s adp 053811 chapter2 - indonesia university of education...
TRANSCRIPT
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP CAPACITY BUILDING
1. Pengertian Capacity Building
Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengertian dari Capacity
Building ada baiknya kita memahami terlebih dahulu pengertian dari
kapasitas. Secara sederhana kapasitas dapat dimaknai sebagai kemampuan
seseorang dalam melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan. Hal
ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goodman (1998)
yang menyatakan bahwa “capacity is ability to carry out stated
objectives”.
Dalam perkembangannya, pendefinisian Capacity Building sampai
saat ini dimaknai berbeda-beda oleh para ahli. Alasan ini dilatarbelakangi
karena Capacity Building merupakan konsep yang universal dan memiliki
dimensi yang beragam.
Brown (Rainer Rohdewohld, 2005:11) mendefinisikan “Capacity
building is a process that increases the ability of persons, organisations or
systems to meet its stated purposes and objectives”.
Dari pengertian diatas dapat dimaknai bahwa Capacity Building
adalah suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang,
organisasi atau sistem untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
21
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Yap
(Gandara 2008:9) bahwa Capacity Building adalah sebuah proses untuk
meningkatkan individu, group, organisasi, komunitas dan masyarakat
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain itu definisi Capacity Building menurut Yeremias T. Keban
(1999:75) lebih khusus dalam bidang pemerintahan berpendapat bahwa :
Capacity building merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada pengembangan dimensi, sumberdaya manusia, penguatan organisasi; dan reformasi kelembagaan atau lingkungan ( lihat Grindle, 1997: 5) Dalam definisi Capacity Building diatas terkandung makna suatu
upaya yang berhubungan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia,
upaya untuk mendorong organisasi agar dapat berjalan sesuai dengan
fungsinya, serta upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang
dibutuhkan oleh organisasi agar dapat berfungsi dengan baik.
Hal senada juga dikemukakan oleh Katty Sensions (1993:15) yang
mendefinisikan bahwa :
“capacity building usually is understood to mean helping governments, communities and individuals to develop the skills and expertise needed to achieve their goals. Capacity building program, often designed to strengthen participant’s abilities to evaluate their policy choices and implement decisions effectively, may include education and training, institutional and legal reforms, as well as scientific, technological and financial assistance” Dari penjelasan diatas menjelaskan bahwa pengertian Capacity
Building biasanya dipahami sebagai upaya membantu pemerintah,
masyarakat atau individu-individu dalam mengembangkan keterampilan
22
dan keahlian yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan. Program
Capacity Building (pengembangan kapasitas) pada dasarnya didesain
untuk memperkuat kemampuan dalam mengevaluasi pilihan-pilihan
kebijakan mereka dan menjalankan keputusan-keputusannya dengan
efektif. Pengembangan kapasitas termasuk didalamnya pendidikan dan
pelatihan, reformasi peraturan dan kelembagaan, pengetahuan, teknologi
dan juga asistensi finansial.
Kemudian Ann Philbin (1996), mendifinisikan Capacity Building
sebagai berikut :
“ Capacity building is defined as the "process of developing and strengthening the skills, instincts, abilities, processes and resources that organizations and communities need to survive, adapt, and thrive in the fast-changing world." Dari penjabaran diatas Ann Philbin mendefinisikan Capacity
Building (pengembangan kapasitas) sebagai proses mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan, bakat, kemampuan sumber daya organisasi
sebagai kebutuhan untuk bertahan, menyesuaikan diri, dan menumbuhkan
organisasi di era perubahan yang cepat.
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (2001) mendefinisikan
Capacity Building adalah pembangunan atau peningkatan kemampuan
(capacity) secara dinamis untuk mencapai kinerja dalam menghasilkan
out-put dan out-come pada kerangka tertentu.
Lebih lanjut ACBF (Rainer Rohdewohld, 2005:12) menjelaskan
Capacity Building dalam lingkupan yang lebih luas dan rinci bahwa ;
23
“ Capacity building can be defined as a process to increase the ability of individuals, groups, organisations, communities or societies to (i) analyse their environment, (ii) identify problems, needs, issues and opportunities,(iii) formulate strategies to deal with these problems, issues and needs, and seize the relevant opportunities, (iv) design a plan of action, and (v) assemble and use effectively and on a sustainable basis resources to implement, monitor and evaluate the plan of actions, and (vi) use feedback to learn lessons”.
Penjelasan diatas dapat didefinisikan bahwa Capacity Building dapat
diartikan sebagai sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan individu,
kelompok, organisasi, komunitas atau masyarakat untuk: i) Menganalisa
lingkungannya, ii) mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan-
kebutuhan, isu-isu dan peluang-peluang, iii) memformulasi strategi-
strategi untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu dan kebutuhan-
kebutuhan tersebut, dan memanfaatkan peluang yang relevan, iv)
merancang sebuah rencana aksi, serta mengumpulkan dan
menggunakannya dengan efektif, dan atas dasar sumber daya yang
berkesinambungan untuk mengimplementasikan, memonitor dan
mengevaluasi rencana aksi tersebut, dan vi) memanfaatkan umpan balik
sebagai pembelajaran.
Selanjutnya bila dikaitkan dengan penjelasan di atas mengenai
pembelajaran, Morrison (2001:4) juga mengemukkan bahwa :
“ Capacity building can be seen as a process to induce, or set in motion, multi-level change in individuals, groups, organisations and systems seeking to strengthen the self-adaptive capabilities of people and organisations so that they can respond to a changing environment on an on-going basis. Capacity building is a process and not a product. In particular, capacity building is a multi-level learning process, with links ideas to action. Capacity building, in this view, can be defined as actionable learning”.
24
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa Capacity Building
dapat dilihat sebagai sebuah proses untuk mempengaruhi, atau
menggerakkan, perubahan di berbagai tingkatan (multi-level) pada
individu, kelompok, organisasi dan sistem yang berusaha memperkuat
kemampuan adaptasi diri dan organisasi sehingga mereka dapat merespon
perubahan lingkungan yang terjadi secara terus-menerus. Capacity
Building merupakan suatu proses bukan suatu hasil. Lebih khususnya,
Capacity Building adalah suatu proses belajar multi level yang erat
kaitannya dengan ide terhadap tindakan. Capacity building dalam
pandangan ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran.
Berdasarkan pernyataan Morrison diatas terdapat kata kunci definitif
tentang Capacity Building (Pengembangan Kapasitas) menurut Soeprapto
(2006 : 11) yakni :
a. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses. b. Pengembangan kapasitas adalah proses pemelajaran multi-tingkatan
meliputi individu, grup, organisai dan sistem. c. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap. d. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning
dimana pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses-proses pemelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus menerus beradaptasi atas perubahan.
Berdasarkan pemaparan mengenai definisi Capacity Building
menurut para ahli-ahli di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Capacity Building (pengembangan kapasitas) secara umum merupakan
suatu proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan,
25
keterampilan, dan keahlian yang dimiliki oleh individu, kelompok atau
organisasi serta sistem untuk memperkuat kemampuan diri, kelompok dan
organisasi sehingga mampu mempertahankan diri/profesinya ditengah
perubahan yang terjadi secara terus menerus.
2. Tujuan Capacity Building
Menurut Keban (2000:7) bahwa Capacity Building (Pengembangan
Kapasitas) adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan responsifitas dari kinerja.
Lebih lanjut Morrison (2001:23) mengatakan bahwa :
“ Learning is a process, which flows from the need to make sense out of experience, reduce the unknown and uncertain dimensions of life and build the competencies required to adapt to change”
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa tujuan dari Capacity
Building (pengembangan kapasitas) adalah pembelajaran, berawal dari
mengalirnya kebutuhan untuk mengalami suatu hal, mengurangi
ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam hidup, dan mengembangkan
kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi menghadapi perubahan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa adapun tujuan dari Capacity Building
(pengembangan kapasitas) dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Secara umum diidentikkan pada perwujudan sustainabilitas
(keberlanjutan) suatu sistem.
2. Secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik
dilihat dari aspek :
26
a. Efisiensi dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang
dibutuhkan guna mencapai suatu outcome
b. Efektifitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil
yang diinginkan
c. Responsifitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan
dan kemampuan untuk maksud tersebut.
d. Pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup,
organisasi dan sistem.
3. Karakteristik Capacity Building
Capacity Building (Pengembangan kapasitas) (Gandara, 2008:16)
dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.
b. Memiliki esesensi sebagai sebuah proses internal.
c. Dibangun dari potensi yang telah ada.
d. Memiliki nilai intrinsik tersendiri.
e. Mengurus masalah perubahan.
f. Menggunakan pendekatan terintegrasi dan holistik.
Dari indikator-indikator diatas dapat dimaknai bahwa Capacity
Building merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan,
bukan berangkat dari pencapaian hasil semata, seperti yang telah
dijelaskan dimuka bahwa Capacity Building adalah proses pembelajaran
akan terus melakukan keberlanjutan untuk tetap dapat bertahan terhadap
perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus.
27
Capacity Building bukan proses yang berangkat dari nol atau
ketiadaan, melainkan berawal dari membangun potensi yang sudah ada
untuk kemudian diproses agar lebih meningkat kualitas diri, kelompok,
organisasi serta sistem agar tetap dapat beratahan di tengah lingkungan
yang mengalami perubahan secara terus-menerus.
Capacity Building bukan hanya ditujukkan bagi pencapaian
peningkatan kualitas pada satu komponen atau bagian dari sistem saja,
melainkan diperuntukkan bagi seluruh komponen,bukan bersifat parsial
melainkan holistik, karena Capacity Building bersifat multi dimensi dan
dinamis dimana dicirikan dengan adanya multi aktifitas serta bersifat
pembelajaran untuk semua komponen sistem yang mengarah pada
sumbangsih terwujudnya kinerja bersama (kinerja kolektif).
Walaupun konsep dasar dari Capacity Building ini adalah proses
pembelajaran, namun Capacity Building pada penerapannya dapat diukur
sesuai dengan tingkat pencapaiannya yang diinginkan, apakah
diperuntukkan dalam jangka waktu yang pendek, menengah atau panjang.
Proses Capacity Building dalam tingkatan yang terkecil merupakan
proses yang berkaitan dengan pembelajaran dalam diri individu, kemudian
pada tingkat kelompok, organisasi dan sistem dimana faktor-faktor
tersebut juga difasilitasi oleh faktor eksternal yang merupakan lingkungan
pembelajarannya. Dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terus
menerus, maka pengembangan kapasitas memerlukan aktifitas adaptif
untuk meningkatkan kapasitas semua stakeholder-nya.
28
4. Dimensi dan Tingkatan Capacity Building
Konsep Capacity building secara umum merupakan serangkaian
strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
responsivitas dari kinerja individu, kelompok atau organisasi serta sistem.
Hal tersebut mendefinisikan apa yang dijelaskan oleh Grindle (1997:
1-28) bahwa:
“Capacity building is the combination of strategy directed to improve efficiency, effectiveness, and responsiveness from the government performance, with attention focused on these dimensions: (1) Development of the human resource; (2) Strengthening organization; and (3) Reformation of institution
Dari penjelasan Grindle diatas mengungkapkan bahwa dimensi
pengembangan kapasitas terdiri atas : (1) pengembangan sumberdaya
manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan.
Adapun penjelasan dari ketiga unsur diatas menurut Keban (2000:7)
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a) Dalam konteks pengembangan sumberdaya manusia, perhatian diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain training, pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistem rekruitmen yang tepat.
b) Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistem manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata sistem insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi, dan struktur manajerial.
c) Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistem dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam hal ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan “aturan main” dari sistem ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta
29
reformasi sistem kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani
Dimensi Capacity Building (peningkatan kemampuan) ini juga
diungkapkan oleh beberapa ahli lain,yaitu sebagai berikut :
A Fiszben (1997) said that to Skill improvement is focused on; (1) The capability of labor. (2) The capability of technology established in organization or institution; and (3) The capability of the “capital”, such as in resources, instrumental, and infrastructure. And D. Eade (1998), formulated to improve the capability in three dimensions; they are; (1) Individual, (2) Organization and (3) Network. Improving individual and organization dimension are the first key or the first strategy for improving the performance (Mentz, 1997), but when the network dimension is most important too, because of this dimension, the individual and organization can learn to improve themselves and make the interaction with their environment”.
Berdasarkan pendapat A Fiszben (1997) beliau mengatakan bahwa
Capacity Building difokuskan pada: (1) kemampuan tenaga kerja (labor);
(2) kemampuan teknologi dalam wujud organisasi atau kelembagaan; dan
(3) kemampuan “capital” seperti sumberdaya, sarana dan infrastruktur.
Dan D.Eade (1998) merumuskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan
ada tiga dimensi yaitu : 1) individu 2) orgnisasi dan 3) jaringan.Upaya
pengembangan kemampuan individu dan organisasi adalah kunci utama
dan strategi yang utama untuk meningkatkan kinerja (Mentz,1997),
Namun dengan adanya dimensi jaringan juga merupakan hal yang penting,
karena melalui dimensi ini individu dan organisasi dapat belajar
mengembangankan kemampuan mereka dan jaringan dapat membuat
individu dan organisasi dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
30
Sementara itu, UNDP (Riyadi, 2006:13) memfokuskan Capacity
Building pada tiga dimensi yaitu :
(1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan; (2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung; dan (3) teknologi yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan keputusan, pengendalian dan evaluasi, serta sistem informasi manajemen. Dan United Nations memusatkan perhatiannya kepada: (1) mandat atau struktur legal; (2) struktur kelembagaan; (3) pendekatan manajerial; (4) kemampuan organisasional dan teknis; (5) kemampuan fiskal lokal; dan (6) kegiatan-kegiatan program.
Lebih lanjut Riyadi (2006:14) mengungkapkan tentang dimensi
Capacity Building bahwa :
Semua dimensi peningkatan kemampuan diatas dikembangkan sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai “good governance”. Pengembangan sumberdaya manusia misalnya, dapat dilihat sebagai suatu strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan memelihara nilai-nilai moral dan etos kerja. Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu lembaga pemerintahan mampu: (1) menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas; (2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan; (3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat, dan (4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang. Dan pengembangan jaringan kerja, misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama atau kolaborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip saling menguntungkan. Dari penjelasannya diatas Riyadi (2006:14) menuturkan lebih lanjut
bahwa :
Bila dicermati berbagai pendapat diatas maka “capacity building” sebenarnya berkenaan dengan strategi menata input dan proses dalam mencapai output dan outcome, dan menata feedback untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada tahap berikutnya. Strategi menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga menyediakan berbagai jenis
31
dan jumlah serta kualitas sumberdaya manusia dan non manusia agar siap untuk digunakan bila diperlukan. Strategi menata proses berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memproses dan mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan strategi menata feedback berkenaan dengan kemampuan melakukan perbaikan secara berkesinambungan dengan mempelajari hasil yang dicapai, kelemahan-kelemahan input dan proses, dan mencoba melakukan tindakan perbaikan secara nyata setelah melakukan berbagai penyesuaian dengan lingkungan. Strategi-strategi tersebut harus dinilai secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang strategis yang menjadi prioritas utama kegiatan pada saat sekarang.
Berdasarkan pendapat riyadi diatas jelas bahwasannya Capacity
Building dimaksudkan dapat diselenggarakan dalam seluruh lini dari mulai
komponen yang paling kecil sampai pada komponen sistem yang pada
akhirnya bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, yang
berkualitas. Dan yang menjadi hal penting bagaimana agar supaya
Capacity ini dapat ditata dan diimplementasikan dalam seluruh lini melihat
kompleksitas dimensi dan tingkatan dari Capacity Building ini. Oleh
karena itu masing-masing tingkatan memiliki perlakuan yang berbeda
namun esensinya sama mengarah pada pencapaian kualitas yang lebih baik
lewat pembelajaran yang terjadi secara terus menerus tanpa ada akhir.
Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan bahwa capacity building
memiliki dimensi dan tingkatan sebagai berikut :
a. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada individu
b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada organisasi
c. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem
32
Berikut gambaran mengenai tingkatan dan dimensi pengembangan
kapasitas menurut Riyadi (2006 :15) adalah :
Culture
Gambar 2.1
Tingkatan dalam Capacity Building
Dari pemaparan mengenai dimensi pengembangan kapasitas di atas,
penulis dapat simpulkan sebagai berikut.
Dari gambar tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa
pengembangan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan
berkesinambungan pada 3 (tiga) tingkatan-tingkatan :
a. Dimensi dan tingkatan Individu, adalah tingkatan dalam sistem yang
paling kecil, dalam tingkatan ini aktivitas Capacity Building yang
ditekankan adalah pada aspek membelajarkan individu dalam rangka
mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam ruang
lingkup penciptaan peningkatan keterampilan-keterampilan dalam diri
individu, penambahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang
saat ini, peningkatan tingkah laku untuk memberikan tauladan, dan
Pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
pengelompokkan kerja
Pengambilan keputusan Sumber-sumber
Prosedur-prosedur Struktur-struktur
Kerangka kerja formal yang mendukung kebijakan-
kebijakan
Pengembangan
kapasitas
Tingkat Individu
Tingkat Organisasi
Tingkat Sistem
33
motivasi untuk bekerja lebih baik dalam rangka melaksanakan tugas
dan fungsinya untuk mencapai tujuan lembaga/oragnisasi yang telah
dirancang sebelumnya dengan berbagai kegiatan-kegiatan misalnya
contoh kecil dengan pelatihan, sistem rekruitmen yang baik, sistem
upah dan sebagainya. Contohnya pada bidang pendidikan dimensi
pengembangan kapasitas melalui upaya pembinaan guru agar dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam diri dengan baik, seperti
kemampuan mengelola pembelajaran beserta keterampilan-
keterampilannya, membimbing murid, melakukan penelitian tindakan
kelas dan penulisan karya ilmiah, mengukuti seminar, pelatihan yang
erat kaitannya dengan tugas dan fungsi sebagai guru serta serangkaian
kegiatan lain yang dapat meningkatkan potensi diri guru demi
kepentingan pembelajaran.
b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada kelembagaan
atau organisasi terdiri atas sumber daya organisasi, budaya organisasi,
ketatalaksanaan, struktur organisasi atau sistem pengambilan
keputusan dan lainnya. Contoh dalam pengembangan kapasitas
diaplikasikan pada dimensi organisasi dengan fokus pada upaya
penciptaan iklim sekolah yang kondusif berdasarkan hasil kesepakatan
dengan masing-masing elemen yang ada di sekolah atau pemberlakuan
peraturan-peraturan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu sekolah.
c. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem
merupakan tingkatan yang paling tinggi dimana seluruh komponen
34
masuk didalamnya. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang
berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi
dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu;
Komponen-komponen tersebut diantaranya seperti kebijakan dan
sumber daya manusia dan lainnya. Contohnya dalam bidang
pendidikan adalah pembenahan kebijakan skala makro terkait
peraturan atau undang-undang untuk sertifikasi dsb, agar tercapai
tujuan pendidikan yang bermutu.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Capacity Building
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan
maupun kesuksesan program pengembangan kapasitas. Namun secara
khusus Soeprapto (2006 : 20) mengemukakan bahwa faktor-faktor
signifikan yang mempengaruhi pengembangan kapasitas adalah sebagai
berikut :
1. Komitmen bersama. Collective commitments dari seluruh aktor yang terlibat dalam sebuah organisasi sangat menentukan sejauh mana pengembangan kapasitas akan dilaksanakan ataupun disukseskan. Komitmen bersama ini merupakan modal dasar yang harus terus menerus ditumbuhkembangkan dan dipelihara secara baik oleh karena faktor ini akan menjadi dasar dari seluruh rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya komitmen baik dari pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah dan juga staff yang dimiliki, sangatlah mustahil mengharapkan program pengembangan kapasitas bisa berlangsung apalagi berhasil dengan baik.
2. Kepemimpinan. Faktor conducive leadership merupakan salah satu hal yang paling mendasar dalam mempengaruhi inisiasi dan kesuksesan program pengembangan kapasitas personal dalam kelembagaan sebuah organisasi. Dalam konteks lingkungan organisasi publik, harus terus menerus didorong sebuah mekanisme kepemimpinan yang dinamis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta. Hal ini karena tantangan ke depan yang semakin berat dan juga realitas
35
keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor publik. Kepemimpinan kondusif yang memberikan kesempatan luas pada setiap elemen organisasi dalam menyelenggarakan pengembangan kapasitas merupakan sebuah modal dasar dalam menentukan efektivitas kapasitas kelembagaan menuju realisasi tujuan organisasi yang diinginkan.
3. Reformasi peraturan. Kontekstualitas politik pemerintahan daerah di indonesia serta budaya pegawai pemerintah daerah yang selalu berlindung pada peraturan yang ada serta lain-lain faktor legal-formal-prosedural merupakan hambatan yang paling serius dalam kesuksesan program pengembangan kapasitas. Oleh karena itulah, sebagai sebuah bagian dari implementasi program yang sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan maka reformasi (atau dapat dibaca penyelenggaran peraturan yang kondusif) merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan dalam rangka menyukseskan program kapasitas ini.
4. Keempat, reformasi kelembagaan. Reformasi peraturan di atas tentunya merupakan salah satu bagian penting dari reformasi kelembagaan ini. Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada pengembangan iklim dan budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan program kapasitas personal dan kelembagaan menuju pada realisasi tujuan yang ingin dicapai. Reformasi kelembagaan menunjuk dua aspek penting yaitu struktural dan kultural. Kedua aspek ini harus dikelola sedemikian rupa dan menjadi aspek yang penting dan kondusif dalam menopang program pengembangan kapasitas karena pengembangan kapasitas harus diawali pada identifikasi kapasitas yang dimiliki maka harus ada pengakuan dari personal dan lembaga tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki dari kapasitas yang tersedia (existing capacities). Pengakuan ini penting karena kejujuran tentang kemampuan yang dimiliki merupakan setengah syarat yang harus dimiliki dalam rangka menyukseskan program pengembangan kapasitas.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Komitmen bersama yang berkelanjutan menjadi dasar
terselenggaranya program pengembangan kapasitas personal.
Misalnya komitmen kepala sekolah, guru dan staff di lembaga
pendidikan untuk terus belajar dan belajar dalam upaya meningkatkan
36
kemampuannya dan mengembangkan kapasitasnya sebagai pemimpin,
pendidik dan pengelola pendidikan. Hal tersebut akan mempercepat
pencapaian tujuan lembaga pendidikan secara khusus dan tujuan
pendidikan nasional secara umum. Adanya komitmen bersama untuk
memajukkan lembaga atau organisasi untuk kepentingan bersama.
2. Kepemimpinan adalah salah satu faktor yang memiliki pengaruh
terhadap penyelenggaraan program pengembangan kapasitas
individu/personal dalam lembaga. Dalam lembaga atau organisasi
pemimpin merupakan orang yang paling memiliki andil besar dalam
upaya membawa bawahannya ke arah kemajuan dalam wujud
penciptaan peningkatan kemampuan guru dan staff atau malah
sebaliknya. Kepemimpinan yang kondusif, Pemimpin yang peka dan
mengetahui kebutuhan akan pengembangan kualitas diri guru dan staff
sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Capacity Building.
Contohnya bila kepemimpinan kepala sekolahnya bagus, guru-guru
yang kurang kompeten dalam kompetensi X akan diadakan perlakuan
khusus untuk dapat meningkatkan kemampuan guru tersebut, dengan
mengirimkannya pada pelatihan, seminar, sekolah lagi dll.
3. Penyelenggaran peraturan yang kondusif yang dapat menciptakan
berkembang dengan baik kegiatan Capacity Building dapat
dicontohkan misalnya kebijakan sekolah, baik dari pihak pemerintah
setempat ataupun yayasan atau kepala sekolah terhadap
penyelenggaraan kegiatan program peningkatan kemampuan guru,
37
yang dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas, ruang dan waktu
untuk mengembangkan kemampuan personal dengan tidak
mengenyampingkan tugas dan kewajiban yang sudah menjadi
tanggungjawab guru atau staff.
4. Sebuah organisasi yang memiliki budaya mutu yang kuat akan
mempermudah terselenggaranya program pengembangan kapasitas
personal ataupun organisasi. Misal sebuah sekolah atau lembaga
pendidikan yang menanamkan budaya mutu pada penyelenggaraan
pendidikannya, akan menumbuhkan kebiasaan pada masyarakat
sekolah tersebut untuk senantiasa menampilkan kinerja berbasis mutu,
sehingga hal ini memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan
program pengembangan kapasitas personal. Sementara itu sikap
mengakui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh personal
sebagai anggota organisasi akan menumbuhkan sikap untuk selalu
belajar dari orang lain dan membelajarkan orang lain. Misal seorang
guru yang mengakui dan menyadari kelemahan atau kekurangan
sebagai pendidik akan menjadikan belajar sebagai prinsipnya dalam
menjalankan aktivitas profesinya sebagai upaya pengembangan
kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar.
6. Persyaratan-persyaratan dalam Capacity Building
Sebelum pengembangan kapasitas dilaksanakan ada beberapa
persyaratan yang perlu diketahui. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut
menurut (Yuwono,2003) dalam Soeprapto (2006:22)
38
a. Partisipasi merupakan salah satu persyaratan yang sangat penting karena menjadi dasar seluruh rangkaian kegiatan pengembangan kapasitas. Partisipasi dari semua level, tidak hanya level staf atau pegawai saja, tetapi juga level pimpinan atas, menengah dan bawah sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan program, maka sudah semestinya inisiatif partisipasi ini dibangun sejak awal hinga akhir program pengembangan kapasitas dalam rangka menjamin kontinuitas program.
b. Inovasi juga merupakan persyaratan lain yang tidak kalah penting dan mendesak. Harus diakui bahwa inovasi adalah bagian dari program pengembangan kapasitas, khususnya dalam kerangka menyediakan berbagai alternatif dan metode pengembangan kapasitas yang bervariasi, dan menyenangkan. Hampir tidak mungkin terjadi pengembangan kapasitas tanpa diikuti oleh inovasi (karena capacity building merupakan bentuk dari sebuah inovasi). Pengembangan mengabaikan, menghambat ataupun tidak memberikan ruang terhadap inovasi. Inovasi penting karena pekerjaan bukanlah sesuatu yang statis sifatnya, tetapi justru dinamis sesuai dengan tuntutan publik yang kian tinggi.
c. Kemudian, akses terhadap informasi merupakan persyaratan lain yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan program pengembangan kapasitas. Pada bentuk organisasi yang tradisional dan birokratis, semua informasi dipegang dan dikuasai oleh pimpinan. Kondisi seperti ini jelas tidak memungkinkan pengembangan kapasitas. Sebaliknya, pengembangan kapasitas salah satunya harus dimulai dengan memberikan akses dan kesempatan untuk memperoleh informasi secara cukup baik dan efektif guna mendukung program yang akan dilaksanakan.
d. Akuntabilitas juga merupakan persyaratan lain yang tidak kalah urgennya. Akuntabilitas penting untuk menjaga bahwa program pengembangan kapasitas juga harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga menuju pada suatu hasil yang diinginkan. Dengan kata lain akuntabilitas dibutuhkan dalam rangka penjaminan bahwa program pengembangan kapasitas merupakan kegiatan yang legitimate, kredibel, akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan. Persyaratan yang terakhir adalah kepemimpinan. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas kepemimpinan memegang peranan penting dalam kesuksesan program pengembangan kapasitas organisasi.
e. Kepemimpinan yang dipersyaratkan dalam pengembangan kapasitas antara lain adalah keterbukaan (openness), penerimaan terhadap ide-ide baru (receptivity to new ideas), kejujuran (honesty), perhatian (caring), penghormatan terhadap harkat dan martabat (dignity) serta penghormatan kepada orang lain (respect to people). Semakin pemimpin memberikan kepercayaan dan suasana kondusif pada staf untuk berkembang, maka akan semakin sukseslah program pengembangan kapasitas dalam sebuah organisasi.
39
Dari penjelasan mengenai persyaratan-persyaratan dalam Capacity
Building dapat diuraikan bahwa :
1. Partisipasi aktif dari seluruh anggota organisasi sangat diperlukan dan
menjadi syarat penyelenggaraan program pengembangan kapasitas
personal. Seorang guru yang sedang menjalankan program
pengembangan kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar, tidak
dapat menganalisis kinerjanya dengan baik manakala tidak ada atau
kurangnya partisipasi dari stake holder yang ada di sekolah. Seperti
yang kita ketahui bahwa Capacity Building ini akan terlaksana
manakala seluruh elemen dalam sistem tidak mendukung. Partisipasi
aktif dari seluruh anggota organisasi atau lembaga pada hakekatnya
akan menghasilkan analisis dengan penilaian yang objektif dan
pengembangan kapasitas pun dapat dikatakan dengan baik.
2. Inovasi merupakan elemen yang penting dalam penyelenggaraan
program pengembangan kapasitas. Contohnya seorang guru yang
kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar selalu dihadapkan pada
situasi yang selalu berubah dari hari ke hari, oleh karena situasi
tersebut guru dituntut untuk dapat tanggap memunculkan ide-ide,
kreativitas dan inovasi agar pembelajaran dapat dihasilkan lebih
berkualitas,inovasi ini diharapkan dapat dimunculkan sebagai bagian
dari kegiatan Capacity Building sejalan dengan kebutuhan akan
penciptaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan.
40
3. Program pengembangan kapasitas personil dapat terselenggara apabila
personal memiliki inisiatif untuk mengakses informasi. Contoh
seorang guru yang menyadari pentingnya kesadaran akan aksses
informasi bila dihubungkan dengan kebutuhan akan adaptabilitas
terhadap kemajuan iptek, akan berusaha untuk dapat memenuhi
tuntutan tersebut, hal ini juga merupakan salah satu kemudahan yang
didapatkan dengan pemanfaatan akses informasi terhadap kemudahan
akan menjalankan tugas dan kewajibannya serta kemudahan akses
informasi dalam membantu dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan sesuatu.
4. Dalam program pengembangan kapasitas personal harus terdapat
kegiatan-kegiatan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh personil
sebagai upaya meningkatkan kemampuannya harus dapat
dipertanggung jawabkan oleh personal itu sendiri. Contoh seorang
guru yang berusaha mengembangkan pengetahuan, wawasan,
keterampilan, bakat dan potensinya yang kemudian diaplikasikannya
pada suatu kegiatan, maka sudah barang tentu guru tersebut akan
mempetanggungjawabkan hasil kerja/kegiatan yang telah
dilakukannya karena guru tersebut yang lebih mengetahui
dibandingkan dengan yang lainnya.
5. Dari penjelasan diatas, dapat diambil makna bahwa kepemimpinan
merupakan syarat dalam penyelenggaraan pengembangan kapasitas.
Contohnya, seorang guru yang menerapkan capacity building dalam
41
menjalankan tugas dan kewajibannya, tanpa didukung dengan
kepemimpinan yang kondusif maka, upaya pelaksanaan dari Capacity
Building tersebut akan terhambat, karena kepemimpinan kepala
sekolah sangat mempengaruhi tumbuh dan kembangnya kegiatan para
guru yang ada di sekolah, dikarenakan unsur fasilitasi yang
merupakan wujud kepemimpinannya tidak ada.
7. Kegiatan Capacity Building
Pengembangan kapasitas memiliki aktifitas tersendiri yang
memungkinkan terjadinya pengembangan kapasitas pada sebuah sistem,
organisasi, atau individu, dimana ada aktifitas tersebut terdiri atas beberapa
fase umum.Adapun fase tersebut menurut Gandara (2008 : 18) dalam dapat
dilihat dalam gambar dibawah ini :
Gambar 2. 3.
PERENCANAAN
1. Membuat rencana tahunan
2. Membuat rencana pembelanjaan
jangka menengah
3. Menyusun skala prioritas
EVALUASI
1. Evaluasi dampak
2. Perencanaan
ulang rencana
tindak
pengembangan
kapasitas
SIKLUS
CAPACITY
BUILDING
ANALISIS
1. Identifikasi isu
2. Analisis proses
3. Analisis organisasi
4. Pengukuran kesenjangan kapasitas
5. Memunculkan semua
pengembangan kapasitas
AKSI
1. Pemrograman tahunan dan
penganggaran keuangan
2. Perencanaan proyek
3. Penyeleksian penyedia jasa
4. Implementai proyek
5. Monitoring proses
PERSIAPAN
1. Identifikasi kebutuhan untuk proses
pengembangan kapasitas.
2. Penentuan tujuan
3. Menyatakan tanggung jawab
42
Gambar 2.2
Siklus capacity building
Penjelasan mengenai uraian kegiatan pengembangan kapasitas di atas
adalah sebagai berikut :
a. Fase Persiapan. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1).
Identifikasi kebutuhan untuk pengembangan kapasitas, langkah kerja
ini memiliki kegiatan utama yaitu mengenali alasan-alasan dan
kebutuhan nyata untuk mengembangkan kapasitas. (2). Menentukan
tujuan-tujuan. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu
melakukan konsultasi dengan stakeholder utama untuk
mengidentifikasi isu utama pengembangan kapasitas (3). Memberikan
tanggung jawab. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu
menetapkan penanggungjawab kegiatan pengembangan kapasitas,
misal membentuk tim teknis atau satuan kerja (4). Merancang proses
pengembangan kapasitas. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama
yaitu menentukan metodologi pemetaan sesuai permasalahan yang
muncul dan membuat penjadwalan kegiatan tentang proses pemetaan
dan tahapan perumusan berikutnya tentang rencana tindak
pengembangan kapasitas. (5). Pengalokasian sumber daya. Kegiatan
utamanya adalah mengidentifikasi pendanaan kegiatan proses
pengembangan kapasitas dan mengalokasikan sumber daya dengan
membuat formulasi kebutuhan sumber daya sesuai anggaran yang
dibutuhkan dan dapat disetujui oleh pihak berwenang.
43
b. Fase Analisis. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1).
Mengidentifikasi permasalahan dalam hal ini kegiatan utamanya
berupa melakukan pemeriksaan terhadap masalah untuk penyelidikan
lebih lanjut. (2). Analisis terhadap proses dalam hal ini kegiatan
utamanya berupa menghubungkan permasalahan untuk pemetaan
kapasitas dengan proses kinerja system, organisasi dan individu. (3).
Analisis organisasi dalam hal ini kegiatan utamanya berupa memilih
organisasi untuk diselidiki legih dalam (pemetaan organisasional). (4).
Memetakan gap dalam kapasitas dalam hal ini kegiatan utamanya
adalah berupa memetakan jurang pemisah antara kapasitas ideal
dengan kenyataannya. (5). Menyimpulkan kebutuhan-kebutuhan
pengembangan kapasitas yang mendesak dalam hal ini kegiatan
utamanya adalah berupa menyimpulkan temuan-temuan dan
mengumpulkan usulan-usulan untuk rencana tindak pengembangan
kapasitas.
c. Fase Perencanaan. Pada fase ini terdapat 3 langkah kerja yaitu : (1).
Perencanaan tahunan, kegiatan utamanya adalah merumuskan draf
rencana tindak pengembangan kapasitas. (2). Membuat rencana jangka
menengah, kegiatan utamanya berupa pertemuan-pertemuan
konsultatif. (3). Menyusun skala prioritas, kegiatan utamanya berupa
menetapkan skala prioritas pengembangan kapasitas dan tahapan-
tahapan implementasinya.
44
d. Fase Implementasi. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1).
Pemrograman, kegitan utamanya berupa mengalokasikan sumber daya
yang dimiliki saat ini. (2). Perencanaan proyek pengembangan
kapasitas, kegiatan utamanya berupa merumuskan kebijakan
implementasi pengembangan kapasitas. (3). Penyeleksian penyedia
jasa layanan pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa
mengidentifikasi layanan dan produk luar terkait kebutuhan
implementasi pengembangan kapasitas yang akan dikerjanakan. (4).
Implementasi proyek, kegiatan utamanya berupa implementasi
program tahunan pengembangan kapasitas sesuai sumber daya yang
ada dan jadwal yang tersedia. (5). Monitoring proses, kegiatan
utamanya berupa melakukan monitoring terhadap aktifitas-aktifitas
pengembangan kapasitas.
e. Fase Evaluasi. Pada fase ini terdapat 2 langkah kerja yaitu : (1).
Evaluasi dampak, kegiatan utamanya berupa mengevaluasi pencapaian
pengembangan kapasitas, seperti peningkatan kinerja.(2).
Merencanakan ulang rencana tindak pengembangan kapasitas, kegiatan
utamanya adalah melakukan analisa terhadap temuan monitoring
proses dan evaluasi dampak dalam konteks kebutuhan perencanaan
ulang pengembangan kapasitas.
Sedangkan Yap (2000:26) mengemukakan, bahwa cara-cara membangun
kapasitas adalah dengan melakukan kegiatan berikut:
45
a. Menganalisa lingkungan individu, grup, organisasi, komunitas, dan masyarakat yang akan dikembangkan kapasitasnya.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, kebutuhan, isu dan peluang terkait individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat yang akan dikembangkan kapasitasnya.
c. Merumuskan strategi untuk membangun kapasitas individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait.
d. Merancang rencana aksi untuk membangun kapasitas individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait.
e. Menghimpun dan menggunakan semua sumber daya yang sudah ada untuk mengimplementasikan, mengawasi, dan mengevaluasirencana aksi pengembangan kapasitas individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait.
f. Menggunakan umpan balik untuk mempelajari pelajaran yang dapat diambil dari keseluruhan proses pengembangan kapasitas yang diterapkan terhadap individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahwa dalam
penyelenggaraan program pengembangan kapasitas kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan tidak dapat dilakukan secara instant, melainkan
melalui proses yang dilakukan secara berproses dan bertahap. contohnya
apabila seorang guru yang menginginkan kinerjanya dalam mengajar
dalam kualitas yang baik. Maka sudah menjadi keharusan bagi guru
tersebut untuk senantiasa belajar dan melaksanakan aktivitas yang erat
kaitannya dengan proses atau upaya pengembangan kualitas diri. Dalam
proses pengembangan kualitasnya guru harus mengalami siklus capacity
building yang mencakup didalamnya persiapan, analisis, perencanaan,
aksi dan evaluasi agar kegiatan Capacity Building tersebut dapat
terlaksana dengan baik.
46
8. Strategi Capacity Building
Strategi pengembangan kapasitas dapat digambarkan sebagai
berikut :
Tingkat Kapasitas Kinerja Sustainabilitas
Gambar 2. 3 Strategi capacity building
Berdasarkan gambar diatas penulis dapat diuraikan bahwa untuk
menciptakan sustainable dari kinerja sistem harus ditopang dengan
komponen kinerja sistem, organisasi dan personal yang baik. Dan untuk
menuju pada sustainabel kinerja sistem memerlukan waktu yang tidak
sebentar, karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwasannya capacity
Sistem
Organisasi
Personil
Kinerja Sistem (akses, mutu, pemerataan, efisiensi)
Kinerja Organisasi
Kinerja
Personil
Kinerja
Sistem Yang
Sustainabel
Peningkatan
Status
W
A
K
T
U
Kapasitas
individu/komunitas
/masyarakat
Perubahan
perilaku
individu/komuni
tas/masyarakat
Sustainitas perubahan
individu/komunitas/mas
yarakat
LINGKUNGAN EKTERNAL KEBUDAYAAN-SOSIAL-EKONOMI-POLITIK-PERATURAN-LINGKUNGAN HIDUP
47
Building ini berangkat dan berkembang dalam proses pembelajaran.
Kemudian pencapaian kinerja yang tinggi didapat dengan cara
meningkatkan kapasitas berdasarkan tingkatannya yaitu pada komponen
individu, organisasi dan sistem. Kesemua proses tersebut ditujukkan pada
upaya peningkatan status menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya,
perubahan status dapat dilihat dari adanya perubahan perilaku individu,
komunitas serta masyarakatnya . sustainabel perubahan perilaku ini akan
ditujukkan pada upaya mendukung tercapainya kinerja sistem yang
sustainabel.
Adapun untuk lingkungan eksternal berfungsi sebagai unsure
pendukung dan pemfasilitasi proses pembelajaran, yaitu merupakan
lingkungan pembelajarannya baik bagi skala personal, organisasi maupun
sistem. Faktor eksternal ini akan tetap terus berkembang secara terus
menerus tanpa akhir, kerena memang pada dasarnya lingkungan eksternal
ini adalah lingkungan yang bersifat dinamis.
B. KINERJA GURU
1. Pengertian Dasar Kinerja
Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari
kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English
Distionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar
kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan,
menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi
48
atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of
fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab
(to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu
yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a
person machine).
Menurut V. Rivai (2005 : 15) Kinerja pada hakekatnya merupakan
prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam menjalankan tugasnya atau
pekerjaannya sesuai dengan standar dan kreteria yang telah ditetapkan
untuk pekerjaan itu.
Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan
untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan (Sulistyorini,
2001).
Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan
tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat
tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich) (Rivai, 2005:15)
Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability
(A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O),
yaitu kinerja = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan, motivasi dan kesempatan Robbins (Mangkunegara ,2000 :67)
49
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi
berhubungan dengan banyak faktor.
Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: ability,
capacity, held, incentive, environment dan validity (Noto Atmojo, 1992).
Adapun ukuran kinerja menurut T.R. Mitchell (1989) dapat dilihat
dari empat hal, yaitu:
1. Quality of work – kualitas hasil kerja 2. Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan 3. Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan 4. Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan 5. Comunication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain.
Mangkunegara (2009:13-14) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain :
a. Faktor Kemampuan (Ability ). Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
b. Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
Kemudian menurut Rivai (2005:17) adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut :
“ Faktor yang menandai kinerja adalah : 1) kebutuhan yang dibuat pekerja;2) tujuan yang khusus;3) kemampuan;4) kompleksitas;5) komitmen;6) umpan balik;7) situasi;8) pembatasan; 9) perhatian pada setiap kegiatan; 10) usaha; 11) ketekunan; 12) ketaatan; 13) kesediaan untuk berkorban; 14) memiliki standar yang jelas”.
50
Kemudian menurut Payaman (Silvana, 2007:37) menjelaskan
bahwa “ kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
dikelompokkan ke dalam kompetensi individu, dukungan organisasi dan
dukungan manajemen”.
a. Kompetensi Individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan
melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dalam dua golongan,
yaitu:
1) Kemampuan dan keterampilan kerja
Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang
dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu
yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan dan
pegalaman kerjanya.
2) Motivasi dan etos kerja
Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong
semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar
belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-
nilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan
sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang akan
mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang
memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian,
tantangan dan prestasi akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
51
3) Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung pada dukungan
organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana
dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan
lingkungan kerja serta kondisi dan syarat kerja.
4) Dukungan Manajemen
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang juga sangat
tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau
pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan
industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan
mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan
menumbuhkan motivasi dan menggerakkan seluruh karyawan
untuk bekerja secara optimal. Dalam rangka pengembangan
kompetensi pekerja, manajemen dapat melakukan antara lain:
1) Mengidentifikasi dan mengoptimalkan pemanfaatan
kekuatan, keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh setiap
pekerja;
2) Mendorong pekerja untuk terus belajar meningkatkan
wawasan dan pengetahuannya;
3) Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada pekerja
untuk belajar, baik secara pribadi maupun melalui
pendidikan dan pelatihan yang dirancang dan
diprogramkan;
52
4) Membantu setiap orang yang menghadapi kesulitan dalam
melakukan tugas, misalnya dengan memberikan bimbingan,
penyuluhan, pelatihan atau pendidikan.
3. Kinerja Mengajar Guru
Guru merupakan salah elemen yang sangat penting dalam suatu
sistem pendidikan khususnya dalam persekolahan. Guru yang berkualitas
dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Oleh karena itu untuk menjadi seorang guru yang berkualitas tidaklah
didapatkan dengan mudah. Ada serangkaian persyaratan dan kompetensi
yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya.
Adapun salah satu tugas yang utama seorang guru dalam
menjalankan tugas adalah mengajar.Mengajar pada dasarnya tidak dapat
dipandang sebagai usaha yang sederhana dan mudah. Pengajaran yang
berkualitas bila dipandang dari sudut sistem disusun oleh beberapa unsur
yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi demi kualitas yang telah
direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu mengajar bagi seorang guru
memerlukan tanggungjawab moral yang berat
Nana sudjana (2002 : 29) menyatakan bahwa mengajar adalah
suatu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar
siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan
kegiatan belajar. Pendapat ini dipertegas oleh Usman (1996 : 6) mengajar
pada prinsipnya membmbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau
mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha
53
mengorganisasikan lingkungan dalam hubungan dengan anak didik dan
bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar mengajar.
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam
mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam
pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be
learnt), guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan
positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat
mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003).
Berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar, terdapat Tugas keprofesionalan Guru menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang
Guru dan Dosen yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran.
Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pada penampilan
mereka baik dari penampilan kemampuan akademik maupun kemampuan
profesi menjadi guru artinya mampu mengelola pengajaran di dalam kelas
dan mendidik siswa di luar kelas dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian kinerja mengajar guru sangat berperan dalam
menghasilkan pembelajaran yang berkualitas yang akan berdampak pada
upaya mempercepat pencapaian pada tujuan Pendidikan Nasional.
54
4. Indikator-Indikator Kinerja Guru
Menurut PMPTK (2008 : 20) adapun Indikator penilaian terhadap
kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran di kelas yaitu
sebagai berikut:
a. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap
yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar.
Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan
program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu
mengembangkan silabus dan rencanapelaksanaan pembelajaran
(RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari:
a. Identitas Silabus
b. Stándar Kompetensi (SK)
c. Kompetensi Dasar (KD)
d. Materi Pembelajaran
e. Kegiatan Pembelajaran
f. Indikator
g. Alokasi waktu
h. Sumber pembelajaran
Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan
sitilah RPP, yang merupakan penjabaran lebih rinci dan spesifik dari
silabus, ditandai oleh adnya komponen-komponen :
a. Identitas RPP
55
b. Stándar Kompetensi (SK)
c. Kompetensi dasar (KD)
d. Indikator
e. Tujuan pembelajaran
f. Materi pembelajaran
g. Metode pembelajaran
h. Langkah-langkah kegiatan
i. Sumber pembelajaran
j. Penilaian
b. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan
pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas,
penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta
strategi pembelajaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan
tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya
menuntut kemampuan guru.
1) Pengelolaan Kelas
Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna
mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah
tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. Kemampuan
guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa dapat diketahui
melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu masuk dan
keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai proses
56
pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa.
Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan
ruang/setting tempat duduk siswa yang dilakukan pergantian,
tujuannya memberikan kesempatan belajar secara merata kepada
siswa.
2) Penggunaan Media dan Sumber Belajar
Kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang
perlu dikuasi guru di samping pengelolaan kelas adalah
menggunakan media dan sumber belajar.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat
mendorong proses pembelajaran. (R. Ibrahimdan Nana Syaodih S.,
1993: 78).
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah
buku pedoman. Kemampuan menguasai sumber belajar di samping
mengerti dan memahami buku teks, seorang guru juga harus
berusaha mencari dan membaca buku-buku/sumber-sumber lain
yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk
keperluan perluasan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam
proses pembelajaran.
Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak
hanya menggunakan media yang sudah tersedia seperti media
57
cetak, media audio, dan media audio visual. Tetapi kemampuan
guru di sini lebih ditekankan pada penggunaan objek nyata yang
ada di sekitar sekolahnya.
Dalam kenyataan di lapangan guru dapat memanfaatkan
media yang sudah ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar
dan sebagainya, atau guru dapat mendesain media untuk
kepentingan pembelajaran (by design) seperti membuat media foto,
film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya.
3) Penggunaan Metode Pembelajaran
Kemampuan berikutnya adalah penggunaan metode
pembelajaran. Guru diharapkan mampu memilih dan menggunakan
metode pembelajaran sesuai dengan materi yang akan
disampaikan. Menurut R. Ibrahim dan Nana S. Sukmadinata (1993:
74) ”Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan
kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun yang penting bagi
guru metode manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang
akan dicapai”. Karena siswa memiliki interes yang sangat
heterogen idealnya seorang guru harus menggunakan multi
metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode pembelajaran di
dalam kelas seperti metode ceramah dipadukan dengan tanya
jawab dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas
dan seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani
58
kebutuhan siswa, dan menghindari terjadinya kejenuhan yang
dialami siswa.
c. Evaluasi/Penilaian Pembelajaran
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan
untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga
proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahp ini seorang guru
dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan
cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan
penggunaan hasil evaluasi.
Pendekatan atau cara yang dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah melalui Penilaian Acuan
Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
PAN adalah cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada
jumlah soal yang diberikan atau penilaian dimasudkan untuk
mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai berdasarkan norma
kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya, adalah
siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya.
Sedangkan PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh
siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam
soal-soal tes yang dapat dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai
sebenarnya berdasarkan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar
oleh siswa. Dalam PAP ada passing grade atau batas lulus, apakah
59
siswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang
telah ditetapkan. Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan
untuk memberikan penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran.
Kemampuan lainnya yang perlu dikuasai guru pada kegiatan
evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat
evaluasi meliputi: tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Seorang
guru dapat menentukan alat tes tersebut sesuai dengan materi yang
disampaikan. Bentuk tes tertulis yang banyak dipergunakan guru
adalah ragam benar/salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi,
dan jawaban singkat. Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam
bentuk pertanyaan lisan dan langsung dijawab oleh siswa secara lisan.
Tes ini umumya ditujukan untuk mengulang atau mengetahui
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan
sebelumnya.Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru kepada
siswa. Dalam hal ini siswa diminta melakukan atau memperagakan
sesuatu perbuatan sesuai dengan materi yang telah diajarkan seperti
pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan
sebagainya.
Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini
dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes
secara variatif, karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya
digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar.
60
Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes,
hal lain yang harus diperhatikan guru adalah pengolahan dan
penggunaan hasil belajar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan hasil belajar, yaitu:
a. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak
dipahami oleh sebagian kecil siswa, guru tidak perlu
memperbaiki program pembelajaran, melainkan cukup
memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang
bersangkutan.
b. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami
oleh sebagian besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap
program pembelajaran, khususnya berkaitan dengan bagian-
bagian yang sulit dipahami.
Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan
pengembangan pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan
guru dalam pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatan-
kegiatan tersebut meliputi:
1) Kegiatan remidial, yaitu penambahan jam pelajaran,
mengadakan tes,dan menyediakan waktu khusus untuk
bimbingan siswa.
2) Kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program
semesteran maupun program satuan pelajaran atau rencana
61
pelaksanaan pembelajaran, yaitu menyangkut perbaikan
berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator penilaian kinerja guru
secara sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Kemampuan Dalam Perencanaan Pembelajaran
Pada fase ini guru diharapkan dapat mengelola perencanaan
pembelajaran sebelum pembelajaran dimulai dengan baik. Pada fase
ini lebih ditekankan pada aspek pemenuhan RPP dimaknai dan
dipahami dengan benar oleh guru. Kualitas pengelolaan perencanaan
pembelajaran ini akan menentukkan sejauh mana pelaksanaan
pembelajaran akan berhasil. Oleh karenanya dalam fase ini guru
diharapkan dapat memberdayakan sumber-sumber dan kemampuan
yang ada demi terciptanya perencanaan pembelajaran yang
berkualitas.
b. Kemampuan Dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Kemampuan ini lebih menekankan pada aspek implementasi dari
perencanaan pembelajaran yang telah dibuat. Pelaksanaan
pembelajaran ini dalam menunjang keberhasilannya sangat
dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menggunakan metode yang
tepat untuk mencapai kompetensi yang diharapkan bagi peserta didik.
Pada fase ini pun dukungan fasilitas juga sangat berpengaruh demi
kelancaran dan berkualitasnya suatu proses pembelajaran.
62
c. Kemampuan Melakukan Penilaian Dan Evaluasi.
Kemampuan melakukan evaluasi atau penilaian dilaksanakan dalam
rangka mengukur sejauh mana tingkat ketercapaian pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan, untuk dijadikan umpan balik serta
untuk mengukur tingkat perubahan perilaku dan pembentukkan
kompetensi peserta didik.
d. Kemampuan dalam Melakukan Tindak Lanjut (Remedial Atau
Pengayaan)
Remedial atau pengayaan secara sederhana dapat diartikan untuk
menindaklanjuti hasil dari evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini lebih
ditekankan pada tindak lanjut dalam meremedial hasil belajar siswa
agar kompetensi yang diharapkan atau dipersyaratkan dapat tecapai
5. Tugas Dan Fungsi Guru
Profesi yang diemban oleh seorang guru merupakan suatu profesi
yang didalamnya ada seperangkat yang sudah semestinya menjadi tugas,
dan fungsi guru, demi tercapainya pendidikan yang bermutu. Adapun
aktivitas dari tugas dan fungsi seorang guru yang dikemukakan oleh
P2TK Direktorat jendral Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut :
TUGAS FUNGSI URAIAN TUGAS I. Mendidik,
mengajar, membimbing dan melatih
1. Sebagai Pendidik
1.1 Mengembangkan potensi/kemampuan dasar peserta didik
1.2 Mengembangkan kepribadian peserta didik
1.3 Memberikan keteladanan
1.4 Menciptakan suasana pendidikan yang
63
kondusif.
2. Sebagai Pengajar
2.1 Merencanakan pembelajaran
2.2 Melaksankan pembelajaran.
2.3 Menilai proses dan hasil pembelajaran
3. Sebagai
pembimbing 1.1 mendorong
berkembangnya perilaku positif dalam pembelajaran
1.2 membimbing peserta didik memecahkan masalah dalam pembelajaran
4. sebagai pelatih 4.1 melatih keterampilan –
keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran.
4.2 membiasakan peserta didik berperilaku positif dalam pembelajaran.
II. Membantu pengelolaan dan pengembangan program sekolah
5. Sebagai pengembangan program
5.1 membantu mengembangkan proram pedidikan sekolah dan hubungan kerja sama intra sekolah.
6. Sebagai
pengelolan program
6.1 membantu secar aktif dalam menjalin hubungan dan kerja sama antar sekolah dan masyarakat.
III. Mengembangakan
keprofesionalan 7. Sebagai tenaga
profesional 7.1 melakukan upaya-upaya
untuk meningkatkan kemampuan profesional
Sumber : Ditjen Dikti P2TK, 2004: 9
64
Secara operasioanl, kemampuan mengelola pemebelajaran menyangkut
tiga fungsi manajerial, yaitu merencanakan, peleksanaan dan
pengendalian.
1. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan dan kompetensi, serta
memperkirakan cara mencapainya. Perencanaan merupakan fungsi
sentral dari manajemen pembelajaran dan harus berorientasi pada
masa depan. Dalam pengambilan dan pembuatan keputusantentang
proses pembelajaran, guru sebagai manajemen pembelajaran harus
melakukan berbagai pilihan menuju tercapainya tujuan .guru sebagai
manajer pembelajaran harus mampu megambil keputusan yang tepat
untuk mengelola berbagai sumber, baik sumber daya, sumber dana,
dan sumber belajar untuk membentuk kompetensi dasar dan
mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pelaksanaan atau sering disebut dengan implementasi adalah proses
yang memberikan kepastian bahwea proses belajar mengajar telah
memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang
diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai
tujuan yang diinginkan.dalam fungsi pelaksanaan ini termasuk
pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkanpennetuan
berbagai kegiatan, seperti pembagian pekerjaan kedalam tugas
khusus yang harus dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran. Dalam fungsi manajerial pelaksanaan proses
pengorganisasian terdapat pula fungsi kepemimpinan. Hal ini sejalan
65
dengan pendapat Dubrin (1990), bahwa fungsi pelaksanaan
merupakan fungsi fungsi manajerial yang mempengaruhi pihak lain
dalam upaya mencapai tujuan, yang akan melibatkan berbagai proses
antar pribadi, misalnya bagaimana memotivasi dan memberikan
ilustrasi kepada peserata didik, agar mereka dapat mencpai tujuan
pembelajaran dan mencapai kompetensi pribadinya secara optimal.
3. Pengendalian atau ada juga yang menyebutya dengan evaluasi dan
pengendalian, bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesua
dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan.
4. Tindak lanjut
Dalam fase tindak lanjut ini , merupakan kegiatan yang dilakukan
setelah melaksanakan evaluasi.
6. Lingkaran Tugas Guru dalam Pembelajaran
Dalam menjalankan tugas guru dalam pembelajaran dibagi menjadi
beberapa point, adapun point-point menurut Zainal Aqib (2002 : 81)
dapat digambarkan sebagai berikut :
66
Sumber : Zainal Aqib (Purwanti, 2005 : 40)
C. PENGARUH CAPACITY BUILDING TERHADAP KINERJA GURU
Dalam Brown, La Fond Mointyre (Rida Gandara 2008 : 52)
menyatakan bahwa Capacity Building merupakan proses untuk meningkatkan
kemampuan seseorang, group, organisasi, atau system untuk mencapai
tujuan-tujuannya atau untuk berkinerja lebih baik.
Kemudian pendapat ini juga didukung oleh pendapat dari D.Eade
(2000:8) dalam Keban (2000:8) : merumuskan peningkatan kemampuan
1. Perencanaan � Menetapkan tujuan pengajaran � Memilih dan mengembangkan
bahan ajar � Memilih dan mengembangkan
PBM � Memilih dan mengembangkan
media pembelajran yang sesuai � Memilih dan memanfaatkan
sumber belajar
4. Tindak lanjut � Menyiapkan evaluasi yang
telah direvisi � Menyiapkan materi pengayaan
3. Evaluasi � Menilai prestasi peserta
didik untuk kepentingan pengajaran
� Menilai PBM yang telah dilaksanakan
2. Pelaksanaan � Menciptakn iklim belajar
mengajar yang tepat
� Mengatur ruangan belajar
� Mengelola interaksi belajar
mengajar
67
dalam tiga dimensi, yaitu: (1) individu; (2) organisasi; dan (3) network.
Nampaknya pengembangan dimensi individu dan organisasi merupakan kunci
utama atau titik strategis bagi perbaikan kinerja (Mentz,1997)
Dalam penerapannya secara lini, dalam lingkupan yang lebih besar
(pemerintah) merujuk pada pendapat ahli bahwasannya Capacity building
merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi,
efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan
perhatian kepada dimensi: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2)
penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan (lihat Grindle, 1997: 1 -
28).
Dalam konsep kinerja, dalam pelaksanaannya kinerja seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: ability, capacity, held, incentive,
environment dan validity (Noto Atmojo, 1992).
Berdasarkan pada pendapat ahli diatas dapat disimpulkan
bahwasannya, capacity building merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja. Secara sederhana dapat dimaknai bahwa proses
belajar dalam pengembangan kapasitas yang berlangsung secara terus
menerus akan memberikan dampak terhadap upaya peningkatan kinerja.
Guru yang selalu berusaha untuk selalu belajar, meng update diri,
lewat kreativitas, adabtabilitas, motivasi dan perbaikan yang berkelanjutkan
akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja guru. Dalam
perhitungan didapat bahwa kinerja merupakan perkalian antara motivasi dan
ability, ketika motivasi seorang guru tinggi untuk melakukan pekerjaannya,
68
maka akan brdampak pada kinerja yang tinggi pula, dan sebaliknya. Adapun
upaya peningkatan motivasi diri termasuk kedalam salah satu aktivitas
capacity building.