retensio plasenta
DESCRIPTION
kasus retensio plasenta pasien paska melahirkan di dukun beranakTRANSCRIPT
![Page 1: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/1.jpg)
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. U
• Umur : 37 thn
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan : SD
• Status : Menikah
• Alamat : Kp. Panacaran
• No Med Rek :
• Agama : Islam
• Tgl Masuk RS : 19 Januari 2015
• Tgl Pemeriksaan : 20 Januari 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Perdarahan banyak setelah melahirkan
Anamnesis Khusus :
P7A0 mengeluh keluar darah dari jalan lahir yang banyak sampai membasahi dua
kain panjang. Tiga jam SMRS penderita melahirkan bayi laki laki yang lahir hidup,
cukup bulan secara spontan dan ditolong oleh paraji. Namun plasenta belum dilahirkan.
Penderita merasakan mules-mules yang tidak terlalu kuat setelah bayi lahir. Keluhan
disertai dengan rasa lemah badan dan wajah menjadi pucat. Karena keluhannya tersebut
penderita dibawa ke RSU Berkah .
Riwayat keluhan seperti ini pada kehamilan sebelumnya disangkal. Riwayat
keluar darah dari jalan lahir saat kehamilan disangkal. Riwayat pernah menjalani operasi
sesar disangkal.
1
![Page 2: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/2.jpg)
Riwayat Obstetri :
1. Paraji, aterm, spontan, laki-laki, 17 tahun (hidup)
2. Paraji, aterm, spontan, perempuan, 16 tahun (hidup)
3. Paraji, aterm, spontan, perempuan, 11 tahun (hidup)
4. Bidan, atetm, spontan, laki-laki 8 tahun (hidup)
5. Paraji, aterm, spontan, laki-laki, 5 tahun (hidup)
6. Paraji, aterm, spontan, laki-laki, 1 tahun (hidup)
7. Paraji, aterm, spontan, laki-laki, (hidup)
Menstruasi :
Siklus 30 hari, 3-4 hari, teratur
HPHT :
10 Mei 2015
TP :
19 Januari 2015
Riwayat menikah :
Menikah : ♀, 17 tahun, SD, IRT.
♂, 17 tahun, SD, buruh.
Riwayat kontrasepsi :
Riwayat penggunaan KB : tidak ada
PNC :
4 kali, bidan
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Komposmentis
Tanda vital : T : 90/60 mmHg N : 120x/menit
R : 24x menit S : 36,50 C
Konjungtiva : anemis
Thorax : Jantung : BJ murni reguler
Paru : sonor, VBS ki=ka
Edema : Edema : -/-, Varices : -/-
2
![Page 3: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/3.jpg)
Hepar/lien : sulit dinilai
STATUS OBSTETRIKUS
Pemeriksaan luar : TFU : setinggi pusat
Kontraksi uterus: baik
Pemeriksaan dalam : Vulva/Vagina : tak ada kelainan
Porsio : tipis, lunak
Pembukaan : 7-8 cm, teraba tali pusat
Perdarahan : (+)
LABORATORIUM
Hb : 10,4 gr/dL Retensio Plasenta
Ht : 27,4%
Leukosit : 15.900 mm3
Trombosit : 414.000mm3
DIAGNOSIS KLINIS
P7A0 + Retensio Plasenta
PENATALAKSANAAN
- Perbaiki keadaan umum
- Manual Plasenta
- Infus cairan intravena (RL atau NaCl fisiologis)
- Oksitosin
- Pemberian Antibiotik
PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad bonam
Quo ad Functionam : Ad bonam
3
![Page 4: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/4.jpg)
RETENSIO PLASENTA
I. PENDAHULUAN
Kala III persalinan adalah kala dimana terjadi pelepasan dan pengeluaran
plasenta. Pada kala III ini juga terjadi peningkatan resiko perdarahan selama pelepasan
plasenta dan terjadi retensio plasenta. Insidensi retensio plasenta meningkat jika terdapat
faktor predisposisi seperti riwayat plasenta previa atau seksio sesarea sebelumnya.
Retensio plasenta terjadi pada 2 % persalinan dan menyebabkan kematian dan kesakitan
ibu. Di negara berkembang, insidensi kematian yang dapat terjadi karena retensio
plasenta mencapai 10% dari angka kejadian. Jika terjadi retensio plasenta, penanganan
yang adekuat dapat meningkatkan kemungkinan keselamatan ibu.
II. PLASENTA
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat
pertukaran antara ibu dan anak dan sebaliknya. Setelah nidasi sel sel trofoblast menyerbu
ke dalam desidua sekitarnya sambil menghancurkan jaringan sedangkan diantara masa
trofoblast timbul lubang-lubang hingga menyerupai susunan spons. Lubang ini kemudian
berisi darah ibu karena juga dinding pembuluh pembuluh darah termakan oleh kegiatan
trofoblast. Sel sel trofoblast yang menyerbu kemudian merupakan batang-batang yang
masing masing bercabang pula dan akhirnya menjadi jonjot chorion ( villi chorialis ).
Sementara itu trofoblast yang membentuk dinding villus sudah terdiri dari dua lapisan :
sinsitiotrofoblast (lapisan luar) dan sitotrofoblast (lapisan dalam , sel-sel Langhans).
Pada minggu ke-16 sel sel Langhans mulai menghilang. Darah anak dan ibu tak
dapat bercampur karena terpisah oleh lapisan jaringan yang dinamakan membrana
plasenta. Pada akhir bulan ke-4 daya menyerbu trofoblast berhenti dan pada batas antara
jaringan janin dan ibu terdapat lapisan jaringan yang nekrotik yang disebut ‘lapisan fibrin
Nitabuch’.
Plasenta biasanya menempel pada dinding belakang atau depan rahim dekat
fundus. Jonjot korion menyerbu dinding rahim hanya sampai lapisan atas dari stratum
spongiosum. Kadang terjadi penempelan plasenta pada tempat implantasi dimana
keadaan lapisan desidua dan lapisan fibrinoidnya tidak rata bahkan tidak ada (lapisan
4
![Page 5: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/5.jpg)
Nitabuch), sehingga pelepasan pada lapisan spongiosum terganggu. Akibatnya kotiledon
terikat kuat pada desidua basalis yang memiliki defek, bahakan hingga lapisan
miometrium.
Faktor resiko terjadinya retensio plasenta diantaranya adalah implantasi pada
segmen bawah uterus atau implantasi pada bekas insisi uterus sebelumnya.
Jika jonjot-jonjot korion menyerbu dinding rahim lebih dalam dari yang
seharusnya, maka disebut sebagai plasenta accreta. Menurut dalamnya penyerbuan
dinding rahim oleh jonjot jonjot plasenta accreta dibagi menjadi :
1. Plasenta accreta : jonjot menembus desidua sampai berhubungan dengan
miometrium
2. Plasenta increta : jonjot hingga mencapai miometrium
3. Plasenta percreta : jonjot menembus miometrium hingga mencapai perimetrium,
kadang menembus perimetrium dan menimbulkan ruptur uteri.
III. KALA III PERSALINAN/KALA URI.
Kala III persalinan dimulai dari lahirnya bayi hingga lahirnya plasenta. Kala uri
dibagi dalam 2 tingkat yaitu pelepasan plasenta dan pengeluaran plasenta.
A. Pelepasan plasenta.
Sebab sebab terlepasnya plasenta adalah :
1. Saat bayi dilahirkan rahim tiba-tiba mengecil dan setelah bayi lahir uterus
merupakan alat dengan dinding tebal sedangkan rongga rahim hampir tidak
ada. Fundus uteri terdapat sedikit di bawah pusat. Karena pengecilan rahim
yang sekonyong konyong ini tempat perlekatan plasenta juga mengecil.
Karena pengecilan ini maka plasenta menjadi berlipat lipat, bahkan ada bagian
yang terlepas dari dinding rahim karena tidak dapat mengikuti pengecilan dari
dasarnya. Pelepasan plasenta ini terjadi dalam stratum spongiosum. Jadi secara
singkat faktor yang paling penting dalam pelepasan plasenta ialah retraksi dan
kontraksi otot-otot rahim setelah anak lahir.
2. Di tempat tempat yang lepas terjadi perdarahan ialah antara plasenta dan
desidua basalis dan karena hematoma ini membesar, maka seolah olah plasenta
terangkat dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan
5
![Page 6: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/6.jpg)
meluas. Plasenta biasanya terlepas dalam 4-5 menit setelah anak lahir. Oleh
kontraksi dan retraksi rahim terlepas dan sebagian karena tarikan waktu
plasenta lahir.
B. Pengeluaran plasenta
Setelah plasenta lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim, plasenta
terdorong ke segmen bawah rahim atau ke bagian atas dari vagina. Dari tempat ini
plasenta didorong ke luar oleh tenaga mengejan. Tetapi hanya 20% dari ibu-ibu dapat
melahirkan plasenta secara spontan, maka lebih baik lahirnya plasenta ini dibantu
dengan sedikit tekanan oleh si penolong pada fundus uteri setelah plasenta lepas.
Jika plasenta telah lepas, fundus uteri sedikit naik hingga setinggi pusat atau lebih
dan bagian tali pusat di luar vulva menjadi lebih panjang. Lama kala uri ± 8,5 menit. Dan
pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit. Tanda tanda pelepasan plasenta
adalah :
1. Uterus menjadi bundar
2. perdarahan yang sekonyong konyong dan banyak
3. memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
4. naiknya fundus uteri
Seiring pelepasan plasenta, darah dari tempat implantasi akan mengalir ke
vagina (pelepasan duncan) atau akan menggumpal di belakang plasenta dan membran
(pelepasan Schultze) hingga plasenta dilahirkan.
IV. RETENSIO PLASENTA
Definisi
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late
postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
6
![Page 7: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/7.jpg)
Insiden
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta
dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–
1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta.
Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
Etiologi
Yang menjadi penyebab retensio plasenta adalah :
1. Fungsionil
a. His kurang kuat
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba),
bentuknya (plasenta membranasea) dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Pada plasenta suksenturiata, terdapat plasenta tambahan yang kecil yang
dihubungkan dengan plasenta yang sebenarnya oleh pembuluh pembuluh darah.
Plasenta tambahan ini mungkin tertinggal pada pelepasan plasenta dan
menyebabkan perdarahan. Pada plasenta membranasea, plasenta lebar dan tipis
meliputi hampir seluruh permukaan korion. Plasenta yang tipis ini sukar terlepas
dan dapat menimbulkan perdarahan.
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
2. Patologi anatomi
a. Plasenta accreta
b. Plasenta increta
c. Plasenta percreta
7
![Page 8: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/8.jpg)
Placenta Accreta
Gambar potongan hemiseksi uterus, plasenta menempel hingga lapisan miometrium
Plasenta accreta menimbulkan penyulit pada kala III karena sulit lepas dari
dinding rahim, akibatnya terjadi perdarahan pada kala III. Insidensi terjadinya plasenta
accreta dilaporkan 1 dalam 2500 kelahiran.
Pada tempat implantasi plasenta, kontraksi dan retraksi miometrium akan
mengkompresi pembuluh darah untuk mengatasi perdarahan. Potongan plasenta yang
menempel atau bekuan darah besar akan mencegah keefektifan kontraksi dan retraksi
rahim sehingga mengganggu hemostatis pada tempat implantasi.
Etiologi dan Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding
uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah
yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling
8
![Page 9: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/9.jpg)
bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh
lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus
menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen
karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar
lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas
9
![Page 10: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/10.jpg)
vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-
abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat
mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan
menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Komplikasi yang terjadi karena retensio plasenta mengancam nyawa, diantaranya
adalah :
Perdarahan post partum primer, dapat terjadi syok hipovolemik.
Perdarahan post partum sekunder, karena sisa plasenta.
Inversi uterus.
Sepsis puerperalis
V. MANAJEMEN RETENSIO PLASENTA
Manajemen retensio plasenta dipengaruhi oleh penilaian klinis saat perdarahan
terjadi. Retensi plasenta dapat disebabkan karena kontraksi abnormal atau kelainan
penempelan plasenta. Jika terbukti plasenta menempel, maka dipikirkan plasenta accreta
komplit atau sejenisnya. Akan terjadi perdarahan jika hanya sebagian plasenta yang
berimplantasi abnormal. Retensio plasenta mempengaruhi kontraksi dan retraksi uterus
sehingga perdarahan yang terjadi lebih banyak.
Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan :
o Periksa tanda vital, observasi tanda tanda perdarahan seperti kulit pucat,
takikardi, hipotensi
o Stabilkan tanda vital, tunggu hingga 30 menit selanjutnya untuk mulai
melahirkan plasenta
o Kosongkan kandung kencing, jika memungkinkan ibu disuruh menyusui
untuk menstimulasi sekresi oksitosin
o Berikan cairan intravena, seperti RL atau NaCL fisiologis
10
![Page 11: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/11.jpg)
o Periksa darah, untuk melihat kadar hemoglobin dan juga cross match darah
(pada kasus yang membutuhkan tranfusi).
o Oksitosin dosis kedua diberikan untuk kontraksi uterus dan pelepasan
plasenta. Drip oksitosin juga diberikan.
Jika tindakan non invasif gagal dan perdarahan masih terjadi, maka diperlukan
langkah lebih lanjut. Manual plasenta dilakukan jika plasenta gagal dilahirkan atau
perdarahan nyata terlihat, biasanya dilakukan dibawah pengaruh obat-obat anestesi ( bisa
juga dibawah sedasi dan analgesi). Perlu diingat bahwa usaha untuk melepaskan plasenta
yang menempel dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
Tekhnik Manual Plasenta
Pasien berada dalam posisi litotomi. Penolong menggunakan sarung tangan.
Perineum , vulva dan vagina dibasahi dengan povidon iodine. Labia dibeberkan dan
tangan kanan masuk secara obstetrik ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri.
Tangan dalam sekarang menyusuri tali pusat , yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh
asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, tangan pergi ke pinggir plasenta dan
sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan tangan sebelah
kelingking, plasenta dilepaskan antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding
rahim dengan gerakan yang sejajar dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya,
plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
Hati hati saat melepaskan membran, periksalah plasenta dan membran untuk
melihat apakah tindakan eksplorasi atau kuretase perlu dilakukan. Antibiotik diberikan
setelah dilakukannya manual plasenta untuk mencegah infeksi. Drip oksitosin diberikan
untuk meningkatkan kontraksi uterus, juga dilakukan masase uterus.
Jika terjadi plasenta accreta totalis atau sebagian besar plasenta menempel, maka
plasenta tertahan dan tindakan manual plasenta gagal. Membiarkan hal itu terjadi tidak
11
![Page 12: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/12.jpg)
disarankan karena akan meningkatkan resiko infeksi dan perdarahan. Ahli obstetrik dan
ahli anestesi perlu dilibatkan. Histerektomi diperlukan untuk mengatasi perdarahan.
Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom K.D.
12
![Page 13: Retensio Plasenta](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/563db7b8550346aa9a8d5441/html5/thumbnails/13.jpg)
William Obstetrics 21th ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.
2. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. 1997. Kelainan plasenta. Obstetri patologi. Bandung. 46-49
13