resusitasi neonatus

29
REFERAT Resusitasi Neonatorum Disusun Oleh: Jimmy -11-2014-275 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1

Upload: ayu-natalia

Post on 02-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jfiqwkoascl

TRANSCRIPT

REFERAT

Resusitasi Neonatorum

Disusun Oleh:

Jimmy -11-2014-275

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RSUD KOJA Jakarta Utara

Periode 5 Oktober 2015 – 12 Desember 2015

1

DAFTAR ISI

BAB I.

PENDAHULUAN …………………………………………………............. 3

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

LANGKAH AWAL RESUSITASI ...................………………………………....... 4

PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS .....…………… 9

MEDIKASI........ ..........…………………………………………………………. 16

DIAGNOSA ASFIKSIA NEONATORUM ………………………………........... 17

PEMERIKSAAN FISIK ……………………………… ………………....... 18

PEMERIKSAAN PENUNJANG……………………………………...........… 19

MANIFESTASI KLINIS …………… ……………………………………....... 19

BAB III. KESIMPULAN …………………………………………………………………….... 20

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….......20

2

Pendahuluan

Asfiksia pada neonatus terjadi pada 20,9% kematian neonatus. Walaupun sebagian besar bayi

baru lahir (90%) tidak memerlukan intervensi untuk dapat bernafas pada saat transisi dari

kehidupan intrauterin ke ekstrauterin, sedangkan 10% dari bayi baru lahir membutuhkan

bantuan untuk memulai bernafas saat lahir, dan sekitar 1% membutuhkan resusitasi yang

ekstensif.1

Tujuan utama resusitasi pada neonatus adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan

mortalitas yang berkaitan dengan hipoksia-iskemik kerusakan jaringan (otah, jantung, ginjal)

dan juga mengupayakan respirasi dan cardiac output yang spontan dan adekuat.1

Guideline untuk resusitasi pada neonatus telah di paparkan oleh American Heart Association

dan American Academy of Paediatrics. Guideline tersebut sangat bermanfaat untuk

mengingat urutan resusitasi. Kegagalan untuk mengikuti guideline tersebut akan

menghasilkan hasil yang buruk.1

Assesment yang cepat pada bayi baru lahir yang tidak memerlukan resusitasi dapat secara

umum di identifikasikan dengan empat karakter berikut:

1. Apakah lahir cukup bulan?

2. Apakah cairan ketubannya bebas dari meconeal dan tanda-tanda infeksi?

3. Apakah bayi benafas atau menangis?

4. Apakah bayi tersebut memiliki tonus otot yang baik?

Jika seluruh jawaban dari pertanyaan tersebut adalah “iya”, maka bayi tersebut tidak

memerlukan resusitasi dan seharusnya tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi tersebut dapat

dikeringkan dan diletakkan langsung pada dada ibunya dan di selimuti dengan kain kering,

untuk menjaga suhu tubuhnya. Observasi pernafasan, aktifitas dan warna kulit harus

dilakukan.1

Jika terdapat jawaban yang “tidak”, terdapat persetujuan secara umum, bahwa seharusnya

bayi tersebut mendapat satu atau lebih diantara empat kategori tindakan yang berurutan:

1. Step awal pada stabilisasi (menyediakan lingkungan yang hangat, memposisikan,

membebaskan airway, mengeringkan, stimulasi, re-posisi)

2. Ventilas

3. Kompresi dada

4. Pemberian epinefrin dan atau volume ekspansi

3

Keputusan untuk menuju ke kategori tindakan berikutnya dinyatakan dengan assesment yang

simultan dari ketiga tanda-tanda vital: respirasi, denyut jantung, dan warna. Sekitar 30 detik

yang di izinkan untuk menyelesaikan setiap step, re-evaluasi, dan memutuskan untuk

beranjak ke step berikutnya (gambar 1).

4

Pembahasan

Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung

bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti

mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau

kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan

langkah-langkah resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya

resusitasi.

Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:

1. Stabilisasi

2. Ventilasi

3. Kompresi dada

4. Penggunaan medikasi

Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya. Untuk

menuju ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung, dan

kulit bayi. Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi. Peningkatan

atau penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau perburukan.

Sianosis sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau hipovolemia

merupakan indikasi dari resusitasi lebih lanjut.1,2

Langkah Awal Resusitasi1,2

Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran panas,

memposisikan kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan jalan

nafas, dan memberikan rangsangan.

1. Menghangatkan

Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat dilakukan

dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang diletakkan di

bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi dengan baik serta

mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari 1500 gram, mempunyai

risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi tersebut dibungkus dengan

plastik, selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari resusitasi neonatus yaitu

5

untuk mencapai normotermi dengan cara memantau suhu, sehingga tidak terjadi hipertermi

iatrogenik.

2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas

Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan terlentang dengan

sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position. Kemudian jalan nafas harus

dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya menyeka

hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan menggunakan bulb

syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan suction terhadap mulut

lebih dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam

rongga mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu dihindari tindakan suction

yang terlalu kuat dan dalam karena dapat menyebabkan terjadinya refleks vagal yang

menyebabkan bradikardi dan apneu.

sniffing position

Jika terdapat mekonium tetapi bayi bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari 100 kali

per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan hidung

dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika diperlukan.

Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses

persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha nafas

yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit, perlu

dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini

dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12

French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan

memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini diulangi hingga

keberadaan mekonium sangat minimal.2,3

6

3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan

Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya

kehilangan panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih belum baik,

7

dapat diberikan rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara lembut atau menyentil

telapak kaki, atau dapat juga dilakukan dengan menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas

bayi.2,7

Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang

berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang

cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau

menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7

Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan

beberapa usaha bernapas dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama

masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan

bayi baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif harus diberikan untuk

mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada

saat bayi mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya

apnu sekunder.4,5

4. Evaluasi Pernafasan,

Laju Nadi, dan Warna Kulit

Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi dan warna

kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap (gasping ). Gasping

menunjukkan adanya usaha nafas yang tidak efektif dan memerlukan ventilasi tekanan

positif. Selain itu, laju nadi harus lebih dari 100 kali per menit, yang diukur dengan cara

melakukan palpasi tekanan nadi di daerah dasar umbilikus, atau dengan auskultasi dinding

dada sebelah kiri. Jika laju nadi kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasi

tekanan positif.

8

Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh bayi

untuk menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya

hipoksemia, sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis setelah

diberikan oksigen tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju

nadi lebih dari 100 kali per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan

positif yang adekuat, perlu dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi

pulmoner yang persisten.6,7,8

PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS1,2

Penilaian Jalan Nafas

Seperti yang sudah disebutkan, penilaian dan penatalaksanaan dari jalan nafas dapat

dilakukan dengan cara pembersihan jalan nafas, memposisikan bayi pada sniffing position

untuk membuka jalan nafas. Selain itu, dapat pula dilakukan evaluasi terhadap laju nadi dan

warna kulit bayi. Evaluasi ini harus dilakukan dengan baik karena bila ada salah satu tanda

vital yang abnormal, akan segera membaik jika diberikan ventilasi. Jadi, di dalam resusitasi

neonatus, pemberian ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang paling penting dan

paling efektif.

Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen diperlukan apabila neonatus dapat bernafas, laju nadi lebih dari

100 kali per menit, tetapi masih terjadi sianosis sentral. Oksigen aliran bebas oksigen

diberikan dengan cara dialirkan ke hidung bayi secara pasif, dapat diberikan menggunakan

sungkup, T-piece resuscitator, atau selang oksigen (oxygen tubing) sesuai dengan cara yang

diperlukan. Untuk memastikan neonatus mendapatkan oksigen dengan konsentrasi tinggi,

9

sungkup harus diletakkan menempel pada wajah, agar menciptakan tekanan yang setara

dengan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) atau Positive End Expiratory Pressure

(PEEP). Jika menggunakan selang oksigen, posisi tangan harus dibentuk seperti mangkok di

ujung selang dan diletakkan di depan wajah bayi. Oksigen tidak boleh diberikan lebih dari 10

liter per menit (LPM) untuk waktu yang lama. Oksigen cukup diberikan dengan aliran 5 LPM

dalam resusitasi.

Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen 100%.

Terdapat penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen 21%) dan oksigen

100% untuk resusitasi neonatus. Disebutkan bahwa penggunaan oksigen 100% dapat

merugikan selama masa post asfiksia, hal ini berdasarkan teori :

1. Pada observasi in vitro , produksi oksigen radikal saat reoksigenasi hipoksia bergantung

pada konsentrasi oksigen

2. peningkatan konsentrasi hipoxantine di plasma selama hipoksia mencapai level lebih

tinggi pada saat resusitasi. Karena hipoxantine terakumulasi pada neonatus yang

asfiksia , maka dapat kita artikan bahwa limitasi oksigen pada masa post asfiksi secara

potensial dapat mengurangi luka akibat akumulasi dari oksigen radikal.

3. Selain itu hiperoksia memperlambat aliran darah pada bayi aterm maupun preterm dan

pemberian oksigen 100% saat persalinan dapat menyebabkan penurunan aliran darah

jangka panjang pada bayi preterm.

Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa mortalitas neonatus lebih rendah pada

penggunaan oksigen 21% daripada oksigen 100% ( 5,8 % dan 9,5% ) dan pada neonatus

preterm juga berlaku hal yang sama yaitu mortalitas pada penggunaan oksigen 21% lebih

rendah daripada oksigen 100% ( 21 % dan 35 % ). Hal ini menunjukkan resusitasi

menggunakan oksigen 21% ( udara ruangan) tampaknya potensial sebagai strategi untuk

menurunkan mortalitas neonatus bahkan pada neonatus preterm. Ini dapat berimplikasi

terhadap aturan di negara berkembang yang masih mencari cara lebih murah namun dapat

menurunkan angka kematian pada neonatus maupun bayi.

10

Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan jaringan,

terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya penggunaan

oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan menggunakan

oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi

udara yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan, penggunaan

oksigen 100% dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen harus

dijaga antara 85-95%, dimana 70-80% didapatkan pada menit awal kehidupan. 7,8

Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi

tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara lain:

1. Bayi yang apnea

2. Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik

3. Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm

Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping

(megap megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit

dengan oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100

kali per menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif

pada bayi aterm dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan

tekanan 20 cm H2O sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya

peningkatan dari laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala

dan sungkup, serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal

dengan ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi.

11

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm

Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar,

sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup

adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda

pernapasan yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway

Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu

dilakukan intubasi.

Alat-alat Ventilasi

Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:

1. Self-inflating bags

2. Flow-inflating bag

3. T-piece resuscitator

4. Laryngeal mask airways

5. Endotracheal tube

Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual. Alat

ini memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun

katup pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory

Pressure (PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating

bags tidak dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan

untuk mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).

Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada

sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat dilakukan

PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain itu, dengan

alat ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.

12

T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat

membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih

stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain

itu, dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.

Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila penggunaan

sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.2,7

Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:

1. Penghisapan mekonium dari trakea

2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif

3. Koordinasi dengan kompresi dada

4. Penggunaan Epinefrin

5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)

Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-

oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya

digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0

untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal

tube dipilih berdasarkan berat dari neonatus.

Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi, adanya

pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun pada

selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan dari laju

nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan

laringoskop.

Ukuran ET Berat (gram) Usia gestasi (minggu)

13

2,5 <1000 <28

3,0 1000-2000 28-34

3,5 2000-3000 34-38

3,5-4,0 >3000 > 38

Kompresi Dada2,7

Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit

walaupun sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan

selama 30 detik. Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan

perbandingan kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga

ketiga dengan kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang

dapat digunakan, yaitu dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb

method).

Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur

kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan

melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi

jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan

akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.

Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap

laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi

lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.

14

Penghentian Resusitasi1,2

Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi

dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,

anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian

resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.

Medikasi2,3

1. Epinefrin

Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat oksigenasi dengan

ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Epinefrin dapat

menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas jantung, dan meningkatkan

frekuensi jantung. Dosis yang digunakan 0.01-0.03 mg/kg yang dapat diberikan IV atau

15

dosis yang lebih tinggi 0.03 sampai 0.1 mg/kg melalui pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat

diulang setiap 3-5 menit sekali.

2. Volume expanders

pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya

hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak adekuat terhadap resusitasi

yang diberikan. Volume expanders yang dapat digunakan whole blood O-rh negative

10ml/kg, atau Ringer Lactate 10ml/kg, dan normal saline 10 ml/kg. Semuanya ini dapat

diberikan secara intra vena selama 5-10 menit.

3. Naloxone hydrochloride

Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan depresi nafas

yang tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya lahir dari ibu dengan

mendapatkan narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang diberikan 0.1 mg/kg secara IV

ataupun melalui pipa endotrakeal. Dosis ini dapat diulangi setiap 5 menit apabila dibutuhkan.

4. Dextrose

Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada neonatus yang

mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes, atau prematur. Bolus

dextrosa 10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan selanjutnya dapat diberikan dextrosa

10% dengan laju 4-6ml/kg/menit (80-100ml/kg/hari)

Diagnosa Asfiksia Neonatorum

Pemeriksaan fisik

Setelah anak dilahirkan, hal pertama yang kita lakukan adalah memeriksa keadaan

fisik anak tersebut dengan menggunakan APGAR Skor. Skor APGAR adalah sebuah metode

yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah

metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah

kelahiran. Skor APGAR dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan

lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut

kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga sepuluh. Kata APGAR

kemudian dijadikan akronim dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration.3

Tabel 1. APGAR Skor9

  Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

16

Warna

kulit

seluruhny

a biru

warna kulit tubuh

normal merah muda,

tetapi tangan dan

kaki kebiruan

(akrosianosis)

warna kulit tubuh,

tangan, dan kaki

normal merah

muda, tidak ada

sianosis Appearance

Denyut

jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse

Respons

reflex

tidak ada

respons

terhadap

stimulasi

meringis/menangis

lemah ketika

distimulasi

meringis/bersin/

batuk saat stimulasi

saluran napas Grimace

Tonus

otot

lemah/

tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity

Pernapas

an tidak ada

lemah atau tidak

teratur

menangis kuat,

pernapasan baik

dan teratur Respiration

 

Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran dan

dapat diulangi jika skor masih rendah. Skor yang rendah pada menit pertama dapat

menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir memerlukan perhatian medis, namun belum tentu

mengindikasikan terdapat masalah jangka panjang, terutama bila kondisi menunjukkan adnya

perkembangan setelah lima menit pertama. Jika skor apgar tetap di bawah tiga pada waktu-

waktu berikutnya, misal pada menit ke 10, 15, atau 30, terdapat resiko nahwa anak akan

mengalami kerusakan neurologis jangka panjang.9

Tabel 2. Interpretasi Skor APGAR9

Jumlah Skor Interpretasi Catatan

7-10 Bayi Normal

17

4-6 Agak rendah Memerlukan tindakan medis

segera seperti penyedotan lendir

yang menyumbat jalan napas

atau pemberian oksigen untuk

membawa bernapas

0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis

yang lebih intensif

Selain itu, lakukan juga pemeriksaan pada cairan ketuban ibu apakah dapat dilihat adanya

mekonium atau tidak. Pada pasien dalam kasus ini ditemukan tanda-tanda sianosis (0), tidak

menangis (0),tidak bergerak (0), sedikit fleksi (1), denyut nadi 80x/menit (1) sehingga total

skor APGAR yang didapatkan adalah 2, yang bermakna asfiksia berat.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien anak yang mengalami asfiksia, disarankan dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk mendapatkan hasil analisis gas darah tali pusat. Pasien dapat

menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat dimana:

PaO2 < 50 mmHg (N: 80 – 100 mmHg)

PaCO2 > 55 mmHg (N: 35 - 45 mmHg)

pH < 7.30 (N: 7.35 – 7.45)

Apabila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang

diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa:

Darah perifer lengkap

Analisis gas darah sesudah lahir

Gula darah sewaktu

Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)

Ureum kreatinin

Laktat

18

Pemeriksaan radiologi/foto dada

Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi

Pemeriksaan USG kepala

Pemeriksaan EEG.9

Manifestasi Klinik

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam

periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut

jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur

dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara

lain meliputi :

Bayi pucat dan kebiruan

Usaha bernafas minimal atau tidak ada

Hipoksia

Asidosis metabolik atau respiratori

Perubahan fungsi jantung

Kegagalan sistem multiorgan

Jika sudah megalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik: kejang,

nistagmus dan menangis kurang baik atau tidak menangis.9

Kesimpulan

Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung

bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti

mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau

kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan

langkah-langkah resusitasi. Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain stabilisasi,

ventilasi, kompresi dada, dan penggunakan medikasi.

Daftar pustaka

19

1. Behrman Richard, Kliegman Roberts, Jenson Hal. Nelson Textbook of Pediatric.17th

ed. Pennsylvania : An Imprint of Elsevier Science. 2004

2. Kaye D Alan, pickney LM,  Hall M. Stan, Baluch R.Amir, Frost Elizabeth,

Ramadhyani Usha. Update On Neonatal Resuscitation [serial online]. 2009. available

from URL : http://staff.aub.edu.lb/~webmeja/20_1.html//

3. Gomella TL. Neonatology: Management, Procedures, On-call Problems, Diseases,

and Drugs. 5th ed. Baltimore: the McGraw-Hill Companies. 2004

4. E 45 : Wu TJ, Carlo W A.. Pulmonary Physiology of Neonatal Resuscitation. Illinois:

American Academy of Pediatrics . 2001.

5. Meconium aspiration : Carbine D N. , Serwint Janet R.. Meconium Aspiration .

Illinois: American Academy of Pediatrics . 2008

6. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA:

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006

7. 182 : Raupp P, Reynolds G. Intubation and Suction for Meconium Stained Amniotic

Fluid According to the Neonatal Resuscitation Program. Illinois: American Academy

of Pediatrics.2004.

8. E 16 : O'Donnell C, Kamlin O, Davis P, Morley C J. .Endotracheal Intubation

Attempts During Neonatal Resuscitation: Success Rates, Duration, and Adverse

Effects. Illinois: American Academy of Pediatrics.2006.

9. IDAI. Asfiksia neonatorum. Dalam : Standar pelayanan medis kesehatan anak.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2004.h.272-6.

20