rhinitis alergi
DESCRIPTION
Rhinitis AlergiTRANSCRIPT
RHINITIS ALERGIKAGhinna Septhiana Pratiwi – Dokter Muda UMY 2010
Definisi
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Klasifikasi
Berdasakan waktu gejala:1. Intermitten, bila gejala
terdapat:- Kurang dari 4 hari per
minggu- Atau bila kurang dari 4
minggu2. Persisten, bila gejala
terdapat:- Lebih dari 4 hari per
minggu- Dan bila lebih dari 4
minggu
Berdasarkan beratnya gejala:1. Ringan, jika tidak
terdapat salah satu dari gangguan sebagai berikut:
- Gangguan tidur- Gangguan aktivitas
harian- Gangguan pekerjaan
atau sekolah2. Sedang-berat, bila
didapatkan salah satu atau lebih gejala-gejala tersebut diatas.
Etiologi
• Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa allergen
• Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: - Alergen Inhalan (udara pernafasan), misalnya debu rumah,
tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. - Alergen Ingestan, (saluran cerna) berupa makanan,
misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. - Alergen Injektan, (suntikan atau tusukan), misalnya
penisilin atau sengatan lebah. - Alergen Kontaktan, (kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa), misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
Patofisiologi
Terdiri dari 2 tahap : Tahap sensitisasi Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
- Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak kontak alergen sampai 1 jam setelahnya
- Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan berlangsung 24-48 jam
Patofisiologi (HISTAMIN)
mersg reseptor H1 pd saraf vidianus mersg serabut halus C tak bermielin gatal Mersg sel goblet , kelenjar, peningkatan
permeabilitas kapiler hipersekresi ( rinore ) vasodilatasi hidung tersumbat ( RAFC ) Rinore : ACh, PGD2, LTC4, Subs.P, VIP Hidung tersumbat (RAFL ) : histamin, PGD2,
LTC4, LTD4, bradikinin, Ach, Subs.P, Calcitonin Gene Related Factor
Anamnesis
Anamnesis Gejala rinitis alergi : bersin-bersin (> 5 kali/serangan) rinore (ingus bening encer) hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti) gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga mata gatal, berair atau kemerahan hiposmia/anosmia sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik adakah variasi diurnal frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit
(intermiten atau persisten), usia timbulnya gejala, pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas dan tidur Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri wajah,sesak
napas,gejala radang tenggorok, mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan
Cari kemungkinan alergen penyebab Keterangan mengenai tempat tinggal,
lingkungan sekolah & pekerjaan serta kesenangan / hobi penderita
Riwayat pengobatan ( respon perbaikan & efek samping ), kepatuhan
Riwayat atopi pasien dan keluarga : asma bronkial, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan
Gejala – Tanda Klinis
Tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau
lebih sinus para nasal. Tedema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah
bersin
Gatal hidung
rinore
Post nasal drip Sumbatan
hidung
Pemerikaan Fisik
Garis dennie-morgan dan allergic shiner bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung
Allergic crease berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah, timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).
Pemeriksaan rinoskopi mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat
Konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media
Pemeriksaan Penunjang
In vivo : Tes kulit :
Tes cukit/tusuk (Prick test), Multi test Intradermal SET (skin end point titration)
In vitro : IgE total : untuk skrining, bkn alat diagnostik IgE spesifik
Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPB DPL : eosinofil me↑ Tes Provokasi : tdk sesuai klinis dan hsl tes cukit, tdk rutin,
penelitian Radiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
Tidak untuk diagnosis rinitis alergi Indikasi : Untuk mencari komplikasi sinusitis/polip, tidak ada
respon terhadap terapi, direncanakan tindakan operatif
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan : mengurangi perbaikan kualitas hidup, mengurangi efek samping obat, edukasi, mengubah jalannya peny / terapi kausal
CARA : Penghindaran allergen (avoidance) dan
eliminasi Edukasi Medikamentosa/farmakoterapi Imunoterapi Pembedahan (jika perlu) untuk mengatasi
hipertrofi konka, komplikasi rinosinusitis dan polip hidung
Penatalaksanaan (Medikamentosa)
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis .
Antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor
Penatalaksanaan (Medikamentosa) Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala
trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor
Penatalaksanaan (Operatif)
Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat
Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan