risky-artikel evaluasi pendidikan

12
News / Edukasi Setelah UN Berubah Wujud… Selasa, 6 Januari 2015 | 20:14 WIB KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Murid SDN Kemiri Muka 02, Beji, Depok, mengerjakan soal Bahasa Indoensia pada hari pertama ujian nasional di sekolah mereka, Senin (6/5/2013). Pelaksanaan ujian nasional di sekolah ini lancar yang diikuti 19 siswa. KOMPAS.com - Akhirnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan, ujian nasional tidak lagi sebagai penentu kelulusan, melainkan digunakan sebatas sebagai pemetaan. Ujian nasional yang semula dipandang menyeramkan oleh peserta didik dan guru pun berubah wujud. Di dunia pendidikan, perubahan konsep dan fungsi ujian nasional (UN)—meskipun nama UN tetap digunakan—yang diumumkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan beberapa waktu lalu merupakan keputusan besar di bidang pendidikan. Boleh jadi, banyak orang berpikir, ”yang namanya bersekolah tentu ada ujian”. Lebih lanjut, ujian tentu diperlukan untuk mengevaluasi perkembangan hasil belajar peserta didik. Namun, ketika ujian nasional memiliki hak terlalu istimewa layaknya hak ”veto” dalam menentukan kelulusan peserta didik, hal itu menuai kontroversi. Apalagi, ketika ujian nasional diterapkan secara massal, seragam, dan terstandar di tengah

Upload: rizky-alfarizy

Post on 12-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Evadik

TRANSCRIPT

News/EdukasiSetelah UN Berubah WujudSelasa, 6 Januari 2015 | 20:14 WIB

KOMPAS/IWAN SETIYAWANMurid SDN Kemiri Muka 02, Beji, Depok, mengerjakan soal Bahasa Indoensia pada hari pertama ujian nasional di sekolah mereka, Senin (6/5/2013). Pelaksanaan ujian nasional di sekolah ini lancar yang diikuti 19 siswa.KOMPAS.com- Akhirnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan, ujian nasional tidak lagi sebagai penentu kelulusan, melainkan digunakan sebatas sebagai pemetaan. Ujian nasional yang semula dipandang menyeramkan oleh peserta didik dan guru pun berubah wujud.Di dunia pendidikan, perubahan konsep dan fungsi ujian nasional (UN)meskipun nama UN tetap digunakanyang diumumkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan beberapa waktu lalu merupakan keputusan besar di bidang pendidikan. Boleh jadi, banyak orang berpikir, yang namanya bersekolah tentu ada ujian. Lebih lanjut, ujian tentu diperlukan untuk mengevaluasi perkembangan hasil belajar peserta didik.Namun, ketika ujian nasional memiliki hak terlalu istimewa layaknya hak veto dalam menentukan kelulusan peserta didik, hal itu menuai kontroversi. Apalagi, ketika ujian nasional diterapkan secara massal, seragam, dan terstandar di tengah keragaman Indonesia, termasuk dalam soal fasilitas dan ketersediaan sumber daya manusia pendidikan.Dunia dengan masyarakat yang kian modern memang mencintai segala jenis standar yang berciri, antara lain dapat diukur, seragam, dan diterima lintas tempat dan waktu. Peningkatan standar kerap menjadi indikator kemajuan, termasuk ujian nasional yang bagi pemerintah dapat menjadi tolok ukur kemajuan pendidikan Indonesia.Tidak adilAkan tetapi, para pendidik tidak lantas mengamini hal itu. Standardisasi pada akhirnya memunculkan persoalan dan menimbulkan masalah ketidakadilan baru. Daerah yang tertinggal dalam infrastruktur dan sumber daya manusia harus melewati palang standar nasional dan mereka yang paling berisiko terpental keluar dari arena pertandingan.Selain itu, munculmoral hazarddi kalangan pendidik dan murid. Ujian nasional seolah-olah menjadi kunci untuk menentukan kemajuan dan akses seseorang untuk menempuh pendidikan lebih tinggi karena perannya sangat penting dalam menentukan kelulusan.Akibatnya, muncul kasus kecurangan di mana-mana. Bahkan, kecurangan yang didukung oleh guru, sekolah, dan aparat pemerintahan daerah yang menginginkan tingginya persentase murid yang lulus ujian. Lantas murid pun menjadi sebatas angka-angka statistik indikator. Wajah dan sosok murid menghilang dalam kepentingan-kepentingan lebih besar.Dinamika belajar mengajar di dalam kelas pun berubah. Karena tagihan di masa akhir belajar berupa ujian nasional sangat menentukan, maka seluruh energi pun dicurahkan dalam upaya mengasah kemampuan menjawab soal-soal ujian nasional yang umumnya bersifat pilihan ganda. Tradisidrillingdengan melahap puluhan bahkan ratusan soal seusai jam sekolah dan berbagai tips atau jalan pintas menjawab soal pun muncul, sesubur tumbuhnya bimbingan belajar yang menawarkan jurus untuk lulus ujian nasional.Bakat, minat, potensi individu pun rawan terbenam oleh tujuan lulus ujian. Sejak duduk di kelas III SMP atau SMA, bahkan sejak masuk tahun ke-2, murid sudah mempersiapkan diri untuk ujian nasional.Yang paling dikorbankan dalam proses belajar mengajar modeldrillingialah kemampuan analisis dan literasi. Padahal, kemampuan membaca dan menulis serta bahasa merupakan modal dasar individu belajar beragam ilmu lain.Langkah besarItu sebabnya, ketika ujian nasional disebutkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hanya sebagai pemetaan dan bukan penentu kelulusan, sebetulnya merupakan sebuah langkah besar. Sekolah dan guru yang dipandang sebagai orang-orang yang paling paham perkembangan belajar anak diberi keleluasaan menentukan kelulusan.Harapannya, segala potensi murid dan sekolah yang selama ini terbelenggu oleh tagihan ujian nasional disehatkan kembali. Tentu saja ada catatan penting bagi sekolah dan guru, yakni terkait kemampuan mereka mengevaluasi siswa dan paling penting ialah kejujuran. Anies sempat mengingatkan para guru agar jujur dalam melaporkan hasil evaluasi anak didiknya.Selain itu, keputusan mengubah konsep ujian nasional semestinya merupakan kesempatan bagi dunia pendidikan untuk kembali kepada inti penting pendidikan, yakni pemberdayaan manusia. Pakar pendidikan HAR Tilaar dalam bukunya Kebijakan Pendidikan menyatakan dengan tegas, tugas lembaga pendidikan ialah memfasilitasi agar perkembangan bakat dan kemampuan peserta didik dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan bantuan pendidik.Pemberdayaan berarti menghormati pribadi manusia yang disebut peserta didik. Bakat dan kemampuan tiap anak berbeda sehingga harus dihargai dan diapresiasi. Selayaknya mengabdikan diri untuk kepentingan peserta didik merupakan panggilan hati para pendidik.(Indira Permanasari)

Sumber rujukan: Permanasari, Indira. 2015. Setelah UN Berubah Wujud. http://edukasi.kompas.com/read/2015/01/06/20143461/Setelah.UN.Berubah.Wujud (Online). Diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 19.00 WIB.

News/EdukasiKelulusan Tak Bisa Didominasi Ujian SekolahSelasa, 6 Januari 2015 | 20:18 WIB

FERGANATA INDRA RIATMOKOPelajar mengerjakan soal Ujian Nasional mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri Sompok, Desa Sriharjo, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (6/5/2013). Ujian Nasional untuk murid SD berlangsung selama tiga hari dengan mata pelajaran yang diujikan yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

JAKARTA, KOMPAS.comKompetensi riil peserta didik tak bisa hanya dilihat dari hasil ujian sekolah yang akan menjadi penentu kelulusan. Perlu beragam penilaian kelas agar informasi mengenai capaian peserta didik lebih lengkap. Ujian sekolah sebaiknya hanya jadi salah satu kriteria penentuan kelulusan dan proporsinya lebih kecil dibandingkan dengan penilaian kelas sejak semester pertama.Hal ini dikemukakan oleh pakar evaluasi pembelajaran dari Universitas Muhammadiyah, Prof Dr Hamka (Uhamka) Elin Driana, Selasa (6/1), di Jakarta. Kapasitas guru untuk mengembangkan dan menerapkan beragam model penilaian kelas perlu ditingkatkan lewat pelatihan. Paradigma penilaian semestinya ditekankan padaassessment as learningdibandingkanassessment of learningyang dominan saat ini.Assessment as learninglebih berperan mengarahkan siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat, kata Elin.Hal senada dikatakan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali saat ditemui di ruang kerjanya. Untuk menentukan kelulusan peserta didik harus dilihat dari semua komponen atau aspek. Tidak bisa hanya dari satu aspek apakah itu ujian sekolah atau ujian nasional (UN). Ini berarti penilaian guru harus menjadi komponen penentu kelulusan peserta didik.Harus diingat, yang lebih dibutuhkan adalah kompetensi peserta didik. Bukan masalah lulus atau tidaknya. Kompetensi penting untuk menyiapkan anak dalam menghadapi kehidupan nyata, kata Djaali.Sesuai undang-undangUjian sekolah yang menjadi penentu kelulusan, kata guru SMA Negeri 17 Jakarta, Suparman, telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 58 Ayat (1) yang menyebutkan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik atau guru. Pasal 61 ayat (2) menyebutkan, ijazah diberikan kepada peserta didik setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan.Ujian sekolah justru mampu menilai kompetensi anak sesuai karakter dan keunikan profesinya, karena penilaian secara komprehensif mencakup penilaian ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif, kata Suparman.Adapun UN hanya mengedepankan aspek kognitif. Suparman menilai, guru sebenarnya sudah terbiasa dengan penilaian lokal sekolah sehingga tidak perlu ada proyek untuk memasuki perubahan yang akan ada. Sekolah cukup membuat komitmen bersama untuk melaksanakan sistem penilaian sekolah yang obyektif dan berprinsip pada potensi anak dan komprehensif.Perubahan ini tidak memerlukan proyek diklat yang berlebihan. Asosiasi-asosiasi profesi guru seperti musyawarah guru mata pelajaran perlu diberdayakan kembali, kata Suparman.Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak khawatir guru dan sekolah akan mengatrol nilai peserta didik. Opini seperti itu justru mengabaikan sistem penilaian yang komprehensif dan menunjukkan kecurigaan yang berlebihan kepada guru. Perbaikan nilai terhadap anak setelah melalui proses mengulang adalah hal biasa dalam kerja profesional guru.Jadi apakah siswa yang lulus atau tamat sekolahnya setelah melaksanakan remedial atau mengulang dan mencapai kompetensi disalahkan? Tentu tidak, kata Suparman.(Luki Aulia)

Editor: Hindra Liauw

Sumber:Kompas Siang

Sumber rujukan: Aulia, Luki. 2015. Kelulusan Tak Bisa Didominasi Ujian Sekolah. http://edukasi.kompas.com/read/2015/01/06/20183091/Kelulusan.Tak.Bisa.Didominasi.Ujian.Sekolah. (Online). Diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 19.00 WIB.

News/EdukasiTidak Ada Lagi Siswa Tinggal Kelas di SDSenin, 2 Desember 2013 | 11:56 WIBKOMPAS/SAMUEL OKTORAIlustrasi: Sejumlah siswa peserta ujian nasional SD dan sederajat, Senin (6/5/2013), di SD Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Ende 4, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.JAKARTA, KOMPAS.com Ujian nasional untuk sekolah dasar, sekolah dasar luar biasa, dan madrasah ibtidaiyah mulai tahun 2014 dihapuskan. Selain itu, mulai tahun depan juga, tidak ada lagi murid sekolah dasar yang tinggal kelas.

Murid yang belum memahami atau menguasai pelajaran tetap boleh naik kelas, tetapi harus mengulang pelajaran yang belum dikuasainya. Bentuk penilaian rapor sekolah dasar juga berubah, tidak lagi berisi angka-angka, tetapi berbentuk deskripsi untuk menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa peserta didik.

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Ramon Mohandas mengatakan hal itu sebelum Rapat Koordinasi Persiapan Implementasi Kurikulum 2013 dan Ujian Nasional 2014, Minggu (1/12) malam, di Jakarta. Penilaian di SD tidak ada angka, tetapi narasi, katanya.

Untuk memperkenalkan sistem yang baru, kata Ramon, telah dilakukan pelatihan untuk guru pendamping yang turun ke lapangan. Mereka telah dijelaskan bentuk rapor, cara penilaian, dan pemberian angka. Pelatihan tahun depan mencakup 150.000 sekolah dasar, lebih besar dibandingkan tahun ini yang hanya mencakup 6.000 sekolah dasar.

Kepala Unit Implementasi Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tjipto Sumadi menambahkan, penilaian narasi dalam rapor harus menggunakan bahasa positif karena usia anak yang masih dalam batasan usia emas. Penilaian narasi juga harus bisa memotivasi anak untuk meningkatkan kemampuannya. Selama ini jika anak diberi nilai lima atau nilai merah, justru kurang baik dari sisi psikologis anak, kata Tjipto.

Siapkan kisi-kisi

Meski ujian akhir diserahkan ke sekolah, kata Ramon, pemerintah tetap membuat kisi-kisi soal yang diserahkan ke sekolah agar ada standar kualitas soal. Kisi-kisi soal itu terdiri dari 25 persen dibuat pemerintah dan 75 persen dari satuan pendidikan yang berkoordinasi dengan kabupaten/kota serta provinsi.

Keterlibatan pemerintah dalam membuat kisi-kisi soal jangan dianggap sebagai intervensi pemerintah. Semata-mata hanya agar ada standar kualitas soal, memudahkan sekolah sekaligus meningkatkan mutu sekolah secara bertahap, kata Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Dadang Sudiyarto.

Kisi-kisi soal itu sesuai dengan mata pelajaran yang akan diujikan, yaitu di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah meliputi mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Adapun untuk sekolah dasar luar biasa (SDLB), mata pelajaran yang diujikan adalah Matematika, Bahasa Indonesia, IPS, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Ujian sekolah untuk SD/SDLB/MI/Paket A/Ula akan diselenggarakan serentak pada 19-21 Mei.

Tahun lalu ujian nasional sekolah dasar dan sederajat diikuti 4,25 juta siswa di 148.361 sekolah.

Ujian nasional

Ujian nasional untuk SMP dan SMA sederajat masih akan tetap diselenggarakan. Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ainun Na'im menjelaskan, ujian nasional tahun depan untuk SMA/MA/SMK sederajat, termasuk Paket C dan Paket C Kejuruan, dilaksanakan 14-16 April 2014. Sementara itu, UN susulan SMA/SMK sederajat pada 22, 23, dan 24 April 2014.

Adapun ujian nasional untuk SMP/MTs/sederajat termasuk SMPLN/Paket B/Usto (sekolah tingkat SMP nonformal di Kemenag) akan diselenggarakan pada 5-8 Mei. Sementara itu, UN susulan bagi SMP sederajat akan diselenggarakan pada 12, 13, 14, dan 16 Mei 2014. Nilai kelulusannya tetap minimal 5,5, kata Ainun Na'im.

Ahli evaluasi pendidikan Elin Driana mengatakan, ujian nasional untuk semua jenjang pendidikan idealnya dihapus. Kalaupun sekarang masih diselenggarakan ujian nasional untuk SMP dan SMA sederajat, mestinya komposisi kelulusan berdasarkan rapor lebih besar daripada nilai UN. Saat ini untuk kelulusan siswa, komposisi nilai rapor 40 persen, sedangkan ujian nasional 60 persen.

Sebab, nilai rapor lebih menggambarkan kondisi murid yang sesungguhnya. Guru juga lebih mengetahui kondisi dan kemampuan siswa sehari-hari, kata Elin. (LUK)

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: Ujian Nasional 2014Penulis: Luki Aulia

Editor: Caroline Damanik

Sumber:KOMPAS CETAK

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2013/12/02/1156109/Tidak.Ada.Lagi.Siswa.Tinggal.Kelas.di.SD.?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&

News/EdukasiNaskah Soal dan Lembar Jawaban UN DisatukanRabu, 13 Februari 2013 | 10:27 WIBDEPOK, KOMPAS.com -Untuk mengantisipasi kebocoran soal ujian nasional, pada tahun ini naskah soal dan lembar jawaban tidak terpisah atau menjadi satu kesatuan. Naskah soal dan lembar jawaban juga dilengkapi barcode atau kode khusus yang sama antara soal dan lembar jawaban.

Jika naskah soal atau lembar jawabannya rusak maka harus diganti dua-duanya, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Khairil Anwar Notodiputro di sela-sela Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2013, Selasa (12/2), di Bojongsari, Depok.

Khairil Anwar mengatakan, tujuan penyatuan naskah soal dan lembar jawaban itu agar siswa tidak bisa bertukar lembar jawaban. Kalau tertukar atau tidak sama antara kode naskah soal dan lembar jawaban, lembar jawaban itu tak bisa diproses, ujarnya.

Bentuk pengawasan pelaksanaan pun, kata Anwar, akan diperketat dengan memberi sanksi lebih berat. Sanksi bukan hanya berlaku kepada siswa, melainkan juga guru dan pengawas.

Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Teuku Ramli Zakaria, menjelaskan, sanksi yang diberikan mulai dari sanksi peringatan, dikeluarkan dari ruang ujian, hingga pembatalan ujian pada mata pelajaran bersangkutan.

Pengawas yang melakukan pelanggaran, antara lain tertidur, merokok, memberi contekan, membantu peserta ujian menjawab soal, dan menyebarkan soal atau kunci jawaban kepada peserta ujian, akan mendapat sanksi dibebastugaskan. Sanksinya lebih berat tahun ini demi kejujuran, kata Ramli.

Ia menambahkan, pelaksanaan UN akan tetap sesuai jadwal, yakni mulai 15 April 2013 untuk UN SMA/SMK/MA. Saat ini proses persiapan sudah sampai pada perakitan soal. Selain itu sedang dilakukan proses tender penggandaan naskah soal dan lembar jawaban UN.

Adapun untuk ujian kesetaraan, berbeda dengan tahun lalu, pelaksanaan ujian program Paket A, B, dan C akan dilakukan bersamaan dengan UN reguler agar peserta memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Paket A bersamaan dengan SMA, Paket B dengan SMP, dan Paket C dengan SD, kata Ramli. (LUK)

Penulis: Luki Aulia

Editor: Caroline Damanik

Sumber:

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2013/02/13/10272751/Naskah.Soal.dan.Lembar.Jawaban.UN.Disatukan?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&