retensio plasenta

18
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kematianakibat perdarahan sering terjadi karena sejumlah komplikasi obstetrik yang merupakan predisposisi terjadinya perdarahan hebat dan se kematian, bila tidak tersedia penanganan secara ahli termasuk terapi pe yang tepat. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan mencapai 40% – infeksi 0% – !0%, eklampsi sekitar 0% – !0%, sedangkan penyebab kemati tidak langsung ada ",6 % yaitu penyakit ibu yang akan bertambah buruk de terjadinya kehamilan, seperti penyakit jantung, ginjal atau penyakit kro serta anemia #at besi pada ibu hamil $ epartemen Kesehatan &', 00(). Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih da melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala ''' kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang*kadang setengah dari yang sebenarnya. arah tersebut tercampur dengan cairan am dengan urin. arah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam lantai. +olume darah yang hilang juga ber ariasi akibatnya sesua hemoglobinibu.-eseorang ibu dengan kadar hemoglobinnormal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pa anemia. Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu / ibu yang disebabkan oleh perdarahan $perdarahan pascapersalinan, placent solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) perdarahan pascapersalinan. -elain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu*ibu di 'ndonesia d ibu*ibu di luar negeri. iperkirakan ada (4 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap paling sedikit ( .000 1anita mengalami perdarahan sampai meningg besar kematian tersebut terjadi dalam 1aktu 4 jam setelah melahirkan. i -ebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampa sakit, saatdatangkeadaanumum2hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. 3enurut epkes &', kematian ibu di 'ndonesia $00) a ibu tiap (00.000 kelahiran hidup dan 4!% dari angka tersebut d perdarahan post partum. Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluark belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untu 1

Upload: utik-desy-pariani

Post on 04-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

lp askep preeklamsi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kematian akibat perdarahan sering terjadi karena sejumlah komplikasi obstetrik yang merupakan predisposisi terjadinya perdarahan hebat dan selanjutnya kematian, bila tidak tersedia penanganan secara ahli termasuk terapi pergantian darah yang tepat. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan mencapai 40% 60%, infeksi 20% 30%, eklampsi sekitar 20% 30%, sedangkan penyebab kematian ibu tidak langsung ada 5,6 % yaitu penyakit ibu yang akan bertambah buruk dengan terjadinya kehamilan, seperti penyakit jantung, ginjal atau penyakit kronis lainnya serta anemia zat besi pada ibu hamil (Departemen Kesehatan RI, 2001).Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta dan plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Dari uraian di atas maka penulis ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai apa itu Retensio plasenta, penyebab, tanda dan gejala, dan penatalaksanaan serta proses asuhan keperawatannya.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana konsep dasar penyakit retensio plasenta2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan retensio plasenta

C. TUJUAN

1. Tujuan UmumAdapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep Retensio Plasenta secara umum.2. Tujuan Khususa. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit retensio plasentab. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada retensio plasenta

D. MANFAAT1. Sebagai bahan acuan dan pemahaman mengenai konsep dasar penyakit dari retensio plasenta2. Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep megenai asuhan keperawatan dari retensio plasenta

E. METODE PENULISAN

Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-buku literattur penunjang masalah yang dibahas serta dari media elektronik yaitu internet.

F. SISTEMATIKA PENULISANBab I PendahuluanA. Latar Belakang MasalahB. Rumusan MasalahC. TujuanD. ManfaatE. Metode PenulisanF. Sistematika PenulisanBab II Pembahasan Bab III Penutup A. Simpulan B. Saran

BAB IIPEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi/PengertianRetensio plasenta adalah bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.(Sarwono, Prawirohardjo: 526)

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi (Ida Bagus Gede Manuaba ,1998).

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir ( http://www.obstetriginekologi.com/retensio-plasenta).

Retensio plasenta adalah placenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Ilmu Kebidanan, 2002:656).

Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi (Subroto, 1987:346).

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir (pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2002:178).

2. Epidemiologi/ Insiden Kasus

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana. Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 60 %), sisa plasenta (23 24 %), retensio plasenta (16 17 %), laserasi jalan lahir (4 5 %), kelainan darah (0,5 0,8 %). Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 60% ) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta diaporkan berkisar 16 17%. Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun ( 1997 1999 ) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus ( 0,68% ) berakhir dengan kematian ibu.

3. Etiologi/ Penyebab

Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :a. Placenta belum lepas dari dinding uterusPlacenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena:1) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta2) Placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. b. Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena:1) Penanganan kala III yang keliru/salah2) Terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).

4. Tanda dan Gejalaa. Waktu hamil1) Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal2) Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa3) Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan4) Kadang terjadi ruptur uteri

b. Persalinan kala I dan II Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normalc. Persalinan kala III1) Retresio plasenta menjadi ciri utama2) Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual3) Komplikasi yang sering tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta4) Ruptur uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

5. PatofisiologiSetelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).c. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :

a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.b. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu dan adanya plasenta akreta.c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

6. Pathway (Pohon Masalah)

Kompensasi jantungMK: Risiko penurunan curah jantungTidak terkompensasiTakikardi, hipertropiMK: Nyeri AkutMK: Risiko tinggi infeksiPucat, kulit dingin/lambatMK: Perubahan perfusi jaringanKeterlambatan pengisian kapilerHipovolemi (kurang suplai)PeriferNyeri, kemerahan, oedemaHematoma porsi atas vaginaMK:Kekurangan volume cairanGangguan koagulasiGangguan sirkulasiKehilangan vaskular yang berlebihanPerdarahan Kegagalan kompresi pembuluh darah, miometrium hipotonus, retensi sisa plasenta.Trauma jalan lahir, episiotomi yang lebar, laserasi perineum, vagina dan serviks ruptur.

7. KlasifikasiMenurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut :

a. Placenta Adhesiva: placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam b. Placenta Inkreta: placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai miometrium.c. Placenta Akreta: placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum mencapai lapisan serosa.d. Placenta Perkreta: placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding rahim.e. Placenta Inkarserata: adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium uteri.

8. Pemeriksaan Diagnostik/ penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.2) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

b. RadiologiBila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang tidak diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan postpartum biasanya dapat dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks dan uterus.1) Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.2) Jumlah darah lengkap menunjukkan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih, perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi.3) Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.4) Urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih.5) Profil koagulasi: peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin dalam (FDP/FSP) penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi: masa tromboplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID.6) Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

c. Pemeriksaan fisikPemerikasan tanda tanda vital1) Pemeriksaan suhu badanSuhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia.2) NadiDenyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.3) Tekanan darahTekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.4) PernafasanBila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal

9. Penatalaksanaan Medika. Penanganan Umum1) Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placentaa tersebut.2) Pastikan kandung kemih sudah kosong.3) Jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unti i.m. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.4) Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT.5) Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara manual.

b. Penanganan Khusus1) Retensio placenta dengan separasi parsial :(a) Tentukan jenis retensio yang terjadi.(b) Regangan tali pusat dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.(c) Pasang infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.(d) Bila kontraksi terkontrol gagal, lakukan manual placenta.(e) Transfusi jika perlu.(f) Beri antibiotik dan atasi komplikasi.

2) Placenta inkaserata :(a) Tentukan diagnosa kerja(b) Siapkan alat dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.(c) Siapkan anastesi serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40 tetes/menit.(d) Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.

3) Placenta akreta :(a) Tentukan diagnosis(b) Stabilitas pasien(c) Rujuk klien ke RS karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.

4) Placenta manual :(a) Kaji ulang indikasi dan persetujuan tindakan.(b) Kaji ulang prinsip perawatan dan pasang infus.(c) Berikan sedativa, analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.(d) Pasang sarung tangan DTT.(e) Jepit tali pusat, tegangkan sejajar lantai.(f) Masukan tangan secara obstetrik menelusuri tali pusat dan tangan lain menahan fundus uteri.(g) Cari insersi pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.(h) Buka tangan obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk menentukan tempat implantasi.(i) Gerakan tangan secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.(j) Jika tidak terlepas kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.(k) Pegang plasenta, keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.(l) Pindahkan tangan luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta dikeluarkan, dan periksa placenta.(m) Berikan oksitoksin 10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.(n) Periksa dan perbaiki robekan jalan lahir.(o) Pantau tanda vital dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.(p) Teruskan infus dan transfusi jika perlu.

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.b. Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

10. PrognosisPrognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PengkajianBeberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :a. Identitas klienb. Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :1) Aktivitas/ IstirahatPerilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan2) SirkulasiTekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian kembali ke tingkat normal dengan cepat. Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesic dan anastesi. Frekwensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan curah jantung.3) Makanan/ CairanKehilangan darah normal kira- kira 250- 300 ml4) Nyeri/ KetidaknyamananDapat mengeluh tremor kaki atau menggigil5) KeamananInspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomy atau laserasi jalan lahir mungkin ada.6) SeksualitasDarah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1- 5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusar memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari discoid menjadi bentuk globular dan meninggikan abdomen.

2. Diagnosa Keperawatana. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kurang/ pembatasan masukan oral, peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, tertahannya fragmen plasenta.b. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.c. Risiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.d. Nyeri yang berhubungan dengan episiotomi dan laserasi.e. Risiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan denganadanya trauma jalan lahir.

3. Rencana Tindakan KeperawatanDxTujuanIntervensiRasional

Dx. 1Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kurang/ pembatasan masukan oral, peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, tertahannya fragmen plasenta.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama.xjam, diharapkan volume cairan adekuat dengan KH : Menunjukkan tekanan darah dan nadi dalam batas normal Nadi dapat diraba Mendemonstrasikan kontraksi adekuat dari uterus dengan kehilangan darah DBN Input dan output cairan seimbang

a. Observasi dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan. Timbang dan hitung pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.

b. Observasi lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan masase, penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menenmpatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.

c. Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar buku, serta membran mukosa dan bibir.

d. Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine.

e. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.

f. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi uterus dan plasenta untuk fragmen plasenta yang tertahan.

Kolaborasi

a. Berikan cairan melalui rute parenteral sesuai kehilangan dalam perdarahan

b. Berikan oksitosin melalui rute IM atau IV drip diencerkan dengan larutan elektrolit, sesuai indikasic. Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara manual dibawah anastesi umum dan kondisi sterila. Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena, dan adanya bekuan membantu membuat dignosis banding serta menentukan kebutuhan penggantian (1 gram peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1ml kehilangan darah).

b. Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosis banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.

c. Tanda-tanda menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun hingga 30-50%. Sianosia adalah tanda akhir dari hipoksia.

d. Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/ sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan keluaran 30-50%. e. Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas, dan kebutuhan utama.

f. Jaringan plasenta yang tertahan dapat menimbulkan infeksi pasca partum dan hemorragi segera atau lambat. Bila terdeteksi fragmen harus dilepaskan secara manual atau dengan instrumen yang tepat.

a. Bila kehilangan cairan berlebih, penggantian secara parenteral membantu memperbaiki volume sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital.b. Meningkatkan efek vasokontriksi dalam uterus untuk menngontrol perdarahan pascapartum setelah pengeluaran plasenta

c. Intervensi manual perlu untuk memudahkan pengeluaran plasenta dan menghentikan hemoragi.

Dx.2Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan KH: TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal; pengisian kapiler cepat; fungsi hormonal normal menunjukkan dengan suplai ASI adekuat untuk laktasi dan mengalami kembali menstruasi normal.Mandiria. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Observasi status nutrisi, tinggi, dan berat badan.

b. Pantau tanda vital, catat derajat, dan durasi episode hipovolemik.

c. Perhatikan tingakat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.

d. Observasi warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah serta perhatikan suhu kulit.

e. Pantau payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan ukuran payudara.

Kolaborasi

a. Pantau kadar pH

b. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.Mandiria. Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera karena kekurangan O2. Luasnya keterlibatan hipofise dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi.

b. Peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukkan upaya untuk mengatasi asidodis metabolik.

c. Perubahan sensorium adalah indikator dini hipoksia, sianosis tanda lahir, mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun di bawah 50 mmHg.

d. Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital sirkulasi pada pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.

e. Kerusakan hipofis anterior menurunkan kadar prolaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI, dan akhirnya menurunkan jaringan kelenjar payudara.

Kolaborasi

a. Membantu dalam mendiagnosis derajat hipoksia jaringan atau asidosis yang diakibatkan oleh terbentuknya asam laktat dari metabolisme anaerobik.b. Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi ke jaringan.

Dx.3Risiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi, dengan KH:- Tidak terjadi tanda- tanda penurunan curah jantung (kelemahan, bradikardi, hipotensi, edema pulmonal)a. Pantau tekanan darah dan nadi.

b. Observasi tekanan arteri rata-rata, observasi krekels, dan perhatikan frekuensi pernapasan.c. Observasi perubahan sensori cemas, depresi dan bisa tidak sadar.

d. Berikan suplemen oksigen melalui kanula nasal, sesuai indikasie. Lakukan penginfusan IV larutan elektrolit berikan bolus sesuai indikasi

f. Bantu dengan penggantian cairan isotonik dengan menggunakan darah lengkap, ekspander plasma, trombosit atau packed cella. Tekanan darah dan nadi dapat memberikan gambaran penurunan curah jantung.b. Oedem paru dapat terjadi pada perubahan tahanan vaskular perifer dan penurunan pada tekanan osmotik koloid plasma.c. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.d. Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan ibu dan janin.e. Meningkatkan volume sirkulasi ; sebagai rute untuk pemberian obat darurat pada saat kejadian komplikasif. Menggantikan kehilangan cairan, meningkatkan volume darah sirkulas, dan meningkatkan kapasitas pembawa oksigen

Dx.4Nyeri yang berhubungan dengan episiotomi dan laserasi.Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyaman terpenuhi. Dengan KH : nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol. Tampak rileks/tenang.a. Observasi tingkat nyeri.

b. Alihkan perhatian ibu pada hal yang menyenangkan.

c. Anjurkan ibu untuk beristirahat dan batasi pengunjung.

d. Kolaborasi dalampemberian sedatif dengan dokter.a. Dengan mengobservasi dapat diketahui tingkat nyeri pada ibu dan menentukan tindakan selanjutnya.b. Dengan mengalihkan perhatian diharapkan ibu dapat melupakan rasa nyeri.c. Dengan istirahat yang cukup dan membatasi pengunjung dapat menambah ketenangan pada ibu.d. Pemberian sedatif dapat nmengurangi nyeri yang dirasakan ibu.

Dx.5Risiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan adanya trauma jalan lahir.

Setelah diberikan asuhan keperawatan infeksi tidak terjadi. Dengan KH : Bebas dari tanda-tanda infeksi (rubor, kalor,dolor,fungtiolaesa)a. Observasi terhadap tanda/gejala infeksi (peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih)b. Cuci tangan, dan kenakan sarung tangan steril saat melakukan tindakan pembedahan.c. Berikan perawatan perineal

KolaboratifCatat hemoglobin (Hb) dab hematokrit (Ht); catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur perdarahan.

a. Untuk mengetahui lebih dini tanda-tanda infeksi.

b. Menurunkan kemungkinan infeksi pasca-melahirkan.

c. Menurunkan risiko infeksi asenden.

KolaboratifRisiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.

4. ImplementasiImplementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

5. Evaluasia. Dx.1 : Volume cairan terpenuhi.b. Dx.2 : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan.c. Dx.3 : Penurunan curah jantung tidak terjadi.d. Dx.4 : Rasa nyaman terpenuhi.e. Dx.5 : Tidak terjadi infeksi.

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah placenta belum lepas dari dinding uterus dan placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Adapun tanda dan gejala pada Retensio Plasenta seperti insiden perdarahan antepartum meningkat, perdarahan post partum, ruptur uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta.Klasifikasi menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu Placenta Adhesiva, Placenta Inkreta, Placenta Akreta, Placenta Perkreta, Placenta Inkarserata. Penanganan Umum pada pasien dengan Retensio Plasenta yaitu: Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placentaa tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong, jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unti i.m. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III, jika uterus berkontraksi, lakukan PTT, jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara manual.

B. SARAN

Diharapkan bagi para mahasiswa keperawatan lebih memperbanyak ilmu tentang berbagai macam jenis kelainan pada proses persalinan serta penanggulangnnya sejak dini sehingga dapat membantu pasien dalam menangani berbagai kelainan tersebut khususnya pada Retensio Plasenta.8