respon pertahanan lokal

11
RESPON PERTAHANAN LOKAL, SELULER, DAN HUMORAL JARINGAN PERIODONTAL Jaringan periodontal atau yang bisa disebut jaringan penyangga gigi merupakan serangkaian jaringan yang berfungsi bersama sebagai penyangga gigi, jaringan periodontal terdiri dari Gingiva, Sementum, Ligamen Periodontal, dan Tulang Alveolar. Bagian Jaringan Periodontal yang paling rentan terhadap invasi bakteri mau pun non-bakeri yang pathogen adalah gingival karena letaknya yang paling superficial dibandingkan dengan jaringan yang lain. Gingiva mendapat iritasi mekanis dan bakteri secara terus menerus. Oleh karena itu saliva, permukaan epitel, dan tahap awal dari respon inflamasi membuat gingiva resisten terhadap segala jenis iritan tersebut. Di sini akan dijelaskan mengenai pertahanan local dari jaringan periodontal yang meliputi deskuamasi epitel, keratinisasi, gingival crevicular fluid (GCF), Leukosit pada Daerah Dentogingival, dan Saliva. Selanjutnya ada pula Respon Seluler dan Humoral dari tubuh yang juga berperan dalam system pertahanan Jaringan Peridontal. 1. RESPON LOKAL JARINGAN PERIODONTAL a. Deskumasi Epitel dan Keratinisasi Secara terus menerus pada epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke permukaan luar. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel dan pembentukan keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana. b. Gingival Crevicular Fluid Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi komposisi dari cairan krevikular gingival ini, fungsi dari cairan sulkuler dan cairan crevicular gingival ini telah diketahui sejak abad ke 19 namun komposisi dan kemungkinan peranannya dalam mekanisme pertahanan rongga mulut baru diawali oleh penelitian dari Waerhaug,Brill,dan Krasse pada tahun 1950.

Upload: firdianadiani

Post on 25-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Respon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan LokalRespon Pertahanan Lokal

TRANSCRIPT

RESPON PERTAHANAN LOKAL, SELULER, DAN HUMORAL JARINGAN PERIODONTAL

Jaringan periodontal atau yang bisa disebut jaringan penyangga gigi merupakan serangkaian jaringan yang berfungsi bersama sebagai penyangga gigi, jaringan periodontal terdiri dari Gingiva, Sementum, Ligamen Periodontal, dan Tulang Alveolar. Bagian Jaringan Periodontal yang paling rentan terhadap invasi bakteri mau pun non-bakeri yang pathogen adalah gingival karena letaknya yang paling superficial dibandingkan dengan jaringan yang lain. Gingiva mendapat iritasi mekanis dan bakteri secara terus menerus. Oleh karena itu saliva, permukaan epitel, dan tahap awal dari respon inflamasi membuat gingiva resisten terhadap segala jenis iritan tersebut. Di sini akan dijelaskan mengenai pertahanan local dari jaringan periodontal yang meliputi deskuamasi epitel, keratinisasi, gingival crevicular fluid (GCF), Leukosit pada Daerah Dentogingival, dan Saliva. Selanjutnya ada pula Respon Seluler dan Humoral dari tubuh yang juga berperan dalam system pertahanan Jaringan Peridontal.

1. RESPON LOKAL JARINGAN PERIODONTAL

a. Deskumasi Epitel dan Keratinisasi

Secara terus menerus pada epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke permukaan luar. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel dan pembentukan keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana.

b. Gingival Crevicular Fluid

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi komposisi dari cairan krevikular gingival ini, fungsi dari cairan sulkuler dan cairan crevicular gingival ini telah diketahui sejak abad ke 19 namun komposisi dan kemungkinan peranannya dalam mekanisme pertahanan rongga mulut baru diawali oleh penelitian dari Waerhaug,Brill,dan Krasse pada tahun 1950.

Berikut adalah komposisi dari Cairan Krevikular Gingiva yang dicantumkan pada buku Carranza’s Clinical Periodontology edisi ke-9 :

Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3 yaitu :

1. Aksi membilas

2. Kandungan sel protektif

3. Memproduksi enzim

c. Leukosit pada Daerah Dentogingival

Leukosit dijumpai dalam sulkus gingiva yang secara klinis sehat, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Leukosit tersebut berada ekstravaskular di jaringan dekat ke dasar sulkus.

Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah :

• 91,2 % LPN

• 8,5-8,8 % sel mononukleus : terdiri dari 58 % limfosit B, 24 % limfosit T, dan 18 % fagosit mononukleus

Leukosit yang dijumpai dalam keadaan hidup dan memiliki kemampuan memfagositosa dan membunuh. Dengan demikian lekosit pada daerah dentogingival tersebut merupskan mekanisme protektif utama melawan serangan plak ke sulkus gingiva.

d. Saliva

Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam keadaan yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah :

• Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral

• Menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri

• Mengontrol aktivitas bakterial

1. Faktor – faktor antibakterial

Saliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic. Bahan – bahan organicnya meliputi ; ion, gas, bikarbonat, natrium, kalium, posfat, kalsium, fluor, ammonia, dan karbondioksida. Kandungan organiknya antara lain adalah lisosim, laktoferin, mieloperoksidase, laktoperoksidase, aglutinin ( seperti glikoprotein, mucin, β2-makroglobulin, fibronektin ) dan antibody.

2. Antibodi saliva

Saliva mengandung banyak antibody, terutama immunoglobulin A. antibody saliva disintesis secara local terbukti dari tidak bereaksinya antibody saliva terhadap strein bakteri yang khas pada usus. Banyak bakteri yang terdapat dalam saliva yang dibalut oleh IgA, dan deposit bacterial pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG. Diduga Ig yang ada pada saliva parotis dapat menghambat perlekatan spesies Streptococcus ke sel-sel epitel. Beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan konsentrasi enzim saliva pada waktu berjangkitnya penyakit periodontal. Enzim dimaksud adalah hialuronidase, lipase, β-gluronidase, kondroitin sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase, peroksidase, dan kolagenase.Enzim proteolitik yang ada dalam saliva dihasilkan oleh pejamu maupun bakteri. Enzim-enzim tersebut berperan dalam memulai dan berkembangnya penyakit periodontal. Untuk melawan enzim tersebut, saliva mengandung :

o Antiprotease yang mengahambat protease sistein seperti katepsin

o Antileukoprotease yang mengahambat elastase

3. Lekosit

Kandungan lekosit saliva yang terutama adalah lekosit morfonukleus dengan jumlah yang bervariasi antar individu, antar waktu dalam sehari, dan meningkat dalam gingivitis. Lekosit mencapai rongga mulut dengan jalan migrasi menembus sulkus gingiva. Lekosit saliva yang hidup dinamakan orogranulosit, dan laju migrasi ke rongga mulut dinamakan laju migrasi orogranulosit

2. RESPON SELULER DAN HUMORAL JARINGAN PERIODONTAL

Respon Inflamasi

Sel-sel yang terlibat ada 5 yaitu :

1. Sel Mast

2. Netrofil (Polimorfonuklear Leukosit)

3. Makrofag

4. Limfosit

5. Sel plasma

Respon Umum Sel Inflamasi

Apabila terjadi serangan bakteri, sel-sel inflamasi akan merespon serangan tersebut dengan jalan migrasi khemotaksis dan berkumpul pada daerah tertentu dimana sel-sel tersebut akan memfagositosa bakteri dan komponen bacterial atau menyingkirkan jaringan yang telah rusak. Sebagian sel-sel tersebut seperti limfosit T dan B membelah diri dan bertambah jumlahnya dengan jalan blastogenesis. Sel-sel lain melepas produk vasoaktif, sedangkan sel-sel lain menghasilkan substansi seperti sel-sel plasma dan makrofag yang menyebabkan atau membantu lisis sel –sel pejamu yang lainnya atau destruksi tulang alveolar.

Respon dari Sel Mast

Sel mast akan mengalami degranulasi akibat reaksi hipersensitif tipe anafilaksis, yaitu bilamana antigen bereaksi dengan antibody imunoglobulin E (IgE). Pada waktu sel ini degranulasi maka granul sitoplasmiknya akan melepas histamin, slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), heparin, eosinofil chemotactic factor of anaphylaxis, dan bradikinin ke jaringan gingival. Dilepas pula interleukin yang efeknya meningkatkan aktivitas kolagenase, dan heparin (yang terkandung di granul lainnya) yang efeknya meningkatkan resorpsi tulang dengan jalan memperhebat efek hormon paratiroid.

Respon dari Netrofil

Neutrofil atau leukosit polimorfonuklear penting dalam pertahanan pejamu melawan cedera dan infeksi, dan juga berperan penting dalam penyakit periodontal. Sel ini melalui proses khemotaksis akan menuju daerah yang mengalami cedera atau infeksi lalu menelan (fagositosis) dan akhirnya mencerna dan membunuh mikroorganisme serta menetralisis substansi toksik lainnya. Selain bersifat protektif, neutrofil bisa pula menyebabkan kerusakan pada jaringan pejamu. Granulnya mengandung substansi yang dapat membunuh, mencerna dan menetralisir mikroorganisme dan atau produknya. Granulnya juga mengandung lisosim, hidrolase asam, mieloperoksidase, kolagenase I dan III, katepsin D, katepsin G, elastase, dan laktoferin. Bila neutrofil abnormal, misalnya cacat khemotaksis, defisiensi daya adhesinya, dan kurangnya granul tertentu dapat menyebabkan penyakit periodontal yang lebih parah.

Respon dari Makrofag

Sel ini berdsifat fagositik, dan aktivitasnya diperhebat oleh reseptor permukaan terhadap bagian Fc dari imunoglobulin G. bersama-sama dengan limfosit T, makrofag akan memproses antigen bagi limfosit B. Pada lesi inflamasi, makrofag dibentuk dengan jalan diferensiai monosit yang diangkut oleh darah ke daerah lesi. Sel mononukleus tertarik ke sisi yang terinflamasi oleh limfokin (substansi yang dilepas oleh limfosit) atau sekarang sering disebut sitokin, misalnya interferon- (IFN-) dan factor komplemen (misalnya C5a). makrofag juga mensekresikan IL-1, IL-6, IL-8, IL-10, tumor necrosis factor- (TNF-), insulin-like growth factor, IFN-, dan IFN-, dan factor-faktor stimulator, inhibitor dan pertumbuhan lainnya. Makrofag juga memproduksi prostaglandin, cyclic adenosine monophosphate (cAMP), dan kolagenase sebagai respon terhadap stimulasi dari endotoksin bakteri, kompleks imun, atau limfokin/interleukin. Kolagenase yang berasal dari makrofag diduga berperan penting dalm proses penghancuran kolagen pada periodonsium yang terinflamasi.

Respon dari Limfosit

Ada 3 tipe limfosit yaitu limfosit T atau sel T yang berasal dari timus dan berperan pada imunitas yang diperantai sel, limfosit B atau sel B yang berasal dari hati, limfa, dan sumsum tulang, merupakan precursor sel plasma dan berperan pada imunitas humoral, dan sel natural killer (sel NK) dan sel killer (sel K). sel T terdiri dari banyak subset diantaranya yaitu (1)sel-T, penolong-penginduksi (helper-inducer T cells), disingkat dengan sel T>, yang membantu respon seluler sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibody, dan (2)sel T supresor-sitotoksik (suppressor-cytotoxic T cells), disingkat dengan sel T, yang menstimulasi aktivitas mikrobisidal sel-sel imunitas. Sel T> dapat melepas IL-2 dan IFN-g, sedangkan sel T melepas IL-4 dan IL-5. Sel B biasanya dikenali dari imunoglobulinpada permukaan selnya, yang biasanya berupa IgM atau IgD. Imunoglobulin permukaan ini bertindak sebagai reseptor bagi antigen. Sel NK ditandai dari tidak adanya reseptor dan imunoglobulin permukaan. Interaksi antara antigen dengan makrofag, yang dinamakan pemrosesan antigen, akan menyebabkan pengaktifan sel NK.

3. SISTEM KOMPLEMEN

Sekuens aktivasi komplemen adalah rangkaian gerbong kereta dan mirip dengan system koagulasi darah. Setelah salah satu komponen dari system komplemen diikat oleh bagian fc dari antibodi dalam kompleks antigen-antibodi, komponen lain dari system dari komponen bereaksi dalam sekuens yang

berurutan. Secara umum, setiap komplemen yang teraktivasi akan membelah komponen-komplemen berikutnya menjadi fragmen, sampai seluruh rangkaian terselesaikan

a. Aktivasi system komplemen jalur langsung

Jalur klasik/langsung diaktifkan oleh reaksi antigen dengan antibodi(dulu dikenal sebagai polisakarida) seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lain yang merupakan activator memulai sekuens komplemen dengan jalan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1. jalur alternative dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi proaktivator C3. sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah serupa sengan pada jalur klasik: C5, C6, C7, C8, dan C9.

b. Aktivasi sistem komplemen jalur alternative

Antibodi IgG, IgA, IgE teragregasi, endotoksin, lipo-oligosakarida seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lainnya yang merupakan aktivator memulai sekuens komplemen dengan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1. Jalur alternatif dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi proaktivator C3. Sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah serupa dengan pada jalur klasik C5,C6,C7,C8,C9.

4. TIPE REAKSI IMUNITAS

1. Tipe I (anafilaksis)

Pada reaksi anafilaksis antibody IgE melekat erat ke bagian Fc dari reseptor antibody yang terdapat pada sel mast dan leukosit basofilik. Antibody IgE pesensitisasi dinamakan antibody homositotropik karena mengikatkan diri pada sel pejamu tertentu, dalam hal ini sel mast dan leukosit basofilik. Reaksi anafilaksis terjadi apabila 2 antibody IgE yang melekat ke sel mast atau basofil bereaksi dengan antigen pesensitisasi melalui bagian Fab dari antibody. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan dilepasnya substansi farmakologis aktif dari sel yang tersensitisasi. Substansi tersebut berpotensi menginduksi kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.

2. Tipe II (reaksi sitotoksik)

Pada rekasi tipe II antibody bereaksi secara langsung dengan antigen yang terikat erat ke sel. Antibody yang terlibat pada reaksi sitotoksik adalah IgG atau IgM. Disamping menyebabkan lisisnya sel, antibody sitotoksik bisa menyebabkan kerusakan jaringan dengan jalan meningkatkan sintesa dan pelepasan enzim lisosomal oleh leukosit polimorfonuklear yang telah dibalut antigen. Pada saat ini masih belum ada bukti mengenai pentingnya peranan reaksi sitotoksik pada gingivitis dan periodontitis.

3. Tipe III (reaksi kompleks imun/ arthus)

Apabila antigen dalam level tinggi tidak disingkirkan, kompleks antigen-antibodi (IgG dan IgM) mengendap di dalam dan di sekeliling pembuluh darah halus dan dengan aktivasi komplemen yang

berlangsung kemudian akan menyebabkan kerusakan jaringan pada daerah di mana terjadi reaksi. Perusakan jaringan adalah diakibatkan oleh pelepasan enzim lisosomal dari leukosit polimorfonuklear, aktivasi sel mast, aglutinasi platelet, pembentukan mikrotrombin, dan khemotaksis neutrofil. Reaksi tersebut dinamakan kompleks imun (immune complex) atau reaksi arthus (arthus reaction). Antigen bakteri pada gingival yang berasal dari gingival yang terinflamasi akan berkontak dengan cairan gingival/ sulkular yang mengandung antibody sehingga menimbulkan reaksi imun kompleks. Reaksi arthus buatan pada gingival monyet, menunjukan keadaan yang sama dengan yang terjadi pada manusia penderita periodontitis. Reaksi yang berulang-ulang akan menjurus ke pembentukan infiltrat inflamasi oleh makrofag, limfosit, dan sel-sel plasma yang kemudian diikuti oleh penghancuran kolagen dan resorpsi tulang osteoklastik.

4. Tipe IV (imunitas diperantai sel/ hipersensitivitas lambat)

Imunitas diperantai sel/selular tidak melibatkan antibody, tetapi didasarkan pada interaksi antigen dengan permukaan limfosit T. Reaksi diperantai sel diduga melepas limfokin, sekarang disebut sitokin, seperti OAF (osteoclast activating factor) yang berperan mengaktifkan osteoklast. Imunitas diperantai sel yang diinduksi secara eksperimental pada monyet ditandai dengan penghancuran jaringan yang mencakup kehilangan tulang yang hebat, pengurangan jumlah fibroblas, dan degradasi kolagen. Diduga bahwa kehilangan tulang pada reaksi diperantai sel adalah sebagai akibat langsung dari efek sel T atau aktivasi sel B yang meningkat.

5. SITOKIN

Sitokinin merupakan suatu seri protein dengan berat molekul rendah yang memperantarai interaksi kompleks antara limfosit, sel-sel inflamasi, dan elemen seluler lain di jaringan ikat serta membantu pengaturan dan perkembangan sel-sel efektor imunitas, komunikasi antar sel, dan mengarahkan fungsi efektor.

a. Sitokin IL-1

Terdiri dari IL-1α dan IL-1β. Merupakan sitokin pleotropik proinflamasi yang multifungsi. Aktivitas biologisnya memungkinkan bergeraknya sel-sel inflamasi ke sisi yang terinfeksi; meningkatkan resorpsi tulang; menstimulasi ke PGE2 yang dilepas monosit dan fibroblas; menstimulasi pelepasan metaloproteinase matriks yang mendegradasi protein matriks ekstraseluler; dan berpartisipasi dalam banyak aspek respon imun.

IL-1 disekresi oleh monosit, makrofag, sel-B, fibroblas, netrofil, sel-sel epitel dan beberapa tipe sel lainnya yang distimulasi. Pada periodonsium tipe yang dominan adalah IL-1α yang diproduksi terutama oleh makrofag.

b. Sitokin IL-2

Interleukin yang terdiri atas IL-2α dan IL-2β ini pada mulanya diberi nama T-cell growth factor karena efeknya terhadap sel-T pengaktif mitogen atau antigen (sel-T dan sel TФ). IL-2 berperan pada respon imun, disamping menstimulasi aktivitas fungsional makrofag, memodulasi fungsi sel NK, dan

menginduksi proliferasi sel NK. Sitokin ini disekresi oleh sel-T dan sel NK, dan meningkat jumlahnya pada peridontitis.

c. Sitokin IL-4

Dulunya disebut BCGF-1 karena mengaktifkan sel-B, dan kemungkinan mencakup MIF . IL-4 ini berperan dalam aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel-B; pertumbuhan sel-T; fungsi makrofag; pertumbuhan sel mast; dan intesa IgE. Interleukin ini disekresikan sel-T>, dan jumlahnya pada periodonsium meningkat pada periodonsium meningkat menjadi periodontitis.

d. Sitokin IL-6

Menstimulasi sel plasma memproduksi imunoglobulin,dan bersama-sama dengan IL-1 mrngaktifkan produksi sel-T>. Diduga IL-6 berperan dalam resopsi tulang. IL-6 disekresi oleh sel-T>, makrofag, monosit, fibroblas, dan sel-sel endotel. Level IL-6 meningkat pada sisi gingiva yang terinflamasi, lebih tinggi pada periodontitis dibandingkan dengan pada gingivitis, dan lebih tinggi pada cairan sulkular pasien periodontitis refraktori.

e. Sitokin IL-8

Interleukin ini khemotaksis bagi netrofil dan meningkatkan adhesi netrofil ke sel-sel endotel. Disamping itu, IL-8 secara selektif menstimulasi aktivitas meraloproteinase matriks dari netrofil, sehingga turut berperan dalam penghancuran kolagen pada lesi periodontitis.

Jumlahnya meningkat pada lesi periodontitis, dan levelnya dalam cairan sulkular adalah lebih tinggi pada penderita periodontitis dibandingkan dengan individu dengan periodonsium sehat. IL-8 disekresi oleh monosit sebagai respon terhadap LOS, dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α).

f. Sitokinin IL-10

Interleukin ini menghambat kemampuan pengenal antigen dari monosit. IL-10 yang disekresi oleh sel-T> akan ditekan oleh sel-T>,IFN–γ yang diproduksi oleh sel NK dengan diinduksi oleh IL-2.

g. Internefron (IFN)

Terdiri atas IFN-α) IFN-β, dan IFN- γ adalah glikoprotein yang diproduksi oleh lekosit, fibroblas, dan limfosit T. IFN menimbulkan aktivitas antivirus, meningkatkan aktifitas makrofag, aktivitas dari sel-T dan sel NK. IFN-γ berperan dalam resorpsi tulang dengan menghambat proliferasi dan diferensiasi progenitor osteoklas.

h. Tumor Necrosis Faktor (TNF)

TNF atau tumor necrosis factor yang terdiri atas TNF-α dan TNF-βmenyebabkan nekrosis tumor tertentu. TNF-α diproduksi oleh makrofag setelah distimulasi oleh bakteri gram-negatif, termasuk lipopolisakarida (LPS). TNF-β yang dulu dikenal dengan nama lymphotoxin (LT) diproduksi oleh sel-T. TNF-α dan TNF-β berperan dalam aktivasi osteoklas dan menstimulasinya untuk menyebabkan resorpsi tulang. TNF-α juga

membantu lekosit untuk mengadhesi ke sel-sel endotel dan meningkatkan kemampuan fagositosis dan khemotaksisnya. Perubahan tersebut, bersama-sama dengan efeknya terhadap makrofag menujurus ke angiogenesis yang diinduksi makrofag, diduga berperan dalam perubahan vascular yang terlihat pada penyakit periodontal.

i. Prostaglandin E2 (PGE2)

PGE2 adalah eikosanoid vasoaktif yang diproduksi monosit dan fibroblast. Prostaglandi E2 menginduksi resorpsi tulang dan sekresi metalloproteinase matriks. Level PGE2 adalah mengikat pada jaringan maupun cairan sulkular pada keadaan periodonsium yang terinflamasi.

Sumber :

Newman, Takei, Carranza. Carranza’s Clinical Periodontology 9th Edition. W.B Saunders Company. 2002

Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology 2nd Edition. Philadelphia: Saunders, 2004.