risa zakiatul h. teknik, hambatan dan solusi dalam pendidikan inklusif
TRANSCRIPT
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pendidikan inklusi adalah konsep pendidikan yang merangkul semua anak
tanpa kecuali. Inklusi berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu
cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang,
bukan hanya anak-anak yang diberi label sebagai anak yang memiliki suatu
perbedaan. Inklusi dapat dipandang sebagai suatu proses untuk menjawab dan
merespon keragaman di antara semua individu melalui peningkatan partisipasi
dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi ekslusi baik dalam
maupun dari kegiatan pendidikan. Inklusi melibatkan perubahan dan modifikasi
isi, pendekatan, struktur dan strategi, dengan suatu visi bersama yang meliputi
semua anak yang berada pada rentangan usia yang sama dan suatu keyakinan
bahwa inklusi adalah tanggung jawab sistem regular yang mendidik semua anak
(UNESCO, 2003). Pendidikan inklusi merupakan pendekatan yang
memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga
mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan inklusi bertujuan dapat
memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keragaman dan
melihatnya sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, dan
pada suatu problem. Dalam impelementasinya pendidikan inklusi memiliki teknik
yang harus dilakukan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Seperti apa teknik yang seharusnya dilakukan dalam pembelajaran di Sekolah
Inklusi? Semuanya akan penulis bahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik pelaksanaan pendidikan inklusif di Sekolah Dasar
2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di Sekolah
Dasar
3. Bagaimana solusi dari hambatan pelaksanaan pendidikan inklusif di
Sekolah Dasar
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan pendidikan inklusif di Sekolah
Dasar
2
2. Untuk menjelaskan hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di
Sekolah Dasar
3. Untuk mengetahui solusi dari hambatan pelaksanaan pendidikan inklusif
di Sekolah Dasar
D. Metoda Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metoda studi literature serta
pencarian informasi dari berbagai sumber baik media cetak maupun media
elektronik.
E. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini mempunyai 2 manfaat yaitu manfaat teoritis dan
manfaat prkatis. Adapun manfaat teoritis dari penulisan makalah ini adalah:
1. Pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
pengetahuan inklusi
2. Memberikan pengetahuan faktual tentang teknik, hambatan serta solusi
dalam implementasi pendidikan inklusi di Sekolah Dasar
Sedangkan manfaat praktis dari penulisan makalah ini adalah :
1. Pendidik atau calon pendidik
Menambah wawasan tentang teknik, hamabatan dan solusi dalam
pelaksanaan pendidikan inklusi
2. Peserta didik
Memenuhi kebutuhan dengan pelayanan yang sesuai
3. Orangtua
Menerapkan teknik pembelajaran inklusi ketika anak belajar di rumah
agar pembelajaran di rumah bisa efektif
4. Penulis
Sebagai pengembangan khazanah keilmuan antara teori dan praktis yang
terjadi di lapangan serta mendapatkan kesimpulan dalam implementasi
pendidikan inklusi di Sekolah Dasar
3
BAB IIPEMBAHASAN
A. Teknik Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar
Istilah teknik secara umum dapat diartikan sebagai metode atau sistem dalam
mengerjakan sesuatu. Sedangkan dalam pendidikan istilah teknik diartikan
sebagai suatu cara yang dilakukan untuk memberikan nilai, ilmu, pemahaman,
serta konsep-konsep yang bertujuan untuk menambah pengetahuan, kemampuan,
wawasan, serta ilmu pengetahuan yang berguna bagi individu maupun masyarakat
luas. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diatarik kesimpulan bahwa tujuan
dari teknik pembelajaran adalah hal yang positif dimana memberikan manfaat
bagi yang menerima pembelajaran tersebut. Dalam pembelajaran teknik diartikan
sebagai cara khusus dalam penggunaan metode.
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum. Baik-
buruknya mutu pendidikan atau mutu lulusan dipengaruhi oleh mutu kegiatan
belajar-mengajar. Bila mutu lulusanya bagus dapat diproduksi bagus mutu
kegiatan belajar-mengajarnya juga bagus atau sebaliknya, bila mutu kegiatan
belajar-mengajarnya bagus, maka mutu lulusannya juga akan bagus. Guru
Sekolah Dasar selama ini disiapkan untuk mengajar siswa-siswi yang ada di SD.
Pada umumnya para siswa di SD adalah anak-anak normal yang tidak memiliki
kelainan/penyimpangan yang signifikan baik dalam segi fisik, Intelektual, sosial,
emosional, atau sensoris. Mereka pada umumnya memiliki kondisi fisik,
intelektual, sosial, emosional, atau sensoris yang relatif homogen. Seiring dengan
kemajuan jaman, reformasi kelembagaan yang melayani anak berkelainan banyak
dilakukan. Pada masa-masa sebelumya bentuk kelembagaan yang melayani
pendidikan bagi anak berkelainan masih banyak yang bersifat segregasi atau
terpisah dari masyarakat pada umumnya. Tetapi memasuki akhir milenium dua,
misi dan visi kelembagaan sudah cenderung kepada bentuk integrasi.
Ada dua kelompok Anak berkebutuhan khusus (ABK) yaitu: ABK temporer
(sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer
meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling
bawah, anak-anak jalanan (anjal), Anak-anak korban bencana alam, anak-anak di
daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban
4
HIV-AIDS. Sedangakan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-
anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD,
(Attention Deficiency and Hiperactivity Disoders), anak berkesulitan belajar, anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di
Indonesia diperlukan teknik-teknik dalam melayani kebutuhan ABK. pendidikan
inklusi adalah konsep pendidikan yang merangkul semua anak tanpa kecuali.
Inklusi berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu cara yang lebih
baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang, bukan hanya anak-
anak yang diberi label sebagai yang memiliki suatu perbedaan.
Pendidikan inklusi berkenaan dengan aktivitas memberikan respon yang sesuai
kepada spektrum yang luas dari kebutuhan belajar baik dalam setting pendidikan
formal maupun nonformal. Pendidikan inklusi merupakan pendekatan yang
memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga
mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan inklusi bertujuan dapat
memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keragaman dan
melihatnya sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, dan
pada suatu problem. Pearpoint and Forest (1992) dalam Mudjito, (2005)
menjelaskan nilai penting yang melandasi suatu sekolah inklusi adalah
penerimaan, pemilikan, dan asumsi lain yang mendasari sekolah inklusi adalah,
bahwa mengajar yang baik adalah mengajar yang penuh gairah, yang mendorong
agar setiap anak dapat belajar, memberikan lingkungan yang sesuai, dorongan,
dan aktivitas yang bermakna. Sekolah inklusi mendasarkan kurikulum dan
aktivitas belajar harian pada sesuatu yang dikenal dengan mengajar dan belajar
yang baik. Akhirnya dapat dirumuskan bahwa pendidikan inklusi adalah proses
pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi
secara penuh dalam kegiatan kelas reguler, tanpa memandang kelainan, ras, atau
karakteristik lainnya.
Dibawah ini beberapa teknik yang bisa dilakukan guru dalam melaksanakan
pembelajaran:
1. Teknik pembelajaran bagi anak berkelainan penglihatan (tunanetra)
5
Ditinjau dari ketajaman untuk melihat bayangan benda anak tunanetra
dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai
kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat
optik tertentu. Anak yang termasuk dalam kelompok ini tidak
dikategorikan dalam anak tunanetra sebab ia dapat menggunakan
fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar. Teknik
pembelajaran yang dibutuhkan oleh anak pada kelompok ini adalah
sama seperti anak normal lainnya namun dibutuhkan alat bantu
penglihatan.
b. Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi
dengan pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan
mengikuti kelas regular sehingga diperlukan kompensasi pengajaran
untuk mengganti kekurangannya. Anak yang mengalami kelainan
penglihatan dalam kelompok dua dapat dikategorikan sebagai anak
tunanetra ringan sebab ia masih bisa membedakan bayangan. Dalam
praktek percakapan sehari-hari anak yang masuk dalam kelompok ke
dua ini lazim disebut anak tunanetra sebagian (partially seeing-
children). Teknik pembelajaran yang dibutuhkan oleh anak pada
kelompok ini adalah dengan menggunakan alat bantu belajar yaitu
huruf braille.
c. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat
dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apapun, karena anak
tidak mampu lagi memanfaatkan indra penglihatannya. Ia hanya dapat
dididik melalui saluran lain selain mata. Dalam percakapan sehari-hari
anak yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok ini dikenal
dengan sebutan buta (tunanetra berat). Teknik pembelajaran yang
dibutuhkan oleh anak pada kelompok ini adalah dengan menggunakan
alat bantu belajar yaitu huruf braille.
Braille adalah sejenis sistem catatan sentuh yang dipakai oleh tuna netra.
sistem ini diciptakan oleh seorang berkebangsaan perancis yang bernama louis
braille yang tuna netra dikarenakan kebutaan pada saat kecil. saat berumur 15 th.,
6
braille membuat satu catatan tentara untuk meringankan tentara membaca saat
gelap. catatan ini diberi nama huruf braille. tetapi saat itu braille tidak memiliki
huruf w.
Dibawah ini adalah contoh huruf Braille yang digunakan oleh anak tunanetra
dalam pembelajaran :
2. Teknik pembelajaran bagi anak berkelainan pendengaran
(tunarungu)
Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak
tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB
(slight losses)
Ciri-ciri anak tunarungu kehilangan pendengaran pada rentangan
tersebut antara lain:
1) Kemampuan mendengar masih baik karena masih berada di
garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan
pendengaran taraf ringan.
7
2) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat
mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu
diperhatikan, terutama harus dekat dengan guru.
3) Dapat belajar berbicara secara efektif dengan melalui
kemampuan pendengarannya.
4) Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasa nya
supaya perkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat.
5) Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar
untuk meningkatkan ketajaman daya pendengarannya. Umtuk
kepentingan pendidikannya pada anak tunarungu kelompok ini
cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk
pemahaman percakapan.
b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB
(mild losses)
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentang tersebut
antara lain:
1) Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat.
2) Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya.
3) Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah
4) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya,
jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya
(berhadapan).
5) Untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan
bimbingan yang baik dan intensif.
6) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun
untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam
kelas khusus.
7) Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid)
untuk menambah ketajaman daya pendengarannnya.
Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu
kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran,
latihan bicara, artikulasi, serta latihan kosakata.
8
c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB
(moderate losses)
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut
antara lain:
1) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira
satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada
jarak normal.
2) Sering mis-understanding terhadap lawan bicaranya jika ia
diajak bicara
3) Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan
bicara, terutama pada huruf konsonan misalnya huruf
konsonan K atau G mungkin diucap menjadi T dan D.
4) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam
percakapan
5) Perbendaharaan kosakata sangat terbatas.
Kebutuhan pelayanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini
meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata
serta perlu menggunakan alat bantu dengar untuk membantu
ketajaman pendengarannya.
d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB
(severe losses)
Ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut :
1) Kesulitan membedakan suara.
2) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada
disekitarnya memiliki getaran suara.
Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam
belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar, sebab
anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh
sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu pendidikan artinya
mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu. Pada
intensitas suara tertentu mereka terkadang dapat mendengar suaru
keras dari jarak dekat, seperti gemuruh pesawat terbang, gonggongan
9
anjing, teter mobil, dan sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak
tunarungu kelompok ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca
bibir dan latihan pembentukan kosakata.
e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas
(profoundly losses)
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada kelompok ini, ia
hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1
inchi (±2,54 cm) atau sama sekali tidak mendengar. Biasanya ia
tidak menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat
telinga. Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan
pengeras suara, tetapi tetap tidak dapat memahami atau
menangkap suara.
Kebutuhan layanan pendidikan anak tunarungu dalam kelompok
ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran
bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan
menggunakan metode-metode pengajaran yang khusus seperti
tactile kinesthetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap
kemampuan indranya yang tersisa.
Abjad jari satu tangan
10
3. Teknik pembelajaran bagi anak berkelainan mental subnormal
(tunagrahita)
Anak tunagrahita dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Anak tunagrahita mampu didik (debil)
Debil adalah anak tungrahita yang tidak mampu mengikuti pada
program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak
maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak
tunagrahita mampu didik antara lain:
1) Membaca, menulis, mengeja, dan berhitung
2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang
lain
3) Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di
kemudian hari.
Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak
tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang
akademis, sosial, dan pekerjaan.
b. Anak tunagrahita mampu latih (imbecil)
Imbecil adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti
program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik.
Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih
yang perlu diberdayakan, yaitu
1) Belajar mengurus diri sendiri, misalnya; makan, pakaian, tidur
atau mandi sendiri.
2) Belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya.
3) Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja atau
di lembaga khusus.
Kesimpulannya anak tungrahita mampu latih berarti anak tungrahita
hanya dapat dilatih mengurus diri sendiri melalui aktifitas kehidupan
sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemsyarakatan menurut
kemampuannya.
11
c. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot)
Idiot adalah tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah
sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk
mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain.
dengan kata lain, anak tunagrahita mampu rawat adalah anak
tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang
hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang
lain.
4. Teknik pembelajaran bagi anak berkelainan fungsi anggota tubuh
(tunadaksa)
Dilihat dari manifestasi yang tampak pada aktivitas motorik anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu:
a. Spasticity
Kondisi ini terjadi karena lapisan luar otak bidang piramida dan
beberapa kemungkinan bidang ekstra piramida yang berhubungan
dengan pengontrolan gerakan sadar tidak berfungsi sempurna.
b. athetosis
paralisis pastis (kejang lumpuh) terjadi karena luka atau gangguan
pada bidang piramida yang terletak pada lapisan luar area motorik.
Sedangkan athetosis penyebabnya adalah luka pada sistem ekstra
piramida yang terletak pada otak depan maupun tengah. Karakteristik
dari penderita athetosis adalah mengalami problema pada sejumlah
besar tangan, bibir, lidah, serta sejumlah kecil kaki.
c. Ataxia
Kondisi ataxia ini disebabkan oleh luka pada otak kecil yang terletak
di bagian belakang kepala yang bekerja sebagai pengontrol
keseimbangan dan koordinasi pada kerja otak.
d. Tremor dan Regidity
Tremor dan rigidity mirip dengan athetosis disebabkan oleh luka pada
sistem ekstra piramida dalam kondisi ini anak masih dapat melakukan
aktifitas sesuai dengan tujuannya walaupun ada beberapa hambatan
jika dibandingkan dengan penderita spasticity atau athetosis. Rigidity
12
merupakan interferensi terhadap postural tone yang disebabkan oleh
resitensi otot-otot agonis dan antagonis. Berbeda dengan athetosis
yang mana gerakannya lebih bebas dan lebih sering berubah,
sedangkan tremor dan regidity gerakannya terbatas dan menurut irama
tertentu serta agak lambat.
e. Tipe campuran
Walaupun jenis-jenis cerebral palsy sudah dapat diidentifikasikan dan
diklasifikasikan menurut jenisnya, namun pada kasus-kasus tertentu
menunjukkan perpaduan diantara jenis cerebral palsy tersebut.
Misalnya, penderita cerebral palsy yang diidentifikasikan dalam ciri
spasticity tampak pula ciri athetosis dan ataxia, atau spasticity dengan
tremor atau regidity, atau bentuk kombinasi yang lain.
5. Teknik pembelajaran bagi anak berkelainan perilaku (tunalaras)
Bentuk kelainan prilaku atau ketunalarasan dapat dikategorikan menjadi 2
kategori yaitu:
a. Anak kesulitan penyesuaian sosial
1) Anak agresif yang sukar bersosialisasi adalah anak yang benar-
benar tidal dapat menyesuaikan diri, baik dilingkungan rumah,
sekolah, maupun teman sebya. Sikap anak ini dimanifestasikan
dalam bentuk memusuhi otorita (guru, orang tua, polisi), suka
balas dendam, berkelahi, senang curang, mencela, dll
2) Anak agresif yang mampu bersosialisasi adalah anak yang tidak
dapat menyesuaikan diri dilingkungan rumah, sekolah, ataupun
masyarakat, tetapi mereka memiliki bentuk penyesuaian diri yang
khusus, yaitu dengan teman sebaya yang senasib (gang). Sikap
anak tipe ini dimanifestasikan dalam bentuk agresifisme,
memusuhi otorita, setia pada kelompok, suka melakukan
kejahatan pengeroyokan serta pembunuhan.
3) Anak yang menutup diri berlebihan adalah anak yang tidak dapat
menyesuaikan diri karena neurosis. Sikap tipe anak ini
dimanifestasikan dalam bentuk oversensitive, sangat pemalu
menarik diri dari pergaulan, mudah tertekan, rendah diri, dll.
13
b. Anak kelainan emosi, ekspresi wujudnya ditampakkan sebagai
berikut:
1) Kecemasan mendalam tetapi kabur dan tidak menentu arah
kecemasan yang dituju (anxiety neurotic). Kondisi ini digunakan
sebagai alat untuk mempertahankan alat melalui represi.
2) Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan
berbagai keluhan sakit pada beberapa bagian badannya (astenica
neurotic). Kondisi ini terjadi akibat konflik batin atau tekanan
emosi yang sukar diselesaikan. Alat untuk mempertahankan diri
dari kondisi ini melalui penarikan diri dari pergaulan.
3) Gejala yang merupakan tantangan balas dendam karena adanya
perlakuan yang kasar (hysterica konversia). Kondisi ini terjadi
akibat perlakuan kasar yang diterima sehingga ia juga akan
berlaku kasar terhadap orang lain sebagai balas dendam untuk
kepuasan dirinya.
Secara umum penyebab terjadinya ketunalarasan dapat
diklasifikasikan yaitu :
1) Faktor penyebab bersifat internal, adalah faktor yang langsung
berkaitan dengan kondisi individu itu sendiri seperti keturunan,
kondisi fisik dan psikisnya.
2) Faktor penyebab bersifat eksternal, adalah faktor yang berasal
dari luar individu terutama lingkungan, baik lingkungan keluarga,
masyarakat dan Sekolah.
Teknik yang bisa dilakukan dalam mengatasi anak tunalaras adalah
dengan memenuhi primary needs atau kebutuhan primer dan
secondary needs atau kebutuhan sekundernya. Kebutuhan primer
bagi seorang anak tunalaras adalah kasih dan perhatian dari
lingkungannya. Anak yang memiliki gangguan dalam kehidupan
sosial maka penyembuhannya adalah dengan cara
memperkenalkannya dengan kehidupan sosial. Sedangkan kebutuhan
sekunder bagi seorang anak tunalaras adalah mendapat hiburan,
mendapatkan apa yang ia sukai dan beri kelonggaran kepadanya
14
untuk tidak harus selalu mengikuti perintah dan aturan yang telah
ditetapkan, kendati demikian bimbingan tetaplah dilakukan.
6. Teknik pembelajaran bagi anak dengan kesulitan Belajar
Anak yang mengalami kesulitan belajar pada hakikatnya adalah anak
yang berkebutuhan khusus. Hanya saja jika dilihat secara fisik anak yang
mengalami kesulitan belajar memiliki fisik yang sama dengan anak
normal pada umumnya. Selain itu, anak dengan kesulitan belajar adalah
jenis ABK temporer jika segera ditangani dengan cara yang tepat. Adapun
anak dengan kesulitan belajar diantaranya:
a. Anak dengan kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
Anak seharusnya bisa menguasai sejumlah konsep awal matematika
pada anak. Adapun sejumlah konsep awal matematika pada anak yang
harus dikuasai adalah:
1) Hubungan spasial
2) Kesadaran pada tubuhnya
3) Kemampuan visual motor dan visual perceptual
4) Konsep arah dan waktu
5) Kemampuan memori
6) Kemampuan menghitung
Sedangkan anak yang memiliki kesulitan belajar menghitung
memiliki permasalahan sebagai berikut:
1) Tidak mempunyai pengetahuan awal
2) Kurang komunikasi
3) Terlalu cepat mengenal langkah-langkah menghitung
4) Tidak bisa menghubungkan dalam kehidupan praktis
5) Kurang waktu untuk mengulang
6) Cemas berlebihan terhadap pelajaran matematika
Adapun teknik yang bisa dilakukan dalam menangani anak dengan
kesulitan belajar menghitung diantaranya:
1) Memberikan penjelasan secara rinci
2) Proses dalam model pembelajaran inovatif dan variatif
15
3) Adanya komunikasi yang harmonis antara guru dan siswa
sehingga menghilangkan rasa cemas berlebihan terhadap
matematika.
b. Anak dengan kesulitan belajar menulis (disgrafia)
Teknik yang bisa dilakukan untuk menangani anak yang memiliki
kesulitan belajar menulis diantaranya:
1) Beri kesempatan siswa untuk menggambar bebas
2) Latih siswa untuk menulis sesuai dengan pola yang dibuat
3) Menyusun kata yang ditulis
4) Menuliskan percakapan yang biasa dilakukan sehari-hari
c. Anak dengan kesulitan belajar membaca (dileksia)
Ada beberapa elemen yang harus dikuasai dalam membaca
diantaranya:
1) Kesadaran terhadap fonem
2) Bunyi huruf (fonik)
3) Kelancaran
4) Kosa kata
5) Pemahaman teks
Membaca memiliki hubungan erat dengan menulis, maka dari itu
pada teknik pembelajarannya sangat berkaitan dengan menulis.
Dalam melatih siswa yang memiliki kesulitan dalam membaca
hendaknya dilakukan teknik-teknik sebagai berikut:
1) Anak-anak hendaknya dikenalkan dengan kegiatan menulis sejak
dini
2) Beri waktu untuk anak membaca mandiri
3) Pembelajaran hendaknya langsung pada symbol alphabet
4) Memetakan hubungan huruf dan kata
5) Anak-anak perlu lebih awal mulai membaca
6) Mengulangi apa yang dibaca
7) Buku yang disajikan hendaknya menarik perhatian
8) Model yang digunakan dalam pembelajarannya mengesankan
bagi siswa
16
9) Metode membaca yang actual
10) Adanya interaksi dengan teks bacaan
11) Perkenalkan pada kosakata baru
12) Siswa dilatih fokus pada bacaan
13) Menghubungkan apa membaca dengan membaca
14) Mendorong perluasan bacaan
B. Hambatan dan Solusi dalam Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar1. Jumlah ABK di Indonesia masih sedikit yang terdaftar di sekolah.
Menurut data UNESCO tahun 2009, ranking Indonesia dalam
penyelenggaraan. pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus atau
ABK terus mengalami kemerosotan. Pada 2007, ranking Indonesia berada
di urutan ke-58 dari 130 negara sedangkan pada 2008 turun ke ranking
ke-63 dari 130 negara. Pada 2009, ranking Indonesia bahkan kian merosot
hingga di peringkat ke-71 dari 129 negara. Semua hal di atas dikarenakan
jumlah ABK di Indonesia masih sedikit yang terdaftar di sekolah.
Solusi: keluarga dan masyarakat harus lebih memperhatikan kembali anak
yang berkebutuhan khusus yang ada dilingkungannya dengan cara
mendaftarkan anak yang memiliki kebutuhan khusus kesekolah untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama dengan anak normal,
sehingga jumlah ABK diindonesia yang terdaftar disekolah menjadi lebih
banyak.
2. Kurikulum yang tersusun kaku dan kurang tanggap terhadap kebutuhan
anak yang berbeda. banyak negara mendorong kebutuhan pendidikan
dasar tanpa memerhatikan isu pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Namun, pendidikan inklusi tidak kemudian mensyaratkan kurikulum yang
terpisah karena itu justru akan menciptakan segregasi.Kurikulum
pendidikan inklusi harus masuk dalam kurikulum arus utama. Inisiatif
para stakeholders, guru dan sekolah, serta masyarakat masih parsial
terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusi, sehingga akses Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) mengenyam pendidikan masih begitu
sempit.
17
Solusi: pemerintah harus membuat kurikulum yang fleksibel dan tanggap
terhadap kebutuhan anak yang berbeda. Kurikulum pendidikan inklusi
harus masuk dalam kurikulum arus utama, sehingga tidak ada pemisahan
antara kurikulum untuk sekolah inklusif dan sekolah umum. Sehingga
akses anak berkebutuhan khusus pada pendidikan lebih leluasa.
3. Kurangnya ketersediaan anggaran, minimnya anggaran yang disediakan
pemerintah dapat mengakibatkan sarana dan prasarana yang kurang
memadai. Solusi: pemerintah harus menyediakan anggaran yang cukup
memadai untuk keberlangsungan pelakasanaan pembelajaran dalam
pendidikan inklusif.
4. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM), sumber daya manusia seperti
guru yang memiliki keahlian khusus dalam menangani ABK masih
terbatas, sehingga yang menangani anak berkebutuhan khusus bukan guru
yang ahli dibidangnya.
Solusi: Pemerintah harus membuat kebijakan mengenai pemerataan
penyebaran guru PLB (Pendidikan Luar Biasa) minimal satu guru setiap
sekolahnya.
5. Paradigma/Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi memang tidak popular dalam masyarakat. Masyarakat
hanya disibukan dengan urusan meningkatkan kualitas pendidikan secara
horizontal maupun vertical. Sehingga anak bangsa yang memiliki
kebutuhan yang terbatas ini sering termarginalkan (kaum yang tersisih).
Pelayanan pendidikan ini memang memerlukan sarana dan prasarana
yang cukup besar tapi bukan berarti harus ditinggalkan karena mereka
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kita harus
meninggalkan persepsi konvensional bahwa anak dengan berkebutuhan
terbatas misalnya untuk anak tuna netra hanya dicetak menjadi Tukang
Pijat.
Solusi: pemerintah harus memberikan penyuluhan mengenai pentingnya
pendidikan inklusi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak lagi
memandang sebelah mata terhadap anak bangsa yang memiliki
18
keterbatasan. Sehingga anak berkebutuhan khusus pun memiliki hak yang
sama dengan anak normal lainnya.
19
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
teknik pembelajaran adalah hal yang positif dimana memberikan manfaat
bagi yang menerima pembelajaran tersebut. Dalam pembelajaran teknik diartikan
sebagai cara khusus dalam penggunaan metode. Ada beberapa teknik yang bisa
dilakukan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus agar pembelajaran
menjadi efektif dan efisien. Selain itu, ada pula hambatan dalam pelaksanaannya
diantaranya: Jumlah ABK di Indonesia masih sedikit yang terdaftar, Kurikulum
yang tersusun kaku dan kurang tanggap terhadap kebutuhan anak yang berbeda,
Kurangnya ketersediaan anggaran, dukungan Sumber Daya Manusia (SDM),
paradigma/Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan Inklusi. Meskipun
demikian ada beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hambatan yang
terjadi.
B. SaranDalam penyususan makalah ini tidaklah sempurna, tapi semoga isi dari
makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi para pembaca.
Penulis berharap khususnya untuk para Dosen dan Mahasiswa bisa menggunakan
makalah ini sebagai referensi. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan penulisan makalah selanjutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://pendidikanabk.blogspot.co.id/2011/09/pendidikan-inklusif-di-sd.html
http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/permasalahan-permasalahan-dalam.html
http://bee-bermanfaat.blogspot.co.id/2012/02/pendidikan-inklusi-di-sekolah-
dasar.html
http://dokumen.tips/search/?
q=Hambatan+Dalam+Pelaksanaan+Pendidikan+Inklusi+Di+Indonesia
http://dokumen.tips/documents/hambatan-dalam-pelaksanaan-pendidikan-inklusi-
di-indonesia.html
http://dokumen.tips/documents/rencana-pelaksanaan-pembelajaran-pendidikan-
inklusi.html
http://dokumen.tips/documents/rencana-pelaksanaan-pembelajaran-pendidikan-
inklusi.html
http://dokumen.tips/documents/silabus-pendidikan-sd-inklusi-revisi.html
http://dokumen.tips/documents/pendidikan-untuk-anak-dengan-tunalaras-dalam-
seting-inklusi.html
http://arifin-meaningoflife.blogspot.co.id/2012/11/pendidikan-inklusif-di-
indonesia-akar.html
http://pendidikanabk.blogspot.co.id/2011/12/rencana-pelaksanaan-pembelajaran-
rpp.html
http://hanyasa.blogspot.co.id/2012/05/contoh-pembuatan-silabus-dan-rpp-
untuk.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/RENCANA%20PELAKSANAAN
%20PEMBELAJARAN%20pendidikan%20inklusi.pdf
https://nasuprawoto.files.wordpress.com/2010/10/abk-identifikasi-hambatan-
perkembangan-belajar.pdf
https://kavrella.wordpress.com/2010/06/16/inklusi-solusi-atau-masalah/
http://repository.upi.edu/8595/2/t_pkkh_1004801_chapter1.pdf
http://www.kompasiana.com/ernafitriatun/pendidikan-inklusif-peluang-bagi-
kualitas-pendidikan-anak-dan-remaja-khusus_54f6c8dca333116d5a8b4843
https://nasuprawoto.files.wordpress.com/2010/10/abk-model-dan-strategi-
pembelajaran-dalam-setting-pendidikan-inklusif.pdf
21
https://nasuprawoto.files.wordpress.com/2010/10/abk-kesulitan-belajar-
membaca.pdf