artikel yang dimuat dalam jumal ini dapat berupa kajian konseptual dan atau hasil-hasil penelitian pada masing-masing disiplin ilmu atau interdisiplin. Secara umum, sistematika artikel terdiri atas pendahuluan/introduksi yang menguraikan latar belakang dan permasalahan yang dikaji yang ditunjang oleh referensi yang relevan, metode, hasil dan pembahasan, dan simpulan/rekomendasi. Pada kajian yang bersifat konseptual, bagian metode dapat ditiadakan bila dianggap tidak perlu. Pendahuluan (Introduction) Dalam pendahuluan dikemukakan suatu permasalahan/ konsep/hasil penelitian sebelumnya secara jelas dan ringkas sebagai dasar dilakukannya penelitian yang akan ditulis sebagai artikel ilmiah. Pustaka yang dirujuk hanya yang benar-benar penting dan relevan dengan permasalahan untuk men"justifikasi" dilakukannya penelitian, atau untuk mendasari hipotesis. Pendahuluan juga harus menjelaskan mengapa topik penelitian dipilih dan dianggap penting, dan diakhiri dengan menyatakan tujuan penelitian tersebut. Metode (Methods), Hasil dan Pembahasan (Results and Discussion) Alur pelaksanaan penelitian harus ditulis dengan rinci dan jelas sehingga peneliti lain dapat melakukan penelitian yang sama (repeatable and reproduceable). Hasil penelitian dalam bentuk data merupakan bagian yang disajikan untuk menginformasikan hasil temuan dari penelitian yang telah dilakukan. Ilustrasi hasil penelitian dapat menggunakan grafik/tabel/gambar. Tabel dan grafik harus dapat dipahami dan diberi keterangan secukupnya. Hasil yang dikemukakan hanyalah temuan yang bermakna dan relevan dengan tujuan penelitian. Dalam Pembahasan dikemukakan keterkaitan antar hasil penelitian dengan teori, perbandingan hasil penelitian dengan hasil penelitian lain yang sudah dipublikasikan. Pembahasan menjelaskan pula implikasi temuan yang diperoleh bagi ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya. Simpulan dan Saran (Conclusion and Suggestion) Simpulan merupakan penegasan penulis mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Saran hendaknya didasari oleh hasil temuan penelitian, berimplikasi praktis, pengembangan teori baru (khusus untuk program doktor), dan atau penelitian lanjutan. Naskah ditulis dalam dua kolom pada kertas berukuran A4, dengan jarak antar kolom 1 cm. Panjang tulisan maksimal 4 - 8 halaman berspasi tunggal, termasuk daftar pustaka, gambar, tabel, dan lampiran. Setiap halaman memiliki margin atas 3.5 cm, margin bawah 2.5 cm margin kiri dan kanan 2 cm. Naskah ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar bentuk huruf Tahoma 10. Naskah juga dapat ditulis dalam bahasa Inggris. Naskah dimulai dengan halaman pertama yang memuat:
Judul singkat (running head). Penulis diminta untuk membuat judul singkat (maksimal 14 kata).
Judul lengkap (dalam bahasa Indonesia dan Inggris).
Nama penulis, afiliasi, dan alamat korespondensi (mis. E-mail).
![Page 83: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/83.jpg)
79
Gambar dan Tabel
Gambar yang akan ditampilkan dalam jumal adalah gambar hitam-putih. Bila menginginkan, penulis dapat menyertakan gambar berwama, namun penulis akan dikenai biaya pencetakan gambar berwama tersebut.
Gambar dan tabel diberi nomor sebagai berikut: Gambar 1., Gambar 2, dst. Tabel 1, Tabel 2, dst.
Gambar dan tabel yang substansinya sama, ditampilkan salah satu.
Tabel berbentuk pivot table. Penulisan subjudul (heading)
Subjudul tingkat pertama semuanya dicetak tebal ditulis dengan huruf kapital, misal: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Subjudul tingkat kedua, semuanya dicetak tebal dan ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama dari setiap kata, misal: Sistem Pengelolaan Lingkungan Tradisional
Subjudul tingkat ketiga, semuanya ditulis dengan huruf miring dan huruf kecil kecuali huruf pertama dari setiap kata, misal: Sistem Kebun Talun
UCAPAN TERIMA KASIH - Penulis dapat menuliskan ucapan terima kasih kepada individu, lembaga pemberi dana penelitian, dsb. Ucapan terima kasih ditulis sebelum Daftar Pustaka. DAFTAR PUSTAKA Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip atau yang dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan karangan dilakukan sebagai berikut: (1) Pengarang tunggal: Goldschmidt, W. 1992. The Human Career The Self in the Symbolic World. Cambridge: Black Well (2) Pengarang bersama: Corcoran, K. & Fischer, 1. 1987. Measure for Clinical Practice: a Source Book. New York:The Free Press. (3) Editor atau Penyunting: Koentjaraningrat (ed). 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Penerbit PT Gramedia (4) Terjemahan: Scott, J.C. 2000. Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah. Terjemahan A. Rahman Zainuddin, Sayogyo dan
Mien Joebhaar. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (5) Bab dalam buku: Fleishman, LA. 1973. Twenty Years of Consideration and Structure. Dalam Fleishman, LA. & Hunt, J.G..
(ed.). "Current Development in the Study of Leadership "Selected Reading, hIm. 1-37. Carbondale: Southem Illinois University Press.
(6) Jumal: Persoon, G.A. 2002. Isolated Islanders or Indigenous People: the Political Discourse and its Effects on
Siberut (Mentawai Archipelago, West-Sumatra). Antropologi Indonesia 68:25-39 (7) Rujukan elektronik: Boon, J. (tanpa tahun). Anthropology of Religion. Melalui, <http://www.indiana.edu/-
wanthro/reliogion.htm>[10/5/03] Kawasaki, Jodee L.,and Matt R.Raven. 1995. "Computer-Administered Surveys in Extension". Joumal of
Extension 33 (June). E-Joumal on-line. Melalui <ttp://www.joe.org/june33/95 .html > [06/17/00] Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. 1998. Property rights, collective action and technologies
for natural resource management: A conceptual framework. CAPRi Working Paper No.1. Washington DC, USA:Intemational Food Policy Research Institute. http://www.capri.cgiar.org/pdf/ca priwp01.pdf.
(8) Sumber prosiding seminar: Fay, C., de Foresta, H., & Sirait, M. 1998. Progress towards recognizing the rights and management
potentials of local communities in Indonesian statedefined forest areas. Paper presented at the
![Page 84: S h a r e - Kesejahteraan Sosialkesos.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-Share-4-No-1... · CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DARI SUDUT PANDANG PERUSAHAAN Oleh: Meilanny](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082213/5a71a1267f8b9ac0538d0406/html5/thumbnails/84.jpg)
80
workshop on participatory natural resource management in developing countries, Mansfield College, Oxford, April 6–7.
(9) Sumber disertasi/tesis: Zandbergen, P. 1998. Urban watershed assessment: Linking watershed health indicator to management.
Ph.D. Thesis. Resource Management and Environmental Studies, University of British Columbia, Vancouver. Satuan, singkatan, nomenklatur, dan lambang
Sitasi/Kutipan - Running note atau footnote
Satuan dan singkatan menggunakan sistem SI (Systeme Intemationale)
Nomenklatur nama ilmiah tumbuhan dan hewan ditulis lengkap dengan nama author-nya. Nama ilmiah sesuai dengan aturan nomenklatur harus digunakan pada penulisan yang pertama kali, selanjutnya dapat disingkat sesuai aturan yang berlaku dan atau menggunakan nama daerah.
Penggunaan lambang ditulis sebagai berikut: contoh, lambang alpha ditulis dengan bukan dengan huruf a.