ret02n wind

19
37 4. Pembangkit Listrik Kincir Angin – PLKA Teknologi turbin telah mencapai status bagus selama 15 tahun terakhir setalah adanya pengembangan produksi massal dan riset komersial. Harga instalasi sudah menurun, dengan peningkatan availibitas teknis telah dapat mencapai 97%, sementara faktor kapasitas harian telah meningkat dari 15% menjadi 30%. 4.1. Potensi Energi Angin Angin adalah pertukaran sejumlah massa udara yang diakibatkan oleh fenomena termal. Sumber energi termal pendorong adalah matahari. Gambar 4.1: Pembentukan angin disebabkan fenomena termal sinar matahari Potensi energi angin sangat dipengaruhi oleh keadaan permukaan.

Upload: riyandra-iskandar

Post on 22-Jan-2018

333 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ret02n wind

37

44.. PPeemmbbaannggkkiitt LLiissttrriikk KKiinncciirr AAnnggiinn –– PPLLKKAA

Teknologi turbin telah mencapai status bagus selama 15 tahun terakhir setalah adanya

pengembangan produksi massal dan riset komersial. Harga instalasi sudah menurun,

dengan peningkatan availibitas teknis telah dapat mencapai 97%, sementara faktor

kapasitas harian telah meningkat dari 15% menjadi 30%.

4.1. Potensi Energi Angin

Angin adalah pertukaran sejumlah massa udara yang diakibatkan oleh fenomena

termal. Sumber energi termal pendorong adalah matahari.

Gambar 4.1: Pembentukan angin disebabkan fenomena termal sinar matahari

Potensi energi angin sangat dipengaruhi oleh keadaan permukaan.

Page 2: Ret02n wind

38

Gambar 4.2: Distribusi kecepatan angin terhadap bidang vertikal

Pola geostropik dari angin (secara teoretis angin terjadi dari gradien tekanan)

menunjukan penurunan akibat adanya hambatan misalnya, gedung, pohon dan

rerumputan. Sifat permukaan dapat dinyatakan dengan menngunakan parameter

“rougness-length”. Z0 adalah tinggi dimana kecepatan angin mencapai nol (0).

Table 1: Nilai “Roughness-length” untuk beberapa kelas dataran

No Kategori “Roughness-length”

Z0 (m) Keterangan

1 Sea 0.0002 High Seas

2 smooth 0.005 Mud-flats

3 open 0,03 open, flat country; pasture

4 open to rough 0.1 agricultural land with low growth

5 rough 0.25 agricultural land with tall growth

6 very rough 0.5 Parkland with bushes and trees

7 closed 1 woods, villages, suburbs

8 City centres 2 Centres of big cities

Page 3: Ret02n wind

39

Perhitungan kecepatan angin untuk suatu ketinggian tertentu (h2) atas dasar

kecepatan angin pada posisi h1 (posisi anemometer) sebesar w1 (hasil pengukuran

dengan anemometer) dapat didekati dengan:

( )

=

0

1

0

2

122

ln

ln

Zh

Zh

whw

dengan Z0 adalah Roughness-length. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa

profil kecepatanangin berbentuk logaritmis terhadap ketinggian.

Energi angin dapat dimanfaatkan dari laju gerakannya (energi kinetik) dengan

menggunakan kincir angin.

25,0 ak wmE && = (4-1)

dimana wa adalah laju gerakan angin dan m massa dari angin yang melewati sudu

kincir angin setiap detiknya.

awAm ρ=& (4-2)

Sehingga jika kincir memiliki luas penampang A dan radius R, dan efisiensi CE maka

energi yang dapat dihasilkan setiap satuan waktu (daya kincir angin) adalah:

EakCwRE

325,0 πρ=& (4-3)

Perhitungan tersebut adalah hasil teoritis yang harus dikoreksi oleh faktor ketersedian

angin dan tentu saja masih dipengaruhi oleh efisiensi konversi sistem kincir antara 20 –

60% ataupun untuk sistem terbaru mencapai 70 – 80%.

Pembangunan sistem pembangkit tenaga angin harus memperhatikan bentuk aliran

angin di lokasi dan potensi yang mempengaruhinya, seperti bangunan tinggi,

pepohonan dll.

Contoh:

Sebuah kincir angin dengan spesifikasi daya 150 kW, diameter sudu 23 m, efisiensi

40%, dipasang di lokasi dengan kecepatan rerata 10 m/s dan densitas udara 1,125

kg/m3.

Daya listrik yang dihasilkan :

E = 0,5 (1,125) π (11,5)2 (10)3 = 93,482 kWs

Page 4: Ret02n wind

40

Jika kecepatan angin hanya separohnya (5 m/s), maka

E = 11,685 kWs (sekitar 12,5%)

Sehingga perhitungan potensi angin tahunan untuk perencanaan pemasangan kincir

tidak dilakukan atas dasar formula di atas dengan hanya mempertimbangkan

kecepatan rerata, karena akan memiliki kesalahan besar. Perhitungan potensi

dilakukan dengan menggunakan distribusi kecepatan angin tahunan yang dapat

didekati suatu pola distribusi misalnya Weibull atau Rayleigh.

4.1.1. Distribusi Rayleigh

Seperti dibahas sebelumnya, bahwa daya angin P adalah proporsional dengan

densitas angin ρ, area dan pangkat tiga dari kecepatan. Untuk menghitung energi yang

terkandung dalam angin, maka perlu mengintegralkan nilai daya sepanjang sumbu

waktu. Sehingga dibutuhkan perekaman kurva kecepatan angin untuk sepanjang hari,

minggu atau bulan. Kurva tersebut dapat dikonversikan dalam bentuk histogram dari

frekuensi relatif.

Nilai hi adalah frekuensi relatif untuk kelas kecepatan vi. Jumlah energi sepanjang

periode waktu T adalah jumlah dari keseluruhan kelas kecepatan.

Eges = ∑ (hi · Pi · T)

Dari persamaan daya Pi di atas dapat dituliskan:

Pi = ½ · ρ · A · vi³

Jika tidak tersedia histogram untuk sutatu lokasi dan tidak dimungkinkan untuk

membuat, maka histogram dapat diturunkan dari distribusi Rayleigh dari kecepatan

angin rerata, dimana akan merupakan pendekatan bagus untuk lokasi bebas

hambatan. Histogram berikut dikembangkan dengan fungsi Rayleigh dari kecepatan

angin rerata 6 m/s.

Page 5: Ret02n wind

41

Gambar 4.3: Distribusi Rayleigh

Pendekatan perhitungan pola kecepatan angin sering digunakan atas dasar distribusi

angin Rayleigh.

4.1.2. Distribusi Weibull

Pendekatan pola distribusi angin dalam rentang waktu panjang (tahunan) dapat

digunakan fungsi Weibull. Indikasi distribusi dinyatakan dengan nilai Weibull k dan

normalisasi skala c. Persamaan Weibull dinyatakan sbb:

( )

=

− kk

c

v

c

v

c

kvf exp

1

( 4-4)

dimana v kecepatan angin, k faktor pola weibull dan c faktor skala.Karakteristik fungsi

distribusi dianyatakan oleh kedua parameter k dan c, dimana c didekati sebagai fungsi

dari kecepatan rerata c = 1,126 vrerata. Nilai k = 1 merupakan pendekatan eksponesial,

k=2 mendekatai fungsi Rayleigh dan k = 2,35 mendekati fungsi Gausian.

Page 6: Ret02n wind

42

Gambar 4.4: Contoh pendekatan distribusi Weibull

Beberapa contoh pendekatan distribusi Weibull tampak pada Gambar 4.4, dimana data

real dalam diagram batang dan fungsi pendekatan berupa garis.

Gambar 4.5: Perbandingan data dan pendekatan fungsi Weibull

Page 7: Ret02n wind

43

Nilai parameter Weibull k bervariasi untuk tipe lokasi, misalnya daerah dataran

pedalaman biasanya berkisar 1,2 sedangkan daerah pantai 2,3, dan semakin tinggi

lokasi nilai k akan naik.

4.2. Metode Eksploitasi Energi Angin

Transformasi energi kinetik angin ke rotor kincir diperoleh dari pelambatan sejumlah

massa udara. Kecepatan angin di depan rotor v1 akan mengalami reduksi menjadi v3 di

belakang rotor.

Gambar 4.6: Kecepatan angin pada suatu rotor

Energi yang dihasilkan merupakan nilai perbedaan energi angin di depan dan belakang

rotor.

Eyield = ½ · m · (v1² - v3²)

Sehingga daya yang dibangkitkan oleh angin adalah:

Pyield = ½ · ρ · A · v2 · (v1² - v3²)

Jika kita hubungkan antara daya dengan daya yang terkandung dalam angin, maka

didapatkan koefisien daya (power coefficient) cP, yang dinamakan juga sebagai

efisiensi aerodinamik ('aerodynamic efficiency').

cP = Pcont / Pwind

Page 8: Ret02n wind

44

dengan

Pwind = ½ · ρ · A · v1³

Dengan asumsi bahawa kecepatan angin pada bidang rotor:

v2 = (v1 + v3)/2

maka diperoleh:

cP = ½ · (1+v3/v1) · (1-(v3/v1)² )

Diagram berikut menunjukkan koefisien daya cP sebagai fungsi dari rasio kecepatan v3

dengan v1.

Gambar 4.7: Koefisien daya menurut Betz

Untuk mencapai nilai optimum penggunaan energi angin, maka kecepatan dibalik rotor

v3 harus 1/3 dari kecepatan di depan rotor v1. Sehingga koefisien daya cP,Betz = 0,59.

Ada dua kemungkinan untuk trnasformasi daya angin menjadi daya kinetik, yaitu

dengan pemanfaatan gaya hambatan “drag force” dan dengan daya angkat “lift force”.

Drag force rotors memanfaatkan gaya FW yang dihasilkan oleh angin pada suatu area

A pada sudut tertentu: that

FW = cw · ½ · ρ · A · v²

Nilai koefisien hambatan “drag coefficient” cw merupakan indikasi dari kualitas

aerodinamik suatu benda.

Page 9: Ret02n wind

45

Tabel 1: Nilai cw

cw Body

1,11 Circular Plate

1,10 Square Plate

0,33 Closed Semi-Sphere

1,33 Open Semi-Sphere

Page 10: Ret02n wind

46

Biasanya rotor yang memanfaatkan gaya hambatan “drag force rotor” adalah cup

anemometer.

Gambar 4.8: Cup Anemometer

Cup anemometer tidak hanya menghasilkan satu “driving drag force” tetapi juga

sebuah pengereman “braking”

Gaya penggerak:

( )2, 2

133,1 uvAF drivew −= ρ

Gaya pengereman:

( )2, 2

133,0 uvAF brakew += ρ

Daya yang diperoleh:

P = (FW ,drive - FW ,brake) · u

Page 11: Ret02n wind

47

Didefinisikan sebuah parameter rasio kecepatan λ, yang merupakan indikasi rasio

antara kecepatan putar rotor u dan kecepatan angin v.

v

u=λ

Nilai λ untuk “Drag force rotor” tidak akan mencapai 1, karena kecepatan putar rotor

harus lebih kecil dari kecepatan angin.

Cup anemometer memiliki λopt = 0.16. Hal tersebut menunjukkan efisiensi aerodinamis

yang amat rendah, sehingga cup anemometer tidak digunakan dalam pembangkitan

daya.

Gambar 4.9: Koefisien daya sebagai fungsi λ

Jika aliran udara menabrak bidang datar atau suatu profil sudu dengan sudut tertentu,

maka seiring dengan gaya hambatan “drag force” FW, akan dihasilkan gaya angkat

tegak lurus FA. Dikarenakan “lift force” jauh lebih besar “drag force” maka akan timbul

rotasi.

Page 12: Ret02n wind

48

Gambar 4.10: Gaya angkat “Lift Force”

Gaya angkat dapat dihitung sbb:

2

21 vAcF aA ρ=

Koefisien gaya angkat “lift force coefficient” ca tergantung pada profil sudu sayap dan

sudut antara aurs angin dengan sudu.

Komponen “upwind speed” c adalah hasil dari jumlah dari kecepatan angin v dan

kecepatan putar u.

c² = v² + u²

Nilai c dari “lift force rotor” selalu lebih besar dari v, sedangkan c dari “drag force rotor”

selalu lebih kecil dari v.

Upwind speed memberikan kontribusi kepada gaya secara kuadrat. Sehingga atas

dasar hal tersebut, lift forced rotor menghasikan efisiensi jauh lebih baik dari pada drag

forced rotor cP,max= 0,5

Gambar berikut menunjukkan ukuran koefisien daya untuk kincir angin modern.

Catatan bahwa, cP,max dicapai pada rasio kecepatan 8. Rotor kincir dengan λ>2

dinamakan “fast running”.

Page 13: Ret02n wind

49

Gambar 4.11: Koefisen data fungsi rasio kecepatan

Page 14: Ret02n wind

50

4.3. Tipe Kincir Angin

Atas dasar posisi rotor dibedakan antara poros tegak (savonius rotor) dan horisontal.

Kincir poros tegak yang paling sederhana tersusun dari dua bagian metal semisilindris

yang dipasang pada poros. Sistem tersebut memiliki kelebihan yaitu dapat berputar

pada torsi sedang, meski efisiensi rendah sekitar 10%.

Gambar 4.12: Kincir poros horisontal

Gambar 4.13: Kincir poros vertikal

Page 15: Ret02n wind

51

Gambar 4.14: Skema kincir angin konvensional

Page 16: Ret02n wind

52

Gambar 4.15: Tipe kincir angin poros horisontal

4.4. Daya Kincir Angin

Atas dasar persamaan kontinuitas untuk laju aliran massa udara yang diasumsikan

imkompresibel (ρa = konstan), maka

2,21,1 aaaa wAwAm ρρ ==& [kg/s] ( 4-5)

Profil tekanan dan kecepatan untuk suatu volume atur sebagai model bentuk aliran

udara yang melewati suatu kincir dapat ditampilkan seperti Gambar berikut.

Page 17: Ret02n wind

53

Gambar 4.16: Profil tekanan dan kecepatan aliran angin

Atas dasar persamaan Bernoulli, maka komponen gaya yang bekerja pada sudu rotor

searah aliran untuk asumsi tidak ada friksi dan tekanan konstan (p1 = p2) adalah:

( )2

22

21 ww

AF aT

−= ρ [N] ( 4-6)

dengan A adalah area sudu rotor.

Daya turbin:

( )2

22

21 ww

mPT−

= & [W] ( 4-7)

Daya kincir angin dihitung sbb:

35,0 aapT wACP ρ= [W] ( 4-8)

dengan Cp adalah koefisien daya kincir.

+=

21

22

1

2 115,0w

w

w

wCp ( 4-9)

Page 18: Ret02n wind

54

Koefisien daya menyatakan pengaruh kecepatan terhadap gradien tekanan dan daya

yang dapat dihasilkan oleh kincir. Koefisien daya amat dipengaruhi oleh parameter

aerodinamik dari kincir serta sistem kendali kincir.

4.5. Momen Putar

Rotor yang berputar dengan laju n (s-1) akan menghasilkan momem putar sebesar:

n

PM T

π2= [N m] ( 4-10)

Dengan kecepatan putar

λ

ρ

ω

RwAC

u

RPPM

apTT

25,0=== [N m] ( 4-11)

dengan:

PT : Daya turbin [W]

ω : laju putaran rotor [s-1]

R: radius [m]

U: kecepatan lintasan [m/s]

W: kecepatan angin

λ : parameter angin (=u/w)

4.6. Sistem Listrik

Generator tiga fase digunakan untuk konversi energi angin menjadi energi listrik, yang

menghasilkan arus tiga fase dengan pergeseran 120° antara satu dan lainnya.

Generator memiliki lilitan 3 fase pada stator, sedangkan rotor diletakkan di bagian

tengah mesin seperti gambar berikut.

Page 19: Ret02n wind

55

Gambar 4.17: Tampak lintang dari generator sinkron

Atas dasar beda prinsip operasi maka dibedakan antara generator sinkron dan

asinkron. Generator asinkron seperti namanya, rotor tidak akan berputar pada

frekuensi sama untuk setiap bidang medan pada stator. Hal tersebut dinamakan

slippage. Slippage dapat dihitung dari kecepatan rotasi sinkron dari armatur (frekuensi

grid) dan kecepatan rotasi rotor.

s = (ns - n) / ns

Slippage memiliki nilai dalan jangkauan dari 1 (standstill) dan 0 (ideal open circuit).

Modus operasi normal s < 0,10.

Kecepatan rotasi sinkron adalah:

ns = f / p

dimana f adalah frekuensi jaringan (grid frequency) dan p jumlah pasangan pole. Atas

dasar frekuensi jaringan 50 Hz, maka sepasang pole memiliki kecepatan rotasi sinkron

sebesar 3000 rpm. Kecepatan sebesar itu hanya dapat dicapai dengan bantuan sistem

transmisi (gearbox).

Rotor mesin asinkron tidak memerlukan ekstra suplai arus karena rotasi medan pada

stator dapat menhasilkan induksi tegangan dalam rotor yang kemudian menhasilkan

aus reaktif dalam stator.