ritual parmalim dalam cerita asal usul etnis batak
TRANSCRIPT
1
RITUAL PARMALIM DALAM CERITA ASAL USUL ETNIS BATAK:
PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA
SKRIPSI
OLEH:
SEVENRI HARIANJA
NIM 150701042
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
PERNYATAAN
RITUAL PARMALIM DALAM CERITA ASAL-USUL ETNIS BATAK:
PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA
OLEH
SEVENRI HARIANJA
NIM 150701042
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah di ajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan
dituliskan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak
benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.
Medan, Maret 2018
Penulis.
Sevenri Harianja
NIM 150701042
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
RITUAL PARMALIM DALAM CERITA ASAL USUL ETNIS BATAK:
PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA
OLEH
SEVENRI HARIANJA
NIM 150701042
ABSTRAK
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama atau kepercayaan tertentu. Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, seperti: waktu, tempat, alat, serta orang-orang yang menjalankan upacara. Metode penelitian ini mengunakan deskriptif kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu sastra dan budaya, khususnya dalam bidang Antropologi Sastra. Selanjutnya penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi sastra dengan sumber data penelitian ini adalah data lapangan, yaitu melalui wawancara dengan beberapa informan yang tinggal di tempat penelitian, tepatnya berlokasi di Desa Sarimarrihit, Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Maka hasil penelitian ini antara lain: 1) ritual mararisabtu. 2) ritual martutuaek, 3) ritual mardebata, 4) ritual pasahat tondi, 5) ritual sipaha sada (mangan napaet), 6) ritual sipaha sada (panghaoroanan ari hatutubu ni Tuhan Simaribulu Bosi), 7) ritual sipaha lima.
Kata Kunci: Ritual, Metode, Manfaat, dan Hasil penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat serta izin dari-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Ritual Parmalim dalam Cerita Asal Usul Etnis Batak:
Pendekatan Antropologi Sastra” yang merupakan salah satu persyaratan untuk
mencapai derajat sarjana S1 pada program studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Proses penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir memiliki banyak
kesulitan yang penulis alami. Namun berkat saran dan dukungan dari semua
pihak, hambatan-hambatan itu dapat teratasi dengan baik. Terwujudnya skripsi ini
tentunya setelah menempuh perjalanan panjang serta tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pada tempat dan kesempatan
ini penulis mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan kepada beliau-beliau
yang telah berjasa mengarahkan, membimbing, mendukung, dan menyemangati
penulis sehingga dapat menyelesaikan studi yang ditempuh. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rektor dan Wakil Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan
menerima penulis untuk duduk di salah satu kursi tempuh pendidikan di
lembaga pendidikan yang beliau pimpin.
2. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara yang telah menyediakan fasilitas-fasilitas yang telah penulis
gunakan selama kuliah di Fakutas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
3. Ketua Prodi Sastra Indonesia Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. dan Bapak
Sekretaris Jurusan Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. Terimakasih atas segala
petunjuk yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan semua urusan administrasi di Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Hariadi Susilo, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sepenuh
hati telah mencurahkan ilmu dan perhatiannya kepada penulis selama
menulis skripsi ini. Terimakasih juga atas saran-saran perbaikan, motivasi,
dorongan untuk tetap semangat dalam penulisan skrispsi ini hingga selesai.
5. Seluruh dosen yang telah memberi banyak ilmu kepada penulis selama
mengikuti kegiatan akademis di Program Studi Sastra Indonesia, Fakutas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Joko sebagai staf pekerja di Program Studi Sastra Indonesia,
Fakutas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak
membantu penulis dalam melengkapi data administrasi selama perkuliahan
dan dalam hal kelengkapan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang sedalam-dalamnya.
7. Kepada orangtua, Ayahanda dan Ibunda yang dalam keseharian penulis
panggil Pa dan Oma. Jika masih ada kata di atas terimakasih maka akan
penulis cari kata di atasnya lagi untuk mengucapkan rasa terimakasih
penulis kepada Ayahanda dan Ibunda, jika ada lagi, maka akan penulis cari
terus hingga penulis tidak bisa menemukan kata untuk mengucapkannya
lagi. Tidak terhingga, tidak bisa penulis ukur pengorbanan dan perjuangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
yang telah kalian limpahkan kepada penulis. Ibu yang seharusnya tidak
memundak sebatang kayu malah memundak 10 batang kayu demi biaya
hidup dan pendidikan anak-anaknya. Telapak kaki yang tidak mengenal
alas, panas yang tidak mengenal teduh, hujan yang tak mengenal payung,
semua kalian lakukan Pa, Ma sehingga penulis dapat sekolah dan kuliah
hingga akhirnya meraih gelar sarjana pada Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada Kakak-kakakku yang sangat ku sayangi dan yang sangat
menyanyangiku tentunya. Yang selalu memberi semangat, dorongan, dan
motivasi. Terkhusus kepada kakakku Juniar Harianja yang entah
bagaimana aku harus mengatakannya lagi. Semangat yang kau berikan
bukan seperti kata-kata semangat pada umumnya. Demikian juga
dorongan, motivasi, dan inspirasi bahkan dana yang kau berikan selama
penulis duduk di bangku kuliah hingga akhirnya mendapat gelar sarjana.
Penulis selalu bertanya-tanya, apakah masih ada orang yang lebih
mementingkan diri orang lain dibanding dirinya sendiri dan itu kau
buktikan sendiri tanpa jawaban kak. Terimakasih banyak atas perjuangan
mu yang sangat besar kepada diriku yang entah bagaimana nantinya aku
akan membalasnya. Terimakasih sebesar-besarnya.
9. Keluarga Besar Op. Selfrina, Oppung, Tulang, Nantulang, Bapak Tua,
Oma Tua, Uda, Nanguda, dan semua abang, kakak, serta adik-adik cucu
dari Op. Selfrina yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu namanya.
Terimakasih atas dukungan dan doa-doa kalian terhadap penulis sehingga
penulis bisa menyelesaikan studi dan penyusunan skripsinya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
10. Kepada rekan penulis dalam segala hal Adinda Pricilya Hutajulu yang
penulis panggil Lelequeen dalam keseharian. Terimakasih telah menjadi
rekan hati, teman, pendukung, penyemangat, dan banyak membantu
penulis selama kuliah dan menyusun skripsi ini dari awal hingga akhir.
Terimakasih tidak marah dan cemburu saat penulis duakan semenjak
kehadiran skripsi ini. Terimakasih juga telah menjadi rekan setia mabar
Freefire saat penulis jenuh mengerjaan skripsi ini.
11. Kepada pengisi ruang chat grup “Mungkin ini yang terbaik” di WhatsApp,
yang sebelumnya bernama “Jalanin aja dulu” di BBM, dan sebelumnya
bernama “Sintaksis” di Line. Anju Hutapea selaku mantan ketua KBSI dan
Rose juga, Abdul Wahid selaku pejuang cinta yang akhir-akhir ini sering
galau dan sering merantau ke Rantau, Andre Fitrah Kurniawan selaku
orang paling emosi saat mendengar saudara Abdul Wahid bicara, dan
Immanuel Sandro Purba selaku orang ter-HOAX yang pernah aku temui di
Sastra Indonesia, FIB, USU, Medan, Sumut, Semoga tidak sampai se-
Indonesia dan se-Dunia. Terimakasih banyak buat kalian sobat-sobat, telah
menjadi teman baik penulis semenjak awal perkuliahan hingga saat ini,
telah menjadi tim futsal yang baik bersama penulis, telah menjadi teman
touring penulis mengarungi beberapa tempat-tempat indah di Sumatra
Utara, telah menjadi teman susah senang penulis selama mengabdi di
kepengurusan KBSI periode 2017/2018, teman yang berjanji akan selalu
mengingat satu sama lain selamanya, hingga penulis menyelesaikan
menyusun skripsi ini. Terimakasih sobat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
12. Kepada rekan-rekan Sastra Indonesia angkatan 2015, terimakasih telah
menjadi wadah penulis selama proses perkuliahan. Terimakasih telah
memberi gambaran manis pahitnya kehidupan, terimakasih atas pemikiran,
motivasi, dukungan, dan doa-doa sehingga perkuliahan dan skripsi ini
selesai dengan tepat waktu.
13. Kepada sobat-sobat garingku yang menyebut diri mereka “Krik-Krik”.
Bereku Anita Manik yang selalu ku kompas, Yuliantika Purba yang selalu
ku panggil Buntal, Martha Simorangkir kawan satu kampungku dari
Parapat yang kalau tertawa tidak ingat batas, Mawar Nahampun manusia
paling receh di dunia, Tennike Silalahi manusia paling Kribo di dunia.
Terimakasih telah mengisi dan mewarnai hari-hari penulis selama di
bangku perkuliahan. Terimakasih telah ikut memberi pandangan, saran,
motivasi, dan ajakan ke Perpustakaan demi perkembangan skripsi ini.
Terimakasih juga selalu menyemangati dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
14. Semua pihak yang pernah membantu penulis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih atas segala bantuan yang
tulus, doa, serta dukungan kepada penulis selama proses pengerjaan
skripsi ini. Walaupun demikian, penulis akan tetap mengingat dan
mengenangnya sampai akhir hayat.
Akhir kata, dalam usaha penyelesaian skripsi inu, penulis telah berusaha
sungguh-sungguh. Oleh karena itu, jika ada kekurangan maupun kelemahan,
penulis bersedia menerima saran yang bersifat membina, demi sikap ilmiah dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
perbaikan bagi penulis pada masa mendatang, semoga skripsi ini bermamfaat bagi
dunia ilmu sastra Indonesia.
Medan, Maret 2019
Peneliti,
Sevenri Harianja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK.............................................................................................................iii
PRAKATA.............................................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1 1.2 Batasan Masalah.....................................................................................4
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................5 1.5.1 Manfaat Teoritis............................................................................5 1.5.2 Manfaat Praktis.............................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KAJIAN TEORI.......................7
2.1 Konsep....................................................................................................7
2.1.1 Cerita Rakyat.................................................................................7
2.1.2 Parmalim.......................................................................................9 2.1.2.1 Ritual Parmalim................................................................9
2.2 Kajian Pustaka......................................................................................10 2.3 Landasan Teori.....................................................................................13
2.3.1 Antropologi Sastra......................................................................13
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................18
3.1 Lokasi Penelitian..................................................................................18
3.2 Waktu dan Lama Penelitian.................................................................18
3.3 Sumber Data.........................................................................................18
3.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................................19
3.5 Teknik Analisis Data............................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
4.1 Bentuk-Bentuk Ritual Parmalim dalam Cerita Asal-Usul Etnis Batak....................................................................................................21 4.1.1 Ritual Mararisabtu.......................................................................21 4.1.2 Ritual Martutuaek........................................................................25 4.1.3 Ritual Mardebata.........................................................................27 4.1.4 Pasahat Tondi..............................................................................31 4.1.5 Ritual Sipaha Sada (Mangan Napaet).........................................32 4.1.6 Ritual Sipaha Sada (Panghaoroanan Ari Hatutubu Ni Tuhan Simaribulu Bosi)..................................................................................33 4.1.7 Ritual Sipaha Lima......................................................................36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................42
5.1 Kesimpulan..........................................................................................42
5.2 Saran.....................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
LAMPIRAN..........................................................................................................49
1. Cerita Asal Usul Etnis Batak Menurut Penutur Asli di Desa Sarimarrihit,
Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir dalam Bahasa Batak
Toba..................................................................................................................50
2. Cerita Asal Usul Etnis Batak Menurut Penutur Asli di Desa Sarimarrihit,
Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir dalam Bahasa
Indonesia..........................................................................................................68
3. Profil Parmalim................................................................................................87
4. Dokumentasi Penelitian...................................................................................89
5. Surat Ijin penelitian........................................................................................108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR GAMBAR
4.1 Aek Pangurason dan Jeruk Purut dalam Cawan Putih.........................22 4.2 Ulu Punguan Memimpin Upacara dalam Ruangan Parsaktian............23 4.3 Ulu Punguan Memercikkan Air kepada Seluruh Peserta Upacara.......24 4.4 Orangtua Menggendong Bayinya yang Sudah Berumur 30 Hari di
Sungai agar Diberi Nama dan Diberkati oleh Mulajadi Nabolon........25 4.5 Seluruh Umat Parmalim sedang Melakukan Doa Bersama.................32 4.6 Seluruh Umat Parmalim Mengikuti Ulu Punguan ke Tengah Lapangan
untuk Memulai Upacara Ritual Sipaha Sada.......................................33 4.7 Umat Parmalim Manortor di Halaman Bale Pasogit Partonggoan yang
Diiringi oleh Gondang Hasapi.............................................................34 4.8 Umat Parmalim sedang Mangalahat Horbo di Halaman Bale Pasogit
Partonggoan atas Rasa Syukur Mereka Terhadap Hasil Panen dan Rejeki yang Mereka Terima Setahun Penuh........................................36
4.9 Pada Hari Pertama Ritual Sipaha Lima Seluruh Umat Parmalim Duduk di Halaman Bale Pasogit Partonggoan Mendengar Kata Sambutan dari Ihutan....................................................................................................37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang hidup
dalam lingkup budayanya masing-masing. Budaya yang beraneka ragam ini
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sendiri merupakan masyarakat
yang majemuk. Kemajemukan bangsa itu ditandai oleh adanya kelompok
bangsa yang mempunyai tradisi lisan dalam cerita rakyat yang menjadi
cerminan masyarakat itu sendiri, seperti halnya Ritual Parmalim dalam Cerita
Usal Usul Etnik Batak.
Secara admistratif, suku Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara.
Adanya perubahan sistem pemerintahan beberapa tahun belakangan ini
dengan pemekaran kabupaten, wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi
menjadi empat kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibu kota
Tarutung, Kabupaten Toba Samosir ibu kotanya Balige, Kabupaten Samosir
ibukotanya Pangururan dan Kabupaten Humbang Hasundutan ibu kotanya
Dolok Sanggul.
Ritual merupakan wujud aktivitas dan tindakan manusia dalam
melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, Dewa-Dewa, roh nenek moyang,
atau makhluk halus lainnya, dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan
Tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya. Ritual atau upacara religi biasanya
berlangsung berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim, atau kadang-
kadang saja. Tergantung dari sisi acaranya, suatu ritual atau upacara religi
biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu-dua atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
beberapa tindakan, seperti: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan
bersama, menari dan menyanyi, berprosesi, berseni-drama suci, berpuasa,
intoxikasi, bertapa, dan bersemedi (Victor Tuner dalam Ludianti, 2015: 8).
Sedangkan cerita rakyat merupakan karya sastra yang mempunyai arti
yang sangat penting bagi masyarakat sekarang karena naskah-naskah dari
cerita rakyat tersebut merupakan gagasan manusia pada masa lampau. Cerita
prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu (1) mite (myth), (2)
legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Sesuai penggolongan yang
dibuat Bascom, maka cerita asal-usul etnik Batak termasuk ke dalam
golongan mite (William R. Bascom dalam Danandjaya, 1994: 50).
Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta
dianggap suci oleh yang mempunyai cerita. Mite menggunakan tokoh para
dewa atau mahluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain atau
dunia yang bukan seperti yang dikenal sekarang, dan terjadi pada masa
lampau (Danandjaya, 1994: 50).
Sastra adalah karya tentang sikap dan perilaku manusia secara
simbolis. Sastra dan antropologi selalu dekat. Keduanya dapat bersimbiosis
dalam mempelajari manusia lewat ekpresi budaya (Endaswara, 2013: 2).
Setiap suku mempunyai bahasa dan sastra. Tiada masyarakat tanpa sastra
(Susilo, 2017: 1).
Cerita asal-usul etnik Batak merupakan cerita rakyat yang berasal dan
berkembang dari tengah-tengah masyarakat Batak Toba. Hingga saat ini
masyarakat Batak masih mempercayai cerita asal-usul etnis Batak sebagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
asal-usul leluhur mereka, terlebih masyarakat Batak yang masih menjalankan
agama kepercayaan leluhur mereka yaitu Parmalim.
Cerita asal-usul etnik Batak menceritakan tentang asal-usul nenek
moyang etnik Batak. Dimana pada suatu masa, ada seekor burung bernama
Manuk-manuk Halambujati yang merupakan anak dari Manuk-manuk
Humairi. Ukuran tubuhnya seperti kupu-kupu yang besar. Manuk-manuk
Halambujati tersebut memiliki tiga buah telur masing-masing seukuran
belanga tanah yang besar. Manuk-manuk Hulambujati tinggal cukup lama
dengan ketiga telurnya tanpa mengerti apa yang harus diperbuat pada ketiga
telurnya. Ia tidak mampu mengerami telurnya yang besar dengan ukuran
tubuhnya yang lebih kecil dari telurnya tersebut. Ia kemudian memohon
kepada Mulajadi Nabolon (Sang Pencipta) bagaimana untuk memberi jalan
keluar tentang nasib dari telurnya tersebut.
Berkat pertolongan yang diberikan oleh Mulajadi Nabolon menetaslah
ketiga telur tersebut, setelah ketiga telur tersebut genap hitungan usia bulan
dan tahunnya. Mulajadi Nabolon berkata kepada Manuk-manuk Halambujati:
”berikanlah nama kepada yang nama lahir pertama Batara Guru, yang di
tengah Ompu Tuan Soripada, dan yang terakhir Ompu Tuan Mangalabulan,
ketiganya adalah mahluk pertama yang sengaja Aku kirimkan” demikian
sabda Mulajadi Nabolon. Mereka kemudian tumbuh seperti buah timun,
rimbun bagai daunan, dan lembut bagai rebung. Ketiga mahluk ini berwujud
dewa, disebut Debata Natolu “Si Tiga Dewa” yang masing-masing memiliki
kekuatan dan kekuasaan khusus yang diberikan oleh Mulajadi Nabolon.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Selang beberapa waktu lamanya, ketiga mahluk tadi semakin besar
dan dewasa. Mereka memohon kepada Mulajadi Nabolon:”berikanlah kami
masing-masing istri pendamping”. Maka, Mulajadi Nabolon memberikan
mereka masing-masing seorang istri. Dari ketiganya lahir beberapa anak laki-
laki dan perempuan. Salah satu anak perempuan dari Batara Guru adalah
Siboru Deak Parujar. Setelah Siboru Deak Parujar beranjak dewasa, ia
kemudian dikawinkan dengan Ompu Tuan Mangalabulan yang bernama Tuan
Rumauhir dan Tuan Rumagorga.
Generasi keturunan hasil perkawinan Siboru Deak Parujar dan Tuan
Rumauhir lahirlah Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia, dua Deak Parujar
dan orang bersaudara kembar, sebagai manusia yang pertama yang ada di
bumi. Raja Ihat Manisia adalah seorang anak laki-laki sedangkan Boru Ihat
Manisia seorang perempuan. Mereka bertempat tinggal di wilayah Pusuk
Buhit.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ritual Parmalim yang
terdapat dalam cerita asal-usul etnik Batak menarik umtuk diteliti meskipun
sudah dilakukan sejak masa lampau. Maka ritual Parmalim dalam Cerita Asal-
usul Etnik Batak akan penulis kaji dengan pendekatan antropologi sastra.
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada Ritual Parmalim dan cerita asal-
usul Etnis Batak sebagai subjek kajian antropologi sastra.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah Bentuk-bentuk Ritual Parmalim dalam Cerita Asal-Usul Etnis
Batak?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mendeskripsikan Bentuk-bentuk Ritual Parmalim dalam Cerita Asal-
Usul Etnis Batak.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama
ilmu sastra dan budaya, khususnya dalam bidang Antropologi
Sastra.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan
teori bagi peneliti-peneliti lainnya yang berminat untuk
mengembangkan penelitian ini karena penelitian yang
berhubungan dengan budaya Batak, khususnya ritual Parmalim
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
masih sangat terbatas atau minim sekali. Penelitian ini juga
bermamfaat untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk-
bentuk Ritual Parmalim dalam Cerita Asal Usul Etnis Batak di
Desa Sarimarrihit, Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti
selanjutnya tentang bentuk-bentuk Ritual Parmalim dalam
Cerita Asal Usul Etnis Batak.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru
tentang bentuk-bentuk Ritual Parmalim dalam Cerita Asal Usul
Etnis Batak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
BAB II
KONSEP, KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Konsep
Konsep merupakan unsur-unsur pokok atau gagasan pemikiran suatu
pengertian, definisi, batasan secara singkat dari sekelompok fakta, gejala atau
merupakan definisi yang perlu diamati dalam proses penelitian. Dalam
penelitian ini digunakan konsep sebagai berikut:
2.1.1 Cerita Rakyat
Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat
melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek
budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat
diwariskan secara turun- menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya
secara lisan (Suripan Sadi Hutomo, 1991: 4).
Mengenal cerita rakyat adalah bagian dari mengenal sejarah dan budaya
suatu bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya
berbagai hal, seperti terjadinya alam semesta. Adapun tokoh - tokoh dalam
cerita rakyat biasanya ditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa
binatang, manusia maupun dewa, yang kesemuanya disifatkan seperti
manusia.
Cerita rakyat adalah cerita yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
masyarakat tertentu yang disampaikan secara turun-temurun sejak zaman
nenek moyang. Setiap jenis cerita rakyat baik yang sudah dibukukan maupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
yang belum dibukukan selalu mengandung pesan atau amanat yang baik.
Cerita rakyat juga dapat diartikan sebagai cerita yang pendek tentang orang-
orang atau peristiwa-peristiwa suatu kelompok suku atau bangsa yang
diwariskan secara turun-temurun, biasanya secara lisan (Sumardjo dan K.M,
1986: 36). Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu
masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan dengan berbagai aspek.
Cerita rakyat merupakan bagian dari folklor, Menurut Alan Dundes, folk
adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan
kebudayaan sehingga dapat dibedakan dengan kelompok-kelompok lainnya.
Istilah lore ditilik dari segi isinya dan anggapan masyarakat terhadap tokoh-
tokoh maupun ceritanya, maka cerita merupakan tradisi folk. Menurut
Danandjaya, folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar
dan diwariskan secara turun-temurun, diartikan kolektif macam apa saja,
secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaya, 1994:
1).
William R. Bascom mengolongkan cerita rakyat menjadi tiga golongan
besar, yaitu: (1) mite, (2) legenda, (3) dongeng. Mite adalah cerita prosa
rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang
mempunyai cerita. Mite menggunakan tokoh para dewa atau mahluk setengah
dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain atau dunia yang bukan seperti yang
dikenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Legenda adalah prosa rakyat
yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite, yaitu dianggap suci. Legenda
menggunakan tokoh manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
biasa, dan sering kali juga dibantu mahluk-mahluk ajaib. Tempat terjadinya
adalah dunia yang seperti kita kenal sekarang karena waktu terjadinya belum
terlalu lama. Dongeng adalah cerita rakyat yang dianggap tidak benar-benar
terjadi, bersifat khayal dan tidak terikat waktu maupun tempat (Danandjaya,
1994: 50).
2.1.2 Parmalim
Parmalim merupakan suatu identitas individu dari penganut agama
Malim yang berpusat di Hutatinggi, Laguboti, Sumatera Utara. Secara
historis, religi Parmalim pertama kali diprakarsai oleh seorang datu bernama
Guru Somaliang Pardede, seorang yang sangat dekat dengan
Sisingamangaraja XII (raja terakhir dari dinasti Sisingamangaraja). Menurut
beberapa penulis Barat, ajaran ini dijalankan oleh para pengikut
Sisingamangaraja (khususnya oleh dua orang pemimpin perangnya, Guru
Somaliang dan Raja Mulia Naipospos), dengan tujuan untuk melindungi
kepercayaan dan kebudayaan tradisional Batak Toba dari pengaruh Kristen,
Islam, dan kolonialis Belanda (Purba, 2013, Volume 2).
2.1.2.1 Ritual Parmalim
Parmalim atau Ugamo Malim adalah sebuah agama yang memiliki
beberapa upacara agama (ritual) yang dijakan sebagai jalan untuk ”bertemu”
dengan Debata Mulajadi Nabolon. Jika ditinjau dari segi waktu
pelaksanaannya, upacara agama itu dapat digolongkan kepada dua bagian
besar, yaitu upacara yang terjadwal dan yang tidak terjadwal. Golongan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
pertama adalah upacara yang terdiri dari upacara mingguan seperti upacara
yang dilaksanakan pada setiap tahun (annual cycle) yang rujukannya
berdasarkan pada kalender Batak, misalnya upacara agama mangan napaet
(makan yang pahit), sipaha sada (hari kelahiran Simaribulubosi) dan sipaha
lima (persembahan sesaji besar atau sacrificial ritual).
Golongan yang kedua adalah upacara yang bukan musiman (tidak
terjadwal) melainkan upacara yang berdasarkan pada fase yang dilalui
sepanjang hidup manusia yang dianggap sebagi masa yang genting atau krisis
(life crisis). Upacara seperti ini ada karena datangnya suatu masa atau
peristiwa tertentu bagi seseorang manusia dalam kehidupannya. Upacara yang
dimaksud iyalah, upacara kelahiran (martutuaek), perkawinan (mamasumasu)
dan upacara kematian (pasahat tondi). Di samping itu, ada juga upacara
khusus yang sifat dan latar belakanganya berbeda dengan upacara lainnya,
yaitu upacara pensucian (manganggir) dan mardebata (menyembah Debata).
Upacara manganggir terjadi disebabkan adanya perpindahan agama,
sedangkan mardebata terjadi lebih karena adanya nazar seseorang atau karena
ada kasus berat sehingga perlu mendapat keampunan dosa dari Debata (Purba,
2013, Volume 2).
2.2 Kajian Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang mengkaji mengenai
Ritual Parmalim Dalam Cerita Asal-Usul Orang Batak sebagai objek
penelitian dari segi ritual, namun ada beberapa penelitian yang dapat
memberikan kontribusi bagi penelitian ini yaitu, Pertama, Novita Sari Siregar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
dalam skripsinya yang berjudul “Ritual Kepercayaan Masyarakat Melayu
terhadap Cerita Rakyat Nek Saripah di Desa Hinai Kabupaten Langkat:
Kajian Antropologi Sastra”. Kedua, Ribka Devina Sembiring dalam
skripsinya yang berjudul “Kepercayaan Masyarakat Karo terhadap Legenda
Danau Linting di Desa Sibunga-Bunga Hilir Kecamatan STM Hulu
Kabupaten Deli Serdang: Pendekatan Antropologi Sastra”. Berikut dijelaskan
beberapa penelitian yang relevan dan berkontribusi dalam penelitian ini.
Siregar (2018) dalam skripsinya yang berjudul Ritual Kepercayaan
Masyarakat Melayu Terhadap Cerita Rakyat Nek Saripah di Desa Hinai
Kanan Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Ritual-ritual tersebut dilakukan
dari dahulu sampai sekarang, meskipun masyarakat Melayu mempercayai
bahwa melakukan ritual tersebut hanya sekedar mitos yang beredar akan
tetapi mereka tetap melakukannya sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas
apa yang sudah terjadi di desa mereka.
Sembiring (2018) dalam penelitiannya yang membahas tentang
Kepercayaan Masyarakat Karo Terhadap Legenda Danau Linting di Desa
Sebunga-bunga Hilir Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang.
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana
kepercayaan masyarakat Karo terhadap Legenda Danau Linting. Rumusan
tersebut bertujuan untuk mesdeskripsikan kepercayaan masyarakat Karo
terhadap Legenda Danau Linting.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Karo khususnya
yang tinggal di Desa Sibunga-bunga Hilir Kecamatan STM Hulu Kabupaten
Deli Sedang mempercayai legenda tersebut, dan disampaikan secara turun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
temurun, hal itu bertujuan supaya budaya tetap terjaga, dan tidak akan hilang
sampai ke generasi selanjutnya. Karena Danau Linting merupakan cerita
rakyat yang dimiliki oleh suku Karo yang menjadi kemajuan bagi suku Karo
sehingga harus dilestarikan.
Dari kedua hasil penelitian yang dijadikan rujukan pembahasan banyak
sudah yang meneliti tentang ritual dan cerita rakyat. Akan tetapi, belum ada
yang membahas tentang Ritual Parmalim dalam Cerita Asal-usul Etnis Batak,
yang merupakan sesuatu yang sudah menjadi kepercayaan dan hal yang tabu
bagi etnis Batak. Oleh karena itu peneliti ingin mendeskripsikan Ritual
Parmalim dalam Cerita Asal-usul Etnis Batak: Pendekatan Antropologi
Sastra.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Antropologi Sastra
Sastra dan antropologi adalah cabang keilmuan yang humanistis.
Keduanya dipandang humanistis karena banyak terikat dengan kehidupan
manusia. Kaitan antara antropologi dan sastra adalah salah satu ilmu yang
banyak memperhatikan estetika seni (Endraswara, 2013: 15).
Endraswara (2011: 110) Analisis antropologi sastra semestinya akan
mengungkapkan berbagai hal, antara lain: 1) Penelitian pertama-tama harus
menentukan terlebih dahulu karya mana yang banyak menampilkan aspek-
aspek etnografis. Bahan kajian hendaknya benar-benar merefleksikan
kehidupan tradisi yang telah mengakar di hati pemiliknya. 2) Yang diteliti
adalah persoalan pemikiran, gagasan, falsafah, dan premis-premis masyarakat
yang terpantul dalam karya sastra. Berbagai mitos, legenda, dongeng, serta
hal-hal gaib (kepercayaan) juga sangat diperhatikan oleh peneliti. 3) Perlu
diperhatikan struktur cerita, sehingga akan diketahui kekuatan apa yang
mendorong pembaca meyakini karya sastra tersebut. 4) Selanjutnya analisis
ditunjukkan pada simbol-simbol ritual serta hal-hal tradisi yang mewarnai
masyarakat dalam sastra itu.
Ciri khas antropologi sastra adalah aspek kebudayaan khususnya masa
lampau. Dikaitkan dengan masa lampau tersebut, antropologi sastra
diperlukan pertimbangan kekayaan budaya seperti yang diwariskan oleh
nenek moyang. Antropologi sastra lebih banyak dikaitkan dengan keberadaan
masa lampau tetapi masa masa lampau yang dimaksudkan bukan ruang dan
waktu, namun isinya (Ratna, 2011: 41).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Walaupun dikaitkan dari masa lampau, karya sastra dalam konteks
kebudayaan memiliki banyak manfaat yang mencerminkan nilai yang dapat
membangun karakter bangsa. Antropologi sastra memiliki tugas
mengungkapkan nilai sebagai salah satu wujud kebudayaan yang objek dari
kebudayaan tersebut adalah hubungan antara manusia itu sendiri dengan hal-
hal yang ada di dalamnya, khususnya kebudayaan tertentu masyarakat tertentu
(Ratna, 2011: 41).
Penelitian tentang nilai budaya sudah pernah dilakukan oleh Djamaris
dkk dan hasil penelitian mereka telah dibukukan dengan judul Nilai Budaya
dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera Utara
(1993). Penelitian ini mengkhususkan meneliti karya sastra dengan
menganalisis nilai budaya dalam karya-karya sastra di Nusantara seperti
daerah Sumatera dan Kalimantan. Hasil penelitian Djamaris dkk menyatakan
bahwa nilai budaya terbagi lima kelompok besar yaitu, 1) Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan Tuhan, 2) Nilai budaya dalam hubungan manusia
dengan alam, 3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat,
4) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain, 5) Nilai
budaya dalam hubungan manusia dengan diri sendiri.
Selanjutnya Djamaris dkk menjelaskan nilai budaya dalam hubungan
manusia dengan Tuhan tersebut, yaitu sebagai perwujudan hubungan manusia
dengan Tuhan, sebagai Yang Suci, Yang Mahakuasa, adalah hubungan yang
paling mendasar dalam hakikat keberadaan manusia di dunia ini. Berbagai
cara dan bentuk dilakukan manusia untuk menunjukkan cinta kasih mereka
kepada Tuhan, karena mereka ingin kembali dan bersatu dengan Tuhan. Nilai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
yang menonjol dalam hubungan manusia dengan Tuhan adalah nilai
ketakwaan, suka berdoa, dan berserah diri.
Penelitian dari Djamaris dkk mengkaji hubungan nilai-nilai budaya
secara umum. Namun dalam penelitian ini saya hanya mengkaji hubungan
manusia dengan Tuhan yang terdapat pada ritual Parmalim dalam cerita asal-
usul etnis Batak. Adapun konsep dari nilai budaya hubungan manusia dengan
Tuhan yaitu; Perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai Yang
Suci, Yang Mahakuasa, adalah hubungan yang paling mendasar dalam hakikat
keberadaan manusia di dunia ini. Berbagai cara dan bentuk dilakukan manusia
untuk menunjukkan cinta kasih mereka kepada Tuhan, karena mereka ingin
kembali dan bersatu dengan Tuhan. Nilai yang menonjol dalam hubungan
manusia dengan Tuhan adalah nilai ketakwaan, suka berdoa, dan berserah diri.
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan sama halnya
seperti ajaran Ugamo Malim yang memiliki konsep (Purba, 2013, Volume 2),
seperti:
a. Ajaran Tentang Ketuhanan
Dimulai dari kepercayaan kepada supranatural seperti kepecayaan
kepada Tuhan atau dewa-dewa yang kesemuanya disebut partohap harajaon
malim di banua ginjang (si pemilik kerajaan Malim di langit). Selain itu akan
dijelaskan pula tentang keberadaan para utusan Tuhan Debata (Nabi) yang
diyakini sebagi perantara dalam membawa Ugamo Malim. Dalam istilah
Ugamo Malim, semua utusan Debata ini dinamakan Malim Debata yang
disebut juga partohap harajaon malim di banua tonga (si pemilik kerajaan
malim di bumi).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
b. Ajaran Tentang Alam Semesta
Alam semesta adalah ciptaaan Debata Mulajadi Nabolon, prosesnya
terjadi berkaitan dengan penciptaan Debata atas bumi. Penciptaan bumi dalam
Ugamo Malim tidak terlepas dari mitologi Batak yang kemudian dijadikan
suatu kepercayaan tetap dalam Ugamo Malim yakni mitologi tangan gaib
Siboru Deak Parujar. Kepada Boru Deak Parujar Debata memberikan ilmu
pengetahuan dalam proses penciptaan bumi melalui tanda-tanda di alam
seperti matahari, bulan dan bintang. Terjadinya pergantian musim, pergantian
tahun, pergantian bulan dan hari semua diberikan Tuhan Yang Maha Esa
melalui pergerakan benda-benda langit. Tanda-tanda bagi aliran Parmalim
menjadi patokan untuk menentukan hari baik, bulan baik, dan saat
melaksanakan upacara penghayatan yang bersifat umum di luar hari Sabtu
(marari sabtu) yang telah menjadi acuan tetap sebagai hari ibadah.
c. Ajaran Kemanusiaan
Manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa bermoral tinggi,
berbudi pekerti luhur dan mempunyai tata susila dalam pergaulan sesama
manusia. Pandangan terhadap manusia, terhadap alam lingkungannya, dan
bahkan terhadap dirinya sendiri bersumber kepada kepercayaan terhadap
Debata Mulajadi Nabolon. Aliran kepercayan Ugamo Malim mengakui dan
mempercayai sesuai dengan mitologi Batak kuno, bahwa asal mula manusia
adalah hasil perkawinan putra dan putri dari banua ginjang, yaitu Raja Odap-
Odap dan Putri Boru Deak Parujar, yaitu seorang putra dan seorang putri yang
lahir kembar bernama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia.
d. Konsep Kesucian Diri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Di dalam ajaran Ugamo Malim ada sejumlah ajaran dan ibadat yang
wajib di amalkan oleh setiap Parmalim. Apa bila ajaran dan ibadat itu
diamalkan dengan baik dan sempurna maka orang yang telah mengamalkan
itu disebut telah memiliki apa yang disebut dengan kesucian diri (tondi
hamalimon). Artinya pada dirinya telah tertanam ruh atau cahaya kesucian
dari Debata Mulajadi Nabolon sebagai akibat dari pengamalan ajaran yang
sempurna itu. Inilah konsep kesucian diri yang paling tinggi.
e. Konsep Dosa Menurut Ugamo Malim
Dosa dalam Ugamo Malim digambarkan sebagai perbuatan yang
menjijikan. Kriteria perbuatan yang menjijikan itu bisa dikenali apa bila
perbuatan itu tidak sesuai dengan uhum (hukum) Debata sebagaimana
tertuang dalam peraturan baik yang berbentuk suruhan/perintah maupun
larangan. Suruhan atau perintah berarti mengamalkan segala perintah Debata
yang berkaitan dengan ibadat seperti memuji Debata melalui ritual ibadat dan
amalan-amalannya. Sedangkan larangan adalah berkaitan dengan segala
perbuatan yang dapat merugikan manusia, seperti perbuatan mencuri,
membunuh, berzina, membungakan uang, mengejek orang cacat, memakan
daging babi, meminum darah, menyesatkan orang lain dan lain-lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Sarimarrihit, Sianjur Mula-Mula,
Kabupaten Samosir.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah data yang berbentuk kata, skema, dan gambar. Penelitian metode
kualitatif adalah data yang berhubungan dengan nilai atau kesan dari objek
(Tantawi 2014: 61).
3.3 Waktu atau Lama Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2019 dengan jangka
waktu kurang lebih satu bulan.
3.4 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah data lapangan yaitu melalui
wawancara dengan beberapa informan yang tinggal di tempat penelitian,
tepatnya berlokasi di Desa Sarimarrihit, Sianjur Mula-Mula, Kabupaten
Samosir.
Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan syarat-syarat berikut
ini (Mahsun, 1995: 106 dalam Sembiring, 2018) yaitu:
a. Berjenis kelamin pria atau wanita.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
b. Berusia antara 25-65 tahun.
c. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu
serta jarang atau atau tidak pernah meninggalkan desanya.
d. Berstatus sosial menengah dengan harapan tidak terlalu tinggi
mobilitasnya.
e. Pekerjaannya bertani atau buruh.
f. Dapat berbahasa Indonesia dan memiliki kemampuan menggunakan
bahasa daerahya.
g. Sehat jasmani dan rohani.
h. Berpendidikan (minimal tamat SD dan sederajat).
Teknik observasi digunakan untuk mengenal wilayah penelitian yang
sebenarnya dan untuk menentukan informasi yang menjadi sumber untuk
mendapatkan cerita rakyat yang diharapkan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan wawancara dengan informan, penulis menggunakan
instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan penulis dalam
melakukan wawancara dengan informan. Alat bantu yang digunakan oleh
penulis yaitu, pulpen, buku tulis, dan alat rekam (tape recorder).
Menurut Chourmain (2006: 62) wawancara berarti menggali informasi
sebanyak-banyaknya dari informan. Tantawi (2014: 62) mengatakan bahwa
wawancara adalah salah satu cara memperoleh data dari seseorang yang
memiliki kompetensi tentang sesuatu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam suatu penelitian merupakan kegiatan mendasar
untuk mencapai hasil penelitian berdasarkan data yang dikumpulkan. Dalam
penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif untuk menganalisis data
yang sudah dikumpulkan dan dilakukan sejak observasi. Menurut Moleong
(2016: 11) dalam metode deskriptif laporan penelitian akan berisi kutipan-
kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data
tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
videotape, dokumen pribadi, catatan atrau memo, dan dokumen resmi lainnya.
Dalam hal ini kata-kata, ungkapan, kalimat, dan teks gambar dianalisis secara
keseluruhan, “direduksi” sehingga tersusun dalam tekstual, kontekstual
domain yang berbentuk narasi, kemudian didistribusikan ke dalam
subheadline untuk paparan dan analisis data Ritual Parmalim dalam Cerita
Asal-Usul Etnis Batak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Bentuk-Bentuk Ritual Parmalim dalam Cerita Asal-Usul Etnis Batak
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, hasil penelitian
mencakup bentul-bentuk ritual Parmalim dalam cerita asal-usul Etnis Batak akan
dijelaskan pada bagian ini. Terdapat banyak ritual-ritual dalam Ugamo Malim
atau Parmalim, namun dalam cerita asal-Etnis Batak hanya terdapat tujuh ritual
yang dilakukan oleh Ugamo Malim untuk penyembahan terhadap Debata
Mulajadi Nabolon, selanjutnya penulis akan mendeskrisikan ketujuh bentuk-
bentuk ritual Parmalim dalam cerita asal-usul Etnis Batak tersebut seperti berikut
ini.
4.1.1 Ritual Mararisabtu
Ritual Mararisabtu merupakan ritual yang dilakukan oleh Parugamo
Malim atau yang biasa disebut Parmalim pada hari sabtu setiap minggunya.
Semua umat Parmalim setempat akan berkumpul di Bale Pasogit untuk
melakukan ibadah penyembahan kepada Mulajadi Nabolon. Parugamo Malim
mengunakan pakaian khusus saat mengadakan ritual Mararisabtu. Pakaian yang
diguankan pun berbeda-beda, baik itu pakaian untuk bapak-bapak, ibu-ibu atau
pun anak muda.
Upacara Mararisabtu adalah salah satu upacara agama (ibadah) yang
terpenting dalam Ugamo Malim. Penetapan hari Sabtu sebagai hari peribadatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
berasal dari sejarah dimana tepat pada hari ketujuh (sabtu), Siboru Deakparujar
mengunakan hari itu sebagai hari beristirahat atau sebuah hari tanpa aktivitas.
Upacara Marari Sabtu, pada setiap hari Sabtu atau Samisara seluruh umat
Parmalim berkumpul di tempat yang sudah yang sudah ditentukan baik di Bale
Partonggoan, Bale Pasogit di pusat maupun di rumah parsantian di cabang/daerah
untuk melakukan sembah dan puji kepada Mulajadi Nabolon dan pada
kesempatan itu para anggota diberi poda atau bimbingan agar lebih tekun
berperilaku menghayati Ugamonya.
Upacara Marari Sabtu dilakukan dengan tujuan untuk menyucikan diri dari
dosa-dosa terlebih dosa yang dilakukan dalam seminggu yang baru dilewati dan
untuk membersihkan diri dari segala penyakit dengan kata lain untuk
menyempurnakan batin.
Sama halnya seperti kepercayaan masyarakat Indonesia pada umumnya,
ritual Mararisabtu Parmalim juga memiliki tatacara dalam melakukan ibadah,
yaitu sabagai berikut:
a. Air Penyucian (Aek Pangurason)
Gambar 4.1 Aek pangurason dan jeruk purut dalam cawan putih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
Air penyucian (aek pangurason) yang terlebih dahulu diambil dari sumber
air yang masih jernih dan belum disentuh orang lain sama sekali pada hari itu.
Artinya, air tersebut diambil pada subuh agar kebersihan dan kejernihannya
terjaga. Air tersebut dimasukkan kedalam mangkuk putih serta mempersiapkan
alat pembakaran dupa dan peralatan lainnya.
b. Jeruk Purut
Jeruk purut dibelah dengan beralaskan kain putih bersih, kemudian airnya
dicampur dengan air yang sudah disiapkan dalam mangkuk putih bersama bane-
bane (daun), lalu dimasukkan kedalam cangkir yang berisi air tersebut. Daun
tersebut akan digunakan mamippis (memercikkan) Sair tersebut kepada semua
peserta upacara.
c. Tata Cara Upacara
Gambar 4.2 Ulu punguan memimpin upacara dalam ruangan parsaktian.
Pada pukul 10.30 wib upacara akan dimulai. Ulu punguan (pemimpin
upacara) memasuki ruangan parsantian (tempat melakukan upacara) dan diikuti
oleh seluruh peserta upacara dan duduk bersila secara tertib dan rapi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Peserta upacara harus memfokuskan pikiran (berkonsentrasi) untuk
mengikuti ritual demi ritual dalam upacara. Ulu punguan akan memercikkan air
dalam cangkir kepada seluruh peserta upacara dengan maksud untuk
membersihkan peserta dari dosa sebelum upacara dimulai.
Setelah semua peserta upacara tertib, Ulu Punguan melafalkan tonggo-
tonggo (Doa-doa) sedangkan peserta menyimaknya. Kemudian Ulu Punguan
memaparkan isi patik dengan menghadap kepada peserta ( berceramah).
Gambar 4.3 Ulu punguan memercikkan air kepada seluruh peserta upacara
Setelah itu dilakukan siraman rohani yang diawali oleh satu atan dua orang
dari peserta dan kemudian disimpulkan (panippuli) oleh Ulu Punguan. Upacara
ritual diakhiri dengan memercikkan air kepada seluruh peserta upacara oleh Ulu
Punguan (pemimpin upacara). Tata cara Mararisabtu ini disebut sebagai sakramen
penyucian diri bagi Parmalim.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
4.1.2 Ritual Martutuaek
Gambar 4.4 Orangtua menggendong bayinya yang sudah berumur 30 hari di Sungai agar diberi nama dan
diberkati oleh Mulajadi Nabolon.
“Bolo ritual Martutuaek attong acara kelahiran anak mai. Sabulan ma dungkon lahir i baen ma ritual Martutuaek mambahen goarni dakdanak i. Jadi anggo najolo i ala sada dope mual, i boan do tu mual on. Ale ala sonari nungga beda kondisi na, ai nungga di jabu na be mual, ba nungga i baen be ritualna i jabu na be dang i boan be tu aek. Ido anggo na ido na Martutuaek”.
Artinya: “Yang namanya ritual Martutuaek inilah yang disebut acara
kelahiran anak. Satu bulan setelah anak lahir akan diadakan ritual Martutuaek
untuk membuat anak yang baru lahir tersebut. Dulu, mata air untuk setiap
kampung masih satu, itulah kenapa kenapa dulu ritual Martutuaek dilakukan
disungai atau mata air yang besar. Tapi sekarang sudah berbeda kondisinya, setiap
rumah sudah memiliki mata air. Itulah kenapa sekarang acara ritual Martutuaek
sudah bisa dilakukan dirumah masing-masing sekarang. Tidak harus membawa
bayi tersebut lagi ke mata air atau sungai yang besar. Itulah yang namanya ritual
Martutuaek”.
Upacara Martutuaek dalam ajaran Ugamo Malim adalah “menyambut
kehadiran tondi”. Ruh (tondi) yang ada pada manusia berasal dari Debata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Mulajadi Nabolon dan pada suatu masa nanti ruh itu akan kembali kepada-Nya.
Berdasarkan kepada ajaran itu, Ugamo Malim manganut paham bahwa dalam
setiap penyambutan seorang anak yang baru lahir sepatutnyalah berangkat dari
segi tondi-nya dan bukan semata-mata jasmaninya. Upacara ini dilakukan pada
anak yang telah berusia sebulan (30 hari) dan orang tua wajib melaksanakan
upacara martutuaek.
Pada saat acara Martutuaek, orangtua akan membawa anaknya ke mata air
atau sungai yang di pimpin oleh Ulu Punguan. Mereka mengunakan pakaian
hitam putih serta ikat kepala. Orang tua laki-laki bertugas menggendong anaknya
dan si ibu akan membawa silua yang dibutuhkan saat ritual martutuaek.
Setelah tiba di mata air atau sungai, Ulu Punguan akan membacakan doa-
doa seperti berikut ini “Hu tonggo, hu piol, hu pangalu-aluhon ale Oppung
Mulajadi Nabolon. Namanjadihon ulu jadi simanjujung, namanjadihon mata na
gabe sipanombor, na manjadihon pinggol na jadi situmangi, namanjadihon igung
na jadi situmanggo, na manjadihon pamangan na jadi simangkudap, na
manjadihon tangan na gabe simangido, na manjadihon pat na gabe simanjojak,
asa patampe paojak, si ajinonda hatautan goarni si miding mon. Asa patampe
paojak, siboru tampi haobasan goarni simiding mon. Jujung di simanjujung na,
abing di siabinganna, tuat di abara na, goar donganna saur matua, mari ma
hamu boru sinangnagani aek, asa paridi jala urus si miding mon. Uras dagingna
uras jala tondina, bohal na rodi sahat ujungna. Amang batara guru humundul,
baen majo gondang paroroi” sambil menyuruh pargorsi atau pemusik
melantungkan musik uning-uningan yang terdiri dari Gong, hasapi, tagading,
sarune dan attuk-attuk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Setelah membacakan doa-doa kepada Debata Mulajadi Nabolon, Ulu
Punguan membentangkan ulos ragi idup di atas pasir yang telah dibentuk
sebelumnya. Setelah itu Ulu Punguan akan meneteskan minyak kelapa ke dalam
sawan yang sudah berisi jeruk purut untuk memastikan apakah tondi (jiwa) bayi
tersebut berada dalam badan. Kemudian Ulu Punguan memandikan bayi ke
pancuran air dan selanjutnya menyapukan kunyit ke tubuh bayi. Serta menguras
bayi tersebut dengan jeruk purut
Setelah di uras, Ulu Punguan mengoleskan minyak kelapa ke dahi bayi.
Setelah itu Ulu Punguan akan mengambil dan mencabut Piso Solam Debata untuk
memberkati bayi tersebut. Ulu Punguan akan memohon kepada Mulajadi Nabolon
sambil menari-nari dan mengangkat kain putih ke atas agar kain putih tersebut
diberkati oleh Mulajadi Nabolon dan dibungkuskan kepada bayi yang telah
diberkati agar dikemudian hari bayi tersebut jauh dari segala marah bahaya.
Diakhir acara mereka akan kembali ke rumah dan diiringi oleh gondang
sabangunan.
4.1.3 Ritual Mardebata
“Alani dapotan pasu-pasu ibana. Mandok mauliate ma ibana tu opputta Debata Mulajadi Nabolon. Jala sada nai alani sengaja i mana manompa uhum. Manopoti ma ibana. Istilahna manopoti ma ibana i angka pambahenanna”.
Artinya: “Karena seseorang telah mendapat berkat. Dia pun
menyampaikan rasa terimakasih kepada Debata Mulajadi Nabolon. Satu lagi,
karena seseorang telah berbuat dosa. Jadi dia pun ingin menghapus dosa tersebut.
Artinya menghapus dosa karena sudah berbuat kejahatan secara tidak sengaja”.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
“Parjolo dapotan pasu-pasu manang rejeki i baen ibana ma pardebataan. I pajongjong ma longgatan. Paduahon alani parsahitan. Patoluhon alani manimbil sian patik”.
Artinya: “Pertama karena seseorang mendapat berkat dan rejeki, jadi dia
membuat acara ritual Mardebata. Kedua karena penyakit. Ketiga karena
melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Ugamo Malim.
Upacara Mardebata adalah salah satu ritual penyembahan kepada Debata
Mulajadi Nabolon dengan perantaraan sesaji (pelean) yang bersih yang diantarkan
melalui bunyi-bunyian gendang yang lengkap (gondang sabagunan) sebagaimana
telah diisbatkan dalam Ugamo Malim. Pada hakikatnya hukum untuk membuat
acara ritual Mardebata tidaklah wajib, melainkan hanya semacam tambahan ibadat
berdasarkan niat yang muncul dari seseorang Parmalim. Namun boleh saja hukum
Mardebata ini meningkat menjadi wajib apabila seseorang melakukan kasus yang
dapat dikategorikan melanggar patik dan hukum yang berat. Meski Mardebata
merupakan hajatan keluarga, namun diharuskan juga dihadiri oleh anggota
Parmalim cabang lain. Dengan kata lain amalan ibadat ini bisa menjadi
peribadatan bersama yang nilai ibadatnya bukan untuk suhut (tuan rumah) saja,
tetapi kepada semua peserta yang terlibat dalam upacara itu.
Ritual Mardebata adalah upacara ritual Parmalim yang dilakukan karena
seseorang atau keluarga telah menyimpang dari ajaran patik. Upacara ini
dilakukan adalah sebagai sarana pengampunan dosa-dosa kepada Oppung
Mulajadi Nabolon karena telah melakukan pelanggaran terhadap aturan patik.
Mengakui kesalahan dan dosa serta memohon pengampunan dosa kepada
Oppung Mulajadi Nabolon adalah kewajiban bagi masyarakat Parmalim agar
memperoleh bekal untuk kehidupan yang abadi diluar kehidupan dunia ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Bekal yang dimaksud adalah poda (firman Tuhan), tona (perintah Tuhan),
patik (aturan Tuhan), dan uhum (hukum Tuhan). Hal ini terpadu dalam patik ni
Ugamo Malim. Setiap perilaku kehidupan apabila dicerminkan dalam patik, dapat
diketahui kesalahan atau dosa apa yang telah dilakukan, kebaikan atau kebajikan
yang telah dilakukan. Kesalahan dan dosa, kebaikan atau kebajikan, semua
dipersembahkan kepada Oppung Mulajadi Nabolon. Agar dosa diampuni,
kebajikan diberkati menjadi pengabdian kepadaNya. Setiap saat Parmalim
diwajibkan membaca ulang kegiatan kehidupannya untuk kemudian menata
kehidupan bercermin kepada patik dan aturan Ugamo Malim.
Ritual Mardebata adalah upacara yang sifatnya pribadi (perseorangan),
oleh karena itu tempat pelaksanaan ritual Mardebata ini adalah tempat kediaman
seseorang yang ingin melaksanakannya. Berbeda dengan ritual upacara Ugamo
Malim yang lainnya seperti Sipaha Sada dan Sipaha Lima yang tempat
pelaksanaanya harus di Bale Pasogit Partonggoan yang merupakan pusat
peribadatan Parmalim yang berada di Desa Hutatinggi, Laguboti.
Pada saat hendak melakukan upacara ritual Mardebata hari ditentukan
dengan cara maniti ari (menetukan hari yang tepat) untuk menentukan hari yang
baik saat melaksanakan upacara ritual Mardebata. Maniti ari dilakukan oleh
Ihutan atau Ulu Punguan yang ditentukan berdasarkan parhalaan atau kalender
Batak yang dipedomani dalam menentukan hari suatu kegiatan atau upacara.
Parhalaan berisi nama-nama hari dan nama bulan dalam kepercayaan Batak kuno
serta simbol-simbol (lambang) dari hari dalam Parhalaan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Apa yang Parmalim lakukan saat melakukan upacara Mardebata? Ketika
Parmalim melakukan upacara/ritual tersebut, mereka mengucapkan patik-patik
yang tujuannya untuk mengetahui kesalahan dan dosa mereka serta mendapat
penghapusan dosa dari Debata Mulajadi Nabolon . Selain itu mereka juga
mengucapkan tonggo-tonggo. Tonggo-tonggo bagi Parmalim ada 10, yaitu
dimulai dari tonggo kepada Debata Mulajadi Nabolon sampai kepada Naposonya.
Malim ni Debata disebut juga sebagai Naposo ni Debata. Mereka tidak bisa
meminta pengampunan dosa jika tidak melalui Naposo ni Debata tersebut.
Mereka memohon agar Debata mengampuni dosa mereka.
Kesepuluh tonggo tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tonggo kepada Debata Mulajadi Nabolon, yaitu Tuhan Pencipta langit
dan bumi.
b. Tonggo kepada Debata Natolu, yaitu Batara Guru, Debata sori, dan
Bala Bulan.
c. Tonggo kepada Siboru Deak Parujar, yaitu yang memberi sumber
pengetahuan dan keturunan.
d. Tonggo kepada Naga Padoha Niaji, yaitu penguasa di dalam tanah.
e. Tonggo kepada Saniang Naga Laut, yaitu penguasa air dan kesuburan.
f. Tonggo kepada Raja Uti, yaitu yang diutus Debata sebagai perantara
pertama bagi orang Batak.
g. Tonggo kepada Simarimbulu Bosi, yaitu karena hari kelahirannya
pada perayaan Sipaha Sada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
h. Tonggo kepada Raja Naopat Puluh Opat, yaitu semua nabi (malim)
yang diutus Debata kepada bangsa melalui agama-agama tertentu,
misalnya Sisingamangaraja yang diutus bagi orang Batak.
i. Tonggo kepada Raja Sisingamangaraja.
j. Tonggo kepada Raja Nasiakbagi, yaitu dianggap sebagai penyamaran
Raja Sisingamangaraja (Parmalim menyebutnya sebagai sahala ni
Sisingamangaraja).
4.1.4 Pasahat Tondi
“Sabulan dung marujung ngolu, i baen ma ritual nion anggiat i jalo opputta Debata Mulajadi Nabolon tondina tu lambungna”.
Artinya: “Satu bulan setelah meninggal, ritual Pasahat Tondi akan
dilaksanakan agar kiranya dia diterima oleh Oppung Debata Mulajadi Nabolon di
sisinya”.
Upacara pasahat tondi adalah suatu upacara Ugamo Malim yang
bermaksud menyampaikan atau menyerahkan ruh seseorang manusia yang sudah
meninggal dunia kepada Debata Mulajadi Nabolon sekaligus memohon kepada-
Nya agar orang yang yang bersangkuan dapat diampuni dosanya dan ditempatkan
Debata Mulajadi Nabolon di sisi-Nya serta memohon keampunan dosa keluarga
yang ditinggalkan.
Ugamo Malim memiliki ciri khas tersendiri jika ada yang meninggal, dia
harus dimandikan dengan aek pangurason. Dan ketika mereka belum
dimandikan, mayat tersebut masih boleh ditangisi tetapi setelah mayat itu
dimandikan, orang-orang tidak boleh lagi menangisi mayat tersebut. Hal ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
karena mayat itu tadinya sudah disucikan tetapi jika terkena air mata maka tidak
suci lagi.
4.1.5 Ritual Sipaha Sada (Mangan Napaet)
“Sipaha Sada on mangan na paet do attong parjolo anggo di son. Ison ma puasa 24 jom. Tujuanni Mangan Napaet on ima manopoti dosa nadi bagasan sataon bolon. Alai sebelum nai i hobasi ma sude angka pirian nalao sipanganon jam 8 pagi. I jam duabolas ma annon martangiang”.
Artinya: “Pada ritual Sipaha Sada, ritual Mangan Napaet adalah ritual
yang dilakukan pertama kali. Pada Ritual ini, Parmalim akan puasa selama 24
jam. Ritual Mangan Napaet bertujuan untuk menghayati dosa dan kelakuan kita
selama setahun penuh. Namun sebelum melakukan puasa. Makanan, minuman
dan yang lain yang dibutuhkan untuk berbuka nantinya sudah harus dipersiapkan
pada jam 8 pagi. Dan pada jam 12 siang tepat, Parmalim akan melakukan doa
bersama”.
Gambar 4.5 Seluruh umat Parmalim sedang melakukan doa bersama.
Upacara Mangan Napaet dalam Ugamo Malim adalah suatu aturan (ibadat)
yang wajib diamalkan oleh setiap warga Parmalim pada akhir tahun. Kewajiban
melaksanakan ibadat ini adalah sebagai wujud pengakuan bahwa setiap manusia
tidak luput dari segala perbuatan dosa sejak awal tahun hingga akhir tahun. Untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
menghapus “dosa tahunan” diwajibkan bagi Parmalim untuk melaksanakan ibadat
Mangan napaet sebagi wadah penyampain keampunan dosa kepada Debata
Mulajadi Nabolon. Upacara ini berupa upacara dengan mengkomsumsi sayuran
yang berasa pahit. Upacara Mangan Napaet dilakukan sebanyak dua tahap yakni
Mangan Napaet parjolo (pertama) dan Mangan Napaet Paduahon (kedua).
Upacara Mangan Napaet ini ditutup dengan upacara mangan na tonggi. Mangan
Napaet parjolo dilakukan pada awal bulan sipahasapuludua (bulan ke duabelas)
kemudian disusul dengan Mangan Napaet Paduahon setelah tigapuluh hari
kemudian. Mangan Napaet paduahon dan Mangan na tonggi dilakukan pada hari
yang sama namun dengan waktu yang berbeda jika Mangan Napaet Paduahon
dilakukan jam 09.00 wib, maka Mangan Natonggi dilakukan pada jam 13.00.
Upacara ini dilakukan baik di Bale Pasogit Partonggoan maupun di Bale
Parsattian di tingkat cabang. Namun idealnya upacara ini sebisa mungkin
dilakukan di Bale Pasogit Partonggoan.
4.1.6 Ritual Sipaha Sada (Panghaoroanan Ari Hatutubu Ni Tuhan
Simaribulu Bosi)
Gambar 4.6 Seluruh umat Parmalim mengikuti Ulu Punguan ke tengah lapangan untuk memulai upacara ritual Sipaha
Sada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Gambar 4.7 Umat Parmalim manortor di halaman Bale Pasogit Partonggoan yang diiringi oleh Gondang Hasapi.
Upacara Sipaha Sada adalah salah satu aturan dalam Ugamo Malim.
Upacara ini khusus untuk memperingati ari hatutubu (hari kelahiran) Tuhan
Simaribulubosi yang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari
ketiga) bulan sipaha sada. Upacara siapaha sada dilakukan di Bale Pasogit
Partonggoan, Hutatinggi dengan diiringi musik tradisional yaitu hasapi (kecapi)
dan alat musik lainnya.
Pada perayaan ritual Sipaha Sada para penganut Ugamo Malim datang dari
berbagai penjuru yang tersebar di 50-an komunitas dan sekitar 1500 KK. Dari
jumlah itu mereka tidak sekedar hadir, tetapi mereka aktif-partisipatif dalam
seluruh rangkaian upacara karena mereka meyakini bahwa Bale Pasogit adalah
Huta Nabadia (Tanah Suci).
Upacara Sipaha Sada dilaksanakan di dalam ruangan Bale Pasogit.
Upacara Sipaha Sada merupakan pembuka tahun dan hari yang baru bagi
penganut parmalim Huta Tinggi. Inti pesta Sipaha Sada ialah menyambut
kelahiran dan kedatangan Tuhan Simarimbulu Bosi dan para pengikut setianya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
yang telah menderita dalam mengembangkan ajaran Ugamo Malim ini.
Simarimbulu Bosi bagi penganut parmalim adalah nama Tuhan bangsa Batak.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan di Bale Pasogit harus dihadiri oleh
seluruh umat parmalim. Maka tidaklah mengherankan upacara tahun baru
Parmalim ini sungguh menjadi momen penting sebagaimana hari Natal bagi
penganut agama Kristen. Untuk itu, dua hari sebelum upacara Sipaha Sada,
diadakan juga ritual Mangan Napaet (makan sesuatu yang pahit) yakni menyantap
makanan simbolik untuk mengenang kepahitan dan penderitaan Raja Nasiak Bagi,
sang penebus mereka. Bahan-bahan makanan tersebut merupakan paduan antara
daun pepaya muda, cabe, garam, dan nangka muda yang ditumbuk dengan halus.
Ritual mangan Napaet berlangsung sebagai pembuka dan penutup puasa yang
mencapai waktu sampai 24 jam.
Itulah bagi penganut parmalim sebagai bulan permenungan, pertobatan
dan bulan penuh rahmat. Makna hakikinya, bahwa parmalim pada saat sebelum
Sipaha Sada ini sudah melaksanakan upacara pengampunan dosa.
Dengan demikian bisa dikatakan perayaan Sipaha Sada dapat dianggap
sebagai jantung ritual dalam upacara keagamaan Parmalim Huta Tinggi. Perayaan
itu memuncak dalam tonggo-tonggo (doa-doa) yang dilambungkan pada hari
kedua. Ritual ini berlangsung selama lima jam, mulai jam dua belas siang hingga
pukul lima sore. Upacara ritual ini juga diselang-selingi oleh tonggo-tonggo,
dengan iringan musik tradisional gondang hasapi, tortor, dan penyampaian
persembahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Jadi, secara “teologis” bisa dikatakan bahwa Ugamo Malim menganut
paham monoteistik, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena tujuan
akhir semua doa mereka tetap diarahkan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Usai
doa-doa itu dipanjatkan dilanjutkanlah “kotbah” atau renungan yang disampaikan
oleh pimpinan, Raja Poltak Naipospos. Kemudian mereka manortor secara
bergiliran mulai dari keluarga Raja sampai naposo bulung (muda-mudi).
4.1.7 Ritual Sipaha Lima
“Ritual Sipaha Lima manang idok do on pameleon bolon. Ritual ucap syukur maon atas hasil panen na di jalo ni Parugamo Malim nadibagasan sataon bolon. Termasuk do tu angka partiga-tiga. Mangalahat ma di si horbo manang lobbu”.
Artinya: “Ritual Sipaha Lima atau yang disebut juga perayaan
persembahan besar-besaran. Ritual ucap syukur atau hasil panen yang diterima
oleh Parugamo Malim selama setahun penuh. Termasuk juga buat para pedagang.
Disana akan dikorbankan satu kerbau besar atau lembu jika kerbau tidak ada”.
Gambar 4.8 Umat Parmalim sedang mangalahat horbo di halaman Bale Pasogit Partonggoan atas rasa syukur mereka
terhadap hasil panen dan rejeki yang mereka terima setahun penuh.
Upacara Sipaha Lima merupakan upacara yang paling besar, upacara ini
merupakan ungkapan rasa syukur kepada Debata Mulajadi Nabolon atas nikmat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
yang diberikan. Upacara Ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut yang dimulai
pada tanggal 12 (boraspati nitangkup) hingga tanggal 14 (samisapurasa) bulan
lima dan dipusatkan di Bale Pasogit Partonggoan. Berbeda dengan upacara sipaha
sada, hampir semua aktivitas upacara Sipaha Lima ini dipusatkan di halaman Bale
Pasogit Partonggoan dan juga prosesi upacara dipimpin langsung oleh Ihutan.
Ritual upacara Sipaha Lima dilaksanakan dalam 3 tahapan hari, yang
pertama adalah parsahadatan (pembukaan), yang kedua pameleon (persembahan
sesaji), dan yang ketiga panantion (penutup).
Parsahadaton (pembukaan) yang dilakukan di hari pertama (ari boraspati)
ini adalah pemanjatan doa-doa dan ikrar kepada sang pencipta, Debata Mulajadi
Nabolon agar diberikan kemudahan dalam melakukan rangkaian tradisi tersebut
yang berlangsung esok harinya. Istilah parsahadatan dalam Ugamo Malim adalah
penyerahan diri sepenuhnya kepada Debata Mulajadi Nabolon. Selain itu juga
dipanjatkan doa-doa kepada leluhur serta para pemimpin dimasa dahulu dan para
pemimpin dimasa sekarang.
Gambar 4.9 Pada hari pertama ritual Sipaha Lima seluruh umat Parmalim duduk di halaman Bale Pasogit Partonggoan
mendengar kata sambutan dari Ihutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Hari pertama ini tidak dilakukan persembahan apapun, seluruh Parmalim
duduk di halaman Bale Pasogit Partonggoan. Tertib acara hanyalah kata sambutan
dari Ihutan yang kemudian dilanjutkan oleh kata sambutan dari masing-masing
yang mewakili kelompok cabang (punguan). Setiap selesai memberi kata
sambutan, setiap kepala cabang akan menari (manortor) yang diringi dengan
musik tradisional Batak, gondang sabangunan.
Pameleon (persembahan sesaji) yang dilaksanakan pada hari kedua (ari
singkora) ini adalah puncak dari ritual Sipaha Lima. Pada hari ini diadakan
persembahan yang ditujukan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Acara dimulai
ketika semua Parmalim hadir di Bale Pasogit Partonggoan dengan pakaian
upacara lengkap.
Tertib acara yang pertama diawali dengan Ihutan beserta keluarganya
menuju ke ruangan Bale Parpiataan, tempat di mana setiap perwakilan cabang
akan membawa sesajian (palean) untuk diserahkan kepada Ihutan. Selanjutnya
dilakukanlah ritual persembahan.
Ihutan keluar dari Bale Pasogit Partonggoan dan mulai menyucikan areal
sekitar dengan cara memercikkan aek pangurason (air penyucian). Setelah itu satu
persatu sesajian persembahan dibawa keluar dari Bale Parpiatan untuk diletakkan
di langgatan (altar sesembahan berjumlah tiga yang dihiasi dengan janur kuning
dan dipasangkan tiga bendera berwarna merah, hitam dan putih). Peletakan setiap
sajian ini selalu diiringi dengan doa yang dipimpin oleh Ihutan hingga semua
sajian telah diletakkan di langgatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Terdapat tiga langgatan yang berjejer di tengah halaman Bale Pasogit
Partonggoan. Tiap langgatan berbeda peruntukannya. Langgatan yang berada di
tengah mewakili banua ginjang (dunia atas), persembahan yang diletakkan disini
diperuntukkan kepada Debata Mulajadi Nabolon berupa ayam putih (manuk na
bontar). Sesajian berikutnya diletakkan di langgatan sebelah kanan yaitu sesajian
berupa ayam berwarna hitam untuk penghuni banua tonga (dunia tengah),
sesajian terakhir yang berupa ayam berwarna merah kehitam-hitaman diletakkan
di langgatan sebelah kiri yang diperuntukkan kepada pendiri Ugamo Malim.
Setelah semua sajian diletakkan di langgatan, semua Parmalim berdiri dan mulai
menari diringi ogung sabangunan, irama musik tradisi menghantar doa
persembahan. Maka kerbau pun dikeluarkan untuk disembelih (horbo sakti).
Seekor kerbau yang terbaik dipilih, horbo sitingko tanduk siopat pusoran
(Kerbau pilihan dengan tanduk melingkar dan memiliki empat pusar). Jauh hari,
kerbau ini sudah dipersiapkan, jika tidak ada kerbau maka sembelihan diganti
dengan seekor lembu berwarna hitam yang sehat dan baik bentuknya (tidak cacat).
Kerbau hitam digiring menuju halaman Bale Pasogit Partonggoan, kemudian
diikatkan pada borotan. Selanjutnya Ihutan akan memanjatkan doa-doa kepada
Debata Mulajadi Nabolon untuk hadir ditengah-tengah mereka dan menerima
semua bentuk persembahan.
Ritual selanjutnya adalah boras sipir ni tondi (beras peneguh jiwa), Ihutan
meletakkan beras disetiap kepala perempuan yang ikut menari. Setelah itu para
kelompok pekerja (parhobas) menerima pisau dari Ihutan dan menggotong kerbau
untuk disembelih. Proses penyembelihan dilakukan di ruang khusus, di sana telah
disediakan batu singkapon di mana terdapat lubang dalam tanah tempat di mana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
darah sembelihan dialirkan. Darah tersebut dipersembahkan kepada banua toru
(dunia bawah).
Selanjutnya dilakukan tari tor tor na torop, seluruh peserta upacara menari
dalam urutan tertentu. Yang pertama sekali adalah kelompok laki-laki yang sudah
menikah, dilanjutkan dengan para wanita yang sudah menikah. Urutan terakhir
adalah para muda-mudi. Tarian ini ditutup dengan pemberian khotbah singkat
yang berhubungan dengan penguatan iman Parmalim oleh Ihutan. Ritual terakhir
adalah pembongkaran langgatan (sebelumnya tiap persembahan diambil dan
dikembalikan ke Bale Parpiatan). Ihutan akan menyerukan “Horas!” sebanyak
tiga kali sambil diiringi gendang penutup. Berakhirlah proses upacara di halaman
Bale Pasogit Partonggoan.
Ritual paling akhir dilakukan di dalam Bale Pasogit Partonggoan. Seluruh
sajian didoakan oleh Ihutan untuk dipersembahkan kepada Debata Mulajadi
Nabolon. Seluruh peserta duduk dengan tangan dalam posisi sembah sepuluh jari
saat Ihutan melantukan doa-doa yang diiringi dengan musik gondang sabangunan.
Ritual terakhir ini ditutup dengan ucapan “Horas!” oleh Ihutan sebanyak tiga
kali. Setelah itu, seluruh peserta yang hadir makan bersama.
Panantion (penutup) adalah upacara terakhir dari rangkaian upacara
Sipaha Lima yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Pada hari terakhir ini
(ari samisara) dilaksankan ibadah berupa ceramah keagamaan, penyampaian
nasihat oleh Ihutan dan pembagian daging kerbau yang telah disembelih pada hari
sebelumnya (hari ke-2). Penyerahan diwakili oleh seluruh ulu pungguan setiap
cabang Parmalim yang hadir. Semua kegiatan pada hari ke-3 ini dilakukan di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
dalam Bale Pasogit Partonggoan. Seluruh rangkaian acara tetap diiringi dengan
musik gondang sabangunan. Penutupan seluruh rangkaian upacara Sipaha Lima
pada hari ke-3 ini dilakukan oleh Ihutan dan diiringi dengan gondang penutup,
Ihutan mengucapkan “Horas! Horas! Horas!” dan acara pun selesai.
Setelah acara selesai, seluruh Parmalim pulang kerumahnya masing-
masing, tidak terkecuali bagi Parmalim yang berasal dari daerah-daerah lain di
luar Sumatera. Mereka kembali ke cabang-nya masing-masing dan mulai menanti
perayaan upacara Sipaha Lima tahun berikutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil deskripsi data pada ritual Parmalim dalam cerita asal-
usul Etnis Batak, ditemukan 7 ritual-ritual Parmalim dalam cerita asal-usul Etnis
Batak yang tergolong dalam nilai budaya yaitu hubungan manusia dengan Tuhan,
sebagai berikut:
a. Ritual Mararisabtu
Ritual Mararisabtu adalah salah satu upacara agama (ibadah) yang
terpenting dalam Ugamo Malim ibadat ini wajib dilaksanakan sekali dalam
sepekan yaitu hari Sabtu. Penetapan hari Sabtu sebagai hari peribadatan
berasal dari sejarah dimana tepat pada hari ketujuh (sabtu), Siboru
Deakparujar mengunakan hari itu sebagai hari beristirahat atau sebuah hari
tanpa aktivitas.
b. Ritual Martutuaek
Ritual Martutaek dalam ajaran Ugamo Malim adalah “menyambut
kehadiran tondi”. Ruh (tondi) yang ada pada manusia berasal dari Debata
Mulajadi Nabolon dan pada suatu masa nanti ruh itu akan kembali kepada-
Nya. Berdasarkan kepada ajaran itu, Ugamo Malim manganut paham
bahwa dalam setiap penyambutan seorang anak yang baru lahir
sepatutnyalah berangkat dari segi tondi-nya dan bukan semata-mata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
jasmaninya Upacara ini dilakukan pada anak yang telah berusia sebulan
(30 hari) dan orang tua wajib melaksanakan Ritual Martutuaek.
c. Ritual Mardebata
Ritual Mardebata adalah salah ritual penyembahan kepada Debata
dengan perantaraan sesaji (pelean) yang bersih yang diantarkan melalui
bunyi-bunyian gendang yang lengkap (gondang sabagunan) sebagaimana
telah diisbatkan dalam Ugamo Malim. Pada hakikatnya hukum Mardebata
tidaklah wajib, melainkan hanya semacam tambahan ibadat berdasarkan
niat yang muncul dari seseorang Parmalim. Namun boleh saja hukum
Mardebata ini meningkat menjadi wajib apabila seseorang melakukan
kasus yang dapat dikategorikan melanggar patik dan hukum yang berat.
Meski Mardebata merupakan hajatan keluarga, namun diharuskan juga
dihadiri oleh anggota Parmalim cabang lain. Dengan kata lain amalan
ibadat ini bisa menjadi perbadatan bersama yang nilai ibadatnya bukan
untuk suhut (tuan rumah) saja, tetapi kepada semua peserta yang terlibat
dalam upacara itu.
d. Ritual Pasahat Tondi
Ritual Pasahat Tondi adalah suatu upacara Ugamo Malim yang
bermaksud menampaikan atau menyerahkan ruh seseorang manusia yang
sudah meninggal dunia kepada Debata Mulajadi Nabolon sekaligus
memohon kepada-Nya agar orang yang yang bersangkuan dapat diampuni
dosanya dan ditempatkan Debata Mulajadi Nabolon di sisi-Nya serta
memohon keampunan dosa keluarga yang ditinggalkan.
e. Ritual Sipaha Sada (Mangan Napaet)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Ritual Mangan Napaet dalam Ugamo Malim adalah suatu aturan
(ibadat) yang wajib diamalkan oleh setiap warga Parmalim pada akhir
tahun. Kewajiban melaksanakan ibadat ini adalah sebagai wujud
pengakuan bahwa setiap manusia tidak luput dari segala perbuatan dosa
sejak awal tahun hingga akhir tahun. Untuk menghapus “dosa tahunan”
diwajibkan bagi Parmalim untuk melaksanakan ibadat Mangan Napaet
sebagi wadah penyampain keampunan dosa kepada Debata Mulajadi
Nabolon. Upacara ini berupa upacara dengan mengkomsumsi sayuran
yang berasa pahit. Upacara Managan Napaet dilakukan sebanyak dua
tahap yakni Mangan Napaet parjolo (pertama) dan Mangan Napaet
Paduahon (kedua). Upacara Mangan Napaet ini ditutup dengan upacara
mangan na tonggi.
f. Ritual Sipaha Sada (Panghaoroanan Ari Hatutubu Ni Tuhan Simaribulu
Bosi)
Ritual Sipaha Sada adalah salah satu aturan dalam Ugamo Malim.
Upacara ni khusus untuk memperingati ari hatutubu (hari kelahiran) Tuhan
Simaribulubosi yang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari anggara
(hari ketiga) bulan sipaha sada. Upacara Sipaha Sada dilakukan di Bale
Pasogit Partonggoan, Hutatinggi dengan diiringi musik tradisional yaitu
hasapi (kecapi) dan alat musik lainnya.
g. Ritual Sipaha Lima
Ritual Sipaha Lima merupakan upacara yang paling besar, upacara
ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Debata Mulajadi Nabolon
atas nikmat yang diberikan. Upacara Ini dilakukan selama tiga hari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
berturut yang dimulai pada tanggal 12 (boraspatinitangkup) hingga
tanggal 14 (samisapurasa) bulan lima dan dipusatkan di Bale Pasogit
Partonggoan. Berbeda dengan upacara Sipaha Sada, hampir semua
aktivitas upacara Sipaha Lima ini dipusatkan di halaman Bale Pasogit
Partonggoan dan juga prosesi upacara dipimpin langsung oleh ihutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
5.2 SARAN
Melalui hasil penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran seperti
berikut ini:
1. Untuk para peneliti sastra, khususnya dibidang antropologi sastra
diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan lebih baik dan
sempurna terhadap karya-karya sastra lama seperti cerita rakyat dan
mengungkapkan nilai-nilai budaya dalam hubungan manusia dengan
Tuhan ataupun hubungan manusia dengan yang lainnya yang termasuk ke
dalam golongan nilai budaya.
2. Untuk para pendidik, khususnya para pendidik di bidang sastra, hendaknya
dapat menjadikan karya sastra sebagai sumber pengajaran yang lebih baik
dan bermamfaat, khususnya karya sastra yang memiliki hubungan dengan
nilai budaya. Sehingga pelajaran bahasa dan sastra Indonesia akan lebih
baik kedepannya.
3. Untuk para pembaca, baik itu penikmat maupun pengkritik sastra, agar
tetap menjaga dan melestarikan nilai budaya yang terdapat di dalam karya
sastra. Sehingga nilai budaya tersebut dapat menjadi pedoman dalam
kehidupan kita masa kini untuk memperbaiki kepribadian menjadi lebih
baik lagi.
4. Untuk pemilik cerita asal-usul Etnis Batak atau masyarakat Batak yang
masih tinggal dan menetap di daerah sekitaran Pusuk Buhit, hendaknya
tetap menjaga, melestarikan, dan mengembangkan situs atau peningalan-
peningalan leluhur. Agar kelak generasi selanjutnya tetap bisa mendengar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
cerita asal-usul etnis Batak tersebut dan tetap bisa menyaksikan situs-situs
yang ditinggalkan oleh leluhur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
DAFTAR PUSTAKA
Chourmain Iman, Adiguru. 2006. Acuan Normatif Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Al- Haramain Publishing House. Danandjaya, James. 1994. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-
lain. Jakarta: Grafiti. Djamaris, Edward dkk. 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Endaswara, Suwardi. 2011. Metodologi Peneltian Sastra. Yogyakarta: CAPS. Endaswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Antropologi Sastra. Yogyakarta: Ombak. Hutomo, Suripan Sadi. 1991. “Perkembangan Cerita Rakyat Sampai Saat Ini dan Usaha-usaha untuk Menumbuhkannya”. Jurnal Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, volume 20, 1991. Ludianti, Daning Melita. 2015. Ritual Obong Sebagai Ritual Kematian Orang Kalang di Desa Bumiayu Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal (Skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Sosial UNS. Purba, Corry. 2013. “Gerakan Politik dan Spritual Parmalim dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah Batak”. Jurnal Sejarah Historica, volume 2, Mei 2013. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Ceatakan I. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Sembiring, Ribka Devina. 2018. Kepercayaan Masyarakat Karo terhadap
Legenda Danau Linting di Desa Sibunga-Bunga Hilir Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Siregar, Novita Sari. 2018. Ritual Kepercayaan Masyarakat Melay terhadap Cerita Rakyat Nek Saripah di Desa Hinai Kanan Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Sumardjo, Jacob dan Saini K. M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Susilo, Hariadi. 2017. Wacana Kohesi dan Keraifan Lokal dalam Masyarakat Karo. (Disertasi). Medan: FIB USU. Tantawi, Isma. 2014. Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung: Citapustaka Media.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
LAMPIRAN I
CERITA ASAL USUL ETNIS BATAK MENURUT PENUTUR ASLI DI
DESA SARIMARRIHIT, KECAMATAN SIANJUR MULA-MULA,
KABUPATEN SAMOSIR DALAM BAHASA BATAK TOBA
1. Nama : Komo Limbong Naburahan (Raja Bius Sipitu
Tali)
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Sarimarrihit
Pendidikan Terakhir : SMP
Wawancara pada tanggal 19 Februari 2019
1. Hea do di bege jala i boto Tulang do cerita asal-usul ni Halak
Batak?
Jawabannya: Hea, jala hu boto.
2. Tikki umur sadia ma di bege Tulang cerita i?
Jawabannya: Mulai sian dakdanak, lupa au umur sadia ale nunga
sering i bege hami ceritai.
3. Sian ise do i bege halak Tulang cerita i parjolo sahali?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Jawabannya: Sian Natua-tua nami hinan. Ai sering hian dope
angka natua-tua najolo marserita tu angka anakhon na, dang
songon si saonari be.
4. Jadi bolo saonari, sering dope serita i tarbege manang i tuturhon
Tulang?
Jawabannya: Sering, ai bolo hundul antong hami di kode-kode i
rap angka naposo i, olo do hami marserita-serita, boha ma asa
unang mago budaya ta i kan!
5. Bolo songoni Tulang, songon dia do jalan cerita ni Asal-usul
bangso Batak i? I ceritahon Tulang majo secara jelas! Santabi da
Tulang.
Jawabannya: Jalan cerita asal-usul Etnis Batak Menurut Komo
Limbong Naburahan (Raja Bius Sipitu Tali):
Cerita asal-usul Bangso Batak na i Sianjur Mula-Mula on luas do
anggo sejarahna. Ai bolo sude do ceritahononku mungkin dang selesai anggo
sadarion, ai sada bukku pe lobi. Intina, contohna sejarah ni Parmalim,
sejarahni Sianjur Mula-Mula (kejadianna asa gabe Halak Batak) kan godang
do, manang holan na idia do si ceritahonon.
Molo mulani si Raja Batak ma nadi dok mu ateh?
Jadi... mulana tarjadina sian Siboru Deak Parujar. Turun ma imana
parjolo, idokmai sonari i Sitapangi ima na i dolok Pusuk Buhit sada danau
adong disi hurang lobi luasna hampir dua hektar. Isi ma attong imana na turun
pitu halak bidadari manang anak boru. Dungi ro ma oppung nami najolo, i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
buat ma sada pakkeanna i ma na margoar Siboru Deak Parujar. Onma na gabe
terjadi imana parjolo sahali sada Bangso Batak.
Turun ma imana marpinoppari i ma di Sianjur Mula-mula. Di sada
huta namargoar Huta Urat di Sagala. Marpinopari, marpinoppari ma on
songoni toropna tubu ma anakna peddek ceritana. I goari maon Guru Tatean
Bulan dohot Raja Sisubbaon. Molo guru Tatean Bulan tinggalma di Sianjur
Mula-mula. Raja Sisubbaon tinggalma i daerah Pangururan manang idok
maon termasuk daerah aek parsuangan. Dungi di bagi dua do pustaka tu
nasida, ison pustaka Holing, isan pustaka akka parbinotoan ni disan termasuk
uning-uningan, musik, politik, dohot segala. Ido asa ujjago halakan bolo
bagian tradisional di keturunan ni Raja Subbaon.
Molo i Guru Tatean Bulan ibana, ison ma termasuk akka hadatuon.
Ima pusaka i pasahat: hadatuon, habisukon, ula ni adat, ulani jolma tubu, ulani
jolma namarmarga, mulani akka parbinotoan sian on ma sude. Dohot mulani
biti-bitian, mulani boto-botoan, na boi patupa tawar, dohot pature rassun, sian
on mai.
Molo mual nai pasahat ni oppung ta Tatean Bulan idokma aek malum
na di daerah Pusuk Buhit, na di jonokni Batu Sawan on. Ima na idokna aek
malum. Molo di bariba an, i pasahat ma di ibana ima aek parsuangan goarna.
Jadi ondo aek ni oppung ta si Raja Batak na dua anakna, Guru Tatea Bulan
dohot raja Subbaon, termasuk aek na sakkral maon i patupa oppung tai.
Termasuk maon aek mujijat, ima na di alapan ni akka namarningot Bangso
Batak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Jadi anakni guru Tatea Bulan, lima ma anak, lima ma boru. Ia anakna
ima oppungta namartua dolok Pusuk Buhit ma siangkangan, ima raja na
sangap i idok maon raja na saktina pitu hali malim, naboi marganti-gatti rupa.
Ima opputa namartua dolok Pusuk Buhit, opputta Raja Uti jala godang do
goarnion, ima siangkangan. Saribu Raja si nomor dua, Limbong Mulana si
nomor tolu, Sagala raja si nomor opat, Silau Raja si nomor lima. Ima molo
anakni oppungta Tatea Bulan.
Boruna, ima borutta na lao tu Ratu Pantai Selatan. Ima nai dokna Boru
Sipiting Laut, baru Siboru Pareme, baru Siboru Bunga Umasan, Atting
Haumasan, baru pe namboru nami Nattinjo.
Jadi on sude on, antarani anak dohot boru martulbo doon. Sarupa
kesaktianna, sibuatton ibotona be. Contohna oppunta Oppung Namartua
Dolok Pusuk Buhit turbuna tu namboru Sibiting Laut. Ima na terjadi adong
Ratu Pantai Selatan.
Jadi bolo Raja Subbaon ibana manggopar, mulai narasaon,
naiambaton, dohot akka na asing na dope. Ima sahat ma tu hamu marga nion...
Harianja. I sadu ma aek muna, ima namargoar aek Parsuaganan. Ima bolo
sejarahna. Ima torus sahat tu namanggoppar sahat tu si Raja Lottung, songoni
muse i Raja Subbaon tung mansai godang do marga, termasuk bolo keturunan
ni oppung ta nasian nadua on, Guru Tatea Bulan dohot Raja Sisubbaon .
Songonima cerita singkatna terjadinya halak Batak sian Sianjur Mula-
mula. Parjolo mai nakkin nai turun imana na i tongos ni oppung ta Mula
JadiNabolon na sahat di Sitapangan, Tala-tala ma idok goarna nuaeng. Ido i
na sahat tu Sianjur Mula-mula namamompari sahat tu Sonari. Tor ido
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
ingotonn mu parjolo, termasuk ma Aek Malum, dohot Aek Parsuangan.
Songonima...
2. Nama : A. Dapot Limbong
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : PAD Pariwisata Batu Sawan Pusuk Buhit
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Dusun III Desa Sarimarrihit
Pendidikan Terakhir : SD
Wawancara pada tanggal 19 Februari 2019
1. Hea do di bege jala i boto Tulang do cerita asal-usul ni Halak
Batak?
Jawabannya : Hea, jala hu boto.
2. Tikki umur sadia ma di bege Tulang cerita i?
Jawabannya : Mulai sian dakdanak, lupa au umur sadia ale nunga
sering i bege hami ceritai.
3. Sian ise do i bege halak Tulang ceritai parjolo sahali?
Jawabannya : Sian Natua-tua nami hinan. Ai sering hian dope akka
natua-tua najolo marcerita tu akka anakkonna, dang songon si
saonari be.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
4. Jadi bolo saonari, sering dope cerita i tarbege manang i tuturhon
Tulang?
Jawabannya : Sering, ai bolo hundul attong hami i kode-kode i rap
akka naposo i olo do hami marcerita-cerita, boha ma asa unang
mago budayattai kan!
5. Bolo songoni Tulang, songondia do jalan cerita ni Asal-usul
bangso Batak i? I ceritahon Tulang majo secara jelas! Santabi da
Tulang
Jawabannya: Jalan cerita asal-usul etnis Batak Menurut A. Dapot
Limbong (PAD Pariwisata Batu Sawan Pusuk Buhit):
Menurut hatiha i mandokkon oppungta si Raja Batak ro sian India
belakang. Marboros-boros ma imana manang marsolu-solu sahat ma ibana tu
Barus. I boan do si luana sian India belakang, i boan gadong attirha, jagong,
dohot hamijjon. I ma siluana. Jai, i tatap mana ma dung sahat imana mandarat
ara huson, ma natap-natap ma imana, manatap-natap ma torus mardalan-
dalan. Jai ala nga melus be hamijjon naon i suan ma i Pakkat, i do asa i Pakkat
Barus do hatubuan ni hamijjon.
Torus-torus manatap torus ibana mardalan tuson. Torus sappe tu
Lintong, i bereng imana ma dolok Pusuk Buhit on songonna tibbo. Torus ma,
mauruk-nurukma imana sahat hu dolok Pusuk Buhit. Ido. Jai, ala na jolo, ala
godangan na mendung do, godangan akka musibah do najolo, godangan akka
musibah, godangan akka gempa, haba-haba, ido bolo na jolo dope akka alam.
Turun ma imana hu toru na margoar huta Sianjur Mula-mula.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Dukkon i, i baen imana ma disi gubuk-gubuk na, sopo-sopo goarna.
Ba gabe magodang ma ibana di luat i, magodang ma ibana. Martonggo ma
imana tu Mulajadi Nabolon asa boi nian i tongos parsodduk bolonna. Dung
piga-piga hali ibana marpangidoan, piga-piga hali marpangidoan mulak-
mulak tu Pusuk Buhit mangido tu Mulajadi Nabolon. Asi ma roha ni oppungta
Mulajadi Nabolon, I tongos ma. Ima sipitu sadalanan, sipitu sauduran na gabe
parsodduk bolonna songgop tu dolok Pusuk Buhit. Bah, ima ibuat imana
sahalak, namargoar mai na dibuat naon Siboru Deak Parujar. Marhuta ma
nasida di Sianjur Mula-mula. Tubu-tubuan ma disi. Tubu-tubuan ma isinon
ima pinoppar na bawa dua, termasuk mainon Guru Tatean Bulan dohot Raja
Oppungta Sisubbaon.
Dung tubu anakna dua, ima Guru Tatean Bulan dohot Raja Sisubbaon,
magodang-magodang. Marpangidoan ma muse Guru Tatean Bulan dohot
Guru Sisubbaon tong martonggo tu oppungta Mulajadi Nabolon. Asa i tongos
muse na gabe parsodduk bolonna. Tong ma, sonngopma hu dolok Pusuk
Buhit. Sipitu Sadalanan tong, ondope tong maulak-ulak, ido tong maulak-
ulak, ido. Ro ma Oppung ta Guru Tatea Bulan, ibuat ma habongna. Dung
ibuat habongna, tinggal mai, dang boi be ibana habang be. Tinggal ma isinon
inon gabe parsodduk bolonna. Jadi margoarma oppung boru inon boru Tattan
Debata. Songonima dohot si Raja Sisubbaon, ottema. Jadi tinngal opat nama
nakkin suru-suruan i, nga i nasida be tolu. Songonima secara singkat tusi.
Jadi tubuni oppungta Guru Tatean Bulan sappulu. Tubuma pinopparna
sappulu anak buha baju parjolo margoar ma inon opputta si Raja Gumiling-
giling. Opputta si Raja Gumiling-giling i ma si pultak pagar. Paduahon Saribu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Raja, patoluhon Limbong Mulana, paopathon Sagala Raja, palimahon Silau
Raja. Tubuma muse boru na lima, boru parjolo buha baju Sibiting Laut,
paduahon Siboru Pareme, Patoluhon Siatting Haumasan, paopathon Sipungga
Haumason, palimahon Nattinjo.
Marhuta ma ison Guru Tatea Bulan. Marhuta ma i Sijambur si Raja
Subbaon. Nakkiningan inon opputta si Raja Gumiling-giling ala tulus do
tuppana tu goarna, tudos do goarna tu toppana, ba songonima bagianna. I baen
ma sonari sumananna songon tabu-tabu. Songon tabu-tabu on ma imana. Jei
ro ma opputta boru dohot opputta doli i taruhon maon hu batu Soddi. Idia ma
batu Soddi on? I ma nakkin na i batu Sawan i, beddera na liang i. I ma batu
Soddi.
Ala urun martonggo Guru Tatea Bulan dohot opputta boru, tangima
opputta Mulajadi Nabolon. I tangihon ma pangidoanna on. Ba i tomos ma Aek
Batu Sawan on. Dung i tomos Aek Batu Sawan on i gijang tor i baen ma muse
paridianna i ma na hu bak i. Holan begitu tor ro inon, nga mujijat on inna
opputta Guru Tatea Bulan. Songgot ma rohana, marhatiha ma imana i ma
daonna. I ma hu parnipionna. Manang i ma ro ihan i tu imana, sian opputta
Mulajadi Nabolon.
Dukkon songoni i buat ma nakkinin anakna si Raja Margiling-giling
sian Batu Soddi on. Ale dung sahat nakkining opputta si Raja Margiling-
giling i Batu Soddi, marhuar ma oppui disi “Ehe anaha, hodo pultak pagar ale
hasosogo ho i sude akka tinodohonnmu, ison maho. Alani siat ni bagin do asa
songoni” inna. Ido asa margoar muse oppungi opputta si Raja Sisiak Bagi. Jei
dukkon inon nga ro aekon ta nakkinin, i paridi ma hu si. I paridi ma tu aek i.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Dung i paridi tu aek i. Idok hata na jolo di uras ma hu si. Maridi hata nuaeng.
Jei margoarma oppunginon opputta si Raja Miak-miak. I miaki ma ningonma,
i ubati opputta Mulajadi Nabolon.
Jadi dukkon inon, boi ma imana songon manusia biasa. Gabe marholi-
holi ma imana mangalakka-lakka, boima imana mangalakka-lakka. Baru dung
adong piga-piga ari nai ningon ma jolo tong i ulakkon imana maridi husi. I
ulakkon opputta boruon dohot opputta doli paridihon. Lam sehat imana, lam
stabil imana songon hita on. Margoar ma oppungi, oppu Sisari Matua.
Jei dung margoar oppui Sisari Matua. I suba imana ma hasehaton na
on. I suba imana ma ke ajaiban na on, nga labu boi imana mardalan. Nga las
be roha ni imana, nga boi makkatai imana. Lao ma imana saddiri hu Tiddoan
goarna. Bolo ido tiddoan parsitongaan parsitongaan ni Pusuk Buhit on.
Manatap-natap ma imana hu toru on. Manatap-natap ma imana hu tano
hatubuan naon.
Alai i tikki na martonggo otte opputta Guru Tatea Bulan dohot opputta
boru. Nga adong parjajjian ni opputta Mulajadi Nabolon hu opputta si Raja
Maregeleng-geleng otte. Artina, molo dung annon hu baen parbinotoanmu, hu
baen ho manusia songonna stabil, hu baen lobi hasaktionmu. Anggo
subangna, unang sappur be ho dohot manusia. Hera songonima ahana attong,
padanna, unang sappur asa unang tarsubang. Attar songonima, idoi.
Baru maridi ma muse hu Batu Sawan on, maridi ma imana. Nga boi be
imana saddiri be mangubati imana. Dang pala be ikkon nabinoto ni natua-
tuana otte be. Maridi ma imana tu Aek Malum. Sahat ma imana tu Aek
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Malum nga malum be sude arsak ni rohana. Gabe boi imana habang. Nakkin
mardalan, makkuling, makkatai, holan i dope boi. On nga labu boi mardalan.
Jei dung sahat ibana i Aek Malum. Margoarma muse oppunginon,
opputta si Saur Matua. Margoarma opputta su Saur Matua. Mulak imana tong
hu Bata Sawan on, dohot tu podoman naon hu Batu Soddi. Dung adong piga-
piga leleng, piga-piga leleng nai marpangidoan ma imana tu opputta Mulajadi
Nabolon “Ai boi nian Oppung habang au, ai boi manian au songonon,
songonon au” inna. Ilean. Idoi.
Jei tabba ma parbinotoan ni imana. Boi ma imana isinon pauba-uba
toppa. Dung boi imana pauba-uba toppa, sahat ma imana hu Tala-tala. Dung
sahat imana hu Tala-tala marlas ni roha ma imana. Martonggo ma imana tu
opputta Mulajadi Nabolon muse, ima i Batu Parrapotan i, batu Parsadaan
inon. “Baenma oppung songon ho i au, baen ma au siat marpangidoan tu si
marpanoppa” tor songonima rupani.
Ima mulak imana muse. Margoar ma imana isi margoar opputa si Raja
Hatorusan. Jei sahali nai tuat ma imana. Nga boi be songondia pangidoan ni
imana nga i lean opputta Mulajadi Nabolon be. Mulak ma imana, manguras-
uras ma imana muse sahat ma imana hu Raja-raja Nabolak goarna. Bolo idok
Raja-raja Nabolak ima pusuk ni Pusuk Buhit on. Nga be, nga siat be
pangidoanni imana be. Songondia ma i subahon imana ma isi sude akka na ti
nopot ni Debata Mulajadi Nabolon. Nga boi be lomo ni imana be. Margoar
ma imana opputta si Raja Uti. Songonima cerita ni imana, sian i ma imana tor
habang ma imana mangareat-reat ma torus, mangareat-reat sahat ma imana hu
Barus. Dung sahat imana hu Barus, sahat muse hu Aceh. Songonima
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
pardalanan ni imana. Dang mulak imana be hu tano hatubuan ale sae tong
dope mangoroi imana tu Pusuk Buhit. Songonima imana torus sappe tu
sadarion. Bah martona ma imana. Dung martona imana hu namartubuhossa,
Hu Guru Tatea Bulan dohot tu opputta boru “Bah bolo masihol hamu tu au,
baen hamu ma on peleanku, baen hamu ma on peleanku. Alai dang boi au
jamaon mu” songonima rupani. I goari ma imana Namartua-tua i. Songonima
padan ni nasida. Songonima sejarah ni imana sahat tu sadarion.
Jei Opputta Saribu Raja. Opputta Saribu Raja tinodohon otte, i tikki
imana selama nakkinin, namangido hasaktion tu Opputta Mulajadi Nabolon i
Batu Sawan on. Marroha-roha ma Oputta Saribu Raja dohot si Boru Pareme.
Artina marroha-roha, mardomu-domu nasida. Dung mardomu-domu nasida ba
roma Limbong Mulana dohot Sagala Raja mandok hatana “Ai dang tikkos
ula-ulami dah. Ibotom pe sai i dongan-dongani ho” tar songoni ma rupani. Jei,
ba ujungna rupani “Unang sae sipiccangon hita, hehe ma hita hanon” inna
mandok sian Paret Sabungan on. Lao ma nasida tu Batu Hobon, dung lao
nasida hu Batu Hobon. Isi ma nasida piga-piga leleng. Ba manurut hatiha i
mandokkon, mareme toba do nasida disi. Dung na mareme toba nasida isinon.
Laos isi ma i tukkang-tukkangi Saribu Raja Batu Hobon on. Jei maksudna
hinan. Lao tempatni eme na doi asa i tukkang-tukkangi. Ale dang sanga i buat
eme naon, nga tong i gora muse. I gora tinodohon naon. Nakkok ma muse
nasida tu gijang muse. Margoar mai ingananna na i gijang i Batu Nanggar.
Dung margoar ingananna na i gijang i Batu Naggar. Tarbege ma muse
attut-attuk ni imana. Ai manopa-nopa karejo ni Saribu Raja disi. Manciptahon
akka ala-alat na. Ido anggo karejo ni imana. Jei roma si Limbong Mulana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
dohot Sagala Raja “Bah adong muse isan timus ni api” inna. “Ise dope muse
i?” inna. Lao nasida tong hu si. I gora nasida tu si. Ba ujunna “Ba hehe ma
hita sian Limbong on, ai torus do hita sipissangon. Ai naong songonido
partubuatta”. Jei hehe ma nasida. Jei adong do hata ni Saribu Raja inna
“Parsili ma tano hatubuan. I pissang au, hape nasuman do hu ulahon” inna.
“Jei bolo mulak do ijur hon tu babak hu, mulak do au tu tano Limbong on” tar
songonima cerita na.
Tor lao ma nasida torus, torus ma nasida marboros-boros. Sappe hu
Ulu Darat. Hape dang sadia leleng dung sahat nasida di Ulu Darat menurut
hatiha i mandokkon ba nga tong i tinggalhon Saribu Raja Siboru Pareme on.
Nga tong i tinggalhon, nga lao imana muse tu Barus. Dung lao imana tu
Barus, tong ma muse. Mangaririt ma imana disi, dapotna ma muse boru ni raja
disi. Namargoarhon boru ni si Raja Borbor. Idoi. Jadi nakkinin nga i
tinggalohon be Siboru Pareme. Ima na roi Babiat Siteppang, gabe imana ma
mangurup-urupi Siboru Pareme on. Tor tubu-tubuan ma. Ima namargoarhon si
Raja Lottung, songonima sejarah singkatni.
Jadi anggo Raja Limbong dohot Sagala Raja boruni homang do anggo
opputta boruna, parsodduk bolonna, boruni homang. Jolma so jolma, begu so
begu. Idoi. Rap marhuta ma nasida i Sagala, i Bagas Limbong goarna. Jei
dung leleng dung leleng, tong ma rupani lao ma muse Silau Raja tong
mangeaki mangalului Saribu Raja otte. Ale dang dapotna be, ujungna gabe lao
ma ibana tu Samosir. Marhuta ma ibana parjolo i Reaniate. Sian Reaniate ma
hu Salaon, sian Salaon hu Simanindo, songonima ceritana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Jei nakkkiningan inon, lima iboto na. Namborutta Sibiting Laut
manang boruni Pusuk Buhit on namargoarhon Sibiting Laut. Lao ma muse
ibana marborot-borot, mangalului ibotona Saribu Raja dohot Siboru Pareme.
Torus ma torus, i ihut-ihuthon ma torus bogas ni patna. Sahat ma ibana tu
Sibolga. Isukkun ma isi “Adong nakkin ro tuson na songonon, nasongonon,
Saribu Raja goarna?” inna. “Lao do hu Pulau Mursala” inna. Lao ibana hu
Pulau Mursala, i sukkun naisini dang adong. Ujunna, mulak ma ibana.
Marbatang pisang ma ibana marparahuu-parahu. Hape, tor roma toppu
abbolas. Mardongan haba-baha. Gabe i boan ma ibana hu tonga laut. Gabe i
boan ma imana hu tonga laut, dang hu Sibolga be ibana i boan. Nga mangalo
arus pangidoanna nai. Ujunna sahat ma ibana tu bariba ni laut. Mendarat ma
ibana i isi. Sahat ma ibana tu Pante Selatan. Dung sahat imana disinon, ro ma
raja naisini, i bereng ma ibana i pinggir ni laut i pagi-pagi. I boan ma hu jabu.
Dung i boan hu jabu. Bah manurut hatihai mandokkon i urus-urus ma
inna sappe leleng, i urus-urus sappe leleng. “Ale imadah ikkon na gabe hodo
muse na gabe parsodduk bolonhu” inna raja i tu Sibiting Laut. Hape raja on
nga godang gellengna. Ba roma Sibiting Laut on mandok “Olo do au raja
nami, ale anggo na maniddii do dang olo au” tar songonima rupani. “Dang olo
au tiddianna, boru ni raja do au sian tano Batak” inna ma.
Secara singkat rupani inon. Secara paksa ma, dung secara paksa, gabe
maralo ma halakon. Gabe maralo ma halakon. Ba ujunna gabe lari ma ibana
sian i, marhamulian ma ibana muse hu na asing. Nga sae i dokkon attong dang
olo ibana anggo tinddianni halak do. Anggo adong do ibbangna dang olo
ibana. Tar songonima. Ai ido inna tona ni bapana tu ibana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Jei Siboru Pareme, ottema ceritana. Gabe sahat ma ibana. Gabe
maringanan ma ibana i Ulu Darat. Jai bolo Siatting Haumasan, dung
marpinoppari-marpinoppari nakkining Siraja Subbaon sahat tu Sori
Mangaraja. Marhite honinon mardakka hu Siraja Naiabbaton. Ba ima muse
paette na gabe parsodduk bolonna. Gabe mulu hu Subba ma imana,
poppararan ni Siraja Subbaon. Jei Sibukka Haumasan, marhaulian ma muse
hu Parna. Jei bolo Natijjo, tong on nakkin lao mangalului ibotona Silau Raja. I
lului sude, i lului sude, ujungna lak gabe dapotna ma i Simanindo. Dung
dapotna i Simanindo rupani, bah manurut hatiha i mandokkon “Ai
marhamulian ma ho ito” inna ma. “Marhamulian maho asa boi i pitta hami
godang sinamot mu” tar songonima rupani.
Jei nabboru on mandokkon “Bolo hu jua boha, bolo hu oloi boha?”
ima rupaninon. Alana ubbaen na idok songoni, alana banci do ibana. Banci
ibana sidua jabbar. Ba ujunna rupani, i oloima. Alai marakkal ma Nattijjo,
dung marakkal Nattijjo on, lao mangalua ma nasida. Dung adong hira-hira
sadia dao sian pinggir tao hu tonga-tonga ba tor marpangidoan ma ibana tu
opputta Mulajadi Nabolon. Ba tor ro ma haba-haba, gabe harun ma hapal
naon, tarsongonima menurut cerita i mandok. Ima na gabe Pulau Malau. Ima
cerita ni inon. Jei songonima bolo sejarahni Pusuk Buhit on nakkin dohot
sejarah ni halak Batak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
3. Nama : Bislon Limbong
Umur : 59 Tahun
Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Lumban Pea Desa Sarimarrihit
Pendidikan Terakhir : SMP
Wawancara pada tanggal 19 Februari 2019
1. Hea do di bege jala i boto Tulang do cerita asal-usul ni Halak
Batak?
Jawabannya : Hea, jala hu boto.
2. Tikki umur sadia ma di bege Tulang cerita i?
Jawabannya : Mulai sian dakdanak, lupa au umur sadia ale nunga
sering i bege hami ceritai.
3. Sian ise do i bege halak Tulang ceritai parjolo sahali?
Jawabannya : Sian Natua-tua nami hinan. Ai sering hian dope akka
natua-tua najolo marcerita tu akka anakkonna, dang songon si
saonari be.
4. Jadi bolo saonari, sering dope cerita i tarbege manang i tuturhon
Tulang?
Jawabannya : Sering, ai bolo hundul attong hami i kode-kode i rap
akka naposo i olo do hami marcerita-cerita, boha ma asa unang
mago budayattai kan!
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
5. Bolo songoni Tulang, songondia do jalan cerita ni Asal-usul
bangso Batak i? I ceritahon Tulang majo secara jelas! Santabi da
Tulang
Jawabannya: Jalan cerita asal-usul etnis Batak Menurut Bislon
Limbong.
Jadi na joloi adong ma pitu halak suru-suruanni Mulajadi Nabolon
manang bidadari na urun sian kayangan. Turun ma nasida di dolok Pusuk
Buhit. Na maringanan di Aek Tala-tala goarna Sitapangi. Adong do disi
peninggalan ni halaki tempat paridian dohot tempat marrapot ima Batu
Parrapotan Goarna. Ima attong jo baru-baru, ima parjolo i tongos ni oppungi
Mulajadi Nabolon i Pusuk Buhit. I goari mai putri kayangan, idok bidadari,
jala i ma naidok na Boru Sitantan Debata namarhitehon bonang sabiji.
Songgopma opputai disi. Jai anggo na onom nai, mulak do tu banua
gijang. Holan sada do nasida na tinggal. Jei opputta sitikkisi marpolitik do.
Ala i bereng imana maridi pitu bidadari manang borua na uli i las i takko jala
disuguthon ibana ma sada salendang ni bidadari i.
Jadi ala dung dibuat imana saleddang ni si sahalak nakkinin gabe
tinggal ma si sahalak i di banua on. Dang boi be dohot ibana habang lao
mulak tu banua gijang rap akka dongganna na onom nai. Dungi, las i jadihon
opputta si Raja Batak ma ibana gabe parsodduk bolonna. Alani ido asa idok
oppu boru Sipasu Bolon parsinodduk bolonni si Raja Batak.
Dungi, margelleng ma opputta si Raja Batak. Pungu ma popparanna
Guru Tatea Bulan ianggo na maringanan di sabola barat. Disan di sabola
timur opputta Siraja Subbaon. Jala opputta Guru Tatea Bulan margelleng ma
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
muse lima anak jala lima boru. Bolo opputta si Raja Subbaon torop do
popparanna. Halaki ma namarserak sahat tu bariba an. Termasuk mai Parna
dohot Lottung saluhut.
Jala tong do adong di baen oppui aek paninggal-ninggalanna. Ima
naidokna Aek Parsuangan goarna. I ma attong mualna. Jai bolo opputta Guru
Tatea Bulan, nyonma Aek Malum. Alai sarupa do haroroni nadua i dohot Aek
Batu Sawan on. I gijang ma anggo Aek Malum. Anggo parjolo sahali asa
adong Aek Malum na marpangidoando opputta boru. Ala lima anakna
nakkinin. Sattabi sangapna opputta si Raja Uti, Saribu Raja, Limbong Mulana,
Sagala Raja, dohot Silau Raja.
Jei opputta siakkangan asing do toppana. Beda tu akka tinodohonna na
opat i. Alani do asa idok ibana Siraja Gumeleng-geleng. Margoar imana Siraja
Gumeleng-geleng tikki di Batu Sawan mai. Dungi idok do muse ibana Raja
Sibiak-biak. Asa idok ibana si Raja Biak-biak alani iri hati do anggo
tinodohonna na opat on tu ibana. Alana opputta siakkangan on torus ditaruhon
opputta boru sipanganonna. Manggallang iddahan natabo. Hape halaki dang
hea.
Jala opputta siakkangan on adong kelebihanna sian na asing. Ale ala
assit do partaonon opputna si Raja Uti, namargoar Siraja Gumeleng-geleng.
Ro ma Mulajadi Nabolon na digoari si saonari Debata. I beren ma imana i
liang i, ai adong do liangna i atas ni Batu Sawan i. Hu si do attong itaruhon
opputta boru sipanganonna siganupari.
I sada tikki, ro ma Mulajadi Nabolon “Assit tahe partinaonon nion, hu
boan ma on. Hu buat ma nasada-sadaon” di boann ma ibana hu gijang hu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
puncak hu atas. Hape opputta boru dang iboto na iboan opputta Debata imana.
Ro ma opputta boru manaruhon iddahan naon, i bereng ma dang i liang i be
opputta on. “Hudia lao anakku si pultak pagar hi naeng?” sae tangis ma
opputta boru on. Alani ido asa terjadi lembah binanga si Humonong goarna.
Bolo idok si Humonong, i istilahon doi ibarat jolma natangis doi. Marholong-
holong iluna manang marcucuran sian mata.
Jei sahat ma imana i gijang, alani huas na. Alani lojana manakkok
gunung on, mangalului opputta Siraja Biak-biak, Siraja Gumeleng-geleng. I
pangido ibana ma hu Debata aek malum. Martamiang ma imana rupani. Dungi
terjadi ma aek on. Maridi ma imana. “Mauliate ma Amang Debata nga sobbu
huas hu jala nga mago lojakku. Jadi baenon hu ma goar nion Aek Malum”. I
ma opputta boru do mambaen goarnion gabe Aek Malum.
Hape i gijang nungga marpadan opputta Siraja siakkangan. I lean
Debata ma Mulajadi Nabolon “Hei anaha, olo doho mangulahon ulaonkon?”
inna oppungi. “Ai aha haroa oppung?” i alusi imana. “Alai imadah, dang boi
ho marsappur tung hu marise-ise”. Istilahna dang boi bergabung. Makana i
lean keturunanna ale dang adong istrina. I lean hasaktion, alani ido makana
gabe imana na paling sakti sian sudena. Aha idokkon terjadi. Aha i pangido i
lean.
Dungi turunma, manosor ma nasida. Turunma tu Sianjur Mula-mula.
Isi ma marhuta Nasida, ima gabe adong huta Sianjur Mula-mula, Sianjur
Toppa-toppa perkampungan parmulaan ni jolma marroha. Dungi muse
manosor ma opputta akka na asing on. Isi ma tading si Sagala Raja dohot si
Limbong Mulana jolo.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
Alai anggo opputta Saribu Raja manoros do imana dohot nabborutta
Siboru Pareme sian Batu langgar torus tu Ari-Ari Pittu sahat tu Pulau
Murshala. Marserak ma nasida, lao nabborutta si Boru Pareme ima na hu
darat. Alai anggo namborutta Sibiting Laut na mangalului ibotona do attong
imana ima Saribu Raja tu Pulau Mursala. Sian i manorus ma imana marsolu-
solu. Alai terdampar ma imana i Pantai Selatan, isi terdampar imana. Ro ma
Raja isai i bereng ma attong Namboru on attong na uli. “Bah mauliate ma,
songonna uli inatta an. Bolo on ikkon jadi parsodduk bolonhu maon” inna
rajai. Hape dang i boto na boru na sakti Namboru ta Sibiting Laut on. Alani
ido asa i goari imana Kanjeng Ratu Nyiroro Kidul. Ujungna i patalu ma attong
raja nakkinin. Dungi mangakku sala ma rajai jala gabe saut ma nasida.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
LAMPIRAN II
CERITA ASAL USUL ETNIS BATAK MENURUT PENUTUR ASLI DI
DESA SARIMARRIHIT, KECAMATAN SIANJUR MULA-MULA,
KABUPATEN SAMOSIR DALAM BAHASA INDONESIA
1. Nama : Komo Limbong Naburahan (Raja Bius Sipitu
Tali)
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Sarimarrihit
Pendidikan Terakhir : SMP
Wawancara pada tanggal 19 Februari 2019
1. Apakah Bapak pernah mendengar atau tahu cerita asal-usul Etnis
Batak?
Jawabannya: Ia pernah dan saya juga tahu.
2. Kapan Bapak mendengar/menerima cerita itu?
Jawabannya: Semenjak saya anak-anak, saya sudah sering
mendengar cerita itu tapi saya tidak ingat pada saat umur berapa.
3. Dari siapa pertama kali Bapak mendengar cerita itu?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Jawabannya: Saya mendengar cerita itu dari orang tua saya dulu.
Zaman dulu orang tua masih sering bercerita kepada anak-
anaknya, berbeda dengan orang tua zaman sekarang.
4. Apakah cerita itu masih biasa, sering, atau jarang dituturkan dalam
masyarakat sekarang ini?
Jawabannya: Sering, karena pada saat kami minum bersama di
warung kopi dengan anak muda kampung ini, kami selalu berbagi
cerita. Itulah cara kami melestarikan budaya yang ada.
5. Bagaimana jalan cerita asal-usul Etnis Batak menurut Bapak?
Jawabannya: Jalan cerita asal-usul Etnis Batak Menurut Komo
Limbong Naburahan (Raja Bius Sipitu Tali):
Cerita asal-usul Etnis Batak yang di Sianjur Mula-Mula memiliki
banyak sejarah. Untuk menceritakan semuanya tidak cukup waktu seharian,
mungkin jika dibukukan satu buku tebal pun tidak akan cukup juga.
Ceritanya berawal dari Siboru Deak Parujar yang turun dari kayangan.
Siboru Deak Parujar turun tepat di Sitapangi sebuah danau seluas kurang lebih
dua hektar yang berada di puncak Pusuk Buhit. Disana dia turun bersama
saudara-saudara bidadarinya yang berjumlah tujuh orang. Mereka sangat suka
dan senang berenang di danau tersebut, Sehingga Siboru Deak Parujar dan
putri-putri yang lainnya tidak memperhatikan bahwa selendang dari Siboru
Deak Parujar telah di ambil oleh seseorang secara diam-diam. Inilah yang
menjadi awal mula cerita asal-usul Etnis Batak.
Berhubung karena Siboru Deak Parujar tidak bisa kembali lagi ke
kayangan, maka dia pun menikah dengan si Raja Batak yang telah mengambil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
selendang miliknya tadi. Lama-kelamaan mereka berketurunan dan bertempat
tinggal di Sianjur Mula-Mula, di suatu tempat bernama Huta Urat di Sagala.
Singkat ceritanya mereka pun memiliki keturunan yang diberi nama Guru
Tatea Bulan dan Raja Sisumbaon.
Guru Tatea Bulan Tinggal di Sianjur Mula-Mula sedangkan Raja
Sisumbaon tinggal di daerah Pangururan atau di daerah Aek Parsuangan.
Setelah Guru Tatea Bulan dan Raja Sisumbaon tumbuh dewasa mereka pun
diberi pustaha atau kelebihan masing-masing oleh Debata Mulajadi Nabolon.
Guru Tatea Bulan mendapat “pustaha holing” dan Raja Sisumbaon mendapat
“pustaha parbinotoan” temasuk uning-uningan, musik, politik, dan masih
banyak lagi. Itulah kenapa keturuanan Raja Sisumbaon lebih unggul
dibanding keturunan Guru Tatea Bulan dibidang pengetahuan dan seni.
Berbeda dengan Raja Sisumbaon, Guru Tatea Bulan mendapat
“pustaha holing” yaitu seperti ilmu perdukunan, kebijakan, adat-istiadat,
“ulani jolma tubu”, “ulani jolma namarmarga”, dan semua tentang
pengetahuan tradisional lainnya. Begitu juga dengan “biti-bitian”, awal dari
“boto-botoan”, bisa membuat racun sekaligus penawarnya.
Ada satu mata air yang disampaikan oleh Guru Tatea Bulan kepada
keturunannya. Itulah mata air yang biasa disebut orang-orang “Aek Malum”
yang berada di puncak Pusuk Buhit. Begitu juga dengan Raja Sisubbaon, dia
juga menyampaikan mata air kepada keturunannya yang diberi nama “Aek
Parsuangan”. Jadi itulah mata air asli si Raja Batak yang disampaikan atau
dibuat oleh kedua putranya yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Sisubbaon.
Dimana kedua mata air itu merupakan mata air yang sakral. Sampai saat ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
masih banyak orang-orang yang mempercayainya dan tidak jarang juga
menjemput dan membawa air itu pulang untuk dikonsumsi sebagai obat bagi
orang-orang yang masih mempercayainya.
Guru Tatea Bulan memiliki lima anak laki-laki dan juga lima anak
perempuan. Anak laki-laki pertamanya bernama Raja Uti, inilah raja yang
memiliki banyak kesaktian, bisa berganti-ganti rupa, raja yang berkuasa atas
puncak Pusuk Buhit, dan raja yang memiliki banyak nama panggilan, anak
kedua bernama Saribu Raja, anak ketiga bernama Limbong Mulana, anak
keempat bernama Sagala Raja, dan anak kelima bernama Silau Raja. Itulah
semua nama anak laki-laki Guru Tatea Bulan.
Anak perempuan pertamanya sering disebut sebagai Ratu Pantai
Selatan yang bernama Boru Sipiting Laut, yang kedua Siboru Pareme, yang
ketiga Siboru Bunga Haumasan, yang keempat Siboru Atting Haumasan, dan
yang terakhir Siboru Nantijjo.
Semua anak laki-laki dan anak perempuan dari Guru Tatea Bulan
memiliki kesaktian masing-masing. Namun karena kala itu manusia hanya
mereka, maka untuk melanjutkan keturunan mereka pun menikah kakak-
beradik satu sama lain, seperti Raja Uti raja yang berkuasa atas puncak Pusuk
Buhit menikah dengan Boru Sibiting Laut yang sekarang ini desebut-sebut
sebagai Ratu Pantai Selatan.
Kalau Raja Sisubbaon dialah sumber dari keturunan marga-marga
seperti Nairasaon, Naiambaton, Raja Sonang, dan juga marga-marga yang
lain. Air kehidupan mereka adalah air yang disebut Aek Parsuangan.
Begitulah sejarahnya, begitulah seterusnya sampai kepada keturunan Siraja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
Lottung. Begitu banyak marga yang lahir dari kedua leluhur ini, yaitu Guru
Tatea Bulan dan Raja Sisubbaon.
Itulah cerita singkat asal-usul Etnis Batak di Sianjur Mula-Mula.
Pertama-tama berasal dari utusan Mulajadi Nabolon, yaitu bidadari yang
mendarat di Sitapangan yang sekarang disebut Tala-Tala. Itulah yang sampai
ke Sianjur Mula-Mula berketurunan sampai pada saat ini. Itulah yang perlu
diingat. Termasuk air kehidupan yang diberi Mulajadi Nabolon yaitu Aek
Malum dan juga Aek Parsuangan. Demikianlah!
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
2. Nama : A. Dapot Limbong
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : PAD Pariwisata Batu Sawan Pusuk Buhit
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Dusun III Desa Sarimarrihit
Pendidikan Terakhir : SD
Wawancara pada tanggal 19 Februari 2019
1. Apakah Bapak pernah mendengar atau tahu cerita asal-usul Etnis
Batak?
Jawabannya: Ia pernah dan saya juga tahu.
2. Kapan Bapak mendengar/menerima cerita itu?
Jawabannya: Semenjak saya anak-anak, saya sudah sering
mendengar cerita itu tapi saya tidak ingat pada saat umur berapa.
3. Dari siapa pertama kali Bapak mendengar cerita itu?
Jawabannya: Saya mendengar cerita itu dari orang tua saya dulu.
Zaman dulu orang tua masih sering bercerita kepada anak-
anaknya, berbeda dengan orang tua zaman sekarang.
4. Apakah cerita itu masih biasa, sering, atau jarang dituturkan dalam
masyarakat sekarang ini?
Jawabannya: Sering, karena pada saat kami minum bersama di
warung kopi bersama anak muda kampung ini, kami selalu berbagi
cerita. Itulah cara kami melestarikan budaya yang ada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
5. Bagaimana jalan cerita asal-usul Etnis Batak menurut Bapak?
Jawabannya: Jalan cerita asal-usul Etnis Batak A.Dapot Limbong
(PAD Pariwisata Batu Sawan Pusuk Buhit).
Menurut orang tua terdahulu yang pernah bercerita, nenek moyang
suku Batak yaitu si Raja Batak berasal dari Hindia Belakang. Dia berlayar
mengarungi lautan sehingga sampai ke Barus. Pada saat berlayar dia
membawa tiga bekal, yaitu: ubi talas, jagung, dan kemenyan. Di perjalanan si
Raja Batak terus melangkahkan kakinya tanpa mengenal lelah. Tidak
beberapa lama kemudian dia telah sampai di Pakkat, namun sayang kemenyan
yang dibawa olehnya sudah mulai layu. Untuk menjaga agar kemenyan
tersebut tidak sempat mati, si Raja Batak pun menanamnya disana. Itulah
sebabnya kenapa di Pakat dan Barus itu banyak tumbuh kemenyan.
Setelah itu, dia terus melanjutkan perjalanannya sampai ke Lintong.
Dari sana dia melihat suatu perbukitan yang sangat tinggi. Karena rasa
penasarannya dia pun melanjutkan perjalanannya ke arah bukit itu dan
akhirnya tiba di Pusuk Buhit. Di puncak Pusuk Buhit si Raja Batak
mengalami banyak bencana alam seperti: gempa, hujan berkepanjangan,
puting beliung, dan lain-lain. Oleh karena itu dia pun memutuskan turun ke
perkampungan yang bernama Sianjur Mula-Mula.
Di Sianjur Mula-Mula dia membangun sebuah gubuk-gubuk yang
disebut sopo-sopo. Dia tinggal dan menetap disana sendirian. Setelah sekian
lama, dia pun merasa kesepian dan akhirnya berdoa meminta kepada Mulajadi
Nabolon agar kiranya diberi seorang istri. Tidak hanya sekali, dia selalu
meminta kepada Mulajadi Nabolon dan bahkan beberapa kali ke puncak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
Pusuk Buhit hanya untuk berdoa kepada Mulajadi Nabolon. Debata Mulajadi
Nabolon pun merasa kasihan dan mengabulkannya. Debata Mulajadi Nabolon
mengirimkan tujuh bidadari ke Puncak Pusuk Buhit. Salah satu dari bidadari
inilah yang menjadi istri si Raja Batak yaitu yang bernama Siboru Deak
Parujar. Mereka bertempat tinggal di Sianjur Mula-Mula, berketurunan, dan
melahirkan dua anak laki-laki yang bernama Guru Tatea Bulan dan Raja
Sisubbaon.
Setelah Guru Tatea Bulan dan Raja Sisubbaon tumbuh dewasa,
mereka juga memohon kepada Debata Mulajadi Nabolon agar mereka juga
diberi istri atau pendamping hidup masing-masing. Debata Mulajadi Nabolon
pun mengabulkan permintaan mereka dan mengirimkan ke enam bidadari
yang tersisa tadi ke puncak Pusuk Buhit. Guru Tatea Bulan pun langsung
mengambil salah satu dari mereka untuk dijadikan istri, yaitu yang bernama
Siboru Tattan Debata. Begitu juga dengan Raja Sisubbaon.
Guru Tatea Bulan memiliki sepuluh keturunan, lima anak laki-laki dan
lima anak perempuan. Anak laki-laki pertamanya bernama Raja Gumiling-
giling, kedua Saribu Raja, ketiga Limbong Mulana, keempat Sagala Raja, dan
yang terakhir bernama Silau Raja. Sedangkan anak perempuan pertamanya
bernama Sibiting Laut, kedua Siboru Pareme, ketiga Siatting Haumasan,
keempat Sipungga Haumasan, dan yang kelima Nattijjo.
Guru Tatea Bulan tinggal di Sianjur Mula-Mula dan Raja Sisubbaon di
Sijambur. Anak pertama dari Guru Tatea Bulan yang bernama Raja Gumiling-
giling lahir berbeda dari semua saudara-saudaranya. Oleh karena itulah Guru
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
Tatea Bulan dan istrinya mengantarkannya ke Batu Soddi yang berdekatan
dengan Batu Sawan.
Guru Tatea Bulan dan istrinya selalu memohon kepada Mulajadi
Nabolon agar diberi kesembuhan kepada anaknya yang bernama Raja
Gumiling-giling. Tanpa berlama-lama Debata Mulajadi Nabolon
mengabulkan permintaan mereka dan menciptakan Aek Batu Sawan sebagai
tempat mandi sekaligus tempat berobat untuk Raja Gumiling-giling. Mereka
pun sangat senang dan segera menjemput Raja Gumiling-giling dari Batu
Soddi.
Setelah Raja Gumiling-giling dijemput dari Batu Soddi mereka pun
menamainya dengan Raja Sisiak Bagi. Setelah itu merekapun
memandikannya di Aek Batu Sawan yang diciptakan oleh Debata Mulajadi
Nabolon tadi. Setelah selesai mandi Raja Sisiak Bagi merasa seperti diobati
dan di olesi minyak oleh Mulajadi Nabolon. Oleh karena itulah dia diberi
nama lagi Siraja Miak-Miak.
Setelah itu, Siraja Miak-Miak pun sudah normal seperti manusia pada
umumnya. Sudah memiliki tulang dan sudah bisa melangkah seperti manusia
lainnya. Beberapa hari kemudian dia pun kembali ke Aek Sawan. Dia
dimandikan oleh Guru Tatea Bulan dan istrinya. Semakin hari semakin sehat
dan semakin membaik keadaannya. Kemudian dia pun diberi nama lagi oleh
Guru Tatea Bulan yaitu Sisari Matua.
Setelah diberi nama si Sari Matua, dia mencoba untuk berjalan sendiri
dan ternyata sudah bisa tanpa dibimbing oleh kedua orangtuanya lagi. Dia pun
merasa sangat senang karena dia juga sudah bisa bicara. Karena hal itu, dia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
pun memberanikan diri untuk pergi mandi sendiri ke arah Tiddoan. Tiddoan
merupakan suatu tempat yang berada di antara pertengahan Pusuk Buhit. Dari
sana dia menatap-natap ke bawah ke arah tanah kelahirannya.
Namun jauh sebelumnya, disaat Guru Tatea Bulan dan istrinya
memohon kepada Mulajadi Nabolon. Mereka sudah memiliki perjanjian
dengan Debata Mulajadi Nabolon bahwa nantinya setelah Siraja Gumeleng-
geleng sudah sembuh, sudah normal seperti manusia pada umumnya, sudah
memiliki pengetahuan atau kesaktian maka dia akan memiliki satu pantangan
yaitu tidak bisa berbaur dengan manusia lain. Jika dia bergabung dengan
manusia lain maka dia akan melanggar aturan tersebut.
Kemudian dia pun mandi lagi di Aek Batu Sawan. Dia sudah bisa
mandi dan mengobati diri sendiri tanpa bantuan kedua orangtuannya. Dari
yang sebelumnya hanya bisa bergerak, berjalan, dan berbicara. Kini dia sudah
bisa terbang. Pengetahuan dan kesaktiannya semakin bertambah. Dia juga bisa
merubah-ubah penampilannya.
Beberapa saat setelah itu, dia berangkat ke suatu tempat bernama Tala-
tala. Disana dia merasa sangat senang karena permintaannya dikabulkan oleh
Debata Mulajadi Nabolon. “Buatlah aku seperti engkau ya Tuhan! Bisa
menciptakan apapun yang aku inginkan” isi permintaannya saat itu.
Setelah doa-doanya terkabul dia kembali lagi ke Sianjur Mula-Mula.
Dia kemudian diberi nama lagi si Raja Hatorusan karena segala permintaanya
sudah dikabulkan oleh Mulajadi Nabolon. Dia pun melanjutkan perjalanan ke
arah Raja-Raja Nabolak yang berada di puncak Pusuk Buhit. Disana dia
mencoba segala kesaktiannya dan berhasil. Oleh karena itu dia kemudian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
dinamai si Raja Uti. Karena sudah merasa cukup kuat, dari sana dia bepergian
ke arah Barus. Setelah sampai di Barus, dilanjutkan lagi sampai ke Aceh.
Begitulah perjalanan dia. Dia tidak lagi kembali ke tanah kelahirannya setelah
itu namun tetap memberi berkatnya di Pusuk Buhit sampai kepada hari ini.
Sebelum kepergiannya dia menyampaikan pesan kepada ayah dan ibunya
“Suatu saat nanti kalau kalian rindu dan ingin berjumpa denganku buatkanlah
persembahan untukku. Aku akan datang walaupun tidak bisa disentuh lagi”
katanya. Sampai pada saat ini pun masih demikian.
Begitu juga dengan nenek moyang kita Saribu Raja adik dari Raja Uti.
Dia juga meminta kesaktian kepada Mulajadi Nabolon di Batu Sawan. Dia
berpacaran dengan Siboru Pareme adik kandungnya sendiri. Tidak lama
semenjak itu, Limbong Mulana dan Sagala Raja mengetahui kalau mereka
pacaran “Wahai abang, apa yang engkau lakukan itu tidak benar! Kenapa
engkau memacari adik kandungmu sendiri?” kata mereka. Karena merasa
risih selalu dinasehati oleh kedua adiknya, Saribu Raja pun mengajak Siboru
Pareme pergi dari Paret Sabungan. “Dari pada kita selalu dinasehati, lebih
baik kita pergi saja dari sini” ajaknya. Mereka pun pergi ke Batu Hobon dan
tinggal beberapa saat disana. Mereka menanam padi Toba untuk bertahan
hidup. Disana Saribu Raja juga membuat peninggalan yaitu Batu Hobon yang
akan dipakai untuk menyimpan padi mereka kelak jika padi yang mereka
tanam panen. Namun padi yang mereka tanam belum sempat panen, mereka
sudah dinasehati oleh adik-adiknya lagi. Mereka pun langsung berangkat dari
sana menuju Batu Nanggar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
Tidak beberapa lama juga mereka tinggal di Batu Nanggar. Adik-
adiknya tadi sudah mendengar suara-suara yang dihasilkan oleh Saribu Raja
saat menukangi sesuatu. Kemudian Limbong Mulana dan Sagala Raja
bergegas ke arah suara tersebut dan menasehati abangnya lagi. “Bah kemana
pun kami pergi selalu kalian nasehati, baiklah kami akan pergi dari tanah
Limbong ini” kata Saribu Raja Sambil mengajak Siboru Pareme pergi dari
sana.
Mereka pun pergi jauh ke arah Ulu Darat. Namun tidak beberapa lama
tinggal disana, Saribu Raja malah pergi meninggalkan Siboru Pareme. Dia
pergi ke arah Barus. Setelah sampai di Barus, dia menikah lagi dengan
seorang putri raja disana yang bernama Boruni Siraja Borbor. Setelah Siboru
Pareme ditinggalkan sendiri di Ulu Darat, dia pun didatangi oleh Babiat
Sitepang. Babiat Sitepang inilah yang membantu dan menemani Siboru
Pareme disana. Tidak beberapa lama mereka juga menikah dan melahirkan
anak bernama Siraja Lontung. Begitulah sejarah singkatnya.
Kalau Raja Limbong dan Sagala Raja menikah dengan Homang. Tidak
manusia dan tidak juga hantu. Mereka tinggal bersama di Sagala yang
namanya Bagasni Limbong. Beberapa saat kemudian berangkatlah Silau Raja
mencari Saribu Raja. Tapi karena tidak membuahkan hasil dia pun pergi dan
menetap di Samosir. Dia bertempat tinggal di Reanite. Dari Reaniate pindah
ke Salaon, dari Salaon ke Simanindo.
Jadi tadi ada lima anak perempuannya, yang pertama Sibiting Laut.
Sibiting Laut juga pergi mencari abangnya Saribu Raja dan Siboru Pareme.
Dia mencari terus-menerus mengikuti jejak-jejak yang tertinggal. Dia pun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
sampai di Sibolga dan bertanya kepada orang yang ia temukan disana
“Apakah tadi anda melihat orang dari sini? Ciri-cirinya begini dan begini.
Namanya Saribu Raja” katanya. “Sepertinya dia pergi ke pulau Mursala”
jawab orang tersebut. Kemudian Sibiting Laut melanjutkan perjalanannya ke
pulau Mursala. Bertanya kepada orang-orang yang ada disana namun tidak
ada hasil. Ujungnya dia pun menyerah dan berencana pulang. Dia pun
menyeberang mengunakan batang pisang, berlayar. Tiba-tiba badai pun
datang membawa dia ke tengah laut dan terdampar ke laut seberang yang
sekarang disebut Pantai Selatan. Setelah tiba disana, dia pun ditemukan
pingsan oleh raja disana dan membawanya ke rumah.
Setelah tiba di rumah, diurus dan diurus hingga sembuh. “Kelak kalau
engkau sudah sembuh, maka kau harus menjadi istriku” kata raja tersebut
kepada Sibiting Laut. Padahal raja tersebut sudah memiliki banyak anak.
“Aku bersedia, tapi kalau untuk menjadi yang kedua aku tidak akan pernah
bersedia raja” katanya. Secara singkat mereka pun saling beradu pendapat dan
berlawanan satu sama lain. Sibiting Laut akhirnya melarikan diri dari sana dan
menikah dengan orang lain.
Jadi kalau Siboru Pareme akhirnya menetap dan bertempat tinggal di
Ulu Darat. Kalau Siatting Haumasan, setelah sebelumnya Siraja Subbaon
berketurunan sampai kepada Sori Mangaraja. Dari sanalah bercabang sampai
ke Raja Naiabbaton yang menjadi suaminya. Jadi, Sibukka Haumasan
menikah dengan Parna. Kalau Nattijjo kabarnya pergi mencari saudaranya
Silau Raja. Dicari kesana kemari dan akhirnya ketemu di Simanindo.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Setelah berjumpa di Simanindo, dia pun disuruh menikah oleh
abangnya Silau Raja. Sebenarnya dia ingin menolak karena dia merupakan
banci. Akhirnya dia menerima permintaan abangnya akan tetapi dia punya
rencana lain. Pada saat acara pernikahannya, tepat di tengah danau dia berdoa
kepada Debata Mulajadi Nabolom. Tidak beberapa saat kemudian badai pun
datang dan menenggelamkan kapal mereka. Itulah yang menjadi legenda
pulau Malau di Simanindo. Jadi demikianlah cerita asal-usul Etnis Batak di
Pusuk Buhit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
3. Nama : Bislon Limbong
Umur : 59 Tahun
Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Lumban Pea Desa Sarimarrihit
Pendidikan Terakhir : SMP
Wawancara pada tanggal 19 Februari 2019
1. Apakah Bapak pernah mendengar atau tahu cerita asal-usul Etnis
Batak?
Jawabannya: Ia pernah dan saya juga tahu.
2. Kapan Bapak mendengar/menerima cerita itu?
Jawabannya: Semenjak saya anak-anak, saya sudah sering
mendengar cerita itu tapi saya tidak ingat pada saat umur berapa.
3. Dari siapa pertama kali Bapak mendengar cerita itu?
Jawabannya: Saya mendengar cerita itu dari orang tua saya dulu.
Zaman dulu orang tua masih sering bercerita kepada anak-
anaknya, berbeda dengan orang tua zaman sekarang.
4. Apakah cerita itu masih biasa, sering, atau jarang dituturkan dalam
masyarakat sekarang ini?
Jawabannya: Sering, karena pada saat kami minum bersama di
warung kopi bersama anak muda kampung ini, kami selalu berbagi
cerita. Itulah cara kami melestarikan budaya yang ada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
5. Bagaimana jalan cerita asal-usul Etnis Batak menurut Bapak?
Jawabannya: Jalan cerita asal-usul Etnis Batak Menurut Bislon
Limbong.
Pada jaman dahulu kala, ada tujuh orang bidadari yang turun dari
langit menuju ke Pusuk Puhit. Ketujuh bidadari ini merupakan bidadari
suruhan Mulajadi Nabolon. Mereka selalu turun dan mandi di sebuah sungai
yang bernama Sitapangi. Sampai sekarang tempat itu masih bisa kita temui
begitu juga dengan sebuah tempat mereka rapat yang disebut Batu Parrapotan.
Merekalah yang disebut putri kayangan atau bidadari yang turun ke bumi
hanya dengan seutas benang. Salah satu dari mereka bernama Siboru Tantan
Debata.
Si Raja Batak merupakan manusia yang pintar dan bijak. Pada suatu
hari tanpa sengaja dia melihat ketujuh bidadari itu sedang bermain air di
Sitapangi. Dia pun menyembunyikan selendang salah satu dari bidadari
tersebut agar tidak bisa kembali ke kayangan. Tanpa hambatan apapun,
rencana si Raja Batak Berhasil dengan baik. Salah satu bidadari tersebut tidak
bisa kembali ke kayangan sementara yang enam lagi kembali. Tidak berlama-
lama juga, Siraja Batak langsung menjadikan bidadari tersebut menjadi
istrinya.
Mereka pun berketurunan. Anak pertamanya Guru Tatea Bulan yang
berkuasa di sebelah Barat dan Raja Subbaon disebelah Timur. Kemudian
Guru Tatea Bulan juga berketurunan, lima anak laki-laki dan lima anak
perempuan. Demikian juga leluhur kita Raja Sisubbaon, dia juga berketurunan
tapi keturunanya berpencar ke seberang termasuk Parna dan juga Raja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
Lottung. Leluhur Batak juga membuat dua mata air peninggalan. Yang
pertama ada Aek Parsuangan dan yang kedua Aek Malum. Aek Malum
tercipta karena permintaan dari istri Guru Tatea Bulan.
Kelima anak laki-laki Guru Tatea Bulan tadi yang pertama adalah Raja
Uti, kedua Saribu Raja, ketiga Limbong Mulana, keempat Sagala Raja, dan
yang terakhir Silau Raja. Leluhur kita anak yang pertama atau Raja Uti
memiliki perbedaan dari semua saudara-saudaranya. Itulah kenapa Raja Uti
disebut juga Raja Gumeleng-geleng. Dia diberi nama Raja Gumeleng-geleng
pada saat di Batu Sawan. Setelah itu dia juga disebut Raja Sibiak-Biak. Dia
disebut Raja Sibiak-biak karena semua saudara-saudaranya iri kepadanya.
Konon katanya, karena dia selalu diberi makanan khusus oleh Guru Tatea
Bulan sementara saudara-saudaranya yang lain tidak.
Leluhur kita Raja Uti juga memiliki kelebihan dibanding yang lain.
Hal itu terjadi karena Mulajadi Nabolon iba melihat kekurangan dan
penderitaan yang di alami oleh Raja Uti yang disebut juga Raja Gumeleng-
Geleng. Diapun diberi sebuah tempat tepat di atas Batu Sawan dan kesanalah
setiap harinya makanannya di antar oleh ibunya.
Pada suatu saat Debata Mulajadi Nabolon membawa Raja Uti ke
puncak Pusuk Buhit tanpa sepengetahuan Siboru Tantan Debata atau ibunya.
Siboru Tantan Debata kewalahan dan merasa gelisah karena tidak menemui
anaknya di tempat dia biasa mengantarkan makananya. Dia pun menangis
mencari-cari anaknya. Oleh karena itulah terjadi suatu lembah bernama
Binanga Humonong.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
Siboru Tantan Debata meneruskan pencariannya ke puncak Pusuk
Buhit. Namun di tengah perjalanan pada saat mencari Raja Uti, si Raja Biak-
Biak, atau Raja Gumeleng-geleng dia merasa capek dan kehausan. Dia pun
berdoa kepada Debata Mulajadi Nabolon agar kiranya diberi mata air.
Permintaanya pun dikabulkan oleh Debata Mulajadi Nabolon. Dia pun
langsung minum dan mandi disana. Rasa capek dan hausnya hilang seketika
setelah diteguknya air tersebut. Dia pun menamai air tersebut Aek Malum
yang sampai saat ini dipercaya bisa menyembuhkan orang-orang yang
meminum air tersebut.
Di atas, di puncak Pusuk Buhit Raja Uti dan Debata Mulajadi Nabolon
sudah membuat perjanjian “Wahai anakku, apakah engkau bersedia
menjalankan perintahku?” tanya Debata Mulajadi Nabolon. “Siap Tuhan,
perintah apa yang akan Engkau berikan padaku?” tanya Raja Uti kembali.
“Tapi kau tidak boleh bergabung dengan siapun” kata Debata Mulajadi
Nabolon. Setelah itu Debata Mulajadi Nabolon memberikan kekuatan dan
kesaktian kepada Raja Uti. Apa yang dia katakan akan terjadi dan apa dia
inginkan akan terkabul.
Setelah itu, Raja Uti pun turun ke Sianjur Mula-Mula dan bertempat
tinggal disana. Itulah sebabnya kampung Sianjur Mula-Mula ada. Dia pun
melanjutkan perjalanan ke tempat lain dan menyerahkan Sianjur Mula-Mula
kepada Sagala Raja dan Limbong Mulana.
Berbeda dari yang lain, leluhur kita Saribu Raja bersama dengan
Siboru Pareme melakukan perjalanan yang berawal dari Batu Nanggar terus
ke Ari-Ari Pintu dan lanjut ke Barus. Namun setelah disana mereka berpisah,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
Siboru Pareme pergi ke arah Ulu Darat. Mengetahui Saudaranya pergi,
Sibiting Laut pun memutuskan untuk mencari Saribu Raja ke Pulau Mursala.
Dari sana dia naik perahu terus mengarungi lautan dan ujungnya terdampar di
Pantai Selatan. Setelah sampai di daratan, dia pun bertemu raja disana. Raja
tersebut mengajaknya menikah dan inilah sejarahnya kenapa Sibiting Laut
disebut Sebagai Ratu Pantai Selatan atau Ratu Nyiroro Kidul. Begitulah cerita
singkat asal-usul Etnis Batak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
LAMPIRAN III
PROFIL PARMALIM
Nama : Robis Butarbutar didampingi Raja Mulia Naipospos
dan istrinya selaku pimpinan Parmalim Hutatinggi Laguboti.
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Parmalim
Alamat : Jl. Patuan Nagari no. 9 Pasar Laguboti
Pendidikan Terakhir : S1
Wawancara pada tanggal 21 Februari 2019
PROFIL PARMALIM
Tuhan : Mulajadi Nabolon
Tempat Ibadah : Bale Pasogit (Bale Parpitaan dan Bale
Partonggoan)
Kitab Suci : Tumbaga Holing
Pembawa Agama/Tokoh Spiritual : Raja Uti
Pantangan : Riba, Makan Darah, Babi dan Anjing
serta Monyet
Hari Suci : Sabtu
Pertama kali berdiri : 497 Masehi atau 1450 tahun kalender
Batak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
Ugamo Malim adalah Kepercayaan Asli Batak dan bagian dari budaya Batak.
Saat ini Parmalim Hutatinggi dipimpin Raja Poltak Naipospos (keturunan ke-
4 dari Raja Mulia Naipospos). Penganut Parmalim Hutatinggi tercatat sekitar
6.000 jiwa (1.500 KK) dan tersebar di 50 komunitas di seluruh Indonesia.
Hingga saat ini, Parmalim belum di akui sebagai salah satu agama di
Indonesia. Terbukti dari tidak diperbolehkannya masyarakat Parmalim
mengisi agama kepercayaan mereka pada kolom Agama KTM (Kartu Tanda
Penduduk). Mereka mengaku, disuruh lebih baik mengosongkan kolom
tersebut oleh pemerintah. Walaupun Parmalim sudah terdaftar di Depdikbud
RI No.I.136./F.3/N.1.1/1980 sebagai penghayat kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
LAMPIRAN IV
DOKUMENTASI PENELITIAN
Foto bersama dengan Bapak Kepala Desa Sarimarrihit saat serah terima surat
penelitian di depan Kantor Kepala Desa Sarimarrihit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
Kantor Kepala Desa Sarimarrihit yang berada tepat di Kaki Gunung Pusuk
Buhit.
Foto bersama informan 1 (A. Komo Limbong Naburahan). Beliau merupakan
salah satu Raja Bius Sipitutali di Desa Sarimarrihit. Raja Bius merupakan
orang-orang penting saat melaksanakan pesta adat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
91
Foto informan 2 (A. Dapot Limbong). Beliau merupakan PAD Pariwisata
Batu Sawan yang merupakan salah satu situs terbesar di Pusuk Buhit. Rumah
beliau berada tepat di Kaki Gunung Pusuk Buhit.
Foto bersama dengan informan 3 (Bislon Limbong/Op. Timbul). Beliau
adalah warga Desa Sarimarrihit yang lahir di Desa Sarimarrihit dan menetap
disana hingga sekarang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
Foto bersama Robis Butar-Butar (Penganut Parmalim) saat wawancara
didampingi langsung oleh Raja Poltak Naipospos (Pimpinan Parmalim
Hutatinggi, Laguboti) bersama dengan istri yang saat itu sedang tidak bersedia
untuk berphoto bersama.
Foto 3 Lambang ayam jago di atas rumah ibadah Parmalim yang
melambangkan kepercayaan Parmalim. Ayam putih (tengah) melambangkan
Debata Mulajadi Nabolon selaku Tuhan yang mereka percayai, hitam (kanan)
melambangkan Raja Uti selaku Leluhur atau Orang Batak pertama, merah
(kiri) melambangkan pendiri Agama Parmalim dan raja-raja yang memimpin
hingga saat ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
93
Bale Pasogit atau rumah ibadah Parmalim
Batang Pohon yang digunakan untuk
mengikat Kerbau atau Lembu Hitam saat akan ritual mangalahat (memotong).
Batang pohon ini berada tepat di depan Bale Pasogit atau rumah ibadah
Parmalim.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
Foto pemandangan puncak
Pusuk Buhit dari kaki-nya langsung.
Foto penjelasan silsilah leluhur Batak yang berada di Posko Batu Sawan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95
Ukiran-Ukiran yang terdapat di Posko Batu Sawan yang menggambarkan
kehidupan leluhur Batak dahulu kala.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
Lukisan nama-nama hari dalam kalender Batak Kuno yang terdapat di Posko
Batu Sawan.
Jalan bertangga menuju Batu Sawan. Salah satu situs di Pusuk Buhit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
97
Sopo/tempat peristirahatan (sudah
direnovasi pemerintah) peninggalan leluhur Batak yang berada di dekat situs
Batu Sawan.
Tempat menaruh sesajen bagi orang-orang yang berkunjung atau ingin
berobat ke Batu Sawan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
98
Aek Batu Sawan yang dipercaya sebagai air
suci yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit.
Batu Habonaron, salah satu situs di Pusuk
Buhit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
99
Persyaratan bagi tamu yang ingin berkujung. Wajib membawa Napuran (Daun
sirih), anggir (Jeruk purut), dan tolor (Telur).
Pintu masuk ke situs Batu Hobon yang merupakan peninggalan Tuan Saribu
Raja anak dari Guru Tatea Bulan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100
Gambar patung Tuan Saribu Raja dan keterangan situs Batu Hobon.
Gambar situs Sopo Guru Tatea Bulan, yang merupakan keturunan pertama si
Raja Batak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
Gambar dari seluruh patung-patung yang ada di Sopo Guru Tatea Bulan yang
mengambarkan aktivitas dan kehidupannya bersama anak-anaknya pada
zaman dahulu kala.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105
Situs Mata air pemandian Siboru Pareme (Salah satu Putri Guru Tatea Bulan).
Situs Aek Sipitu Dai (Air Tujuh Rasa).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106
Situs perkampungan si Raja Batak di Pusuk Buhit, merupakan perkampungan
orang Batak pertama dalam sejarah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
107
Gambar perkampungan orang Batak sekarang ini di Desa Sarimarrihit, Sianjur
Mula-Mula, Samosir yang masih utuh dengan rumah adat Bataknya dengan
sedikit renovasi menggunakan seng, tidak lagi ijuk sebagai atapnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA