resume menghitung ppn yang harus disetor dalam suatu masa pajak termasuk ppn atas kegiatan membangun...

18
A.Menghitung PPN yang Harus disetor dalam Suatu Masa Pajak termasuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Pasal 16C) dan PPN atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan (Pasal 16D) Serta Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terhutang Pajak 1. Menghitung PPN yang Harus disetor dalam Suatu Masa Pajak termasuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Pasal 16C) a. Pengertian PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri Seperti diketahui bahwa atas kegiatan membangun sendiri adalah terutang PPN. Definisi PPN membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain (NOMOR 39/PMK.03/2010) . Yang sering menjadi pertanyaan adalah batasan apa saja yang menjadi obyek PPN membangun sendiri. Sesuai dengan ketentuan tersebut adalah bangunan yang berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang

Upload: ilham-fauzi

Post on 04-Aug-2015

398 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

A. Menghitung PPN yang Harus disetor dalam Suatu Masa Pajak

termasuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Pasal 16C) dan

PPN atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak

Untuk Diperjualbelikan (Pasal 16D) Serta Penghitungan Pengkreditan

Pajak Masukan Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang

Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terhutang Pajak

1. Menghitung PPN yang Harus disetor dalam Suatu Masa Pajak termasuk

PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Pasal 16C)

a. Pengertian PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

Seperti diketahui bahwa atas kegiatan membangun sendiri adalah terutang

PPN. Definisi PPN membangun sendiri adalah kegiatan membangun

bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh

orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan

pihak lain (NOMOR 39/PMK.03/2010) .

Yang sering menjadi pertanyaan adalah batasan apa saja yang menjadi

obyek PPN membangun sendiri. Sesuai dengan ketentuan tersebut adalah

bangunan yang berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau

dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan

kriteria:

1) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;

2) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan

sejenis, dan/atau baja;

3) luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (sebelum 1 April 2010 adalah 200

m2); dan

4) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap

merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara

tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Page 2: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

Saat pajak terutang adalah pada saat kegiatan membangun sendiri mulai

dilakukan dan tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan.

Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan oleh kontraktor bukan

merupakan kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat dibuktikan bahwa

atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN.

Bagi PKP laporan dilakukan dengan jalan mengisi kolom yang tersedia

dalam SPT Masa PPN-1111, Nomor III dengan dilampiri SSP lembar ke-3.

Sedangkan bagi Non PKP, laporan dilakukan dengan cara mengirimkan

lembar ke-3 SSP kepada KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan

yang sedang didirikan.

Berdasar Pasal 4 Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor

PER-27/PJ./2010, cara mengisi kolom NPWP pada SSP dilakukan sebagai

berikut.

a. dalam hal tempat bangunan didirikan di wilayah Kantor Pelayanan

Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan

kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP pada SSP

diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut;

b. dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja

Kantor Pelayanan Pajak yang berbeda dengan Kantor Pelayanan

Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan

membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP pada SSP diisi dengan

cara sebagai berikut.

1) angka 01 (nol satu) pada dua digit pertama, untuk badan

usaha;

2) angka 04 (nol empat) pada dua digit pertama, untuk orang

pribadi;

3) angka 0 (nol) pada tujuh digit berikutnya;

4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah

kerjanya meliputi tempat bangunan tersebtu didirikan pada

tiga digit berikutnya;

5) angka 0 (nol) pada tiga digit berikutnya.

Page 3: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

c. dalam hal orang pribadi atau badan usaha yang melakukan

kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, kolom

NPWP pada SSP diisi dengan cara sebagai berikut.

1) angka 01 (nol satu) pada dua digit pertama, untuk badan

usaha;

2) angka 04 (nol empat) pada dua digit pertama, untuk orang

pribadi;

3) angka 0 (nol) pada tujuh digit berikutnya;

4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah

kerjanya meliputi tempat bangunan tersebtu didirikan pada

tiga digit berikutnya;

5) angka 0 (nol) pada tiga digit berikutnya.

b. Tarif PPN Kegiatan Membangun Sendiri

1) Tarifnya adalah sebesar 10 % dari DPP (dasar pengenaan pajak);

2) Besar DPP nya adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang

dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak

termasuk harga perolehan tanah.

Dengan demikian tarif efektif PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah

sebesar 10% x 40 % sama dengan 4% dari biaya pembangunan, tidak

termasuk harga perolehan tanah.

c. Saat Pembayaran PPN Kegiatan Membangun Sendiri

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan setiap bulan

sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen)

dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan

pada setiap bulannya.

Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud nomor 1 wajib

disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama

tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Page 4: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri

wajib melaporkan penyetoran kepada Kantor Pelayanan Pajak yang

wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut dengan mempergunakan

lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah

berakhirnya masa pajak.

d. Contoh Kasus.

Tn. Ilham membangun rumah seluas 400 m2 selesai dalam 3 bulan. Biaya

pembangunan selama 3 bulan tersebut adalah, April 2010 : Rp

150.000.000,00 Mei : Rp 200.000.000,00 Juni : Rp 175.000.000,00. Maka

PPN yang harus dibayar atas serangkaian kegiatan tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Atas biaya yang dikeluarkan selama bulan April 2010

adalah Rp 150.000.000 x 4% = Rp 6.000.000,00. Harus dibayar

paling lambat tgl 15 Mei 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir

bulan Mei 2010.

2) Atas biaya yang dikeluarkan selama bulan Mei 2010

adalah Rp 200.000.000 x 4% = Rp8.000.000,00. Harus dibayar

paling lambat tgl 15 Juni 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir

bulan Juni 2010.

3) Atas biaya yang d ikeluarkan selama bulan Juni 2010

adalah Rp 175.000.000 x 4% = Rp 7.000.000,00. Harus dibayar

paling lambat tgl 15 Juli 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir

bulan Juli 2010.

Page 5: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

2. Menghitung PPN atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula

Tidak Untuk Diperjualbelikan (Pasal 16D)

a. Pengertian

Dalam Pasal 16D UU PPN 1984 diatur sebagai berikut “Pajak

Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena

Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk

diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat

perolehannya dapat dikreditkan.”

Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa apabila ada suatu

perusahaan atau pengusaha menyerahkan aktiva perusahaan yang menurut

tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dapat dikenakan PPN sepanjang

memenuhi tiga persyaratan (harus terpenuhi seluruhnya), yaitu:

1. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha

Kena Pajak;

2. Pada waktu aktiva tersebut dibeli, Pengusaha Kena Pajak membayar PPN;

3. Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut baik dapat dikreditkan

maupun tidak dapat dikreditkan, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 9

ayat (8) huruf b, dan huruf c.

b. Contoh kasus :

1. PT Merbabu sebuah perusahaan teh yang sudah dikukuhkan

sebagai PKP, pada tanggal 24 Juni 2011 menjual dua unit jip

yang dibeli pada tanggal 7 Mei 2004 yang digunakan untuk

memasarkan produk berupa teh. Pada waktu itu Pajak Masukan

atas pembelian jip ini tidak dapat dikreditkan berdasarkan Pasal

9 ayat (8) huruf c UU PPN 1984. Setelah perubahan ketiga

UU PPN 1984 dengan UU Nomor 42 Tahun 2009, Pasal 9 ayat

(8) huruf c diubah, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan

atas perolehan kendaraan bermotor dibatasi hanya sedan dan

Page 6: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

station wagon. Oleh karenanya apabila jip tersebut dijual oleh PT

Merbabu pada tanggal 24 Juni 2011, memenuhi syarat dikenai PPN

berdasarkan Pasal 16D UU PPN 1984.

2. PT Tekstilindo pada tanggal 12 Januari 2004 membeli sebuah mobil box

dan telah membayar PPN kepada dealer. Ternyata PT Tekstilindo baru

dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 23 Agustus 2004, sehingga

berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf a, Pajak Masukan atas pembelian

mobil box tidak dapat dikreditkan. Ketika pada tanggal 1 September 2010

mobil box dijual dapat dikenai PPN berdasarkan Pasal 16D karena Pajak

Masukan atas pembelian mobil tidak dapat dikreditkan bukan berdasarkan

Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

3. PT Rejasa sebuah perusahaan asuransi, pada tanggal 6 Mei 2012

menyerahkan dua unit mobil minibus yang dibeli pada tanggal 22 April

2001. Kendaraan bermotor ini sebelumnya digunakan untuk antar jemput

karyawan. Jasa asuransi bukan jasa kena pajak, sehingga perusahaan yang

bergerak di bidang jasa asuransi bukan PKP, berarti syarat pertama bahwa

yang menyerahkan harus PKP tidak dipenuhi. Syarat kedua dan ketiga

tidak perlu dicek karena kegiatan mengkreditkan Pajak Masukan hanya

dilakukan oleh PKP. Dengan demikian atas penjualan kendaraan bermotor

sebagai barang modal ini tidak dikenai PPN.

3. Menghitung PPN Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang

Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terhutang Pajak

Pada Pasal 8 PMK Nomor 78/PMK.03/2010, dinyatakan bahwa Tata

cara penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran

Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Selanjutnya di dalam Lampiran PMK ini diatur bahwa, Pengusaha

Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan juga

melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak dapat terjadi dalam kondisi

antara lain :

Page 7: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu

(integrated), misalnya Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung

(jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak), dan juga mempunyai

pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak),

2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas

penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai,

misalnya Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang perhotelan,

disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan

penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha,

3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang

atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan

Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya

menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga

melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa

yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai,

4. Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang

terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai, misalnya pengusaha pembangunan perumahan

yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang Pajak

Pertambahan Nilai dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari

pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang

Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana

diuraikan di atas, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai

berikut : 

a) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas

penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan

seluruhnya, seperti misalnya :

1. Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan

untuk memproduksi minyak jagung;

Page 8: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

2. Pajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya

digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.

b) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas

penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan

fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat

dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya :

1. Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang

digunakan untuk perkebunan jagung, karena jagung bukan

merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak

terutang Pajak Pertambahan Nilai;

2. Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa

angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan

Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak

Pertambahan Nilai;

3. Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan

untuk membangun rumah sangat sederhana, karena atas

penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai.

c) Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau

Jasa Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk

penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang

pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan

pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan ini. Misalnya :

1. Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk

perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung;

2. Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik

untuk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan

penyerahan jasa persewaan kantor.

Page 9: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

b. Pedoman Penghitungan Pajak Masukan

Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang

dimaksudkan dalam PMK ini diformulasikan dengan persamaan matematis

sebagai berikut : 

P = PM X Z

dengan ketentuan :

P : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

PM : Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak

Z : Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan

yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya

c. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan

menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan seperti

tersebut diatas harus menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan.  Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

dilakukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagai berikut:

a) Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya

lebih dari 1 (satu) tahun :

P’= PM X Z'

T

dimana :

P' :Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1

(satu) tahun buku

PM : Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

Page 10: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

T : Masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa

Kena Pajak dengan ketentuan; untuk Barang

Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah

10 (sepuluh) tahun, sedang untuk Barang Kena

Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena

Pajak adalah 4 (empat) tahun

Z' : Persentase yang sebanding dengan jumlah

Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap

seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku

b) Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya 1

(satu) tahun atau kurang :

P’= PM x Z'

dimana :

P' :Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1

(satu) tahun buku

PM : Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak

Z' : Persentase yang sebanding dengan jumlah

Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh

penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali,

diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu

Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.

d. Pembatasan Penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak

Masukan

Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan ini tidak berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak

Page 11: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman penghitungan

pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan sesuai Pasal 9 ayat (7)

Undang-undang PPN adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai

peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp.1.800.000.000.

(PMK Nomor   74/PMK.03/2010 ).

Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan sesuai Pasal 9 ayat (7a)

Undang-undang PPN adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan

usaha tertentu (PMK Nomor   79/PMK.03/2010 ).

e. Ilustrasi Kasus

PT. Sawit Unggul Mas (SUM) sebuah perusahaan yang melakukan

kegiatan usaha terpadu meliputi perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak

sawit (CPO). Pada bulan Maret 2011 perusahaan menjual 2 (dua) unit genset

lama merk Henda kapasitas 1000kVA yang sudah tidak digunakan, dengan

harga total Rp.1.600.000.000. Atas penjualan genset tersebut Perusahaan telah

memungut PPN dan menerbitkan faktur pajak. Pada bulan yang sama,

Perusahaan juga membeli 3 (tiga) unit truck baru dengan harga

Rp.300.000.000 per unit dan telah menerima faktur pajak (nilai PPN sebesar

Rp.160.000.000. Masa manfaat truck sebenarnya 5 (lima) tahun, tetapi untuk

tujuan penghitungan sesuai PMK ini ditentukan paling lama 4 (empat) tahun.

Truck tersebut akan digunakan untuk kegiatan perkebunan dan produksi CPO.

Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2011

adalah Rp 140.000.000.000 yang berasal dari penjualan CPO sebesar   Rp

120.000.000.000 dan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) sebesar Rp

20.000.000.000.

Page 12: RESUME Menghitung PPN Yang Harus Disetor Dalam Suatu Masa Pajak Termasuk PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

f. Pertanyaan :

Berapakah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT. GSM pada saat

penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada akhir

tahun buku? 

Jawaban :

P’ = PM X Z'

T

= 160.000.000 X 120.000.000.000

4 141.600.000.000

= 33.898.306

Penjelasan :

P' : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1

(satu) tahun buku = Rp.33.898.306

Z' : Persentase yang sebanding dengan jumlah

Penyerahan yang Terutang Pajak

(Rp.80.000.000.000) terhadap seluruh penyerahan

dalam 1 (satu) tahun buku (Rp.120.000.000.000 +

Rp.20.000.000.000 + Rp.1.600.000.000 =

Rp.141.600.000.000)