respon masyarakat - simbi.kemenag.go.idsimbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/respon...
TRANSCRIPT
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
Kementerian Agama RIBadan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan KeagamaanJakarta 2012
Editor :Nuhrison M. Nuh
Respon Masyarakat terhadap A
liran dan Paham
Keagamaan Kontem
porer di Indonesia
ISBN 978-602-8739-04-7
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
Kementerian Agama RIBadan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan KeagamaanJakarta 2012
Editor :Nuhrison M. Nuh
Munculnya aliran dan gerakan keagamaan disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain karena adanya perbedaan dalam menafsirkan pokok-pokok ajaran agama, pengaruh lingkungan dimana aliran tersebut muncul, sedangkan faktor eksternal adalah cara mereka merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini.
Buku ini memuat lima buah hasil penelitian yaitu: Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha di Kalimantan Barat: Studi terhadap Ajaran dan Respon Masyarakat; Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah; Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur; Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah; dan Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: Studi tentang Ajaran dan Respon Masyarakat.
Dilihat dari segi ajaran, nampaknya beberapa aliran dan gerakan keagamaan yang diteliti umumnya berbeda dengan ajaran yang dianut oleh kelompok arus utama (mainstream). Dalam Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha, terdapat ajaran tentang Buddha hidup, yang dianggap menyimpang dari ajaran Buddha yang sebenarnya. Gereja Jemaat Allah Global Indonesia tidak mengakui Trinitas, pada hal dalam agama Kristen hal itu merupakan ajaran yang pokok. Sedangkan MTA dan YAPI mengembangkan paham mereka secara agresif sehingga dianggap sebagai ancaman bagi penganut Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sedangkan kelompok Millah Abraham mengembangkan ajaran yang memadukan ajaran tiga agama (Abramic Religion).
Sikap umat beragama terhadap ajaran yang dikembangkan tersebut terpecah pada dua kelompok. Kelompok pertama ingin mengembalikan mereka yang dianggap menyimpang itu kembali pada ajaran agama yang dianggap benar, sedangkan kelompok lainnya mentolerir keberadaan mereka, dengan jalan membentengi jemaatnya agar tidak terpengaruh terhadap ajaran yang dianggap menyimpang tersebut.
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
i
Respon Masyarakat terhadap
Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer
di Indonesia
Editor :Nuhrison M. Nuh
Kementerian Agama RIBadan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan KeagamaanJakarta 2012
Kata Pengantar
ii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
respon masyarakat terhadap aliran dan paham keagamaan kontemporer di indonesia/Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIEd. I. Cet. 1. ----Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012xxiv + 227 hlm; 14,8 x 21 cm
ISBN 978-602-8739-04-7
Hak Cipta pada Penerbit
....................................................................................................................................................................Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa seizin sah dari penerbit ....................................................................................................................................................................Cetakan Pertama, Oktober 2012....................................................................................................................................................................
RESPON MASYARAKAT TERHADAP ALIRAN DAN PAHAM KEAGAMAAN KONTEMPORER DI INDONESIA
....................................................................................................................................................................Editor :Nuhrison M. Nuh
Tata Letak :Sugeng
Design CoverFirdaus....................................................................................................................................................................
Foto Ilustrasi Cover:Silutet Rumah Ibadah di Indonesia dengan Latar Belakang Bendera Merah Putih
Penerbit:Puslitbang Kehidupan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIJl. MH. Thamrin No. 6 JakartaTelp/Fax. (021) 3920425, [email protected]
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
iii
Kata Pengantar
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Puji dan syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT.,
Tuhan Yang Maha Esa, atas terwujudnya “Penerbitan Naskah Buku
Kehidupan Keagamaan”. Penerbitan buku Tahun 2012 ini,
sebagian besar merupakan hasil kegiatan penelitian dan
pengembangan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2011. Kami
menghaturkan ucapan terima kasih kepada para pakar dalam
menulis prolog, juga kepada para peneliti sebagai editor buku ini
yang secara tekun telah menyelaraskan laporan hasil penelitian
menjadi buku, yang akhirnya dapat hadir di hadapan pembaca
yang budiman.
Pada tahun 2012 ini ditetapkan 9 (sembilan) naskah buku
yang diterbitkan, buku-buku tersebut adalah sebagai berikut:
1. Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan
Kontemporer di Indonesia.
2. Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di
Indonesia.
Kata Pengantar
iv
3. Modul Keluarga Sakinah Berperspektif Kesetaraan Bagi
Penghulu, Konsultan BP4 dan Penyuluh.
4. Problematika Hukum Kewarisan di Indonesia
5. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat
Beragama
6. Hubungan Umat Beragama: Studi Kasus Penutupan/
Perselisihan Rumah Ibadat.
7. Republik Bhinneka Tunggal Ika: Mengurai Isu-isu Konflik,
Multikulturalisme, Agama dan Sosial Budaya.
8. Peningkatan Integritas Birokrasi : Arah Baru Disiplin Pegawai.
9. Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat.
Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih setinggi-
tingginya kepada para peneliti serta kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program
penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. Semoga
penerbitan karya-karya hasil penelitian yang lebih banyak
menyampaikan data dan fakta ini dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta sebagai
bahan formulasi kebijakan kepada masyarakat secara luas tentang
pelbagai perkembangan dan dinamika sosial keagamaan yang
terjadi di Indonesia. Penerbitan buku-buku ini dilakukan secara
simultan dan berkelanjutan setiap tahun oleh Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat untuk
memberikan cakrawala dan wawasan kita sebagai bangsa yang
amat kaya dan beragam dalam kehidupan keagamaan.
Apabila penerbitan ini masih memiliki beberapa
kekurangan, baik substansi maupun teknis, kami mohon maaf atas
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
v
berbagai kekurangan tersebut. Akhirnya, ucapan terimakasih kami
haturkan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI yang telah memberikan arahan demi tercapainya tujuan
dan sasaran penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.
Jakarta, Oktober 2012
Kepala
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Prof. Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan
NIP. 19691110 199403 1 005
3. Modul Keluarga Sakinah Berperspektif Kesetaraan Bagi
Penghulu, Konsultan BP4 dan Penyuluh.
4. Problematika Hukum Kewarisan di Indonesia
5. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat
Beragama
6. Hubungan Umat Beragama: Studi Kasus Penutupan/
Perselisihan Rumah Ibadat.
7. Republik Bhinneka Tunggal Ika: Mengurai Isu-isu Konflik,
Multikulturalisme, Agama dan Sosial Budaya.
8. Peningkatan Integritas Birokrasi : Arah Baru Disiplin Pegawai.
9. Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat.
Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih setinggi-
tingginya kepada para peneliti serta kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program
penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. Semoga
penerbitan karya-karya hasil penelitian yang lebih banyak
menyampaikan data dan fakta ini dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta sebagai
bahan formulasi kebijakan kepada masyarakat secara luas tentang
pelbagai perkembangan dan dinamika sosial keagamaan yang
terjadi di Indonesia. Penerbitan buku-buku ini dilakukan secara
simultan dan berkelanjutan setiap tahun oleh Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat untuk
memberikan cakrawala dan wawasan kita sebagai bangsa yang
amat kaya dan beragam dalam kehidupan keagamaan.
Apabila penerbitan ini masih memiliki beberapa
kekurangan, baik substansi maupun teknis, kami mohon maaf atas
Kata Pengantar
vi
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
vii
Sambutan
Kepala Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Salah satu fungsi Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI adalah melakukan penelitian dan pengembangan.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi bagi
para pejabat Kementerian Agama RI dalam menyusun kebijakan
pembangunan di bidang agama, dan menyediakan data bagi
masyarakat akademik dan umum dalam rangka turut mendukung
tercapainya program-program pembangunan di bidang agama.
Oleh sebab itu kami menyambut baik diterbitkannya buku:
”Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan
Kontemporer di Indonesia" ini, karena beberapa alasan: Pertama,
penerbitan buku ini merupakan salah satu media untuk
mensosialisasikan hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang
dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
dalam hal ini Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Kedua, dapat
memberikan informasi faktual dari lapangan tentang
Sambutan
viii
aliran/paham keagamaan yang muncul di beberapa daerah di
Indonesia.
Buku ini memuat lima buah judul hasil penelitian yang
diadakan pada tahun 2011. Lima hasil penelitian tersebut
berusaha menggali informasi disekitar ajaran yang dikembangkan
dan respon masyarakat terhadap ajaran tersebut.
Nuhrison M. Nuh meneliti tentang: ”Majelis Agama Buddha
Tantrayana Satya Buddha di Kalimantan Barat (Studi terhadap
Ajaran Respon Masyarakat)”. Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
meneliti: ”Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA) Pusat di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah”. Achmad
Rosidi dan Suka meneliti: ”Respon Masyarakat terhadap Tindak
Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan Provinsi
Jawa Timur.” Reslawati dan Retno Ngapon meneliti ”Respon
Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI)
di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.” Terakhir Suhanah dan
Asnawati meneliti: ”Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di
Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu (Studi tentang
Ajaran dan Respon Masyarakat).”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya
masyarakat tidak bisa menerima kehadiran ajaran baru yang
dianggap bertentangan dengan paham yang dianut oleh
kelompok mayoritas (mainstream). Hanya bedanya dalam
kelompok masyarakat Islam cenderung menyikapinya dengan
menganggap kelompok tersebut sebagai kelompok yang
dianggap sesat, sehingga perlu dikembalikan kepada ajaran yang
benar, sedangkan dalam kelompok non Islam (Buddha dan
Kristen) membiarkan kelompok tersebut untuk eksis hanya
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
ix
membentengi jemaatnya agar tidak terpengaruh dengan ajaran
tersebut.
Melalui informasi yang dimuat dalam buku ini, diharapkan
berbagai pihak dapat memetik pelajaran dalam menyikapi
munculnya berbagai aliran dan gerakan keagamaan dalam
masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi,
kalau tidak mungkin menghilangkan sama sekali gesekan-gesekan
yang tidak perlu terjadi di kalangan intern umat beragama.
Kami berharap, buku ini dapat bermanfaat dan menambah
kelengkapan referensi tentang aliran/paham dan gerakan
keagamaan yang berkembang di Indonesia.
Jakarta, Oktober 2012
Pgs. Kepala
Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Prof. Dr. H. Machasin, MA
NIP. 19561013 198103 1 003
aliran/paham keagamaan yang muncul di beberapa daerah di
Indonesia.
Buku ini memuat lima buah judul hasil penelitian yang
diadakan pada tahun 2011. Lima hasil penelitian tersebut
berusaha menggali informasi disekitar ajaran yang dikembangkan
dan respon masyarakat terhadap ajaran tersebut.
Nuhrison M. Nuh meneliti tentang: ”Majelis Agama Buddha
Tantrayana Satya Buddha di Kalimantan Barat (Studi terhadap
Ajaran Respon Masyarakat)”. Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
meneliti: ”Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA) Pusat di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah”. Achmad
Rosidi dan Suka meneliti: ”Respon Masyarakat terhadap Tindak
Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan Provinsi
Jawa Timur.” Reslawati dan Retno Ngapon meneliti ”Respon
Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI)
di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.” Terakhir Suhanah dan
Asnawati meneliti: ”Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di
Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu (Studi tentang
Ajaran dan Respon Masyarakat).”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya
masyarakat tidak bisa menerima kehadiran ajaran baru yang
dianggap bertentangan dengan paham yang dianut oleh
kelompok mayoritas (mainstream). Hanya bedanya dalam
kelompok masyarakat Islam cenderung menyikapinya dengan
menganggap kelompok tersebut sebagai kelompok yang
dianggap sesat, sehingga perlu dikembalikan kepada ajaran yang
benar, sedangkan dalam kelompok non Islam (Buddha dan
Kristen) membiarkan kelompok tersebut untuk eksis hanya
Sambutan
x
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xi
PROLOG
Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar Guru Besar Sosiologi Hukum Islam Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Saya menyambut baik diterbitkannya buku yang
menghimpun hasil-hasil penlitian tentang respon masyarakat
terhadap aliran dan paham keagamaan kontemporer di Indonesia
ini. Meskipun kalau kita melihat isi buku ini kata kontemporer di
sini lebih tepat diartikan sebagai aliran dan paham keagamaan
sempalan, informasi yang terkandung di dalamnya amat penting
karena beberapa alasan. Pertama, informasi yang disajikan dalam
buku ini bersifat amat baru, baik dari segi gerakan keagamaaan
yang menjadi obyek penelitiannya maupun penelitiannya itu
sendiri yang baru dilaksanakan pada tahun 2011. Kedua, semua
informasi yang disajikan dalam buku ini berasal dari hasil
penelitian lapangan (field work), sehingga dapat dikatakan bahwa
sifat datanya adalah primer. Kekuatan data primer dalam
penelitian bukan saja menjadi sandaran kokoh bagi penelitinya
untuk menganalisis dan menyimpulkannya, tetapi juga bagi para
pembacanya yang akan dapat mengambil keuntungan tersendiri
dari penyajian data primer itu bahkan mungkin juga melakukan
analisa sendiri terhadap data primer itu dan mengambil
Prolog
xii
kesimpulan berbeda. Ketiga, tema yang diusung oleh artikel-artikel
dalam buku ini menggambarkan upaya dan kesulitan dalam
memelihara kerukunan umat beragama yang sesungguhnya
merupakan bagian penting dari upaya pemeliharaan kerukunan
nasional yang tentu saja pada gilirannya berfungsi strategis bagi
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat,
kehadiran gerakan keagamaan sempalan itu menantang para
pengamat dan peneliti sosial dan keagamaan untuk ikut
menjelaskan secara teoretik apa sesungguhnya hakekat dari
gerakan-gerakan itu dan bagaimana memberikan saran atau
masukan kepada pemerintah dalam menghadapi gerakan
keagamaan semacam itu.
Pemilihan lima hasil penelitian yang dimasukkan dalam
buku ini juga memperlihatkan mosaik tersendiri dan menunjukkan
adanya dinamika atau bahkan mungkin pergumulan internal
kelompok-kelompok agama di Indonesia. Tulisan pertama tentang
Majelis Agama Buddha Tantrayana di Kalimantan Barat
memperlihatkan dinamika internal Umat Buddha Indonesia yang
tidak menimbulkan goncangan karena sikap-sikap tertentu yang
diperlihatkan oleh kelompok mainstreamnya. Artikel kedua
tentang dinamika sosial keagamaan Majlis Tafsir A-Quran (MTA) di
Solo menggambarkan dinamika internal umat Islam yang
melibatkan kelompok status quo yang lebih sinkretis dengan
kelompok yang lebih puritan. Artikel ketiga tentang respon
masyarakat terhadap tindak anarkis di Pesantren YAPI Bangil,
Pasuruan, Jawa Timur, memperlihatkan bagaimana ketiadaan
transparansi keagamaan, terutama pada tingkat pimpinannya,
pada gilirannya akan memicu konflik karena ada pihak yang
merasa diperlakukan secara tidak adil atau mungkin dilecehkan,
meskipun setelah mencapai tingkat eskalasi tertentu tindak
anarkis itu dapat diredam dan kesepakatan dapat dicapai tetapi
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xiii
tentu saja setelah terjadi sejumlah kerugian fisik dan sosial. Artikel
keempat tentang respon masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah
Global (JAGI) di Kota Semarang, Jawa Tengah, memperlihatkan
bagaimana sebuah sekte Kristen yang konsep ketuhanannya
bersifat Unitarian (Keesaan Tuhan) dan amat bertolak belakang
dengan konsep resmi yang dianut kebanyakan gereja di Indonesia
(konsep Trinitas) dapat hidup dan tetap menjadi persoalan internal
umat Kristen Protestan Indonesia. Artikel kelima tentang respon
masyarakat terhadap komunitas Millah Abraham (Komar) di
Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat, memperlihatkan
bahwa upaya penyebaran agama Islam sempalan secara
sembunyi-sembunyi sambil secara sembunyi-sembunyi pula
mengklaim kenabian baru dan mengkafirkan kelompok Muslim
mainstream akan mengundang resistensi kuat dari mainstream
umat Islam setempat. Apalagi gerakan itu, dan juga tokohnya,
sebenarnya adalah metamorphose dari gerakan sebelumnya di
tempat lain yang telah dilarang.
Ada beberapa teori yang mungkin dapat digunakan untuk
memahami berbagai gerakan internal umat beragama tersebut di
atas. Pertama, adalah teori fungsi sosial agama (the social function
of religion). Menurut teori ini agama itu dapat bertahan hidup
dalam masyarakat karena agama memang memiliki fungsi-fungsi
sosial yang dirasakan bahkan dinikmati kehadirannya oleh
masyarakat. Dalam buku-buku sosiologi agama disebutkan bahwa
sedikitnya terdapat lima fungsi sosial agama yaitu fungsi perekat
solidaritas sosial (social solidarity), fungsi memberikan jawab
terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam kehidupan
manusia seperti untuk apa manusia hidup ini (provision of
meaning), fungsi kontrol sosial melalui nilai dan norma yang
diajarkannya (social control), fungsi dukungan psikologis ketika
manusia mengalami suka dan duka dalam kehidupan
kesimpulan berbeda. Ketiga, tema yang diusung oleh artikel-artikel
dalam buku ini menggambarkan upaya dan kesulitan dalam
memelihara kerukunan umat beragama yang sesungguhnya
merupakan bagian penting dari upaya pemeliharaan kerukunan
nasional yang tentu saja pada gilirannya berfungsi strategis bagi
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat,
kehadiran gerakan keagamaan sempalan itu menantang para
pengamat dan peneliti sosial dan keagamaan untuk ikut
menjelaskan secara teoretik apa sesungguhnya hakekat dari
gerakan-gerakan itu dan bagaimana memberikan saran atau
masukan kepada pemerintah dalam menghadapi gerakan
keagamaan semacam itu.
Pemilihan lima hasil penelitian yang dimasukkan dalam
buku ini juga memperlihatkan mosaik tersendiri dan menunjukkan
adanya dinamika atau bahkan mungkin pergumulan internal
kelompok-kelompok agama di Indonesia. Tulisan pertama tentang
Majelis Agama Buddha Tantrayana di Kalimantan Barat
memperlihatkan dinamika internal Umat Buddha Indonesia yang
tidak menimbulkan goncangan karena sikap-sikap tertentu yang
diperlihatkan oleh kelompok mainstreamnya. Artikel kedua
tentang dinamika sosial keagamaan Majlis Tafsir A-Quran (MTA) di
Solo menggambarkan dinamika internal umat Islam yang
melibatkan kelompok status quo yang lebih sinkretis dengan
kelompok yang lebih puritan. Artikel ketiga tentang respon
masyarakat terhadap tindak anarkis di Pesantren YAPI Bangil,
Pasuruan, Jawa Timur, memperlihatkan bagaimana ketiadaan
transparansi keagamaan, terutama pada tingkat pimpinannya,
pada gilirannya akan memicu konflik karena ada pihak yang
merasa diperlakukan secara tidak adil atau mungkin dilecehkan,
meskipun setelah mencapai tingkat eskalasi tertentu tindak
anarkis itu dapat diredam dan kesepakatan dapat dicapai tetapi
Prolog
xiv
(psychological support), dan fungsi perubahan sosial (social change)
melalui standard moral dan ajaran untuk mengevaluasi sesuatu
keadaan lingkungan sosialnya dan mengubahnya ke arah yang
sesuai dengan standard-standard itu.
Ketika salah satu fungsi sosial agama itu tidak berjalan
dengan baik, maka semakin berkuranglah peran agama dalam
suatu masyarakat dan itulah yang disebut dengan proses
sekularisasi (secularization of religion). Kemudian ketika proses
sekularisasi itu dinilai telah terjadi sedemikian rupa sehingga
mengancam eksistenti agama itu sendiri maka sebagian anggota
kelompok masyarakat itu akan bangkit memprotes proses itu dan
membangkitkannya kembali atau membangun sesuatu yang baru.
Dari sisi ini maka gerakan-gerakan sempalan keagamaan biasanya
muncul atas klaim bahwa tatanan yang ada sedang mengalami
kebangkrutan, sehingga perlu dibuat tatanan baru. Di sinilah kita
memanggil teori kedua yang dalam teori sosial movement
disebutkan bahwa dasar munculnya suatu gerakan sosial
(termasuk gerakan sempalan keagamaan) adalah breakdown
theories (teori kebangkrutan). Kebangkrutan itu sendiri belum
tentu telah terjadi, tetapi penilaian atau klaim tentang
kebangkrutan itu sudahlah cukup menjadikannya alasan bagi
dimunculkannya suatu gerakan baru keagamaan. Setelah suatu
gerakan keagamaan muncul maka ada yang bersifat revolusioner
yang mengancam akan mengganti seluruh tatatan dan elite yang
ada, dan ada pula yang bersifat reformasi yang menuntut
pembaharuan tertentu atau bertahap.
Kedua, Gerakan sempalan keagamaan juga dapat
dipahami dengan teori “religious movement”. Menurut teori ini
terdapat tiga macam gerakan keagamaan, yaitu endogenous
movement, exogenous movement, dan generative movement. Dalam
endogenous religious movement biasanya yang hendak diganti
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xv
ialah salah satu atau beberapa bagian dari sistem agama.
Sebagaimana kita maklumi agama itu dalam kenyataannya selalu
terdiri atas beberapa komponen utama yaitu sistem kepercayaan,
sistem simbul, sitem ritus dan pengamalan, serta sistem organisasi.
Suatu gerakan keagamaan endogenous hanya akan merubah satu
atau beberapa komponen keagamaan itu. Tetapi teori ini tidak
menjelaskan bagaimana kecenderungan reaksi balik dari
kelompok mainstream, apakah bersifat akomodatif atau koersif.
Data lapangan yang diperlihatkan dalam buku ini menunjukkan
bahwa kelompok mainstream agama tertentu cenderung
memberikan reaksi balik yang lunak atau toleran, tetapi
mainstream kelompok agama lainnya cenderung memberikan
reaksi balik yang bersifat anarkis. Pertanyaannya ialah, apakah hal
itu terkait dengan watak ajaran sesuatu agama ataukah
sesungguhnya terkait dengan faktor-faktor lain yang bersifat non-
keagamaan seperti kemapaman sosial ekonomi suatu masyarakat.
Semakin mapan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat maka
akan semakin tenang dan toleran dalam memberikan respon
terhadap gerakan keagamaan sempalan yang muncul, misalnya.
Sebaliknya semakin rentan kemampuan sosial ekonomi suatu
masyarakt maka akan semakin tidak toleran dalam sikap-sikapnya
menghadapi suatu gerakan sempalan keagamaan.
Adapun exogenous religious movement biasanya arahnya
ditujukan kepada lingkungan luar dari komunitas agama itu
sendiri, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Gerakan
keagamaan anti nuklir misalnya adalah gerakan yang obyeknya
berada diluar sistem keagamaan. Dalam kaitan ini exogenous
religious movement seringkali tidak dapat dibedakan dari social
movement pada umumnya. Gerakan eksternal ini biasanya
dilakukan oleh organisasi keagamaan apabila sebagian atau
seluruh kepentingannya terganggu atau terancam, yaitu hak
(psychological support), dan fungsi perubahan sosial (social change)
melalui standard moral dan ajaran untuk mengevaluasi sesuatu
keadaan lingkungan sosialnya dan mengubahnya ke arah yang
sesuai dengan standard-standard itu.
Ketika salah satu fungsi sosial agama itu tidak berjalan
dengan baik, maka semakin berkuranglah peran agama dalam
suatu masyarakat dan itulah yang disebut dengan proses
sekularisasi (secularization of religion). Kemudian ketika proses
sekularisasi itu dinilai telah terjadi sedemikian rupa sehingga
mengancam eksistenti agama itu sendiri maka sebagian anggota
kelompok masyarakat itu akan bangkit memprotes proses itu dan
membangkitkannya kembali atau membangun sesuatu yang baru.
Dari sisi ini maka gerakan-gerakan sempalan keagamaan biasanya
muncul atas klaim bahwa tatanan yang ada sedang mengalami
kebangkrutan, sehingga perlu dibuat tatanan baru. Di sinilah kita
memanggil teori kedua yang dalam teori sosial movement
disebutkan bahwa dasar munculnya suatu gerakan sosial
(termasuk gerakan sempalan keagamaan) adalah breakdown
theories (teori kebangkrutan). Kebangkrutan itu sendiri belum
tentu telah terjadi, tetapi penilaian atau klaim tentang
kebangkrutan itu sudahlah cukup menjadikannya alasan bagi
dimunculkannya suatu gerakan baru keagamaan. Setelah suatu
gerakan keagamaan muncul maka ada yang bersifat revolusioner
yang mengancam akan mengganti seluruh tatatan dan elite yang
ada, dan ada pula yang bersifat reformasi yang menuntut
pembaharuan tertentu atau bertahap.
Kedua, Gerakan sempalan keagamaan juga dapat
dipahami dengan teori “religious movement”. Menurut teori ini
terdapat tiga macam gerakan keagamaan, yaitu endogenous
movement, exogenous movement, dan generative movement. Dalam
endogenous religious movement biasanya yang hendak diganti
Prolog
xvi
hidupnya, kepentingan ekonominya, kepentingan status dan
kehormatannya, dan kepentingan ideologisnya.
Adapun generative religious movement biasanya merujuk
kepada gerakan keagamaan yang secara sengaja dimunculkan
oleh pihak tertentu dari luar ke dalam suatu masyarakat. Suatu
gerakan keagamaan yang sengaja dibuat oleh suatu pemerintahan
kolonial pada masyarakat jajahannya atau oleh suatu kelompok
missionari agama yang datang dari luar adalah termasuk kategori
ini. Jadi sifat gerakan ini sama sekali asing bagi masyarakat itu
sendiri, kehadirannya bukan merupakan reaksi dari dalam untuk
melakukan perubahan internal ataupun untuk melakukan
perubahan di luar lingkungannya. Beberapa gerakan keagamaan
di Indonesia juga diteorikan seperti ini.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa sejumlah gerakan
keagamaan dapat dijelaskan dengan teori-teori sosial yang ada.
Tetapi sebagaimana biasanya penjelasan teoretik itu tidak akan
pernah memadai dan tidak akan mampu menjelaskan keseluruhan
fenomena, karena setiap teori memang dibangun berdasarkan
asumsi-asumsi tertentu sehingga kemampuannya untuk
menjelaskan fenomena sosialnya juga terbatas. Sebab itulah selain
penjelasan teoretik diperlukan pula penjelasan dari sudut
pandang kepentingan pemerintah untuk memelihara
ketenteraman dalam masyarakat.
Biasanya disebutkan bahwa equilibrium adalah puncak dari
keseimbangan berlakunya fungsi-fungsi sosial dan untuk
pencapaiannya diperlukan semacam kesepakatan bersama
mengenai apa yang disebut keadaan harmonis dan disharmonis
itu. Jika kesepakatan itu telah terwujud dan jelas penjabarannya
maka istilah “law and order”mungkin dapat menggantikan istilah
equilibrium itu. Di sinilah perlunya diintrodusir elemen hukum
dalam masyarakat yang dibuat oleh masyarakat penganut agama
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xvii
pengguna hukum itu sendiri. Dengan kata lain hukum yang
bersumber dari masyarakat dan akan digunakan untuk masyarakat
itu sendiri. Toleransi itu ada dan dapat diukur jika ada hukum yang
mengatur batas-batasnya. Jika batas-batas itu tidak diatur maka
yang ada bukanlah toleransi melainkan kerancuan dan kekacauan
berprilaku. Jika hal terakhir ini yang hendak kita dorong dan jika
untuk itu diperlukan pula rujukan teoretik maka rujukan teoretik
itu dapat disebut sebagai pendekatan perencanaan social (social
planning approach).
Selamat membaca dan menikmati buku yang kaya
informasi ini !
hidupnya, kepentingan ekonominya, kepentingan status dan
kehormatannya, dan kepentingan ideologisnya.
Adapun generative religious movement biasanya merujuk
kepada gerakan keagamaan yang secara sengaja dimunculkan
oleh pihak tertentu dari luar ke dalam suatu masyarakat. Suatu
gerakan keagamaan yang sengaja dibuat oleh suatu pemerintahan
kolonial pada masyarakat jajahannya atau oleh suatu kelompok
missionari agama yang datang dari luar adalah termasuk kategori
ini. Jadi sifat gerakan ini sama sekali asing bagi masyarakat itu
sendiri, kehadirannya bukan merupakan reaksi dari dalam untuk
melakukan perubahan internal ataupun untuk melakukan
perubahan di luar lingkungannya. Beberapa gerakan keagamaan
di Indonesia juga diteorikan seperti ini.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa sejumlah gerakan
keagamaan dapat dijelaskan dengan teori-teori sosial yang ada.
Tetapi sebagaimana biasanya penjelasan teoretik itu tidak akan
pernah memadai dan tidak akan mampu menjelaskan keseluruhan
fenomena, karena setiap teori memang dibangun berdasarkan
asumsi-asumsi tertentu sehingga kemampuannya untuk
menjelaskan fenomena sosialnya juga terbatas. Sebab itulah selain
penjelasan teoretik diperlukan pula penjelasan dari sudut
pandang kepentingan pemerintah untuk memelihara
ketenteraman dalam masyarakat.
Biasanya disebutkan bahwa equilibrium adalah puncak dari
keseimbangan berlakunya fungsi-fungsi sosial dan untuk
pencapaiannya diperlukan semacam kesepakatan bersama
mengenai apa yang disebut keadaan harmonis dan disharmonis
itu. Jika kesepakatan itu telah terwujud dan jelas penjabarannya
maka istilah “law and order”mungkin dapat menggantikan istilah
equilibrium itu. Di sinilah perlunya diintrodusir elemen hukum
dalam masyarakat yang dibuat oleh masyarakat penganut agama
Prolog
xviii
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xix
PRAKATA EDITOR
Sekarang banyak terjadi perubahan dalam masyarakat.
Perubahan yang terjadi merupakan hasil proses sosial dalam
masyarakat, oleh karena itu proses sosial dapat dikatakan sebagai
sebuah tanda adanya “kehidupan” dalam sebuah masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto bentuk utama dari proses sosial
terwujud dalam proses interaksi sosial karena proses interaksi
sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial (Soerjono
Soeokanto: 1999, hal 67; Endah Nurhamidah, dalam Nuhrison
M.Nuh (Editorr): 2011, hal 4). Sementara itu bentuk-bentuk lain dari
proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari
interaksi sosial.
Gillin menyebutkan bahwa interaksi merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
antara orang perorang, antara kelompok-kelompok manusia
maupun hubungan antara orang perorang dengan kelompok
manusia. (Soerjono Soekanto, Ibid). Interaksi sosial pada
kenyataannya dapat lahir dalam berbagai bentuk. Ia muncul dalam
bentuk yang positif yang mengantarkan kelompok masyarakat ke
dalam sebuah hubungan yang harmonis dan tenteram. Namun
demikian, di pihak lain ia juga muncul dalam bentuk hubungan
Prakata Editor
xx
sosial yang negatif sehingga tidak jarang munculnya kekerasan
dalam masyarakat (Endah Nurhamidah, op cit, hal 4).
Di Indonesia aliran dan paham keagamaan melalui
interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat telah melahirkan
berbagai gerakan baik yang positif maupun yang negatif. Paham,
aliran dan gerakan keagamaan yang negatif banyak bermunculan
akhir-akhir ini, dimana keberadaan mereka tidak jarang
menimbulkan konflik.
Buku ini memuat lima judul hasil penelitian yang berkaitan
dengan Aliran dan Gerakan Keagamaan. Penelitian tersebut
berusaha menggali informasi tentang ajaran yang dikembangkan
dan bagaimana respon masyarakat terhadap ajaran yang
dikembangkan tersebut. Dari informasi yang diungkapkan oleh
beberapa penelitian tersebut pada umumnya masyarakat
menganggap ajaran yang dikembangkan tersebut bertentangan
dengan paham yang dianut oleh kelompok mayoritas
(mainstream), tetapi terdapat perbedaan dalam menyikapinya.
Kelompok Islam cendrung menganggap aliran dan gerakan
tersebut menyimpang sehingga perlu dikembalikan kepada ajaran
Islam yang dianggap benar, sedangkan kelompok non Islam,
meskipun menganggap ajarannya menyimpang, tetapi tetap
mengakui keberadaan kelompok tersebut, hanya membina
umatnya agar tidak menganut paham tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pelajaran
bagi umat beragama dalam menyikapi munculnya berbagai aliran
dan gerakan keagamaan ditengah-tengah masyarakat. Mudah-
mudahan dengan berkaca dengan apa yang dilakukan oleh
kelompok Agama Buddha dan Kristen terhadap aliran dan gerakan
keagamaan yang dianggap menyimpang, menyadarkan umat
Islam agar tidak melakukan tindak kekerasan dalam menyikapi
munculnya aliran dan gerakan kegamaan yang dianggap
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xxi
menyimpang bahkan sesat. Sebaliknya terhadap kelompok
tersebut perlu dilakukan dialog yang setara dalam rangka
menyadarkan mereka dari paham yang dianggap menyimpang
tersebut.
Tak ada gading yang tak retak, maka saran dan kritik dari
para pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan buku
ini pada masa yang akan datang. Kami berharap semoga buku ini
dapat menambah wawasan para pembaca, serta bagi pihak-pihak
yang berkompeten dapat memanfaatkannya sesuai dengan
kebutuhan.
Jakarta, Oktober 2012
Editor
Nuhrison M. Nuh
sosial yang negatif sehingga tidak jarang munculnya kekerasan
dalam masyarakat (Endah Nurhamidah, op cit, hal 4).
Di Indonesia aliran dan paham keagamaan melalui
interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat telah melahirkan
berbagai gerakan baik yang positif maupun yang negatif. Paham,
aliran dan gerakan keagamaan yang negatif banyak bermunculan
akhir-akhir ini, dimana keberadaan mereka tidak jarang
menimbulkan konflik.
Buku ini memuat lima judul hasil penelitian yang berkaitan
dengan Aliran dan Gerakan Keagamaan. Penelitian tersebut
berusaha menggali informasi tentang ajaran yang dikembangkan
dan bagaimana respon masyarakat terhadap ajaran yang
dikembangkan tersebut. Dari informasi yang diungkapkan oleh
beberapa penelitian tersebut pada umumnya masyarakat
menganggap ajaran yang dikembangkan tersebut bertentangan
dengan paham yang dianut oleh kelompok mayoritas
(mainstream), tetapi terdapat perbedaan dalam menyikapinya.
Kelompok Islam cendrung menganggap aliran dan gerakan
tersebut menyimpang sehingga perlu dikembalikan kepada ajaran
Islam yang dianggap benar, sedangkan kelompok non Islam,
meskipun menganggap ajarannya menyimpang, tetapi tetap
mengakui keberadaan kelompok tersebut, hanya membina
umatnya agar tidak menganut paham tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pelajaran
bagi umat beragama dalam menyikapi munculnya berbagai aliran
dan gerakan keagamaan ditengah-tengah masyarakat. Mudah-
mudahan dengan berkaca dengan apa yang dilakukan oleh
kelompok Agama Buddha dan Kristen terhadap aliran dan gerakan
keagamaan yang dianggap menyimpang, menyadarkan umat
Islam agar tidak melakukan tindak kekerasan dalam menyikapi
munculnya aliran dan gerakan kegamaan yang dianggap
Prakata Editor
xxii
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
xxiii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan ................................. iii
Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI .................................................................................................. vii
Prolog ........................................................................................................ xi
Prakata Editor .......................................................................................... xix
Daftar isi ................................................................................................... xxiii
1 Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha
Indonesia di Kalimantan Barat: Studi terhadap Ajaran dan
Respon Masyarakat
Oleh: Nuhrison M. Nuh .................................................................. 1
2 Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran
(MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) Jawa Tengah
Oleh: Wakhid Sugiyarto & Zaenal Abidin ............................... 39
3 Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis
di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur
Oleh: Achmad Rosidi ..................................................................... 129
4 Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global
Indonesia (JAGI) di Kota Semarang Jawa Tengah
Oleh: Reslawati ................................................................................. 169
Daftar Isi
xxiv
5 Komunitas Millah Abraham (Komar) di Kecamatan
Haurgeulis Kabupaten Indramayu: Studi tentang Ajaran
dan Respon Masyarakatnya
Oleh: Suhanah & Asnawati ........................................................... 201
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
1
5 Komunitas Millah Abraham (Komar) di Kecamatan
Haurgeulis Kabupaten Indramayu: Studi tentang Ajaran
dan Respon Masyarakatnya
Oleh: Suhanah & Asnawati ........................................................... 201
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat:Studi terhadap Ajaran dan Respon Masyarakat
Oleh :Nuhrison M. Nuh
Nuhrison M. Nuh
2
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
3
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
alam agama Buddha kita kenal terdapat beberapa aliran. Diantara aliran tersebut mengembangkan ajaran
yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Umumnya aliran tersebut datang dari luar Indonesia, ada yang datang dari Jepang, Taiwan, Thailand disamping dari India sebagai asal lahirnya agama Buddha.
Munculnya aliran keagamaan tersebut disebabkan karena
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain; a) karena adanya perbedaan dalam menafsirkan pokok-pokok ajaran agama, b) pengaruh lingkungan dimana aliran tersebut muncul c) penekanan dalam pengamalan agama. Sedangkan faktor eksternal adalah cara merespon terhadap realitas kehidupan yang
berkembang dewasa itu.
Perbedaan persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan tersebut, dalam kondisi dan situasi tertentu, dapat menjadi sumber atau penyebab timbulnya keresahan, ketegangan, bahkan pertentangan atau konflik sosial keagamaan dalam suatu
Nuhrison M. Nuh
4
masyarakat. Khususnya bila muncul persepsi, interpretasi atau
ekspresi keagamaan oleh seseorang atau kelompok, dinilai tidak relevan atau berseberangan dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang dipandang prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan (mainstream), baik
yang terjadi di lingkungan internal, maupun eksternal kelompok keagamaan.
Selama ini di Indonesia telah berkembang berbagai paham dan aliran keagamaan dalam agama Buddha, namun Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, belum mempunyai informasi yang mendalam tentang keberadaan beberapa paham dan aliran keagamaan yang terdapat dalam agama Buddha. Selama ini baru beberapa aliran dalam agama Buddha yang pernah dilakukan penelitian seperti Niciren Syosyu Indonesia (NSI) di Batam, Majelis Pandita Buddha Maiteriya
Indonesia (MAPANBUMI) di Jakarta, Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) di Lampung. Oleh karena itu, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, khususnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang penting dan perlu melakukan suatu kajian tersendiri terhadap beberapa aliran dalam agama Buddha
yang belum diteliti, dan pada tahun ini penelitian dilakukan terhadap Majelis Agama Buddha Thantrayana Indonesia (MADHATHANTRI) di Pontianak Kalimantan Barat.
Permasalahan Penelitian
Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini
dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah yang melatarbelakangi lahirnya paham/aliran tersebut?
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
5
2. Siapa tokoh, aktivis kelompok dan riwayat hidupnya?
3. Ajaran yang dikembangkan (Keyakinan, Ritual, Etika)?
4. Struktur kepengurusan
5. Jumlah tempat ibadah, dan jemaat?
6. Seberapa luas pengaruh ajaran tersebut dalam masyarakat?
7. Bagaimana respon pemuka agama terhadap keberadaan paham dan ajaran aliran tersebut?
8. Bagaimana jaringan kerja (internasional, nasional dan lokal)?
9. Mengapa aliran/paham keagamaan tersebut bisa bertahan/ hidup?
Tujuan dan Kegunaan Kajian
Secara umum, kajian ini ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas (secara deskriptif) tentang kasus-kasus keagamaan di dalam kehidupan masyarakat. Sementara secara khusus dan lebih rinci tujuan kajian ini, ingin menghimpun berbagai informasi di seputar latar belakang berdiri kelompok keagamaan, profil tokoh
dan riwayat hidupnya serta aktivitas kelompoknya, pengaruh ajaran tersebut di masyarakat, respon pemuka agama dan masyarakat terhadap keberadaan faham/aliran tersebut, keterkaitannya dengan paham-paham/aliran sebelumnya dan paham yang lainnya, jaringan kerja internasional (International
networking)/lokal dan faktor penyebab aliran tersebut bisa bertahan/hidup.
Hasil penelitian ini akan digunakan sebagai bahan informasi bagi mereka yang ingin mengetahui secara mendalam tentang keberadaan dan ajaran aliran ini dan sebagai informasi bagi
pejabat Kementerian Agama (Ditjen Bimas Buddha) dalam menangani paham/aliran keagamaan yang diteliti.
masyarakat. Khususnya bila muncul persepsi, interpretasi atau
ekspresi keagamaan oleh seseorang atau kelompok, dinilai tidak relevan atau berseberangan dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang dipandang prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan (mainstream), baik
yang terjadi di lingkungan internal, maupun eksternal kelompok keagamaan.
Selama ini di Indonesia telah berkembang berbagai paham dan aliran keagamaan dalam agama Buddha, namun Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, belum mempunyai informasi yang mendalam tentang keberadaan beberapa paham dan aliran keagamaan yang terdapat dalam agama Buddha. Selama ini baru beberapa aliran dalam agama Buddha yang pernah dilakukan penelitian seperti Niciren Syosyu Indonesia (NSI) di Batam, Majelis Pandita Buddha Maiteriya
Indonesia (MAPANBUMI) di Jakarta, Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) di Lampung. Oleh karena itu, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, khususnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang penting dan perlu melakukan suatu kajian tersendiri terhadap beberapa aliran dalam agama Buddha
yang belum diteliti, dan pada tahun ini penelitian dilakukan terhadap Majelis Agama Buddha Thantrayana Indonesia (MADHATHANTRI) di Pontianak Kalimantan Barat.
Permasalahan Penelitian
Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini
dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah yang melatarbelakangi lahirnya paham/aliran tersebut?
Nuhrison M. Nuh
6
Definisi Operasional
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kasus adalah
suatu aliran atau paham keagamaan yang berkembang dan eksis dalam masyarakat tertentu, dimana aliran atau paham keagamaan tersebut menimbulkan keresahan atau dapat diterima oleh masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan aliran /paham keagamaan dalam kajian ini suatu kumpulan dari beberapa orang
atau banyak orang yang memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi keagamaan tertentu yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya. Mereka tampil beda dihadapan publik dalam bentuk yang terkadang cukup unik dan bila perlu juga kontroversial dalam upaya menarik perhatian publik. Merekapun
terlihat sangat aktif, solidaritas antar anggotanya kuat, ketaatan pada pemimpin tidak ada tandingan dan dalam melaksanakan amalan keagamaanpun terlihat lebih ketat, sedangkan respon masyarakat adalah komentar atau tanggapan orang yang di luar anggota aliran tersebut (tokoh agama dan pemerintah). Kata
“aktual” secara terminologi artinya kejadian yang betul-betul ada (terjadi) sesuai dengan yang sesungguhnya dan sedang menjadi pembicaraan orang banyak mengenai peristiwa yang dimaksud. Kejadian tersebut menjadi pembicaraan orang banyak karena baru saja terjadi dan hangat dibicarakan oleh khalayak.( Kamus Inggris-
Indonesia, googletranslate). Aktual bisa juga diartikan sesuatu yang baru mau digali informasinya, karena adanya keperluan tertentu, meskipun aliran dan paham tersebut sudah lama muncul.
Studi Kepustakaan.
Munculnya Madhatantri berawal dari keinginan Maha Mula
Vajra Acharya Liansheng Huo Fo akan adanya suatu wadah yang
resmi dan sah secara hukum di Indonesia, yang dapat
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
7
membabarkan Dharma Tantrayana Satya Buddha. Keinginan
Beliau yang telah menjadi instruksi dan tertuang dalam suratnya
pada tanggal 29 April 1998 itu mendapat respons dari siswa-
siswanya yang ada di Jakarta. Sejak tahun 1988 telah ada
penganut agama Buddha aliran Tantrayana Satya Buddha (Cen Fo
Cong) seperti yang dikoordinir oleh Ibu Susan Kumala yang telah
membentuk Cetya di Muara Karang, Jakarta. Kemudian pada tahun
1993 berkembang menjadi Yayasan Dharma Hastabrata yang
menaungi Vihara Dharma Hastabrata yang terletak di kompleks
Duta Mas Jakarta Barat.
Setelah melalui penelitian mengenai kemungkinan
membentuk wadah setingkat Majelis Agama, maka pembentukan
wadah tersebut diawali dengan pembentukan Lembaga
Tantrayana Satya Buddha Indonesia (LTSBI) pada tanggal 12 Juni
1998, yang turut mendirikan dan menjadi anggota dari
terbentuknya wadah kebersamaan Umat Buddha Indonesia yang
bernama Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) pada 20
Agustus 1998. Ajaran Tantrayana Satya Buddha Indonesia
bersumber dari ajaran Sakyamuni Buddha dan ajaran esoterik
Tantrayana yang diajarkan Maha Mula Vajra Acharya Liansheng
Huo Fo.
Maha Mula Vajra Acharya Liansheng Huo Fo memperoleh
keberhasilan silsilah ajaran esoterik dari sesepuh Tantrayana Tibet,
yaitu : Liao Ming (Nyingma-pa- Aliran Tantra Merah), Ven Tuten
Dhargay (Gelug-pa - Aliran Tantra Kuning), H,H. Karmapa XVI
(Kagyud-pa - Aliran Tantra Putih), Lama Sakya zheng-kong (Sakya-
pa - Aliran Tantra Bunga).
Adapun Pokok-Pokok Ajaran Tantrayana Satya Buddha
antara lain Catur Arya Satyani, Tri-Lakshana, Pratitya Samutpada,
Hukum Karma dan Tumimbal Lahir, Tri-Kaya, Bodhisattva, Upaya
Definisi Operasional
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kasus adalah
suatu aliran atau paham keagamaan yang berkembang dan eksis dalam masyarakat tertentu, dimana aliran atau paham keagamaan tersebut menimbulkan keresahan atau dapat diterima oleh masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan aliran /paham keagamaan dalam kajian ini suatu kumpulan dari beberapa orang
atau banyak orang yang memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi keagamaan tertentu yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya. Mereka tampil beda dihadapan publik dalam bentuk yang terkadang cukup unik dan bila perlu juga kontroversial dalam upaya menarik perhatian publik. Merekapun
terlihat sangat aktif, solidaritas antar anggotanya kuat, ketaatan pada pemimpin tidak ada tandingan dan dalam melaksanakan amalan keagamaanpun terlihat lebih ketat, sedangkan respon masyarakat adalah komentar atau tanggapan orang yang di luar anggota aliran tersebut (tokoh agama dan pemerintah). Kata
“aktual” secara terminologi artinya kejadian yang betul-betul ada (terjadi) sesuai dengan yang sesungguhnya dan sedang menjadi pembicaraan orang banyak mengenai peristiwa yang dimaksud. Kejadian tersebut menjadi pembicaraan orang banyak karena baru saja terjadi dan hangat dibicarakan oleh khalayak.( Kamus Inggris-
Indonesia, googletranslate). Aktual bisa juga diartikan sesuatu yang baru mau digali informasinya, karena adanya keperluan tertentu, meskipun aliran dan paham tersebut sudah lama muncul.
Studi Kepustakaan.
Munculnya Madhatantri berawal dari keinginan Maha Mula
Vajra Acharya Liansheng Huo Fo akan adanya suatu wadah yang
resmi dan sah secara hukum di Indonesia, yang dapat
Nuhrison M. Nuh
8
Kausalya dan Sunyata. Ajaran Esoterik Tantrayana Satya Buddha
meliputi Kriya Tantra, Carya Tantra, Yoga Tantra, dan Anuttara
Tantra.
Berdasarkan penelusuran belum ada yang meneliti aliran ini
terutama di Kalimantan Barat.
Kerangka Teori
Lahirnya gerakan ini, tentu saja tidak terjadi secara tiba-tiba,
tetapi melalui proses panjang yang mungkin juga berliku dan
melalui pengalaman panjang pula dari para penggeraknya,
sehingga tokohnya memutuskan untuk mendirikan organisasi
sosial keagamaan. Menurut Abdul Azis, menggunakan teori Glock
dan Stark, serta Weber dan Troeltch, menjelaskan mengenai
beberapa kemungkinan kemunculan gerakan keagamaan yang
secara garis besar dapat dijelaskan karena pergulatan sosial di
kalangan penganut agama sendiri. Ada pertimbangan-
pertimbangan khusus mengapa sebuah gerakan keagamaan
akhirnya harus muncul dalam bentuk organisasi sosial keagamaan.
Teori di atas memang belum dapat menjawab secara
memuaskan mengapa sebuah gerakan keagamaan baru akhirnya
harus muncul, sehingga belum dapat dimanfaatkan secara umum
untuk melihat kondisi-kondisi yang melandasi lahirnya aliran atau
gerakan keagamaan. Niebuhr kemudian menyempurnakannya,
sehingga teori yang dibangun oleh Glock dan Stark, serta Weber
dan Troeltch dapat digunakan untuk melihat dan menjelaskan
kondisi yang melahirkan suatu gerakan keagamaan baru. Gerakan
keagamaan mana pada intinya digerakan dan dibantu oleh orang-
orang yang secara emosi keagamaan tidak mendapatkan
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
9
kepuasan atas jawaban kebutuhan gelora jiwa terhadap tafsir
agama yang telah ada di sekelilingnya (deprived).1
Sebagai bentuk dari deprivasi, lahirlah gerakan keagamaan,
baik sebagai gerakan keagamaan yang berbentuk kelompok keagamaan. Pada tulisan Abdul Azis dan Imam Tholkhah itu, deprivasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu; pertama, deprivasi ekonomi; kedua, deprivasi sosial; ketiga, deprivasi organistik yang melahirkan gerakan penyembuhan; keempat,
deprivasi etis (yang lebih filosofis, seperti konflik antara cita-cita yang dimiliki oleh gerakan/ aliran dengan yang dimiliki masyarakat pada umumnya yang melahirkan gerakan reformasi); kelima, deprivasi psikis yang menimbulkan gerakan mistik.2 Hampir seluruh gerakan keagamaan di Indonesia, sampai kadar tertentu
diakibatkan oleh kelima jenis deprivasi itu.
Kelompok keagamaan yang muncul di berbagai daerah Indonesia, ternyata juga akibat deprivasi itu pula. Deprivasi yang dimaksud adalah deprivasi etis, organistik dan psikis yang dirasakan secara kolektif oleh orang-orang dari berbagai kalangan
muslim. Persoalan-persoalan hidup yang sulit, baik sosial ekonomi, sosial pendidikan, maupun gangguan jiwa karena ketidaktenangan batin dan sebagainya mendorong orang untuk mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Orang-orang pengangguran susah mencari pekerjaan yang layak bagi dirinya,
yang cukup sosial ekonominya merasa sulit menatanya sehingga tidak membuatnya tenang dan bahagia, maupun yang kondisi sosialnya berlebihpun banyak mengalami keresahan karena berbagai hal, seperti; masalah dengan anak-anak dengan lingkungannya, dengan atasannya di kantor dan sebagainya,
keterlibatan anak dalam dunia malam, dunia narkoba dan
1 Abdul Aziz, Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia, hal. 2-3 2 Ibid, Hal. 3.
Kausalya dan Sunyata. Ajaran Esoterik Tantrayana Satya Buddha
meliputi Kriya Tantra, Carya Tantra, Yoga Tantra, dan Anuttara
Tantra.
Berdasarkan penelusuran belum ada yang meneliti aliran ini
terutama di Kalimantan Barat.
Kerangka Teori
Lahirnya gerakan ini, tentu saja tidak terjadi secara tiba-tiba,
tetapi melalui proses panjang yang mungkin juga berliku dan
melalui pengalaman panjang pula dari para penggeraknya,
sehingga tokohnya memutuskan untuk mendirikan organisasi
sosial keagamaan. Menurut Abdul Azis, menggunakan teori Glock
dan Stark, serta Weber dan Troeltch, menjelaskan mengenai
beberapa kemungkinan kemunculan gerakan keagamaan yang
secara garis besar dapat dijelaskan karena pergulatan sosial di
kalangan penganut agama sendiri. Ada pertimbangan-
pertimbangan khusus mengapa sebuah gerakan keagamaan
akhirnya harus muncul dalam bentuk organisasi sosial keagamaan.
Teori di atas memang belum dapat menjawab secara
memuaskan mengapa sebuah gerakan keagamaan baru akhirnya
harus muncul, sehingga belum dapat dimanfaatkan secara umum
untuk melihat kondisi-kondisi yang melandasi lahirnya aliran atau
gerakan keagamaan. Niebuhr kemudian menyempurnakannya,
sehingga teori yang dibangun oleh Glock dan Stark, serta Weber
dan Troeltch dapat digunakan untuk melihat dan menjelaskan
kondisi yang melahirkan suatu gerakan keagamaan baru. Gerakan
keagamaan mana pada intinya digerakan dan dibantu oleh orang-
orang yang secara emosi keagamaan tidak mendapatkan
Nuhrison M. Nuh
10
sebagainya, sehingga membuatnya tidak tenang dan selalu
dilanda kegelisahan yang akut.
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan
kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan kekecewaan hatinya, yang kemudian dapat menghadirkan ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan bahkan lebih dari itu, menghadirkan perasaan sangat dekat dengan Sang Khaliq, Sang Pencipta, ataupun juga dapat memuaskan gelora keagamaan
orang-orang yang sedang mencari ketenangan jiwa itu. Di sinilah para tokoh keagamaan cukup cerdas menangkap peluang, sehingga berakhir pada suksesnya kelompok dan gerakan keagamaan tersebut, sehingga mampu menarik minat ribuan orang yang resah, terhimpit ekonomi, orang yang berada dalam
keadaan tidak bahagia, anggota keluarganya terlibat kasus narkoba, untuk bergabung dalam suatu kelompok atau gerakan keagamaan seperti sufisme atau dzikir.
Situasi seperti ini pula tampaknya yang terjadi di Taiwan pada waktu kelahiran aliran ini.
Metode Penelitian
1. Bentuk studi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam bentuk studi kasus. Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis dalam arti berusaha memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
11
berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai
oleh para pelaku.
2. Jenis data yang dihimpun.
a) Sejarah ringkas keberadaan faham/aliran keagamaan.
b) Tokoh dan riwayat hidup pendiri faham /aliran keagamaan.
c) Pokok-pokok ajaran yang dikembangkan.
d) Struktur organisasi/Kepemimpinan di Kalimantan Barat.
e) Jumlah tempat ibadah dan ummat di Kalimantan Barat.
f) Respon Masyarakat terhadap ajaran keagamaan yang dikembangkan
g) Aktivitas kelompok baik ritual maupun sosial.
h) Jaringan kerja (networking) lokal, nasional dan internasional.
i) Faktor yang menyebabkan mereka tetap eksis.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah
pengumpulan data lapangan. Sebelum ke lapangan kajian pustaka ditekankan pada usaha merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan fokus dalam penelitian.
Sedangkan kajian pustaka setelah pengumpulan data lapangan ditujukan untuk menganalisis dokumen-dokumen
yang diperoleh selama penelitian lapangan.
sebagainya, sehingga membuatnya tidak tenang dan selalu
dilanda kegelisahan yang akut.
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan
kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan kekecewaan hatinya, yang kemudian dapat menghadirkan ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan bahkan lebih dari itu, menghadirkan perasaan sangat dekat dengan Sang Khaliq, Sang Pencipta, ataupun juga dapat memuaskan gelora keagamaan
orang-orang yang sedang mencari ketenangan jiwa itu. Di sinilah para tokoh keagamaan cukup cerdas menangkap peluang, sehingga berakhir pada suksesnya kelompok dan gerakan keagamaan tersebut, sehingga mampu menarik minat ribuan orang yang resah, terhimpit ekonomi, orang yang berada dalam
keadaan tidak bahagia, anggota keluarganya terlibat kasus narkoba, untuk bergabung dalam suatu kelompok atau gerakan keagamaan seperti sufisme atau dzikir.
Situasi seperti ini pula tampaknya yang terjadi di Taiwan pada waktu kelahiran aliran ini.
Metode Penelitian
1. Bentuk studi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam bentuk studi kasus. Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis dalam arti berusaha memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai
Nuhrison M. Nuh
12
Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh kelompok
ini, pengikutnya, pemuka agama setempat, dan Kepala Pembimas Agama Buddha. Sedangkan pengamatan dilakukan mengenai pelaksanaan ibadat aliran ini.
Semua informasi, temuan, kenyataan lapangan berupa
konsep, aspirasi, saran, dan catatan-catatan yang berhasil dikumpulkan, kemudian dicatat, diseleksi, diklasifikasi, komparasi, interpretasi, dan ditarik beberapa kesimpulan pokok yang bersifat umum dan menyeluruh.
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
13
II
AGAMA BUDDHA DI KALIMANTAN BARAT
gama Buddha telah menyebar dan berkembang di Kalimantan Barat sejak zaman kemerdekaan. Keberadaan agama Buddha di Kalimantan Barat
sama keberadaannya seperti agama Buddha di Indonesia umumnya, namun demikian penyebaran dan perkembangan agama Buddha di Kalimantan Barat pada waktu itu dapat dikatakan mati suri antara ada dan tiada. Perkembangan berikutnya hanya mengikuti tradisi Cina. Artinya yang
dikembangkan adalah nilai-nilai tradisional Cina sehingga menimbulkan perspektif bahwa agama Buddha adalah agama orang Cina.
Pada kurun waktu 1990-an agama Buddha di Kalimantan Barat belum mampu menunjukkan eksistensinya secara menonjol
karena belum ada pelayanan dari pemerintah secara khusus. Sekitar tahun 1993 terjadi pemisahan secara khusus dengan terpisahnya Pelayanan Bimbingan Masyarakat Hindu dan Pelayanan Bimbingan Masyarakat Buddha. Pada waktu itu Kepala Pembimas Buddha di jabat oleh Ida Bagus Putra Arimbawa.
Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh kelompok
ini, pengikutnya, pemuka agama setempat, dan Kepala Pembimas Agama Buddha. Sedangkan pengamatan dilakukan mengenai pelaksanaan ibadat aliran ini.
Semua informasi, temuan, kenyataan lapangan berupa
konsep, aspirasi, saran, dan catatan-catatan yang berhasil dikumpulkan, kemudian dicatat, diseleksi, diklasifikasi, komparasi, interpretasi, dan ditarik beberapa kesimpulan pokok yang bersifat umum dan menyeluruh.
Nuhrison M. Nuh
14
Sampai dengan tahun 1998 keberadaan agama Buddha belum
mampu menunjukkan eksistensinya secara nyata, dimana agama Buddha belum mendapat pelayanan secara nyata karena pejabat Plt Pembimas Buddha dijalankan oleh pejabat dari agama Hindu.
Siswa-siswi yang beragama Buddha di sekolah masih
banyak yang mengikuti pelajaran agama lain. Hal ini dikarenakan belum ada seorangpun umat Buddha yang telah diangkat oleh pemerintah secara depenitif menjadi pegawai negeri sipil atau guru agama Buddha.
Tahun 1998 didatangkan sorang pegawai Bimas Buddha
dari Jakarta (Saiman, S.S) untuk memberikan pelayanan kepada umat Buddha di wilayah Kalimantan Barat, kemudian pegawai tersebut diangkat sebagai Plt Pembimas Buddha. Pada tahun 1999 Plt. Pembimas Buddha menghadap Gubernur Kalimantan Barat Aspar Aswin, agar umat Buddha mendapat porsi dalam
pengangkatan pegawai. Gubernur menanggapi secara serius permohonan Pembimas Buddha, dan menugaskan Drs. Ignasius Liong sebagai Kepala Biro Kepegawaian untuk mendata dan memberikan formasi pengangkatan guru agama Buddha. Setelah diadakan pendataan dan meneliti kondisi formasi pengangkatan
pegawai, maka Kepala Biro memberikan jatah Formasi Guru Agama Buddha sebanyak 18 orang. Ketika itu tenaga yang tersedia baru satu orang, kekurangan 17 orang. Plt Pembimas Buddha mengusulkan kepada Kepala Biro untuk mengadakan seleksi di Jakarta. Kepala Biro menyetujui dan menugaskan kepada Plt
Pembimas Buddha, Kepala Dinas Pendidkkan, Kepala Dinas Transmigrasi untuk menyeleksi calon guru agama Buddha di Jakarta.
Bulan Oktober 1999 Surat Keputusan Guru Agama Buddha telah turun, dan Plt. Pembimas Buddha memanggil semua Calon
Guru Agama Buddha untuk datang melaksanakan tugas. Mulai
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
15
tahun itulah untuk pertama kalinya ada 17 orang guru agama
Buddha di Kalimantan Barat, karena yang satu orang mengundurkan diri.
Pada periode 1999 sampai dengan 2006, merupakan periode perjuangan dan tantangan bagi Plt. Pembimas Buddha
untuk menata dan mengumpulkan data keagamaan Buddha di seluruh Kalimantan Barat. Periode ini juga sedang hangat-hangatnya reformasi yang diikuti oleh banyaknya pemekaran wilayah. Setelah dilakukan pendataan pada setiap kabupaten/kota maka Plt mengusulkan dengan mendatangi setiap daerah
pemekaran, agar dalam pembentukan struktur organisasi di daerah terdapat Kasi/Penyelenggara Bimas Buddha. Usulan tersebut ditembuskan ke Dirjen Bimas Hindu dan Buddha dan Sekjen Departemen Agama. Usulan tersebut dapat dikabulkan sehingga disetiap Kabupaten/Kota pemekaran terdapat Kasi/
Penyelenggara Bimas Buddha.
Periode 2006-2009 merupakan periode penataan organisasi-organisasi keagamaan Buddha. Pada tahun tersebut Plt Pembimas Buddha dilantik sebagai Pejabat Depenitif Pembimas Buddha. Saiman S.S, merupakan pejabat pertama Pembimas
Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, setelah tujuh tahun menjabat sebagai Plt. Pada tahun itu juga diadakan Musda Perwakilan Umat Buddha Provinsi Kalimantan Barat atau DPD WALUBI Provinsi Kalimantan Barat. Terpilih dalam Musda tersebut sdr Herman Limanto dari Madha
Tantri (Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia).
Sejak berdirinya WALUBI mulailah tampak kesemarakan kehidupan umat Buddha di Provinsi Kalimantan Barat. Maka mulailah bermunculan organisasi-organisasi agama Buddha.
Hingga saat ini di Provinsi Kalimantan Barat terdapat delapan
Sampai dengan tahun 1998 keberadaan agama Buddha belum
mampu menunjukkan eksistensinya secara nyata, dimana agama Buddha belum mendapat pelayanan secara nyata karena pejabat Plt Pembimas Buddha dijalankan oleh pejabat dari agama Hindu.
Siswa-siswi yang beragama Buddha di sekolah masih
banyak yang mengikuti pelajaran agama lain. Hal ini dikarenakan belum ada seorangpun umat Buddha yang telah diangkat oleh pemerintah secara depenitif menjadi pegawai negeri sipil atau guru agama Buddha.
Tahun 1998 didatangkan sorang pegawai Bimas Buddha
dari Jakarta (Saiman, S.S) untuk memberikan pelayanan kepada umat Buddha di wilayah Kalimantan Barat, kemudian pegawai tersebut diangkat sebagai Plt Pembimas Buddha. Pada tahun 1999 Plt. Pembimas Buddha menghadap Gubernur Kalimantan Barat Aspar Aswin, agar umat Buddha mendapat porsi dalam
pengangkatan pegawai. Gubernur menanggapi secara serius permohonan Pembimas Buddha, dan menugaskan Drs. Ignasius Liong sebagai Kepala Biro Kepegawaian untuk mendata dan memberikan formasi pengangkatan guru agama Buddha. Setelah diadakan pendataan dan meneliti kondisi formasi pengangkatan
pegawai, maka Kepala Biro memberikan jatah Formasi Guru Agama Buddha sebanyak 18 orang. Ketika itu tenaga yang tersedia baru satu orang, kekurangan 17 orang. Plt Pembimas Buddha mengusulkan kepada Kepala Biro untuk mengadakan seleksi di Jakarta. Kepala Biro menyetujui dan menugaskan kepada Plt
Pembimas Buddha, Kepala Dinas Pendidkkan, Kepala Dinas Transmigrasi untuk menyeleksi calon guru agama Buddha di Jakarta.
Bulan Oktober 1999 Surat Keputusan Guru Agama Buddha telah turun, dan Plt. Pembimas Buddha memanggil semua Calon
Guru Agama Buddha untuk datang melaksanakan tugas. Mulai
Nuhrison M. Nuh
16
majelis agama Buddha, yaitu: (1) Mapanbumi (Majelis Pandita
Buddha Maitreya Indonesia); (2) YPSBDI ( Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia); (3) BDNSI ( Buddha Dharma Niciren Sosyu Indonesia); (4) Matrisia (Majelis Tri Dharma Indonesia); (5) LKBI (Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia); (6) Majelis Agama
Buddha Kasogatan Indonesia; (7) Madha Tantri (Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia); (8) MAGABUDTHI (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia). Dari delapan majelis tersebut yang terbesar adalah MAPANBUMI yang memiliki ratusan tempat ibadah, dan diantaranya terdapat vihara yang
terbesar di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan yang terbesar kedua adalah Majelis Tri Dharma Indonesia (MATRISIA).3 Dalam agama Buddha terdapat beberapa sekte atau aliran diantaranya:
Aliran Theravada atau Hinayana atau kendaraan kecil
Sekte ini dianggap yang paling dekat dengan tradisi awal
perkembangan Budhisme. Kalangan intelek yang menyukai pola pikir kritis, rasional, dan menyelidik, sangat tepat memilih sekte ini.
Aliran Mahayana atau kendaraan besar
Sekte ini dianggap amat dekat dengan tradisi, khususnya
tradisi Tionghoa, karena sekte ini sejak dulu berkembang pesat di Tiongkok. Pembacaan nama Buddha sangat melekat dengan sekte ini. Sesungguhnya sekte ini banyak memiliki sub sekte, tetapi di Indonesia fenomena ini tidak menonjol. Di Indonesia sekte ini pernah berkembang pada masa kejayaan Sriwijaya. Pada saat ini
sekte ini dekat dengan tradisi Jawa Kuno. Sedangkan sekte Mahayana yang sekarang berkembang di Indonesia khususnya di
3 (Saiman, S.S, Agenda Kerja Pembimas Buddha Kanwil Departemen Agama Prov
Kalbar, 2009, hal 29-31).
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
17
Pontianak diadopsi dari Mahayana orang Tionghoa. Ciri khas
Mahayana adalah keterbukaan/penerimaan yang amat besar terhadap tradisi setempat. Sehingga tidak mengherankan kalau secara statistik, sekte ini memiliki penganut paling besar di Kota Pontianak. Bagi yang menyukai terhadap hal-hal yang praktis dan
tradisi dalam ajaran agama Buddha sangat cocok memilih sekte ini.
Tantrayana
Sekte ini paling berkembang di Tibet. Hal-hal yang tampak gaib dimata awam adalah ciri khas sekte ini. Sekte ini terbagi
dalam sub-sub sekte.Bagi mereka yang senang mendalami kegaiban dalam ajaran Buddha sangat cocok memilih sekte ini.
Tri Dharma
Sekte ini didirikan oleh kaum Buddhis yang selain kagum
terhadap ajaran Buddha, juga amat terbuka terhadap filsafat Khonghucu, dan kepercayaan Taoisme. Banyak kaum terpelajar yang tetap kental memelihara dengan kuat tradisi Tionghoa, memilih sekte ini.
Maitreya
Sekte ini dari Taiwan. Banyak yang menganggap sekte ini telah menyimpang dari ajaran Buddha yang sesungguhnya, karena adanya misi keselamatan tunggal dari Buddha Maitreya, yaitu Buddha yang akan datang. Untuk mengikuti sekte ini, seseorang sangat dianjurkan bervegetarian dan menyebarkan misi
Maitreya. Tata cara/upacara sembahyang sangat ditekankan dalam sekte ini. Perkembangan lebih lanjut dari sekte ini menghadirkan banyak sub sekte, di mana sub sekte yang satu cendrung mengklaim dirinya sebagai sekte yang paling benar.
majelis agama Buddha, yaitu: (1) Mapanbumi (Majelis Pandita
Buddha Maitreya Indonesia); (2) YPSBDI ( Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia); (3) BDNSI ( Buddha Dharma Niciren Sosyu Indonesia); (4) Matrisia (Majelis Tri Dharma Indonesia); (5) LKBI (Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia); (6) Majelis Agama
Buddha Kasogatan Indonesia; (7) Madha Tantri (Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia); (8) MAGABUDTHI (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia). Dari delapan majelis tersebut yang terbesar adalah MAPANBUMI yang memiliki ratusan tempat ibadah, dan diantaranya terdapat vihara yang
terbesar di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan yang terbesar kedua adalah Majelis Tri Dharma Indonesia (MATRISIA).3 Dalam agama Buddha terdapat beberapa sekte atau aliran diantaranya:
Aliran Theravada atau Hinayana atau kendaraan kecil
Sekte ini dianggap yang paling dekat dengan tradisi awal
perkembangan Budhisme. Kalangan intelek yang menyukai pola pikir kritis, rasional, dan menyelidik, sangat tepat memilih sekte ini.
Aliran Mahayana atau kendaraan besar
Sekte ini dianggap amat dekat dengan tradisi, khususnya
tradisi Tionghoa, karena sekte ini sejak dulu berkembang pesat di Tiongkok. Pembacaan nama Buddha sangat melekat dengan sekte ini. Sesungguhnya sekte ini banyak memiliki sub sekte, tetapi di Indonesia fenomena ini tidak menonjol. Di Indonesia sekte ini pernah berkembang pada masa kejayaan Sriwijaya. Pada saat ini
sekte ini dekat dengan tradisi Jawa Kuno. Sedangkan sekte Mahayana yang sekarang berkembang di Indonesia khususnya di
3 (Saiman, S.S, Agenda Kerja Pembimas Buddha Kanwil Departemen Agama Prov
Kalbar, 2009, hal 29-31).
Nuhrison M. Nuh
18
Niciren
Niciren sebagai sebuah sekte berasal dari Jepang. Sekte ini menggunakan sutra-sutra yang terdapat dalam Sadharmapundarika Sutra, yang merupakan bagian dari Kitab Suci Tri Pitaka. Sekte ini berbeda dengan sekte-sekte agama Buddha
yang ada, perbedaannya bahwa sekte ini dalam ritual peribadatannya tidak menggunakan bentuk patung atau rupang. Altar yang merupakan obyek persembahan disebut Gohonson.
Satya Buddha
Sekte Satya Budha didirikan oleh Master Lu Sheng Yen, seorang bangsa Amerika keturunan Tionghoa. Ajaran Lu Sheng Yen merupakan pengalaman-pengalaman spritual beliau seputar ajaran Buddha dan kepercayaan Taoisme.4
Jumlah penganut agama Buddha di Provinsi Kalimantan
Barat berjumlah 376.785 jiwa. Penganut terbanyak di Kota Pontianak sebanyak 120.251 jiwa (23%), kedua di Kota Singkawang sebanyak 82.887 jiwa (48%), sedangkan penganut yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 286 jiwa, Kabupaten Melawi sebanyak 453 jiwa.5
4 dikutip dari Saiman S.S, Pesona Kehidupan Beragama, 2009, hal 171-174 5 Agenda Kerja..., op cit, hal 25
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
19
III
TEMUAN PENELITIAN
Aliran Tantrayana Satya Buddha di Kalimantan Barat
Pendiri dan Riwayat Hidupnya.
endiri aliran Tantrayana Zhenfo Zong adalah Liansheng Huo Fo atau disebut juga dengan Lu Sheng Yen, orang Amerika keturunan Tionghoa. Ia
dilahirkan pada tanggal 18 Mei 1945 di tepi sungai Niuzhou, Jiayi, Taiwan. Ketika lahir tubuhnya terbalut selapis kain putih yang
terang benderang dari kejauhan tampak seperti seekor kepompong yang mengeluarkan sutra dan terbalut didalamnya.
Pada masa kecilnya ia hidup dalam kemiskinan, badannya kurus, lemah dan penyakitan. Sejak kecil telah turut menanggung beban keluarga, diantaranya menjual permen labu, es lilin dan
gula kapas di jalanan. Setelah duduk di bangku SMA setiap liburan musim dingin atau musim panas ia bekerja dimana-mana, seperti sebagai pekerja mesin bubut, pekerja mesin bubut putar, dalang di pabrik cor. Ia melakukan pekerjaan kasar dan membahyakan, bahkan beberapa kali hampir kehilangan nyawanya. Pada waktu
Niciren
Niciren sebagai sebuah sekte berasal dari Jepang. Sekte ini menggunakan sutra-sutra yang terdapat dalam Sadharmapundarika Sutra, yang merupakan bagian dari Kitab Suci Tri Pitaka. Sekte ini berbeda dengan sekte-sekte agama Buddha
yang ada, perbedaannya bahwa sekte ini dalam ritual peribadatannya tidak menggunakan bentuk patung atau rupang. Altar yang merupakan obyek persembahan disebut Gohonson.
Satya Buddha
Sekte Satya Budha didirikan oleh Master Lu Sheng Yen, seorang bangsa Amerika keturunan Tionghoa. Ajaran Lu Sheng Yen merupakan pengalaman-pengalaman spritual beliau seputar ajaran Buddha dan kepercayaan Taoisme.4
Jumlah penganut agama Buddha di Provinsi Kalimantan
Barat berjumlah 376.785 jiwa. Penganut terbanyak di Kota Pontianak sebanyak 120.251 jiwa (23%), kedua di Kota Singkawang sebanyak 82.887 jiwa (48%), sedangkan penganut yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 286 jiwa, Kabupaten Melawi sebanyak 453 jiwa.5
4 dikutip dari Saiman S.S, Pesona Kehidupan Beragama, 2009, hal 171-174 5 Agenda Kerja..., op cit, hal 25
Nuhrison M. Nuh
20
kuliah ia masuk di universitas yang bebas dari segala biaya, yaitu
“Fakultas Geodesi Akademi Sains Zhongzheng”.
Titik balik kehidupan Lu Sheng Yen (Sheng Yen Lu) terjadi pada saat dia berumur 26 tahun. Pada tahun itu ia mengikuti ibunya bersembahyang ke kuil Yuhuang Gong di Taichung, dan
secara kebetulan bertemu dengan seorang wanita berbaju hijau. Melalui perantaraan wanita ini, Mahadewi Yaochi membuka mata langitnya, sehingga di angkasa ia melihat tiga sosok Bodhisattva memberi amanat “ setulus hati belajar Budhisme, setulus hati belajar Dharma, setulus hati berbuat kebajikan, mulai sekarang
menyebarkan Dharma untuk kepentingan manusia, menyelamatkan makhluk luas dengan penuh welas asih”.
Pengalamannya yang luar biasa di Kuil Yuhuang Gong menjadikannya mampu melihat yang tidak dapat dilihat oleh orang awam, alam yang tidak diketahui orang biasa. Untuk
melengkapi pengetahuannya dia bersarana pada Bhiksu Yinshun dari sekte Esoterik, Bhiksu Leguo, Bhiksu Dao-an, Bhiksu Xiandun yang menasbihkan Sila Bodhisattva pada tahun 1972, Bhiksu Huisan, Bhiksu Jueguang sebagai Guru Sila serta Bhiksu Shanglin dan Bhiksu Shanci sebagai Guru Ritual di Vihara Bishan Yan,
Nantou.
Pada masa itu disamping membantu melihat Fengshui rumah tinggal, memberi pelayanan konsultasi dan pada saat yang sama menerbitkan buku Ling Yu Wo Zhijian; Ling Ji Shen Suan Man Tan, dan beberapa buku lainnya yang membahas tentang
spiritual. Setiap bukunya menggempar-kan. Pada era 60-an dan 70-an di Taiwan sangatlah menggemparkan, bahkan diundang berceramah mengenai Ling Xue Mian Mian Guan. Pada saat itu dia adalah seorang pemuda yang berumur 30 tahunan. Ramalan jitu Lu Sheng Yen tersebar melalui mulut dan telinga massa, sehingga
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
21
yang datang untuk mewawancarainya tidak pernah putus. Setiap
hari ratusan orang datang untuk bertemu.
Sejak menemukan titik balik kehidupannya, iapun menapaki kehidupan ke jalan sadhana. Ketika itu tidak hanya mendapat inspirasi dari ajaran Buddha eksoterik dan spiritual, juga
mengikuti guru spiritual yang tak berwujud. “ Mister Shanshan Jiuhou” melatih Sadhana Tantra selama 3 tahun dan menjalankan sila Bodhisattva. Berkat petunjuk Mister Shanshan Jiuhou ia bertolak ke Gunung Jiji, Nantou, untuk berguru pada Pewaris XIV Taoisme Qingcheng Daozhang (Bhiksu Liao Ming) mempelajari
ilmu Tao, Danding Fulu, Jiuxing Dili Dafa, Mahasadhana Sekte Nyingmapa versi Tantra Cina dan Tantra Tibet, lima macam pengetahuan dan lain-lain dari aliran besar Sekte Merah Tibet beserta dharma agung lainnya. Lu Sheng Yen pun menjadi Pewaris XV Taoisme Qingcheng dengan nama Taois ”Xuanhong Daozang”.
Pada masa itu Lu Sheng Yen telah menguasai tataritual Sadhana Tantra yang lengkap. Kunci utama mencapai pencerahan ke-Buddhaan serta mahasadana rahasia dari sekte-sekte utama Tibet yang tidak diwariskan selama ribuan tahun pun telah dikuasai semuanya. Pada tahun 1981 Lu Sheng Yen mendapat
kesempatan bertemu dengan Raja Dharma XVI dari Sekte Putih aliran Tantrayana, bahkan menerima abhiseka dari Acarya Kargyupa. Menyadari bahwa karma dirinya sebagai silsilah penyatu dharma, sejak itu ia mulai meneliti dan menjalankan Tantrayana Sekte Merah, Sekte Putih, Sekte Kuning, Sekte Kembang dan
berbagai aliran dharma lainnya.
Ajaran yang dikembangkan oleh Lu Sheng Yen mendapat tekanan dari berbagai aliran agama Buddha, perdebatan bahkan ancaman dari kedua pihak yaitu aliran putih maupun aliran hitam. Maka pada tahun 1982 ketika dia berusia 38 tahun Lu Sheng Yen
dan keluarganya pindah ke Seattle Amerika Serikat atas petunjuk
kuliah ia masuk di universitas yang bebas dari segala biaya, yaitu
“Fakultas Geodesi Akademi Sains Zhongzheng”.
Titik balik kehidupan Lu Sheng Yen (Sheng Yen Lu) terjadi pada saat dia berumur 26 tahun. Pada tahun itu ia mengikuti ibunya bersembahyang ke kuil Yuhuang Gong di Taichung, dan
secara kebetulan bertemu dengan seorang wanita berbaju hijau. Melalui perantaraan wanita ini, Mahadewi Yaochi membuka mata langitnya, sehingga di angkasa ia melihat tiga sosok Bodhisattva memberi amanat “ setulus hati belajar Budhisme, setulus hati belajar Dharma, setulus hati berbuat kebajikan, mulai sekarang
menyebarkan Dharma untuk kepentingan manusia, menyelamatkan makhluk luas dengan penuh welas asih”.
Pengalamannya yang luar biasa di Kuil Yuhuang Gong menjadikannya mampu melihat yang tidak dapat dilihat oleh orang awam, alam yang tidak diketahui orang biasa. Untuk
melengkapi pengetahuannya dia bersarana pada Bhiksu Yinshun dari sekte Esoterik, Bhiksu Leguo, Bhiksu Dao-an, Bhiksu Xiandun yang menasbihkan Sila Bodhisattva pada tahun 1972, Bhiksu Huisan, Bhiksu Jueguang sebagai Guru Sila serta Bhiksu Shanglin dan Bhiksu Shanci sebagai Guru Ritual di Vihara Bishan Yan,
Nantou.
Pada masa itu disamping membantu melihat Fengshui rumah tinggal, memberi pelayanan konsultasi dan pada saat yang sama menerbitkan buku Ling Yu Wo Zhijian; Ling Ji Shen Suan Man Tan, dan beberapa buku lainnya yang membahas tentang
spiritual. Setiap bukunya menggempar-kan. Pada era 60-an dan 70-an di Taiwan sangatlah menggemparkan, bahkan diundang berceramah mengenai Ling Xue Mian Mian Guan. Pada saat itu dia adalah seorang pemuda yang berumur 30 tahunan. Ramalan jitu Lu Sheng Yen tersebar melalui mulut dan telinga massa, sehingga
Nuhrison M. Nuh
22
Buddha Bodhisattva. Ditengah lingkungan yang masih asing
tersedia kondisi yang lebih tenang untuk bersadhana. Begitu tiba di Amerika ia bertapa di kamar teratas Paviliun Lingxian yang ada di Ballard, Seattle, dan dengan tekun mendalami sadhana Tantra. Selain mengambil makanan yang disuguhkan oleh Acarya
Lianxiang tiga kali sehari dari luar kamar bertapa, ia menghentikan segala aktivitasnya dan hanya berkonsentrasi menjalankan dharma Tantarayana.
Selama mendalami Sadhana Tantra di Paviliun Lingxian selama tiga tahun, Lu Sheng Yen mendapat Vyakarana dari
Buddha Sakyamuni, juga dianugerahkan mahkota merah oleh Budhisattva Maitreya, bahkan diwarisi Sadhana Mahapurna oleh Padmasambhava Guru. Banyak sekali guru silsilah Tantra Tibet yang menampakkan Dharmakaya di dalam samadhi Lu Sheng Yen mengajarkan ‘Intisari Kebenaran Terdalam’ dan ‘Kebenaran
Internal Terdalam’. Lu Sheng Yen saat itu juga berhasil mempelajari seluruh kunci utama empat tingkatan yaitu ‘ Krya Tantra, ‘ Charya Tantra’, ‘Yoga Tantra’, dan Anuttarayoga Tantra’, lalu melebur dalam Samudra Kesadaran Vairocana dan benar-benar berhasil dalam ‘Asta-sadhana Eksternal’ dan Asta-sadhana
Internal’. Semua riwayat sadhana ini berserta pemahaman mantra dicantumkan diantara dua ratusan buku karya pribadinya.
Pada tanggal 19 Maret 1986 kepala Lu Sheng Yen digunduli oleh Bhiksu Shi Guoxian di Zenfo Miyuan yang ada di Kota Drammen, Amerika dan Lu Sheng Yen resmi menjadi Bhiksu
demi menyelamatkan makhluk luas, dengan nama dharma Liansheng.
Selama 40 tahun Buddha Hidup telah menghasilkan karya berupa buku sebanyak 205 buah, mempunyai pengikut lebih dari
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
23
lima juta orang, terdapat 400 tempat ibadah dan pusat
pembabaran Dharma Zhenfo Zong di mancanegara.6
Berdirinya Majelis Agama Buddha Tantrayana Indonesia (Madhatantri) berawal dari keinginan Maha Mula Vajra Acharya Liansheng Huo Fo akan adanya suatu wadah yang resmi dan sah
secara hukum di Indonesia, yang dapat membabarkan Dharma Tantrayana Satya Buddha. Keinginan Beliau tersebut seolah-olah merupakan instruksi sebagaimana tertuang dalam suratnya pada tanggal 29 April 1998. Surat itu mendapat respons dari siswa-siswanya yang ada di Jakarta. Seperti diketahui sejak tahun 1988
telah ada penganut agama Buddha aliran Tantrayana Satya Buddha (Cen Fo Cung) yang dikoordinir oleh Ibu Susan Kumala yang telah membentuk Cetya di Muara Karang, Jakarta. Kemudian pada tahun 1993 berkembang menjadi Yayasan Dharma Hastabrata yang menaungi Vihara Dharma Hastabrata yang
terletak di kompleks Duta Mas Jakarta Barat.
Setelah melalui penelitian mengenai kemungkinan membentuk wadah setingkat Majelis Agama, maka pembentukan wadah tersebut diawali dengan pembentukan Lembaga Tantrayana Satya Buddha Indonesia (LTSBI) pada tanggal 12 Juni
1998. Lembaga ini turut mendirikan dan menjadi anggota dari wadah kebersamaan Umat Buddha Indonesia yang bernama Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) pada 20 Agustus 1998. Ajaran Tantrayana Satya Buddha Indonesia bersumber dari ajaran Sakyamuni Buddha dan ajaran esoterik Tantrayana yang
diajarkan Maha Mula Vajra Acharya Liansheng Huo Fo.
Di Pontianak berdirinya Madha Tantri pada tahun 1998. Sebelumnya pada tahun 1985 bergabung dengan Majelis Agama Buddha Tantarayana Kasogatan Indonesia, karena pada masa Orde
6 Dikutip dari Bintang Kutub Abadi, 2009, hal 20-29
Buddha Bodhisattva. Ditengah lingkungan yang masih asing
tersedia kondisi yang lebih tenang untuk bersadhana. Begitu tiba di Amerika ia bertapa di kamar teratas Paviliun Lingxian yang ada di Ballard, Seattle, dan dengan tekun mendalami sadhana Tantra. Selain mengambil makanan yang disuguhkan oleh Acarya
Lianxiang tiga kali sehari dari luar kamar bertapa, ia menghentikan segala aktivitasnya dan hanya berkonsentrasi menjalankan dharma Tantarayana.
Selama mendalami Sadhana Tantra di Paviliun Lingxian selama tiga tahun, Lu Sheng Yen mendapat Vyakarana dari
Buddha Sakyamuni, juga dianugerahkan mahkota merah oleh Budhisattva Maitreya, bahkan diwarisi Sadhana Mahapurna oleh Padmasambhava Guru. Banyak sekali guru silsilah Tantra Tibet yang menampakkan Dharmakaya di dalam samadhi Lu Sheng Yen mengajarkan ‘Intisari Kebenaran Terdalam’ dan ‘Kebenaran
Internal Terdalam’. Lu Sheng Yen saat itu juga berhasil mempelajari seluruh kunci utama empat tingkatan yaitu ‘ Krya Tantra, ‘ Charya Tantra’, ‘Yoga Tantra’, dan Anuttarayoga Tantra’, lalu melebur dalam Samudra Kesadaran Vairocana dan benar-benar berhasil dalam ‘Asta-sadhana Eksternal’ dan Asta-sadhana
Internal’. Semua riwayat sadhana ini berserta pemahaman mantra dicantumkan diantara dua ratusan buku karya pribadinya.
Pada tanggal 19 Maret 1986 kepala Lu Sheng Yen digunduli oleh Bhiksu Shi Guoxian di Zenfo Miyuan yang ada di Kota Drammen, Amerika dan Lu Sheng Yen resmi menjadi Bhiksu
demi menyelamatkan makhluk luas, dengan nama dharma Liansheng.
Selama 40 tahun Buddha Hidup telah menghasilkan karya berupa buku sebanyak 205 buah, mempunyai pengikut lebih dari
Nuhrison M. Nuh
24
Baru belum bisa mendirikan majelis sendiri. Pada tahun 1991
didirikan Vihara Buddha Vajra, yang beralamat di Jalan Siam Gang Kelantan IV No162 Pontianak. Dari awal berdirinya sampai sekarang Madha Tantri Kalimantan Barat di pimpin oleh Herman Limanto yang pernah juga menjabat Ketua WALUBI Kalimantan
Barat.
Struktur Kepengurusan DPD Tingkat I Madha Tantri
Kalimantan Barat
Berdasarkan Surat Keputusan DPP Madha Tantri No: SK 002/DPP. MDT/1.2/VII/ 2006, susunan pengurus DPD Madha Tantri Daerah Tingkat I Kalimantan Barat adalah sebagai berikut:
Ketua : Herman Limanto
Wakil Ketua : Herison Herman
Sekretaris Bhs Indonesia : Susilawati, SE
Sekretaris Bhs Tiong Hoa : Joni Wijaya
Wakil Sekretaris : Meilia
Bendahara : Heryanto Halim
Wakil Bendahara : Lim Po Cuan
Seksi Dharma : 1. Pandita Padma Njau Djun Sin
: 2. Lim Siok Cuan
Seksi Humas : 1. Gow Cun Ho
: 2. Thian Ciap Hin
Bidang Usaha Dana : 1. Ng Kheng Sia
: 2. Lina
Struktur kepengurusan Madha Tantri terdiri dari beberapa tingkatan. Untuk tingkat nasional ada struktur yang disebut dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), untuk tingkat provinsi disebut Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan untuk tingkat Vihara
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
25
disebut dengan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). DPD Tingkat I
Provinsi Kalimantan Barat membawahi 4 buah DPC yang terdapat 2 buah di Pontianak, 1 buah di Singkawang, dan 1 buah di Jawai (Sambas).
Jumlah Tempat Ibadah dan Ummat.
Jumlah vihara yang dimiliki Madha Tantri Kalimantan Barat masih sangat terbatas. Pada saat ini terdapat 4 buah vihara, 2 vihara berada di Kota Pontianak dan masing-masing satu buah di
Kota Singkawang dan Jawai. Ummat yang menjadi anggota Madha Tantri di Kalimantan Barat tidak dapat diketahui, karena tidak adanya data, tetapi untuk anggota Vihara Vajra di Pontianak, diperoleh informasi ada 500 orang angota, yang aktif ibadah sekitar 50 orang. Jumlah anggota cendrung menurun, karena
waktu yang digunakan untuk ibadah terlalu lama dibandingkan dengan waktu ibadah dari aliran agama Buddha lainnya. Pada hal anggota jemaat umumnya keturunan Tionghoa, yang berprofesi sebagai pedagang. Selain itu pimpinan Madha Tantri juga kurang aktif datang ke vihara, karena sibuk mengurus bisnisnya, apalagi
pada akhir-akhir ini Sdr Herman Limanto sering menderita sakit, sehingga sering berobat ke Singapura, sehingga tidak ada waktu untuk mengurus organisasi. Yang aktif datang ke vihara hanya Deni Kurniawan, yang bertindak sebagai pengurus Vihara dan memimpin ibadah. Apalagi untuk membina jemaat, belum ada
pandita yang menangani. Tidak heran dalam aktivitas vihara belum ada kegiatan ceramah keagamaan.7
7 Wawancara dengan Deni Kurniawan, di Viahara Vajra, Pontianak
Baru belum bisa mendirikan majelis sendiri. Pada tahun 1991
didirikan Vihara Buddha Vajra, yang beralamat di Jalan Siam Gang Kelantan IV No162 Pontianak. Dari awal berdirinya sampai sekarang Madha Tantri Kalimantan Barat di pimpin oleh Herman Limanto yang pernah juga menjabat Ketua WALUBI Kalimantan
Barat.
Struktur Kepengurusan DPD Tingkat I Madha Tantri
Kalimantan Barat
Berdasarkan Surat Keputusan DPP Madha Tantri No: SK 002/DPP. MDT/1.2/VII/ 2006, susunan pengurus DPD Madha Tantri Daerah Tingkat I Kalimantan Barat adalah sebagai berikut:
Ketua : Herman Limanto
Wakil Ketua : Herison Herman
Sekretaris Bhs Indonesia : Susilawati, SE
Sekretaris Bhs Tiong Hoa : Joni Wijaya
Wakil Sekretaris : Meilia
Bendahara : Heryanto Halim
Wakil Bendahara : Lim Po Cuan
Seksi Dharma : 1. Pandita Padma Njau Djun Sin
: 2. Lim Siok Cuan
Seksi Humas : 1. Gow Cun Ho
: 2. Thian Ciap Hin
Bidang Usaha Dana : 1. Ng Kheng Sia
: 2. Lina
Struktur kepengurusan Madha Tantri terdiri dari beberapa tingkatan. Untuk tingkat nasional ada struktur yang disebut dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), untuk tingkat provinsi disebut Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan untuk tingkat Vihara
Nuhrison M. Nuh
26
Vihara Vajra ini, sangat sederhana sekali bila dibandingkan
dengan vihara milik aliran agama Buddha lainnya. Luas bangunan 4 X 10 meter, yang dapat menampung 50 orang jemaat. Bangunan ini merupakan ruko terdiri dari dua lantai, lantai bawah merupakan kantor, dan lantai atas digunakan untuk melakukan ibadah.
Ajaran Pokok
Menurut keterangan Deni Kurniawan, aliran Tantrayana Zhenfo Zong memadukan tiga aliran besar dalam agama Buddha, Mahayana, Hinayana, dan Tantrayana menjadi satu. Semua yang dilakukan oleh Mahayana dan Hinayana diamalkan dalam Tantrayana. Aliran Tantrayana memperdalam Sutra (kitab suci),
Mantra (rahasia dari Bodhisattva) dan Mudra (simbol khusus yang dibentuk oleh tangan). Tantrayana lebih mementingkan praktek dari pada teori, oleh sebab itu pengikut Tantrayana tidak mengerti akan dalil-dalil.
Ajaran yang dikembangkan mempelajari luar dan dalam.
Yang dimaksud dengan luar (lahiriyah) adalah membersihkan pikiran, ucapan dan perbuatan. Untuk membersihkan pikiran melalui visualisasi. Visualisasi berarti membayangkan fisik (wujud) dari guru, Buddha, cahaya dan Dharmapala. Pada saat visualisasi kita mengosongkan pikiran dari masalah duniawi. Membersihkan
ucapan dengan melapalkan Sutra dan Mantra. Ketika seseorang membaca Sutra dan Mantra tidak mungkin mulut kita mengucapkan kata-kata yang tidak baik. Sedangkan membersihkan perbuatan dengan membentuk mudra. Ketika sedang membentuk mudra tidak mungkin orang melakukan
perbuatan jahat. Ketika melakukan pujabakti seseorang menyatukan pikiran, ucapan dan perbuatan, sehingga menghasilkan pikiran, ucapan dan perbuatan yang bersih.
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
27
Sedangkan yang dimaksud dengan dalam (esoterik) adalah semacam praktek tarekat dalam agama Islam, yang dapat mengajarkan masalah ini hanya seorang guru, maka itulah betapa pentingnya seorang guru dalam aliran Tantrayana. Perbedaan aliran Tantrayana dengan aliran lainnya diantaranya kalau dalam aliran lainnya perlindungan itu ada tiga disebut Tri Ratna, yaitu berlindung pada Buddha, Dharma dan Sangha, dalam Tantrayana dikenal Catur Ratna, yaitu berlindung pada Guru, Buddha, Dharma
dan Sangha.
Ajaran esoterik yang dikembangkan antara lain: mempelajari pernapasan botol; membangkitkan api kundalini, membuka lima cakra, 4 jari di bawah pusat [hati, tenggorokan, dahi, ubun-ubun (mahkota)], membuka nadi tengah dan cakra hati (dihati).
Ritual dalam Tantrayana disebut dengan Sadhana. Melalui sadhana, berusaha melatih diri untuk mencapai hidup kebudhaan. Setiap manusia memiliki benih kebudhaan, jika melatih diri seseorang dapat mencapai kehidupan Buddha sekarang ini. Macam-macam sadhana yaitu: Sadhana Vajra Sattwa ( sadhana dasar); Sadhana Guru Yoga (Padma Kumara Putih/Lu Sheng Yen); dan Yi Dam yang delapan (tinggal mana yang dipilih), inilah kebaktian/sadhana yang dianjurkan.
Dalam aliran Tantrayana dikenal dengan Buddha Hidup. Yang dimaksud dengan Buddha Hidup adalah orang yang tercerahkan, tapi dia masih hidup.Tapi dikalangan pengikut Tantrayana yang dikenal dengan Buddha Hidup adalah Lu Sheng Yen (Liangsheng Huo Fo), sebagai Maha Mula Vajra Acharya.8
Adapun Pokok-Pokok Ajaran Tantrayana Satya Buddha lainnya Catur Arya Satyani, Tri-Lakshana, Pratitya Samutpada,
8 Wawancara dengan Deni Kurniawan, di Vihara Vajra
Vihara Vajra ini, sangat sederhana sekali bila dibandingkan
dengan vihara milik aliran agama Buddha lainnya. Luas bangunan 4 X 10 meter, yang dapat menampung 50 orang jemaat. Bangunan ini merupakan ruko terdiri dari dua lantai, lantai bawah merupakan kantor, dan lantai atas digunakan untuk melakukan ibadah.
Ajaran Pokok
Menurut keterangan Deni Kurniawan, aliran Tantrayana Zhenfo Zong memadukan tiga aliran besar dalam agama Buddha, Mahayana, Hinayana, dan Tantrayana menjadi satu. Semua yang dilakukan oleh Mahayana dan Hinayana diamalkan dalam Tantrayana. Aliran Tantrayana memperdalam Sutra (kitab suci),
Mantra (rahasia dari Bodhisattva) dan Mudra (simbol khusus yang dibentuk oleh tangan). Tantrayana lebih mementingkan praktek dari pada teori, oleh sebab itu pengikut Tantrayana tidak mengerti akan dalil-dalil.
Ajaran yang dikembangkan mempelajari luar dan dalam.
Yang dimaksud dengan luar (lahiriyah) adalah membersihkan pikiran, ucapan dan perbuatan. Untuk membersihkan pikiran melalui visualisasi. Visualisasi berarti membayangkan fisik (wujud) dari guru, Buddha, cahaya dan Dharmapala. Pada saat visualisasi kita mengosongkan pikiran dari masalah duniawi. Membersihkan
ucapan dengan melapalkan Sutra dan Mantra. Ketika seseorang membaca Sutra dan Mantra tidak mungkin mulut kita mengucapkan kata-kata yang tidak baik. Sedangkan membersihkan perbuatan dengan membentuk mudra. Ketika sedang membentuk mudra tidak mungkin orang melakukan
perbuatan jahat. Ketika melakukan pujabakti seseorang menyatukan pikiran, ucapan dan perbuatan, sehingga menghasilkan pikiran, ucapan dan perbuatan yang bersih.
Nuhrison M. Nuh
28
Hukum Karma dan Tumimbal Lahir, Tri-Kaya, Bodhisattva, Upaya Kausalya dan Sunyata. Ajaran Esoterik Tantrayana Satya Buddha meliputi Kriya Tantra, Carya Tantra, Yoga Tantra, dan Anuttara Tantra. Ajaran pokok ini tidak dapat diuraikan lebih lanjut karena tidak diperoleh buku-bukunya, dan di majelis ini belum terdapat Bhiksu atau Pandita yang dapat menjelaskan tentang ajaran pokok tersebut.
Networking/Jaringan Kerja
Sebagai sebuah aliran yang muncul di luar negeri, maka aliran ini mempunyai hubungan dengan pimpinan pusat aliran Tantrayana Zhenfo Zhong di Taiwan dan Seattle Amerika Serikat. Hubungan tersebut antara lain berupa hubungan antara seorang murid dengan guru. Pada saat tertentu, para jemaat datang berkunjung ke Taiwan, untuk bertemu dengan Guru dalam rangka meminta berkah. Sedangkan di Indonesia, bergabung dengan Madha Tantri Pusat yang beralamat di Jalan Tubagus Angke, Komplek Duta Mas Blok A 6 No 35-36 Jakarta Barat. Mereka bergabung pada tahun 1998 sejak Madha Tantri didirikan. Kepengurusan DPD Madha Tantri Daerah Tingkat 1 Kalimantan Barat, dikukuhkan oleh pengurus DPP Madha Tantri. Sebenarnya masa kepengurusan periode 2006-2010 sudah berakhir masa tugasnya, tetapi sampai saat ini belum dilakukan Musda untuk memilih kepengurusan yang baru.
Mengapa Tetap Eksis
Aliran tetap dapat eksis karena masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama dikalangan etnis Tiong Hoa. Masyarakat Tiong Hoa umumnya bekerja sebagai pedagang, untuk menunjang agar perdagangannya berjalan dengan lancar, maka
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
29
mereka memerlukan dukungan hal-hal yang bersifat spritual. Dapat kita lihat dimana vihara yang dianggap dapat memberikan berkah dalam melaksanakan usaha banyak dikunjungi oleh etnis Tiong Hoa. Lu Sheng Yen selain dikenal sebagai seorang yang ahli dibidang Fengshui, juga ahli dalam memberikan ramalan tentang kehidupan seseorang pada masa yang akan datang, dan dapat memberikan berkah kepada orang yang memohon. Hal itu dapat kita saksikan pada orang-orang yang memberikan testimoni tentang kemampuan Lu Sheng Yen dalam buku Bintang Kutub Abadi, halaman 4-19. Dalam testimoni itu disebutkan antara lain mengenai kemampuan Lu Sheng Yen yang dapat menyembuhkan orang sakit, yang bagi dokter tidak mungkin lagi untuk dapat disembuhkan. Selagi masih ada manusia yang membutuhkan keajaiban-keajaiban dalam mengatasi masalah hidup didunia ini,maka ajaran ini akan tetap eksis.
Respon Pemuka Agama dan Pembimas Buddha.
Untuk memberikan tanggapan tentang keberadaan dan ajaran yang dikembangkan oleh Madha Tantri (Aliran Tantrayana Zhenfo Zhong), telah diwawancarai beberapa orang pimpinan
majelis agama Buddha dan pejabat dari Pembimas Agama Buddha Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut Pandita Ediyono dari Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI), ritual aliran Tantaryana lebih condong ke Tibet, hal itu terlihat dari ornamen.-ornamennya
merupakan gaya Tibet. Aliran ini lebih fokus kepada parita dan mantra (membaca kitab suci), tidak melaksanakan vegetarian. Pada hal dalam ajaran Buddha tidak boleh membunuh, termasuk membunuh binatang. Selain itu Buddha mengajarkan kasih, kasih itu tidak terdapat kecuali dalam vegetarian. Biarawati mereka
Hukum Karma dan Tumimbal Lahir, Tri-Kaya, Bodhisattva, Upaya Kausalya dan Sunyata. Ajaran Esoterik Tantrayana Satya Buddha meliputi Kriya Tantra, Carya Tantra, Yoga Tantra, dan Anuttara Tantra. Ajaran pokok ini tidak dapat diuraikan lebih lanjut karena tidak diperoleh buku-bukunya, dan di majelis ini belum terdapat Bhiksu atau Pandita yang dapat menjelaskan tentang ajaran pokok tersebut.
Networking/Jaringan Kerja
Sebagai sebuah aliran yang muncul di luar negeri, maka aliran ini mempunyai hubungan dengan pimpinan pusat aliran Tantrayana Zhenfo Zhong di Taiwan dan Seattle Amerika Serikat. Hubungan tersebut antara lain berupa hubungan antara seorang murid dengan guru. Pada saat tertentu, para jemaat datang berkunjung ke Taiwan, untuk bertemu dengan Guru dalam rangka meminta berkah. Sedangkan di Indonesia, bergabung dengan Madha Tantri Pusat yang beralamat di Jalan Tubagus Angke, Komplek Duta Mas Blok A 6 No 35-36 Jakarta Barat. Mereka bergabung pada tahun 1998 sejak Madha Tantri didirikan. Kepengurusan DPD Madha Tantri Daerah Tingkat 1 Kalimantan Barat, dikukuhkan oleh pengurus DPP Madha Tantri. Sebenarnya masa kepengurusan periode 2006-2010 sudah berakhir masa tugasnya, tetapi sampai saat ini belum dilakukan Musda untuk memilih kepengurusan yang baru.
Mengapa Tetap Eksis
Aliran tetap dapat eksis karena masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama dikalangan etnis Tiong Hoa. Masyarakat Tiong Hoa umumnya bekerja sebagai pedagang, untuk menunjang agar perdagangannya berjalan dengan lancar, maka
Nuhrison M. Nuh
30
boleh berkeluarga, pada aliran lain biarawati tidak boleh
berkeluarga. Mereka percaya pada Buddha Hidup, pada hal dalam ajaran Buddha tidak dikenal dengan Buddha Hidup yang ada adalah Buddha yang sudah meninggal dan Buddha yang akan datang. Kalau sifat-sifat ke-Buddhaan itu mungkin, tapi kalau
Buddha yang hidup itu tidak mungkin.
Menurutnya Lu Sheng Yen mengajarkan boleh merokok, berdansa, minuman keras, pada hal sebenarnya itu termasuk perbuatan setan. Dia hidup dengan mewah, arlojinya merek Rolex, ketika berkunjung ke Pontianak, orang yang mau makan semeja
dengannya bayar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Secara etika dan moral apa yang dilakukan itu tidak bisa diterima. Kalau malam syukuran mereka pesta, minum-minum, dan berkaraoke. Aliran ini sangat mengkultuskan guru atau tokoh (Lu Sheng Yen). Pada tahun 1980-an aliran ini pernah dianggap sesat oleh WALUBI,
karena mereka masih memakai singgasana Teratai Putih, pada hal teratai putih itu telah lama ditinggalkan di Indonesia.
Meskipun demikian mereka masih menjalin hubungan yang baik dengan pimpinan aliran ini, karena keimanan merupakan masalah pribadi. Kita hanya membentengi jemaat
supaya jangan ikut kelompok tersebut.
Pandita Kurniadi dari Yayasan Pandhita Sabha Budha Dharma Indonesia berpendapat bahwa perbedaan antara aliran Tantrayana dengan PSBDI adalah mengenai kitab suci yang menjadi pegangan. Kitab suci yang menjadi pegangan PSBDI
adalah Sadharma Pundarika Sutra. Bhiksu dikalangan Tantrayana boleh berkeluarga dan meminum arak. Mengenai Buddah Hidup menurutnya kurang tepat, sebab setiap orang yang mencapai kesadaran bisa disebut dengan Buddha. Dia berpendapat selama aliran itu berpegang dengan ajaran Buddha Sakyamuni itu pasti
Buddha, yang berbeda hanya ritualnya saja. Dari segi ornamen
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
31
PSBDI tidak mempunyai rupang, sedangkan di Tantrayana ada
rupang Lu Sheng Yen, yang tidak ada dalam aliran lainnya. Dalam membaca sutra menggunakan suara yang keras, dan dalam ritualnya ada yang disebut namaskara (sujud).
Menurut Pandita Dr Ali Furchin dari Majelis Agama Buddha
Theravada Indonesia (MAJABUDTHI), perbedaan antara aliran Tantrayana dan Theravada antara lain, mereka mempunyai guru utama, sedangkan Theravada langsung berguru pada Buddha Gautama. Menurutnya Tantrayana tidak 100% mengikuti kitab suci Tripitaka, masih mengikuti ajaran gurunya, sebetulnya hal tersebut
tidak diperbolehkan. Bahasa yang digunakan dalam ibadah berbeda, kalau Theravada menggunakan bahasa Pali, sedangkan Tantrayana menggunakan bahasa Mandarin.
Meskipun terdapat perbedaan, tidak menjadi masalah, sebab banyak jalan menuju Tuhan, yang penting sampai pada
tujuan. Silahkan saja jalan mana yang harus dipakai. Secara sosial hubungan dengan pimpinan Tantrayana cukup baik, karena sering ketemu dalam acara yang diadakan oleh FKUB.
Pandita Rinaldi dari Niciren Syosyu Indonesia (NSI) berpendapat ada perbedaan penggunaan bahasa dalam ibadah
antara NSI dan Tantrayana. NSI menggunakan bahasa Jepang sedangkan Tantrayana menggunakan bahasa Mandarin. Dalam bersemedi aliran Tantrayana seakan-akan dapat berkomunikasi dengan Sakyamuni, hasil dari komunikasi tersebut disampaikan kepada ummat (mirip dengan Falun Gong). Lu Sheng Yen
dianggap mempunyai kekuatan indra yang keenam, sehingga dia mampu meramal, dan merubah nasib seseorang. Menurutnya dalam ajaran Buddha tidak ada yang disebut dengan meramalkan nasib. Pada hal menurut NSI, apa yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan kita sendiri. Menyerahkan nasib pada hukum ghaib
yang disebabkan oleh hukum sebab akibat. Tetapi walaupun
boleh berkeluarga, pada aliran lain biarawati tidak boleh
berkeluarga. Mereka percaya pada Buddha Hidup, pada hal dalam ajaran Buddha tidak dikenal dengan Buddha Hidup yang ada adalah Buddha yang sudah meninggal dan Buddha yang akan datang. Kalau sifat-sifat ke-Buddhaan itu mungkin, tapi kalau
Buddha yang hidup itu tidak mungkin.
Menurutnya Lu Sheng Yen mengajarkan boleh merokok, berdansa, minuman keras, pada hal sebenarnya itu termasuk perbuatan setan. Dia hidup dengan mewah, arlojinya merek Rolex, ketika berkunjung ke Pontianak, orang yang mau makan semeja
dengannya bayar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Secara etika dan moral apa yang dilakukan itu tidak bisa diterima. Kalau malam syukuran mereka pesta, minum-minum, dan berkaraoke. Aliran ini sangat mengkultuskan guru atau tokoh (Lu Sheng Yen). Pada tahun 1980-an aliran ini pernah dianggap sesat oleh WALUBI,
karena mereka masih memakai singgasana Teratai Putih, pada hal teratai putih itu telah lama ditinggalkan di Indonesia.
Meskipun demikian mereka masih menjalin hubungan yang baik dengan pimpinan aliran ini, karena keimanan merupakan masalah pribadi. Kita hanya membentengi jemaat
supaya jangan ikut kelompok tersebut.
Pandita Kurniadi dari Yayasan Pandhita Sabha Budha Dharma Indonesia berpendapat bahwa perbedaan antara aliran Tantrayana dengan PSBDI adalah mengenai kitab suci yang menjadi pegangan. Kitab suci yang menjadi pegangan PSBDI
adalah Sadharma Pundarika Sutra. Bhiksu dikalangan Tantrayana boleh berkeluarga dan meminum arak. Mengenai Buddah Hidup menurutnya kurang tepat, sebab setiap orang yang mencapai kesadaran bisa disebut dengan Buddha. Dia berpendapat selama aliran itu berpegang dengan ajaran Buddha Sakyamuni itu pasti
Buddha, yang berbeda hanya ritualnya saja. Dari segi ornamen
Nuhrison M. Nuh
32
demikian mereka tidak mempersoalkan perbedaan tersebut,
mereka hanya berusaha membina umat NSI, agar sesuai dengan ajaran kita, kita tidak akan mengintervensi ajaran aliran lain, karena murid Buddha itu memang banyak. Didalam WALUBI tidak mau berbicara soal ajaran, itu diserahkan kepada masing-masing
majelis.
Menurut pimpinan WALUBI Provinsi Kalimantan Barat Pdt Edi Tansuri, Aliran Tantrayana mempunyai tatacara ibadah yang berbeda, dalam ibadahnya banyak membaca kitab suci, sehingga memakan waktu yang sangat lama (1,5 – 2 Jam). Di Altarnya
banyak rupangnya seperti dewa api, dewa halilintar, dewa tanah, dewa angin, dewa rezeki, Buddha Sakyamuni, Buddha Kwan Im, Satya Kalama, Buddha Hidup.
Perkembangan majelis ini sangat lambat, karena managemen organisasinya kurang baik, sebagai contoh jemaatnya
tidak terdaftar, sehingga tidak diketahui perkembangan jumlah jemaatnya. Aliran ini agak konservatif, usulan dari luar kurang ditanggapi, karena mereka lebih memfocuskan pada Parita (membaca kitab suci). Pak Herman ketika menjabat ketua WALUBI juga tidak kelihatan karyanya, dia merupakan Ketua WALUBI yang
pertama.
Yang dimaksud dengan Buddha Hidup adalah orang yang sudah mencapai pencerahan bathin dan tidak berkeluarga, tidak terikat dengan kesenangan duniawi, dan jiwanya penuh dengan cinta kasih dan sangat memahami hakekat kehidupan serta
melepaskan kesenangan duniawi. Pada hal bagi mereka Lu Sheng Yen disebut dengan Buddha Hidup karena bisa meramalkan kehidupan seseorang. Ada bukunya yang memuat tentang ramalan-ramalan dalam bahasa Mandarin. Dalam ajaran Buddha tidak boleh kultus terhadap seseorang, dan menurutnya Lu Sheng
Yen terlalu komersial.
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
33
Bagi WALUBI tidak mau intervensi dalam soal ajaran,
silahkan masing-masing menjalankan ajarannya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Yang penting bagi WALUBI umat Budha dapat hidup rukun. Untuk membina kerukunan setiap dua bulan sekali diadakan pertemuan dengan pimpinan majelis-
majelis agama, dan ada acara kunjungan ke majelis-majelis yang lain, seperti Madha Tantri berkunjung ke MAPANBUMI.
Menurut Rakiman SAg, staf Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Mahayana dan Tantrayana itu lebih mementingkan praktek, jadi mereka tidak
tahu tentang dalil-dalil.
Kalau dalam aliran lain dikenal dengan Trisarana, yaitu berlindung pada Buddha, berlindung pada Dharma, dan berlindung pada Sangha, maka dalam aliran Tantrayana ditambah dengan berlindung pada guru. Sebab menurut mereka
pelaksanaan tiga hal tersebut tidak akan maksimal kalau tidak dibimbing oleh seorang guru (Acarya), maka dikalangan Tantrayana dikenal dengan Catursarana.
Menurut Rakiman, orang Tiong Hoa mengelola organisasi seperti mengelola perusahaan, belum mengerti aturan birokratis.
Agama digunakan untuk menunjang ekonomi. Dia berdoa kepada Dewi Rezeki agar ekonominya maju.
Pembimas Buddha melayani semua umat Buddha, tidak melihat majelisnya. Disini ada majelis yang bergabung dengan WALUBI ada yang tidak (MBI, Theravada dan Mahayana).
Saiman S.S. Kepala Pembimas Agama Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, mengatakan bahwa Pembimas Buddha melayani semua aliran Buddha yang punya DPP dan terdaftar di Ditjen Bimas Buddha. Kalau yang tidak ada DPP, takut muncul aliran sempalan. Aliran Tantrayana dari segi
demikian mereka tidak mempersoalkan perbedaan tersebut,
mereka hanya berusaha membina umat NSI, agar sesuai dengan ajaran kita, kita tidak akan mengintervensi ajaran aliran lain, karena murid Buddha itu memang banyak. Didalam WALUBI tidak mau berbicara soal ajaran, itu diserahkan kepada masing-masing
majelis.
Menurut pimpinan WALUBI Provinsi Kalimantan Barat Pdt Edi Tansuri, Aliran Tantrayana mempunyai tatacara ibadah yang berbeda, dalam ibadahnya banyak membaca kitab suci, sehingga memakan waktu yang sangat lama (1,5 – 2 Jam). Di Altarnya
banyak rupangnya seperti dewa api, dewa halilintar, dewa tanah, dewa angin, dewa rezeki, Buddha Sakyamuni, Buddha Kwan Im, Satya Kalama, Buddha Hidup.
Perkembangan majelis ini sangat lambat, karena managemen organisasinya kurang baik, sebagai contoh jemaatnya
tidak terdaftar, sehingga tidak diketahui perkembangan jumlah jemaatnya. Aliran ini agak konservatif, usulan dari luar kurang ditanggapi, karena mereka lebih memfocuskan pada Parita (membaca kitab suci). Pak Herman ketika menjabat ketua WALUBI juga tidak kelihatan karyanya, dia merupakan Ketua WALUBI yang
pertama.
Yang dimaksud dengan Buddha Hidup adalah orang yang sudah mencapai pencerahan bathin dan tidak berkeluarga, tidak terikat dengan kesenangan duniawi, dan jiwanya penuh dengan cinta kasih dan sangat memahami hakekat kehidupan serta
melepaskan kesenangan duniawi. Pada hal bagi mereka Lu Sheng Yen disebut dengan Buddha Hidup karena bisa meramalkan kehidupan seseorang. Ada bukunya yang memuat tentang ramalan-ramalan dalam bahasa Mandarin. Dalam ajaran Buddha tidak boleh kultus terhadap seseorang, dan menurutnya Lu Sheng
Yen terlalu komersial.
Nuhrison M. Nuh
34
ajaran tidak ada yang mempersoalkan, karena dia mempunyai
mejelis di pusat. Pembinaannya melalui WALUBI, walaupun di pusat tidak masuk WALUBI disini mereka bergabung. Ada rapat kordinasi antara Pembimas dan Majelis-majelis agama dalam rangka membina kerukunan, yang ditekankan adalah supaya ada
kerjasama antar majelis, seperti dalam merayakan hari raya waisak.
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
35
IV
PENUTUP
Kesimpulan.
1. Aliran Tantrayana Zhenfo Zhong dikembangkan oleh Lu Sheng Yen (Buddha Hidup), di Seattle Amerika Serikat, kemudian di
Indonesia oleh Ibu Susan Kumala, sedangkan di Kalimantan Barat oleh Herman Limanto.
2. Ajaran yang banyak dipersoalkan adalah mengenai Buddha Hidup, Kultus terhadap guru, Bhiksu dan Biarawati boleh berkeluarga, kehidupan yang mewah dari gurunya.
3. Struktur kepengurusan MADHATANTRI terdiri dari DPP tingkat pusat, DPD untuk tingkat I, dan DPC untuk tingkat Vihara.
4. Jumlah tempat ibadah 4 buah, dengan jumlah jemaat diperkirakan sebanyak 500 orang, yang aktif hanya sekitar 50 orang.
5. Luas pengaruh aliran ini di Kalimantan Barat masih terbatas sekali, hanya terdapat di Pontianak, Singkawang dan Jawai (Kabupaten Sambas).
ajaran tidak ada yang mempersoalkan, karena dia mempunyai
mejelis di pusat. Pembinaannya melalui WALUBI, walaupun di pusat tidak masuk WALUBI disini mereka bergabung. Ada rapat kordinasi antara Pembimas dan Majelis-majelis agama dalam rangka membina kerukunan, yang ditekankan adalah supaya ada
kerjasama antar majelis, seperti dalam merayakan hari raya waisak.
Nuhrison M. Nuh
36
6. Jaringan kerja aliran ini terutama dengan pusat aliran ini di
Seattle, Amerika serikat dan Taiwan.
7. Aliran ini dapat eksis karena dikalangan etnis Tiong Hoa, masih banyak yang percaya terhadap ramalan-ramalan, dan mencari berkah dalam bidang perekonomian.
8. Respon pemuka agama dan Pembimas Buddha, tidak mempersoalkan keberadaan aliran ini, walaupun menurut mereka ada beberapa ajaran yang dikembangkan bertentangan dengan ajaran Buddha Sakyamuni.
Rekomendasi.
1. Pimpinan Pusat Madha Tantri agar memberikan pembinaan
organisasi terhadap Madha Tantri di Kalimantan Barat, karena selama ini Madha Tantri belum dapat berjalan dengan baik.
2. Kerukunan yang sudah terbina dengan baik selama ini dikalangan umat Buddha, terus dipelihara oleh WALUBI, dengan tetap tidak melakukan intervensi dalam masalah
ajaran.
3. Pembimas Buddha, sudah berada dijalan yang benar dengan mengayomi semua aliran agama Buddha, yang sudah ada majelisnya di tingkat pusat. Tetapi perlu memberikan perhatian khusus pada majelis yang belum dapat
berkembang.
Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat: ....
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz; Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia,
Jakarta.
Agenda Kerja Pembimas Buddha Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi Kalimantan Barat, 1999.
Saiman.S.S. Pesona Kehidupan Beragama, Pembimas Buddha, Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Kalimantan Barat, PD Sarana Media, Pontianak,1999.
Bintang Kutub Abadi, Budaya Daden Indonesia, Medan, 2009.
Lu Sheng Yen, Helai-helai Pencerahan, Budaya Daden Indonesia, Medan, 2010.
Surat Keputusan DPP Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya
Buddha Indonesia, No SK.002/DPP.MDT/1.2/VII/2006,
tanggal 23 Juli 2006.
Narada Mahatera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta, 1996.
Liu Ie Yung, Hakekat Utama dan Satu-Satunya Cara Untuk
Memperbaiki Nasib, Adhika Cakra Manggala, Jakarta, 2008.
6. Jaringan kerja aliran ini terutama dengan pusat aliran ini di
Seattle, Amerika serikat dan Taiwan.
7. Aliran ini dapat eksis karena dikalangan etnis Tiong Hoa, masih banyak yang percaya terhadap ramalan-ramalan, dan mencari berkah dalam bidang perekonomian.
8. Respon pemuka agama dan Pembimas Buddha, tidak mempersoalkan keberadaan aliran ini, walaupun menurut mereka ada beberapa ajaran yang dikembangkan bertentangan dengan ajaran Buddha Sakyamuni.
Rekomendasi.
1. Pimpinan Pusat Madha Tantri agar memberikan pembinaan
organisasi terhadap Madha Tantri di Kalimantan Barat, karena selama ini Madha Tantri belum dapat berjalan dengan baik.
2. Kerukunan yang sudah terbina dengan baik selama ini dikalangan umat Buddha, terus dipelihara oleh WALUBI, dengan tetap tidak melakukan intervensi dalam masalah
ajaran.
3. Pembimas Buddha, sudah berada dijalan yang benar dengan mengayomi semua aliran agama Buddha, yang sudah ada majelisnya di tingkat pusat. Tetapi perlu memberikan perhatian khusus pada majelis yang belum dapat
berkembang.
Nuhrison M. Nuh
38
Ana Uparika, Kartika Swarnacitra, Buku Pelajaran Agama Buddha,
Ehipassiko Foundation, Jakarta, 2010.
Informan:
a. Edi Tansuri, Ketua WALUBI Provinsi Kaliamantan Barat.
b. Dr. Ali Furchin, Ketua Majelis Agama Buddha Theravada
Indonesia.
c. Deni Kurniawan, Pengurus Vihara Buddha Vajra, Madha Tantri.
d. Pdt Rinaldi, Pimpinan Majelis NSI.
e. Pdt Kurniadi, Ketua Yayasan Pandhita Sabha Buddha Dharma Indonesia.
f. Pdt Ediyono, Pimpinan Majelis Pandhita Buddha Maitreya Indonesia.
g. Saiman. S.S. Kepala Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Prov Kalbar.
h. Rakiman, S.Ag, Staf Pembimas Buddha Kanwil Kementerian
Agama Prov Kalbar.
i. Deni Kurniawan, Pengurus Vihara Vajra, Pontianak.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
39
Ana Uparika, Kartika Swarnacitra, Buku Pelajaran Agama Buddha,
Ehipassiko Foundation, Jakarta, 2010.
Informan:
a. Edi Tansuri, Ketua WALUBI Provinsi Kaliamantan Barat.
b. Dr. Ali Furchin, Ketua Majelis Agama Buddha Theravada
Indonesia.
c. Deni Kurniawan, Pengurus Vihara Buddha Vajra, Madha Tantri.
d. Pdt Rinaldi, Pimpinan Majelis NSI.
e. Pdt Kurniadi, Ketua Yayasan Pandhita Sabha Buddha Dharma Indonesia.
f. Pdt Ediyono, Pimpinan Majelis Pandhita Buddha Maitreya Indonesia.
g. Saiman. S.S. Kepala Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Prov Kalbar.
h. Rakiman, S.Ag, Staf Pembimas Buddha Kanwil Kementerian
Agama Prov Kalbar.
i. Deni Kurniawan, Pengurus Vihara Vajra, Pontianak.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) Jawa Tengah
Oleh :Wakhid SugiyartoZaenal Abidin
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
40
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
41
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
ndonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk menjunjung tinggi
kebebasan beragama dan memberikan perlindungan penuh terhadap pemeluk agama dalam mengamalkan keyakinan agamanya.
Dalam menjamin kebebasan menjalankan ajaran agama itu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-
undangan yang diantaranya adalah Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 01/BER/mdn-mag/1979 tentang Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri dan
PBM No. 8-9 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
42
Kemauan politik pemerintah menerbitkan banyak peraturan
yang mengatur kehidupan beragama bermaksud menumbuhkan sikap hidup beragama yang harmonis dan saling hormat menghormati. Namun demikian kemauan positif pemerintah itu tidak selalu mampu menumbuhkan kerukunan dalam kehidupan
keagamaan masyarakat kita. Berbagai kasus penodaan agama dan konflik agama masih saja terjadi. Kasus Surga Adn, Millah Ibrahim, Ahmadiyah Cikeusik, Ahmadiyah Kuningan, Tasikmalaya, dan kekerasan atas nama agama di sejumlah daerah juga terus bermunculan.
Munculnya kasus kekerasan atas nama agama yang menodai perdamaian sebenarnya tidaklah terjadi secara serta merta atau muncul secara tiba-tiba tetapi melalui sebuah proses sosial yang panjang. Persoalan-persoalan kecil yang berkaitan dengan keagamaan atau masalah sosial dan politik yang tidak
terselesaikan kemudian mengakumulasi menjadi persoalan besar dan ruwet, dan akhirnya sulit diurai sehingga terjadilah dihasmorni dalam kehidupan sosial keagamaan maupun sosial poltik. Pemicu konflik biasanya sangat sederhana.
Beberapa faktor pendorong yang menyebabkan aliran dan
gerakan keagamaan berpotensi menimbulkan konflik antara lain; pertikaian antarpribadi, pertikaian antarpreman, orang ketiga yang lazim disebut provokator, penegakan hukum yang lemah, komunikasi yang lemah, kebijakan pemerintah, dan atau proyek otonomi daerah. Parsudi Suparlan, menyebut pertikaian-pertikaian
tersebut terkait dengan politik identitas, sehingga memunculkan problem identitas kelompok (kesukubangsaan).
Di Kota Solo yang dipadang relatif aman dan jauh dari konflik SARA misalnya, sudah muncul ketegangan-ketegangan sosial terkait dengan urusan keagamaan ini. Di Solo dalam
beberapa waktu ini telah terjadi semacam keresahan akibat dari
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
43
cara dakwah yang dilakukan oleh Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA).
Keresahan itu bermula dari lahirnya Radio MTA dan TV MTA di Kota Solo. Cara dakwah yang mengungkap kembali persoalan khilafiah seperti takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC) telah membangkitkan sebagian umat Islam tidak menyukai MTA ini.
MTA yang baerpusat di Solo, tepatnya di depan istana Mankunegaran menjadi salah satu gerakan keagamaan yang mendapat banyak sorotan dari masyarakat di Kota Solo dan sekitarnya, bahkan di Jawa Tengah. Model dakwah yang dikembangkan melalui pengajian ahad pagi (jihad) rutin yang
disiarkan melalui Radio,banyak memberikan kritik kepada ajaran-ajaran agama yang sudah mapan yang banyak dianut oleh masyarakat muslim saat ini, terutama kalangan muslim tradisional dan abangan, berkaitan dengan masalah TBC. MTA menilai bahwa, prilaku umat Islam sampai saat ini dinilai masih banyak karena
ikut-ikutan tanpa ilmu (taqlid), menyalahi tuntunan ajaran Islam, karena banyak melakukan ibadah yang tidak dicontohkan oleh nabi (bid’ah) seperti tahlilan, manakib, dan yasinan serta masih banyak kepercayaan gugon tuhon sebagaimana kepercayaan masyarakat abangan (khurafat).
Sebenarnya dakwah kelompok MTA berkaitan dengan praktik ibadah masyarakat ini tidak pernah mengalah kelompok lain. Dakwah itu hanya menjelaskan ajaran agama yang sudah jelas tuntunanya, sementara ajaran-ajaran tertentu karena belum ditemukan dasar hukumnya, sehingga dikatakan tidak
dicontohkan oleh nabi. Penjelasan ini disikapi secara reaksioner oleh kelompok tradisional (NU dkk) sebagai penyerangan dan menjelek-jelekan ajaran yang tidak jelas rujukannya secara langsungnya. MTA menjelaskan bahwa apa yang dilakukan umat Islam adalah bentuk kearifan lokal, bukan sebagai ajaran
sebagaimana dicontohkan oleh nabi.
Kemauan politik pemerintah menerbitkan banyak peraturan
yang mengatur kehidupan beragama bermaksud menumbuhkan sikap hidup beragama yang harmonis dan saling hormat menghormati. Namun demikian kemauan positif pemerintah itu tidak selalu mampu menumbuhkan kerukunan dalam kehidupan
keagamaan masyarakat kita. Berbagai kasus penodaan agama dan konflik agama masih saja terjadi. Kasus Surga Adn, Millah Ibrahim, Ahmadiyah Cikeusik, Ahmadiyah Kuningan, Tasikmalaya, dan kekerasan atas nama agama di sejumlah daerah juga terus bermunculan.
Munculnya kasus kekerasan atas nama agama yang menodai perdamaian sebenarnya tidaklah terjadi secara serta merta atau muncul secara tiba-tiba tetapi melalui sebuah proses sosial yang panjang. Persoalan-persoalan kecil yang berkaitan dengan keagamaan atau masalah sosial dan politik yang tidak
terselesaikan kemudian mengakumulasi menjadi persoalan besar dan ruwet, dan akhirnya sulit diurai sehingga terjadilah dihasmorni dalam kehidupan sosial keagamaan maupun sosial poltik. Pemicu konflik biasanya sangat sederhana.
Beberapa faktor pendorong yang menyebabkan aliran dan
gerakan keagamaan berpotensi menimbulkan konflik antara lain; pertikaian antarpribadi, pertikaian antarpreman, orang ketiga yang lazim disebut provokator, penegakan hukum yang lemah, komunikasi yang lemah, kebijakan pemerintah, dan atau proyek otonomi daerah. Parsudi Suparlan, menyebut pertikaian-pertikaian
tersebut terkait dengan politik identitas, sehingga memunculkan problem identitas kelompok (kesukubangsaan).
Di Kota Solo yang dipadang relatif aman dan jauh dari konflik SARA misalnya, sudah muncul ketegangan-ketegangan sosial terkait dengan urusan keagamaan ini. Di Solo dalam
beberapa waktu ini telah terjadi semacam keresahan akibat dari
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
44
Penelitian tentang dinamika sosial keagamaan yang
disebabkan oleh dakwah Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) sangat diperlukan. Hal ini mengingat dalam pengamalan agama sering terjadi kesalahpahaman yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar pemeluk agama. Selain itu, bagaimanapun juga
agama syarat akan muatan konflik, karena ajaran agama memiliki keterikatan emosional menyangkut nilai kebenaran yang diyakini. Agama mengandung nilai-nilai kebenaran absolut yang menjadi pandangan hidup bagi pemeluknya dan tidak bisa diganggu gugat.
Masalah
Penelitian berkaitan dengan dinamika sosial keagamaan masyarakat Kota Solo ini memfokuskan pada permasalahan, bagaimana gerakan keagamaan MTA di Kota Solo dalam kaitannya dengan kerukunan umat beragama. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu:
1. Bagaimana sejarah MTA di Kota Solo?
2. Bagaimana model dakwah MTA Kota Solo?
3. Apa ajaran pokok yang dikembangkan?
4. Bagaimana jaringan kerja dakwahnya?
5. Bagaimana respon tokoh agama dan pemerintah terhadap gerakan dakwah MTA?
Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengetahui sejarah MTA di Kota Solo?
2. Mengetahui model dakwah MTA Kota Solo?
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
45
3. Mengetahui ajaran pokok yang dikembangkan?
4. Mengetahui jaringan kerja dakwahnya?
5. Mengetahui respon tokoh agama, dan pemerintah terhadap gerakan dakwah MTA?
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan kebijakan
pemerintah dalam upaya mengambil tindakan untuk mencegah konflik dan kekerasan atas nama agama yang terjadi di masyarakat, khususnya di Kota Solo dan sekitarnya.
Kerangka Konsep
Tidak ada definisi agama yang secara resmi dikeluarkan
pemerintah Indonesia dalam rangka mengatur kehidupan keagamaan di Indonesia. Akan tetapi beberapa ilmuan sosial melihat bahwa agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan tersebut. Pada intinya agama adalah sistem kepercayaan yang didalamnya memuat aturan moral dan ritual yang mampu membentu sebuah ikatan (komunitas) dan diwariskan.
Kekuatan agama sebenarnya terbangun dari sistem
kepercayaan yang diyakini memiliki kebenaran absolut sebagai bentuk peneguhan keyakinan. Implementasi dari keyakinan dan ajaran moral inilah yang membentuk prilaku agama dalam bentuk ritual dan sikap hidup. Joachim Wach melihat agama sebagai satu kesatuan keakuan yang terbangun dari tiga dimensi, yaitu dimensi
Penelitian tentang dinamika sosial keagamaan yang
disebabkan oleh dakwah Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) sangat diperlukan. Hal ini mengingat dalam pengamalan agama sering terjadi kesalahpahaman yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar pemeluk agama. Selain itu, bagaimanapun juga
agama syarat akan muatan konflik, karena ajaran agama memiliki keterikatan emosional menyangkut nilai kebenaran yang diyakini. Agama mengandung nilai-nilai kebenaran absolut yang menjadi pandangan hidup bagi pemeluknya dan tidak bisa diganggu gugat.
Masalah
Penelitian berkaitan dengan dinamika sosial keagamaan masyarakat Kota Solo ini memfokuskan pada permasalahan, bagaimana gerakan keagamaan MTA di Kota Solo dalam kaitannya dengan kerukunan umat beragama. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu:
1. Bagaimana sejarah MTA di Kota Solo?
2. Bagaimana model dakwah MTA Kota Solo?
3. Apa ajaran pokok yang dikembangkan?
4. Bagaimana jaringan kerja dakwahnya?
5. Bagaimana respon tokoh agama dan pemerintah terhadap gerakan dakwah MTA?
Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengetahui sejarah MTA di Kota Solo?
2. Mengetahui model dakwah MTA Kota Solo?
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
46
keyakinan, dimensi ajaran dan dimensi perilaku sosial. Oleh karena
itu agama tidak akan memiliki makna apabila tidak mampu memberikan warna pada kehidupan menganutnya. Agama dalam prakteknya tidak semata-mata sebagai sebuah sistem keyakinan tetapi juga mampu membentuk dan paling tidak mewarnai sistem
sosial masyarakat.
Kekuatan agama sebagai sistem keyakinan dan sistem sosial inilah yang melahirkan dinamika sosial, karena agama menuntut para pengikutnya untuk patuh pada ajaran. Pola-pola tertentu berkaitan dengan pengamalan ajaran agama yang dilaksanakan
oleh penganut, akan melahirkan sebuah gerakan keagamaan. Gerakan keagamaan dapat bersifat inklusif atau eksklusif tergantung pada sikap dan penerimaan sebuah agama pada kebenaran-kebenaran lain diluarnya. Dalam sikap gerakan keagamaan yang bersifat inklusif, penganut agama mampu
menerima keyakinan kebenaran dari agama lain. Kebenaran ajaran keagamaan tidak menjadi monopoli sebuah agama tertentu, tetapi setiap agama memiliki kebenaran sesuai dengan keimanan yang diyakini oleh penganutnya.
Perbedaan menurut penganut faham inklusif adalah sebuah
rahmat yang patut untuk disyukuri, tidak menjadi dasar perbedaan, perpecahan atau pertikaian. Sikap inklusif dalam menyakini agama akan tetap menghargai dan menghormati akan adanya bebenaran lain. Sebaliknya, sikap keberagamaan eksklusif menilai bahwa kebenaran adalah tunggal, tidak ada kebenaran
lain diluar agama yang diyakini. Kebenaran agama merupakan kebenaran absolut yang tidak bisa disandingkan dengan keyakinan agama lain. Penganut paham eksklusif ini menggangap ajaran agamanya adalah yang paling benar.
Gerakan (movement) berarti usaha atau kegiatan yang
memiliki arah tertentu. Adapun dakwah diartikan sebagai
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
47
penyiaran/propaganda agama di kalangan masyarakat dan
pengembangannya; serta seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama (Islam). Sedangkan gerakan dakwah berarti usaha yang terarah untuk menyiarkan ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam konteks ini, dakwah dapat berupa penyiaran
pemikiran keagamaan atau kegiatan praksis penyebaran paham keagamaan tertentu.
Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan pemahaman keagamaan tertentu oleh warga negara Republik Indonesia secara
sukarela, berbadan hukum, terdaftar di pemerintah daerah setempat dan bukan organisasi sayap partai politik. Dengan demikian, ormas Islam berarti organisasi nonpemerintah yang dibentuk atas dasar kesamaan pemahaman keagamaan Islam, seperti: NU, Muhammadiyah, PERSIS, PERTI, Al-Washliyah, Mathlaul
Anwar, dan sebagainya. Dalam konteks penelitian ini, tercakup pula kelompok/ gerakan keagamaan yang non-ormas, seperti: Salafi, Ikhwanul Muslimin, dan sejumlah kelompok tarekat.
Sedangkan kerukunan umat beragama, sebagaimana didefinisikan di dalam PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, adalah keadaan
hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dakwah by nature berarti upaya mengajak (ud’uu, ajaklah). Bentuknya bisa bermacam ragam: performa yang menarik, konsep pemikiran yang logis-menjanjikan, strategi yang menentramkan, dan lain sebagainya. Bisa dalam bentuk lisan, tulisan, ataupun sikap.
Anasir dakwah sendiri meliputi: pendakwah (dai), yang didakwahi
keyakinan, dimensi ajaran dan dimensi perilaku sosial. Oleh karena
itu agama tidak akan memiliki makna apabila tidak mampu memberikan warna pada kehidupan menganutnya. Agama dalam prakteknya tidak semata-mata sebagai sebuah sistem keyakinan tetapi juga mampu membentuk dan paling tidak mewarnai sistem
sosial masyarakat.
Kekuatan agama sebagai sistem keyakinan dan sistem sosial inilah yang melahirkan dinamika sosial, karena agama menuntut para pengikutnya untuk patuh pada ajaran. Pola-pola tertentu berkaitan dengan pengamalan ajaran agama yang dilaksanakan
oleh penganut, akan melahirkan sebuah gerakan keagamaan. Gerakan keagamaan dapat bersifat inklusif atau eksklusif tergantung pada sikap dan penerimaan sebuah agama pada kebenaran-kebenaran lain diluarnya. Dalam sikap gerakan keagamaan yang bersifat inklusif, penganut agama mampu
menerima keyakinan kebenaran dari agama lain. Kebenaran ajaran keagamaan tidak menjadi monopoli sebuah agama tertentu, tetapi setiap agama memiliki kebenaran sesuai dengan keimanan yang diyakini oleh penganutnya.
Perbedaan menurut penganut faham inklusif adalah sebuah
rahmat yang patut untuk disyukuri, tidak menjadi dasar perbedaan, perpecahan atau pertikaian. Sikap inklusif dalam menyakini agama akan tetap menghargai dan menghormati akan adanya bebenaran lain. Sebaliknya, sikap keberagamaan eksklusif menilai bahwa kebenaran adalah tunggal, tidak ada kebenaran
lain diluar agama yang diyakini. Kebenaran agama merupakan kebenaran absolut yang tidak bisa disandingkan dengan keyakinan agama lain. Penganut paham eksklusif ini menggangap ajaran agamanya adalah yang paling benar.
Gerakan (movement) berarti usaha atau kegiatan yang
memiliki arah tertentu. Adapun dakwah diartikan sebagai
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
48
(mad’u), pesan dakwah (maddah), metode dakwah (thariqoh), media
dakwah (wasilah), dan efek dakwah (atsar). Unsur-unsur seperti inilah yang hendak diwakili kata ‘profil’ dalam penelitian ini. Bahwa pengenalan (identification) dan pemahaman (comprehension) pada
identitas para pelaku dakwah penting untuk memberikan latar atas asumsi-asumsi atau sikap yang dimanifestasikannya dalam konteks hubungan antarumat beragama. Telah banyak teori yang menunjukkan adanya kaitan antara pemahaman keagamaan (religious thought) dengan sikap manifest keberagamaan, misalnya.
Demikian juga, ada kaitan erat antara pengaruh figur tokoh kelompok pelaku dakwah dengan karakter sikap anggotanya.
Masih termasuk kategori profil di atas, peran pelaku dakwah juga penting dilihat. Peran berarti sikap atau ekspresi nyata dari
dakwah: seperti apa dakwah dilakukan. Dengan asumsi keutuhan (comprehensiveness) peran dakwah, maka yang hendak dilihat adalah segala aspek peran dakwah dalam ranah-ranah yang luas, yakni: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Pemahaman atas peran-peran dakwah dalam beragam ranah ini juga dapat
memberi konteks pada sikap-sikap pelaku dakwah dalam hubungan antarumat beragama. Secara teoritik, suatu gejala sosial pasti dipengaruhi lebih dari satu faktor, alias banyak faktor. Maka pengayaan ranah semacam ini sejatinya akan sangat membantu memahami suatu gejala tertentu yang hendak diketahui, yakni
perihal hubungan antarumat beragama.
Karena dakwah sifatnya mengajak, apalagi menjadi sebuah ‘gerakan’dakwah, maka hal ini meniscayakan adanya interaksi (take
and give, collaborative, atau justeru konflik) dengan pihak-pihak lain,
baik yang didakwahi maupun pelaku dakwah lainnya. Selain itu, secara substansial, interaksi juga terjadi antara dai dengan sasaran dakwah (mauidzatul hasanah atau mujadalah), dai dengan media dakwah (bil lisan, bil hal, atau bil qolam), dan dai dengan pesan
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
49
dakwah (sumber, pola memahami ajaran, dan ekspresi). Sementara
itu, yang didakwahi adalah komunitas yang sama (umat Islam), dan yang menjadi pelaku dakwah adalah kelompok-kelompok gerakan dakwah yang memiliki profil dan peran yang beragam. Maka potensi adanya ketidakrukunan diasumsikan (atau diyakini) ada.
Artinya, aktivitas dakwah dan interaksi antar pelaku dakwah, mengandung potensi konflik dan/atau potensi integrasi sebagai efek atau atsar dari dakwah.
Kajian Terdahulu
Penelitian dan kajian tentang gerakan dakwah Islam telah
banyak dilakukan. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Dalam buku Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach yang dieditori oleh Quintan Wiktorowicz.9, memberi gambaran tentang kasus gerakan keagamaan Islam di berbagai negara
dengan pendekatan teori gerakan sosial. Kajian ini mendefinisikan aktifisme Islam (gerakan Islam?) secara panjang lebar, tidak hanya pada sesuatu ormas atau gerakan terorganisir tertentu, melainkan juga pada kelompok pendemo ‘berbendera’ Islam, aksi yang membawa simbol atau identitas Islam,
kelompok teroris, kelompok yang hendak mendirikan negara Islam, dan termasuk kelompok spiritual.
2. Kajian Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,10 yang dilakukan oleh Jamhari dan Jajang Jahroni (Peny.) memetakan empat gerakan Islam yang dikategorikan salafi-radikal (FPI, Laskar Jihad, MMI,
dan HTI), dalam bingkai kehidupan sosial politik masyarakat
9 Quintan Wiktorowicz, Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach, USA:
Indiana University Press, 2004. 10 Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
(mad’u), pesan dakwah (maddah), metode dakwah (thariqoh), media
dakwah (wasilah), dan efek dakwah (atsar). Unsur-unsur seperti inilah yang hendak diwakili kata ‘profil’ dalam penelitian ini. Bahwa pengenalan (identification) dan pemahaman (comprehension) pada
identitas para pelaku dakwah penting untuk memberikan latar atas asumsi-asumsi atau sikap yang dimanifestasikannya dalam konteks hubungan antarumat beragama. Telah banyak teori yang menunjukkan adanya kaitan antara pemahaman keagamaan (religious thought) dengan sikap manifest keberagamaan, misalnya.
Demikian juga, ada kaitan erat antara pengaruh figur tokoh kelompok pelaku dakwah dengan karakter sikap anggotanya.
Masih termasuk kategori profil di atas, peran pelaku dakwah juga penting dilihat. Peran berarti sikap atau ekspresi nyata dari
dakwah: seperti apa dakwah dilakukan. Dengan asumsi keutuhan (comprehensiveness) peran dakwah, maka yang hendak dilihat adalah segala aspek peran dakwah dalam ranah-ranah yang luas, yakni: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Pemahaman atas peran-peran dakwah dalam beragam ranah ini juga dapat
memberi konteks pada sikap-sikap pelaku dakwah dalam hubungan antarumat beragama. Secara teoritik, suatu gejala sosial pasti dipengaruhi lebih dari satu faktor, alias banyak faktor. Maka pengayaan ranah semacam ini sejatinya akan sangat membantu memahami suatu gejala tertentu yang hendak diketahui, yakni
perihal hubungan antarumat beragama.
Karena dakwah sifatnya mengajak, apalagi menjadi sebuah ‘gerakan’dakwah, maka hal ini meniscayakan adanya interaksi (take
and give, collaborative, atau justeru konflik) dengan pihak-pihak lain,
baik yang didakwahi maupun pelaku dakwah lainnya. Selain itu, secara substansial, interaksi juga terjadi antara dai dengan sasaran dakwah (mauidzatul hasanah atau mujadalah), dai dengan media dakwah (bil lisan, bil hal, atau bil qolam), dan dai dengan pesan
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
50
muslim Indonesia. Di bagian akhir, sebagai bagian tak
terpisahkan, disertakan hasil penelitian PPIM tentang Islam dan Konsolidasi Demokrasi. Temuan penting penelitian ini menunjukkan bahwa meski fenomena gerakan salafi-radikal itu ada di Indonesia, namun mayoritas muslim masih setia dengan
ideologi Islam yang moderat dan toleran.
3. Dalam bukunya berjudul Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar
Teologi dan Politik, Dr. Khalimi, MA mendaftar dan memberi informasi tentang profil dan aktivitas sejumlah penggiat dakwah,
tepatnya 15 ormas Islam.11 Ia menunjukkan adanya ragam karakter ormas Islam yang tetap harus dipandang sebagai rahmat. Kajian kompilatif ini tidak banyak memberi perspektif selain menginformasikan identitas dan posisi sejumlah ormas yang notabene cukup dikenal—sebagiannya karena sifat
kontroversialnya.
4. Dalam hubungannya dengan ormas Islam lokal dipaparkan di buku Ilusi Negara Islam, yang mengkaji pengaruh gerakan-gerakan Islam transnasional di Indonesia, editorinya adalah KH.
Abdurrahman Wahid.12 Salah satu kesimpulannya adalah bahwa sejumlah gerakan keagamaan memiliki hubungan dengan gerakan transnasional dari Timur Tengah, seperti gerakan Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir yang menganut ideologi totalitarian-sentralistik yang menjadikan agama sebagai
justifikasi teologis atas ambisi politisnya.
11 Dr. Khalimi, MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta:
Gaung Persada Press, 2010. 12 KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009. Bandingkan dengan kajian serupa yang dilakukan oleh Greg Barton dengan horizon yang lebih luas, dalam Barry Rubin (Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I, New York: ME. Sharpe, 2010, hlm 133-148.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
51
5. Penelitian tentang Resolusi Konflik Berbasis Agama, Penyelesaian
Konflik pada Periode Awal Sejarah Islam, oleh Muhammad Sulthon (dkk)13 yang meneliti sejarah nabi berhasil merekonstruksi beberapa peristiwa konflik dan penyelesaiannya pada masa
generasi awal sejarah Islam. Resolusi konflik yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi penyelesaian atas konflik personal, konflik komunal, konflik dalam keluarga dan rekonstruksi beberapa institusi sosial yang berfungsi sebagai pencegah konflik pada periode awal sejarah Islam. Penyelesaian atas konflik
personal, antara lain peristiwa konflik antara Umar bin Khaththab dengan Fatimah; konflik Umar bin Khaththab dengan Khalid bin Walid. Penyelesaian atas konflik komunal, misalnya konflik Umar bin Khathab dengan kerumunan umat Islam; konflik antar warga Madinah terkait tempat tinggal Nabi di Madinah; konflik kepala-
kepala suku Makkah dalam peletakan Hajar Aswad; konflik antara Muhajirin dan Anshar; konflik suku Aus dan Khazraj di Madinah; konflik warga Madinah dengan bani Mustaliq. Penyelesaian atas konflik dalam keluarga, seperti konflik nabi dengan Aisyah dan konflik antar istri-istri nabi. Institusi pencegahan konflik yang
direkonstruksi dalam penelitian ini terdiri dari hilful fudul dan piagam Madinah.
6. Dalam buku hasil penelitian Reintegrasi Mantan Kombatan dan
Transformasi Konflik di Aceh Pasca MOU Helsinki,14 disimpulkan
bahwa proses reintegrasi damai di Aceh telah mengakibatkan penguatan lembaga adat dan agama. Hal ini sekaligus sebagai hasil dari keterlibatan panjang tokoh adat dan agama dalam proses perjuangan perdamaian di Aceh. Mereka telah terlibat dalam inisiasi dan proses perdamaian di Aceh baik melalui
lembaga-lembaga adat, agama maupun secara individu.
13 Muhammad Sulthon (dkk) Semarang: Walisongo Mediation Center, 2009 14 M. Mukhsin Jamil dkk, Semarang: Walisongo Mediation Center, 2009
muslim Indonesia. Di bagian akhir, sebagai bagian tak
terpisahkan, disertakan hasil penelitian PPIM tentang Islam dan Konsolidasi Demokrasi. Temuan penting penelitian ini menunjukkan bahwa meski fenomena gerakan salafi-radikal itu ada di Indonesia, namun mayoritas muslim masih setia dengan
ideologi Islam yang moderat dan toleran.
3. Dalam bukunya berjudul Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar
Teologi dan Politik, Dr. Khalimi, MA mendaftar dan memberi informasi tentang profil dan aktivitas sejumlah penggiat dakwah,
tepatnya 15 ormas Islam.11 Ia menunjukkan adanya ragam karakter ormas Islam yang tetap harus dipandang sebagai rahmat. Kajian kompilatif ini tidak banyak memberi perspektif selain menginformasikan identitas dan posisi sejumlah ormas yang notabene cukup dikenal—sebagiannya karena sifat
kontroversialnya.
4. Dalam hubungannya dengan ormas Islam lokal dipaparkan di buku Ilusi Negara Islam, yang mengkaji pengaruh gerakan-gerakan Islam transnasional di Indonesia, editorinya adalah KH.
Abdurrahman Wahid.12 Salah satu kesimpulannya adalah bahwa sejumlah gerakan keagamaan memiliki hubungan dengan gerakan transnasional dari Timur Tengah, seperti gerakan Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir yang menganut ideologi totalitarian-sentralistik yang menjadikan agama sebagai
justifikasi teologis atas ambisi politisnya.
11 Dr. Khalimi, MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta:
Gaung Persada Press, 2010. 12 KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009. Bandingkan dengan kajian serupa yang dilakukan oleh Greg Barton dengan horizon yang lebih luas, dalam Barry Rubin (Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I, New York: ME. Sharpe, 2010, hlm 133-148.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
52
7. Dalam penelitian tentang Dimensi Politis Dalam Konflik
Keagamaan di Indonesia, Studi Kasus Terhadap Pendirian Gereja
Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Hosana Ngaliyan Semarang,
Muhammad Sulthon dan Solihan menemukan bahwa Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri dalam negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang pendirian tempat ibadah sulit dipenuhi oleh kelompok minoritas15. Kelompok beragama minoritas, karena tuntutan agamanya, mereka kemudian menempuh jalan pintas dalam pendirian tempat ibadah. Sementara itu, kelompok mayoritas menjadikan aturan itu untuk membenarkan tindakan mereka dalam mencegah pendirian tempat ibadah dan pemanfaatan bangunan gedung lain untuk tempat ibadah. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana pihak-pihak yang berkonflik terkait dengan pendirian tempat ibadah Gereja Pantekosta di Ngaliyan, dapat menemukan penyelesaiannya dalam suatu rapat warga yang difasilitasi oleh lembaga RW (Rukun Warga). Deskripsi itu membuktikan bahwa di lingkungan masyarakat masih berkembang sikap toleransi antar umat beragama.
Berbeda dengan kajian dan penelitian di atas, penelitian kali ini merupakan upaya pendalaman terhadap profil, peran, dan hubungan ormas-ormas Islam dan atau gerakan keagamaan lainnya dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan intern umat Islam di Indonesia. Sesuatu yang belum secara luas dikaji dalam penelitian-penelitian terdahulu tersebut di atas.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. studi kasus merupakan penelitian tentang subyek
15Muhammad Sulthon dan Solihan Semarang: Walisongo Mediation Center, 2008
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
53
penelitian yang berkenaan dengan suatu fenomena spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. (Moleong 2006) Dalam pendekatan studi kasus ini yang menjadi subyek penelitian adalah perilaku keagamaan masyarakat Kota Surakarta berkaitan dengan fenomena gerakan keagamaan MTA. Sumber data dalam penelitian ini dibagi dalam sumber data primer dan data sekunder. Data primer diambil secara langsung melalui teknik wawancara dari berbagai pimpinan kelompok atau organisasi keagamaan di Kota Surakarta. Sementara data sedunder akan diambil dari dokumen pemberitaan media massa dan buku-buku atau kitab-kitab yang menjadi pegangan kelompok keagamaan.
Metode pengambilan data penelitian menggunakan teknik
wawancara, pengamatan lapangan dan informasi dokumenter. Wawancara digunakan untuk mencari keterangan-keterangan secara lisan tentang struktur keyakinan dan sistem moral ritual. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui suasana keagamaan, kegiatan ritual keagamaan dan interaksi sosial
masyarakat. Sedangkan telaah dokumen dilakukan untuk menelaah kitab-kitab ajaran kelompok agama atau sumber informasi lainnya. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model analisis interakrif yang dikembangkan oleh Miles dan Hurberman (1992). Analisis tersebut
terdiri atas tiga komponen analisis yang saling berintraksi, yaitu : reduksi data, penyajian data, dan verivikasi data atau penarikan kesimpulan. Apabila kesimpulan dirasa kurang mantap, maka peneliti kembali kelapangan untuk mengumpulkan data, dan seterusnya sampai diperoleh data yang betul-betul mantap.
Sehingga merupaka siklus yang tiada henti. Untuk mengenguatkan kebenaran dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, data yang diambil perlu dicek kebenarannya melalui proses pengujian keabsahan data. Pengujian keabsahan data di lakukan dengan empat kriteria, yaitu pengujian derajat
7. Dalam penelitian tentang Dimensi Politis Dalam Konflik
Keagamaan di Indonesia, Studi Kasus Terhadap Pendirian Gereja
Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Hosana Ngaliyan Semarang,
Muhammad Sulthon dan Solihan menemukan bahwa Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri dalam negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang pendirian tempat ibadah sulit dipenuhi oleh kelompok minoritas15. Kelompok beragama minoritas, karena tuntutan agamanya, mereka kemudian menempuh jalan pintas dalam pendirian tempat ibadah. Sementara itu, kelompok mayoritas menjadikan aturan itu untuk membenarkan tindakan mereka dalam mencegah pendirian tempat ibadah dan pemanfaatan bangunan gedung lain untuk tempat ibadah. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana pihak-pihak yang berkonflik terkait dengan pendirian tempat ibadah Gereja Pantekosta di Ngaliyan, dapat menemukan penyelesaiannya dalam suatu rapat warga yang difasilitasi oleh lembaga RW (Rukun Warga). Deskripsi itu membuktikan bahwa di lingkungan masyarakat masih berkembang sikap toleransi antar umat beragama.
Berbeda dengan kajian dan penelitian di atas, penelitian kali ini merupakan upaya pendalaman terhadap profil, peran, dan hubungan ormas-ormas Islam dan atau gerakan keagamaan lainnya dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan intern umat Islam di Indonesia. Sesuatu yang belum secara luas dikaji dalam penelitian-penelitian terdahulu tersebut di atas.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. studi kasus merupakan penelitian tentang subyek
15Muhammad Sulthon dan Solihan Semarang: Walisongo Mediation Center, 2008
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
54
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantung an (de pendability), dan kepastian (confirmabi lity). Untuk melengkapi sisi-sisi lain yang kurang tajam dan mendalam dalam pengambilan data yang dilakukan, peneliti berdiskusi atau meminta pendapat orang lain. Kelemahan-kelemahan yang
ditemukan dibenahi dengan menambah bahan refensi atau dengan memberikan uraian yang rinci dalam pengambilan data baik pengamatan atau wawancara melalui penulisan dan atau menggunakan alat perekam.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
55
II
GAMBARAN UMUM KOTA SOLO
Kondisi Geografis
ota Surakarta yang sering disebut dengan Kota Solo adalah salah satu kota yang penting di Jawa Tengah setelah Kota Semarang. Kota Surakarta
atau Solo menjadi penyangga bagi kota-kota besar di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Secara Geografis Kota Solo berbatasan di sebelah Barat dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Sukoharjo, Sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar. Kota Solo dilewati sungai yang terkenal dengan
sebutan bengawan Solo yang sering mendatangkan banjir besar di daerah alirannya, sampai ke Kabupaten Bojonegoro, Lamongan dan Kabupaten Tuban. Kota Solo pada awalnya merupakan hamparan sawah dan ladang dan merupakan dataran rendah, sehingga sering banjir akibat meluapnya bengawan Solo.
Kondisi tanahnya sangat subur dan baik untuk lahan pertanian, sayang dewasa ini tanah di Kota Solo hampir habis dikalahkan kebutuhan perumahan yang semakin berjejal. Hampir
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantung an (de pendability), dan kepastian (confirmabi lity). Untuk melengkapi sisi-sisi lain yang kurang tajam dan mendalam dalam pengambilan data yang dilakukan, peneliti berdiskusi atau meminta pendapat orang lain. Kelemahan-kelemahan yang
ditemukan dibenahi dengan menambah bahan refensi atau dengan memberikan uraian yang rinci dalam pengambilan data baik pengamatan atau wawancara melalui penulisan dan atau menggunakan alat perekam.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
56
sudah tidak ada lagi tanah kosong di Kota Solo yang dimanfaatkan
untuk kepentingan pertanian. Lahan-lahan itu sudah berubah fungsi menjadi kompleks perumahan, sehingga yang kosong tinggal taman-taman perkantoran, perhotelan, alun-alun atau lapangan saja. Luas penggunaan lahan untuk perumahan
mencapai 68% dari keseluruhan yang ada. Belum lagi lahan untuk perkantoran, pasar dan perhotelan yang juga sangat banyak memanfaatkan lahan tersebut. Di luar itu sudah penuh dengan bangunan, sehingga kehidupan petani sudah tidak begitu kelihatan.
Luas wilayah Surakarta adalah 44,06 km2 yang terbagi dalam 5 (lima) kecamatan yaitu; Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Kecamatan Banjarsari. Kota Surakarta terletak antara 1100 45’ 15” dan 1100 45’ 35” Bujur Timur dan antara 70 36’ dan 70 56’ Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan
salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta.
Wilayah Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter dari permukaan laut.
TABEL 1 Luas Penggunaan Tanah Tiap Kecamatan
di Kota Surakarta Tahun 2009
Kecamatan Perumahan Jasa Perushaan Industri Tanah Tegalan Jumlah
Laweyan 563,83 88,61 42,20 39,40 7,28 0,00 741,00
Serengan 210,43 17,17 30,16 6,11 2,52 0,00 266,00
Psr Kliwon 308,94 37,69 39,73 9,77 16,38 0,00 413,00
Jebres 673,37 176,75 87,00 25,38 16,19 81,46 1.060,00
Banjarsari 980,91 106,91 88,39 20,76 11,01 2,50 1.210,00
Jumlah 2.737,48 427,13 287,48 101,42 53,38 83,96 3.690,00
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
57
Kondisi Demografis
Secara demografis Kota Solo dihuni oleh mayotitas etnis
Jawa, kalaupun ada etnis lain jumlahnya tidak seberapa. Jumlah penduduk Kota Surakarta adalah 500.642 jiwa, yang terdiri dari perempuan 257.279 jiwa dan laki-laki sebanyak 243.363 jiwa. Kota Solo terbagi menjadi 5 kecamatan, yang terbanyak penduduknya adalah Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 157.438 jiwa dan
yang paling sedikit adalah Kecamatan Serengan dengan jumlah penduduk sekitar 44.120 jiwa.
TABEL 2 Jumlah Penduduk Surakarta
Menurut Kecamatan Tahun 2010
Kecamatan Laki-laki % Perempuan % Jumlah
Laweyan 41.912 49,00 44.403 51,00 86.315
Serengan 21.246 48,00 22.874 52,00 44.120
Psr Kliwon 36.653 49,00 37.492 51,00 74.145
Jebres 66.848 48,00 71.776 52,00 138.624
Banjarsari 76.704 49,00 80.734 51,00 157.438
Surakarta 243.363 49,00 257.279 51,00 500.642
Sedangkan Serengan merupakan kecamatan dengan
jumlah penduduk paling sedikit sebesar 8,81 persen atau 44.120 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Surakarta sangat tinggi, bahkan tertinggi di Jawa Tengah, yaitu sebesar 11.137 jiwa/Km².
Adapun kecamatan yang paling tinggi kepadatannya adalah Kecamatan Pasar Kliwon dengan tingkat kepadatan sebesar
15.383 jiwa/Km², sedangkan terendah 10.002 jiwa/Km² pada Kecamatan Laweyan. Dengan kondisi demikian merupakan PR
sudah tidak ada lagi tanah kosong di Kota Solo yang dimanfaatkan
untuk kepentingan pertanian. Lahan-lahan itu sudah berubah fungsi menjadi kompleks perumahan, sehingga yang kosong tinggal taman-taman perkantoran, perhotelan, alun-alun atau lapangan saja. Luas penggunaan lahan untuk perumahan
mencapai 68% dari keseluruhan yang ada. Belum lagi lahan untuk perkantoran, pasar dan perhotelan yang juga sangat banyak memanfaatkan lahan tersebut. Di luar itu sudah penuh dengan bangunan, sehingga kehidupan petani sudah tidak begitu kelihatan.
Luas wilayah Surakarta adalah 44,06 km2 yang terbagi dalam 5 (lima) kecamatan yaitu; Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Kecamatan Banjarsari. Kota Surakarta terletak antara 1100 45’ 15” dan 1100 45’ 35” Bujur Timur dan antara 70 36’ dan 70 56’ Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan
salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta.
Wilayah Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter dari permukaan laut.
TABEL 1 Luas Penggunaan Tanah Tiap Kecamatan
di Kota Surakarta Tahun 2009
Kecamatan Perumahan Jasa Perushaan Industri Tanah Tegalan Jumlah
Laweyan 563,83 88,61 42,20 39,40 7,28 0,00 741,00
Serengan 210,43 17,17 30,16 6,11 2,52 0,00 266,00
Psr Kliwon 308,94 37,69 39,73 9,77 16,38 0,00 413,00
Jebres 673,37 176,75 87,00 25,38 16,19 81,46 1.060,00
Banjarsari 980,91 106,91 88,39 20,76 11,01 2,50 1.210,00
Jumlah 2.737,48 427,13 287,48 101,42 53,38 83,96 3.690,00
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
58
(Pekerjaan Rumah) yang besar bagi Pemrintah Kota Surakarta
untuk menyediakan sarana dan prasarana yang baik untuk masyarakat Kota Surakarta. Belum lagi dengan adanya keberadaan kaum communiters yang jumlahnya tidak kalah banyak dengan penduduk Kota Surakarta sendiri.
Kehidupan Sosial Ekonomi
Kota Solo adalah kota tua di tanah Jawa, bahkan menjadi cikal bakal dari kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram awalnya terletak di Kartosura, setelah terjadi huru hara kuning, ibukota Mataram pindah ke Surakarta yang kemudian terkenal menjadi
Kota Solo. Kota Solo merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah, dengan mengusung slogan “Solo the spirit of Java” bukan suatu yang berlebihan, karena kota ini mampu menjadi trend setter bagi kota/kabupaten lainnya terutama di sekitar Solo dalam bidang sosial dan ekonomi. Walaupun Kota Solo secar geografis
kecil karena hanya terdiri dari 5 kecamatan, namun kota ini memiliki potensi yang luar biasa di segala bidang. Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, Solo ternyata juga menjadi magnit bagi dunia pendidikan dan bisnis yang akhirnya mendorong terjadinya penumpukan di kelomok usia muda.
Usia muda dan produktif, merupakan penduduk yang menghuni kota Surakarta. Usia 20 sampai 24 tahun merupakan jumlah terbanyak. Berbagai sarana perekonomian menyebabkan penduduk dari luar kota ikut bersaing dan menghuni Kota Solo. Demikian pula dalam hal pendidikan. Adanya berbagai macam
perguruan tinggi mendorong orang di luar kota tinggal di kota bengawan ini.
Kota Solo sebagai kota pariwisata, maka sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi merupakan
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
59
sektor usaha yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja
yaitu 43,13 persen diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 24,23 persen dan sektor industri 17,05 persen. Sektor perdagangan mendominasi perekonomian dari sisi tenaga kerja di Kota Bengawan ini. Infrastruktur sangat menunjang,
seperti jumlah pusat-pusat perbelanjaan, baik yang modern seperti mall, swalayan maupun pasar-pasar tradisional yang terus dibangun untuk mempermudah sarana transaksi. Dilihat dari gender ternyata kaum perempuan adalah tenaga kerja lebih dominan di sektor perdagangan ini yaitu sebanyak 48,98%.
TABEL 3 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Kota Surakarta
Kecamatan Petani sendiri
Buruh Tani
Pengusaha Buruh Industri
Buruh Bangunan
Laweyan
Serengan
Psr Kliwon
Jebres
Banjasari
50
0
0
84
344
40
0
0
0
412
996
1.089
2.506
1.721
3.087
14.980
5.258
10.433
16.519
21.366
12.486
3.135
7.134
16.012
19.579
Kota 478 452 9.399 68.556 58.346
Kecamatan Dagang Angkutan PNS/TNI/
POLRI
Pensiunan Lain-lain
Laweyan
Serengan
Psr Kliwon
Jebres
Banjasari
5.700
4.259
8.029
5.047
10.491
2.744
1.928
4.909
2.748
6.315
5.056
1.614
2.848
8.025
9.392
3.705
907
4.376
3.680
6.934
42.263
32.150
32.602
49.061
37.935
Kota 33.526 18.644 26.935 19.602 194.011
(Pekerjaan Rumah) yang besar bagi Pemrintah Kota Surakarta
untuk menyediakan sarana dan prasarana yang baik untuk masyarakat Kota Surakarta. Belum lagi dengan adanya keberadaan kaum communiters yang jumlahnya tidak kalah banyak dengan penduduk Kota Surakarta sendiri.
Kehidupan Sosial Ekonomi
Kota Solo adalah kota tua di tanah Jawa, bahkan menjadi cikal bakal dari kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram awalnya terletak di Kartosura, setelah terjadi huru hara kuning, ibukota Mataram pindah ke Surakarta yang kemudian terkenal menjadi
Kota Solo. Kota Solo merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah, dengan mengusung slogan “Solo the spirit of Java” bukan suatu yang berlebihan, karena kota ini mampu menjadi trend setter bagi kota/kabupaten lainnya terutama di sekitar Solo dalam bidang sosial dan ekonomi. Walaupun Kota Solo secar geografis
kecil karena hanya terdiri dari 5 kecamatan, namun kota ini memiliki potensi yang luar biasa di segala bidang. Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, Solo ternyata juga menjadi magnit bagi dunia pendidikan dan bisnis yang akhirnya mendorong terjadinya penumpukan di kelomok usia muda.
Usia muda dan produktif, merupakan penduduk yang menghuni kota Surakarta. Usia 20 sampai 24 tahun merupakan jumlah terbanyak. Berbagai sarana perekonomian menyebabkan penduduk dari luar kota ikut bersaing dan menghuni Kota Solo. Demikian pula dalam hal pendidikan. Adanya berbagai macam
perguruan tinggi mendorong orang di luar kota tinggal di kota bengawan ini.
Kota Solo sebagai kota pariwisata, maka sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi merupakan
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
60
TABEL 4
Prosentase Penduduk Berumur 15 Tahun keatas Menurut Pendidikan yang ditamatkan di Surakarta
Tahun 2009
Pendidikan 2007 2008 2009
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak punya Ijazah SD
SD/MI
SMP
SMU/MA
SMK
DI/DII/DIII
DIV/S1 dan S2/S3
6.24
4.95
18.66
21.88
24.09
10.16
1.56
4.68
7.80
2.99
6.03
17.59
20.98
26.44
10.92
1.21
4.89
8.97
4.66
5.43
17.41
20.37
26.39
11.39
1.42
4.25
8.68
Prosentase penduduk berusia 15 tahun keatas menurut pendidikan yang ditamatkan dapat dilihat pada table di atas. Selama tiga tahun terakhir, komposisi penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Pendidikan SMP dan SMU/MA masih diatas 20 persen. Kualitas SDM salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan. Di Kota Surakarta lulusan tertinggi masih didominasi oleh lulusan SMU/MA sebesar 26,39 persen. SMK sebesar 11,39 persen, sehingga tingkat SLTA sebanyak 37,78
persen. Penduduk menurut pendidikan diatas SLTA sudah mencapai 14,35, sedangkan lulusan DIV/S1 dan S2/S3 mencapai 8,68 persen. Banyaknya sekolah tinggi di Surakarta diharapkan dapat terus meningkatkan jumlah lulusan pendidikan diatas SLTA bagi penduduk Kota Surakarta. Penduduk dengan tamatan di
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
61
bawah Sekolah Dasar, tidak/belum pernah sekolah dan tidak
punya ijasah SD masih cukup besar yaitu sebesar 10.09 persen.
Kota Surakarta mempunyai 51 kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Laweyan 11 kelurahan, Serengan 7, Pasar Kliwon 9, Jebres 11 dan Banjarsari 13. Selain itu terbagi dalam 595 Rukun
Warga (RW), 2.669 Rukun Tetangga (RT) serta 145.537 Kepala Keluarga (KK). Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang paling luas terdiri dari 169 RW, 851 RT dan 45.965 KK. Jumlah penduduk di kecamatan ini juga terbesar. Potensi Banjasari juga sangat besar secara ekonomi seperti adanya Stasiun Balapan,
terminal Tirtonadi, menjamurnya hotel serta wilayahnya luas. Sedangkan untuk perdagangan terpusat di pusat kota seperti Serengan, Laweyan dan Pasar Kliwon. Kecamatan Serengan merupakan wilayah dengan luas wilayah terkecil, RW dan RT serta KK juga terkecil. Kecamatan Jebres lebih banyak didominasi oleh
pendidikan seperti berdirinya Universitas Sebelas Maret. Penyebaran kegiatan ekonomi dan sosial di Surakarta cukup merata. Tata ruang kota hendaknya tetap dipelihara dengan baik karena akan memberikan kenyamanan dan kepastian tempat usaha atau pemukiman. Keadaan sosial kemasyarakatan juga
cukup baik di Surakarta. Banyaknya jumlah RW dan RT selain menandakan banyaknya penduduk juga semakin baiknya interaksi sosial kemasyarakatan. Diharapkan semakin banyak pertemuan dan perkumpulan warga akan menimbulkan kekeluargaan yang erat, sehingga tidak mudah terjadinya gejolak di masyarakat.
Kehidupan Keagamaan
Kota Solo sebagai kota bersejarah memiliki segudang
pengalaman sebagai pusat pergerakan sosial keagamaan seperti berdirinya Syarikat Dagang Islam (SDI) yang sekarang menjadi
TABEL 4
Prosentase Penduduk Berumur 15 Tahun keatas Menurut Pendidikan yang ditamatkan di Surakarta
Tahun 2009
Pendidikan 2007 2008 2009
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak punya Ijazah SD
SD/MI
SMP
SMU/MA
SMK
DI/DII/DIII
DIV/S1 dan S2/S3
6.24
4.95
18.66
21.88
24.09
10.16
1.56
4.68
7.80
2.99
6.03
17.59
20.98
26.44
10.92
1.21
4.89
8.97
4.66
5.43
17.41
20.37
26.39
11.39
1.42
4.25
8.68
Prosentase penduduk berusia 15 tahun keatas menurut pendidikan yang ditamatkan dapat dilihat pada table di atas. Selama tiga tahun terakhir, komposisi penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Pendidikan SMP dan SMU/MA masih diatas 20 persen. Kualitas SDM salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan. Di Kota Surakarta lulusan tertinggi masih didominasi oleh lulusan SMU/MA sebesar 26,39 persen. SMK sebesar 11,39 persen, sehingga tingkat SLTA sebanyak 37,78
persen. Penduduk menurut pendidikan diatas SLTA sudah mencapai 14,35, sedangkan lulusan DIV/S1 dan S2/S3 mencapai 8,68 persen. Banyaknya sekolah tinggi di Surakarta diharapkan dapat terus meningkatkan jumlah lulusan pendidikan diatas SLTA bagi penduduk Kota Surakarta. Penduduk dengan tamatan di
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
62
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Namun dewasa ini Kota Solo
merupakan satu-satunya kota besar di Jawa yang penduduknya muslimnya hanya mencapai 75%. Keberadaan agama di Kota Solo setelah Islam sangat berimbang. Hal ini dapat dilihat sebagaimana dalam tabel di bawah ini.
TABEL 5
Jumlah Penduduk
menurut agama di Kota Surakarta
Kecamatan Islam Katolik Krist Budha Hindu Jumlah Laweyan Serengan Psr Kliw Jebres Banjasari
89.652 81%
49.444 78%
69.571 79%
98.764 69%
130.892 75%
10.980 10%
6.609 10%
8’996 10%
20.984 15%
20.059 11%
9.313 8%
7.197 11%
8.662 11%
21.282 15%
22.843 13%
399 0.1% 118
0.001% 667 1%
1.420 1%
1.158 1%
210 0.07%
91 0.001%
148 0.5% 869
0.07% 320
0.03%
110.555
63.659
88.044
143.319
175.272
Kota 438.323 75%
67.628 12%
69.497 12%
3.762 1%
1.638 0.03%
580849
TABEL 6
Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenis dan Kecamatan Di Kota Surakarta
Kecamatan Masjid Gereja Katolik
Gereja Kristen
Kuil/ Vihara
Pura Langgar/ Mushola
Laweyan Serengan Psr Kliwon Jebres Banjasari
132 43 79
105 146
2 - 2 1 -
20 21 11 55 6
2 1 1 3 4
- 0 - 1 1
38 224 23 74 57
Jumlah 505 5 169 11 2 214
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
63
Kegiatan keagamaan cukup beragam seperti pengajian
ibu-ibu, pengajian anak-anak, remaja masjid dan hampir di setiap masjid ada TPA maupun TPQ. Banyaknya ormas keagamaan di Kota Surakarta ini terjadi pula keberagaman pelaksanaan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Misalnya masjid yang dikelola oleh
NU, maka praktek ibadahnya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum nahdliyin. Untuk mengetahui apakah masjid itu masjid apa, maka bisa ditelusur dari siapa yang mewakafkan. Kalau masjid itu wakifnya warga Muhammadiyah, maka praktek ibadahnya sebagai-mana yang dilakukan oleh warga Muhammadiyah.
Di Surakarta ada beberapa organisasi sosial keislaman yang melakukan kegiatan dakwah secara kelompok. Di antara organisasi itu adalah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majlis Tafsir al-Qur’an, al-Islam, Front Pemuda Islam Surakarta, Jamaaah Muji Rasul (Jamuro), Dewan Dakwah Indonesia dan lain lain. Di
samping itu, ditemukan pula sejumlah da’i yang terdiri dari muballigh (sebanyak 299) dan penyuluh agama non-pns (sebanyak 169 orang) yang tersebar di berbagai daerah. Kemenag kota Surakarta melaporkan,di Banjarsari ada 74 orang muballigh, Jebres 108, Pasar Kliwon 35, Serengan 18, dan Laweyang 64.
Sebagian dari mereka berdakwah secara perorangan dan ada pula yang berdakwah secara berkelompok.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Namun dewasa ini Kota Solo
merupakan satu-satunya kota besar di Jawa yang penduduknya muslimnya hanya mencapai 75%. Keberadaan agama di Kota Solo setelah Islam sangat berimbang. Hal ini dapat dilihat sebagaimana dalam tabel di bawah ini.
TABEL 5
Jumlah Penduduk
menurut agama di Kota Surakarta
Kecamatan Islam Katolik Krist Budha Hindu Jumlah Laweyan Serengan Psr Kliw Jebres Banjasari
89.652 81%
49.444 78%
69.571 79%
98.764 69%
130.892 75%
10.980 10%
6.609 10%
8’996 10%
20.984 15%
20.059 11%
9.313 8%
7.197 11%
8.662 11%
21.282 15%
22.843 13%
399 0.1% 118
0.001% 667 1%
1.420 1%
1.158 1%
210 0.07%
91 0.001%
148 0.5% 869
0.07% 320
0.03%
110.555
63.659
88.044
143.319
175.272
Kota 438.323 75%
67.628 12%
69.497 12%
3.762 1%
1.638 0.03%
580849
TABEL 6
Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenis dan Kecamatan Di Kota Surakarta
Kecamatan Masjid Gereja Katolik
Gereja Kristen
Kuil/ Vihara
Pura Langgar/ Mushola
Laweyan Serengan Psr Kliwon Jebres Banjasari
132 43 79
105 146
2 - 2 1 -
20 21 11 55 6
2 1 1 3 4
- 0 - 1 1
38 224 23 74 57
Jumlah 505 5 169 11 2 214
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
64
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
65
III
TEMUAN PENELITIAN
Sejarah Perkembangan MTA
ola beragama yang bercampur dengan peraktek peribadatan dan keyakinan lokal dan tidak sesuai
dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad, sebenarnya sudah lama menjadi perhatian dan keprihatinan para pemikir Islam. Jika dirunut kebelakang, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia muncul pertama kali pada gerakan Paderi di Sumatera Barat yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Paderi seperti
Haji Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik dan Tuanku Imam Bonjol. Gerakan pembaharuan Paderi terjadi setelah tiga tokoh paderi tersebut menerima ide-ide dari gerakan Wahabi di Saudi Arabia ketika menunaikan ibadah haji.16
Gerakan purifikasi di Sumatra Barat itu kemudian
menyambung ke Jawa dengan gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan setelah pulang dari Mekah pula. Ia memulai gerakannya di daerah Kauman Yogyakarta dengan mengilhami gerakan yang dipimpin oleh Muhammad Abduh yaitu
16 Burhanuddin Daya, 1995
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
66
lewat pemikiran yang tertuang dalam bulletin Al Urwah Al Wutsqo
dan Al Manar. Muhammad Abduh telah menjadi spirit pembaharuan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi modern yang didirikannya, yaitu Muhammadiyah. (Deliar Noor, 1996). Kemudian gerakan-gerakan pembaharuan
terus bekembang di Indonesia seperti melalui gerakan PERSIS (Persatuan Islam), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Al Irsyad, LDII dan termasuk Majlis Tafsir Al-Quran.
Keberadaan Majlis Tafsir Al Qur‘an (MTA) Solo sebagai salah satu yayasan yang bergerak dalam dakwah dan sosial
keagamaan didirikan oleh Abdullah Tufail Saputra pada tanggal 19 September 1972. Pendirian MTA di Solo ini dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam pada akhir dekade 60-an dan awal dekade 70-an. Sampai pada waktu itu, ummat Islam yang telah berjuang sejak zaman Belanda untuk melakukan emansipasi, baik secara politik,
ekonomi, maupun kultural, justru semakin terpinggirkan. Ustadz Abdullah Thufail Saputra, seorang mubaligh yang karena profesinya sebagai pedagang mendapat kesempatan untuk berkeliling hampir ke seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya, melihat bahwa kondisi umat Islam di Indonesia yang semacam itu tidak
lain karena umat Islam di Indonesia kurang memahami Al-Qur‘an. Oleh karena itu, sesuai dengan sabda Nabi s.a.w. bahwa umat Islam tidak akan dapat menjadi baik kecuali dengan apa yang telah menjadikan umat Islam baik pada awalnya, yaitu Al-Qur‘an, Ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia hanya
akan menjadi lebih baik jika umat Islam mau kembali ke Al-Qur‘an. Demikianlah, maka Ustadz Abdullah Thufail Saputra pun kemudian mendirikan MTA sebagai rintisan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur‘an.17
17 Riwayat Hidup Abdullah Tufail Saputra, Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA) Solo,
2010
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
67
Sebelum mendirikan MTA, Abdullah Thufail sudah aktif
menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan dakwah bersama dengan Abdullah Marzuki. Bentuk kegiatan mereka terutama adalah majlis taklim di Jl. Yosodipuro no 46 Punggawan Surakarta, sejak tahun 1970. Kegiatan majlis taklim itu sesungguhnya
merupakan rintisan yang kemudian menjadi salah satu kegiatan utama Yayasan pendidikan Majlis Pengajian Islam (MPI), yang didirikan oleh Abdullah Marzuki. Kegiatan Majlis Pengajian Islam itu dikelola oleh Abdullah Thufail, yang sekaligus bertindak sebagai guru ngaji. Dalam perkembangannya, Abdullah Thufail
dan Abdullah Marzuki berbeda pendapat tentang “hak-hak Imam dan Hak-hak Makmum.” Menurut Trisnojoyo, salah satu guru Pondok Pesantren as-Salam, seperti dikutip Mutohharun Jinan: perbedaan Pendapat itu melahirkan petisi dalam bentuk Surat Nomor 01/MPI/P/79 kepada Abdullah Thufail tentang tasrihun
biihsan (berpisah dengan cara yang baik). Petisi tersebut berisi, (1) penarikan diri dari baiat kepada Imam Abdullah Thufail; (2) tetap memilih MPI sebagai wadah pengajian; (3) keputusan dipilih untuk kebaikan bersama. Abdullah Thufail memilih untuk
mengembangkan Majlis Tafsir al-Qur’an (MTA) berpisah dengan MPI secara baik-baik.”18
Setelah Abdullah Thufail meninggal dunia (1992), kepemimpinan MTA beralih kepada Ahmad Sukina. Proses penggantian kepemimpinan dilakukan melalui musyawarah
pengurus. Meskipun ada kelompok-kelompok yang menginginkan jabatan pimpinan, namun musyawarah secara aklamasi memilih Ahmad Sukina sebagai pimpinan yayasan dan sekaligus sebagai imam dalam jamaah MTA. Ketika mendiang Abdullah Tufail masih
18 Mutohharun Jinan, “Dinamika Gerakan Islam Puritan di Surakarta: Studi
tentang Perluasan Garakan [sic] Majelis Tafsir Al-Quran,” 581-602, dalam Panitia ACIS, “The 11th Annual Conference on Islamic Studies: Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk Membangun Karakter Bangsa,” Bangka Belitung, 10-13 Oktober 2011, hlm. 588.
lewat pemikiran yang tertuang dalam bulletin Al Urwah Al Wutsqo
dan Al Manar. Muhammad Abduh telah menjadi spirit pembaharuan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi modern yang didirikannya, yaitu Muhammadiyah. (Deliar Noor, 1996). Kemudian gerakan-gerakan pembaharuan
terus bekembang di Indonesia seperti melalui gerakan PERSIS (Persatuan Islam), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Al Irsyad, LDII dan termasuk Majlis Tafsir Al-Quran.
Keberadaan Majlis Tafsir Al Qur‘an (MTA) Solo sebagai salah satu yayasan yang bergerak dalam dakwah dan sosial
keagamaan didirikan oleh Abdullah Tufail Saputra pada tanggal 19 September 1972. Pendirian MTA di Solo ini dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam pada akhir dekade 60-an dan awal dekade 70-an. Sampai pada waktu itu, ummat Islam yang telah berjuang sejak zaman Belanda untuk melakukan emansipasi, baik secara politik,
ekonomi, maupun kultural, justru semakin terpinggirkan. Ustadz Abdullah Thufail Saputra, seorang mubaligh yang karena profesinya sebagai pedagang mendapat kesempatan untuk berkeliling hampir ke seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya, melihat bahwa kondisi umat Islam di Indonesia yang semacam itu tidak
lain karena umat Islam di Indonesia kurang memahami Al-Qur‘an. Oleh karena itu, sesuai dengan sabda Nabi s.a.w. bahwa umat Islam tidak akan dapat menjadi baik kecuali dengan apa yang telah menjadikan umat Islam baik pada awalnya, yaitu Al-Qur‘an, Ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia hanya
akan menjadi lebih baik jika umat Islam mau kembali ke Al-Qur‘an. Demikianlah, maka Ustadz Abdullah Thufail Saputra pun kemudian mendirikan MTA sebagai rintisan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur‘an.17
17 Riwayat Hidup Abdullah Tufail Saputra, Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA) Solo,
2010
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
68
hidup, Ahmad Sukina adalah pendamping dan asistennya,
sehingga sangat layak jika akhirnya dikukuhkan menjadi pimpinan dan imam MTA. Hal itu ditandai dan dimulai dengan adanya salah seorang dari mereka yang membaiatkan diri kepadanya, kemudian diikuti dengan beberapa orang lainnya. Di antara alasan dipilihnya
Sukina adalah karena kedekatan dan ketulusan dalam mengabdikan diri kepada Abdullah Thufail.
Selanjutnya MTA berkembang ke kota-kota dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di
beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di Kecamatan Nogosari (di Ketintang), Kabupaten Boyolali; di Kecamatan Polan Harjo, Kabupaten Klaten; di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Saat ini perkembangan dilanjutkan oleh siswa-siswa MTA yang mengaji
baik di MTA Pusat maupun di cabang-cabang daerahnya masing-masing, atau di tempat perantauan di kota-kota besar. Dalam pengajian peserta MTA membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru
pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu pun menjadi cabang-cabang atau perwakilan baru.
Dalam menjalankan visi organisasi yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang hidup berdasarkan pada tuntunan Al-
Qur‘an dan as-Sunnah, MTA tidak ingin menjadi lembaga yang ilegal, atau berada dibawah bayang-bayang ormas/orpol lain, tetapi menghendaki menjadi ormas yang mandiri. Dalam rangka mewujudkan kemandirian berorganisasi, MTA memilih wadah organisasi keagamaan yang secara resmi telah memiliki badan
hukum sebagai yayasan pada tanggal 23 Januari 1974 dengan akte
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
69
notaris R. Soegondo Notodirejo. Pengunaaan nama MTA
merupakan sebuah tuntutan legalitas organisasi dalam kaitannya dengan pengesahan administrasi pada pengurusan akte notaris. Ustadz Sukardi yang berkedudukan sebagai Ketua II MTA, menjelaskan bahwa kalau diperbolehkan dalam legalitas
organisasi itu tanpa nama atau dibolehkan memilih, maka lebih senang menggunakan nama Al-Islam, dengan maksud agar perjuangan dalam menegakkan tuntunan syariat Islam tidak terjebak dalam identitas kelompok, tetapi karena nama itu penting digunakan dalam legalitas badan hukum, terpaksa kami
pergunakan nama Majelis Tafsir Al-Qur’an19.
MTA tidak menghendaki menjadi lembaga dakwah papan nama, tetapi benar-benar ingin menjadi lembaga yang dapat mewujudkan visi dan tujuan organisasi. MTA tidak ingin menjadi lembaga yang hanya mencari popularitas atau keuntungan sesaat,
tetapi benar-benar lembaga yang bisa meneladani kepemimpinan rasulullah dalam memajukan umat Islam, terutama di Indonesia. Kesungguhan dan keikhlasan berjuang karena Allah menjadi sandaran dalam segala langkah dalam menuju cita-cita luhur, kemajuan umat Islam. Dalam pengembangan organisasi, MTA
tidak memaksakan diri untuk memperluas jaringan pada wilayah-wilayah lain melalui intruksi dari kepengurusan pusat. Berdirinya sebuah perwakilan atau cabang merupakan realisasi dari kebutuhan masyarakat yaitu kebutuhan untuk memberikan sarana atau wadah belajar bagi masyarakat dalam memahami, dan
mengamalkan al-Qur‘an dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kesungguhan calon siswa yang ingin belajar dan keseriusan para pengurus dalam mengelola menjadi pertimbangan penting dalam pendirian sebuah cabang atau perwakilan. Ustadz Medi menjelaskan bahwa dalam pendirian sebuah perwakilan/cabang
19 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ahmadi, di Kantor Pusat MTA
hidup, Ahmad Sukina adalah pendamping dan asistennya,
sehingga sangat layak jika akhirnya dikukuhkan menjadi pimpinan dan imam MTA. Hal itu ditandai dan dimulai dengan adanya salah seorang dari mereka yang membaiatkan diri kepadanya, kemudian diikuti dengan beberapa orang lainnya. Di antara alasan dipilihnya
Sukina adalah karena kedekatan dan ketulusan dalam mengabdikan diri kepada Abdullah Thufail.
Selanjutnya MTA berkembang ke kota-kota dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di
beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di Kecamatan Nogosari (di Ketintang), Kabupaten Boyolali; di Kecamatan Polan Harjo, Kabupaten Klaten; di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Saat ini perkembangan dilanjutkan oleh siswa-siswa MTA yang mengaji
baik di MTA Pusat maupun di cabang-cabang daerahnya masing-masing, atau di tempat perantauan di kota-kota besar. Dalam pengajian peserta MTA membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru
pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu pun menjadi cabang-cabang atau perwakilan baru.
Dalam menjalankan visi organisasi yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang hidup berdasarkan pada tuntunan Al-
Qur‘an dan as-Sunnah, MTA tidak ingin menjadi lembaga yang ilegal, atau berada dibawah bayang-bayang ormas/orpol lain, tetapi menghendaki menjadi ormas yang mandiri. Dalam rangka mewujudkan kemandirian berorganisasi, MTA memilih wadah organisasi keagamaan yang secara resmi telah memiliki badan
hukum sebagai yayasan pada tanggal 23 Januari 1974 dengan akte
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
70
harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu : 1) harus ada
pengurus yang siap mengelola kegiatan pengajian di MTA; 2) ada anggotanya yang secara istiqomah mau belajar (mengaji) artinya secara terus menerus; 3) adanya kegiatan yang secara terus menerus dilakukan; 4) ada tempat yang disesuaikan dengan
kemampuan, namun diharapkan suatu saat dapat memiliki tempat sendiri. Kedudukan organisasi perwakilan pada prinsipnya berada pada tingkat kabupaten, dan untuk cabang berkedudukan di tingkat kecamatan kecuali dibeberapa daerah seperti di yogyakarta yang tingkat perwakilannya berada pada wilayah
propinsi. Untuk bisa mendirikan kepengurusan sesuai dengan hirarki kepemimpinan, kepengurusan pada tingkat perwakilan yang berada pada wilayah kabupaten harus didirikan terlebih dahulu meski hanya dengan satu cabang.20
Selanjutnya apabila perkembangan jamaah pada
perwakilan meningkat dapat dikembangkan cabang-cabang lain melalui masa persiapan. Dalam masa rintisan cabang baru, pengurus perwakilan bertanggungjawab melakukan pembinaan anggota. Salah satu cara pembinaan yang dilakukan yaitu dengan mengirimkan guru ke cabang persiapan tersebut. Dalam proses
pengirimaan guru, calon cabang harus mengajukan permintaan secara resmi terlebih dahulu dari daerah yang akan mendirikan cabang baru. Permintaan pembinaan juga berlaku pada pendirian perwakilan-perwakilan baru. Permintaan dimaksud ditujukan kepada kepengurusan pusat. Dari kepengurusan pusat, dapat
dimungkinkan akan menggunakan tenaga dari pusat atau memerintahkan pada wilayah perwakilan terdekat. Dilihat dari struktur hirarki kepengurusan MTA, kepengurusan tingkat cabang merupakan kepengurusan paling bawah yang resmi memiliki tangungjawab terhadap pusat. Organisasi cabang merupakan
20 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ahmadi
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
71
jantung penggerak organisasi, karena di dalam keorganisasian
cabang adalah tempat anggota MTA beraktifitas melakukan pendalaman dan pengkajian ajaran Islam. Sementara itu pada tingkat kepengurusan perwakilan secara keorganisasian tidak memiliki warga binaan (anggota). Kegiatan dalam kepengurusan
perwakilan lebih bersifat koordinatif dan fasilitatif dalam memadukan aktifitas dan pelayanan antar cabang MTA.
Ustadz Ahmadi menjelaskan bahawa posisi perwakilan tidak memiliki anggota dalam pengertian anggota yang terlibat dalam pengajian. Dapat dicontohkan bahwa posisi perwakilan
adalah seperti kedudukan gubernur dalam pemerintahan tingkat propinsi yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga dalam perwakilan tidak menyelenggarakan pengajian, tetapi memiliki kewenangan untuk mengatur atau mendistribusikan guru pengajar dalam wilayah-wilayah
pembinaan dan wilayah cabang yang dimiliki.
Proses pemilihan pengurus yayasan menurut Ustadz Ahmadi adalah mengikuti apa yang dicontohkan nabi ketika memilih sahabat-sahabat dan perwakilan-perwakilan nabi. Kelembagaan dalam MTA tak ubahnya bagaimana cara nabi
memilih sahabat-sahabatnya yang dipercaya memimpin perjuangan Islam. Oleh karena itu ada hak prerogratif dari Ustadz Ahmad Sukina sebagai imam untuk menentukan apakah warga ini layak menjadi pengurus atau tidak. Hak prerogratif yang dimiliki oleh pimpinan pusat sering digunakan untuk menguji ketabahan,
kesabaran, dan kesungguhan pengurus dalam mengemban tanggungjawab organisasi. Sebagai sebuah yayasan, MTA memang tidak memerlukan pergantian pengurus utamanya pimpinan tertinggi yayasan. Model ini berbeda dengan model organisasi kemasyarakatan keagamaan yang melakukan
pertemuan khusus secara berkala yang dihadiri para utusan dari
harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu : 1) harus ada
pengurus yang siap mengelola kegiatan pengajian di MTA; 2) ada anggotanya yang secara istiqomah mau belajar (mengaji) artinya secara terus menerus; 3) adanya kegiatan yang secara terus menerus dilakukan; 4) ada tempat yang disesuaikan dengan
kemampuan, namun diharapkan suatu saat dapat memiliki tempat sendiri. Kedudukan organisasi perwakilan pada prinsipnya berada pada tingkat kabupaten, dan untuk cabang berkedudukan di tingkat kecamatan kecuali dibeberapa daerah seperti di yogyakarta yang tingkat perwakilannya berada pada wilayah
propinsi. Untuk bisa mendirikan kepengurusan sesuai dengan hirarki kepemimpinan, kepengurusan pada tingkat perwakilan yang berada pada wilayah kabupaten harus didirikan terlebih dahulu meski hanya dengan satu cabang.20
Selanjutnya apabila perkembangan jamaah pada
perwakilan meningkat dapat dikembangkan cabang-cabang lain melalui masa persiapan. Dalam masa rintisan cabang baru, pengurus perwakilan bertanggungjawab melakukan pembinaan anggota. Salah satu cara pembinaan yang dilakukan yaitu dengan mengirimkan guru ke cabang persiapan tersebut. Dalam proses
pengirimaan guru, calon cabang harus mengajukan permintaan secara resmi terlebih dahulu dari daerah yang akan mendirikan cabang baru. Permintaan pembinaan juga berlaku pada pendirian perwakilan-perwakilan baru. Permintaan dimaksud ditujukan kepada kepengurusan pusat. Dari kepengurusan pusat, dapat
dimungkinkan akan menggunakan tenaga dari pusat atau memerintahkan pada wilayah perwakilan terdekat. Dilihat dari struktur hirarki kepengurusan MTA, kepengurusan tingkat cabang merupakan kepengurusan paling bawah yang resmi memiliki tangungjawab terhadap pusat. Organisasi cabang merupakan
20 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ahmadi
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
72
berbagai perwakilan wilayah, daerah dan cabang. Sebagai
yayasan, maka sebelum pimpinan tertinggi meninggal dunia, maka tidak diperlukan pergantian. Terkecuali sang ketua umum mengajukan pengunduran diri, karena berbagai hal yang memungkinkannya untuk mundur.
Dalam kepengurusan MTA pimpinan umum adalah sebagai sosok imam yang menjadi pimpinan tertinggi dalam lembaga. Oleh karena itu, imam tidak akan pernah diganti sampai wafatnya. Hal ini sudah menjadi bagian dari komitmen organisasi dengan dasar al-Qur‘an dan Sunnah. Dicontohkan oleh ustadz
Sukardi berikut : Rasulullah itu kan jadi pemimpin sampai beliau wafat, begitu juga para sahabat, itulah yang kita ikuti, Islam kan seperti itu21.
Dalam mengaji yang terpenting adalah untuk membenahi dirinya agar selamat. Maka setiap warga MTA memiliki kewajiban;
pertama sanggup mengamalkan pada tingkat pribadi; Kedua sanggup mengamalkan dengan keluarga; dan Ketiga sanggup mengamalkan ditingkat masyarakat. Al-Quran dan as Sunnah yang kita pelajari harus diamalkan pada diri masing-masing warga jamaah kemudian keluarga. Sehingga perlu ada upaya bagi
seluruh jamaah MTA untuk bisa mengamalkan sesuai dengan Qur‘an dan sunnah. Meskipun masyarakat tidak suka dengan Qur‘an dan sunah dalam arti memiliki pemahaman yang berbeda dengan MTA. Proses belajar mengajar dalam pengajian khusus ini menggunakan teknik ceramah dan tanya jawab. Guru yang
mengajar memberikan materi, kemudian dikuti dengan pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Dengan pola seperti ini pokok bahasan dapat berkembang keberbagai disiplin ilmu seperti syariat, ahlak, tarikh, dan masalah kegaamaan keseharian. Dengan
21 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ir. H. Ahmadi
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
73
demikian meskipun pengajian ini adalah pengajian tafsir Al Quran
akan tetapi cabang ilmu yang lain juga akan dibahas. Bahkan kalau kebutuhan mendesak masalah-masalah yang dipandang perlu segera diketahui oleh siswa akan terus diberikan22.
Model Pengembangan Organisasi
Dakwah Islam ala MTA dilakukan dengan manajemen modern, yaitu dengan model keanggotaan di dalam organisasi MTA dipopulerkan dengan sebutan warga. Hal ini dimaksudkan supaya keanggotaan dalam MTA lebih bernuansa kekeluargaan meski tidak dimaksudkan untuk menafikan aturan formal dalam berorganisasi. Dalam aturan formal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang ormas, warga yang resmi sebagai anggota MTA di berikan kartu keanggotaan sebagai persyaratan administrasi. Sebelum menjadi anggota, calon warga MTA diberi kesempatan untuk mengenal MTA melalu pengajian. Calon anggota ini disebut mustami’ (Bahasa Arab: pendengar). Seorang mustami’ yang telah 3-4 kali mengikuti pengajian oleh pengurus kemudian ditanyakan terkait dengan kesediaan untuk mengikuti pengajian secara aktif. Apabila bersedia maka, mustami’ diberi formulir pendaftaran yang di dalamnya juga berisi tentang peraturan organisasi yaitu kewajiban dan syarat keanggotaan. Aturan yang menjadi syarat keanggotaan yaitu : Niat ikhlas thalabul ilmi (menuntut ilmu); Bermujahadah untuk memahami pelajaran; Bermujahadah untuk menyakini dan mengamal kan isi pelajaran pada tingkat perorangan, rumah tangga dan masyarakat; Tertib dalam berpakaian, sopan dalam pembicaraan di dalam maupun di luar pelajaran; Menjaga dan menghindari pergauan bebas pria dan wanita; dan Menyebarluaskan isi pelajaran kepada
22 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz Drs. H. Ahmad Sukina
berbagai perwakilan wilayah, daerah dan cabang. Sebagai
yayasan, maka sebelum pimpinan tertinggi meninggal dunia, maka tidak diperlukan pergantian. Terkecuali sang ketua umum mengajukan pengunduran diri, karena berbagai hal yang memungkinkannya untuk mundur.
Dalam kepengurusan MTA pimpinan umum adalah sebagai sosok imam yang menjadi pimpinan tertinggi dalam lembaga. Oleh karena itu, imam tidak akan pernah diganti sampai wafatnya. Hal ini sudah menjadi bagian dari komitmen organisasi dengan dasar al-Qur‘an dan Sunnah. Dicontohkan oleh ustadz
Sukardi berikut : Rasulullah itu kan jadi pemimpin sampai beliau wafat, begitu juga para sahabat, itulah yang kita ikuti, Islam kan seperti itu21.
Dalam mengaji yang terpenting adalah untuk membenahi dirinya agar selamat. Maka setiap warga MTA memiliki kewajiban;
pertama sanggup mengamalkan pada tingkat pribadi; Kedua sanggup mengamalkan dengan keluarga; dan Ketiga sanggup mengamalkan ditingkat masyarakat. Al-Quran dan as Sunnah yang kita pelajari harus diamalkan pada diri masing-masing warga jamaah kemudian keluarga. Sehingga perlu ada upaya bagi
seluruh jamaah MTA untuk bisa mengamalkan sesuai dengan Qur‘an dan sunnah. Meskipun masyarakat tidak suka dengan Qur‘an dan sunah dalam arti memiliki pemahaman yang berbeda dengan MTA. Proses belajar mengajar dalam pengajian khusus ini menggunakan teknik ceramah dan tanya jawab. Guru yang
mengajar memberikan materi, kemudian dikuti dengan pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Dengan pola seperti ini pokok bahasan dapat berkembang keberbagai disiplin ilmu seperti syariat, ahlak, tarikh, dan masalah kegaamaan keseharian. Dengan
21 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ir. H. Ahmadi
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
74
keluarga dan masyarakat dengan tanpa pamrih, kasih sayang, dan mengharap ridla Allah.
Warga yang sudah secara resmi bergabung di MTA, sistem keanggotaannya didasarkan pada gelombang pengajian yang diikuti. Kalau seorang anggota waktu longgar untuk bergabung dengan MTA pada waktu pengajian gelombang I (misalnya) maka keanggotaanya juga tercantum dalam forum pengajian gelombang I. Dalam gelombang pengajian terbagi lagi dalam kelompok-kelompok kecil keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan lokasi antar anggota. Dalam Satu gelombang bisa terdiri dari 2 atau 3 kelompok tergantung pada jumlah peserta dan kedekatan peserta satu dengan peserta lainnya. Dalam sistem keanggotaan yang didasarkan pada gelombang dimaksudkan untuk menyesuaikan waktu longgar yang dimiliki oleh anggota dalam mengikuti pengajian di tingkat cabang. Kemudian pembentukan kelompok dalam gelombang selain dapat dimungkinkan sebagai cikal-bakal keanggotaan dalam cabang baru, juga untuk memudahkan dalam memantau perkembangan anggota pengajian MTA. Melalui keorganisasian kelompok, keaktifan anggota dapat dengan mudah dipantau dilaporkan pada pengurus cabang melalui absensi dan infaq yang diberikan. Selain keanggotaan yang disebut dengan istilah warga, dalam MTA terdapat keanggotaan lain yang disebut dengan warga khususi. Sesuai dengan namanya, maka keanggotaan ini bersifat khusus dan tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang, hanya orang-orang pilihan yang bisa memasuki kelompok khususi. Menurut Ustadz Ahmadi (Medi) anggota khususi adalah lokomotif perjuangan MTA yang berposisi di garda depan perjuangan, oleh karena itu warga khususi itu harus seorang yang kuat yang mampu menarik beberapa gerbong untuk memajukan organisasi. Keaggotaan dalam warga khususi memiliki kriteria yang ditetapkan oleh pimpinan pusat MTA di Solo. Untuk bisa menjadi anggota khususi
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
75
melalui syarat yang cukup berat. Kriteria yang digunakan diantaranya dilihat dari keaktifan selama menjadi anggota, pengorbanan yang diberikan (jihad), tingkat pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan di organiasi maupun keseharian di masyarakat23.
Pengurus cabang dan anggota khususi yang lebih senior adalah pintu pertama seleksi calon anggota khususi. Mereka dapat memberikan rekomendasi pada anggota untuk masuk pada kelompok khususi. Pemilihan anggota khususi ini mendasarkan contoh pada pemilihan rosul pada yaitu pemilihan pejuang-pejuang Islam yang akan mengabdikan diri selama hidupnya pada Islam. Dicontohkan oleh ustadz Ahmadi, ketika Rasulullah memilih sahabat-sahabatnya untuk di ba‘iat, sehingga, inti dari anggota khususi adalah anggota militant yang telah bertekat bulat dalam hati akan berjuang menegakkan ajaran Islam melalui wadah MTA. Ustadz Ahmadi (Medi) sebagai Sekretaris menjelaskan bahwa warga jamaah atau kalau di MTA itu adalah lokomotif, lokomotif itu posinya di depan. Sepanjang berapapun jumlah gerbong, yang penting lokomotif itu harus kuat dan harus orang-orang pilihan. Untuk menjadi ini maka dipilih dari warga yang ada di cabang yang betul-betul militant, baik tua muda, laki-laki atau perempuan. Kemudian untuk sampai disitu biasanya pengurus akan melihat, seseorang itu sudah mampu dan sudah saatnya untuk menjadi anggota khususi atau belum. Apabila ada suami dan istri menjadi anggota MTA maka untuk menjadi anggota khususi, pihak suami yang diperintahkan untuk menjadi warga khususi terlebih dahulu, meskipun istrinya lebih militan. Hal ini disasarkan pada pertimbangan kepemimpinan dalam keluarga. Dihawatirkan kalau pihak istri yang terlebih dahulu masuk dalam kelompok khususi
23 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz H. Ahmad Sukino, Ustadz Ahmadi
dan Ustadz Agus di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
keluarga dan masyarakat dengan tanpa pamrih, kasih sayang, dan mengharap ridla Allah.
Warga yang sudah secara resmi bergabung di MTA, sistem keanggotaannya didasarkan pada gelombang pengajian yang diikuti. Kalau seorang anggota waktu longgar untuk bergabung dengan MTA pada waktu pengajian gelombang I (misalnya) maka keanggotaanya juga tercantum dalam forum pengajian gelombang I. Dalam gelombang pengajian terbagi lagi dalam kelompok-kelompok kecil keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan lokasi antar anggota. Dalam Satu gelombang bisa terdiri dari 2 atau 3 kelompok tergantung pada jumlah peserta dan kedekatan peserta satu dengan peserta lainnya. Dalam sistem keanggotaan yang didasarkan pada gelombang dimaksudkan untuk menyesuaikan waktu longgar yang dimiliki oleh anggota dalam mengikuti pengajian di tingkat cabang. Kemudian pembentukan kelompok dalam gelombang selain dapat dimungkinkan sebagai cikal-bakal keanggotaan dalam cabang baru, juga untuk memudahkan dalam memantau perkembangan anggota pengajian MTA. Melalui keorganisasian kelompok, keaktifan anggota dapat dengan mudah dipantau dilaporkan pada pengurus cabang melalui absensi dan infaq yang diberikan. Selain keanggotaan yang disebut dengan istilah warga, dalam MTA terdapat keanggotaan lain yang disebut dengan warga khususi. Sesuai dengan namanya, maka keanggotaan ini bersifat khusus dan tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang, hanya orang-orang pilihan yang bisa memasuki kelompok khususi. Menurut Ustadz Ahmadi (Medi) anggota khususi adalah lokomotif perjuangan MTA yang berposisi di garda depan perjuangan, oleh karena itu warga khususi itu harus seorang yang kuat yang mampu menarik beberapa gerbong untuk memajukan organisasi. Keaggotaan dalam warga khususi memiliki kriteria yang ditetapkan oleh pimpinan pusat MTA di Solo. Untuk bisa menjadi anggota khususi
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
76
akan mempengaruhi keharmonisan keluarga. Namun demikian, untuk menjadi anggota khususi tidak ada paksaan, kalau warga itu merasa belum siap meskipun pihak pengurus dan warga khususi memberikan rekomendasi, maka warga diberikan hak untuk menjadi anggota biasa sampai benar-benar siap24.
Anggota khususi memiliki kewajiban rutin untuk mengikuti pengajian khusus di Solo setiap hari jum‘at. Penyelengaraan pengajian ini hanya dilakukan di Solo, dan apabila anggota khusus tidak bisa datang maka wajib menyampaikan ijin terlebih dahulu. Dan ijin itu harus sesuai dengan ketentuan yaitu meminta ijin terlebih dahulu, baru setelah diijinkan diperbolehkan tidak masuk. Ketercualian pada cabang-cabang yang cukup jauh seperti Jakarta, mendapatkan kemudahan. Pengecualian ini menjadi hak prerogratif iman untuk memberikan pengecualian. Bagi warga khususi setelah di terima dalam calon kelompok terlebih dahulu masuk dalam wadah persiapan melalui pendidikan khusus tentang jamaah. Pendidikan jamaah dimaksudkan untuk memberikan perbekalan tentang pembinaan jamaah. Apabila dirasa hasil pendidikan dapat dipahami, warga khususi diperintahkan untuk melakukan kajian terhadap apa yang telah didapatkan selama mengikuti pendidikan pembinaan jamaah. Bentuk kajian yang dilakukan melalui perenungan terhadap materi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan dimasa mendatang25.
Calon warga khususi yang yakin dengan apa yang akan dilakukan selama akan memasuki wilayah khususi diberi kesempatan untuk melihat aktifitas kelompok jamaah khususi, yaitu meninjau aktifitas kelompok usroh. Peninjauan dalam
24 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz H. Ahmad Sukino dan Ustadz Ahmadi di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
25 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz Ahmadi di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
77
kelompok usroh menjadi barometer terakhir untuk menguji keseriusan calon pengikut jamaah khususi. Dalam peninjauan kelompok usroh, calon anggota diberi kesempatan untuk melihat secara langusng aktifitas yang dilakukan, pengajian-pengajian, maupun tanggungjawab-tanggungjawab yang diberikan kepada kelompok usroh. Warga yang sudah yakin dan memiliki kriteria yang diinginkan dalam anggota khususi harus menjalani ba‘iat, yaitu janji setia pada pemimpin MTA untuk selalu memperjuangkan kemajuan Islam melalui MTA. Dan akan setia pada pimpinan MTA sebagai imam mereka sampai akhir hayatnya. Sebagaimana janji setianya para sahabat kepada rosulullah dalam perjuangan Islam.
Posisi strategis warga khususi sebagai lokomotif perjuangan MTA diberikan hak dalam pemilihan pengurus MTA. Untuk pemilihan pengurus pada tingkat perwakilan, dipilih oleh warga yang menduduki pengurus perwakilan dan cabang dari warga cabang. diajukan oleh pengurus perwakilan. Dalam pengurus perwakilan kemudian mengadakan semacam fit and
propertes. Secara teknis fit and propertes dilakukan dengan cara memanggil calon pengurus pada acara interview yang diselenggarakan oleh pengurus perwakilan. Calon pengurus datang satu persatu untuk ditanya segala hal terkait dengan kesiapan mereka. Hal ini dilakukan karena tanggungjawab yang berat, sebab kalau mereka menyatakan bersedia konsekwensinya sampai mati mengabdi pada agama Islam lewat jalur organisasi MTA.
Dengan media cetak dan elektonik, MTA berkembang ke kota-kota dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di Kecamatan Nogosari (di Ketitang), Kabupaten Boyolali; di Kecamatan Polan Harjo,
akan mempengaruhi keharmonisan keluarga. Namun demikian, untuk menjadi anggota khususi tidak ada paksaan, kalau warga itu merasa belum siap meskipun pihak pengurus dan warga khususi memberikan rekomendasi, maka warga diberikan hak untuk menjadi anggota biasa sampai benar-benar siap24.
Anggota khususi memiliki kewajiban rutin untuk mengikuti pengajian khusus di Solo setiap hari jum‘at. Penyelengaraan pengajian ini hanya dilakukan di Solo, dan apabila anggota khusus tidak bisa datang maka wajib menyampaikan ijin terlebih dahulu. Dan ijin itu harus sesuai dengan ketentuan yaitu meminta ijin terlebih dahulu, baru setelah diijinkan diperbolehkan tidak masuk. Ketercualian pada cabang-cabang yang cukup jauh seperti Jakarta, mendapatkan kemudahan. Pengecualian ini menjadi hak prerogratif iman untuk memberikan pengecualian. Bagi warga khususi setelah di terima dalam calon kelompok terlebih dahulu masuk dalam wadah persiapan melalui pendidikan khusus tentang jamaah. Pendidikan jamaah dimaksudkan untuk memberikan perbekalan tentang pembinaan jamaah. Apabila dirasa hasil pendidikan dapat dipahami, warga khususi diperintahkan untuk melakukan kajian terhadap apa yang telah didapatkan selama mengikuti pendidikan pembinaan jamaah. Bentuk kajian yang dilakukan melalui perenungan terhadap materi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan dimasa mendatang25.
Calon warga khususi yang yakin dengan apa yang akan dilakukan selama akan memasuki wilayah khususi diberi kesempatan untuk melihat aktifitas kelompok jamaah khususi, yaitu meninjau aktifitas kelompok usroh. Peninjauan dalam
24 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz H. Ahmad Sukino dan Ustadz Ahmadi di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
25 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz Ahmadi di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
78
Kabupaten Klaten; di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Saat ini perkembangan dilanjutkan oleh siswa-siswa MTA yang mengaji baik di MTA Pusat maupun di cabang-cabang daerahnya masing-masing, atau di tempat perantauan di kota-kota besar.
Dalam pengembangan organisasi, peserta MTA membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu menjadi cabang-cabang atau perwakilan baru. MTA tidak membentuk cabang baru untuk memperluas jaringan pada wilayah-wilayah lain melalui intruksi dari kepengurusan pusat, tetapi pertumbuhan cabang melalui proses dari arus bawah. Jika arus bawah itu dipandang telah mampu memberikan sarana atau wadah belajar bagi masyarakat dalam memahami, dan mengamalkan al-qur‘an dalam kehidupan sehari-hari, barulah MYA pusat bersedia mengukuhkan menjadi cabang.
Hirarki kepengurusan organisasi MTA dari tingkat pusat hingga pada level wilayah paling bawah adalah sebagai berikut : Organisasi, Kedudukan, Pengurus Pusat, Solo Jawa Tengah, Pengurus Perwakilan, Se-tingkat Kabupaten, Pengurus Cabang, Se-tingkat Kecamatan.26
Ajaran Pokok yang Dikembangkan
Paham keagamaan yang dianut oleh MTA adalah pemahaman akidah merujuk pada sumber aslinya, yaitu Al-Qur‘an
dan Sunnah. Sebagai bagian dari Islam, MTA terikat dengan
26 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz H. Ahmad Sukino dan Ustadz Ahmadi di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
79
konsep-konsep Islam, seperti konsep Islam sebagai agama Allah
yang diperintahkannya kepada Nabi Muhammad s.a.w untuk diajarkan pokok-pokoknya dan peraturan-peraturannya, ditugaskan untuk menyampaikan agama tersebut kepada umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya27. Merujuk
pada konsep Islam tersebut maka konsep yang digunakan oleh MTA dari sisi aqidahnya tidak lepas dari keyakinan dalam hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Konsep aqidah ini disebut iman yang secara lisan harus diwujudkan dalam pernyataan tauhid, yaitu dua kalimat
syahadad yang berbunyi: Asyhadu Anla Illaha Illallah, Wa Asyhadu
Anna Muhammadan Rasululllah. Dari sini, kesaksian kepada Allah yang Esa merupakan pokok dalam ajaran Islam sebagai aqidah yang fundamental. Oleh karennya Islam ditinjau dari aqidah
merupakan sebuah sistem kepercayaan yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari ajaran Allah.
Berangkat dari arti pentingnya makna keimanan sebagai dasar dalam memasuki agama Islam, Islam menetapkan enam unsur pokok yang menjadi rukun dalam keimanan. Enam pokok
unsur keimanan ini juga dipegang kuat oleh anggota MTA yaitu: 1) Iman kepada Allah, Tuhan yang Esa; 2) Beriman kepada para malaikat Allah; 3) Beriman kepada Kitab Allah; 4) Beriman kepada rosul Allah; 5) Beriman pada hari pembalasan; 6) Beriman kepada qodla dan qodar Allah). Enam unsur pokok keimanan merupakan
rukun yang harus ada dan ditanamkan dalam hati setiap umat Islam, termasuk warga MTA. Unsur-unsur keimanan diyakini semuanya, sebagai satu kesatuan yang utuh. Seorang Islam tidak bisa hanya mengimani satu sisi dan tidak mengimani sisi yang lain. Enam unsur dalam keimanan adalah mata rantai yang menjadi
27 Syaltut : 1986, hal 1.
Kabupaten Klaten; di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Saat ini perkembangan dilanjutkan oleh siswa-siswa MTA yang mengaji baik di MTA Pusat maupun di cabang-cabang daerahnya masing-masing, atau di tempat perantauan di kota-kota besar.
Dalam pengembangan organisasi, peserta MTA membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu menjadi cabang-cabang atau perwakilan baru. MTA tidak membentuk cabang baru untuk memperluas jaringan pada wilayah-wilayah lain melalui intruksi dari kepengurusan pusat, tetapi pertumbuhan cabang melalui proses dari arus bawah. Jika arus bawah itu dipandang telah mampu memberikan sarana atau wadah belajar bagi masyarakat dalam memahami, dan mengamalkan al-qur‘an dalam kehidupan sehari-hari, barulah MYA pusat bersedia mengukuhkan menjadi cabang.
Hirarki kepengurusan organisasi MTA dari tingkat pusat hingga pada level wilayah paling bawah adalah sebagai berikut : Organisasi, Kedudukan, Pengurus Pusat, Solo Jawa Tengah, Pengurus Perwakilan, Se-tingkat Kabupaten, Pengurus Cabang, Se-tingkat Kecamatan.26
Ajaran Pokok yang Dikembangkan
Paham keagamaan yang dianut oleh MTA adalah pemahaman akidah merujuk pada sumber aslinya, yaitu Al-Qur‘an
dan Sunnah. Sebagai bagian dari Islam, MTA terikat dengan
26 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustadz H. Ahmad Sukino dan Ustadz Ahmadi di Kantor Pusat MTA Mangkunegaran, Solo
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
80
keharusan dan keutuhannya dalam mencapai kesempurnaan
Iman.
Keimanan seorang muslim kepada Allah tidak bisa lepas dari keimanan pada malaikat-malaikat-Nya karena dari malaikatlah ajaran Islam sampai pada rasul-rasulnya. Keimanan pada rosul-
rosul Allah juga harus bersama dengan keimanan pada kitab-kitab Allah yang diturunkan sebagai sumber ajaran. Begitu juga keimanan pada hari akhir sebagai hari pembalasan perbuatan umat manusia harus dijaga sebagai kesatuan dengan ketetapan Allah yang ditentukan berdasar qodlo dan qodar-Nya. Karena
hanya Allah semata yang menguasai alam semesta, dan hanya kepada Allah segala mahluk akan kembali. Oleh karena itu, sesuai dengan visi yang dijalankan MTA sebagai tujuan utama dalam implementasi aqidah yang dianut, penekanan pentingnya umat Islam kembali kepada ajaran Al-qur‘an dan Hadits. Keimanan
kepada Allah, berarti mengimani, membenarkan, dan melaksanakan segala ajaran-Nya yang tertuang dalam al-Qur‘an yang diturunkan pada Muhammad. Keimanan pada Muhammad berarti mengikuti segala yang dicontohkannya. Keimanan kepada Allah tidak bisa lepas pada keimanan kepada Muhammad, dan
keimanan kepada Muhammad tidak bisa lepas dari keimanan pada Al-Qur‘an. Dan apa yang dilakukan nabi selama hidupnya adalah cerminan dari kandungan ajaran Al-Qur‘an.
MTA adalah suatu yayasan yang bergerak dibidang dakwah, yang berusaha kembali kepada Al-Quran dan Sunnah,
sehingga madzhabnya adalah Al-Qurr‘an dan Sunah, tidak bermadzhab yang lain. Karena hadits menjelaskan: taraktu fikum amroini lantadlillu ma tamasaktum bihima: kitaballah wa sunnati nabi (kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat apabila kamu berpegang pada keduanya,yaitu :
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
81
Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya). Maka kita kembali kepada kitab
Allah dan sunnah nabi, maka kita pelajari.
Namun demikian MTA tidak dimaksudkan sebagai majlis yang menafsiri sendiri al-Qur‘an. MTA adalah majlis yang bermaksud untuk mempelajari kitab tafsir yang telah ada,
kemudian dipahami dan diamalkan atau dipraktekkan dalam kehidupan keseharian muslim. Atas dasar itu, MTA menghendaki adanya kehidupan masyarakat yang bersendikan pada ajaran Islam, dengan jalan mengajak kembali masyarakat kepada Al Quran dan Sunnah dan meninggalkan segala praktik ibadah yang
dipandang sebagai bid‘ah. Konsep aqidah yang diusung oleh MTA adalah Islam yang total sebagaimana dicontohkan dalam kehidupan nabi dalam kesehariannya. Islam sejak diitinggalkan nabi telah sempurna, sehingga tidak perlu ada tambahan-tambah praktek peribadatan.
“Pada hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu, dan sudah aku cukupkan nikmatku kepadamu, dan telah aku ridloi Islam menjadi agamamu”28.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa menjelang wafatnya nabi, Allah telah memberikan kejelasan melaui firmannya bahwa
syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad telah sempurna dan menjadi penyepurna agama-agama sebelumnya. Dengan ayat ini, dapat dipahami bahwa ajaran Islam tidak memerlukan lagi praktek-praktek ibadah di luar apa yang telah diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran dan di luar yang pernah dicontohkan oleh
nabi selama hidupnya.
Doktrin di atas kemudian menjadi nilai idiologis yang dikembangkan di MTA. Dengan berpegang teguh pada Al Quran
28 Al-Ma‘idah ayat 3.
keharusan dan keutuhannya dalam mencapai kesempurnaan
Iman.
Keimanan seorang muslim kepada Allah tidak bisa lepas dari keimanan pada malaikat-malaikat-Nya karena dari malaikatlah ajaran Islam sampai pada rasul-rasulnya. Keimanan pada rosul-
rosul Allah juga harus bersama dengan keimanan pada kitab-kitab Allah yang diturunkan sebagai sumber ajaran. Begitu juga keimanan pada hari akhir sebagai hari pembalasan perbuatan umat manusia harus dijaga sebagai kesatuan dengan ketetapan Allah yang ditentukan berdasar qodlo dan qodar-Nya. Karena
hanya Allah semata yang menguasai alam semesta, dan hanya kepada Allah segala mahluk akan kembali. Oleh karena itu, sesuai dengan visi yang dijalankan MTA sebagai tujuan utama dalam implementasi aqidah yang dianut, penekanan pentingnya umat Islam kembali kepada ajaran Al-qur‘an dan Hadits. Keimanan
kepada Allah, berarti mengimani, membenarkan, dan melaksanakan segala ajaran-Nya yang tertuang dalam al-Qur‘an yang diturunkan pada Muhammad. Keimanan pada Muhammad berarti mengikuti segala yang dicontohkannya. Keimanan kepada Allah tidak bisa lepas pada keimanan kepada Muhammad, dan
keimanan kepada Muhammad tidak bisa lepas dari keimanan pada Al-Qur‘an. Dan apa yang dilakukan nabi selama hidupnya adalah cerminan dari kandungan ajaran Al-Qur‘an.
MTA adalah suatu yayasan yang bergerak dibidang dakwah, yang berusaha kembali kepada Al-Quran dan Sunnah,
sehingga madzhabnya adalah Al-Qurr‘an dan Sunah, tidak bermadzhab yang lain. Karena hadits menjelaskan: taraktu fikum amroini lantadlillu ma tamasaktum bihima: kitaballah wa sunnati nabi (kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat apabila kamu berpegang pada keduanya,yaitu :
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
82
masyarakat akan terhindar dari semua kesalahan dalam beragama,
contohnya adalah mencampurkan ajaran Islam dengan praktik budaya lokal yang dinilai sesat. Al-Quran adalah kitab suci yang lengkap dan memberikan bimbingan pada manusia untuk mencapai keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Ketika
orang sudah berpaling dari Al Quran maka sebenarnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus. Bagi MTA ummat Islam harus mengimani sepenuh hati, tanpa ragu, bahwa hanya dengan Al-Qur‘an manusia secara pribadi maupun secara keseluruhan bisa menjadi baik dan selamat dalam hidupnya di dunia ini maupun di
akhirat kelak. Dengan Al-Quran manusia sudah bisa mengambil pelajaran-pelajaran yang ada untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dari zaman dulu sampai akhir zaman. Namun demikian sejak dari dulu hingga sekarang masih banyak manusia yang tidak mau menerima Al-Qur‘an yang sudah lengkap dan sempurna ini,
sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-Qur‘an. MTA mendasarkan pada firman Allah SWT: “Ini adalah sebuah kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan, penuh berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.29 Dan juga firman Allah SWT yang artinya;
“Dan (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.30
Dari pokok-pokok keimanan yang menjadi dasar ajaran Islam, seorang muslim sebagai realisasi keimanannya, diminta untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-larangannya. Sikap ketataan ini dalam Islam disebut
29 QS. Shaad : 29. 30 QS. Al-An'aam : 153.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
83
dengan takwa. Ketakwaaan adalah konsekwensi logis dari
keimanan kepada Allah. Oleh karena itu, seorang muslim sebagai perwujudkan dari keimanan harus melaksanakan amal ibadah dalam kehidupannya, baik dalam konteks menjalankan perintah atau meninggalkan larangan Allah. Melalui ibadah keimanan
seseorang dapat dibuktikan kesungguhan dan ketulusannya dalam mengimani Allah. Sehingga kuat lemahnya iman seseorang dapat dilihat dari kualitas ibadahnya. Namun juga sebaliknya, kualitas ibadah seorang muslim juga dapat disandarkan pada tingkat keimanan yang dimiliki. Muslim yang imannya lemah, akan
senantiasa ragu untuk menjalankan perintah-perintah Allah. Sebaliknya, seorang mukmin yang yakin dan kuat keimanannya dengan senang hati menjalankan perintah Allah tanpa ada perasaan berat di hati.
Kewajiban ibadah yang mendasar dalam Islam termuat
dalam lima rukun Islam. Dalam pengertian rukun, maka ibadah itu
harus dipenuhi dan ada dalam pribadi-pribadi muslim yang
memenuhi persyaratan. Rukun Islam yang utama yaitu membaca
dua kalimat syahadat yang berbunyi: Asyahadu alla Ilaha Illallah
wa asyahadu anna Muhammadar Rosulullah”. Dua kalimat
syahadat merupakan anak kunci untuk memasuki ruang rukun
Islam yang lain, seperti salat, puasa, zakat dan haji di tanah suci.
Syahadat adalah doktrin tauhid yang menjadi sumber kehidupan
jiwa manusia selama dirinya mengabdikan diri kepada Allah.
Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari
segala rasa hormat, rasa syukur, dan segala bentuk ibadah di
tujukan. Serorang muslim dalam menjalankan Ibadah harus
berpedoman pada tuntunan syariah, yaitu ketetapan-ketetapan
hukum yang di dalamnya memuat tatacara, syarat dan rukunnya
ibadah. MTA sesuai dengan visi yang ingin diwujudkan yaitu
mengajak umat Islam kembali kepada sumber ajaran Islam yang
masyarakat akan terhindar dari semua kesalahan dalam beragama,
contohnya adalah mencampurkan ajaran Islam dengan praktik budaya lokal yang dinilai sesat. Al-Quran adalah kitab suci yang lengkap dan memberikan bimbingan pada manusia untuk mencapai keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Ketika
orang sudah berpaling dari Al Quran maka sebenarnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus. Bagi MTA ummat Islam harus mengimani sepenuh hati, tanpa ragu, bahwa hanya dengan Al-Qur‘an manusia secara pribadi maupun secara keseluruhan bisa menjadi baik dan selamat dalam hidupnya di dunia ini maupun di
akhirat kelak. Dengan Al-Quran manusia sudah bisa mengambil pelajaran-pelajaran yang ada untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dari zaman dulu sampai akhir zaman. Namun demikian sejak dari dulu hingga sekarang masih banyak manusia yang tidak mau menerima Al-Qur‘an yang sudah lengkap dan sempurna ini,
sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-Qur‘an. MTA mendasarkan pada firman Allah SWT: “Ini adalah sebuah kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan, penuh berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.29 Dan juga firman Allah SWT yang artinya;
“Dan (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.30
Dari pokok-pokok keimanan yang menjadi dasar ajaran Islam, seorang muslim sebagai realisasi keimanannya, diminta untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-larangannya. Sikap ketataan ini dalam Islam disebut
29 QS. Shaad : 29. 30 QS. Al-An'aam : 153.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
84
sebenarnya, mengembalikan tuntunan syariahnya pada Al-Qur‘an
dan As-Sunnah. Maka di dalam organisasi MTA, terdapat
penekanan akan arti pentingnya kedudukan Al-Qur‘an dan Sunnah
Nabi sebagai rujukan utama dalam amal ibadah manusia.
Al-Qur‘an adalah tuntunan yang sempurna yang meliputi
seluruh hal-ikhwal kehidupan manusia. Dalam Al-Qu‘an
disebutkan: “kitab Al-Qur‘an ini tidak ada keraguan di dalamnya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Sehingga sangatlah jelas
bahwa orang muslim yang bertakwa kepada Allah, harus
berpedoman kepada Al-Qur‘an. Fungsi As-Sunnah dalam
pandangan MTA tidak jauh berbeda dengan ulama fiqih. Sunnah
berkedudukan sebagai penjelasan isi kandungan al-Qur‘an,
menjelaskan kesimpulan, membatasi kemutlakkannya,
menguraikan kemusykilan (kesulitan)nya. Sehingga Sunnah dalam
urutan hukum Islam berada setelah Al-Qur‘an. MTA mengambil
penjelasan tentang kedudukan Al-Qur‘an dengan merujuk
pendapat Imam Asy-Syathiby sebagai berikut :
Pertama, karena Al-Qur‘an itu diyakini kebenarannya dengan
tegas, sedang As-Sunnah keberadaannya masih di dalam dhan
(persangkaan kuat). Kedua, As-Sunnah itu adakalanya untuk
menjadi keterangan Al-Qur‘an semata. Maka dengan sendirinya
As-Sunnah terkemudian setelah Al-Qur‘an. Ketiga, beberapa hadits
dan atsar menunjukkan kedudukan hadits sebagai sumber hukum
Islam berada setelah al-Qur‘an. Diantara petunjuk itu misalnya
hadits yang berbunyi sebagai berikut: Nabi SAW bertanya:
”dengan apa engkau menghukumi?” Jawab Mu’adz: dengan Kitab
Allah. Nabi SAW berkata: ”Jikalau tidak kamu dapati? Jawab
Mu‘adz: dengan sunnah Rosulullah”. Tanya Nabi SAW:”Jika tidak
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
85
kamu dapati?” Jawab Mu’adz: ”Saya berijtihad dengan pikiran
saya”.31
Dalam buku “Kumpulan Brosur Ahad Pagi” tentang Sunnah dan bid‘ah juga dijelaskan kedudukan sunnah dalam posisinya terhadap Al-Qur‘an sebagai berikut :
1. As-Sunnah menjadi Bayan Tafsir, keterangan yang menjelaskan ayat-ayat mujmal (ringkas);
2. As-Sunnah menjadi Bayan Takhshin, yaitu keterangan yang menentukan sesuatu dari yang umum;
3. As-Sunnah menjadi Bayan Ta‘yin, yaitu keterangan yang
menentukan mana yang dimaksud dari dua atau tiga macam kemungkinan pengertian;
4. Disamping itu kadang-kadang AS-Sunnah mendatang kan suatu hukum yang tidak didapati pokoknya di dalam Al-Qur‘an;
5. Dan dengan Asunnah itu dapat dijalankan dalil untuk nasikh-mansukh, yakni : menentukan mana ayat yang nasikh dan mana yang dimansukhkan dari ayat-ayat yang kelihatannya berlawanan.
Sebagai konsekuensi dari doktrin yang diyakini oleh MTA,
maka ada beberapa hal yang dipandang sebagai penyebab keresahan dalam masyarakat.
Pertama MTA menolak semua praktik ibadah yang tidak pernah dilakukan dan di contohkan oleh nabi. Menurut, Ustad Sukardi Islam sebelum kematian nabi sudah sempurna, sehingga
tidak perlu lagi tambahan dalam hal ibadah. Apa lagi jika ibadah
31 Dokumen:Kumpulan Brosur Ahad Pagi tentang Sunnah dan Bid‘ah diambil dari
Kitab Al-Muwafaqaat 4 :6
sebenarnya, mengembalikan tuntunan syariahnya pada Al-Qur‘an
dan As-Sunnah. Maka di dalam organisasi MTA, terdapat
penekanan akan arti pentingnya kedudukan Al-Qur‘an dan Sunnah
Nabi sebagai rujukan utama dalam amal ibadah manusia.
Al-Qur‘an adalah tuntunan yang sempurna yang meliputi
seluruh hal-ikhwal kehidupan manusia. Dalam Al-Qu‘an
disebutkan: “kitab Al-Qur‘an ini tidak ada keraguan di dalamnya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Sehingga sangatlah jelas
bahwa orang muslim yang bertakwa kepada Allah, harus
berpedoman kepada Al-Qur‘an. Fungsi As-Sunnah dalam
pandangan MTA tidak jauh berbeda dengan ulama fiqih. Sunnah
berkedudukan sebagai penjelasan isi kandungan al-Qur‘an,
menjelaskan kesimpulan, membatasi kemutlakkannya,
menguraikan kemusykilan (kesulitan)nya. Sehingga Sunnah dalam
urutan hukum Islam berada setelah Al-Qur‘an. MTA mengambil
penjelasan tentang kedudukan Al-Qur‘an dengan merujuk
pendapat Imam Asy-Syathiby sebagai berikut :
Pertama, karena Al-Qur‘an itu diyakini kebenarannya dengan
tegas, sedang As-Sunnah keberadaannya masih di dalam dhan
(persangkaan kuat). Kedua, As-Sunnah itu adakalanya untuk
menjadi keterangan Al-Qur‘an semata. Maka dengan sendirinya
As-Sunnah terkemudian setelah Al-Qur‘an. Ketiga, beberapa hadits
dan atsar menunjukkan kedudukan hadits sebagai sumber hukum
Islam berada setelah al-Qur‘an. Diantara petunjuk itu misalnya
hadits yang berbunyi sebagai berikut: Nabi SAW bertanya:
”dengan apa engkau menghukumi?” Jawab Mu’adz: dengan Kitab
Allah. Nabi SAW berkata: ”Jikalau tidak kamu dapati? Jawab
Mu‘adz: dengan sunnah Rosulullah”. Tanya Nabi SAW:”Jika tidak
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
86
itu tidak memiliki dasar yang kuat dari tuntunan agama, baik
bersumber dari Al-Qur‘an maupun dari hadist. Dalam brosur dijelaskan seseorang yang beribadah hendaknya memahami dengan benar apa dasar atau dalil yang dijadikan landasan dalam beribadah. Kalau tidak mengetahui dalilnya maka jangan pernah
sekali-kali melakukan ibadah tersebut. Sebab hal itu akan sia-sia. Dalil yang digunakan yaitu: “Dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Bahwasanya ada dua perkara (yang penting), perkataan dan petunjuk. Maka sebaik-baiknya perkataan ialah firman Allah, dan sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk
Muhammad. Ketahuilah, jauhkanlah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya sejelek-jelek perkara itu yang diada-adakan, dan tiap-tiap yang diada-adakan itu bid’ah, dan tiap-tiap bid’ah itu sesat32.
Kedua, MTA tidak bermadzab. Fiqh sebagai panduan
praktis dalam beribadah dalam pandangan MTA sudah jadi satu dengan tuntunan yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah. Disinilah pimpinan MTA menjadi orang yang mengarahkan anggotanya untuk memahami agama dalam versi MTA. Bermadzhab adalah bentuk taqlid yang dilarang dalam ajaran MTA. Ustad Medi
mengatakan bahwa :
“MTA itu tidak menganut pada salah satu madzhab yang ada. MTA menghormati mereka dan mengambil ajaran mereka yang sesuai dengan Al- Quran dan hadist dan meninggalkan yang tidak sesuai dengan Al Quran dan hadist. Madzhab yang dianut
oleh MTA adalah Madzhab Al-Quran dan Sunnah. Oleh sebab itu umat Islam jika ingin beragama yang benar dan lurus harus kembali pada madzhab Al- Quran dan Sunnah”.
32 (Dokumen Kumpulan Brosur Ahad Pagi tentang Sunnah dan Bid‘ah, hal 27,
diambil dari HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 18, No.46).
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
87
Dalam pernyataan tersebut terlihat sekali bahwa MTA
hendak menegaskan ijtihadnya sendiri, yang tidak terikat dengan ijtihad para imam madzab yang telah ada. Madzhab yang dianut oleh MTA adalah Al-Quran dan sunnah dalam versi pemahaman mereka. Oleh sebab itu apapun yang berkaitan dengan ibadah dan
kehidupan sosial lainnya, warga MTA harus berpegang pada Al-Quran dan hadist. Mereka harus hati-hati dengan madzab yang ada sebab hal tersebut dikawatirkan tidak sesuai dengan Al-Quran dan hadist.
Ketiga, penolakan praktik Islam bercampur unsur budaya
lokal. MTA menolak segala praktik ibadah yang bercampur dengan budaya lokal seperti yasinan, tahlilan, manaqiban, selamatan dan sebagainya. Dalam sebuah ceramah yang disampaiakn oleh Ustadz Sukino terdapat dialog yang menggambarkan penolakan terhadap percampuran Islam dengan budaya Jawa. Percakapan itu
sebagai berikut :
“Islam ya Islam, nek dikandani isih ngeyel. Islam yo Islam tapi rak wong Jowo, ngelingi Jowone to Mas (Yang dicetak tebal disampaikan dalam nada berbeda sebagai bentuk percakapan orang dari luar Islam) Islam kok isih nganggo embel-embel Jowo.
Islam yo Islam. Sedelok engkas kan pun suro to mas. Wong Jowo
angger wis Suro kumat? Kumat sirike iku hlo. Ah... sampai ada kok,
Kabupaten yang menganggarkan dengan ABPD, Kapupaten kok
menjamas pusaka, alasane kok untuk pariwisata, pariwisata!
Pariwisata kok didukung dengan kemusyrikan itu piye? Padahal Allah tidak mengampuni dosa syirik.
(Islam adalah Islam, kalau diberitahu menolak. Islam adalah
Islam, tetapi kita orang Jawa, harus mengingat sebagai orang Jawa (alasan dari orang luar MTA sebagai bentuk ketidaksetujuan). Mengapa Islam masih memakai simbol-simbol Jawa. Islam adalah Islam. Sebentar lagi bulan Aa-Sura datang (alasan dari orang luar
itu tidak memiliki dasar yang kuat dari tuntunan agama, baik
bersumber dari Al-Qur‘an maupun dari hadist. Dalam brosur dijelaskan seseorang yang beribadah hendaknya memahami dengan benar apa dasar atau dalil yang dijadikan landasan dalam beribadah. Kalau tidak mengetahui dalilnya maka jangan pernah
sekali-kali melakukan ibadah tersebut. Sebab hal itu akan sia-sia. Dalil yang digunakan yaitu: “Dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Bahwasanya ada dua perkara (yang penting), perkataan dan petunjuk. Maka sebaik-baiknya perkataan ialah firman Allah, dan sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk
Muhammad. Ketahuilah, jauhkanlah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya sejelek-jelek perkara itu yang diada-adakan, dan tiap-tiap yang diada-adakan itu bid’ah, dan tiap-tiap bid’ah itu sesat32.
Kedua, MTA tidak bermadzab. Fiqh sebagai panduan
praktis dalam beribadah dalam pandangan MTA sudah jadi satu dengan tuntunan yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah. Disinilah pimpinan MTA menjadi orang yang mengarahkan anggotanya untuk memahami agama dalam versi MTA. Bermadzhab adalah bentuk taqlid yang dilarang dalam ajaran MTA. Ustad Medi
mengatakan bahwa :
“MTA itu tidak menganut pada salah satu madzhab yang ada. MTA menghormati mereka dan mengambil ajaran mereka yang sesuai dengan Al- Quran dan hadist dan meninggalkan yang tidak sesuai dengan Al Quran dan hadist. Madzhab yang dianut
oleh MTA adalah Madzhab Al-Quran dan Sunnah. Oleh sebab itu umat Islam jika ingin beragama yang benar dan lurus harus kembali pada madzhab Al- Quran dan Sunnah”.
32 (Dokumen Kumpulan Brosur Ahad Pagi tentang Sunnah dan Bid‘ah, hal 27,
diambil dari HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 18, No.46).
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
88
MTA sebagai bentuk ketidak setujuan) kalau datang bulan As Sura
syiriknya kambuh lagi? Kambuh musyriknya. Sampai-sampai ada Kabupaten yang menganggarkan dengan ABPD, Bagaimana ini bisa terjadi? Alasannya untuk pariwisata, pariwisata! Pariwisata justru didukung dengan kemusrikan, itu bagaimana? Padahal Allah
tidak mengampuni dosa syirik.33
Semua ajaran Islam yang dianut oleh MTA bertujuan untuk membangan masyarakat ideal berdasarkan pada tauhid yang lurus. Dengan tauhid yang lurus masyarakat akan dapat menjalankan agama dengan benar dan menghindari perbuatan
yang mengandung nilai kesyirikan dan bid‘ah. Oleh sebab itu MTA sangat mengunggulkan praktek ibadah yang dilakukan oleh umat Islam semasa nabi masih hidup. Setelah masyarakat akidahnya lurus, maka akan mendapatkan hidayah untuk menjalankan kehidupan secara baik menurut ajaran Islam. Umat Islam tidak lagi
mengotori keimanannya dengan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Dakwah Yang Memicu Konflik
Sebagai lembaga dakwah MTA memiliki program utama dalam mengembangkan kegiatan dakwah. Secara umum dakwah yang dilakukan oleh MTA berupa pengajian-pengajian.
Sebagaimana disampaikan oleh Ustad Ahmadi maupun ustadz Sukina bahwa sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur‘an. Pengkajian Al-Qur‘an ini dilakukan dalam berbagai pengajian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengajian khusus dan pengajian umum.
Pengajian khusus dilaksanakan di cabang dan pengajian umum
33 Buku Kumpulan Pengajian Ahad Pagi, oleh Ustad Budi Harjani pada pengajian
ahad pagi gelombang I, Senin 29 November 2010.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
89
yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi diselenggarakan oleh
MTA pusat di Solo34.
Pengajian Ahad pagi ini diperuntukan bagi umum, meskipun demikian mayoritas anggota MTA saja yang hadir, sedangkan masyarakat dari komunitas lainnya sangat terbatas.
Pengajian Ahad pagi disiarkan langsung oleh radio MTA FM dan TV MTA. Cakupan radio MTA ini cukup luas bisa mencapai seluruh kabupaten di sekitar Surakarta, DIY dan bahkan juga dapat diterima dengan baik di Wilayah Semarang. Radio ini berada pada frekuensi 109,7 MHZ. Radio ini sangat masif menyiarkan ceramah-
ceramah yang dilakukan oleh ustad Ahmad Sukino dan program MTA lainnya.
Intensitas dakwah yang dilakukan oleh MTA menyentuh banyak lapisan masyarakat. Dalam pengajian yang diselenggarakan setiap hari selasa para jama’ah mendapatkan
pengetahuan ajaran Islam yang berbeda dengan apa yang selama ini ia kerjakan. Menurut salah seorang informan (seorang imam mushala di dekat Stasiun KA Balapan), informasi yang dia peroleh lebih rasional dan didukung dengan dalil-dalil agama yang lebih kuat. Pengetahuan agama dalam pemahaman MTA kemudian ia
perdalam dengan cara mendengarkan ceramah-ceramah agama yang disiarkan oleh Radio FM MTA. Sebelum mengenal MTA masyarakat dalam menjalankan ibadah keseharian banyak menggunakan aktifitas keagamaan yang dikembangkan oleh Nahdaltul Ulama, seperti melakukan tahlil atau do‘a secara
berjamaah sehabis salat fardlu berjama’ah.35
Akan tetapi setelah mengenal MTA, aktifitas keagamaan masyarakat dimushala itu berubah. Ketika Suhendi memimpin
34 Diolah dari hasil wawancara dengan Ustazd Sukino 35 Diolah dari hasil wawancara dengan Suhendi
MTA sebagai bentuk ketidak setujuan) kalau datang bulan As Sura
syiriknya kambuh lagi? Kambuh musyriknya. Sampai-sampai ada Kabupaten yang menganggarkan dengan ABPD, Bagaimana ini bisa terjadi? Alasannya untuk pariwisata, pariwisata! Pariwisata justru didukung dengan kemusrikan, itu bagaimana? Padahal Allah
tidak mengampuni dosa syirik.33
Semua ajaran Islam yang dianut oleh MTA bertujuan untuk membangan masyarakat ideal berdasarkan pada tauhid yang lurus. Dengan tauhid yang lurus masyarakat akan dapat menjalankan agama dengan benar dan menghindari perbuatan
yang mengandung nilai kesyirikan dan bid‘ah. Oleh sebab itu MTA sangat mengunggulkan praktek ibadah yang dilakukan oleh umat Islam semasa nabi masih hidup. Setelah masyarakat akidahnya lurus, maka akan mendapatkan hidayah untuk menjalankan kehidupan secara baik menurut ajaran Islam. Umat Islam tidak lagi
mengotori keimanannya dengan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Dakwah Yang Memicu Konflik
Sebagai lembaga dakwah MTA memiliki program utama dalam mengembangkan kegiatan dakwah. Secara umum dakwah yang dilakukan oleh MTA berupa pengajian-pengajian.
Sebagaimana disampaikan oleh Ustad Ahmadi maupun ustadz Sukina bahwa sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur‘an. Pengkajian Al-Qur‘an ini dilakukan dalam berbagai pengajian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengajian khusus dan pengajian umum.
Pengajian khusus dilaksanakan di cabang dan pengajian umum
33 Buku Kumpulan Pengajian Ahad Pagi, oleh Ustad Budi Harjani pada pengajian
ahad pagi gelombang I, Senin 29 November 2010.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
90
salat berjamaah, do‘a setelah salat yang biasanya dilakukan secara
berjamaah secara perlahan mulai ditinggalkan. Pada kegiatan sosial lain seperti pada acara kematian ketika diminta untuk memimpin tahlil juga ia tolak. Pengetahuan tentang ajaran MTA oleh Suhendi selanjutnya disampaikan kepada warga yang aktif
melalukan salat berjamaah di Musala Al-Ikhlas. Waktu yang di gunakan oleh Suhendi dalam menyampaikan ajaran MTA yaitu disela-sela kegiatan salat Magrib dan Isa. Model penyampaiannya tidak melalui acara pengajian khusus. Penyampaian dakwah dilakukan di sela-sela perbincangan ringan sebagaimana
kewajaran dalam komunikasi antar warga sehabis menjalankan salat atau menjelang waktu salat. Salah seorang warga menuturkan :
Biasanya Bapak Suhendi menceramahi jamaah musala sehabis salat atau disela-sela waktu saat menjelang waktu salat
berjamaah. Ketika warga menuju mushalla kebetulan bertemu dijalan dengan pak suyono, maka biasanya ustadz Suhendi memberikan pengertian-pengertian baru tentang ajaran MTA. Di samping itu, juga ketika warga berkumpul di ruangan mushalla untuk bincang-bincang ringan sehabis salat berjamaah.
Pengetahuan agama yang paling menonjol dan sering di bicarakan dalam setiap kesempatan yaitu masalah praktek ibadah umat Islam yang dinilai mengandung bid‘ah. Bid‘ah menurut pandangan Suhendi tidak berbeda dengan apa yang menjadi pemahaman kelompok MTA yaitu segala sesuatu yang diada-
adakan dalam menjalankan ibadah adalah bid‘ah. Pengertian diada-adakan itu berarti ajaran itu sebenarnya tidak ada dan tidak perlu dilakukan oleh umat Islam. Apabila ibadah yang mengandung bid‘ah itu dilakukan, maka ibadah itu akan ditolak dan sia-sia tidak memberian manfaat sedikitpun. Ustadz
memberikan contoh ajaran bid‘ah yang selama ini dilakukan oleh
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
91
mayoritas umat Islam yaitu, tahlilan, yasinan, manaqiban, barzanji,
dan acara-acara dalam penghormatan kematian seperti telung
dino, tujuh hari, empat puluh hari, mendak, nyatus dan nyewu. Dalam sebuah kesempatan ketika bertemu dengan peneliti ustadz
Suhendi mengatakan: Setelah kami cari, ternyata dalil yang berkaitan dengan tahlil tidak saya temukan. Kalau berkaitan dengan pembacaan yasin memang ada, tetapi semuanya dloif. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar dalam menjalankan ibadah. Setelah kita cari, sebenarnya tahlilan adalah cara agama
lama dalam penghormatan terhadap orang yang meninggal dunia bukan cara-cara Islam. Bahkan dalam buku putih, orang NU yang selama ini melaksanakan tahlilan telah menulis bentuk-bentuk kesesatan yang selama ini dilakukan oleh sebagian besar umat Islam. Sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama, Ustadz
Suhendi dipandang sebagai salah satu orang yang memiliki pengetahuan agama yang jauh lebih baik dibanding dengan masyarakat lain. Apalagi dilihat dari intensitas keaktifan dalam memimpin salat berjamaah, apa yang disampaikan oleh ustadz mendapatkan perhatian dari warga. Dari aktifitas penyampaian
dakwah secara lisan oleh ustadz, akhirnya ada beberapa warga yang tertarik untuk memperdalam pengetahuan agama seperti yang dikembangkan oleh MTA.
Dari pengamatan warga, jamaah mushalla yang dipandang sudah terpengaruh oleh pemahaman ajaran Islam yang
dikembangkan oleh MTA atau paling tidak sepaham dengan model praktek ibadah sudah cukup banyak. Dasar yang dijadikan warga untuk menilai bahwa mereka adalah anggota MTA yaitu warga menjumpai mereka telah beberapa kali mendatangi pengajian MTA di Solo secara rombongan.
Beberapa nama yang dipandang oleh warga sekitar mushala al Iklhas sebagai anggota ketika dimintakan konfirmasi
salat berjamaah, do‘a setelah salat yang biasanya dilakukan secara
berjamaah secara perlahan mulai ditinggalkan. Pada kegiatan sosial lain seperti pada acara kematian ketika diminta untuk memimpin tahlil juga ia tolak. Pengetahuan tentang ajaran MTA oleh Suhendi selanjutnya disampaikan kepada warga yang aktif
melalukan salat berjamaah di Musala Al-Ikhlas. Waktu yang di gunakan oleh Suhendi dalam menyampaikan ajaran MTA yaitu disela-sela kegiatan salat Magrib dan Isa. Model penyampaiannya tidak melalui acara pengajian khusus. Penyampaian dakwah dilakukan di sela-sela perbincangan ringan sebagaimana
kewajaran dalam komunikasi antar warga sehabis menjalankan salat atau menjelang waktu salat. Salah seorang warga menuturkan :
Biasanya Bapak Suhendi menceramahi jamaah musala sehabis salat atau disela-sela waktu saat menjelang waktu salat
berjamaah. Ketika warga menuju mushalla kebetulan bertemu dijalan dengan pak suyono, maka biasanya ustadz Suhendi memberikan pengertian-pengertian baru tentang ajaran MTA. Di samping itu, juga ketika warga berkumpul di ruangan mushalla untuk bincang-bincang ringan sehabis salat berjamaah.
Pengetahuan agama yang paling menonjol dan sering di bicarakan dalam setiap kesempatan yaitu masalah praktek ibadah umat Islam yang dinilai mengandung bid‘ah. Bid‘ah menurut pandangan Suhendi tidak berbeda dengan apa yang menjadi pemahaman kelompok MTA yaitu segala sesuatu yang diada-
adakan dalam menjalankan ibadah adalah bid‘ah. Pengertian diada-adakan itu berarti ajaran itu sebenarnya tidak ada dan tidak perlu dilakukan oleh umat Islam. Apabila ibadah yang mengandung bid‘ah itu dilakukan, maka ibadah itu akan ditolak dan sia-sia tidak memberian manfaat sedikitpun. Ustadz
memberikan contoh ajaran bid‘ah yang selama ini dilakukan oleh
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
92
kepada pengurus MTA Pusat Solo. Mereka memang telah
beberapa kali menghadiri pengajian Ahad pagi yang digelar oleh MTA pusat di Solo, namun karena pengajian di Solo itu sifatnya terbuka, mereka boleh-boleh saja ikut menyaksikan pengajian tersebut. Meski jumlah anggota atau simpatisan MTA di sekitar
stasiun Balapan relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah warga yang berhaluan NU, akan tetapi karena doktrin yang diajarkan cukup intensif membuat kelompok MTA lebih aktif dalam menjalankan kegiatan keagamaan. Kuatnya pengaruh ajaran MTA pada beberapa warga membuat adanya kesenjangan pengamalan
ajaran agama dalam masyakat sekitar stasiun. Akibat dari perbedaan pemahaman itu, dalam aktifitas menjalankan kegiatan keagamaan terjadi pergesekan.
Pada waktu selesai azan salat magrib yang kebetulan dilakukan oleh salah seorang warga berhaluan NU, biasanya
dilakukan puji-pujian sambil menunggu iqomah. Puji-pujian yang dilakukan pada waktu itu yaitu membaca subhanallah, alhamdulillah. Cara yang dilakukan oleh warga yang berhaluan NU itu langsung mendapat teguran dari kelompok MTA. Dengan serta-merta simpatisan MTA yang mengetahui langsung menegur
bahwa aktifitas itu dinilai tidak benar, karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi. Menurut kelompok MTA waktu dzikir yang lebih tepat yaitu setelah salat, bukan sebelum salat.36
Benih perbedaan dalam memahami ajaran agama Islam semakin tajam terjadi ketika aktifitas mushalla Al Ikhlas memasuki
bulan suci Ramadlan. Pada waktu bulan Ramadlan selain aktifitas rutin salat berjamaah dan salat tarawih, pihak takmir musala juga mengadakan kegiatan kultum, yaitu ceramah tujuh menit yang dilakukan disela-sela waktu antara salat Isa‘ dan salat Tarwih.
36 Wawancara dengan ustadz Suhendi
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
93
Moment kultum ini oleh sebagian dari kelompok MTA justru
dimanfaatkan untuk memberikan cemarah terkait dengan materi masalah khilafiah yang menyulut perbedaan37. Pada bulan Ramadlan tahun 2009 lalu, suasana perbedaan paham di masyarakat Tegalsari kembali mengemuka dan cenderung
memanas, ketika salah seorang yang dinilai sebagai kelompok MTA memberikan ceramah dalam acara kultum. Kelompok warga MTA pada waktu itu memberi materi berisi tentang praktek pelaksanaan ajaran agama yang mengandung bit‘ah. Perasaan ketersinggungan itu muncul ketika warga MTA mencontohkan
bahwa pelaksanaan do‘a yang dilakukan oleh imam sehabis salat berjamaah dengan suara keras adalah bid‘ah yang tidak dicontohkan oleh nabi apalagi sang makmum sendiri tidak mengerti apa yang diminta dalam do‘a sang imam. Bid‘ah-bid‘ah yang lain yang selama ini tidak disadari dilaksanakan oleh umat
Islam menurut penceramah dari kelompok MTA juga masih banyak, seperti bersalaman sehabis salat, do‘a dengan mengangkat tangan, tahlilan dan yasinan.38
37 Diolah dari hasil wawancara dengan Ketua Takmir musala Al Iklhas. 38 Nur Ariyanto (1105047), Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 2010 "Strategi
Dakwah Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Melalui Radio MTA 107,9 FM Surakarta" ini, merupakan penelitian yang mencoba menjabarkan tentang strategi dakwah MTA melalui salah satu media massa yang di milikinya yaitu Radio MTA 107,9 FM Surakarta. Strategi sendiri merupakan pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mengembangkan sebuah organisasi. Pilihan-pilihan tersebut diintegrasikan dan dikoordinir kemudian dirancang untuk mengeksploitasi kompetensi inti (core competence) untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Sedangkan strategi dakwah dapat diartikan sebagai siasat, metode, taktik atau manuver yang digunakan dalam aktivitas dakwah dalam rangka mencapai sasaran dan tujuannya secara efektif dan efisien.
Adapun strategi dakwah melalui radio yang dimaksud adalah konsep yang memuat langkah-langkah yang terarah, terpadu dan integral mengenai radio dengan mendayagunakan segala potensi yang dimiliki untuk mengembangkan dakwah kepada kelompok sasaran yang telah ditentukan, dengan mengarahkan manusia agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT melalui media radio. Hal ini merupakan strategi dakwah yang dikembangkan dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan dakwahnya secara efektif dan efisien melalui Radio MTA 107,9 FM Surakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap MTA Tv dan Radio MTA 107,9 FM Surakarta, ditemukan tiga strategi utama yang
kepada pengurus MTA Pusat Solo. Mereka memang telah
beberapa kali menghadiri pengajian Ahad pagi yang digelar oleh MTA pusat di Solo, namun karena pengajian di Solo itu sifatnya terbuka, mereka boleh-boleh saja ikut menyaksikan pengajian tersebut. Meski jumlah anggota atau simpatisan MTA di sekitar
stasiun Balapan relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah warga yang berhaluan NU, akan tetapi karena doktrin yang diajarkan cukup intensif membuat kelompok MTA lebih aktif dalam menjalankan kegiatan keagamaan. Kuatnya pengaruh ajaran MTA pada beberapa warga membuat adanya kesenjangan pengamalan
ajaran agama dalam masyakat sekitar stasiun. Akibat dari perbedaan pemahaman itu, dalam aktifitas menjalankan kegiatan keagamaan terjadi pergesekan.
Pada waktu selesai azan salat magrib yang kebetulan dilakukan oleh salah seorang warga berhaluan NU, biasanya
dilakukan puji-pujian sambil menunggu iqomah. Puji-pujian yang dilakukan pada waktu itu yaitu membaca subhanallah, alhamdulillah. Cara yang dilakukan oleh warga yang berhaluan NU itu langsung mendapat teguran dari kelompok MTA. Dengan serta-merta simpatisan MTA yang mengetahui langsung menegur
bahwa aktifitas itu dinilai tidak benar, karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi. Menurut kelompok MTA waktu dzikir yang lebih tepat yaitu setelah salat, bukan sebelum salat.36
Benih perbedaan dalam memahami ajaran agama Islam semakin tajam terjadi ketika aktifitas mushalla Al Ikhlas memasuki
bulan suci Ramadlan. Pada waktu bulan Ramadlan selain aktifitas rutin salat berjamaah dan salat tarawih, pihak takmir musala juga mengadakan kegiatan kultum, yaitu ceramah tujuh menit yang dilakukan disela-sela waktu antara salat Isa‘ dan salat Tarwih.
36 Wawancara dengan ustadz Suhendi
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
94
Masih dalam suasana bulan Ramadhan dari ceramah yang
dilakukan oleh simpatisan MTA, ceramah itu mendapatkan reaksi dari beberapa warga yang lain dalam kesempatan berbeda di acara yang sama. Ustadz Rahman dalam kultum Ramadlan memberikan reaksi keras terhadap isi ceramah yang dilakukan
oleh Suhendi (samaran) sebelumnya. Bagi ustadz Rahman, tidak sepantasnya seorang muslim yang se-iman memberikan materi ceramah pada masalah-masalah yang masih dalam perdebatan (khilafiah), sehingga menyalahkan praktek ibadah muslim lain. Seharusnya umat muslim bisa menerima perbedaan sebagai
sebuah kewajaran.39
Akibat dari ketegagan yang disulut oleh perbedaan keyakinan dalam melaksanakan praktek ibadah warga jamaah Musala Al-khlas akhirnya terbelah menjadi dua kelompok. Meski tidak secara nyata dua kelompok ini menunjukkan eksistensinya
namun dari pengamatan kelompok warga yang mendukung MTA dan warga yang masih berpegang pada pola ibadah warga NU terlihat nyata. Asumsi-asumsi yang digunakan warga yaitu: Apabila yang bertugas menjadi imam dalam salat berjamaah di malan ramadlan dari kelompok MTA maka, masyarakat yang merasa tidak
sepaham mengalihkan aktifitasnya pada tempat ibadah lain, yaitu di masjid atau di musala lainnya. Begitu juga sebaliknya, apabila yang mendapat tugas adalah dari kelompok yang berhaluan NU maka, jamaah warga MTA ada yang meninggalkan mushalla setelah salat isa selesai dilakukan.
Meski tidak sampai terjadi bentrok, sejumlah warga sangat menyayangkan terjadi perbedaan pandangan dalam beragama
digunakan MTA melalui salah satu media dakwahnya tersebut, yakni; Strategi Adaptif, Strategi Diferensiasi, Strategi Diversifikasi. Terlepas dari hasil yang telah dicapai, ketiga strategi tersebut telah diimplementasikan dalam keseluruhan dakwah MTA melalui radio dakwahnya tersebut.
39 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Rahman
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
95
yang memicu keretakan hubungan sosial. Salah seorang warga
dengan terpaksa harus pindah dari Musala Al-Iklas dalam menjalankan aktifitas salat tarawih karena merasa tidak mantap kalau dalam pelaksanaan ritual ibadah berbeda dengan pola ibadah yang biasanya ia laksanakan.
Dampak dari perbedaan pemahaman ajaran Islam yang dikembangkan MTA dan NU ini dirasakan oleh warga dari kalangan NU bahwa dirinya merasa tersingkir dari aktifitas keagamaan di Mushalla Al-Ikhlas. Padahal menurut mereka dalam mebangun mushalla ini mereka yang lebih banyak menyumbang
dana. Akibatnya muncul ketidakcocokan terhadap dominasi MTA dalam kegiatan keagamaan di Mushalla Al-Ikhlas. Perasaan tersingkir warga dari aktifitas mushalla ini, terungkap dalam pertemuan rutin warga dalam acara tahlilan malam jum‘at kliwon. Dalam kesempatan acara tahlilan, seorang warga mengusulkan
kalau memang kelompok MTA tidak bisa menjaga keharmonisan dalam aktifitas keagamaan dan selalu menganggap kelompok lain salah, maka sebaiknya kelompok warga yang condong pada MTA diusulkan untuk mendirikan mushalla tersendiri. Selain perasaan dihinakan dalam keyakinan agama, kempok MTA juga dinilai tidak
menghargai warga dalam kegiatan sosial keagamaan yang bernuansa tradisi. Ketika warga NU menggelar acara pembacaan tahlil (tahlilan) dan yasin, warga MTA secara sepihak tidak mau menghadiri acara tersebut dengan alasan kegiatan itu dinilai tidak berasal dari ajaran Islam. Meski kelompok MTA tidak menyatakan
secara terus terang alasan ketidak hadirannya karena ada perbedaan prinsip dalam memahami acara agama, warga yang memiliki hajat secara tidak langsung mengetahui itu dari rumor dimasyarakat.40
40 Diolah dari hasil wawancara dengan warga sekitar mushala AlIkhlas
Masih dalam suasana bulan Ramadhan dari ceramah yang
dilakukan oleh simpatisan MTA, ceramah itu mendapatkan reaksi dari beberapa warga yang lain dalam kesempatan berbeda di acara yang sama. Ustadz Rahman dalam kultum Ramadlan memberikan reaksi keras terhadap isi ceramah yang dilakukan
oleh Suhendi (samaran) sebelumnya. Bagi ustadz Rahman, tidak sepantasnya seorang muslim yang se-iman memberikan materi ceramah pada masalah-masalah yang masih dalam perdebatan (khilafiah), sehingga menyalahkan praktek ibadah muslim lain. Seharusnya umat muslim bisa menerima perbedaan sebagai
sebuah kewajaran.39
Akibat dari ketegagan yang disulut oleh perbedaan keyakinan dalam melaksanakan praktek ibadah warga jamaah Musala Al-khlas akhirnya terbelah menjadi dua kelompok. Meski tidak secara nyata dua kelompok ini menunjukkan eksistensinya
namun dari pengamatan kelompok warga yang mendukung MTA dan warga yang masih berpegang pada pola ibadah warga NU terlihat nyata. Asumsi-asumsi yang digunakan warga yaitu: Apabila yang bertugas menjadi imam dalam salat berjamaah di malan ramadlan dari kelompok MTA maka, masyarakat yang merasa tidak
sepaham mengalihkan aktifitasnya pada tempat ibadah lain, yaitu di masjid atau di musala lainnya. Begitu juga sebaliknya, apabila yang mendapat tugas adalah dari kelompok yang berhaluan NU maka, jamaah warga MTA ada yang meninggalkan mushalla setelah salat isa selesai dilakukan.
Meski tidak sampai terjadi bentrok, sejumlah warga sangat menyayangkan terjadi perbedaan pandangan dalam beragama
digunakan MTA melalui salah satu media dakwahnya tersebut, yakni; Strategi Adaptif, Strategi Diferensiasi, Strategi Diversifikasi. Terlepas dari hasil yang telah dicapai, ketiga strategi tersebut telah diimplementasikan dalam keseluruhan dakwah MTA melalui radio dakwahnya tersebut.
39 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Rahman
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
96
Merunut Ketua Tak‘mir Masjid Mujahidin, Ahmad Basuki,
yang memicu utama konflik adalah praktek ibadah masyarakat yang sudah populer dilaksanakan seperti pembacaan tahlil dan yasin. Praktek ibadah yang selama ini dilaksanakan dan sudah dilakukan secara turun temurun tiba-tiba disalahkan dengan
tuduhan bid‘ah. Praktek ibadah masyarakat yang dinilai oleh kelompok MTA sebagai bid‘ah selalu saja diungkit-ungkit dalam setiap kesempatan.41
Perbedaan dalam pengamalan ajaran agama antara kelompok warga MTA dengan masyarakat sekitar akhirnya
berdampak luas tidak hanya pada dimiensi religius semata, tetapi juga dimensi sosial yang menyebabkan keretakan hubungan sosial antar warga. Penolakan warga MTA terhadap aktifitas sosial atau tradisi dinilai terlalu berlebihan, sehingga kesenjangan dalam hubungan sosial semakin terasa. Warga MTA dalam hubungan
sosial semakin tersingkir dan terasing. Keberadaan warga MTA dalam aktifitas sehari-hari tidak banyak terlibat, warga yang berhaluan NU cenderung menghindari kontak sosial dengan kelompok MTA.
Di beberapa daerah, MTA mendapat reaksi keras dari
kelompok muslim mapan, misalnya di Purworejo. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Purworejo mengeluarkan sikap terhadap keberadaan jamaah Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) yang disinyalir mulai ekspansi dakwah ke Purworejo. NU menolak kehadiran MTA karena materi dan metode dakwahnya dinilai
provokatif, meresahkan, serta bisa memicu perpecahan umat. Sikap PCNU itu disampaikan Rois Syuriah NU KH Habib Hasan Al Ba'bud dan Ketua Tanfidziyah HA Hamid AK SPd I dalam rapat
41 Diolah dari hasil wawancara dengan Takmir Masjid Mujahidin
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
97
koordinasi menyikapi keberadaan MTA yang difasilitasi Kantor
Kementerian Agama, Kamis, 31 Maret 2011.
Dalam Rakor yang dimoderatori Kepala Kemenag Drs H Khozin Sukardi dihadiri oleh Asisten Sekretaris III Drh H Abdul Rahman mewakiliki Bupati, Kasdim Mayor Inf Deny Kartiwa, Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Purworejo KH Abdullah Syarqowi, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) KH Junaedi Jazuli, Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Purworejo H Dandung Danadi, Kabag Kesra Setda Purworejo Drs Bambang Susilo, perwakilan Polres, serta perwakilan Kesbangpolinmas.
PCNU telah mengeluarkan surat bernomor: PC.11.32/04/D/ III/2011 yang berisi pernyataan penolakan kehadiran MTA. Surat ditandatangani para kiai khos di Purworejo, yaitu KH Jakfar Samsuddin pengasuh pesantren Al Falah Lugosobo, KH Dawud Muchlas (PP Al Muttaqin), KH Dawud Maskuri (PP Ma'unah
Plaosan), KH Thoyfur Mawardi (PP Darut Tauhid), KH Habib Hasan Al Ba'bud (PP Al Iman Bulus), KH Abdullah Syarqowi (PP Al Irsyad), KH Chalwani Nawawi (PP An Nawawi), KH Nashihin CH (API Winong Kemiri), dan KH Much Atabik (PP Ash Shiddiqiyah).
Tebar kebencian dalam pernyataan sikap itu ditegaskan,
bahwa kyai merasa keberatan dengan materi dan metode pendekatan yang dilakukan MTA dalam melakukan dakwah. Pasalnya, MTA tidak menghormati perbedaan fiqhiyah, cenderung melecehkan ajaran kelompok lain, provokatif, menyebarkan kebencian, dan permusuhan di kalangan umat Islam, sehingga
mengganggu ketenteraman dan keharmonisan umat beragama di Purworejo. Ketua Tanfidziyah PCNU HA Hamid AK SPd I menyerukan kepada umat Islam, khususnya warga NU agar selalu
Merunut Ketua Tak‘mir Masjid Mujahidin, Ahmad Basuki,
yang memicu utama konflik adalah praktek ibadah masyarakat yang sudah populer dilaksanakan seperti pembacaan tahlil dan yasin. Praktek ibadah yang selama ini dilaksanakan dan sudah dilakukan secara turun temurun tiba-tiba disalahkan dengan
tuduhan bid‘ah. Praktek ibadah masyarakat yang dinilai oleh kelompok MTA sebagai bid‘ah selalu saja diungkit-ungkit dalam setiap kesempatan.41
Perbedaan dalam pengamalan ajaran agama antara kelompok warga MTA dengan masyarakat sekitar akhirnya
berdampak luas tidak hanya pada dimiensi religius semata, tetapi juga dimensi sosial yang menyebabkan keretakan hubungan sosial antar warga. Penolakan warga MTA terhadap aktifitas sosial atau tradisi dinilai terlalu berlebihan, sehingga kesenjangan dalam hubungan sosial semakin terasa. Warga MTA dalam hubungan
sosial semakin tersingkir dan terasing. Keberadaan warga MTA dalam aktifitas sehari-hari tidak banyak terlibat, warga yang berhaluan NU cenderung menghindari kontak sosial dengan kelompok MTA.
Di beberapa daerah, MTA mendapat reaksi keras dari
kelompok muslim mapan, misalnya di Purworejo. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Purworejo mengeluarkan sikap terhadap keberadaan jamaah Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) yang disinyalir mulai ekspansi dakwah ke Purworejo. NU menolak kehadiran MTA karena materi dan metode dakwahnya dinilai
provokatif, meresahkan, serta bisa memicu perpecahan umat. Sikap PCNU itu disampaikan Rois Syuriah NU KH Habib Hasan Al Ba'bud dan Ketua Tanfidziyah HA Hamid AK SPd I dalam rapat
41 Diolah dari hasil wawancara dengan Takmir Masjid Mujahidin
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
98
menjunjung tinggi persaudaraan dan menghindari tindakan
anarkis dan main hakim sendiri dan jangan mudah terprovokasi.42
Sementara itu sebagian masyarakat menyatakan bahwa MTA sangat cocok untuk membangkitkan kembali semangat kembali kepada Al-Qur’an dan as Sunnah, sehingga memiliki
peranan besar dalam perubahan sosial, terutama dalam kehidupan sosial keagamaan. Kondisi sosial keagamaan yang telah mapan dan stagnan perlu dikompori agar gairah kehidupoan keagamaan menjadi lebih dinamis. MTA sangat berperan dalam perubahan sosial dan menjadi semakin penting di masa mendatang.
Muhammadiyah yang pada masa lalu telah membangun kesadaran kaum muslim akan pentingnya kembali ke Al-Qur’an dan Al-Hadits, seolah telah mengalami kejumudan dan kejenuhan dakwah, sehingga dakwah sebagai gerakan utamanya telah menjadi lemah. Muhammadiyah menjadi lebih sibuk dalam
mengelola amal usaha, lembaga pendidikan, rumah sakit, poliklinik, panti asuhan, pemberdayaan ekonomi dan sebagainya.43
42 Suara Banyumas, 1 April 2011 43Darmanto, Peranan MTA dalam Perubahan Sosial, mengetahui dan
mempelajari peranan Majlis tafsir Al-Qur’an (MTA) dalam perubahan sosial di Desa Ngrombo. Paradigmanya adalah paradigma fakta sosial dengan menggunakan teori struktural fungsional yang dikembangkan Emile Durkheim. Kesimpulan dari penelitian ini adalah keberadaan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Cabang Ngrombo berkembang sangat pesat dan mampu berperan dalam membangun mentalitas agama dan moralitas masyarakat di desa Ngrombo, sehingga keberadaan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) sangat dibutuhkan. Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) telah mengembangkan dakwah (pemahaman ajaran Islam dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW sebagai sumbernya) kepada masyarakat dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman agama masyarakat yang meningkat berdampak pada meningkatnya rasa solidaritas sosial yang tinggi dan meningkat pula integritas masyarakat di desa Ngrombo. Dakwah yang dilakukan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di desa Ngrombo adalah sebuah proses untuk mewujudkan sebuah keteraturan/ ketertiban sosial yang berlandaskan norma-norma dan nilai-nilai ajaran agama Islam. Demikian hasil wawancara dengan pimpinan Al Islam Solo (Mujahid) pimpinan Muhammadiyah Daerah Surakarta, Pimpinan daerah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Surakarta dan pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Surakarta (Ahmad Solekhan), Miyanto (pegawai Kementerian Agama Surakarta)
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
99
Bagi aktifis Persyarikatan Muhammadiyah dewasa ini,
tentu akan merasakan bagaimana dakwah yang awalnya sebagai gerakan tajdid dan begitu bersemangat, tetapi akhir-akhir ini seperti sudah berhenti. Salah seorang peneliti senior Puslitbang Kehidupan Keagamaan (Ahmad Syafi’i Mufid) menyatakan dalam
editorial hasil Penelitian Gerakan Keagamaan Transnasional di Indonesia, bahwa peran dakwah Muhammadiyah sekarang dan di masa mendatang mulai digantikan gerakan dakwah keagamaan baru, seperti; MTA, LDII, Salafi Dakwah, dan sebagainya. Pesan Sang Pencerah (KH. Ahmad Dahlan) semasa hidupnya bahwa
“jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah tetapi hidupkanlah Muhammadiyah dengan dakwah dan amal usaha” rasanya sudah mulai ditinggalkan.44
Lebih menyedihkan lagi bahwa ada informasi yang sangat valid berkaitan dengan eksistensi Muhammadiyah, bahwa
Muhammadiya sudah sama saja dengan Nahdhatul Ulama (NU) dkk, karena ideologi taqlid, bid’ah dan churafatnya telah digadaikan kepada NU, sehingga sebagai simpatisan Muhammadiyah juga melaksanakan amalan yang dibid’ahkan dan ikut latah gegap gempitanya wacana kearifan lokal. Karena itu
tidak heran jika para simpatisan melaksanakan amalan tahlil ketika anggota keluarganya meninggal, meskipun alasannya sekedar budaya bukan ajaran. Banyak dari peserta pengajian MTA adalah aktifis dan simpatisan Muhammadiyah. Wacana kearifan lokal yang
44Ahmad Safi’i Mufid (Ed), Gerakan Keagamaan Transnasional: Kasus Gerakan
Syi’ah dan Hizbut Tahrir Indonesia (HT), Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010. Lihat pula Wakhid Sugiyarto (Ed), Gerakan Keagamaan Transnasional: Kasus Gerakan Salafi, Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tablig, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010 yang menyatakan bahwa para aktifis Muhammadiyah sudah mulai banyak berdiri di dua kaki dengan tempat yang berbeda, yaitu kaki kiri masih di Muhammadiyah karena sayang dan sebagai pencerah kehidupan beragama, sementara kaki kanan sudah melangkah ke Salafi, HTI, MTA, Al Islam dan sebagainya, sebagai konsekuensi ketidakpuasan dakwah yang sedang diperankan oleh Muhammadiyah sebagaimana dialami oleh editor sendiri.
menjunjung tinggi persaudaraan dan menghindari tindakan
anarkis dan main hakim sendiri dan jangan mudah terprovokasi.42
Sementara itu sebagian masyarakat menyatakan bahwa MTA sangat cocok untuk membangkitkan kembali semangat kembali kepada Al-Qur’an dan as Sunnah, sehingga memiliki
peranan besar dalam perubahan sosial, terutama dalam kehidupan sosial keagamaan. Kondisi sosial keagamaan yang telah mapan dan stagnan perlu dikompori agar gairah kehidupoan keagamaan menjadi lebih dinamis. MTA sangat berperan dalam perubahan sosial dan menjadi semakin penting di masa mendatang.
Muhammadiyah yang pada masa lalu telah membangun kesadaran kaum muslim akan pentingnya kembali ke Al-Qur’an dan Al-Hadits, seolah telah mengalami kejumudan dan kejenuhan dakwah, sehingga dakwah sebagai gerakan utamanya telah menjadi lemah. Muhammadiyah menjadi lebih sibuk dalam
mengelola amal usaha, lembaga pendidikan, rumah sakit, poliklinik, panti asuhan, pemberdayaan ekonomi dan sebagainya.43
42 Suara Banyumas, 1 April 2011 43Darmanto, Peranan MTA dalam Perubahan Sosial, mengetahui dan
mempelajari peranan Majlis tafsir Al-Qur’an (MTA) dalam perubahan sosial di Desa Ngrombo. Paradigmanya adalah paradigma fakta sosial dengan menggunakan teori struktural fungsional yang dikembangkan Emile Durkheim. Kesimpulan dari penelitian ini adalah keberadaan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Cabang Ngrombo berkembang sangat pesat dan mampu berperan dalam membangun mentalitas agama dan moralitas masyarakat di desa Ngrombo, sehingga keberadaan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) sangat dibutuhkan. Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) telah mengembangkan dakwah (pemahaman ajaran Islam dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW sebagai sumbernya) kepada masyarakat dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman agama masyarakat yang meningkat berdampak pada meningkatnya rasa solidaritas sosial yang tinggi dan meningkat pula integritas masyarakat di desa Ngrombo. Dakwah yang dilakukan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di desa Ngrombo adalah sebuah proses untuk mewujudkan sebuah keteraturan/ ketertiban sosial yang berlandaskan norma-norma dan nilai-nilai ajaran agama Islam. Demikian hasil wawancara dengan pimpinan Al Islam Solo (Mujahid) pimpinan Muhammadiyah Daerah Surakarta, Pimpinan daerah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Surakarta dan pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Surakarta (Ahmad Solekhan), Miyanto (pegawai Kementerian Agama Surakarta)
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
100
telah membahana di media dan bahkan menjadi kebijakan
pemerintah dipandangnya sebagai kegagalan Muham-madiyah dalam dakwah, karena kearifan lokal diartikan sebagai membolehkan melaksanakan taqlid, bid’ah dan churafat (TBC) oleh simpatisan Muhamadiyah dan masyarakat pedesaan. Dengan
kearifan lokal, Muhammadiyah telah termakan wacana intelektual atas nama menjaga harmoni dan kerukunan dalam kehidupan sosial keagamaan. Semangat pembersihan tauhid dan amalan Islam agar kembali ke al-Qur’an dan as-Sunnah seolah sudah mati. Muhammadiyah sudah kehilangan sifat progresifnya sebagai
gerakan dakwah dan gerakan pembaharuan Islam, sibuk ngurusi dunia lupa ngurusi ilmu akhirat.45
Menurut MTA, tradisi dimungkinkan berada dalam tiga kemungkinkan. Pertama, Jika tradisi tidak bertentangan dengan Islam, tradisi tersebut dapat dilaksanakan oleh umat Islam. Kedua,
kalau tradisi itu bertentangan dengan Islam dan tidak bisa dibenahi sesuai dengan aqidah Islam, maka tradisi itu harus dihentikan. Ketiga, kalau tradisi itu bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa diluruskan, maka bisa dilaksanakan oleh umat
Islam46.
Dengan pemahaman ini diharapkan masyarakat akan selalu menjalankan syariat Islam secara benar sebagaimana yang dituntunkan oleh Al-Quran dalam bidang kehidupannya seperti bidang ekonomi, kesehatan, sosial, politik dan pendidikan.
Sehingga masyarakat menjalankan kehidupannya senantiasa bersandar pada Al-Quran. Ketika umat Islam berkerja, sekolah,
45 Diolah dari hasil wawancara dengan peserta pengajian ahad (Jihad) pagi MTA
(Hari, pariman, Suparno, Sunyoto, Buchari, Supriyatin, Dahlan, Hadi) 46 Diolah dari jasil wawancara dengan Ustad Budi Harjani pada pengajian
gelombang I, Senin 29 November 2010 dalam buku kumpulan pengajian ahad pagi
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
101
berumah tangga dan lainnya juga dengan dasar Al Quran. Kalau
sudah seperti itu telah membuktikan bahwa masyarakat telah mengamalkan agama secara benar dan lurus dari ajaran Al Quran. Jadi intinya dalam ajaran MTA masyarakat idial adalah masyarakat yang dalam kehidupannya selalu dibimbing oleh pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan Al Qur'an secara benar.
Ustad Ahmadi mengatakan bahwa materi yang diberikan dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur‘an dengan acuan tafsir Al-Qur‘an yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dan kitab-kitab tafsir lain baik karya ulama-ulama Indonesia maupun
karya ulama-ulama dari dunia Islam yang lain, baik karya ulama-ulama salafi maupun ulama-ulama kholafi. Kitab tafsir yang sekarang sedang dikaji antara lain adalah kitab tafsir oleh Ibn Katsir yang sudah ada terjemahannya dan kitab tafsir oleh Ibn Abas. Kajjian terhadap kitab tafsir oleh Ibn Abas dilakukan khusus oleh
siswa-siswa MTA yang kemampuan bahasa Arabnya telah memadai. Dalam hal ini yang dilakukan MTA bukanlah menafsirkan Al Quran akan tetapi mengkaji kitab tafsir yang telah ada dalam rangka pemahaman Al Quran agar dapat dihayati dan diamalkan.
Dalam hal salat, menurut MTA seorang muslim harus mengetahui sarat rukunnya salat, seperti suci dari hadas besar dan hadast kecil. Untuk itulah seorang muslim wajib mengetahui masalah bersuci yang disebut dengan thoharoh. Dalam hal bersuci sesuai dengan buku tentang thaharah disebutkan adanya tujuh
bab yaitu : 1) tentang air dan macam-macamnya; 2) pengertian najis dan cara mensucikannya; 3) Adab buang air; 4) Mandi janabat; 5) Wudlu; 6) Tayamum dan 7) penjelasan tentang Haid, Istihadlah dan Nifas.
Dalam hal berwudlu, menurut pandangan MTA air sebagai
media berwudlu tidak mengenal istilah mustakmal, air menurut
telah membahana di media dan bahkan menjadi kebijakan
pemerintah dipandangnya sebagai kegagalan Muham-madiyah dalam dakwah, karena kearifan lokal diartikan sebagai membolehkan melaksanakan taqlid, bid’ah dan churafat (TBC) oleh simpatisan Muhamadiyah dan masyarakat pedesaan. Dengan
kearifan lokal, Muhammadiyah telah termakan wacana intelektual atas nama menjaga harmoni dan kerukunan dalam kehidupan sosial keagamaan. Semangat pembersihan tauhid dan amalan Islam agar kembali ke al-Qur’an dan as-Sunnah seolah sudah mati. Muhammadiyah sudah kehilangan sifat progresifnya sebagai
gerakan dakwah dan gerakan pembaharuan Islam, sibuk ngurusi dunia lupa ngurusi ilmu akhirat.45
Menurut MTA, tradisi dimungkinkan berada dalam tiga kemungkinkan. Pertama, Jika tradisi tidak bertentangan dengan Islam, tradisi tersebut dapat dilaksanakan oleh umat Islam. Kedua,
kalau tradisi itu bertentangan dengan Islam dan tidak bisa dibenahi sesuai dengan aqidah Islam, maka tradisi itu harus dihentikan. Ketiga, kalau tradisi itu bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa diluruskan, maka bisa dilaksanakan oleh umat
Islam46.
Dengan pemahaman ini diharapkan masyarakat akan selalu menjalankan syariat Islam secara benar sebagaimana yang dituntunkan oleh Al-Quran dalam bidang kehidupannya seperti bidang ekonomi, kesehatan, sosial, politik dan pendidikan.
Sehingga masyarakat menjalankan kehidupannya senantiasa bersandar pada Al-Quran. Ketika umat Islam berkerja, sekolah,
45 Diolah dari hasil wawancara dengan peserta pengajian ahad (Jihad) pagi MTA
(Hari, pariman, Suparno, Sunyoto, Buchari, Supriyatin, Dahlan, Hadi) 46 Diolah dari jasil wawancara dengan Ustad Budi Harjani pada pengajian
gelombang I, Senin 29 November 2010 dalam buku kumpulan pengajian ahad pagi
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
102
kajian MTA adalah suci dan tidak ada barang yang bisa menajiskan.
Akan tetapi dalam hal berubahnya warna, bau, dan rasa akibat terkena najis, menurut MTA, adalah sebuah penghalang air untuk bisa digunakan sebagai alat bersuci. Ada beberpa hadis yang menerangkan tentang hal ini :
1. Dari Abu sa’id Al-Khudriy RA, ia berkata : Rosulullah SAW bersabda. ”sesungguhnya air itu adalah pembersih yang tidak bisa dinajiskan oleh sesuatu apapun” 47
2. Dari Abu Umamah Al-Bahily RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya air itu tidak bisa dinajiskan oleh
apapun, kecuali oleh barang yang merubah baunya, rasanya dan warnanya”48.
3. Dan bagi Baihaqi, ”Air itu suci, kecuali jika berubah baunya atau rasanya atau warnanya dengan sebab kemasukan nasjis padanya’.49
Menurur MTA sebagaimana dijelaskan dalam Buku Thaharah, bahwa hadist pertama menjelaskan bahwa air tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu. Sedang hadits No.2 dan No.3 menjelaskan demikian pula tetapi ditambah pengecualian jika berubah baunya, rasanya dan warnanya. Dikarenakan hadits
nomor 2 dan 3 itu dlaif, maka hadis dloif tersebut dijadikan sebagai ihtiyath (pembatas)50 Selanjutnya untuk masalah pelaksanaan shalat, warga MTA tidak membedakan apakah itu sunnah salat yang bisa ditinggalkan atau rukun yang wajib dikerjakan untuk memenuhi syahnya shalat. Bagi warga MTA menjalankan sholat
adalah seperti apa yang dicontohkan nabi apa adanya, tidak ada
47 HR. Tsalatsah dan disahihkan oleh Ahmad, dalam Bulughul Marama hal. 19 48 Dikeluarkan oleh Ibnu Majjah, dan dilemahkan oleh Abu Hatim, (dalam
Bulughul Marama hal. 19) 49 Dalam Bulughul Marama hal. 19 50 Dokumen MTA, Thaharah Tanpa Tahun.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
103
yang ditambahi atau dikurangi. Oleh karena itu, meskipun dalam
pendapat ulama fiqh ada hal-hal yang bisa dipandang sunah dalam salat sehingga dapat ditinggalkan, namun menurut MTA, meskipun itu dipandang sebagai sunah, tetap harus dikerjakan kalau nabi melaksanakan. Sebelum salat dilaksanakan sesuai
dengan contoh nabi disunatkan melantuntkan azan dan iqomah. Kegiatan sebelum salat selain yang dicontohkan nabi tidak dilaksanakan oleh warga MTA, seperti kebiasaan membaca usholli dalam niat salat, puji-pijian, salawat atau nyajian Jawa diantara adzan dan iqomah, bersalaman setelah salat, tidak dilaksanakan
oleh warga MTA.
Mengenai niat dalam shalat Ustadz Ahmadi menjelaskan bahwa: kalau pelajaran ditempat kita itu intinya, kamu mau shalat dengan menggunakan ushalli ya silahkan, tapi kami tidak. Dan kami juga tidak melarang kamu memakai ushalli, tapi kamu juga
jangan mengajak saya menggunakan ushalli, kan begitu. Sebenarnya aslinya semacam itu, tapi akhirnya yang berkembang dimasyarakat itu lain, disebabkan oleh adanya perbedaan sikap anggota MTA. Dalam kaitannya dengan mengawali shalat ustad Ahmadi menuturkan bahwa setelah mengangkat tangan seperti
yang di contohkan nabi, kan ternyata nabi membaca do‘a iftitah. Kalau sebelum salat, kami belum pernah mendapatkan hadisnya. Kalau dalam buku tanya jawab yang dikarang oleh A.Hasan disebutkan bahwa asalnya usholi ada kaitannya dengan membaca salawat. Rasulllah ditanya terkait dengan salawat: Ustadz Ahmadi
dan Ahmad Sukino menjelaskan dengan merujuk sebuah hadits berikut:
Dari Abu Mas‘ud Al- Anshari, ia berkata, Rosulullah pernah datang kepada kami, yang pada waktu itu kami ada di majlisnya Sa‘ad bin Ubadah. Lalu Basyir bin Sa‘ad bertanya kepada beliau, .Ya
Rasulullah, Allah Ta‘ala telah memerintahkan kepada kami supaya
kajian MTA adalah suci dan tidak ada barang yang bisa menajiskan.
Akan tetapi dalam hal berubahnya warna, bau, dan rasa akibat terkena najis, menurut MTA, adalah sebuah penghalang air untuk bisa digunakan sebagai alat bersuci. Ada beberpa hadis yang menerangkan tentang hal ini :
1. Dari Abu sa’id Al-Khudriy RA, ia berkata : Rosulullah SAW bersabda. ”sesungguhnya air itu adalah pembersih yang tidak bisa dinajiskan oleh sesuatu apapun” 47
2. Dari Abu Umamah Al-Bahily RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya air itu tidak bisa dinajiskan oleh
apapun, kecuali oleh barang yang merubah baunya, rasanya dan warnanya”48.
3. Dan bagi Baihaqi, ”Air itu suci, kecuali jika berubah baunya atau rasanya atau warnanya dengan sebab kemasukan nasjis padanya’.49
Menurur MTA sebagaimana dijelaskan dalam Buku Thaharah, bahwa hadist pertama menjelaskan bahwa air tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu. Sedang hadits No.2 dan No.3 menjelaskan demikian pula tetapi ditambah pengecualian jika berubah baunya, rasanya dan warnanya. Dikarenakan hadits
nomor 2 dan 3 itu dlaif, maka hadis dloif tersebut dijadikan sebagai ihtiyath (pembatas)50 Selanjutnya untuk masalah pelaksanaan shalat, warga MTA tidak membedakan apakah itu sunnah salat yang bisa ditinggalkan atau rukun yang wajib dikerjakan untuk memenuhi syahnya shalat. Bagi warga MTA menjalankan sholat
adalah seperti apa yang dicontohkan nabi apa adanya, tidak ada
47 HR. Tsalatsah dan disahihkan oleh Ahmad, dalam Bulughul Marama hal. 19 48 Dikeluarkan oleh Ibnu Majjah, dan dilemahkan oleh Abu Hatim, (dalam
Bulughul Marama hal. 19) 49 Dalam Bulughul Marama hal. 19 50 Dokumen MTA, Thaharah Tanpa Tahun.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
104
membaca shalawat kepadamu, lalu bagaimana caranya kami
membaca shalawat kepadamu?. Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “ucapkan Allahumma shalli alaa muhammad wa alaa
aali muhammad, kamaa shalaita ala aali ibrahiim, wa baarik alaa
muhammad wa alaa aali muhammad kama baarakta alaa aali
ibraahiim. Fil alamina innaka hamiidum-majid”51.
Sehabis menjalankan salat disunahkan membaca dzikir dengan cara sirr atau pelan. Dizikir yang dibaca yaitu hampir sama
dengan dzikir yang dibacakan oleh kalangan NU, namun dengan cara yang berbeda yaitu dengan cara sendiri-sendiri dan pelan. Bagi MTA cara berdo‘a ini mengikut pada perintah Al-Qur‘an. Oleh karena itu pula, praktek ibadah yang tidak diberikan contoh oleh nabi kemudian dilakukan oleh umat Islam, maka segala bentuk
ibadah itu akan ditolak dan sia-sia, tidak meberikan manfaat sedikitpun bagi pelakunya. Namun demikan, hal ini tidak berarti MTA melarang orang lain diluar MTA untuk tidak menjalankan sebagaimana yang dipahami oleh MTA. Demikian juga sebaliknya umat diluar MTA juga diharapkan tidak mengajak kami melakukan
apa yang menurut kayakinan warga MTA tidak perlu untuk dilakukan52.
51 HR Muslim Juz I, hal. 305 52 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ahmadi, Ahmad Sukino (Pimpinan
MTA Pusat) dan Mujahid Abdul Manaf (Pimpinan Al Islam Solo)
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
105
IV
RESPON TOKOH AGAMA DAN PEMERINTAH
Respon Tokoh Agama Surakarta
epak terjang dakwah MTA yang mengumandangkan jargon lama “kembali ke Al- Qur’an dan as Sunnah” yang anti taqlid, bid’ah dan khurafat, mendapat reaksi
dari berbagai pihak di Kota Surakarta dan sekitarnya. KH. Abdul Rojak, misalnya, mengatakan bahwa Sukino kalau bicara bagus
dan meyakinkan, tetapi sebenarnya basic agamanya kurang. Sukino tidak mengerti bahasa Arab, dan belajar Al-Qur’an dan al Hadits terjemahan. Ajarannya lebih banyak terpengaruh ajaran Wahabi, seperti membid’ahkan semua ajaran yang arif kepada
budaya lokal dan yang mengikuti Sunnah Nabi, seolah-olah hanya MTA saja.
Bagi Abdul Rojak, belajar melalui terjemahan tidak persoalan karena merupakan bagian usaha memahami agama, tetapi jangan disiarkan melalui radio, karena dampaknya sangat
besar. Apalagi dalam ceramah dan tanya jawab soal agama di radio itu juru bicara MTA sering kelewatan dalam tata bahasa maupun substansi. Misalnya radio MTA mengatakan bahwa
membaca shalawat kepadamu, lalu bagaimana caranya kami
membaca shalawat kepadamu?. Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “ucapkan Allahumma shalli alaa muhammad wa alaa
aali muhammad, kamaa shalaita ala aali ibrahiim, wa baarik alaa
muhammad wa alaa aali muhammad kama baarakta alaa aali
ibraahiim. Fil alamina innaka hamiidum-majid”51.
Sehabis menjalankan salat disunahkan membaca dzikir dengan cara sirr atau pelan. Dizikir yang dibaca yaitu hampir sama
dengan dzikir yang dibacakan oleh kalangan NU, namun dengan cara yang berbeda yaitu dengan cara sendiri-sendiri dan pelan. Bagi MTA cara berdo‘a ini mengikut pada perintah Al-Qur‘an. Oleh karena itu pula, praktek ibadah yang tidak diberikan contoh oleh nabi kemudian dilakukan oleh umat Islam, maka segala bentuk
ibadah itu akan ditolak dan sia-sia, tidak meberikan manfaat sedikitpun bagi pelakunya. Namun demikan, hal ini tidak berarti MTA melarang orang lain diluar MTA untuk tidak menjalankan sebagaimana yang dipahami oleh MTA. Demikian juga sebaliknya umat diluar MTA juga diharapkan tidak mengajak kami melakukan
apa yang menurut kayakinan warga MTA tidak perlu untuk dilakukan52.
51 HR Muslim Juz I, hal. 305 52 Diolah dari hasil wawancara dengan ustadz Ahmadi, Ahmad Sukino (Pimpinan
MTA Pusat) dan Mujahid Abdul Manaf (Pimpinan Al Islam Solo)
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
106
daripada mengerjakan taqlid, bid’ah dan khurafat, lebih baik
berbuat zina. Jadi penjelasan TBC dengan analogi seperti ini jelas sangat kelewatan.
Di samping itu perilaku warga MTA di mana-mana menurutnya, sering menimbulkan keresahan, seperti kasus di
Berruk, Tawangmangu, dimana masyarakat yang melakukan kegiatan sadranan (bersih desa) dibubarkan oleh MTA. Ini terjadi sekitar 5 tahun yang lalu. Kasus terakhir adalah di Purworejo dan Ngawi53, dimana orang yang pulang tahlilan, berkatnya direbut kemudian dibuang di pinggir jalan. Kemudian KH Abdul Razak
mengungkapkan keherannaya dengan terjadinya rekruitmen anggota yang cepat dan militan. Padahal setelah ikut MTA mereka diperas, seperti harus bayar zakat, infak, shadaqah dan jika tidak diserahkan kepada Imam maka amalnya tidak sah.
Bagi Abdul Razak, pengajian MTA dengan model diskusi,
maka yang diskusi itu sebenarnya orang buta semua, karena mereka tidak ada yang menguasai ilmu alat, yaitu bahasa Arab. Dan semestinya agama harus diajarkan agar mendorong kerukunan, perdamaian, dan memperkuat persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, jangan malah menggerogoti kerukunan,
menciptakan keresahan dan mencabik-cabik persatuan. Jangalah akar budaya Jawa dicabut, karena budaya yang sudah mentradisi itu merupakan alat perekat kerukunan semua kelompok dalam masyrakat.
Pengajian yang dilakukan oleh MTA sangat dangkal, lugas
tak berjiwa, sehingga bisa mengatakan bahwa makanan haram hanya ada 4, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat al Maidah, selain itu semuanya halal. Yang haram dan halal sudah
53 Lihat pula berita geger MTA di Purworejo pada beberapa media massa
medium akhir maret dan awal april 2011, terutama terbitan Yogyakarta dan Kota-kota di Jawa Tengah
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
107
jelas dan jangan ditambah-tambah, karena itu mempersulit diri. Ini
namanya keblinger dan tak tahu hadits. Mestinya dalam dakwah mengedepankan menang nanging ora ngasorake ….. Hal ini dijelaskan, mengapa Islamisasi di Jawa sukses, karena Walisongo memiliki kearifan lokal yang tinggi, sehingga mesjid Kudus masih
berarsitektur Hindu, dan candi-candi juga tidak dihancurkan.
Menurut Abdul Razak, munculnya MTA diawali dari Tiga Serangkai yaitu Abdullah Tufail, Abdullah Masduki, dan Abdullah Abubakar Ba’asyir. Abdullah Masduki mendirikan As Salam (bukan Wahabi), Abdullah Abubakar Ba’asyir mendirikan Ponpes al
Mukmin, Ngruki Solo dan Abdullah Tufail Saputro mendirikan MTA. Aliran keagamaannya sama yaitu Wahabi. MTA mendukung pemerintah siapa saja asal bersedia melindunginya. Abdul Razak juga sepakat bahwa falasafah Pancasila sebenarnya membumikan ajaran Islam sehingga 7 kata yang ditentang oleh Indonesia Timur
waktu itu sebenarnya tidak ada akibat apa-apa asal umat Islam kukuh aqidahnya. Artinya bahwa bangsa ini telah ditaqdirkan memiliki keragaman agama, budaya, suku dan bahasa, sehingga terserah rakyat yang penting NKRI adalah harga mati.54
Menurut Abdul Karim, selama ini pemerintah seperti
menganakemaskan MTA, dan menganaktirikan yang lain, sehingga MTA berkembang pesat di mana-mana. Secara politis, keberadaan MTA tidak berbahaya, meskipun secara sosial sering menimbulkan keresahan. Sukino memang orang terdidik, pensiunan guru agama di salah satu madrasah Kementerian
Agama. Sukino saat ini adalah rohaniawan rumah sakit Yarsis, milik Muhammadiyah. MTA didirikan oleh Abdullah Tufail anak dari Tufail pahamnya Ahlu Sunnah. Tufail menikah dengan perempuan yang masih ada hubungan kerabat dengan Abd Karim. Pendidikan
54 KH. Abdur Rojak, dan Muhammad Faishal (Pengasuh Ponpes Al- Muayyad)
daripada mengerjakan taqlid, bid’ah dan khurafat, lebih baik
berbuat zina. Jadi penjelasan TBC dengan analogi seperti ini jelas sangat kelewatan.
Di samping itu perilaku warga MTA di mana-mana menurutnya, sering menimbulkan keresahan, seperti kasus di
Berruk, Tawangmangu, dimana masyarakat yang melakukan kegiatan sadranan (bersih desa) dibubarkan oleh MTA. Ini terjadi sekitar 5 tahun yang lalu. Kasus terakhir adalah di Purworejo dan Ngawi53, dimana orang yang pulang tahlilan, berkatnya direbut kemudian dibuang di pinggir jalan. Kemudian KH Abdul Razak
mengungkapkan keherannaya dengan terjadinya rekruitmen anggota yang cepat dan militan. Padahal setelah ikut MTA mereka diperas, seperti harus bayar zakat, infak, shadaqah dan jika tidak diserahkan kepada Imam maka amalnya tidak sah.
Bagi Abdul Razak, pengajian MTA dengan model diskusi,
maka yang diskusi itu sebenarnya orang buta semua, karena mereka tidak ada yang menguasai ilmu alat, yaitu bahasa Arab. Dan semestinya agama harus diajarkan agar mendorong kerukunan, perdamaian, dan memperkuat persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, jangan malah menggerogoti kerukunan,
menciptakan keresahan dan mencabik-cabik persatuan. Jangalah akar budaya Jawa dicabut, karena budaya yang sudah mentradisi itu merupakan alat perekat kerukunan semua kelompok dalam masyrakat.
Pengajian yang dilakukan oleh MTA sangat dangkal, lugas
tak berjiwa, sehingga bisa mengatakan bahwa makanan haram hanya ada 4, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat al Maidah, selain itu semuanya halal. Yang haram dan halal sudah
53 Lihat pula berita geger MTA di Purworejo pada beberapa media massa
medium akhir maret dan awal april 2011, terutama terbitan Yogyakarta dan Kota-kota di Jawa Tengah
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
108
agama yang diajarkan oleh Abdullah Tufail pada awalnya tidak
membicarakan kilafiah, tetapi melawan upacara hari senin dan tirakatan. Setelah meninggal dan diganti Sukino, terjadi pro dan kontran dalam keluarga Tufail. Di Purworejo ada adik Tufail yang memiliki pesantren, maka ketika MTA mau membuka Cabang,
keluarga Tufail yang ada di Purworejo marah. Semangat penolakan Tufail ini diterima oleh PC NU Purworejo dan terjadilah penolakan secara massal di Purworejo, meskipun sekarang sudah aman-aman saja.
Rumah tempat belajar warga MTA pernah disegel oleh
masyarakat dan didukung oleh NU Cabang Purworejo. Apabila ada pengajian MTA, maka selalu diadakan pengajian tandingan oleh non MTA dan loud speakernya dihadapkan ke rumah tersebut. Kejadian ini berlangsung selama 4 bulan, kemudian warga MTA melapor kepada Polres untuk membuka segel rumah karena akan
digunakan. Ketika akan membuka segel sempat terjadi keributan, tetapi karena warga MTA didampingi polisi akhirnya rumah itu bisa dibuka dan dimanfaatkan oleh pemilikinya yang memang warga MTA.
Menurut Abd. Karim, ajaran Sukino bertolak belakang
dengan ajaran Abdullah Tufail. Abdullah Tufail tidak mengungkit khilafiah melalui radio dan tv, sementara Ahmad Sukino gencar mengungkit masalah khilafiah itu. Radio MTA yang didirikan tahun 1990-an digunakan untuik menghantam TBC yang mengakibatkan gejolak di Solo, terutama Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Menurutnya,
orang awam mudah ikut MTA, karena orang MTA ekonominya kuat dan solidaritasnya juga kuat. Orang nganggur dicarikan pekerjaan, belum kawin dicarikan jodoh dan berbagai kemudahan lainnya. Perkembangannya pesat karena menguasai semua lini kehiduan dari klas bawah sampai elitnya. Memiliki KBIH, mobil
ambulan, balai klinik, sekolah boarding school, korban hewan luar
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
109
biasa banyaknya karena didukung tim kreatif yang bagus. Sayang
bacaan qur’an Sukino jelek, sehingga dalil seringkali dibacakan oleh orang lain. Silaturahminya sangat baik dengan Abd. Karim. Dengan Majelis Dakwah Islam (MDI)-nya Golkar sering mengadakan maulid. Sukino datang di acara peringatah hari besar
Islam (PHBI) dan ketika ditampilkan hadrah juga mantuk-mantuk. Akhir-akhir ini penjelasan agama Sukino tidak segalak dulu, sehingga yang dulu dibid’ahkan sekarang terserah saja. MTA tidak memiliki masjid dan siap menjadi makmum siapa saja, bahkan selalu datang dahulu di masjid-masjid tertentu. Apabila imam
tidak segera datang, maka warga MTA akan menawarkan diri sebagai imam dan lama-lama masjid itu diambil alih karena memang dialah yang aktif. Wiridan dipimpin oleh imam.55
Secara sosiologis, orang yang mengikuti ajaran agama model MTA, menjadi merasa lebih besar dari pada kelompok lain,
meskipun fakta sosialnya di masyarakat ternyata kecil. Hal ini adalah karena mereka selalu berkumpul dalam jumlah besar di pengajian ahad pagi di kantor pusat Jln. Mangkunegaran. Karena selalu berkumpul dalam jumlah besar, sehingga menganggap orang lain lebih sedikit dan rendah dari dirinya. Para ulama
mengatakan dakwah dan tarbiyah serta transfer ilmu agama sebagai indikasi menguatnya individu. Individu ini kemudian tidak menyadari ketika perasaan seolah komunitas adalah asset penting untuk jangka pendek dan panjang.
MTA selama ini kurang menghormati orang lain, termasuk
yang bukan keluarga MTA, dan kaku di masyarakat. MTA juga merusak kebiasaan para salafushalihin, merusak kearifan lokal, mendorong anak muda malas belajar bahasa Arab, menyebabkan
55 KH. Abdul Karim (Pengasuh Ponpes Al Qur’ani Az- Zayady, Laweyan, Solo)
agama yang diajarkan oleh Abdullah Tufail pada awalnya tidak
membicarakan kilafiah, tetapi melawan upacara hari senin dan tirakatan. Setelah meninggal dan diganti Sukino, terjadi pro dan kontran dalam keluarga Tufail. Di Purworejo ada adik Tufail yang memiliki pesantren, maka ketika MTA mau membuka Cabang,
keluarga Tufail yang ada di Purworejo marah. Semangat penolakan Tufail ini diterima oleh PC NU Purworejo dan terjadilah penolakan secara massal di Purworejo, meskipun sekarang sudah aman-aman saja.
Rumah tempat belajar warga MTA pernah disegel oleh
masyarakat dan didukung oleh NU Cabang Purworejo. Apabila ada pengajian MTA, maka selalu diadakan pengajian tandingan oleh non MTA dan loud speakernya dihadapkan ke rumah tersebut. Kejadian ini berlangsung selama 4 bulan, kemudian warga MTA melapor kepada Polres untuk membuka segel rumah karena akan
digunakan. Ketika akan membuka segel sempat terjadi keributan, tetapi karena warga MTA didampingi polisi akhirnya rumah itu bisa dibuka dan dimanfaatkan oleh pemilikinya yang memang warga MTA.
Menurut Abd. Karim, ajaran Sukino bertolak belakang
dengan ajaran Abdullah Tufail. Abdullah Tufail tidak mengungkit khilafiah melalui radio dan tv, sementara Ahmad Sukino gencar mengungkit masalah khilafiah itu. Radio MTA yang didirikan tahun 1990-an digunakan untuik menghantam TBC yang mengakibatkan gejolak di Solo, terutama Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Menurutnya,
orang awam mudah ikut MTA, karena orang MTA ekonominya kuat dan solidaritasnya juga kuat. Orang nganggur dicarikan pekerjaan, belum kawin dicarikan jodoh dan berbagai kemudahan lainnya. Perkembangannya pesat karena menguasai semua lini kehiduan dari klas bawah sampai elitnya. Memiliki KBIH, mobil
ambulan, balai klinik, sekolah boarding school, korban hewan luar
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
110
perpecahan umat Islam dan membingungkan orang awam
sehingga umat tidak percaya pada ulama.56
Akibat dakwah model MTA, masyarakat menjadi terkotak-kotak dan menggerus kearifal lokal yang menjadi ujung tombak kerukunan dalam masyarakat. MTA dalam dakwahnya hanya
menuruti hawa nafsu saja, tidak mempertimbangkan akibat-akibat lebih jauh dari model dakwah yang disampaikan. Masyarakat awampun menjadi bingung karena hampir semua elit agama tidak bersatu dan seperti mencari menang sendiri saja. Dengan dakwah model MTA itu, telah menyebabkan orang awam berani menafsiri
Al-Qur’an dengan ra’yunya, sementara ilmu alatnya tidak dimiliki.57
Sementara itu menurut Omar Rosyidi, ajaran yang dikembangkan oleh MTA memiliki kecenderungan menuju pendangkalan aqidah. MTA begitu berani menyederhanakan pamahaman agama Islam, sehingga muncul anggapan bahwa
pendapat ulama dan mujtahid tidak kuat (delegitimasi ulama). Menurutnya agama Islam itu mudah jika mau mudah dan akan kesulitan jika menganggap Islam itu agama yang sulit dan berat. Islam yang telah mapan dianggap MTA sebagai pemahaman agama yang berat dan berat pula dijalankan, karena harus tersedia
berbagai persyaratan sebagai konsekuensi penganut agama Islam mengikuti ulama. MTA begitu mempermudah menentukan hukum syar’i yang semestinya harus berhati-hati. Di samping itu MTA hampir dapat dikatakan melakukan desakralisasi Al-Qur’an dan hadits, karena mengajarkan agama Islam cukup berdasarkan
terjemahan saja. Bila logika dakwah MTA ini diikuti maka akan terjadi proses pemalasan umat Islam untuk belajar bahasa Arab, karena sumber ajaran agama Islam adalah bahasa Arab. Pemahaman agama yang terlalui rigit dan hitam putih cenderung
56 KH. Dian Hanafi (Pemilik Radio Gema Suaraku) 57 Kyai Abdullah Fakih, Guru Tafsir Masjid Agung Solo.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
111
memecah belah umat, karena pemahaman agama dan sumber
ilmu pengetahuan dari ahli agama yang berbeda.58
MTA telah menimbulkan keresahan dan kegundahan umat karena penyudutan terhadap peribadatan yang tidak sesuai dengan faham mereka. Dakwah model MTA juga menimbulkan
apriori, bahkan apatis bagi masyarakat abangan yang selama ini memahami Islam secara berbeda. Akibatnya meningkatkan eksklusivitas pengikutnya akibat taqlid yang berlebihan.
Tetapi diakui bahwa MTA itu menjalankan dakwah dengan manajemen dakwah modern, bukan dalam bentuk ormas tetapi
yayasan. Displin keanggotaan MTA sangat tinggi, sehingga dengan mudah MTA melakukan konsulidasi organisasi dan mengembangkan sayap ke seluruh Indonesia. Namun bukan berarti seseorang yang semakin tinggi ilmu agamanya bukan berarti komitmen keagamaannya juga semakin baik. Karena
pembelajarannya tidak memperhatikan aspek-aspek moralitas dan keyakinan yang kuat pada Allah. Padahal mestinya berefek istiqamah dan jujur. Saran agar MTA, merancang kegiatan, mengundang Muhammadiyah (M Tarjih), NU (Bahsul masa’il), MUI (komisi Fatwa), MTA untuk membicarakan metode dalam
berfatwa. Pengenalan metode fatwa, tarjih, Bahsul Masa’il dan sebagainya dalam paket kegiatan yang mungkin. Mengapa perkembangannya pesat dan militan? Masyarakat Solo itu unik, ora gumunan dan tidak mudah berubah. Jamuro, Jama’ah muji Rasul tanpa rame-rame dapat berkumpul 7000 orang. Setiap
malam senin pon. Bisa di rumah, di lapangan, masjid atau mana saja yang cukup memuat banyak orang. Hadratul Mustafa yang dimotori Habib Syeikh yang sebenarnya sudah ada sejak lama,
58 Omar Rosyidi, Penghulu di Sukoharjo
perpecahan umat Islam dan membingungkan orang awam
sehingga umat tidak percaya pada ulama.56
Akibat dakwah model MTA, masyarakat menjadi terkotak-kotak dan menggerus kearifal lokal yang menjadi ujung tombak kerukunan dalam masyarakat. MTA dalam dakwahnya hanya
menuruti hawa nafsu saja, tidak mempertimbangkan akibat-akibat lebih jauh dari model dakwah yang disampaikan. Masyarakat awampun menjadi bingung karena hampir semua elit agama tidak bersatu dan seperti mencari menang sendiri saja. Dengan dakwah model MTA itu, telah menyebabkan orang awam berani menafsiri
Al-Qur’an dengan ra’yunya, sementara ilmu alatnya tidak dimiliki.57
Sementara itu menurut Omar Rosyidi, ajaran yang dikembangkan oleh MTA memiliki kecenderungan menuju pendangkalan aqidah. MTA begitu berani menyederhanakan pamahaman agama Islam, sehingga muncul anggapan bahwa
pendapat ulama dan mujtahid tidak kuat (delegitimasi ulama). Menurutnya agama Islam itu mudah jika mau mudah dan akan kesulitan jika menganggap Islam itu agama yang sulit dan berat. Islam yang telah mapan dianggap MTA sebagai pemahaman agama yang berat dan berat pula dijalankan, karena harus tersedia
berbagai persyaratan sebagai konsekuensi penganut agama Islam mengikuti ulama. MTA begitu mempermudah menentukan hukum syar’i yang semestinya harus berhati-hati. Di samping itu MTA hampir dapat dikatakan melakukan desakralisasi Al-Qur’an dan hadits, karena mengajarkan agama Islam cukup berdasarkan
terjemahan saja. Bila logika dakwah MTA ini diikuti maka akan terjadi proses pemalasan umat Islam untuk belajar bahasa Arab, karena sumber ajaran agama Islam adalah bahasa Arab. Pemahaman agama yang terlalui rigit dan hitam putih cenderung
56 KH. Dian Hanafi (Pemilik Radio Gema Suaraku) 57 Kyai Abdullah Fakih, Guru Tafsir Masjid Agung Solo.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
112
karena gerakan MTA, akhirnya dibesarkan masyarakat menjadi
sangat besar.59
Respon Pemerintah Surakarta
Geger masalah MTA masuk juga ke Kantor Kementerian Agama Surakarta, dalam bentuk beberapa surat pengaduan sebagai ungkapan kegelisahan atas sepak terjang dakwah MTA.
Namun, lagi-lagi para pegawai di kantor tersebut juga terbelah dalam memahami sepak terjang MTA. Bagi mereka yang berkecenderungan modernis mengatakan bahwa dakwah model MTA tidak perlu dipersoalkan, karena harus seperti itulah Islam sebagaimana Qur’an dan Sunnah. Karena para da’I MTA tidak
memaksa orang lain untuk mengikuti model ajaran atau pemahaman keagamaan yang mereka dikembangkan. Kalau tidak bersedia mendengar atau melihat, maka tidak perlu mendengarkan radio dakwah MTA dan nonton MTA TV. Sementara itu yang memiliki faham tradisional tentu saja mempersoalkan
model dakwah MTA yang dianggapnya meresahkan masyarakat. Hal ini disebabkan karena dakwah MTA dianggap menjelek-jelekan model masyarakat tradisional dalam menjalankan ajaran agama yang katanya penuh dengan taqlid, bid’ah dan khurafat (TBC).
Dinamika Sosial Keagamaan MTA
Dinamika sosial keagamaan di Kota Surakarta ditandai dengan adanya berbagai organisasi keagamaan yang cukup beragam seperti Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Laskar
59 Guru Agama SMK I Surakarta, Pak Trimo
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
113
Jundullah, Barisan Bismillah, Ansharut Tauhid (AT), Gerakan
Pemuda Ka’bah (GPK), NU, Muhammadiyah, Al-Islam, Dewan Dakwah Islamyah Indonesia (DDII), Lebaga Dakwah Islam Indonesia, LDII), dan lain sebagainya. Di samping itu, berbagai lembaga dakwah dan ormas keagamaan Islam di Kota Solo harus
berhadapan dengan banyaknya misionaris Kristen dari berbagai denominasi. Kota Solo adalah salah satu proyek segitiga kota basis kristeniasi bersama dengan Semarang dan Magelang. Kota Solo adalah salah satu kota besar di Jawa yang masyarakatnya merupakan pemeluk agama Kristen dan Katolik sangat besar
(24%). Kristenisasi itu sukses paska G.30.S.PKI, dimana warga diharuskan memilih agama formal, sehingga memaksa masyarakat abangan (Islam KTP) untuk memilih Kristen dan Katolik karena ketidaktahuannya cara beragama Islam dan kemiskinannya. Oleh karena itu potensi konflik laten di Kota Solo sangat besar.
Ditambah pula masyarakat sekitar kota Solo (Boyolali, Sukaharjo dan Karanganyar) lebih mengidentifikasikan diri sebagai orang Solo daripada daerah masing-masing. Karenanya, ketidakpuasan masyarakat di tiga daerah itu sering kali dilampiaskan ke Kota Solo.
Melihat hasil temuan lapangan terkait dengan pontensi
konfliks MTA di Kota Solo, nampak jelas dari pola ibadah dan dakwah yang dilakukan, MTA berupaya untuk mengembalikan praktek pemahaman agama dan ibadah umat Islam pada masa-masa awal kenabian. Sehingga MTA sebenarnya tidak jauh beda dengan gerakan salafiyah yang melakukan purifikasi dalam
pamahaman dan pengamalan ajaran Islam seperti Jama‘ah Tabligh, Gerakan Ahmadiyyah, LDII, Ahlul Bait (kelompok Syi‘ah) dan lainnya. Gerakan ini mengklaim dirinya menyebarkan dakwah salafiyah, melakukan purifikasi dalam pamahaman dan pengamalan ajaran Islam. Menolak segala bentuk bid‘ah dan
karena gerakan MTA, akhirnya dibesarkan masyarakat menjadi
sangat besar.59
Respon Pemerintah Surakarta
Geger masalah MTA masuk juga ke Kantor Kementerian Agama Surakarta, dalam bentuk beberapa surat pengaduan sebagai ungkapan kegelisahan atas sepak terjang dakwah MTA.
Namun, lagi-lagi para pegawai di kantor tersebut juga terbelah dalam memahami sepak terjang MTA. Bagi mereka yang berkecenderungan modernis mengatakan bahwa dakwah model MTA tidak perlu dipersoalkan, karena harus seperti itulah Islam sebagaimana Qur’an dan Sunnah. Karena para da’I MTA tidak
memaksa orang lain untuk mengikuti model ajaran atau pemahaman keagamaan yang mereka dikembangkan. Kalau tidak bersedia mendengar atau melihat, maka tidak perlu mendengarkan radio dakwah MTA dan nonton MTA TV. Sementara itu yang memiliki faham tradisional tentu saja mempersoalkan
model dakwah MTA yang dianggapnya meresahkan masyarakat. Hal ini disebabkan karena dakwah MTA dianggap menjelek-jelekan model masyarakat tradisional dalam menjalankan ajaran agama yang katanya penuh dengan taqlid, bid’ah dan khurafat (TBC).
Dinamika Sosial Keagamaan MTA
Dinamika sosial keagamaan di Kota Surakarta ditandai dengan adanya berbagai organisasi keagamaan yang cukup beragam seperti Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Laskar
59 Guru Agama SMK I Surakarta, Pak Trimo
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
114
praktek sinkretisme serta menentang bentuk rasionalisme dalam
beragama, tapi sebaliknya sangat tekstual-dogmatik.
Istilah salaf (salafiyah) sendiri merujuk pada cara berislam seperti periode awal (al-qorn al-awwal) yaitu periode Nabi, Sahabat dan para tabi‘in. Mereka mengamalkan seperti apa yang
dicontohkan oleh Nabi karena menganggap apa yang diteladankan oleh Nabi adalah yang benar. Sehingga di kalangan mereka tumbuh semangat akan lahirnya kembali masa kejayaan Isam yang menurut anggapan mayoritas muslim hanya sekedar untuk menumbuhkan romantisme sejarah atau bahkan utopia
belaka. Beberapa pihak mengemukakan bahwa satu atau dua dekade terakhir telah mencuat istilah gerakan salaf. Ungkapan salaf sebenarnya sudah dikenal di kalangan ulama. Al-Salaf adalah ungkapan yang mengarah ke arah tiga generasi umat Islam, terdiri dari sahabat, tabi‘in dan tabi‘ut tabi‘in. Dakwah salafiyyah sendiri
kalau dalam konteks bahasa kita bisa diartikan .dakwah yang mengacu pada metodologi para ulama salaf. Dalam arti itu, maknanya sama dengan Ahlussunnah Wal Jama‘ah. Sebagaimana juga istilah Ahlussunnah yang diakui oleh berbagai kalangan yang berbeda-beda. Metodologi mereka dalam memahami Islam, terasa
berbeda secara mencolok, juga dalam tata cara ibadah, akhlak, bahkan juga dalam aqidahnya .
Penjelasan tentang prinsip Aqidah dan Syariah yang menjadi pegangan MTA menunjukan bahwa implementasi sikap keimanan kepada Allah seorang muslim yang benar adalah melalui
praktek ibadah seperti yang telah dicontohkan oleh rasulullah Muhammad SAW. Sebaik apapun ibadah jika ibadah tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Nabi maka ibadah tersebut termasuk dalam kategori bid‘ah, dan semua bid’ah dalam pandangan MTA adalah sesat yang tidak akan berfaedah, bahkan diancam masuk
neraka. Karena perbedaan pemahaman dalam memahami makna
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
115
isi kandungan Al-Qur‘an dan Sunnah nabi, maka sering terjadi
perselisihan pendapat dalam amalan ibadah dikalangan umat Islam. Praktek Ibadah yang akan diungkpakan disini adalah praktek ibadah yang berbeda dengan apa yang dipraktekkan oleh masyarakat umum. Pengertian umum dalam konteks penelitian ini
menggunakan pendekatan mainstream agama Islam di Indonesia yaitu praktek peribadatan yang dilakukan oleh kelompok Nahdlatul Ulama. Sehingga praktek-praktek ibadah yang dianggap sama dengan praktek ibadah kelompok masyarakat NU tidak dipaparkan dalam penelitian ini.
Pernyataan di atas sangat jelas bahwa dalam perkembangannya MTA banyak menimbulkan konflik sosial. Konflik tersebut disebabkan ajaran MTA tidak sepaham dengan yang berkembang dimasyarakat. MTA menolak segala bentuk peribadatan yang dicampurkan dengan budaya lokal, sebab hal
tersebut mengurangi kemurnian agama. Bagi MTA agama yang benar adalah sebagaimana yang telah di contohkan oleh Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu meskipun MTA menyatakan tidak mengganggu masyarakat yang menjalankan ibadah tersebut namun kenyataannya konflik tetap terjadi, sebab setiap doktrin
menuntut ketundukan pengikutnya. Dalam hal ini doktrin MTA akan dipraksiskan oleh penganutnya dengan jalan menghindari tradisi masyarakat yang dianggap sebagai bid’ah. Dalam konteks masyakat Tugurejo persingungan dengan munculnya problem keagamaan juga didasari pada perbedaan pemahaan ajaran
agama. Secara sosiologis masyarakat Solo adalah berpaham Islam dengan mengikuti paham yang dikembangkan oleh organisasi Nadlatul Ulama. Pada generasi awal (tahun 70s/d90-an) perkembangan Islam di Solo sebelum datang pemahaman dari MTA, pemahaman keagamaan lebih banyak diperoleh secara
turun-temurun.
praktek sinkretisme serta menentang bentuk rasionalisme dalam
beragama, tapi sebaliknya sangat tekstual-dogmatik.
Istilah salaf (salafiyah) sendiri merujuk pada cara berislam seperti periode awal (al-qorn al-awwal) yaitu periode Nabi, Sahabat dan para tabi‘in. Mereka mengamalkan seperti apa yang
dicontohkan oleh Nabi karena menganggap apa yang diteladankan oleh Nabi adalah yang benar. Sehingga di kalangan mereka tumbuh semangat akan lahirnya kembali masa kejayaan Isam yang menurut anggapan mayoritas muslim hanya sekedar untuk menumbuhkan romantisme sejarah atau bahkan utopia
belaka. Beberapa pihak mengemukakan bahwa satu atau dua dekade terakhir telah mencuat istilah gerakan salaf. Ungkapan salaf sebenarnya sudah dikenal di kalangan ulama. Al-Salaf adalah ungkapan yang mengarah ke arah tiga generasi umat Islam, terdiri dari sahabat, tabi‘in dan tabi‘ut tabi‘in. Dakwah salafiyyah sendiri
kalau dalam konteks bahasa kita bisa diartikan .dakwah yang mengacu pada metodologi para ulama salaf. Dalam arti itu, maknanya sama dengan Ahlussunnah Wal Jama‘ah. Sebagaimana juga istilah Ahlussunnah yang diakui oleh berbagai kalangan yang berbeda-beda. Metodologi mereka dalam memahami Islam, terasa
berbeda secara mencolok, juga dalam tata cara ibadah, akhlak, bahkan juga dalam aqidahnya .
Penjelasan tentang prinsip Aqidah dan Syariah yang menjadi pegangan MTA menunjukan bahwa implementasi sikap keimanan kepada Allah seorang muslim yang benar adalah melalui
praktek ibadah seperti yang telah dicontohkan oleh rasulullah Muhammad SAW. Sebaik apapun ibadah jika ibadah tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Nabi maka ibadah tersebut termasuk dalam kategori bid‘ah, dan semua bid’ah dalam pandangan MTA adalah sesat yang tidak akan berfaedah, bahkan diancam masuk
neraka. Karena perbedaan pemahaman dalam memahami makna
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
116
Persoalan yang memiliki potensi konflik sosial paling besar
dari perkembangan MTA adalah pola pensikapan MTA terhadap tradisi lokal yang dijalankan oleh masyarakat. Dalam pandangan MTA orang yang beragama secara murni adalah orang yang beragama Islam tanpa mencampur agama dengan tradisi yang
berlaku di masyarakat. Islam harus dipahami sebagaimana apa adanya, sebagaimana yang telah ada dalam Al-Quran dan hadist Nabi. Islam yang dicampurkan dengan berbagai persoalan tradisi hanya akan membawa pada Islam yang tidak lagi murni. Menurut MTA hal ini jelas bertentangan dengan Islam yang telah dengan
tegas dikatakan sebagai agama yang sempurna, agama yang paling unggul dan tidak ada yang mengungguli. Jalan keselamatan yang diajarkan oleh Al Quran dan sunnah yang telah lengkap mutlak dijalankan tanpa ditambahi dengan berbagai budaya lokal yang ada. Bagi MTA penambahan budaya lokal oleh
sebagian kalangan umat Islam adalah bentuk bid’ah yang nyata telah sesat. Karena bid’ah ini akan menjurus pada perbuatan perbuatan syirik yang dilarang oleh Agama. Ustad Ahmad Sukino mengatakan Islam menganjurkan agar segala amal ibadah yang dilakukan oleh seroang muslim hendaknya dia mengetahui
dengan baik apa dasarnya baik itu dalam Al Quran maupun dalam hadist. Jika ia tidak mengetahuinya maka sebaiknya ia tidak menjalankan ibadah tersebut. (MTA, 2008)
Selama ini berberapa ibadah yang berbaur dengan tradisi lokal yang dipandang bertentangan dengan Islam dan tidak ada
dasarnya dalam Al Quran antara lain praktik membaca tahlilan 7 hari, 40 hari dan 100 hari bagi orang yang meninggal dunia, kenduri, slametan, sedekah bumi, ruwatan, ziarah kubur dengan menabur bunga dikubur, mitoni dan berbagai praktik sosial lainnya. MTA melihat kesemua praktik tersebut sebagai bentuk
sinkretisme ajaran Islam dengan budaya lokal Jawa. Semua
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
117
persoalan di atas dalam pandangan MTA adalah persoalan yang
baru yang diada-adakan, sebab pada masa nabi belum pernah mengadakan hal tersebut. Oleh sebab itu MTA mengatakan bahwa hal tersebut adalah bid’ah yang harus dijauhi oleh seorang muslim.
Potensi kedua yang rentan terhaap konflik adalah persoalan ibadah yang tidak diajarkan oleh Islam seperti dzikir bersama, tahlilan, membaca manaqib, dan membaca al Berzanji serta Sholawatan. Mengenai persoalan membaca kitab manaqib, MTA menjustifikasi bahwa membaca manaqib para wali, terutama
Syeih Abdul Qadir Jailani adalah perbuatan yang sia-sia sebab hal ini bukan ibadah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Mengenai persoalan yasinan, tahlilan dan dzikir bersama, MTA sangat keras melarangnya. Hal ini disebabkan yasinan, tahlilan dan dzikir bersama adalah perbuatan yang tidak pernah dicontohkan
oleh nabi Muhammad selama hidupnya. Dalam pandangan MTA nabi merupakan sosok yang sempurna, demikian juga semua ajarannya juga telah sempurna. Maka ketika seorang muslim mengadakan ibadah yang tidak dilakukan oleh nabi, sama saja artinya ia mengatakan bahwa ajaran nabi Muhammad tidak
sempurna dan kita dilihat lebih pandai dari pada Nabi Muhammad.
Dalam berbagai kesempatan pengajian para ustand MTA dengan tegas menjelaskan persoalan tersebut sebagai persoalan yang diada-adakan. Persoalan yang sebenarnya "laisa min Islam" yang digunakan dalam Islam. Seperti dijelaskan oleh Ustadz
Sukardi, MTA tidak pernah melarang orang tahlilan, yasinan, mitoni dan lainnya. Hanya yang saya katakan adalah hal tersebut tidak ada dalilnya dari Al Quran dan Sunnah. Kalau itu tidak ada dalilnya maka saya mengatakan itu bukan ajaran Islam. Hal ini tidak bermaksud MTA melarang, tetapi kalau ada yang
mengundang kami, mohon maaf saya tidak bisa datang.
Persoalan yang memiliki potensi konflik sosial paling besar
dari perkembangan MTA adalah pola pensikapan MTA terhadap tradisi lokal yang dijalankan oleh masyarakat. Dalam pandangan MTA orang yang beragama secara murni adalah orang yang beragama Islam tanpa mencampur agama dengan tradisi yang
berlaku di masyarakat. Islam harus dipahami sebagaimana apa adanya, sebagaimana yang telah ada dalam Al-Quran dan hadist Nabi. Islam yang dicampurkan dengan berbagai persoalan tradisi hanya akan membawa pada Islam yang tidak lagi murni. Menurut MTA hal ini jelas bertentangan dengan Islam yang telah dengan
tegas dikatakan sebagai agama yang sempurna, agama yang paling unggul dan tidak ada yang mengungguli. Jalan keselamatan yang diajarkan oleh Al Quran dan sunnah yang telah lengkap mutlak dijalankan tanpa ditambahi dengan berbagai budaya lokal yang ada. Bagi MTA penambahan budaya lokal oleh
sebagian kalangan umat Islam adalah bentuk bid’ah yang nyata telah sesat. Karena bid’ah ini akan menjurus pada perbuatan perbuatan syirik yang dilarang oleh Agama. Ustad Ahmad Sukino mengatakan Islam menganjurkan agar segala amal ibadah yang dilakukan oleh seroang muslim hendaknya dia mengetahui
dengan baik apa dasarnya baik itu dalam Al Quran maupun dalam hadist. Jika ia tidak mengetahuinya maka sebaiknya ia tidak menjalankan ibadah tersebut. (MTA, 2008)
Selama ini berberapa ibadah yang berbaur dengan tradisi lokal yang dipandang bertentangan dengan Islam dan tidak ada
dasarnya dalam Al Quran antara lain praktik membaca tahlilan 7 hari, 40 hari dan 100 hari bagi orang yang meninggal dunia, kenduri, slametan, sedekah bumi, ruwatan, ziarah kubur dengan menabur bunga dikubur, mitoni dan berbagai praktik sosial lainnya. MTA melihat kesemua praktik tersebut sebagai bentuk
sinkretisme ajaran Islam dengan budaya lokal Jawa. Semua
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
118
Kedatangan kami pada acara yang menurut kami tidak sesuai
dengan ajaran Islam, itu artinya kami setuju. Maka yang terbaik adalah bagimu amalmu dan bagiku amalku.
Kutipan di atas menandakan dua hal yang penting yaitu bagi MTA dalam hal ini yang diajarkan yaitu, yasinan, tahlilan dan
segala tradisi yang ada di masyarakat bukanlah ibadah yang benar sebab ibadah tersebut tidak ada dasarnya dalam Al- Quran dan tidak diajarkan oleh nabi Muhammad. Berarti ibadah tersebut bukan merupakan ajaran Islam. Disamping itu kutipan di atas juga menegaskan sikap MTA terhadap ajaran yasinan, tahlilan dan
lainnya tersebut. MTA dengan tegas mengambil sikap bahwa warga MTA tidak akan pernah sekali-kali melakukan amaliah yasinan tahlilan dan lainnya. Namun jika ada orang yang melakukan hal tersebut maka dipersilahkan saja, bahkan sekedar mendatangi acara tahlilan dan yasinan tidak akan pernah
dilakukan. Potensi konflik yang lain dari MTA adalah klaim kebenaran yang dilakukan oleh MTA. Klaim ini kemudian disertai dengan sikap menyalahkan kelompok yang lain. Dalam banyak kesempatan ustad Ahmad Sukino selaku pimpinan umum MTA selalu mengatakan bahwa persoalan Islam yang berkaitan dengan
tradisi tidak ada dasarnya dalam Al Quran dan Hadist. Maka hal tersebut dianggap laisa minal Islam (bukan berasal dari Islam). Seringkali kemudian disertai ungkapan bahwa kalau umat Islam ingin memahami agama Islam yang benar haruslah "ngaji". Dengan mengaji umat Islam akan mengatahui mana ajaran yang
diajarkan oleh rasul dan mana yang diada-adakan. Mengaji disini dimaknai mangaji di MTA, sebab diluar MTA paham keagamaannya belum tentu benar.
Untuk mengatasi perbedaaan pandangan tentang agama, mungkin dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama,
menghadirkan Islam sebagai agama inklusif/terbuka. Cak Nur
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
119
merumuskan inklusif sebagai agama-agama lain adalah bentuk
implisit agama kita, sehingga seluruh kebenaran agama lain ada juga dalam agama kita, yang berbeda hanya dalam bentuk syari'atnya. A. Mukhlis Yusuf, Ketua Gema Mathla'ul Anwar- mengemukakan agar umat beragama tidak menonjolkan
perbedaan pandangan dan keyakinan agama, tetapi harus mencari titik persamaan dengan agama lain agar tercipta program lintas agama dalam berbagai bidang kehidupan.60 Kedua, menawarkan konsep pluralisme dan toleransi. Konsepsi ini diutarakan karena sesuai dengan kondisi manusia yang beragam
agama, etnis, sukubangsa dan ideologi. Oleh Cak Nur pluralisme harus diterjemahkan sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.61 Inilah yang menurut Gus Dur diperlukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di negeri dengan keragaman yang besar.62 Bahkan Masykuri Abdillah dosen Pasca
Sarjana IAIN Jakarta menganggap pencoretan "tujuh kata" dalam Pancasila yang terdapat dalam Piagam Jakarta merupakan penghargaan bagi pluralisme.63 Agar pluralisme terwujud, diperlukan toleransi apalagi bila menyangkut masalah ras dan agama. Toleransi menurut Cak Nur berasal dari pandangan hidup
yang berakar dalam ajaran agama yang benar. Ketiga, sosialisasi semangat Islam sebagai agama yang menjunjung moral dan etika. Menurut Cak Nur etika harus dijadikan salah satu syarat kepemimpinan bangsa. Karena itulah perjuangan Islam tidak harus
diterapkan pada level politik tapi bisa juga dengan pendidikan dan tabligh.64 Wacana tersebut dikembangkan dengan jargon Islam kultural yang membawa kebaikan untuk semua umat manusia
60 Republika, 12 Januari '99 61 Tekad No. 18/ 1-7 Maret '99 62 Media Indonesia, 11 maret'99 63 Kompas, April'99 64 Haedar Nashir dalam Republika 8/1'99
Kedatangan kami pada acara yang menurut kami tidak sesuai
dengan ajaran Islam, itu artinya kami setuju. Maka yang terbaik adalah bagimu amalmu dan bagiku amalku.
Kutipan di atas menandakan dua hal yang penting yaitu bagi MTA dalam hal ini yang diajarkan yaitu, yasinan, tahlilan dan
segala tradisi yang ada di masyarakat bukanlah ibadah yang benar sebab ibadah tersebut tidak ada dasarnya dalam Al- Quran dan tidak diajarkan oleh nabi Muhammad. Berarti ibadah tersebut bukan merupakan ajaran Islam. Disamping itu kutipan di atas juga menegaskan sikap MTA terhadap ajaran yasinan, tahlilan dan
lainnya tersebut. MTA dengan tegas mengambil sikap bahwa warga MTA tidak akan pernah sekali-kali melakukan amaliah yasinan tahlilan dan lainnya. Namun jika ada orang yang melakukan hal tersebut maka dipersilahkan saja, bahkan sekedar mendatangi acara tahlilan dan yasinan tidak akan pernah
dilakukan. Potensi konflik yang lain dari MTA adalah klaim kebenaran yang dilakukan oleh MTA. Klaim ini kemudian disertai dengan sikap menyalahkan kelompok yang lain. Dalam banyak kesempatan ustad Ahmad Sukino selaku pimpinan umum MTA selalu mengatakan bahwa persoalan Islam yang berkaitan dengan
tradisi tidak ada dasarnya dalam Al Quran dan Hadist. Maka hal tersebut dianggap laisa minal Islam (bukan berasal dari Islam). Seringkali kemudian disertai ungkapan bahwa kalau umat Islam ingin memahami agama Islam yang benar haruslah "ngaji". Dengan mengaji umat Islam akan mengatahui mana ajaran yang
diajarkan oleh rasul dan mana yang diada-adakan. Mengaji disini dimaknai mangaji di MTA, sebab diluar MTA paham keagamaannya belum tentu benar.
Untuk mengatasi perbedaaan pandangan tentang agama, mungkin dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama,
menghadirkan Islam sebagai agama inklusif/terbuka. Cak Nur
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
120
tanpa eksklusivisme komunal. Diharapkan dengan strategi ini
umat Islam akan memperoleh kemenangan yang hakiki karena orientasi Islam kultural lebih otentik, murni dan berjangka panjang dalam proses pencerdasan umat dibandingkan Islam struktural.
Untuk meredam konflik bernuansa agama seharusnya
masyarakat menyadari bahwa kemanusiaan sejati adalah muncul ketika kehadiran kita tidak bisa lepas dari adanya kehadiran orang lain. Manusia tidak bisa mengklaim bahwa dirinya sendirilah yang paling benar, karena manusia hidup bersama dalam bumi ciptaan Tuhan. Kebenaran absolut adalah ditangan kekuasaan Allah
(Tuhan). Manusia tidak bisa dengan semena-mena menjustifikasi keberanan pada kelompok keagamaan lain. Menurut Islam, pluralisme adalah fitrah yang sudah menjadi keharusan sejak awal manusia dan alam diciptakan. Al-Qur‘an sebagai kalam Allah mengakui bahwa perbedaan adalah sesuatu yang wajar, dan
bahkan merupakan rahmat Tuhan. Islam mengakui perbedaan bahasa dan warna kulit, kemajemukan suku-suku dan bangsa-bangsa, penciptaan segala sesuatu berpasang-pasangan dan tidak tunggal, mengakui perbedaan pemikiran dalam kapasitas intelektualitas masing-masing manusia, mengakui kebebasan
berkeyakinan (untuk beriman atau tidak), untuk masuk dan keluar dari agama tertentu. Allah melalui Al-Qur‘an mengingatkan: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguh-nya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Oleh karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah maka sesungguhnya ia berpegang pada tali kokoh yang tidak putus. Allah Maha Mendengar dan Mengetahui.65
Dalil-dalil Al-Quran juga menunjukkan bahwa kemajemukan atau pluralitas ummat manusia adalah kenyataan
65 Al-Baqarah: 256
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
121
yang telah menjadi kehendak Tuhan. Dalam Kitab Suci Al-Qur‘an
kembali Allah mengingatkan: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antar kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.66
Dalam surat yang lain, Allah berfirman: Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Allah menjadikan kalian satu umat (saja),
tetapi dia memasukkan orang-orang yang dikehedaki-Nya kedalam rahmatnya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong”. (Asy-Syuura). Oleh karena itu, menurut ajaran Islam, pluralisme sesungguhnya adalah sebuah aturan Tuhan (Sunnatullah), sebagai
sebuah hukum alam yang tidak akan berubah, tidak bisa dilawan atau diingkari. Dan Islam adalah agama yang Kitab Suci-nya dengan tegas mengakui hak agama-agama lain, kecuali yang berdasarkan paganisme atau syirik, untuk hidup dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan. Al-Quran
memperingatkan bahwa seluruh ummat manusia tanpa kecuali adalah bersaudara. Islam sebagai agama universal adalah agama cukup pintar dalam memenangkan kesejatian manusia dalam hidup ini. Sesuai dengan sifat kemanusiaan manusia, Islam menyadari bahwa perbedaan adalah suatu yang fitrah agar
manusia bisa saling belajar, saling menghargai satu dengan yang lain untuk menciptakan dinamika positif dalam masyarakat dalam kerangka fastabiqul khairat. Setiap kelompok manusia dibuatkan oleh Tuhan jalan dan tatanan hidup mereka, agar manusia dengan sesamanya berlomba dalam berbagai kebaikan. Firman Allah: Dan
66 Al-Hujurat: 13
tanpa eksklusivisme komunal. Diharapkan dengan strategi ini
umat Islam akan memperoleh kemenangan yang hakiki karena orientasi Islam kultural lebih otentik, murni dan berjangka panjang dalam proses pencerdasan umat dibandingkan Islam struktural.
Untuk meredam konflik bernuansa agama seharusnya
masyarakat menyadari bahwa kemanusiaan sejati adalah muncul ketika kehadiran kita tidak bisa lepas dari adanya kehadiran orang lain. Manusia tidak bisa mengklaim bahwa dirinya sendirilah yang paling benar, karena manusia hidup bersama dalam bumi ciptaan Tuhan. Kebenaran absolut adalah ditangan kekuasaan Allah
(Tuhan). Manusia tidak bisa dengan semena-mena menjustifikasi keberanan pada kelompok keagamaan lain. Menurut Islam, pluralisme adalah fitrah yang sudah menjadi keharusan sejak awal manusia dan alam diciptakan. Al-Qur‘an sebagai kalam Allah mengakui bahwa perbedaan adalah sesuatu yang wajar, dan
bahkan merupakan rahmat Tuhan. Islam mengakui perbedaan bahasa dan warna kulit, kemajemukan suku-suku dan bangsa-bangsa, penciptaan segala sesuatu berpasang-pasangan dan tidak tunggal, mengakui perbedaan pemikiran dalam kapasitas intelektualitas masing-masing manusia, mengakui kebebasan
berkeyakinan (untuk beriman atau tidak), untuk masuk dan keluar dari agama tertentu. Allah melalui Al-Qur‘an mengingatkan: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguh-nya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Oleh karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah maka sesungguhnya ia berpegang pada tali kokoh yang tidak putus. Allah Maha Mendengar dan Mengetahui.65
Dalil-dalil Al-Quran juga menunjukkan bahwa kemajemukan atau pluralitas ummat manusia adalah kenyataan
65 Al-Baqarah: 256
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
122
Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.67 Jadi tidak ada dalam pandangan Islam suatu masyarakat yang monolitik yang mendasarkan pada satu asas yang sama. Dari dokrin Islam yang menganggap perbedaan
sebagai suatu fitrah, maka sudah seharusnya masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan diberikan kebebasan menjalani hidupnya dan diberi hak seadil-adilnya untuk menjalani kehidupannya.
Menurut Islam, keimanan seseorang adalah hak Alllah
yang tidak seorang pun dapat memberikannya kepada manusia. Seorang muslim yang menjalankan amar ma‘ruf nahi mungkar dalam pandangan Islam adalah sebatas sebagai penyeru bukan pembawa berkah kedamaian. Dalam hal ini Allah berfirman: Dan jika mereka membantah kamu, maka katakannlah, Allah lebih
mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan. Allah akan mengadili diantara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu berselisih padanya.68 “Jika mereka (orang-orang kafir) berpaling maka kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad)
67 Al Maa‘idah: 48 68 Al-Hajj : 68-69
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
123
sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah
menyampaikan (risalah).69
Melihat penjelasan Islam tentang perbedaan keyakinan dan aspek lainya, maka pluralisme sebenarnya tidak dimaksudkan untuk melecehkan kebenaran agama atau ajaran sebagai
kebenaran yang relatif. Pluralisme adalah suatu sistem nilai yang memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu.
Keresahan dan konflik laten yang terjadi akibat sepak
terjangnya MTA, bila dianalisi secara baik, maka terlihat bahwa kondisi itu merupakan reaksi belaka. Dalam teori konflik dapat dijelaskan bahwa jika sumber daya terbatas, sementara yang membutuhkannya banyak maka akan terjadi konflik, baik konflik bersifat laten maupun eksplisit. Reaksi yang berlebihanpun
seringkali tidak diikuti dengan tabayyun kepada MTA, sehingga berita lama yang pernah diterima tidak pernah berubah dan sudah mengendap menjadi fosil baku “bahwa MTA itu dakwahnya menjelek-jelekkan kelompok lain, meresahkan dan sebagainya”. Berita yang tidak pernah diklarifikasi dan diperbaharui itu akhirnya
mengental dan melahirkan pendapat yang tidak benar berkaitan dengan sepak terjang MTA. Misalnya kasus berita merebut berkat tahlilan di Purworejo, Ngawi, Magetan, Tawangmangu dan sebagainya, terasa betul bahwa berita itu dibesar-besarkan oleh mereka yang tidak senang kepada MTA.
Jadi keresahan yang melanda itu pada dasarnya bukan karena metode dakwah yang digunakan oleh MTA, tetapi lebih karena kekhawatiran yang diankibatkan oleh pesatnya perkembangan MTA. Dan tidak dapat pula dipungkiri, bahwa
69 Asy-Syuura: 48
Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.67 Jadi tidak ada dalam pandangan Islam suatu masyarakat yang monolitik yang mendasarkan pada satu asas yang sama. Dari dokrin Islam yang menganggap perbedaan
sebagai suatu fitrah, maka sudah seharusnya masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan diberikan kebebasan menjalani hidupnya dan diberi hak seadil-adilnya untuk menjalani kehidupannya.
Menurut Islam, keimanan seseorang adalah hak Alllah
yang tidak seorang pun dapat memberikannya kepada manusia. Seorang muslim yang menjalankan amar ma‘ruf nahi mungkar dalam pandangan Islam adalah sebatas sebagai penyeru bukan pembawa berkah kedamaian. Dalam hal ini Allah berfirman: Dan jika mereka membantah kamu, maka katakannlah, Allah lebih
mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan. Allah akan mengadili diantara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu berselisih padanya.68 “Jika mereka (orang-orang kafir) berpaling maka kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad)
67 Al Maa‘idah: 48 68 Al-Hajj : 68-69
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
124
ketidakmampuan mengelola jama’ah secara baik sebagaimana
dilakukan oleh MTA, telah menimbulkan iri negatif. Mestinya ketika melihat “lawan” bersemangat melakukan proaganda, maka semestinya menjadi pemacu dalam memperbaiki sistem dakwah, pengelolaan jama’ah, membangun solidaritas dan memacu
fastabiqul khairat dalam pentas perjuangan menegakan Islam di tanah air. Jangan sampai kelompok lain dijadikan musuh beneran dan kemudian dihabisi dengan cara tidak fair.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
125
V
PENUTUP
Kesimpulan
alam berdakwah MTA cenderung menyalahkan praktek ibadah yang dilakukan oleh penganut paham lain, bahkan secara tegas menolak segala
praktek ibadah yang bernuansa sinkretis dengan muatan tradisi-tradisi lokal seperti tahlil, manaqib, dan talqin. Majelis Tafsir Al-
Qur‘an mengklaim kebenaran terhadap pemahaman ajaran agama yang di yakini sehingga menutup adanya ruang dialog dengan pemahaman keislaman kelompok lain. Kelompok di luar MTA yang menjalankan agama namun tidak mendasarkan pada sunnah nabi menurut pemahaman MTA, tergolong sebagai perbuatan bid‘ah
yang dinilai sesat.
Gerakan Keagamaan MTA memberikan pengaruh pada kehidupan sosial keagamaan dalam hal memahami sunnah nabi dalam kaitannya dengan tradisi lokal masyarakat yang sudah dilakukan secara turun temurun. Perbedaan pemahaman ini
menimbulkan akibat retaknya hubungan sosial dalam masyarakat dan ketegangan dalam hubungan intern umat beragama sebagai
ketidakmampuan mengelola jama’ah secara baik sebagaimana
dilakukan oleh MTA, telah menimbulkan iri negatif. Mestinya ketika melihat “lawan” bersemangat melakukan proaganda, maka semestinya menjadi pemacu dalam memperbaiki sistem dakwah, pengelolaan jama’ah, membangun solidaritas dan memacu
fastabiqul khairat dalam pentas perjuangan menegakan Islam di tanah air. Jangan sampai kelompok lain dijadikan musuh beneran dan kemudian dihabisi dengan cara tidak fair.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
126
akibat dari saling menyalahkan antara kelompok MTA dengan
kelompok masyarakat lain. Faktor lain yang bisa menjadi pemicu yaitu kurang adanya pemahaman keagamaan yang pluralis dalam berdakwah, terutama pada para pemerhati/simpatisan MTA yang tidak menjadi anggota resmi yaitu mereka yang mendengarkan
dakwah MTA melalui radio atau selebaran-selebaran.
Saran
Bagi kelompok MTA perlu adanya pemahaman keagaman yang pluralis, dengan tetap mengdepankan prinsip bahwa perbedaan adalah fitrah sebagai suatu kewajaran dan tidak perlu adanya sikap mengklaim, bahwa ajaran MTA adalah yang paling
benar. Pemerintah perlu untuk melakukan sosialisasi bagaimana cara berdakwah ditengah masyarakat yang pluralis, sehingga pola-pola dakwah yang humanis dan tidak memaksa atau menyalahkan dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat.
Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) ...
127
DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Abdurrahman, KH, (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan
Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009.
Ahmad Syafi’i Mufid (Ed), Gerakan Keagamaan Transnasional:
Kasus Gerakan Syi’ah dan Hizbut Tahrir Abdurrahman Indonesia (HT), Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010.
Buku Kumpulan Pengajian Ahad Pagi, oleh Ustad Budi Harjani pada pengajian ahad pagi gelombang I, Senin 29 November 2010.
Dokumen: Kumpulan Brosur Ahad Pagi tentang Sunnah dan Bid‘ah diambil dari Kitab Al-Muwafaqaat 4 :6
Dokumen Kumpulan Brosur Ahad Pagi tentang Sunnah dan Bid‘ah, hal 27, diambil dari HR. Ibnu Majah juz 1.
Greg Barton dengan horizon yang lebih luas, dalam Barry Rubin
(Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I, New York: ME. Sharpe, 2010, hlm 133-148.
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
akibat dari saling menyalahkan antara kelompok MTA dengan
kelompok masyarakat lain. Faktor lain yang bisa menjadi pemicu yaitu kurang adanya pemahaman keagamaan yang pluralis dalam berdakwah, terutama pada para pemerhati/simpatisan MTA yang tidak menjadi anggota resmi yaitu mereka yang mendengarkan
dakwah MTA melalui radio atau selebaran-selebaran.
Saran
Bagi kelompok MTA perlu adanya pemahaman keagaman yang pluralis, dengan tetap mengdepankan prinsip bahwa perbedaan adalah fitrah sebagai suatu kewajaran dan tidak perlu adanya sikap mengklaim, bahwa ajaran MTA adalah yang paling
benar. Pemerintah perlu untuk melakukan sosialisasi bagaimana cara berdakwah ditengah masyarakat yang pluralis, sehingga pola-pola dakwah yang humanis dan tidak memaksa atau menyalahkan dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat.
Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin
128
Khalimi, Dr.MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik,
Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Muhammad Sulthon (dkk), Resolusi Konflik Berbasis Agama:
Penyelesaian Konflik Pada Periode Awal Sejarah
Islam,Semarang, Walisongo Mediation Center, 2009
M. Mukhsin Jamil dkk, Reintegrasi Mantan Kombatan dan
Transformasi Konflik di Aceh Pasca MOU Helsinki, Semarang:
Walisongo Mediation Center, 2009.
Muhammad Sulthon dan Solihan, Dimensi Politis dalam Konflik
Keagamaan di Indonesia, Studi Kasus Terhadap Pendirian
Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Ngaliyan, Semarang,
Semarang: Walisongo Mediation Center, 2008
MTA, Riwayat Hidup Abdullah Tufail Saputra, Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA) Solo, 2010
Mutohharun Jinan, “Dinamika Gerakan Islam Puritan di Surakarta:
Studi tentang Perluasan Garakan Majelis Tafsir Al-Quran,” 581-602, dalam Panitia ACIS, “The 11th Annual Conference
on Islamic Studies: Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk Membangun Karakter Bangsa,” Bangka
Belitung.
Wakhid Sugiyarto (Ed), Gerakan Keagamaan Transnasional: Kasus
Gerakan Salafi, Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tablig,
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010.
Quintan Wiktorowicz, Islamic Activism: A Social Movement Thry
Appreooach, USA: Indiana University Press, 2004.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
129
Khalimi, Dr.MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik,
Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Muhammad Sulthon (dkk), Resolusi Konflik Berbasis Agama:
Penyelesaian Konflik Pada Periode Awal Sejarah
Islam,Semarang, Walisongo Mediation Center, 2009
M. Mukhsin Jamil dkk, Reintegrasi Mantan Kombatan dan
Transformasi Konflik di Aceh Pasca MOU Helsinki, Semarang:
Walisongo Mediation Center, 2009.
Muhammad Sulthon dan Solihan, Dimensi Politis dalam Konflik
Keagamaan di Indonesia, Studi Kasus Terhadap Pendirian
Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Ngaliyan, Semarang,
Semarang: Walisongo Mediation Center, 2008
MTA, Riwayat Hidup Abdullah Tufail Saputra, Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA) Solo, 2010
Mutohharun Jinan, “Dinamika Gerakan Islam Puritan di Surakarta:
Studi tentang Perluasan Garakan Majelis Tafsir Al-Quran,” 581-602, dalam Panitia ACIS, “The 11th Annual Conference
on Islamic Studies: Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk Membangun Karakter Bangsa,” Bangka
Belitung.
Wakhid Sugiyarto (Ed), Gerakan Keagamaan Transnasional: Kasus
Gerakan Salafi, Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tablig,
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010.
Quintan Wiktorowicz, Islamic Activism: A Social Movement Thry
Appreooach, USA: Indiana University Press, 2004.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur
Oleh :Achmad Rosidi
Achmad Rosidi
130
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
131
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
untutan implementasi demokrasi di republik ini ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya
berbagai kelompok aliran, faham dan gerakan keagamaan secara signifikan, baik yang bersifat lokal maupun transnasional. Situasi tersebut di satu sisi dapat dinilai positif, sebagai salah satu indikator kebebasan beragama di negeri ini yang memang dijamin oleh Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Namun di sisi lain, dalam mengekspresikan kebebasan beragama tersebut seringkali menimbulkan keresahan masyarakat dan ketegangan sosial yang mengarah pada konflik dengan kekerasan.
Perkembangan pemikiran, paham, aliran dan gerakan keagamaan tersebut disebabkan karena faktor internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain; a) karena adanya perbedaan penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, b) paradigma pemikiran yang dipergunakan dalam menafsirkan, c) penekanan pengamalan agama secara eksklusif yang hanya mengakui paham mereka saja yang benar sedangkan paham lainnya dianggap sesat
dan kafir. Sedangkan faktor eksternal adalah; a) pengaruh
Achmad Rosidi
132
pemikiran dari luar seperti pemikiran yang dianggap liberal dalam
mamahami teks-teks agama, maupun b) cara merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini.
Dalam realitasnya, perbedaan tersebut telah menimbulkan berbagai aliran dan paham keagamaan. Aliran-aliran tersebut ada
yang masih dapat ditolerir oleh kelompok mainstream (arus utama), ada juga yang dianggap menyimpang bahkan sesat.
Keberadaan Yayasan Pendidikan Islam diindikasikan mengembangkan paham Syi’ah. Kemunculannya di tengah-tengah mayoritas umat Islam di Kota Bangil yang Sunni
memunculkan kontroversi. YAPI didirikan oleh Habib Husein Al-Habsi, tokoh dan ulama ternama semasa hidupnya dituduh sebagai tempat lembaga yang secara sistemis menyebarkan akidah Syi’ah melaui pendidikan. Sejak berdirinya pada tahun 1976, YAPI dituduh mengembangkan paham Syi’ah di tengah-
tengah umat Islam Sunni di Bangil. Keluarga besar PP YAPI, baik itu pengurus yayasan maupun guru-guru dinilai menjadi aktor utama menyebarkan paham Syi’ah. Segala aktivitas yang berada di dalam pondok atau kegiatan sosial mereka di luar pondok tidak lebih sebagai cara untuk melebarkan paham Syi’ah di Bangil.
Kemunculan Syi’ah dan Sunni disebabkan oleh perbedaan persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan dan sering menjadi sumber keresahan, ketegangan, bahkan pertentangan atau konflik sosial keagamaan dalam masyarakat.
Masyarakat yang bersikap “nderek kyai” dalam menyikapi
persoalan keagamaan, menjadi sangat sensitif manakala persoalan itu menyalahi pemahaman kyai (ulama) yang akhirnya bertindak sesuai dengan kehendaknya karena mempertahankan pendapat para tokoh. Masyarakat menilai kehadiran YAPI dengan Syi’ah-nya, memunculkan reaksi masyarakat yang cenderung anarkhis.
Mereka mengetahui dari informasi para guru (ulama) bahwa Syi’ah
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
133
telah melakukan pemalsuan Al-Quran, memusuhi Jibril,
menghalalkan kawin kontrak (mut`ah) yang membolehkan mereka menikah dengan wanita Majusi, Nashara dan Yahudi dan sebagainya. Syi’ah melebihkan Ahlul Bait Nabi di atas para sahabat bahkan merendahkan. Dan serangkaian doktrin-doktrin Syi’ah
yang tidak sesuai dengan doktrin Sunni. Poin-poin inilah yang hendak diteliti dalam kajian ini, yang difokuskan pada rumusan permasalahan berikut.
Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah yang melatarbelakangi tindak kekerasan di Ponpes YAPI Bangil?
2. Bagaimana respon pemuka agama, Pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan Pondok Pesantren YAPI
tersebut?
3. Bagaimana langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan dalam menangani kasus tersebut?
Tujuan dan Kegunaan Kajian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk; a) mengetahui
latar belakang tindak kekerasan di Ponpes YAPI Bangil; b) mengetahui respon pemuka agama, Pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan Pondok Pesantren YAPI tersebut; c) untuk mengetahui langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan dalam menangani kasus tersebut.
pemikiran dari luar seperti pemikiran yang dianggap liberal dalam
mamahami teks-teks agama, maupun b) cara merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini.
Dalam realitasnya, perbedaan tersebut telah menimbulkan berbagai aliran dan paham keagamaan. Aliran-aliran tersebut ada
yang masih dapat ditolerir oleh kelompok mainstream (arus utama), ada juga yang dianggap menyimpang bahkan sesat.
Keberadaan Yayasan Pendidikan Islam diindikasikan mengembangkan paham Syi’ah. Kemunculannya di tengah-tengah mayoritas umat Islam di Kota Bangil yang Sunni
memunculkan kontroversi. YAPI didirikan oleh Habib Husein Al-Habsi, tokoh dan ulama ternama semasa hidupnya dituduh sebagai tempat lembaga yang secara sistemis menyebarkan akidah Syi’ah melaui pendidikan. Sejak berdirinya pada tahun 1976, YAPI dituduh mengembangkan paham Syi’ah di tengah-
tengah umat Islam Sunni di Bangil. Keluarga besar PP YAPI, baik itu pengurus yayasan maupun guru-guru dinilai menjadi aktor utama menyebarkan paham Syi’ah. Segala aktivitas yang berada di dalam pondok atau kegiatan sosial mereka di luar pondok tidak lebih sebagai cara untuk melebarkan paham Syi’ah di Bangil.
Kemunculan Syi’ah dan Sunni disebabkan oleh perbedaan persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan dan sering menjadi sumber keresahan, ketegangan, bahkan pertentangan atau konflik sosial keagamaan dalam masyarakat.
Masyarakat yang bersikap “nderek kyai” dalam menyikapi
persoalan keagamaan, menjadi sangat sensitif manakala persoalan itu menyalahi pemahaman kyai (ulama) yang akhirnya bertindak sesuai dengan kehendaknya karena mempertahankan pendapat para tokoh. Masyarakat menilai kehadiran YAPI dengan Syi’ah-nya, memunculkan reaksi masyarakat yang cenderung anarkhis.
Mereka mengetahui dari informasi para guru (ulama) bahwa Syi’ah
Achmad Rosidi
134
Metode
Bentuk studi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dalam bentuk studi kasus. Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis dalam arti berusaha
memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh para pelaku.
Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka,
wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah pengumpulan data lapangan. Sebelum ke lapangan kajian pustaka ditekankan pada usaha merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan fokus dalam penelitian. Sedangkan kajian pustaka setelah
pengumpulan data lapangan ditujukan untuk menganalisis dokumen-dokumen yang diperoleh selama penelitian lapangan.
Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh kelompok ini, pengikutnya, pemuka agama setempat, kelompok pembela, akademisi setempat, pemuka masyarakat, masyarakat sekitar,
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, Kepala KUA, dan aparat keamanan (Kepolisian). Sedangkan pengamatan akan dilakukan antara lain mengenai aktivitas sehari-hari faham/aliran ini, dan interaksi sosial antara pengikut dan bukan pengikut faham/aliran ini.
Semua informasi, temuan, kenyataan lapangan berupa konsep, aspirasi, saran, kebijakan, peristiwa, proses, prosedur, kebijakan, aktifitas, situasi kontekstual dan catatan-catatan yang
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
135
berhasil dikumpulkan, kemudian dicatat, diinventarisasi, seleksi
dan koreksi, klasifikasi, komparasi, interpretasi, dan ditarik beberapa kesimpulan pokok yang bersifat umum dan menyeluruh.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kasus yang
terjadi di Pondok Pesantren YAPI Bangil Jawa Timur. Beberapa kali terjadi aksi anarkhis semenjak berdirinya pondok. Setidaknya demikian yang dikatakan oleh Haikal Husein, seorang alumni pondok pesantren YAPI selama mengenyam pendidikan menengah di lembaga tersebut.
Landasan Teori
Lahirnya gerakan, tentu saja tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang yang mungkin juga berliku dan melalui pengalaman panjang pula dari para penggeraknya, sehingga tokohnya memutuskan untuk mendirikan organisasi
sosial keagamaan. Menurut Abdul Azis, menggunakan teori Glock dan Stark, serta Weber dan Troeltch, menjelaskan mengenai beberapa kemungkinan kemunculan gerakan keagamaan yang secara garis besar dapat dijelaskan karena pergulatan sosial di kalangan penganut agama sendiri. Ada pertimbangan-
pertimbangan khusus mengapa sebuah gerakan keagamaan akhirnya harus muncul dalam bentuk semacam organisasi sosial keagamaan.
Teori di atas memang belum dapat menjawab secara memuaskan mengapa sebuah gerakan keagamaan baru akhirnya
harus muncul, sehingga belum dapat dimanfaatkan secara umum untuk melihat kondisi-kondisi yang melandasi lahirnya aliran atau gerakan keagamaan. Niebuhr kemudian menyempurnakannya,
Metode
Bentuk studi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dalam bentuk studi kasus. Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis dalam arti berusaha
memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh para pelaku.
Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka,
wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah pengumpulan data lapangan. Sebelum ke lapangan kajian pustaka ditekankan pada usaha merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan fokus dalam penelitian. Sedangkan kajian pustaka setelah
pengumpulan data lapangan ditujukan untuk menganalisis dokumen-dokumen yang diperoleh selama penelitian lapangan.
Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh kelompok ini, pengikutnya, pemuka agama setempat, kelompok pembela, akademisi setempat, pemuka masyarakat, masyarakat sekitar,
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, Kepala KUA, dan aparat keamanan (Kepolisian). Sedangkan pengamatan akan dilakukan antara lain mengenai aktivitas sehari-hari faham/aliran ini, dan interaksi sosial antara pengikut dan bukan pengikut faham/aliran ini.
Semua informasi, temuan, kenyataan lapangan berupa konsep, aspirasi, saran, kebijakan, peristiwa, proses, prosedur, kebijakan, aktifitas, situasi kontekstual dan catatan-catatan yang
Achmad Rosidi
136
sehingga teori yang dibangun oleh Glock dan Stark, serta Weber
dan Troeltch dapat digunakan untuk melihat dan menjelaskan kondisi yang melahirkan suatu gerakan keagamaan baru. Gerakan keagamaan mana pada intinya digerakan dan dibantu oleh orang-orang yang secara emosi keagamaan tidak mendapatkan
kepuasan atas jawaban kebutuhan gelora jiwa terhadap tafsir agama yang telah ada di sekelilingnya (deprived).
Sebagai bentuk dari deprivasi, lahirlah gerakan keagama-an kontemporer itu, baik sebagai gerakan keagamaan yang berbentuk kelompok keagamaan. Pada tulisan Abdul Azis dan
Imam Tholkhah itu, deprivasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu; pertama, deprivasi ekonomi; kedua, deprivasi sosial; ketiga, deprivasi organistik yang melahirkan gerakan penyembuhan; keempat, deprivasi etis (yang lebih filosofis, seperti konflik antara cita-cita yang dimiliki oleh gerakan/aliran dengan
yang dimiliki masyarakat pada umumnya yang melahirkan gerakan reformasi); kelima, deprivasi psikis yang menimbulkan gerakan mistik. Hampir seluruh gerakan keagamaan di Indonesia, sampai kadar tertentu diakibatkan oleh kelima jenis deprivasi itu.
Kelompok keagamaan yang muncul di berbagai daerah
Indonesia, ternyata juga akibat deprivasi itu pula. Deprivasi yang dimaksud adalah deprivasi etis, organistik dan psikis yang dirasakan secara kolektif oleh orang-orang dari berbagai kalangan muslim. Persoalan-persoalan hidup yang sulit, baik sosial ekonomi, sosial pendidikan, maupun gangguan jiwa karena
ketidaktenangan batin dan sebagainya mendorong orang untuk mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Orang-orang pengangguran susah mencari pekerjaan yang layak bagi dirinya, yang cukup sosial ekonominya merasa sulit menatanya sehingga tidak membuatnya tenang dan bahagia, maupun yang kondisi
sosialnya berlebihpun banyak mengalami keresahan karena
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
137
berbagai hal, seperti; masalah dengan anak-anak dengan
lingkungannya, dengan atasannya di kantor dan sebagainya, keterlibatan anak dalam dunia malam, dunia narkoba dan sebagainya, sehingga membuatnya tidak tenang dan selalu dilanda kegelisahan yang akut.
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan keekecewaan hatinya, yang kemudian dapat menghadirkan ketenangan jiwa,
kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan bahkan lebih dari itu, menghadirkan perasaan sangat dekat dengan Sang Khaliq Sang Pencipta, ataupun juga dapat memuaskan gelora keagamaan orang-orang yang sedang mencari ketenangan jiwa itu. Di sinilah para tokoh keagamaan cukup cerdas menangkap peluang,
sehingga berakhir pada suksesnya kelompok dan gerakan keagamaan, sehingga mampu menarik minat ribuan orang yang resah, orang yang terhimpit ekonomi, orang berada tetapi tidak bahagia, kasus narkoba anggota keluarganya dan sebagainya untuk bergabung dengan dirinya dalam suatu kelompok
keagamaan dan gerakan sufisme atau dzikir.
sehingga teori yang dibangun oleh Glock dan Stark, serta Weber
dan Troeltch dapat digunakan untuk melihat dan menjelaskan kondisi yang melahirkan suatu gerakan keagamaan baru. Gerakan keagamaan mana pada intinya digerakan dan dibantu oleh orang-orang yang secara emosi keagamaan tidak mendapatkan
kepuasan atas jawaban kebutuhan gelora jiwa terhadap tafsir agama yang telah ada di sekelilingnya (deprived).
Sebagai bentuk dari deprivasi, lahirlah gerakan keagama-an kontemporer itu, baik sebagai gerakan keagamaan yang berbentuk kelompok keagamaan. Pada tulisan Abdul Azis dan
Imam Tholkhah itu, deprivasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu; pertama, deprivasi ekonomi; kedua, deprivasi sosial; ketiga, deprivasi organistik yang melahirkan gerakan penyembuhan; keempat, deprivasi etis (yang lebih filosofis, seperti konflik antara cita-cita yang dimiliki oleh gerakan/aliran dengan
yang dimiliki masyarakat pada umumnya yang melahirkan gerakan reformasi); kelima, deprivasi psikis yang menimbulkan gerakan mistik. Hampir seluruh gerakan keagamaan di Indonesia, sampai kadar tertentu diakibatkan oleh kelima jenis deprivasi itu.
Kelompok keagamaan yang muncul di berbagai daerah
Indonesia, ternyata juga akibat deprivasi itu pula. Deprivasi yang dimaksud adalah deprivasi etis, organistik dan psikis yang dirasakan secara kolektif oleh orang-orang dari berbagai kalangan muslim. Persoalan-persoalan hidup yang sulit, baik sosial ekonomi, sosial pendidikan, maupun gangguan jiwa karena
ketidaktenangan batin dan sebagainya mendorong orang untuk mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Orang-orang pengangguran susah mencari pekerjaan yang layak bagi dirinya, yang cukup sosial ekonominya merasa sulit menatanya sehingga tidak membuatnya tenang dan bahagia, maupun yang kondisi
sosialnya berlebihpun banyak mengalami keresahan karena
Achmad Rosidi
138
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
139
II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Sekilas Kabupaten Pasuruan
abupaten Pasuruan merupakan daerah perlintasan
dan penghubung perekonomian antara Surabaya-
Malang dan Surabaya-Banyuwangi. Tentu saja,
kondisi ini sangat membawa keberuntungan bagi pengembangan
perekonomian dan investasi penanam modal di Kabupaten
Pasuruan. Kabupaten Pasuruan mempunyai luas wilayah
147.401,50 Ha (3,13 % luas Propinsi Jawa Timur) terdiri dari 24
Kecamatan, 24 Kelurahan, 341 Desa dan 1.694 Pedukuhan.
Kabupaten Pasuruan terletak antara 112 33’55’’ hingga 113 30’37’’
Bujur Timur dan antara 70 32’34’’ hingga 80 30’ 20’’ Lintang
Selatan, dengan batas-batas wilayah: di Utara berbatasan dengan
Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura; Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Malang; Timur dengan Kabupaten Probolinggo dan
Barat dengan Kabupaten Mojokerto.
Secara geologis, Kabupaten Pasuruan terbagi dalam tiga
wilayah, yaitu daerah pegunungan dan berbukit (daerah Selatan),
meliputi: Kec. Lumbang, Kec. Puspo, Kec. Tosari. Kec. Tutur, Kec.
Achmad Rosidi
140
Purwodadi, Kec. Prigen dan Kec. Gempol. Daerah tengah atau
dataran rendah merupakan daerah yang subur serta daerah pantai
(utara) tanahnya tidak subur, meliputi: Kec. Nguling, Kec. Rejoso,
Kec. Kraton dan Kec. Bangil. (BPS. Kabupaten Pasuruan: 2008).
Di Kabupaten Pasuruan terdapat keaneka ragaman
penduduk, dimana sebagian besar penduduknya adalah suku
Jawa, suku Madura, Suku Tengger dan keturunan asing antara lain:
Cina, Arab, dan India. Sedangkan agama yang dianut masyarakat
di Kabupaten Pasuruan adalah Islam, Kristen, Katolik, Buddha,
Hindu dan Khonghucu.
Berdasarkan data tahun 2008 (sumber Departemen Agama
2008), jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan sebanyak 1.409.020
jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 679.034 jiwa
(48.19%) dan penduduk perempuan sebanyak 729.986 jiwa
(51.81%). Adapun jumlah penduduk menurut agama adalah:
penganut agama Islam sebanyak 1.386.408 jiwa (98.40%), Kristen
sebanyak 4.583 jiwa (0.33%), Katolik sebanyak 2.397 jiwa (0.17%),
Hindu sebanyak 15.361 jiwa (1.09%), Buddha sebanyak 261 jiwa
(0.02%), dan Khonghucu sebanyak 10 jiwa (0.01%).
Adapun jumlah tempat ibadah secara keseluruhan
berjumlah 9.888 buah (100%), terdiri dari: masjid sebanyak 1.482
buah, Musholla sebanyak 8.326 buah, Gereja kristen sebanyak 39
buah, Gereja Katolik belum ada, Pura sebanyak 38 buah, Vihara
sebanyak 2 buah dan Klenteng sebanyak 1 buah. Di Kabupaten
Pasuruan terdapat beberapa organisasi keagamaan/lembaga
dakwah seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Persis, Hizbut Tahrir
Indonesia, Front Pembela Islam, Syiah dan LDII. (Sumber. Kemenag
Kab. Pasuruan. 2008).
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
141
Sekilas Kota Bangil
Bangil merupakan kota kecamatan masuk wilayah
Kabupaten Pasuruan. Warga Bangil dikenal sangat religius, sangat ketat dengan persoalan kegiatan keagamaan, sehingga Bangil juga dikenal sebagai kota santri.70 Bangil berada sekitar 40 km dari Surabaya, Ibukota Provinsi Jawa Timur. Sebagai kota santri, dari sisi perilaku keberagamaan, Bangil adalah potret daerah yang
homogen yaitu masyarakat yang agamis. Namun, dari sisi etnis masyarakat Bangil terdiri dari berbagai macam suku meliputi Jawa, Madura, Arab, Bugis dan minoritas etnis India dan China. Sebagai kota santri, setiap pagi hingga petang nuansa santri begitu kental. Di kota bordir ini, banyak di jumpai toko-toko kitab agama yang
menjadi tujuan para santri pondok-pondok pesantren di Jawa Timur untuk membeli buku.71
70 http://berita.liputan6.com/read/347342/berkunjung-ke-bangil-kota-santri. 71 http://www.darul-ihya.com/2011/04/profil.html
Purwodadi, Kec. Prigen dan Kec. Gempol. Daerah tengah atau
dataran rendah merupakan daerah yang subur serta daerah pantai
(utara) tanahnya tidak subur, meliputi: Kec. Nguling, Kec. Rejoso,
Kec. Kraton dan Kec. Bangil. (BPS. Kabupaten Pasuruan: 2008).
Di Kabupaten Pasuruan terdapat keaneka ragaman
penduduk, dimana sebagian besar penduduknya adalah suku
Jawa, suku Madura, Suku Tengger dan keturunan asing antara lain:
Cina, Arab, dan India. Sedangkan agama yang dianut masyarakat
di Kabupaten Pasuruan adalah Islam, Kristen, Katolik, Buddha,
Hindu dan Khonghucu.
Berdasarkan data tahun 2008 (sumber Departemen Agama
2008), jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan sebanyak 1.409.020
jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 679.034 jiwa
(48.19%) dan penduduk perempuan sebanyak 729.986 jiwa
(51.81%). Adapun jumlah penduduk menurut agama adalah:
penganut agama Islam sebanyak 1.386.408 jiwa (98.40%), Kristen
sebanyak 4.583 jiwa (0.33%), Katolik sebanyak 2.397 jiwa (0.17%),
Hindu sebanyak 15.361 jiwa (1.09%), Buddha sebanyak 261 jiwa
(0.02%), dan Khonghucu sebanyak 10 jiwa (0.01%).
Adapun jumlah tempat ibadah secara keseluruhan
berjumlah 9.888 buah (100%), terdiri dari: masjid sebanyak 1.482
buah, Musholla sebanyak 8.326 buah, Gereja kristen sebanyak 39
buah, Gereja Katolik belum ada, Pura sebanyak 38 buah, Vihara
sebanyak 2 buah dan Klenteng sebanyak 1 buah. Di Kabupaten
Pasuruan terdapat beberapa organisasi keagamaan/lembaga
dakwah seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Persis, Hizbut Tahrir
Indonesia, Front Pembela Islam, Syiah dan LDII. (Sumber. Kemenag
Kab. Pasuruan. 2008).
Achmad Rosidi
142
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
143
III
TEMUAN PENELITIAN
Pesantren YAPI
Tokoh Pendiri
eberadaan Pondok Pesantren YAPI tidak lepas dari
kiprah tokoh pendirinya. Pesantren tersebut didirikan dan dibesarkan oleh (alm) Ustadz Husein
Al-Habsyi, tokoh dan ulama sangat populer pada zamannya di daerah Bangil dan sekitarnya. Beliau lahir di Surabaya pada tanggal 21 April 1921. Pada usia yang masih belia, beliau berjuang sendiri
karena kedua orang tuanya telah wafat di saat usia masih sangat muda. Ayahnya adalah Sayid Abu Bakar Al-Habsyi, yang memiliki garIs keturunan dengan Sayid Ali al-’Uraidy, putra Imam Ja’far Al-Shadiq. Sepeninggal kedua orang tuanya, beliau diasuh oleh pamannya yang alim dan wara’, yaitu Muhammad Baraja’ yang
mengajarkan padanya berbagai keilmuan agama.
Pengalaman aktivitas intelektual beliau jalani semenjak usia remaja. Pada usia 10 tahun beliau sudah aktif mengikuti pengajian rutin yang membahas masalah fiqih, tauhid dan lainnya. Pada usia 12 tahun, beliau telah cakap membaca kitab-kitab berbahasa Arab.
Achmad Rosidi
144
Setamatnya dari sekolah dasar, beliau mengajar di madrasah Al-
Khairiyah bersama kakaknya Ustadz Ali al-Habsyi. Akhirnya, dua bersaudara ini hijrah ke Penang Malaysia.
Selama masa pencarian jati diri dan tahapan intelektual ini, beliau pernah berguru pada Ustadz Abdul Qadir Bafaqih dan
Syekh Muhammad Robah Hassuna (seorang ulama dari Qalili Palestina). Beliau pernah tinggal di Johor Malaysia dan mengajar di madrasah Al-Aththas hingga menikah. Di Johor, beliau dianugerahi beberapa orang putera. Ketika terjadi prahara politik, beliau terpaksa meninggalkan negeri itu dan pulang ke Surabaya.
Setibanya di Surabaya, beliau berkecimpung di bidang politik bergabung dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan juga aktivitas dakwah. Jabatan yang pernah diduduki di partai itu sebagai Ketua Komisi Hak Azasi Manusia Masyumi, berkolaborasi langsung dengan Mohammad Natsir.
Namun, perjuangan beliau di politik tidak membuat beliau merasa nyaman dalam berdakwah. Beliau memandang, politik bukan jalur yang tepat untuk berdakwah. Menurutnya, jalur dakwah yang tepat dan sistemik adalah melalui sistem pendidikan berbasis pesantren untuk mempersiapkan kader-kader umat di masa
mendatang.
Pada tahun 1971 beliau mendirikan pondok pesantren di Kota Bondowoso Jawa Timur dan memperoleh apresiasi masyarakat di sana. Kemudian beliau pindah ke Bangil dan mendirikan Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) di
kota terakhir ini. Lokasi pesantren putri dan TK bertempat di Kota Bangil, dan pesantren putra di Kenep Kecamatan Beji.
Kemampuan beliau berdakwah diakui oleh para tokoh-tokoh kala itu. Berbagai kalangan intelektual dan ulama berbagai madzhab dan aliran beliau rangkul duduk bersama dalam sebuah
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
145
majelis pengajian. Menurut penuturan beberapa orang saksi yang
menyaksikan reputasi beliau waktu itu, umat Islam dapat disatukan dalam payung majelis taklim yang beliau kelola. Ribuan orang dalam waktu bersamaan berkumpul di masjid agung Bangil mengikuti pengajian yang beliau bina.
Dalam ceramahnya, berkali-kali beliau menyampaikan pentingnya persatuan umat Islam, saling toleransi antar madzhab. Beliau menghormati perbedaan dan memberikan kebebasan berfikir pada setiap individu, termasuk pada santri-santrinya.
Prestasi yang dicapai itu dianggap sebagai prestasi gemilang
persatuan umat Islam. Beliau menorehkan sejarah umat Islam Bangil dalam era baru yang benar-benar mengedepankan kepentingan umat Islam di atas kepentingan madzhab atau kelompok. Misi dakwah yang egaliter bagi seluruh perbedaan madzhab itu disambut baik bahkan oleh umat Islam di luar wilayah
Bangil hingga ke luar Jawa. Menurut pengakuan jama’ah yang pernah mengikuti pengajian Habib itu, umat Islam datang dari berbagai penjuru setiap diadakannya pengajian yang diasuh oleh beliau, dari berbagai ormas dan aliran. Di tangan beliau umat Islam dapat bersatu dalam satu forum pengajian yang dijiwai oleh
semangat ukhuwah Islamiyah.72
Selain itu, Habib Husen juga melakukan Safari dakwah dengan mengunjungi Kota Sorong Papua, Ambon, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Di forum internasional, beliau tidak henti-hentinya aktif menyuarakan persatuan umat. Beliau pernah turut
aktif dalam seminar Sunni – Syi’ah yang dilaksanakan di Kuala Lumpur Malaysia. Jalan dakwah dijalaninya hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal dunia pada 2 Sya’ban 1414 H/ 14 Januari 1994.
72 Wawancara dengan M. Yasin dan Muhammad Bashir, pengurus ASWAJA.
Setamatnya dari sekolah dasar, beliau mengajar di madrasah Al-
Khairiyah bersama kakaknya Ustadz Ali al-Habsyi. Akhirnya, dua bersaudara ini hijrah ke Penang Malaysia.
Selama masa pencarian jati diri dan tahapan intelektual ini, beliau pernah berguru pada Ustadz Abdul Qadir Bafaqih dan
Syekh Muhammad Robah Hassuna (seorang ulama dari Qalili Palestina). Beliau pernah tinggal di Johor Malaysia dan mengajar di madrasah Al-Aththas hingga menikah. Di Johor, beliau dianugerahi beberapa orang putera. Ketika terjadi prahara politik, beliau terpaksa meninggalkan negeri itu dan pulang ke Surabaya.
Setibanya di Surabaya, beliau berkecimpung di bidang politik bergabung dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan juga aktivitas dakwah. Jabatan yang pernah diduduki di partai itu sebagai Ketua Komisi Hak Azasi Manusia Masyumi, berkolaborasi langsung dengan Mohammad Natsir.
Namun, perjuangan beliau di politik tidak membuat beliau merasa nyaman dalam berdakwah. Beliau memandang, politik bukan jalur yang tepat untuk berdakwah. Menurutnya, jalur dakwah yang tepat dan sistemik adalah melalui sistem pendidikan berbasis pesantren untuk mempersiapkan kader-kader umat di masa
mendatang.
Pada tahun 1971 beliau mendirikan pondok pesantren di Kota Bondowoso Jawa Timur dan memperoleh apresiasi masyarakat di sana. Kemudian beliau pindah ke Bangil dan mendirikan Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) di
kota terakhir ini. Lokasi pesantren putri dan TK bertempat di Kota Bangil, dan pesantren putra di Kenep Kecamatan Beji.
Kemampuan beliau berdakwah diakui oleh para tokoh-tokoh kala itu. Berbagai kalangan intelektual dan ulama berbagai madzhab dan aliran beliau rangkul duduk bersama dalam sebuah
Achmad Rosidi
146
Lembaga Pendidikan
Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) memiliki unit lembaga
pendidikan di bawahnya, diantaranya:
1. Pesantren Putra yang membawahi SLTP Plus, SMU Plus dan Madrasah Diniyah.
2. Pesantren Putri yang membawahi SLTP Plus dan Madrasah Diniyah.
3. Taman Kanak-kanak Plus “Al-Abrar”
4. Hauzah Imam Shadiq as.
Pesantren-Putra “Al-Ma’hadul Islami” berada di desa Gunung Sari (Kenep) tepatnya antara Bangil-Pandaan (+40 km) dari kota Surabaya. Sebuah desa yang bebas dari kebisingan dan
hiruk pikuk ini, mudah dijangkau baik dari arah kota Pandaan maupun kota Bangil. Pesantren Putra dengan tempat yang asri ini bisa menampung kurang lebih empat ratus lebih santri, sangat ideal bagi pencinta ilmu pengetahuan, karena disamping letaknya sangat strategis juga ASRI sehingga para santri tidak merasa jemu
ketika mereka belajar dan menempuh studinya. Pesantren Putra “Al-Ma’hadul Islami” membawahi beberapa lembaga pendidikan; SLTP Plus, SMU Plus, Takhasus, dan Hauzah.
Sebagai Yayasan yang membawahi unit lembaga-lembaga pendidikan, YAPI memiliki visi dan misi. Dengan visi dan misi itu,
YAPI hendak memacu diri menjadi sebuah lembaga kader umat yang berkualitas di tengah arus globalisasi yang kian mendatangkan tantangan-tantangan yang berat bagi generasi di masa yang akan datang. Visinya yakni mengembangkan siswa unggul dalam keimanan, luas dalam wawasan keilmuan,
berakhlakul karimah, terdepan dalam mengamalkan Ukhuwah Islamiyah. Sedangkan misi yang diembannya yaitu; a) membekali
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
147
siswa dengan ilmu-ilmu keislaman yang cukup untuk menjadi
pemuda muslim yang taat beribadah (IMTAQ) dan berakhlak mulia; b) menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter islami (Islamic character building),penguasaan dasar ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dan ketrampilan berbahasa asing, Arab dan Inggris; c) menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, baik dan kondusif untuk belajar dan bersosialisasi dengan temannya; d) membekali siswa dengan ketrampilan hidup yang dibutuhkan sesuai dengan minat dan bakat.
Materi yang diajarkan adalah seperti halnya yang diajarkan di lembaga pendidikan lain yang berbasis pesantren tradisional. Namun, dengan menggunakan kurikulum terpadu (integrated) dengan pembelajaran di pondok modern. Sebagaimana diungkapkan oleh Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan
dan pakar multiple intellegence system, materi pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren YAPI adalah kontekstual, bukan materi yang abstrak. Materi pembelajaran langsung diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kepada para siswa diajarkan dua hal penting, yaitu “tahu apa” dan “bisa apa”.
Materi keagamaan yang diajarkan diantaranya; aqidah, fiqih, ushul fiqih, tarikh, Al-Qur’an, tafsir, hadits dan bahasa Arab. Khusus materi pelajaran fiqih, kepada santri senior diajarkan fiqih perbandingan (muqaranatul madzhahib) empat madzhab yang
dikenal di Indonesia, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ditambah dengan fiqih madzhab Ja’fari, madzhab fiqih yang dianut para pengikut Ahlul Bayt (madzhab Syi’ah).73
Kebesaran dan popularitas pondok pesantren YAPI tidak lepas dari pengaruh para alumni yang pernah mengenyam
73 Wawancara dengan Ust Muhsin Assegaf.
Lembaga Pendidikan
Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) memiliki unit lembaga
pendidikan di bawahnya, diantaranya:
1. Pesantren Putra yang membawahi SLTP Plus, SMU Plus dan Madrasah Diniyah.
2. Pesantren Putri yang membawahi SLTP Plus dan Madrasah Diniyah.
3. Taman Kanak-kanak Plus “Al-Abrar”
4. Hauzah Imam Shadiq as.
Pesantren-Putra “Al-Ma’hadul Islami” berada di desa Gunung Sari (Kenep) tepatnya antara Bangil-Pandaan (+40 km) dari kota Surabaya. Sebuah desa yang bebas dari kebisingan dan
hiruk pikuk ini, mudah dijangkau baik dari arah kota Pandaan maupun kota Bangil. Pesantren Putra dengan tempat yang asri ini bisa menampung kurang lebih empat ratus lebih santri, sangat ideal bagi pencinta ilmu pengetahuan, karena disamping letaknya sangat strategis juga ASRI sehingga para santri tidak merasa jemu
ketika mereka belajar dan menempuh studinya. Pesantren Putra “Al-Ma’hadul Islami” membawahi beberapa lembaga pendidikan; SLTP Plus, SMU Plus, Takhasus, dan Hauzah.
Sebagai Yayasan yang membawahi unit lembaga-lembaga pendidikan, YAPI memiliki visi dan misi. Dengan visi dan misi itu,
YAPI hendak memacu diri menjadi sebuah lembaga kader umat yang berkualitas di tengah arus globalisasi yang kian mendatangkan tantangan-tantangan yang berat bagi generasi di masa yang akan datang. Visinya yakni mengembangkan siswa unggul dalam keimanan, luas dalam wawasan keilmuan,
berakhlakul karimah, terdepan dalam mengamalkan Ukhuwah Islamiyah. Sedangkan misi yang diembannya yaitu; a) membekali
Achmad Rosidi
148
pendidikan di pesantren ini. Para alumninya yang telah berkiprah
di masyarakat turut membesarkan almamater mereka sehingga YAPI makin dikenal oleh masyarakat. Diantara mereka ada yang menjadi ulama, guru, wirausaha, birokrat, diplomat, anggota DPR dan diberbagai bidang kehidupan.
Kasus Penyerangan Pesantren YAPI di Bangil
Sunni Vs Syi’ah di Kota Bangil
Pondok pesantren YAPI Bangil didirikan pada tanggal 21 Juni 1976 oleh (alm) Ustadz Husein bin Abu Bakar Al-Habsyi. Sebagai lembaga dakwah dan pendidikan, YAPI berkiprah dalam pengelolaan lahan-lahan pendidikan keagamaan yang bertujuan mencetak para santri yang diharapkan mampu menjadi cikal bakal
bagi sumber daya manusia masa depan yang tangguh serta mampu menyikapi berbagai masalah secara arif.
Sepeninggal Habib Husein Al-Habsyi, YAPI mengalami perkembangan pesat. Para santri berdatangan dari berbagai penjuru nusantara. Banyak juga dari kalangan Habib yang
mengirimkan anak-anaknya ke pesantren tersebut sehingga nampak dalam pondok tersebut beberapa santri berwajah keturunan Arab.
Sejak berdirinya pada tahun 1976 itu, YAPI dituduh mengembangkan paham Syi’ah di tengah-tengah umat Islam
Sunni di Bangil. Keluarga besar PP YAPI, baik itu pengurus yayasan maupun guru-guru dinilai menjadi aktor utama menyebarkan paham Syi’ah. Segala aktivitas yang berada di dalam pondok atau kegiatan sosial mereka di luar pondok tidak lebih sebagai cara untuk melebarkan paham Syi’ah di Bangil. Aktivitas sosial itu
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
149
diantaranya pembagian zakat, daging korban, pengobatan massal,
khitanan massal dan sebagainya.
Afiliasi organisasi kemasyarakatan masyarakat Bangil adalah NU dan Muhammadiyah. Masyarakat Bangil sangat menjunjung tinggi “dawuhe romo yai” (perkataan para kyai). Para
kyai tersebut pengikut madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Sunni), adalah ulama yang selalu dijunjung tinggi dan memperoleh derajat yang sangat dihormati di mata masyarakat maupun pejabat di Kota Bangil Pasuruan. Bagi beberapa kyai di wilayah tersebut, madzhab Syi’ah dipandang telah keluar dari ajaran Islam.
Mereka memandang Syi’ah telah menambah dan mengurangi (tahrif/pemalsuan) Al-Quran, memusuhi Jibril, menghalalkan kawin kontrak (mut`ah) yang membolehkan mereka menikah dengan wanita Majusi, Nashara dan Yahudi, wanita pelacur, pezina, sepersusuan, wanita yang telah bersuami, isterinya
sendiri atau budak wanitanya yang telah digauli, dan wanita Hasyimiah atau Ahlul Bait, serta sesama pria, berbohong itu boleh (taqiyah). Syi’ah mencaci-maki isteri-isteri dan sahabat dengan menyebut mereka sebagai perongrong harta suami, pembunuh Nabi Saw dengan racun, dan menuduh istri nabi sebagai pelacur.74
Pernyataan-pernyataan Syi’ah yang menyerang para sahabat dan istri-istri Nabi itu termaktub dalam buku-buku yang ditulis oleh ulama-ulama Syi’ah. Kitab-kitab tersebut diantaranya Kitab Ushul al-Kafi, Kitab Ma La Yadhuruhu al-Faqih, Kitab al-Tahzib,
Kitab al-Istibshar, dan Kitab Bihar al-Anwar.75 Kitab-kitab tersebut diimani sebagai kitab yang memiliki derajat tinggi, dijadikan referensi utama dalam menyebarkan doktrin-doktrin dan tradisi
74 Imam Syaukani. 2009. Sunni vs Syi’ah di Bondowoso, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, Jakarta, hal. 11. mengutip “Syiah dan Imamah” dalam Buletin Al-Ilmu, Edisi 32/III/II/1425 H.
75 Wawancara dengan KH. Nurcholis Musytari, tokoh di pengajian ASWAJA Bangil.
pendidikan di pesantren ini. Para alumninya yang telah berkiprah
di masyarakat turut membesarkan almamater mereka sehingga YAPI makin dikenal oleh masyarakat. Diantara mereka ada yang menjadi ulama, guru, wirausaha, birokrat, diplomat, anggota DPR dan diberbagai bidang kehidupan.
Kasus Penyerangan Pesantren YAPI di Bangil
Sunni Vs Syi’ah di Kota Bangil
Pondok pesantren YAPI Bangil didirikan pada tanggal 21 Juni 1976 oleh (alm) Ustadz Husein bin Abu Bakar Al-Habsyi. Sebagai lembaga dakwah dan pendidikan, YAPI berkiprah dalam pengelolaan lahan-lahan pendidikan keagamaan yang bertujuan mencetak para santri yang diharapkan mampu menjadi cikal bakal
bagi sumber daya manusia masa depan yang tangguh serta mampu menyikapi berbagai masalah secara arif.
Sepeninggal Habib Husein Al-Habsyi, YAPI mengalami perkembangan pesat. Para santri berdatangan dari berbagai penjuru nusantara. Banyak juga dari kalangan Habib yang
mengirimkan anak-anaknya ke pesantren tersebut sehingga nampak dalam pondok tersebut beberapa santri berwajah keturunan Arab.
Sejak berdirinya pada tahun 1976 itu, YAPI dituduh mengembangkan paham Syi’ah di tengah-tengah umat Islam
Sunni di Bangil. Keluarga besar PP YAPI, baik itu pengurus yayasan maupun guru-guru dinilai menjadi aktor utama menyebarkan paham Syi’ah. Segala aktivitas yang berada di dalam pondok atau kegiatan sosial mereka di luar pondok tidak lebih sebagai cara untuk melebarkan paham Syi’ah di Bangil. Aktivitas sosial itu
Achmad Rosidi
150
keagamaan Syiah. Bahkan disetarakan dengan kutubussittah, kitab-
kitab hadits yang diakui olen penganut Sunni. Kitab-kitab itu masing-masing disusun oleh Abu Ja`far Muhammad bin Ya`qub al-Kulayni (w. 328). Kitab tersebut disusun dalam 20 tahun, menampung sebanyak 16.090 hadits. Di dalamnya sang penyusun
menyebutkan sanadnya hingga al-ma`shum; Ash-Shadduq Abi Ja`far Muhammad bin Ali bin Babawaih al-Qummi (w. 381 H). Kitab ini merangkum 9.044 hadits dalam masalah hukum; Syaikh Muhammad bin al-Hasan al-Thusi (w. 460 H). Kitab ini merangkum sebanyak 13.095 hadits; Muhammad bin Hasan al-Thusi. Kitab ini
merangkum sebanyak 5.511 hadits; dan Baqir al-Majlisi. Terdiri dari 26 jilid.76
Menurut pengakuan dari ASWAJA, beberapa kali YAPI mengeluarkan pernyataan yang menghina perasaan umat Islam menghujat para Khalifah dan para sahabat yang dimuliakan oleh
Nabi. Pernyataan itu disampaikan melalui publikasi-publikasi yang ditulis oleh orang-orang dari YAPI.77
Kontroversi YAPI Pro-Syi’ah
Ikon YAPI tidak lepas dari pendiri pesantren tersebut, yakni Habib Husein Al-Habsyi. Menurut penuturan beberapa sumber, sebelum beliau wafat secara terang-terangan beliau telah masuk Syi’ah. Berita ini menggemparkan masyarakat Bangil yang
bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Sunni). Di lain kesempatan, ditemukan dan terpublikasi luas di masyarakat, yaitu surat Habib Hussein al-Habsyi yang ditujukan kepada seseorang di Iran pada tahun 1993. Berita ini mengagetkan YAPI dengan terpublikasinya
surat itu di beberapa media. Sebab, surat itu berisi pernyataan
76 Imam Syaukani. Ibid. 77 Wawancara dengan M Yasin dan Muhammad Bashir.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
151
Habib Hussein al-Habsyi, bahwa ia “membuat kedok”
menyembunyikan ke-Syi’ah-annya sebagai setrategi dakwah. Padahal sebelumnya ia dikenal sebagai ulama’ Sunni yang masyhur di kota Bangil. Sebagaimana dilansir Suara Hidayatullah, ~surat itu ditulis dalam bahasa Arab~ diantara terjemahan
penggalan surat itu berbunyi sebagai berikut:
………….. “Saya ucapkan terima kasih kepada tuan atas usulan yang benar terhadap saya dan sudah lama menjadi pemikiran saya. Yaitu sejak kemenangan Imam atas Syi’ah. Walaupun saya tangguhkan hal itu, namun saya tidak ragu sedikitpun tentang kebenaran Ahlul Bait dan bukan karena takut kepada orang-orang atau jika saya tinggalkan taqiyah maka bukan supaya dipuji orang-orang. Sama sekali tidak! Akan tetapi saya sekarang mempertimbangkan situasi disekitar saya. Fanatisme Sunni secara umum masih kuat. Untuk mendekatkan mereka (kaum Sunni), saya ingin nampak dengan membuka kedok, kemudian membela serangan ulama mereka yang Nawasib (anti Syi’ah) mereka akan mengatakan: Syi’i membela Syi’ah. Saya telah berhasil merangkul sejumlah ulama mereka yang lumayan banyaknya, sehingga mereka memahami jutaan madzhab Ahlul Bait atas lainnya. Saya anggap ini sebagai kemajuan dalam langkah-langkah perjuangan kita”.78
Di bagian lain, Hidayatullah menyebutkan reaksi
masyarakat Bangil dengan kejadian tersebut sebagai berikut:
………….. “Terungkapnya surat rahasia tersebut membuat
masyarakat Bangil berbelok arah. Banyak para asatidz dan santri kemudian keluar dari pesantren YAPI. Sejak itu konflik dalam skala kecil sering terjadi di kota Bangil dan sekitarnya. Hingga pada tahun 2007 masyarakat Bangil dan sekitarnya
78 http://www.hidayatullah.com/read/15581/27/02/2011/menelusuri-polarisasi-
sunni-syi%E2%80%99i-di-jawa-timur.html
keagamaan Syiah. Bahkan disetarakan dengan kutubussittah, kitab-
kitab hadits yang diakui olen penganut Sunni. Kitab-kitab itu masing-masing disusun oleh Abu Ja`far Muhammad bin Ya`qub al-Kulayni (w. 328). Kitab tersebut disusun dalam 20 tahun, menampung sebanyak 16.090 hadits. Di dalamnya sang penyusun
menyebutkan sanadnya hingga al-ma`shum; Ash-Shadduq Abi Ja`far Muhammad bin Ali bin Babawaih al-Qummi (w. 381 H). Kitab ini merangkum 9.044 hadits dalam masalah hukum; Syaikh Muhammad bin al-Hasan al-Thusi (w. 460 H). Kitab ini merangkum sebanyak 13.095 hadits; Muhammad bin Hasan al-Thusi. Kitab ini
merangkum sebanyak 5.511 hadits; dan Baqir al-Majlisi. Terdiri dari 26 jilid.76
Menurut pengakuan dari ASWAJA, beberapa kali YAPI mengeluarkan pernyataan yang menghina perasaan umat Islam menghujat para Khalifah dan para sahabat yang dimuliakan oleh
Nabi. Pernyataan itu disampaikan melalui publikasi-publikasi yang ditulis oleh orang-orang dari YAPI.77
Kontroversi YAPI Pro-Syi’ah
Ikon YAPI tidak lepas dari pendiri pesantren tersebut, yakni Habib Husein Al-Habsyi. Menurut penuturan beberapa sumber, sebelum beliau wafat secara terang-terangan beliau telah masuk Syi’ah. Berita ini menggemparkan masyarakat Bangil yang
bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Sunni). Di lain kesempatan, ditemukan dan terpublikasi luas di masyarakat, yaitu surat Habib Hussein al-Habsyi yang ditujukan kepada seseorang di Iran pada tahun 1993. Berita ini mengagetkan YAPI dengan terpublikasinya
surat itu di beberapa media. Sebab, surat itu berisi pernyataan
76 Imam Syaukani. Ibid. 77 Wawancara dengan M Yasin dan Muhammad Bashir.
Achmad Rosidi
152
melakukan demo besar setelah shalat Jum’at untuk menolak
paham Syi’ah”.79
Gerakan Syi’ah di Bangil sejak berdirinya YAPI sering memunculkan kontroversi. Kemunculan YAPI di Bangil dinilai sebagai corong dan proyek mercusuar dalam mengembangkan
ajaran Syi’ah, bahkan sebagai pusat pengembangan ajaran dan doktrin. Masih mengutip Hidayatullah yang mengomentari tulisan Muhammad Baharun (disertasi), disebutkan:
…………….
mengkategorikan Syi’ah di YAPI sebagai Syi’ah ideologis yang gerakannya rapi dan militan. Untuk penelitian disertasi ini, Baharun yang pernah menjadi wartawan Tempo ini menggunakan 'informan' untuk menyelidiki aktivitas Syi’ah di Bangil.
“Syi’ah ideologis adalah Syi’ah yang tumbuh melalui pengkaderan cukup intensif. Kaderisasi ini melalui pendidikan (sekolah dan pesantren) yang disiapkan dengan guru-guru. Ia (Baharun) menemukan bahwa YAPI mengkhususkan diri sebagai lembaga yang sengaja menyiapkan kader-kader (santri yang diharapkan jadi guru/ustadz atau da’i Syi’ah Itsna ‘Asy’ariyah) yang berkualitas, sehingga dapat menyebarkan doktrin Syi’ah Imamiyah kepada masyarakat luas”.
Hubungan diplomasi YAPI ke Iran berlangsung sejak era pendirinya Habib Husein Al-Habsyi. Habib Ahmad (pengasuh pondok pesantren Ma'had Darul Ihya' Liulumiddin Bangil) mengisahkan, bahwa beliau termasuk salah satu murid yang dikader oleh Habib Husein Al-Habsyi yang hendak dikirimkan ke
Iran. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Habib Husein menurut
79 Ibid.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
153
beliau sangat membantu memudahkan calon mahasiswa yang
hendak mengenyam pendidikan di negeri para mullah itu.
Kronologi Tindak Kekerasan
Sebelum terjadi aksi kekerasan pada tanggal 15 Februari 2011, benih-benih tindakan anarkhis sudah muncul berupa saling
ejek, perang opini melalui mimbar maupun tulisan. Tepatnya pada tanggal 25 November 2007 bertempat di Majelis Taklim Roudlatus Salaf yang diasuh oleh Habib Umar Assegaf di Jl. Hiu 271, diselenggarakan pengajian rutin yang dihadiri oleh sekitar 200 orang. Pada kesempatan tersebut, ceramah disampaikan oleh
Habib Thohir dari Klaten Jawa Tengah. Menurut penuturan beberapa orang saksi, isi ceramah menyinggung masalah Syi’ah.
Setelah pengajian usai, peserta pengajian tidak lantas bubar menuju rumah masing-masing. Sebagian melakukan semacam longmarch menyusuri sepanjang Jl. Hiu dan sekitarnya
seraya meneriakkan anti Syi’ah. Sebagian peserta pengajian ada yang terpisah dari barisan melintasi Jl. Ikan Tengiri, lokasi masjid Jarhum dan rumah Ustadz Ali Zaenal Abidin berada. Aksi melempari batu terjadi di masjid dan rumah Ustadz Ali Zaenal Abidin, dua tempat yang dipandang sebagai ikon Syi’ah di Bangil.
Pada kejadian berikutnya, kasus tindakan anarkhis terjadi pada Pondok Pesantren Islam YAPI Bangil yaitu tepatnya pada hari Selasa pukul 14.55 WIB tanggal 15 Februari 2011, sekelompok orang tak dikenal dengan memakai baju koko dan berpeci datang dari arah Pandaan dengan mengendarai sepeda motor yang
diperkirakan berjumlah 200 motor. Massa tak dikenal itu meneriakkan cacian terhadap pondok pesantren, mereka masuk ke area Pesantren dengan melewati pintu gerbang utama dan melakukan pelemparan yang mengakibatkan pecahnya kaca-kaca
melakukan demo besar setelah shalat Jum’at untuk menolak
paham Syi’ah”.79
Gerakan Syi’ah di Bangil sejak berdirinya YAPI sering memunculkan kontroversi. Kemunculan YAPI di Bangil dinilai sebagai corong dan proyek mercusuar dalam mengembangkan
ajaran Syi’ah, bahkan sebagai pusat pengembangan ajaran dan doktrin. Masih mengutip Hidayatullah yang mengomentari tulisan Muhammad Baharun (disertasi), disebutkan:
…………….
mengkategorikan Syi’ah di YAPI sebagai Syi’ah ideologis yang gerakannya rapi dan militan. Untuk penelitian disertasi ini, Baharun yang pernah menjadi wartawan Tempo ini menggunakan 'informan' untuk menyelidiki aktivitas Syi’ah di Bangil.
“Syi’ah ideologis adalah Syi’ah yang tumbuh melalui pengkaderan cukup intensif. Kaderisasi ini melalui pendidikan (sekolah dan pesantren) yang disiapkan dengan guru-guru. Ia (Baharun) menemukan bahwa YAPI mengkhususkan diri sebagai lembaga yang sengaja menyiapkan kader-kader (santri yang diharapkan jadi guru/ustadz atau da’i Syi’ah Itsna ‘Asy’ariyah) yang berkualitas, sehingga dapat menyebarkan doktrin Syi’ah Imamiyah kepada masyarakat luas”.
Hubungan diplomasi YAPI ke Iran berlangsung sejak era pendirinya Habib Husein Al-Habsyi. Habib Ahmad (pengasuh pondok pesantren Ma'had Darul Ihya' Liulumiddin Bangil) mengisahkan, bahwa beliau termasuk salah satu murid yang dikader oleh Habib Husein Al-Habsyi yang hendak dikirimkan ke
Iran. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Habib Husein menurut
79 Ibid.
Achmad Rosidi
154
pos penjagaan dan ruang tamu, serta menyerang petugas pos
penjagaan. Melihat kejadian yang semakin brutal dan beringas, para santri berusaha menghadang mereka untuk mengantisipasi upaya penghancuran dan perusakan yang lebih besar yang akan menimpa sarana prasarana pesantren seperti masjid, kantor dan
lain-lain. Hasil investigasi kepolisian, ditetapkan 3 orang tersangka yang dicurigai sebagai penggerak dari penyerangan itu.
Menurut beberapa narasumber yang berhasil diwawancarai, diperoleh informasi bahwa sebenarnya riak-riak konflik antara YAPI dan barisan jama’ah yang tergabung dalam
ASWAJA telah lama berlangsung. Perbedaan itu makin meruncing pada saat keduanya tidak saling berkomunikasi (dialog) untuk menyelesaikan masalah. Lahirlah dari sikap tersebut kecurigaan, saling tuduh, saling menghina, merasa paling benar, perang opini dan beradu argumen melalui lisan maupun tulisan hingga
berujung pada tindakan secara fisik (aksi anarkhis). Pada saat konvoi kendaraan bermotor itu, menurut keterangan saksi mata masing-masing pihak saling ejek hingga terjadilah aksi saling lempar batu.
Para pengendara kendaraan bermotor merapat dan
memasuki pintu gerbang pondok, sementara para penghuni pondok merasa berkewajiban untuk membela diri. Menurut kesaksian Khoiri (nama samaran), sepertinya penghuni pondok itu telah mempersiapkan diri jika ada penyerangan dari pihak-pihak yang tidak senang dengan YAPI. Di areal pondok itu telah tersedia
batu, baik batu kali maupun batu merah dengan berbagai ukuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesiapan/antisipasi penghuni pondok telah dilakukan jika setiap saat terjadi aksi penyerangan,meski fakta tersebut dibantah oleh Ketua Yayasan Muhsin Alatas saat di-crosscheck oleh peneliti.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
155
Langkah Penyelesaian
Kejadian tanggal 25 November 2007 itu, menurut pihak
Kepolisian Resort Bangil belum terungkap pelakunya. Polisi telah
melakukan langkah antisipatif untuk aksi yang lebih besar. Pada
saat itu, Polres Pasuruan telah menyiagakan pasukan Pamka (1 SST
Dalmas Pores dan Polsek Bangil) dan Pamtup (Unit Opsnal
Intelkam dan Reskrim) untuk mengamankan jalannya pengajian
itu. Meski langkah antisipatif telah dilakukan, di tempat lain yang
luput dari pengamanan aparat terjadi aksi anarkhis. (Wawancara
dengan Kasat Intelkam Polres Bangil AKP Agus Bandiyono, SH
MM).
Menyikapi peristiwa tanggal 15 Februari 2011, dilakukan
rekonsiliasi antara YAPI dan ASWAJA yang dipelopori oleh para
tokoh, pimpinan DPRD dan unsur Muspida Kabupaten Pasuruan.
Langkah dialogis ditempuh untuk mengantisipasi kejadian yang
lebih besar. Hingga dilakukannya penelitian ini, pertemuan
mencari solusi dilakukan sebanyak tujuh kali. Ketujuh pertemuan
sebagaimana deskripsi berikut:
Waktu/Tempat Isi Pertemuan Peserta yang Hadir
15 Des 2010 Membicarakan situasi
wilayah Kabupaten
Pasuruan menyangkut
masalah YAPI dan ASWAJA.
Muspida
Kabupaten
Pasuruan dan
SKPD
Rumah Makan
Tengger
15 Feb 2011 Membicarakan rumusan
kesepakatan dalam
melakukan kegiatan
keagamaan sebagai solusi
menciptakan situasi
kamtibmas yang kondusif.
Ulama, Muspida
dan Kapolda Jawa
Timur Peringgitan
Pendopo
Kabupaten
Pasuruan
pos penjagaan dan ruang tamu, serta menyerang petugas pos
penjagaan. Melihat kejadian yang semakin brutal dan beringas, para santri berusaha menghadang mereka untuk mengantisipasi upaya penghancuran dan perusakan yang lebih besar yang akan menimpa sarana prasarana pesantren seperti masjid, kantor dan
lain-lain. Hasil investigasi kepolisian, ditetapkan 3 orang tersangka yang dicurigai sebagai penggerak dari penyerangan itu.
Menurut beberapa narasumber yang berhasil diwawancarai, diperoleh informasi bahwa sebenarnya riak-riak konflik antara YAPI dan barisan jama’ah yang tergabung dalam
ASWAJA telah lama berlangsung. Perbedaan itu makin meruncing pada saat keduanya tidak saling berkomunikasi (dialog) untuk menyelesaikan masalah. Lahirlah dari sikap tersebut kecurigaan, saling tuduh, saling menghina, merasa paling benar, perang opini dan beradu argumen melalui lisan maupun tulisan hingga
berujung pada tindakan secara fisik (aksi anarkhis). Pada saat konvoi kendaraan bermotor itu, menurut keterangan saksi mata masing-masing pihak saling ejek hingga terjadilah aksi saling lempar batu.
Para pengendara kendaraan bermotor merapat dan
memasuki pintu gerbang pondok, sementara para penghuni pondok merasa berkewajiban untuk membela diri. Menurut kesaksian Khoiri (nama samaran), sepertinya penghuni pondok itu telah mempersiapkan diri jika ada penyerangan dari pihak-pihak yang tidak senang dengan YAPI. Di areal pondok itu telah tersedia
batu, baik batu kali maupun batu merah dengan berbagai ukuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesiapan/antisipasi penghuni pondok telah dilakukan jika setiap saat terjadi aksi penyerangan,meski fakta tersebut dibantah oleh Ketua Yayasan Muhsin Alatas saat di-crosscheck oleh peneliti.
Achmad Rosidi
156
16 Feb 2011 Melakukan mediasi pertemuan antara tokoh YAPI dan ASWAJA
Muspida Kabupaten Pasuruan dan para Ulama
Peringgitan Pendopo Kabupaten Pasuruan
1 Maret 2011 Membahas draft butir-butir kesepakatan menyelenggarakan kegiatan/acara keagamaan
Kapolres Pasuruan, Muspida dan tokoh ulama.
Rumah Makan Tengger
2 Maret 2011 Pembahasan dratft kesepakatan dan pembahasan Pembentukan Forum Komunikasi Ormas Islam di Kabupaten Pasuruan
Kapolres, Muspida dan tokoh ulama
Ruang rapat Kapolres Pasuruan
3 Maret 2011 Pembahasan penyempurnaan konsep draft butir-butir kesepakatan menyikapi kantibmas wilayah kabupaten Pasuruan dan pembentukan forum komunikasi umat Islam
Muspida dan tokoh ulama Peringgitan
Pendopo Kabupaten Pasuruan
7 Maret 2011 Menyikapi ketentraman dan ketertiban sebagai upaya pencegahan berkembangnya gangguan keamanan ketertiban masyarakat di wilayah kabupaten Pasuruan untuk menandatangani kesepakatan yang telah dituangkan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan keagamaan.
Peringgitan Pendopo Kabupaten Pasuruan
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
157
Hasil dari ketujuh putaran pertemuan antara ulama, aparat,
ASWAJA dan YAPI, diperoleh kesepakatan sebagai berikut:
a. Menyesalkan dan merasa prihatin dengan kasus penyerangan itu.
b. Meminta pada aparat penegak hukum untuk memproses para
pelaku secara obyektif dan adil sesuai hukum yang berlaku serta memperhatikan akar persoalan.
c. Menjaga ketenangan dan kondusifitas keamanan ketertiban di wilayah Kabupaten Pasuruan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Kedua belah pihak sepakat untuk saling menghormati dan mengendalikan umatnya agar tidak mudah terpancing oleh isu-isu yang tidak bertanggungjawab.
e. Kedua belah pihak sepakat tidak melakukan konvoi dan membawa atribut-atribut yang dapat memicu keributan
terhadap kelompok lain pada saat melakukan kegiatan keagamaan/pengajian.
Tindaklanjut Penanganan Kasus
Untuk mengantisipasi terulangnya kejadian tersebut, Polres Pasuruan menempatkan personil Polri dan juga back up pasukan Brimob Polda Jatim untuk pengamanan Pondok Pesantren YAPI Putra dan Putri. Secara bertahap, kemudian
dilakukan penarikan jumlah personil di dua lokasi tersebut dan secara terus menerus penempatan personil itu dicabut jika kondisi telah memungkinkan. Secara kesinambungan, pengawasan pengamanan dari aparat kepolisian terus dilakukan. (Wawancara dengan Kasat Intelkam Polres Bangil).
16 Feb 2011 Melakukan mediasi pertemuan antara tokoh YAPI dan ASWAJA
Muspida Kabupaten Pasuruan dan para Ulama
Peringgitan Pendopo Kabupaten Pasuruan
1 Maret 2011 Membahas draft butir-butir kesepakatan menyelenggarakan kegiatan/acara keagamaan
Kapolres Pasuruan, Muspida dan tokoh ulama.
Rumah Makan Tengger
2 Maret 2011 Pembahasan dratft kesepakatan dan pembahasan Pembentukan Forum Komunikasi Ormas Islam di Kabupaten Pasuruan
Kapolres, Muspida dan tokoh ulama
Ruang rapat Kapolres Pasuruan
3 Maret 2011 Pembahasan penyempurnaan konsep draft butir-butir kesepakatan menyikapi kantibmas wilayah kabupaten Pasuruan dan pembentukan forum komunikasi umat Islam
Muspida dan tokoh ulama Peringgitan
Pendopo Kabupaten Pasuruan
7 Maret 2011 Menyikapi ketentraman dan ketertiban sebagai upaya pencegahan berkembangnya gangguan keamanan ketertiban masyarakat di wilayah kabupaten Pasuruan untuk menandatangani kesepakatan yang telah dituangkan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan keagamaan.
Peringgitan Pendopo Kabupaten Pasuruan
Achmad Rosidi
158
Sebagaimana disebutkan dalam sejumlah rangkaian
pertemuan di atas, pembentukan forum komunikasi menjadi hal yang urgen. Melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Bupati Pasuruan Drs. H. Eddy Paripurna, dengan Nomor 220/106/HK/424.013/2011, dinyatakan
pembentukan Forum Komunikasi Organisasi Kemasyarakatan Islam (FKOI). Forum dimaksud bertujuan untuk meningkatkan ketentraman dan ketertiban serta saling menghormati, menghargai dan saling pengertian antar organisasi kemasyarakatan Islam di Kabupaten Pasuruan, karena perbedaan
aliran agama Islam sehingga aktivitas ibadah umat Islam dapat berjalan dengan rukun, lancar dan tertib. Dalam lampiran surat yang ditandatangani Bupati pada tanggal 21 Maret 2011, forum tersebut diketuai oleh KH. Nurul Huda (Ketua MUI Kabupaten Pasuruan).
Sebagaimana tertuang dalam kesepakatan antara pihak yang berselisih, bahwa aparat penegak hukum diminta memproses para pelaku secara obyektif dan adil sesuai hukum yang berlaku serta memperhatikan akar persoalan. Aparat Kepolisian kemudian menangkap dan menetapkan sebanyak 6
orang sebagai tersangka. Keenam orang tersebut dikenai pasal 170 ayat (1), ayat (2) KUHP, yang berbunyi:
Pasal (1) : “Melakukan kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang yang mengakibatkan luka terhadap orang lain”.
Pasal (2) : “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, atau orang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan tindakan itu”.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
159
Dengan berpijak pada prinsip-prinsip menjaga keamanan
dan ketertiban umum, aparat bersikap tegas terhadap aksi-aksi yang mengancam stabilitas. Sebagai langkah antisipatif yang perlu dijunjung tinggi oleh semua pihak, kenyamanan dan stabilitas kamtibmas menjadi tanggungjawab semua elemen masyarakat.
Pihak-pihak yang nekad berbuat anarkhis, dari aliran dan kelompok manapun yang melanggar supremasi hukum, akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pihak-pihak yang berseteru, lebih mengedepankan prinsip ukhuwah menghindari permusuhan. Masing-masing memahami
dan tidak menyamaratakan sehingga terhindarkan dari sikap curiga dan praduga yang berlebihan. Dalam aliran Syi’ah, terdapat berbagai aliran yang banyak sekali ajaran dan doktrin berbeda. Jika pintu dialog tertutup, sikap curiga dan apatis menyamaratakan satu dengan yang lain (gebyah uyah), yang terjadi adalah konflik
yang berkepanjangan. Ketidakharmonisan dalam berkomunikasi dan berinteraksi menjadi faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan yang merugikan semua pihak. Fanatik madzhab oleh jama’ah (binaan kyai) yang dijalankan secara emosional melahirkan sikap ketidaksukaan, menganggap madzhab sendiri
adalah paling benar. Aksi frontal berupa penyerangan dan membela diri pun tidak terelakkan.
Sebagaimana disebutkan dalam sejumlah rangkaian
pertemuan di atas, pembentukan forum komunikasi menjadi hal yang urgen. Melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Bupati Pasuruan Drs. H. Eddy Paripurna, dengan Nomor 220/106/HK/424.013/2011, dinyatakan
pembentukan Forum Komunikasi Organisasi Kemasyarakatan Islam (FKOI). Forum dimaksud bertujuan untuk meningkatkan ketentraman dan ketertiban serta saling menghormati, menghargai dan saling pengertian antar organisasi kemasyarakatan Islam di Kabupaten Pasuruan, karena perbedaan
aliran agama Islam sehingga aktivitas ibadah umat Islam dapat berjalan dengan rukun, lancar dan tertib. Dalam lampiran surat yang ditandatangani Bupati pada tanggal 21 Maret 2011, forum tersebut diketuai oleh KH. Nurul Huda (Ketua MUI Kabupaten Pasuruan).
Sebagaimana tertuang dalam kesepakatan antara pihak yang berselisih, bahwa aparat penegak hukum diminta memproses para pelaku secara obyektif dan adil sesuai hukum yang berlaku serta memperhatikan akar persoalan. Aparat Kepolisian kemudian menangkap dan menetapkan sebanyak 6
orang sebagai tersangka. Keenam orang tersebut dikenai pasal 170 ayat (1), ayat (2) KUHP, yang berbunyi:
Pasal (1) : “Melakukan kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang yang mengakibatkan luka terhadap orang lain”.
Pasal (2) : “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, atau orang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan tindakan itu”.
Achmad Rosidi
160
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
161
V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa poin berikut:
1. Yang melatarbelakangi tindak kekerasan di Ponpes YAPI
Bangil adalah tidak adanya komunikasi dan dialog antara pihak YAPI dan ASWAJA di Kota Bangil yang menyebabkan masing-masing merasa kelompoknya paling benar dan menyalahkan kelompok lainnya.
2. Para tokoh agama memandang YAPI tidak berbeda dengan
pondok-pondok pesantren atau lembaga pendidikan lainnya yang didirikan oleh umat Islam. Keberadaan YAPI turut memajukan pendidikan Islam yang menggunakan kurikulum terpadu (integrated curriculum), memadukan sistem
tradisional (salafiyah) dan modern.
3. Pemerintah sebagai regulator memandang YAPI sebagai lembaga yang legal, mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Secara lembaga, YAPI telah memenuhi perizinan pendirian lembaga pendidikan. Yang
Achmad Rosidi
162
menjadi ketentuan pemerintah, selama organisasi atau
lembaga itu turut menciptakan keamanan dan ketertiban serta tidak menyalahi aturan atau melawan negara, maka keberadaannya dilindungi oleh hukum.
4. Respon masyarakat terhadap Pondok Pesantren YAPI
bervariasi. Ada yang menerima, karena lembaga tersebut didirikan oleh ulama besar, yaitu Habib Husein Al-Habsyi. Selain itu ada pihak yang kontra disebabkan YAPI mengajarkan paham Syi’ah dan sebagai pusat pengajaran Syi’ah di Indonesia.
5. Dalam menyelesaikan kasus ini para ulama dan tokoh masyarakat di Bangil dan Pasuruan dimediasi oleh Pemerintah Daerah dan Kepolisian Kabupaten Pasuruan. Dialog dilakukan dengan mempertemukan pihak-pihak yang berselisih sebanyak 7 kali putaran dan menghasilkan
beberapa kesepakatan. Diantara kesepakatan itu adalah masing-masing pihak melakukan cooling down. Para tokoh agama (ulama) agar dapat mengendalikan umatnya masing-masing, sehingga umat tidak mudah terpancing oleh isyu-isyu yang provokatif. Setelah pengajian tidak diperbolehkan
melakukan konvoi baik dengan kendaraan bermotor maupun kendaraan lainnya untuk menjaga ketentraman dan ketertiban.
6.
Rekomendasi
1. Kepada pihak yang berselisih, agar bisa mengendalikan diri, melakukan dialog dengan semangat ukhuwah Islamiyah,
tidak menyalahkan kelompok lain, tidak merasa paling benar, menghindarkan ego kelompok dan aksi yang menampakkan arogansi.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
163
2. Perlu ada penjelasan dari pemerintah bahwa Syi’ah itu
banyak alirannya, dan tidak semua tergolong sesat.
3. Aparat pemerintah bersikap tegas terhadap setiap mereka yang melanggar peraturan dan melakukan tindakan anarkhis yang mengancam keamanan dan ketertiban.
menjadi ketentuan pemerintah, selama organisasi atau
lembaga itu turut menciptakan keamanan dan ketertiban serta tidak menyalahi aturan atau melawan negara, maka keberadaannya dilindungi oleh hukum.
4. Respon masyarakat terhadap Pondok Pesantren YAPI
bervariasi. Ada yang menerima, karena lembaga tersebut didirikan oleh ulama besar, yaitu Habib Husein Al-Habsyi. Selain itu ada pihak yang kontra disebabkan YAPI mengajarkan paham Syi’ah dan sebagai pusat pengajaran Syi’ah di Indonesia.
5. Dalam menyelesaikan kasus ini para ulama dan tokoh masyarakat di Bangil dan Pasuruan dimediasi oleh Pemerintah Daerah dan Kepolisian Kabupaten Pasuruan. Dialog dilakukan dengan mempertemukan pihak-pihak yang berselisih sebanyak 7 kali putaran dan menghasilkan
beberapa kesepakatan. Diantara kesepakatan itu adalah masing-masing pihak melakukan cooling down. Para tokoh agama (ulama) agar dapat mengendalikan umatnya masing-masing, sehingga umat tidak mudah terpancing oleh isyu-isyu yang provokatif. Setelah pengajian tidak diperbolehkan
melakukan konvoi baik dengan kendaraan bermotor maupun kendaraan lainnya untuk menjaga ketentraman dan ketertiban.
6.
Rekomendasi
1. Kepada pihak yang berselisih, agar bisa mengendalikan diri, melakukan dialog dengan semangat ukhuwah Islamiyah,
tidak menyalahkan kelompok lain, tidak merasa paling benar, menghindarkan ego kelompok dan aksi yang menampakkan arogansi.
Achmad Rosidi
164
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
165
DAFTAR PUSTAKA
Al-Banna, Gamal, Doktrin Pluralisme dalam Al-Qur’an, Menara, Bekasi, 2006.
Al-Banna, Gamal, Pluralitas dalam Masyarakat Islam, (terj) MataAir, 2006
Ali Aziz, Muhammad, Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah Sunan Ampel, Surabaya, 1993.
Atjeh, Abu Bakar, Beberapa Catatan mengenai Dakwah Islam,
Ramadani, Solo, 1979.
‘Ali bin Muhammad al-Jurjani, At-Ta’rifat, Dar al-Kitab al-Mashry, Cairo, cet. I, 1991.
Burhan Bungin. (Ed). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman
Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model
Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persa-da. 2006.
English Dictionary, Oxford, Advanced Learner’s Dictionary, Oxford University Press, UK, 2000.
Husaini, Adian,. Pluralisme Agama: Haram, Fatwa MUI yang tegas
dan Tidak Kontroversial, al-Kautsar, Jakarta, 2005.
Achmad Rosidi
166
Ida Bagoes Mantra. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial.
Cet. I. Yogya-karta: Pustaka Pelajar. 2004;
James A Black, at.al, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung.t.t.
Jurnal Ulumul Qur’an, No 4 vol. VI tahun 1995, dalam wawancara dengan Jalaluddin Rakhmat.
Kuper, Adam dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, terjemah: Haris Munandar, et.al, Rajawali Press, Jakarta,
2000.
Mahfudz, Syaikh Ali, Hidayatul Mursyidin, Dar al-Ma’rifah, tt.
Maghniyah, Muhammad Jawad, Asy-Syi’ah wa al-Hakimun,
Percetakan al-Ahliah, Beirut, cet. II, 1962.
Oemar, Thoha Yahya, Ilmu Dakwah, Wijaya Jakarta, 1976.
Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Kamus Istilah Keagamaan
Islam,Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin: Islam dan Pluralisme, Serambi, Jakarta, 2006.
Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, Paramadina, Jakarta, 2004.
Sugiyarto, Wakhid, Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2008.
Shihab, Muhammad Quraish, Sunnah-Syi’ah, Bergandengan
Tangan. Mungkinkah?, Lentera Hati, Ciputat, 2007.
Syaukani, Imam, Telaah Tindak Kekerasan terhadap Ikatan Jama’ah
Ahlul Bait Indonesia di Kabupaten Bondowoso, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2008.
Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkhis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan ...
167
Zidny, Irfan, Bunga Rampai Ajaran Syi’ah, kumpulan makalah dalam
“Mengapa Kita Menolak Syi’ah”, LPPI, Jakarta, 1998.
Abdullah al-Kaff, Thohir, Perkembangan Syi’ah di Indonesia, (bunga rampai: Mengapa Kita Menolak Syi’ah). Ed. Umar Abduh&
Kirtos Away, LPPI, Jakarta,1998
A. Rahman Zainuddin dan M. Hamdan Basyar (ed). Syiah dan Politik
di Indonesia: Sebuah Penelitian. Bandung: Mizan. 2000.
Soeroer, Umar R, Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia di Makassar,
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Jakarta, 2008.
Wilson, Bryan, Religion in Sociological Perspective, Oxford University Press, New York, 1982.
Informan:
1. Habib Ahmad
2. Muhsin Assegaf (Yayasan YAPI).
3. KH Sonhaji Abd Shomad (Sukorejo Pasuruan).
4. KH Nurul Huda (MUI Kab Pasuruan).
5. KH Nurcholis Musytari (NU Bangil).
6. KH Choiron Syakur (NU dan Pengasuh PP Wahid Hasyim).
7. Prof. Dr. Husein Aziz, MA. (Tokoh Masyarakat dan Dosen).
8. M. Yasin (pengurus ASWAJA Bangil).
9. M Bashir (pengurus ASWAJA Bangil).
10. Anshori (pengurus ASWAJA Bangil).
Ida Bagoes Mantra. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial.
Cet. I. Yogya-karta: Pustaka Pelajar. 2004;
James A Black, at.al, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung.t.t.
Jurnal Ulumul Qur’an, No 4 vol. VI tahun 1995, dalam wawancara dengan Jalaluddin Rakhmat.
Kuper, Adam dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, terjemah: Haris Munandar, et.al, Rajawali Press, Jakarta,
2000.
Mahfudz, Syaikh Ali, Hidayatul Mursyidin, Dar al-Ma’rifah, tt.
Maghniyah, Muhammad Jawad, Asy-Syi’ah wa al-Hakimun,
Percetakan al-Ahliah, Beirut, cet. II, 1962.
Oemar, Thoha Yahya, Ilmu Dakwah, Wijaya Jakarta, 1976.
Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Kamus Istilah Keagamaan
Islam,Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin: Islam dan Pluralisme, Serambi, Jakarta, 2006.
Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, Paramadina, Jakarta, 2004.
Sugiyarto, Wakhid, Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2008.
Shihab, Muhammad Quraish, Sunnah-Syi’ah, Bergandengan
Tangan. Mungkinkah?, Lentera Hati, Ciputat, 2007.
Syaukani, Imam, Telaah Tindak Kekerasan terhadap Ikatan Jama’ah
Ahlul Bait Indonesia di Kabupaten Bondowoso, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2008.
Achmad Rosidi
168
11. Muchammad Yahya (Kepala Badan Kesbang Linmas Kab
Pasuruan).
12. Haikal Husein (Alumni PP YAPI).
13. Bahrul Ulum (Kepala KUA Legok Pasuruan)
14. Abdul Salam (Kasubag TU Kemenag Pasuruan)
15. Muhammad Nadzir (Jama’ah Masjid Agung Bangil)
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
169
11. Muchammad Yahya (Kepala Badan Kesbang Linmas Kab
Pasuruan).
12. Haikal Husein (Alumni PP YAPI).
13. Bahrul Ulum (Kepala KUA Legok Pasuruan)
14. Abdul Salam (Kasubag TU Kemenag Pasuruan)
15. Muhammad Nadzir (Jama’ah Masjid Agung Bangil)
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI)di Kota SemarangJawa Tengah
Oleh :Reslawati
Reslawati
170
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
171
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
ebebasan beragama merupakan hak setiap individu untuk mengekspresikan rasa keberagamaannya, namun kebebasan beragama
tersebut telah melahirkan beragam pemikiran, paham, aliran dan gerakan keagamaan di masyarakat. Kebebasan yang tanpa batas
dapat berdampak pada orang lain dan dapat mengganggu ketertiban umum. Kebebasan dalam beragama telah memunculkan berbagai kebebasan menafsirkan ajaran agama yang dampaknya cukup besar dalam kehidupan keberagamaan baik dikalangan intern maupun antarumat beragama. Perbedaan
penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, paradigma pemikiran yang dianggap keluar dari penafsiran keagamaan mainstream, terkadang menganggap hasil penafsirannya itulah yang paling benar sedangkan yang lainnya dianggap sesat dan kafir.
Perbedaan penafsiran tersebut juga dipengaruhi pemikiran dari luar seperti pemikiran yang dianggap liberal dalam mamahami teks-teks agama dan cara merespon terhadap realitas
Reslawati
172
kehidupan yang berkembang. Begitu juga dengan aliran yang ada
di dalam agama Kristen, seperti aliran Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI), yang dianggap pemikiran, ajarannya berbeda dengan paham mainstream dalam agama Kristen. Mereka beranggapan bahwa ajaran Kristen yang selama ini menganut
pemahaman Trinitas telah mengajarkan ajaran yang salah dalam
kepercayaan Kristiani. Sehingga mereka ingin mengembalikan
kepada ajaran yang benar bahwa Tuhan itu tunggal. Pemikiran
ini telah memunculkan kontroversi dikalangan umat Kristen dan gereja-gereja Kristen di Indonesia. Karena itu, masalah ini merupakan bidang kajian Puslitbang Kehidupan Keagamaan, oleh sebab itu sangat relevan untuk dilakukan penelitian mengenai aliran tersebut.
Permasalahan Penelitian
Dari gambaran di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil aliran Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) (sejarah/latarbelakang, jumlah pengikut, ajaran, tokoh,
aktivitas, luas pengaruh ajaran dalam masyarakat, jaringan kerja dan eksistensi mereka bisa bertahan?
2. Bagaimana respon pemuka agama (gereja) dan masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia?
Tujuan Penelitian
a) Ingin mengetahui profil Gereja Jemaat Allah Global
Indonesia (JAGI) (sejarah/latarbelakang, jumlah pengikut, ajaran, tokoh, aktivitas, luas pengaruh ajaran Jagi dalam
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
173
masyarakat, jaringan kerja dan eksistensi mereka bisa
bertahan?
b) Ingin mengetahui respon pemuka agama (gereja) dan masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia?
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi kepada pimpinan Kementerian Agama dan pihak-pihak lain yang
terkait dalam menangani paham/aliran tentang Gereja Jemaat Allah Global Indonesia bila dianggap meresahkan.
Kajian Pustaka
Gereja Global di Semarang
Pemaparan Majalah Tempo 18 Feb 2008 tentang Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) memperlihatkan profil dan aktifitas gereja yang berbeda dari Gereja pada umumnya. Beralamat di kawasan padat Jalan Jeruk, Sompok, Semarang, sebuah garasi berubah menjadi gereja setiap Sabtu. Hal lain yang berbeda adalah tidak ada papan nama atau salib, yang ada adalah jemaah yang sedang beribadah sekitar 50 orang, organ, dan sebuah podium. Gereja JAGI berwajah Unitarian. Artinya pokok pengajaran mereka menolak konsep Trinitas: Allah Bapa, Allah Putra (Yesus), dan Allah Roh Kudus. Aryanto Nugroho, pendeta yang juga direktur publikasi Gereja JAGI Semarang, mengungkapkan: "Bagi kami, Allah hanya satu, yakni yang disebut Yahweh atau Bapa yang di surga. Bukan satu yang terdiri dari tiga atau tiga yang menyatu ke dalam satu," Bagi penganut Unitarian
kehidupan yang berkembang. Begitu juga dengan aliran yang ada
di dalam agama Kristen, seperti aliran Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI), yang dianggap pemikiran, ajarannya berbeda dengan paham mainstream dalam agama Kristen. Mereka beranggapan bahwa ajaran Kristen yang selama ini menganut
pemahaman Trinitas telah mengajarkan ajaran yang salah dalam
kepercayaan Kristiani. Sehingga mereka ingin mengembalikan
kepada ajaran yang benar bahwa Tuhan itu tunggal. Pemikiran
ini telah memunculkan kontroversi dikalangan umat Kristen dan gereja-gereja Kristen di Indonesia. Karena itu, masalah ini merupakan bidang kajian Puslitbang Kehidupan Keagamaan, oleh sebab itu sangat relevan untuk dilakukan penelitian mengenai aliran tersebut.
Permasalahan Penelitian
Dari gambaran di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil aliran Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) (sejarah/latarbelakang, jumlah pengikut, ajaran, tokoh,
aktivitas, luas pengaruh ajaran dalam masyarakat, jaringan kerja dan eksistensi mereka bisa bertahan?
2. Bagaimana respon pemuka agama (gereja) dan masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia?
Tujuan Penelitian
a) Ingin mengetahui profil Gereja Jemaat Allah Global
Indonesia (JAGI) (sejarah/latarbelakang, jumlah pengikut, ajaran, tokoh, aktivitas, luas pengaruh ajaran Jagi dalam
Reslawati
174
atau disebut juga Kristen Tauhid, Yesus bukan Tuhan dalam
pengertian God, tapi Tuhan dalam pengertian lord/ mesenger.
Kelompok Unitarian hanya menggelar kebaktian pada hari Sabtu dengan alasan Al-skitab mengajarkan ibadah pada hari Sabat (Sabtu). Kegiatan di Gereja JAGI Semarang berlangsung selama empat jam, terbagi atas dua sesi. Bagian pertama berupa diskusi tentang Alkitab, dan sesi kedua adalah kebaktian seperti di gereja pada umumnya: nyanyian pujian, doa, dan khotbah pendeta. Setelah itu, acara ditutup dengan makan siang bersama. Aliran Unitarian sebenarnya sudah ada sejak awal penyebaran agama Kristen. Melalui pertentangan sengit, akhirnya kelompok Trinitarianlah yang lebih berkembang. Meski demikian, Unitarian tidak mati, meski hanya memiliki sejumlah kecil pengikut di beberapa negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia sampai di Burundi, Afrika.
Di Indonesia, kelompok ini berkembang dari diskusi kecil pada 1996. Dua tahun kemudian, muncul komunitas yang mulai menggelar ibadah sendiri, keluar dari gereja arus utama (mainstream). Menurut Aryanto Nugroho, baru pada tahun 2000 keberadaan Kristen Tauhid disahkan oleh Bimas Kristen Departemen Agama. Meski sudah mendapat pengakuan pemerintah, penambahan jumlah penganut Unitarian tidak terlalu signifikan. Menurut Sekretaris Gereja JAGI Semarang, Ellen Kristi, penganut Unitarian di Indonesia hanya ratusan. Mereka tersebar di berbagai daerah, mulai dari Solo, Pasuruan, sampai Jember, dan yang terbesar di Semarang. Di Solo, kegiatan penganut aliran ini dipusatkan di rumah Kristanto di kawasan Mojosongo.
Aliran yang menolak konsep Trinitas, dan menolak kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan atau putra Allah dikenal dengan Unitarian dengan pokok “ajaran Tauhid” (baca: keesaan Tuhan, Kristen Tauhid). Aliran yang menjunjungi tinggi basis
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
175
keimanan Abrahamik atau ajaran ketuhanan Abraham/Ibrahim. Abrahamik teguh memegang prinsip keesaan Tuhan. Ajaran yang dibawa Musa, Yesus dan Muhammad berawal dari ajaran Abraham/Ibrahim. Di Indonesia, aliran Unitarian dari kelompok Frank Donald menamakan dirinya: Kristen Tauhid. Dalam pandangan aliran Unitarian, Allah (Elohim, bahasa Ibrani) tidak mungkin inkonsisten dalam menurunkan ajaran keimanan kepada umat-Nya di sepanjang sejarah manusia. Kalau Abraham diajarkan tentang ke-Esaan Tuhan oleh Allah, seluruh keturunan Abraham akan mengikuti sejarah pengajaran itu secara linier. Ajaran Allah berkembang dinamis dan progresif secara linier, polanya tetap meskipun berkembang terus. Jadi, konsistensi Tuhan yang jadi pegangan aliran ini. Pola Allah-nya Abraham tidak mungkin unlinier.
Menurut analisa kaum Unitarian, di dalam Injil sinoptik (Matius, Markus, Lukas) dan Injil Apokaliptik (Yohanes), tidak ada satupun ayat yang merupakan pernyataan langsung Yesus (eksplisit) yang menyatakan dirinya Tuhan. Sedangkan kata-kata implisit selalu dihubungkan dengan teks Bapa dan Aku menjadi satu (terutama di Injil Yohanes), seolah-olah ada kesatuan personaliti Allah dan Yesus, sehingga Yesus dianggap Tuhan. Bagi aliran Unitarian, itu dianggap metafora yang berlebihan. Maka, aliran ini sering dituduh sebagai pengembang ajaran Arius (Arianisme), yang dinyatakan sesat dalam Konsili Nicea 325 oleh Kaisar Konstantin, padahal keputusan itu berbau politis.
Mereka yang memandang Yesus sebagai Tuhan baru muncul di abad ke-3, terutama ketika surat-surat Paulus mulai beredar saat itu. Paulus (ajaran Paulian) dianggap sebagai basis keimanan Kristen saat ini, yang mempertuhankan Yesus (deification), terutama teori Kenosis (Tuhan mengosongkan dirinya menjadi manusia), Filipi 2: 5-11. Menurut aliran Unitarian, Allah
atau disebut juga Kristen Tauhid, Yesus bukan Tuhan dalam
pengertian God, tapi Tuhan dalam pengertian lord/ mesenger.
Kelompok Unitarian hanya menggelar kebaktian pada hari Sabtu dengan alasan Al-skitab mengajarkan ibadah pada hari Sabat (Sabtu). Kegiatan di Gereja JAGI Semarang berlangsung selama empat jam, terbagi atas dua sesi. Bagian pertama berupa diskusi tentang Alkitab, dan sesi kedua adalah kebaktian seperti di gereja pada umumnya: nyanyian pujian, doa, dan khotbah pendeta. Setelah itu, acara ditutup dengan makan siang bersama. Aliran Unitarian sebenarnya sudah ada sejak awal penyebaran agama Kristen. Melalui pertentangan sengit, akhirnya kelompok Trinitarianlah yang lebih berkembang. Meski demikian, Unitarian tidak mati, meski hanya memiliki sejumlah kecil pengikut di beberapa negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia sampai di Burundi, Afrika.
Di Indonesia, kelompok ini berkembang dari diskusi kecil pada 1996. Dua tahun kemudian, muncul komunitas yang mulai menggelar ibadah sendiri, keluar dari gereja arus utama (mainstream). Menurut Aryanto Nugroho, baru pada tahun 2000 keberadaan Kristen Tauhid disahkan oleh Bimas Kristen Departemen Agama. Meski sudah mendapat pengakuan pemerintah, penambahan jumlah penganut Unitarian tidak terlalu signifikan. Menurut Sekretaris Gereja JAGI Semarang, Ellen Kristi, penganut Unitarian di Indonesia hanya ratusan. Mereka tersebar di berbagai daerah, mulai dari Solo, Pasuruan, sampai Jember, dan yang terbesar di Semarang. Di Solo, kegiatan penganut aliran ini dipusatkan di rumah Kristanto di kawasan Mojosongo.
Aliran yang menolak konsep Trinitas, dan menolak kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan atau putra Allah dikenal dengan Unitarian dengan pokok “ajaran Tauhid” (baca: keesaan Tuhan, Kristen Tauhid). Aliran yang menjunjungi tinggi basis
Reslawati
176
(Elohim) itu absolut dan kekal, tidak mungkin masuk ke alam tidak kekal (fana), apalagi menjadi manusia. Allah tidak antromorphisme (berwujud manusia). Allah itu immaterial, bukan material. Secara eksplisit dan implisit, tidak ada kata Trinitas dalam Alkitab. Istilah ini hanya penafsiran dogmatis. Aliran Unitarian memandang Trinitas prinsipnya tidak berbeda dengan ajaran-ajaran Tritheisme, semacam ajaran Mesir kuno: Isis-Osiris-Horus, dan ajaran semacamnya, yang banyak muncul sebelum Kristen itu lahir.
Ajaran Unitarian berkembang pesat di Perancis, terutama ketika kegairahan para arkeolog, teolog dan historian menyelidiki secara serius manuskrip-manuskrip kuno, termasuk Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scroll). Pada gulungan yang ditemukan tahun 1947 ini, ternyata tidak ada indikasi ajaran Trinitas, penebusan dosa dan inkarnasi (Tuhan menjadi manusia). Mereka menyembah Tuhan Abraham yaitu Elohim (Allah). Aliran ini percaya, Yesus hanya sebagai nabi dan rabbi, bukan Tuhan. Yesus diutus untuk mengembalikan iman Israel yang sudah terkontaminasi dengan paganisme dan mitos-mitos. Unitarian tidak mempercayai Roh Kudus sebagai Tuhan. Bagi kaum Unitarian, Trinitas itu rekayasa pemikiran manusia yang dipaksakan pada Konsili Chalcedon tahun 451, yang benihnya ada sejak Konsili Nicea 325 dan Konstantinopel 381.
Keberadaan kaum Unitarian di Indonesia tentu terlepas dari Gereja-gereja anggota PGI. Meskipun mereka telah mengantongi surat pengesahan dari Bimas Kristen Kementerian Agama, pengesahan ini tidak terlalu menjadi persoalan bagi mereka karena bagi kaum unitarian semua ini adalah masalah esensi iman (faith essence). Esensi iman tidak membutuhkan pengakuan birokratis (bureaucracy recognition), tidak pula membutuhkan pengakuan sosial (social recognition) , hanya bersandar pada pengakuan historis (historical recognition).
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
177
Metode Penelitian
1. Bentuk studi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dalam bentuk studi kasus.
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan terbatas. Wawancara dilakukan dengan tokoh aliran yang diteliti, pengikutnya,
pemuka agama setempat, pemuka masyarakat, masyarakat sekitar, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota. Sedangkan pengamatan terbatas akan dilakukan antara lain mengenai aktivitas sehari-hari faham/aliran ini, dan interaksi sosial antara pengikut dan bukan pengikut faham/aliran ini.
Semua informasi, temuan, kenyataan lapangan berupa konsep, aspirasi, saran, kebijakan, peristiwa, proses, prosedur, kebijakan, aktifitas, situasi kontekstual dan catatan-catatan yang berhasil dikumpulkan, kemudian dicatat, diinventarisasi, seleksi dan koreksi, klasifikasi, komparasi, interpretasi, dan
ditarik beberapa kesimpulan pokok yang bersifat umum dan menyeluruh.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Semarang, Jawa Tengah, dengan sasaran Gereja Jemaat Global Indonesia (Jagi).
(Elohim) itu absolut dan kekal, tidak mungkin masuk ke alam tidak kekal (fana), apalagi menjadi manusia. Allah tidak antromorphisme (berwujud manusia). Allah itu immaterial, bukan material. Secara eksplisit dan implisit, tidak ada kata Trinitas dalam Alkitab. Istilah ini hanya penafsiran dogmatis. Aliran Unitarian memandang Trinitas prinsipnya tidak berbeda dengan ajaran-ajaran Tritheisme, semacam ajaran Mesir kuno: Isis-Osiris-Horus, dan ajaran semacamnya, yang banyak muncul sebelum Kristen itu lahir.
Ajaran Unitarian berkembang pesat di Perancis, terutama ketika kegairahan para arkeolog, teolog dan historian menyelidiki secara serius manuskrip-manuskrip kuno, termasuk Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scroll). Pada gulungan yang ditemukan tahun 1947 ini, ternyata tidak ada indikasi ajaran Trinitas, penebusan dosa dan inkarnasi (Tuhan menjadi manusia). Mereka menyembah Tuhan Abraham yaitu Elohim (Allah). Aliran ini percaya, Yesus hanya sebagai nabi dan rabbi, bukan Tuhan. Yesus diutus untuk mengembalikan iman Israel yang sudah terkontaminasi dengan paganisme dan mitos-mitos. Unitarian tidak mempercayai Roh Kudus sebagai Tuhan. Bagi kaum Unitarian, Trinitas itu rekayasa pemikiran manusia yang dipaksakan pada Konsili Chalcedon tahun 451, yang benihnya ada sejak Konsili Nicea 325 dan Konstantinopel 381.
Keberadaan kaum Unitarian di Indonesia tentu terlepas dari Gereja-gereja anggota PGI. Meskipun mereka telah mengantongi surat pengesahan dari Bimas Kristen Kementerian Agama, pengesahan ini tidak terlalu menjadi persoalan bagi mereka karena bagi kaum unitarian semua ini adalah masalah esensi iman (faith essence). Esensi iman tidak membutuhkan pengakuan birokratis (bureaucracy recognition), tidak pula membutuhkan pengakuan sosial (social recognition) , hanya bersandar pada pengakuan historis (historical recognition).
Reslawati
178
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
179
II
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN JAGI
iawali dengan diskusi-dikusi pada tahun 1994, empat orang penganut kristiani, yaitu Jeri Patisisna (Jemaat
Gereja Kristen Jawa), Amio Sahetapy (Advent), Tjahyadi Nugroho (Advent), dan Nathan Cahya Saputera, mendiskusikan tentang siapa Yesus Kristus itu? Diskusi-diskusi tersebut terus berlangsung antara tahun 1994-1998. Pada tahun 1998, mereka bersepakat untuk mendirikan Gereja Jemaat Allah
Global Indonesia (JAGI) pada 30 Mei 1998.
Gereja JAGI dirintis dari diskusi 4 orang yaitu Tjahjadi Nugroho, Ahmad Wilson, Nathan dan Amio Sahetapy pada tahun 1996. Mereka menetapkan 30 Mei 1998 sebagai tonggak kelahiran Gereja Jagi dan telah terdaftar di Bimas Kristen pada tahun 2000
Gereja Jagi sudah mempunyai 4 cabang gereja, yaitu: di Semarang, Jakarta, Solo, Pasuruan (Sukorejo), Surabaya, dan Toraja (Makale). Namun untuk Cabang Surabaya dan Toraja belum dilayani oleh Elder sehingga dinamakan dengan Satelit. Seorang Elder haruslah memiliki pekerjaan untuk penghidupannya dan
tidak memberatkan anggota gereja. Bahkan seorang gembala mesti memberi makan dombanya bukan sebaliknya. Selain itu hal
Reslawati
180
ini akan menghindarkan seorang Elder dikendalikan oleh pihak
pemberi sehingga mempengaruhi pengajarannya. Adapun nama-nama Elder seluruh Gereja Jagi, yaitu: Semarang: Elder Aryanto Nugroho, Elder Mosye Adam, Elder Ellen, Elder Kristianto, Elder Ahmad. Wilson, Elder Teddy, Elder Tirto Sudjoko, Jakarta: Elder
Tjanjadi Nugroho dengan alamat di Jakarta: Jl. Saharjo no. 210A (di dekat Hotel Haris).
Dalam pengakuan elder Tjahyadi Nugroho hingga saat ini mereka telah mempunyai 400 anggota di seluruh Indonesia. Struktur kepemimpinan Gereja JAGI menggunakan istilah Elder
untuk jabatan Pendeta dan Diakon untuk pelayan gereja. Sepanjang perjalanannya Gereja Jagi telah melaksanakan kongres sebanyak tiga kali yaitu di bulan Desember tahun 2000, 2004 dan 2009. Adapun penamaan, Gereja Jagi pada awalnya merujuk pada Global Church sehingga dalam proses pendaftarannya mereka
menggunakan istilah “global”. Jika menggunakan penamaan bahasa Inggris mereka disebut: Unitarian Christian Church of
Indonesia
Jumlah Pengikut, Ajaran, Liturgi, Tokoh, Aktivitas JAGI
Jumlah Pengikut
Komunitas Jagi mengklaim jumlah pengikutnya hingga saat ini sebanyak 400 anggota seluruh Indonesia. Secara struktur
kepemimpinan Gereja, Jagi menggunakan istilah Elder untuk
jabatan Pendeta dan Diakon untuk pelayan gereja.
Beberapa Ajaran Dasar (7 ajaran JAGI)
1. Menyebut Allah dengan YHWH (Yahweh)
2. Yesus diakui sebagai lord (tuan) bukan God (Tuhan)
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
181
3. Berdasar pada Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
terbitan Lembaga Al-Kitab Indonesia (1974) (10 hukum Allah termasuk hari sabat)
4. Injil adalah Kabar Baik tentang hidup kekal
5. Roh Kudus adalah kekuatan Allah
6. Baptis berdasarkan permintaan kaum dewasa dengan cara diselam
7. Keselamatan adalah hak Allah sehingga tidak bisa dipaksakan dan bukan keputusan Gereja
Liturgi Sabat
Peneliti ketika di lapangan menyempatkan diri untuk mengikuti jalannya kebaktian hari Sabat yang dilakukan oleh Jagi
di gedung serbaguna klinik kesehatan milik keluarga Tjahyadi Nugroho. Adapun jumlah jemaat yang hadir sebanyak 50 orang. Adapun tatacara liturgi hari Sabat yang dipimpin ElderTeddy Wiroharjo adalah sebagai berikut:
1. Pengantar kebaktian disampaikan oleh Elder Tedy berisi
tentang penyemangat jemaat untuk terus berada dalam ajaran Jagi.
2. Menyanyikan lagu puji-pujian dipimpin elder Tedy
3. Sesama jemaat berjabatan tangan untuk saling memaafkan bila ada kesalahan sebagai bentuk rasa kesucian hati
4. Memberikan kesempatan kesaksian bagi jemaat
5. Menyanyikan lagu pujian
6. Melakukan persembahan, dimana jemaat memberikan sumbagan berupa uang seikhlasnya kedalam kotak amal yang sudah disiapkan oleh gereja
ini akan menghindarkan seorang Elder dikendalikan oleh pihak
pemberi sehingga mempengaruhi pengajarannya. Adapun nama-nama Elder seluruh Gereja Jagi, yaitu: Semarang: Elder Aryanto Nugroho, Elder Mosye Adam, Elder Ellen, Elder Kristianto, Elder Ahmad. Wilson, Elder Teddy, Elder Tirto Sudjoko, Jakarta: Elder
Tjanjadi Nugroho dengan alamat di Jakarta: Jl. Saharjo no. 210A (di dekat Hotel Haris).
Dalam pengakuan elder Tjahyadi Nugroho hingga saat ini mereka telah mempunyai 400 anggota di seluruh Indonesia. Struktur kepemimpinan Gereja JAGI menggunakan istilah Elder
untuk jabatan Pendeta dan Diakon untuk pelayan gereja. Sepanjang perjalanannya Gereja Jagi telah melaksanakan kongres sebanyak tiga kali yaitu di bulan Desember tahun 2000, 2004 dan 2009. Adapun penamaan, Gereja Jagi pada awalnya merujuk pada Global Church sehingga dalam proses pendaftarannya mereka
menggunakan istilah “global”. Jika menggunakan penamaan bahasa Inggris mereka disebut: Unitarian Christian Church of
Indonesia
Jumlah Pengikut, Ajaran, Liturgi, Tokoh, Aktivitas JAGI
Jumlah Pengikut
Komunitas Jagi mengklaim jumlah pengikutnya hingga saat ini sebanyak 400 anggota seluruh Indonesia. Secara struktur
kepemimpinan Gereja, Jagi menggunakan istilah Elder untuk
jabatan Pendeta dan Diakon untuk pelayan gereja.
Beberapa Ajaran Dasar (7 ajaran JAGI)
1. Menyebut Allah dengan YHWH (Yahweh)
2. Yesus diakui sebagai lord (tuan) bukan God (Tuhan)
Reslawati
182
7. Menyanyikan lagu pujian oleh elder Nathan
8. Setelah itu diadakan diskusi kelompok:
a. Jemaat di bagi dalam 3 kelompok yaitu: kelompok dewasa, kelompok remaja dan kelompok anak. Kelompok dewasa terdiri Bapak dan Ibu (sebanyak 15 orang), jemaat remaja
kebanyakan pelajar dan mahasiswa (25 orang) sedangkan kelompok anak adalah anak-anak usia balita sampai SD (10 orang). Anak-anak diceritakan tentang para nabi sebagai pembawa pesan untuk umatnya, menanamkan nilai-nilai moral, praktek dikenalkan dengan lingkungan alam guna
mengenal ciptaan Tuhan Yahwe lebih dekat dan nyata, agar mereka mensyukurinya. Kelompok dewasa dan kelompok remaja mendiskusikan tema yang sama yang sudah disediakan pengurus Gereja, walaupun mereka dalam kelompok terpisah. Lembaran kertas berjudul Hidup
dengan Tujuan (Sabat III-16 Juli 2011) yang sudah disediakan dibaca secara berantai oleh jemaat gereja. Dalam diskusi tersebut jemaat gereja berulang-ulang menyebutkan bahwa Yesus Kristus sebagai utusan bukan Tuhan.
b. Setelah diskusi kelompok dilakukan do’a yang dipimpin oleh salah seorang jemaat yang ada dalam kelompok tersebut.
9. Setelah ketiga (3) kelompok tersebut kembali bergabung kedalam ruangan kebaktian dan menyanyikan lagu pujian
dipimpin Elder Ahmad Wilson.
10. Melakukan do’a Sabat yaitu ajaran utama Yesus Kristus, dengan rujukan Markus 12:29-31 dan Yohanes 17:3, yaitu:
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
183
“Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang
Israel, Yahwe, Allah kita, Yahwe itu esa. Kasihilah
Yahweh, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan
dengan segenap akal budimu” (Markus 12:29-31) dan
“Hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu. Inilah hidup yang kekal itu, yaitu
bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah
yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah
Engkau utus”. (Yohanes 17:3)
11. Setelah itu menyanyikan lagu pujian, pada saat menyanyikan
lagu-lagu pujian berupa do’a-do’a yang dipimpin elder dengan
menyebut nama Allah Yahwe sambil mengangkat tangan
dengan memberikan kode dengan menunjukkan jari telunjuk
(satu) dengan 4 jari mengepal kedalam tangan.
12. Doa selanjutnya dipimpin Elder Aryanto Nugroho
13. Setelah do’a dilakukan, elder Aryanto Nugroho memberikan
Khutbat Sabat, yang berisi tentang pernyataan bahwaYesus
Kristus adalah guru, nabi, rabbi, sedangkan jemaat Jagi adalah
murid-murid Yesus, dan Yesus tidak akan datang lagi sampai
pekerjaan ini selesai. Ada dua pemikiran kita terhadap Yesus:
a. Bila Yesus ada maka kita tidak perlu memikirkan apa dan
tentang sesuatu,karena sudah ada Yesus dan semua
orang bisa bertanya padaYesus bila mereka tidak tahu,
sehingga semua persoalan umat dapat terjawab.
b. Karena Yesus sudah tidak ada, maka Yesus berilah kami
tugas untuk meneruskan perjalananmu ini, dengan
kepergianmu ini maka jemaat akan semakin dewasa
untuk berfikir, bertindak dan berbuat. Dimana Yesus
7. Menyanyikan lagu pujian oleh elder Nathan
8. Setelah itu diadakan diskusi kelompok:
a. Jemaat di bagi dalam 3 kelompok yaitu: kelompok dewasa, kelompok remaja dan kelompok anak. Kelompok dewasa terdiri Bapak dan Ibu (sebanyak 15 orang), jemaat remaja
kebanyakan pelajar dan mahasiswa (25 orang) sedangkan kelompok anak adalah anak-anak usia balita sampai SD (10 orang). Anak-anak diceritakan tentang para nabi sebagai pembawa pesan untuk umatnya, menanamkan nilai-nilai moral, praktek dikenalkan dengan lingkungan alam guna
mengenal ciptaan Tuhan Yahwe lebih dekat dan nyata, agar mereka mensyukurinya. Kelompok dewasa dan kelompok remaja mendiskusikan tema yang sama yang sudah disediakan pengurus Gereja, walaupun mereka dalam kelompok terpisah. Lembaran kertas berjudul Hidup
dengan Tujuan (Sabat III-16 Juli 2011) yang sudah disediakan dibaca secara berantai oleh jemaat gereja. Dalam diskusi tersebut jemaat gereja berulang-ulang menyebutkan bahwa Yesus Kristus sebagai utusan bukan Tuhan.
b. Setelah diskusi kelompok dilakukan do’a yang dipimpin oleh salah seorang jemaat yang ada dalam kelompok tersebut.
9. Setelah ketiga (3) kelompok tersebut kembali bergabung kedalam ruangan kebaktian dan menyanyikan lagu pujian
dipimpin Elder Ahmad Wilson.
10. Melakukan do’a Sabat yaitu ajaran utama Yesus Kristus, dengan rujukan Markus 12:29-31 dan Yohanes 17:3, yaitu:
Reslawati
184
menjadi pendamping kita kepada Allah Yahwe disebelah
kanan di syurga. Oleh karena itu keimanan seseorang
adalah tanggung jawab pribadi bukan tanggung jawab
gereja, gereja atau pendeta tidak berhak atas iman
seseorang, tidak boleh menyesatkan orang lain dan
merasa paling benar sendiri. Gereja hanya memfasilitasi
jemaatnya berupa Al Kitab, lagu rohani, dll, di hadapan
Allah tidak ada lagi yang namanya penatua, jema’at,
semua sama dihadapan Allah Yahwe, karena kita juga
Yesus yang datang ke pada Allah Yahwe, anda adalah
saudara Yesus dan meneruskan perjalanan Yesus. Jadi
Yesus itu bukan Tuhan tetapi dia pembawa pesan kepada
jemaatnya.
14. Setelah itu dilakukan do’a penutup yang diteruskan dengan
lagu-lagu pujian
15. Selanjutnya melakukan do’a kembali dengan perenungan.
16. Selesai perenungan semua jema’at bersalaman untuk saling
memaafkan setelah kebaktian agar semua hati menjadi bersih
kembali
17. Setelah itu dilakukan makan bersama para jemaat, sebagai
keberkatan yang diberikan Allah Yahwe kepada umatnya.
18. Selanjutnya jemaat melakukan aktivitas masing-masing, ada
yang langsung kerumah masing-masing dan ada juga yang
membesuk jemaat yang sakit atau mendatangi jemaat yang
sudah lama tidak melakukan kebaktian di gereja Jagi sebagai
bentuk perhatian gereja/elder/jemaat kepada anggota jemaat
lainnya.
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
185
Tokoh-tokoh JAGI
Ada 8 pendeta Jagi tersebar di beberapa tempat:
1. Di Semarang: elder Ahmad Wilson, Teddy Wiroharjo, Aryanto Nugroho, Ellen Christian, Mose Adam.
2. Di Solo: Christianto
3. Di Pasuruan (Sukoharjo): Tirto Sujoko
4. Di Jakarta: Cahyadi Nugroho
5. Di Tanah Toraja (belum ada elder/pengembala baru berupa satelit
6. Di Surabaya (belum ada elder/penggembala baru berupa satelit
Aktivitas JAGI
Pendalaman Al-kitab setiap sabtu 9.00-10.30 WIB, ibadah raya sabtu 10.30-12.00, persekutuan orang muda hari Sabtu 16.30-18.00, kelompok doa setiap hari Rabu jam 18.00-19.30 secara bergantian di rumah jamaat.
Pengaruh Ajaran JAGI dalam Masyarakat dan Jaringan Kerja
Karena jagi ini masih tergolong baru dan perkembangannya kurang pesat, sejak dirintis tahun 1994 sampai tahun 2011 hanya mempunyai 400 jamaat dibeberapa daerah. Kebanyakan jemaat Jagi adalah saudara dan kerabat dari para Elder Jagi. Jagi mempunyai Jaringan kerja internasional (International networking)
di 49 negara, bergabung dengan kelompok unitarian
menjadi pendamping kita kepada Allah Yahwe disebelah
kanan di syurga. Oleh karena itu keimanan seseorang
adalah tanggung jawab pribadi bukan tanggung jawab
gereja, gereja atau pendeta tidak berhak atas iman
seseorang, tidak boleh menyesatkan orang lain dan
merasa paling benar sendiri. Gereja hanya memfasilitasi
jemaatnya berupa Al Kitab, lagu rohani, dll, di hadapan
Allah tidak ada lagi yang namanya penatua, jema’at,
semua sama dihadapan Allah Yahwe, karena kita juga
Yesus yang datang ke pada Allah Yahwe, anda adalah
saudara Yesus dan meneruskan perjalanan Yesus. Jadi
Yesus itu bukan Tuhan tetapi dia pembawa pesan kepada
jemaatnya.
14. Setelah itu dilakukan do’a penutup yang diteruskan dengan
lagu-lagu pujian
15. Selanjutnya melakukan do’a kembali dengan perenungan.
16. Selesai perenungan semua jema’at bersalaman untuk saling
memaafkan setelah kebaktian agar semua hati menjadi bersih
kembali
17. Setelah itu dilakukan makan bersama para jemaat, sebagai
keberkatan yang diberikan Allah Yahwe kepada umatnya.
18. Selanjutnya jemaat melakukan aktivitas masing-masing, ada
yang langsung kerumah masing-masing dan ada juga yang
membesuk jemaat yang sakit atau mendatangi jemaat yang
sudah lama tidak melakukan kebaktian di gereja Jagi sebagai
bentuk perhatian gereja/elder/jemaat kepada anggota jemaat
lainnya.
Reslawati
186
internasional, namun ditingkat lokal/nasional hanya terdapat
dibeberapa wilayah Indonesia.
Eksistensi Gereja Jemaat Allah Global Indonesia
bertahan/hidup
Jagi dalam mempertahankan eksistensinya mengumpul-kan dana dari sumbangan jemaat, dari elder sendiri harus punya penghidupan, dari rumah sakit dan yayasan EIN Institut milik elder
Tjahyadi Nugroho dan para simpatisan Jagi yang merasa satu visi dan satu pemikiran dengan Jagi, kerjasama kemanusiaan dengan kelompok lintas agama dan LSM kemanusiaan.
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
187
III
RESPON PEMUKA AGAMA DAN MASYARAKAT
Respon Internal Gereja-gereja Kristen
Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Jemaat Sola Gratia
arasumber: Ibu Intan dan Bpk. Anto (Staf Sekretariat), Pdt. Sugiharto (Gembala Jemaat). Bpk. T. Nugroho pernah mendatangi Pdt. Sugiharto
lebih dari 10 tahun yang lalu untuk memberitahukan perihal pendirian Gereja Global, namun tidak dijelaskan tentang ajarannya. Mengenai pengaruh Gereja Global terhadap kehidupan umat, Pdt.Sugiharto menyatakan bahwa tidak ada keresahan yang berarti di kalangan umat karena tidak ada pertemuan atau keikutsertaan di JAGI. Dengan perbedaan ajaran yang ada, sikap Gereja adalah menyiapkan umat melalui pengajaran-pengajaran tentang kehadiran bidat/sekte/ kelompok yang dicap sesat dan bagaimana pemahaman Gereja untuk menangkalnya.
Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ).
Narasumber: Ibu Darmi (Staf Sekretariat), Ibu Margi seorang anggota Majelis Jemaat
internasional, namun ditingkat lokal/nasional hanya terdapat
dibeberapa wilayah Indonesia.
Eksistensi Gereja Jemaat Allah Global Indonesia
bertahan/hidup
Jagi dalam mempertahankan eksistensinya mengumpul-kan dana dari sumbangan jemaat, dari elder sendiri harus punya penghidupan, dari rumah sakit dan yayasan EIN Institut milik elder
Tjahyadi Nugroho dan para simpatisan Jagi yang merasa satu visi dan satu pemikiran dengan Jagi, kerjasama kemanusiaan dengan kelompok lintas agama dan LSM kemanusiaan.
Reslawati
188
Ibu Margi tidak secara langsung mengalami perjumpaan langsung
dengan Gereja JAGI, namun Ibu Margi diceritakan oleh beberapa orang pelayan Gereja (Pdt. Teguh dan salah seorang Anggota Majelis Jemaat) mengenai pengalaman pelayanan duka salah satu anggota GKJ. Ketika ada keadaan dukacita,anggota GKJ ini dilayani
oleh Gereja JAGI sehingga pihak GKJ datang sebagai pelayat saja. Dalam proses pemakaman,pada saat khotbah,barulah terdengar pernyataan bahwa Yesus bukanlah Tuhan. Walau demikian keberadaan kelompok ini tidak terlalu berdampak karena tidak banyak pengaduan dan pengakuan keikutsertaan anggota GKJ.
Gereja Advent Hari Ketujuh.
Narasumber: Pdt. Onnio (Gembala Jemaat). Tjahyadi Nugroho pernah menjadi anggota Gereja Advent sebelum terkena disiplin Gereja karena persoalan yang tidak bisa dipulihkan, sehingga yang bersangkutan dikeluarkan dari keanggotaan Gereja Advent. Sikap Gereja Advent menolak ajaran JAGI meski tidak
secara frontal menghadapi kelompok ini. langkah yang ditempuh Gereja Advent adalah memberi pengajaran kepada umat mengenai prinsip dogma sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajaran lain yang dianggap sesat/menyimpang. Mengenai JAGI, Pdt. Onnio tidak merasa keberadaan kelompok ini mengkhawatirkan
kehidupan umat karena sudah berbeda pengajaran. Ajaran JAGI sudah sangat berbeda sehingga tidak terlalu banyak berpengaruh.
Gereja Advent lebih bersiap menghadapi kelompok Davidian yang merupakan kelompok di dalam Gereja Advent yang berupaya memasukkan ajaran yang menyimpang dengan cara
menyusup di dalam peribadatan dan mendatangi rumah-rumah anggota Gereja Advent dan mengajak anggota jemaat gereja Advent keluar dari Advent mengikuti ajaran mereka. Davidian ini
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
189
pusatnya di Texas Amerika Serikat. Dalam perjalanannya banyak
jemaat Advent ditarik dan masuk ke Deviden dari pada ke JAGI, jadi kepada JAGI tidak begitu mengkhawatirkan. Dengan keluarnya jemaat dari keanggotaan Advent, maka secara finansial otomatis Advent dirugikan. Mengenai pendeta Ahmad Wilson
yang dulunya dari Advent sesungguhnya beliau di Advent sendiri belum sempat ditahbiskan dia keburu keluar dari Advent. Setelah keluar dari Advent beliau masuk dunia politik dan setelah itu kemungkinan baru di JAGI.
Gereja Muria
Narasumber: Pdt. Sugiyarto.
Pendeta Sugiyarto sudah 15 tahun menjadi pendeta di Gereja Muria. Sesungguhnya dulu pendeta Tjahyadi Nugroho pernah mendatangi saya ketika 10 tahun yang lalu,menyampaikan ingin mendirikan gereja. Namun setelah itu saya tidak mengetahui perkembangannya. Setahu saya ada 300 gereja di Semarang. Dan
tidak begitu mengetahui apakah gereja Jagi sudah terdaftar. Gereja pimpinan Tjahyadi Nugroho dulu namanya Kristen Tauhid, sekarang tidak diketahui apakah masih Kristen Tauhid atau bukan, setelah namanya jadi Gereja Jagi. Yang saya dapat informasi bahwa gereja Jagi tidakmengakui Trinitas, bearti secara ajaran
Kristiani tidak benar. Namun demikian kami tidak merasa terganggu dengan kehadiran gereja Jagi karena mereka sepertinya tidak ofensif, tidak terlalu ingin menarik jemaat gereja lain untuk masuk Jagi, sehingga tidak meresahkan umat. Bahkan yang mengkhawatirkan adalah adalah saksi Yehova. Yang dapat
menimbulkan gesekan dikalangan intern umat intern Kristen dan dapat meresahkan umat. Kami hanya dapat menyampaikan kepada jemaat supaya berhati-hati dengan ajaran yang
Ibu Margi tidak secara langsung mengalami perjumpaan langsung
dengan Gereja JAGI, namun Ibu Margi diceritakan oleh beberapa orang pelayan Gereja (Pdt. Teguh dan salah seorang Anggota Majelis Jemaat) mengenai pengalaman pelayanan duka salah satu anggota GKJ. Ketika ada keadaan dukacita,anggota GKJ ini dilayani
oleh Gereja JAGI sehingga pihak GKJ datang sebagai pelayat saja. Dalam proses pemakaman,pada saat khotbah,barulah terdengar pernyataan bahwa Yesus bukanlah Tuhan. Walau demikian keberadaan kelompok ini tidak terlalu berdampak karena tidak banyak pengaduan dan pengakuan keikutsertaan anggota GKJ.
Gereja Advent Hari Ketujuh.
Narasumber: Pdt. Onnio (Gembala Jemaat). Tjahyadi Nugroho pernah menjadi anggota Gereja Advent sebelum terkena disiplin Gereja karena persoalan yang tidak bisa dipulihkan, sehingga yang bersangkutan dikeluarkan dari keanggotaan Gereja Advent. Sikap Gereja Advent menolak ajaran JAGI meski tidak
secara frontal menghadapi kelompok ini. langkah yang ditempuh Gereja Advent adalah memberi pengajaran kepada umat mengenai prinsip dogma sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajaran lain yang dianggap sesat/menyimpang. Mengenai JAGI, Pdt. Onnio tidak merasa keberadaan kelompok ini mengkhawatirkan
kehidupan umat karena sudah berbeda pengajaran. Ajaran JAGI sudah sangat berbeda sehingga tidak terlalu banyak berpengaruh.
Gereja Advent lebih bersiap menghadapi kelompok Davidian yang merupakan kelompok di dalam Gereja Advent yang berupaya memasukkan ajaran yang menyimpang dengan cara
menyusup di dalam peribadatan dan mendatangi rumah-rumah anggota Gereja Advent dan mengajak anggota jemaat gereja Advent keluar dari Advent mengikuti ajaran mereka. Davidian ini
Reslawati
190
menyimpang, kalau mereka ingin menjadi umat Kristen maka
ikutlah dengan cara-cara Kristen,tapi kalau tidak mau juga tidak apa-apa. Terkait dengan Jagi yang mendapatkan Izin dari pemerintah/Kemenag menganggap mereka dalam kelompok agama Kristen silahkan saja, namun secara ajaran Kristen tolak saja
karena tidak sesuai dengan ajaran Kristen pada umumnya.
Bagi gereja kami hanya melakukan penguatan secara internal gereja saja agar terhindar dari pengaruh ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Kristen pada umumnya. Kami menganggap gereja Jagi dapat tempat di Republik ini karena kedekatannya
dengan Gus Dur, karena mereka sama-sama memiliki pemikiran plural, dapat kita lihat selama ini di televisi, dimana ada Gus Dur disana ada Tjahyadi Nugroho.
Gereja Kristen Baithani Kahal (The School of Act/TSOA)
Nara Sumber: Pdt Theophalus (salah seorang ketua gereja se-Kota)
Saya secara pribadi tidak begitu mengenal Tjahyadi
Nugroho, namun sekitar 4-5 tahun yang lalu di TSOA (sekolah singkat Al Kitab) buku berjudul Bukan Allah tapi Tuhan tulisan Ellen Kristi, isteri Nugroho mengenai pandangan Arianisme (pandangan diawal gereja Kristen pada waktu itu mengenai ketauhidan). Saat ini mereka menyebutnya unitarian. Mereka
sangat aktif untuk membuktikan kesalahan Trinitas. Buku- buku tulisan Ellen Kristi dan Frans Mc Donald yang saya baca tentang munculnya doktrin Triniti melawan doktrin Arios, dimana kedua doktrin tersebut berbenturan dalam pemikiran Trinitas.
Dalam sejarah kekristenan Gregorius dari Misa, Gregotis
dari Nasianus yang membakukan Trinitas, dan pada sidang konsili (sidang para bapak jemaat) pada waktu itu yang menetapkan
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
191
Yesus dan Tuhan menjadi satu. Pada konsisli konstantinopel
ditetapkan roh kudus satu hakekat dengan Bapak. Pada konsili Hagendon ditetapkan Yesus-100 % manusia dan 100 % Ilahi. Menurut Kristologi Arian Firman dan Bapak berbeda, putera adalah mahluk ciptaan, meskipun Firman pencipta alam semesta dan
seharusnya dia sudah eksis sebelum masa ada, ada satu masa dia menciptakan alam semesta dan pada satu masa putera itu tidak ada. Hal tersebutlah yang membuat perdebatan sepanjang sejarah kekristenan bagi jemaat Kristen. Namun pandangan kami mempunyai pandangan berdasarkan Al Kitab yang juga hasil
sidang konsili, dimana ada Bapak pada saat itu ada juga anak/putera, dalam kitab kejadian (1:1) disebutkan Allah, roh Allah dan Firman berproses pada waktu bersamaan. Dalam Yohanes 1:1 ada 1 hakekat dimana padamulanya Firman, firman itu bersama-sama dengan Allah, antara Firman dan allah muncul bersamaan
(Yohanes 1:2), Yohanes (1:14) menyebutkan Firman itu telah menjadi manusia. Perbedaan ini sangat prinsipil sekali bagi kami, secara doktrinal kami menolak pemikiran seperti itu, tapi secara anak bangsa silahkan saja terhadap Jagi atau yang lainnya. Dan kami juga tidakperlu khawatir dengan pekembangan Jagi selama
mereka tidak mengganggu umat gereja lainnya bahkan umat agama lainnya.
Gereja Pentakosta di Indonesia
Nara Sumber: Pdt Samuel Repi (sekaligus Ketua Yayasan Peduli Kasih Yabeka Moveta, dan sanggar Singgah peduli Kasih (Sang-Sipeka).
Saya mengenal Jagi sudah lama dan dekat dengan para pendetanya,tapi bukan bearti saya bergabung di Jagi. Kami hanya mengerjakan proyek kemanusiaan. Banyak orang tertarik dengan
menyimpang, kalau mereka ingin menjadi umat Kristen maka
ikutlah dengan cara-cara Kristen,tapi kalau tidak mau juga tidak apa-apa. Terkait dengan Jagi yang mendapatkan Izin dari pemerintah/Kemenag menganggap mereka dalam kelompok agama Kristen silahkan saja, namun secara ajaran Kristen tolak saja
karena tidak sesuai dengan ajaran Kristen pada umumnya.
Bagi gereja kami hanya melakukan penguatan secara internal gereja saja agar terhindar dari pengaruh ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Kristen pada umumnya. Kami menganggap gereja Jagi dapat tempat di Republik ini karena kedekatannya
dengan Gus Dur, karena mereka sama-sama memiliki pemikiran plural, dapat kita lihat selama ini di televisi, dimana ada Gus Dur disana ada Tjahyadi Nugroho.
Gereja Kristen Baithani Kahal (The School of Act/TSOA)
Nara Sumber: Pdt Theophalus (salah seorang ketua gereja se-Kota)
Saya secara pribadi tidak begitu mengenal Tjahyadi
Nugroho, namun sekitar 4-5 tahun yang lalu di TSOA (sekolah singkat Al Kitab) buku berjudul Bukan Allah tapi Tuhan tulisan Ellen Kristi, isteri Nugroho mengenai pandangan Arianisme (pandangan diawal gereja Kristen pada waktu itu mengenai ketauhidan). Saat ini mereka menyebutnya unitarian. Mereka
sangat aktif untuk membuktikan kesalahan Trinitas. Buku- buku tulisan Ellen Kristi dan Frans Mc Donald yang saya baca tentang munculnya doktrin Triniti melawan doktrin Arios, dimana kedua doktrin tersebut berbenturan dalam pemikiran Trinitas.
Dalam sejarah kekristenan Gregorius dari Misa, Gregotis
dari Nasianus yang membakukan Trinitas, dan pada sidang konsili (sidang para bapak jemaat) pada waktu itu yang menetapkan
Reslawati
192
Jagi, dikarenakan mereka (para pendetanya) adalah orang-orang
jujur dan baik dalam artian berani menyatakan iya atau tidak. Pada tahun 2008 Cresindo membuat diskusi yang melibatkan pendeta Jagi, sehingga Jagi menjadi booming. Dalam pandangan seorang Kristiani, saya tidak menolak adanya pemikiran dan pemahaman
Jagi, karena ini pilihan masing-masing. Kami juga tidak mengkhawatirkan keberadaan mereka, karena itu keyakinan mereka silahkan saja, apalagi mereka tidak missioner dan tidak terlalu ingin meminta orang lain masuk ajaran Jagi. Apalagi ajaran mereka berbeda dari Kristen mainstream. Pasca reformasi
keberadaan Jagi mulai dikenal, itu faktor kedekatan Pdt. Tjahyadi Nugroho dengan Gus Dur dan penguasa pada saat itu, para pendeta Jagi orang-orang pintar, apalagi pdt. Aryanto Nugroho pernah ikut unitarian di German, sehingga dasar pemikiran dari sana membuat mereka untuk meneruskan keyakinan mereka itu di
Indonesia.
Persekutuan Gereja-gereja Semarang (PGKS)/PGI Wilayah
Jateng
Nara Sumber: Pdt. Nafsun (Ketua Umum PGKS/PGI Wil. Jateng/Ketua FKUB)
Sepengetahuan saya ada 185 gereja yang tergabung dalam PGKS, sedangkan di PGI terdapat 18 denominasi. Untuk
gereja Jagi belum tahu masuk kemana. Kita harus mempelajari terlebih dahulu gereja Jagi tersebut secara detailnya mulai dari ajarannya, liturgi, sistem standar gereja yang terdiri dari dogma, hukumnya, keumatan dan kehadirannya ditengah masyarakat itu apa. Dalam hal keimanan, bila Jagi tidak mengakui Trinitas maka
mereka bukan Kristen, bila mereka tidak mengakui Trinitas, maka mereka tidak akan diterima untuk bergabung di PGKS. Gereja
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
193
seperti ini harus diwaspadai, karena mereka mengakunya Kristen
tetapi mengajarkan hal yang berbeda dari ajaran Kristen pada umumnya, apalagi seperti pengajaran Children of God.
Ini sangat menggangu moralitas jemaat, sehingga harus ditentang dengan cara menjaga umat sendiri, dan harus
dibicarakan dengan negara bila ini membahayakan umat, karena mereka dapat dikelompokan kepada ajaran nabi palsu. Sesuai dengan Al- Kitab, mereka termasuk sesat karena mereka menyempal di Kristen. JAGI sama saja dengan Saksi Yehova dan Mormon tetapi dengan nama berbeda. Sampai saat ini PGI Wilayah
Jateng belum bersikap, karena masalah ajaran tidak menjadi ranah wilayah PGIW, tapi bila sudah mengganggu ketertiban baru akan dilaporkan ke pemerintah. Tidak ada keterkaitan dan tanggung jawab PGIW. Adapun kasus yang pernah ada, dimana ada jemaat Gereja Kristen Jawa yang dikubur saat meninggal dilayani oleh
gereja Jagi, selama tidak menimbulkan konflik intern Kristen silahkan aja.
Muryati 56 tahun (Jemaat JAGI)
Muryati sudah 3 tahun bergabung dengan gereja Jagi, namun beliau juga anggota jemaat Gereja Masehi. Alasan keikutannya digereja Jagi adalah mereka menyukai cara para
pendeta Jagi yang merasa setara dan tidak ada perbedaan yang mencolok antara pendeta dengan jemaatnya, selain itu Muryati, Mus, Sri Endang dan ibu Abraham diberi uang Rp. 100 ribu setiap bulannya oleh Ibu Iin isteri Elder Tjahyadi Nugroho dan setiap tahun diberi satu buah handuk dan satu buah payung. Namun
Muryati berkeinginan ketika dia meninggal nanti dilayani oleh Gereja Masehi, dengan alasan semua keluarga besarnya ketika meninggal dilayani Gereja Masehi.
Jagi, dikarenakan mereka (para pendetanya) adalah orang-orang
jujur dan baik dalam artian berani menyatakan iya atau tidak. Pada tahun 2008 Cresindo membuat diskusi yang melibatkan pendeta Jagi, sehingga Jagi menjadi booming. Dalam pandangan seorang Kristiani, saya tidak menolak adanya pemikiran dan pemahaman
Jagi, karena ini pilihan masing-masing. Kami juga tidak mengkhawatirkan keberadaan mereka, karena itu keyakinan mereka silahkan saja, apalagi mereka tidak missioner dan tidak terlalu ingin meminta orang lain masuk ajaran Jagi. Apalagi ajaran mereka berbeda dari Kristen mainstream. Pasca reformasi
keberadaan Jagi mulai dikenal, itu faktor kedekatan Pdt. Tjahyadi Nugroho dengan Gus Dur dan penguasa pada saat itu, para pendeta Jagi orang-orang pintar, apalagi pdt. Aryanto Nugroho pernah ikut unitarian di German, sehingga dasar pemikiran dari sana membuat mereka untuk meneruskan keyakinan mereka itu di
Indonesia.
Persekutuan Gereja-gereja Semarang (PGKS)/PGI Wilayah
Jateng
Nara Sumber: Pdt. Nafsun (Ketua Umum PGKS/PGI Wil. Jateng/Ketua FKUB)
Sepengetahuan saya ada 185 gereja yang tergabung dalam PGKS, sedangkan di PGI terdapat 18 denominasi. Untuk
gereja Jagi belum tahu masuk kemana. Kita harus mempelajari terlebih dahulu gereja Jagi tersebut secara detailnya mulai dari ajarannya, liturgi, sistem standar gereja yang terdiri dari dogma, hukumnya, keumatan dan kehadirannya ditengah masyarakat itu apa. Dalam hal keimanan, bila Jagi tidak mengakui Trinitas maka
mereka bukan Kristen, bila mereka tidak mengakui Trinitas, maka mereka tidak akan diterima untuk bergabung di PGKS. Gereja
Reslawati
194
Petrus 56 tahun (Jemaat JAGI)
Petrus yang berasal dari Gereja Masehi sudah 5 tahun
bergabung dengan gereja Jagi, alasan bergabung karena menemukan ketenangan dalam beribadah dan berkeyakinan keimanan di Gereja Jagi,serta mendapat pencerahan sesuai dengan pencariannya selama ini bahwa Tuhan itu tunggal, tidak Trinitas.
Respon Eksternal (non Kristen)
Direktur Utama Ponpes SokoTunggal (Lenguage Center)
Nara Sumber: KH. Dr. Nuril Arifin Husein, MBA
Bagi saya pendeta Tjahyadi Nugroho termasuk seorang yang jeli dalam ajaran ke Kristenan, apa yang beliau lakukan merupakan pembaharuan penafsiran dalam keberagamaan yang dia yakini. Saya cukup mengenal beliau, karena beberapa event kegiatan yang mempertemukan kami. Sepanjang apa yang
dilakukan pendeta Tjahyadi tidak melanggar kitab masing-masing silahkan saja. Bahkan bagi saya, sepanjang orang itu melahirkan kemusliman terlepas dia bergama Buddha, Hindu, Kristen mereka adalah muslim. Bagi saya tidak ada kekhawatiran sama sekali terhadap ajaran Jagi ini, sekalipun mereka membedah Al-Qur’an
setelah pengajaran Al-Kitab, itu sah-sah saja. Juga tidak ada ke khawatiran muslim akan pindah ke Kristen/Jagi sekalipun mereka mengajarkan tauhid, kecuali orang tersebut musyrik.
Musman Thalib (Ketua PW Muhammadiyah)
Saya belum pernah mendengar tentang Gereja Jagi.
Namun saya sudah mendengar ada ajaran Kristen yang tidak
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
195
mengakui Trinitas dan bertauhid, artinya ajarannya tersebut
mendekati ajaran Islam. Namun demikian, tidak perlu khawatir dengan Jagi atau Saksi Yehova, kita ambil hikmahnya saja bahwa Jagi mengakui Yesus Kristus atau dalam Islam Isa sebagai nabi. Ini berarti mereka telah memenuhi panggilan surat Ali Imran ayat 64.
Adnan (Ketua PW NU)
Munculnya gereja-gereja baru karena kekecewaan dengan kelompok agama arus utama, bisa juga karena kekuasaan. Namun bagi umat Islam jangan pernah berfikiran negatif dengan adanya pendirian gereja bahwa mereka akan ekspansi. Oleh karena itu pihak gereja harus memberikan penjelasan kepada masyarakat
sekitarnya tentang keberadaan gereja tersebut ditengah-tengah masyarakat non Kristen, guna menghindari gesekan. Begitu juga munculnya Jagi, hal itu wajar saja terjadi, karena adanya penafsiran pemikiran dalam berkeyakinan. Kalaupun ada muslim atau Kristen lainnya yang masuk Jagi karena termakan logika, hal
itu dikarenakan pemahaman keagamaan mereka sebatas itu. Oleh karena itu sosialisasi oleh tokoh agama sangat penting mengenai pesan ketauhidan menurut ajaran masing-masing dan sosialisasi kemanusiaan. Dan ini menjadi tugas kita bersama, bukan hanya tugas Kementerian Agama.
Petrus 56 tahun (Jemaat JAGI)
Petrus yang berasal dari Gereja Masehi sudah 5 tahun
bergabung dengan gereja Jagi, alasan bergabung karena menemukan ketenangan dalam beribadah dan berkeyakinan keimanan di Gereja Jagi,serta mendapat pencerahan sesuai dengan pencariannya selama ini bahwa Tuhan itu tunggal, tidak Trinitas.
Respon Eksternal (non Kristen)
Direktur Utama Ponpes SokoTunggal (Lenguage Center)
Nara Sumber: KH. Dr. Nuril Arifin Husein, MBA
Bagi saya pendeta Tjahyadi Nugroho termasuk seorang yang jeli dalam ajaran ke Kristenan, apa yang beliau lakukan merupakan pembaharuan penafsiran dalam keberagamaan yang dia yakini. Saya cukup mengenal beliau, karena beberapa event kegiatan yang mempertemukan kami. Sepanjang apa yang
dilakukan pendeta Tjahyadi tidak melanggar kitab masing-masing silahkan saja. Bahkan bagi saya, sepanjang orang itu melahirkan kemusliman terlepas dia bergama Buddha, Hindu, Kristen mereka adalah muslim. Bagi saya tidak ada kekhawatiran sama sekali terhadap ajaran Jagi ini, sekalipun mereka membedah Al-Qur’an
setelah pengajaran Al-Kitab, itu sah-sah saja. Juga tidak ada ke khawatiran muslim akan pindah ke Kristen/Jagi sekalipun mereka mengajarkan tauhid, kecuali orang tersebut musyrik.
Musman Thalib (Ketua PW Muhammadiyah)
Saya belum pernah mendengar tentang Gereja Jagi.
Namun saya sudah mendengar ada ajaran Kristen yang tidak
Reslawati
196
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
197
IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
ari paparan diatas terkait denga adanya Gereja Jagi yang berbeda dalam menafsirkan isi Al-kitab
terutama keyakinan tentang Trinitas telah memunculkan kontroversi dikalangan intern gereja-gerja Kristen serta pengikutnya. Bagi kelompok agama mainstream sendiri ada yang menerima dan ada yang menolak. Bagi yang menerima dengan tegas menyatakan bahwa keyakinan merupakan hak
mendasar setiap individu, keyakinan seseorang tidak dapat dihalangi. Sedangkan bagi yang menolak berarti telah menganggap mereka telah keluar dari ajaran Kristiani dan mereka tidak tergolong pemeluk agama Kristen. Adapun keberadaannya sepanjang tidak merugikan umat lain tidak dipersoalkan, apalagi
Jagi tidak ekspansif untuk menarik jemaat gereja lain atau umat agama lain untuk bergabung dengan gereja mereka. Mayoritas pihak gereja di Semarang pun sepertinya tidak begitu perduli dengan adanya Gereja Jagi ini, hal ini terlihat dari hasil wawancara peneliti dengan para pimpinan gereja yang sebagian besar tidak
mengetahui adanya gereja Jagi ini, padahal gereja ini sangat
Reslawati
198
booming di Semarang. Kalau kelompok Kristen saja tidak
mempersoalkan apalagi bagi kelompok yang diluar Kristen. Terbukti tidak ada kekhawatiran dari pemuka agama Kristen maupun non Kristen akan adanya perpindahan agama diantara intern ataupun antarumat beragama. Namun hal ini perlu
diwaspadai, karena apabila dikemudian hari ada kelompok merasa di rugikan, maka ini dapat menimbulkan gesekan bagi umat bergama dan dapat mengganggu kerukunan intern maupun antar umat beragama.
Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang ...
199
V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Gereja Jagi mempunyai paham tidak mengakui Trinitas, mengaggap Yesus Kristus sebagai utusan/tuan/nabi bagi
umatnya dan Yahwe adalah Tuhan mereka. Mereka beribadat pada hari Sabat, sedangkan liturgi dan yang lainnya masih berada dalam koridor ajaran Kristen pada umumnya.
2. Respon gereja-gereja Kristen terhadap Jagi beragam, ada yang menolak dan ada yang membiarkan, sepanjang mereka tidak
mengganggu ketertiban intern maupun antar umat beragama. Sementara respon dari pemuka agama Islam menganggap hal itu merupakan hal yang biasa saja dan wajar tentang kehadiran Jagi. Tidak ada kekhawatiran terhadap Jagi, tugas
pemuka agama hanya menghimbau umatnya agar tidak mengikuti ajaran yang dianggap berbeda dari keyakinan yang mereka anut selama ini.
Rekomendasi
1. Perlu penguatan pengajaran oleh tokoh agama bagi jemaatnya masing-masing terkait dengan pengajaran ajaran
booming di Semarang. Kalau kelompok Kristen saja tidak
mempersoalkan apalagi bagi kelompok yang diluar Kristen. Terbukti tidak ada kekhawatiran dari pemuka agama Kristen maupun non Kristen akan adanya perpindahan agama diantara intern ataupun antarumat beragama. Namun hal ini perlu
diwaspadai, karena apabila dikemudian hari ada kelompok merasa di rugikan, maka ini dapat menimbulkan gesekan bagi umat bergama dan dapat mengganggu kerukunan intern maupun antar umat beragama.
Reslawati
200
agamanya, sehingga gereja tidak perlu merasa khawatir
dengan kehadiran gereja yang lain sekalipun berbeda doktrinal.
2. Pemerintah perlu memberikan rambu-rambu yang tegas kepada setiap gereja yang dapat menimbulkan keresahan
dalam masyarakat demi menjaga ketertiban umum.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
201
agamanya, sehingga gereja tidak perlu merasa khawatir
dengan kehadiran gereja yang lain sekalipun berbeda doktrinal.
2. Pemerintah perlu memberikan rambu-rambu yang tegas kepada setiap gereja yang dapat menimbulkan keresahan
dalam masyarakat demi menjaga ketertiban umum.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR)di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu:Studi tentang Ajaran dan Respon Masyarakatnya
Oleh :SuhanahAsnawati
Suhanah dan Asnawati
202
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
203
I
PENDAHULUAN
Latarbelakang Masalah
eberapa waktu lalu kehidupan keberagamaan umat Islam, terusik lagi karena dikejutkan dengan
munculnya aliran yang bernama Komunitas Millah Abraham (selanjutnya disingkat: KOMAR) yang muncul di wilayah kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Kemunculannya di Indramayu diberitakan melalui media massa, yang kemudian langsung mendapat tanggapan serius dari
berbagai kalangan seperti: Kapolres Kabupaten Indramayu, MUI, pemuka agama serta masyarakat setempat.
Penelitian ini terkait dengan respon masyarakat dan pemuka agama terhadap keberadaan paham keagamaan, aktifitas dan ajaran aliran KOMAR yang telah tersebar di beberapa desa di
kecamatan Haurgelis. Salah satu alasan mengapa penelitian tentang Komunitas Millah Abraham dilakukan adalah karena pertumbuhan dan perkembangan aliran tersebut, semakin hari mengalami peningkatan dan menurut informasi dari sebagian orang, bahwa aliran ini termasuk aliran sesat. Dikatakan sesat
Suhanah dan Asnawati
204
mengacu pada hasil Munas MUI tahun 2005 yang menentukan 10
kriteria aliran yang termasuk sesat.
Selain itu kondisi sosial masyarakat yang ada sangat mendukung keberadaan mereka untuk melakukan berbagai kegiatan. Karena bukan tidak mungkin ada sebab-sebab atau
maksud-maksud tersembunyi dibalik eksistensi suatu paham atau aliran. Entah itu karena motivasi duniawi yang ingin mengejar kekayaan harta benda, faktor ambisi kekuasaan, ingin dihormati sebagai pemimpin atau orang yang patut ditokohi (ingin sensasi dan terkenal), hendak memecah belah umat, atau memang karena
kebodohan si pemimpin itu sendiri. Dengan demikian kita dapat bersikap dewasa dalam menghadapi paham dan aliran yang dianggap sesat tersebut serta tidak mudah tertipu untuk larut tersesat di dalamnya. (Muhammad Ali Nurhidayat, Agustus 2007). Mengingat kehadiran aliran Komunitas Millah Abraham ini
merupakan fenomena sosial keagamaan, maka Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, khususnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang penting dan perlu melakukan penelitian terhadap pelbagai paham atau kelompok keagamaan yang diduga mengandung potensi konflik dan bisa menjadi sumber petaka di
kalangan umat beragama.
Rumusan Masalah
Yang menjadi masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimana respon pemuka agama dan masyarakat terhadap aktifitas paham keagamaan Komunitas Millah Abraham
dilokasi penelitian?
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
205
2) Siapa penyebar paham keagamaan tersebut dan latar
belakang riwayat hidupnya?
3) Seperti apa paham dan pokok-pokok ajaran yang di kembangkannya?
4) Bagaimana perkembangannya dan pengaruh ajaran tersebut
dalam masyarakat?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara relatif komprehensif keragaman respon pemuka agama dan masyarakat terhadap aktifitas dan paham keagamaan KOMAR dilokasi penelitian. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
rekomendasi kepada pimpinan Kementerian Agama RI dan instansi terkait dalam menangani paham/aliran keagamaan yang diteliti. Dan juga berguna kepada pihak-pihak lain yang terkait dalam rangka meningkatkan kerukunan intern umat Islam dalam membangun ukhuwah Islamiyah.
Konsep Operasional
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep-konsep penting untuk menghindari terjadinya miss interpretation, maka perlu dijelaskan batasan operasional konsep-konsep tersebut.
1. Respon; reaksi yang dinyatakan dalam bentuk ucapan, sikap (kejiwaan) dan tindakan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun pejabat pemerintah, akibat muncul dari stimulus yang datang dalam bentuk informasi, ucapan atau tindakan yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
mengacu pada hasil Munas MUI tahun 2005 yang menentukan 10
kriteria aliran yang termasuk sesat.
Selain itu kondisi sosial masyarakat yang ada sangat mendukung keberadaan mereka untuk melakukan berbagai kegiatan. Karena bukan tidak mungkin ada sebab-sebab atau
maksud-maksud tersembunyi dibalik eksistensi suatu paham atau aliran. Entah itu karena motivasi duniawi yang ingin mengejar kekayaan harta benda, faktor ambisi kekuasaan, ingin dihormati sebagai pemimpin atau orang yang patut ditokohi (ingin sensasi dan terkenal), hendak memecah belah umat, atau memang karena
kebodohan si pemimpin itu sendiri. Dengan demikian kita dapat bersikap dewasa dalam menghadapi paham dan aliran yang dianggap sesat tersebut serta tidak mudah tertipu untuk larut tersesat di dalamnya. (Muhammad Ali Nurhidayat, Agustus 2007). Mengingat kehadiran aliran Komunitas Millah Abraham ini
merupakan fenomena sosial keagamaan, maka Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, khususnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang penting dan perlu melakukan penelitian terhadap pelbagai paham atau kelompok keagamaan yang diduga mengandung potensi konflik dan bisa menjadi sumber petaka di
kalangan umat beragama.
Rumusan Masalah
Yang menjadi masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimana respon pemuka agama dan masyarakat terhadap aktifitas paham keagamaan Komunitas Millah Abraham
dilokasi penelitian?
Suhanah dan Asnawati
206
2. Masyarakat; sekelompok orang yang mendiami satu wilayah
tertentu yang secara sukarela mengikatkan diri untuk membentuk satu kesatuan yang diatur oleh kesamaan norma dan nilai-nilai tertentu. Dalam penelitian ini diutamakan respon pemuka agama dan masyarakat setempat yang
mendiami satu wilayah yang sama yang didiami oleh komunitas paham aliran keagamaan sasaran penelitian.
3. Kelompok keagamaan dalam penelitian ini adalah Komunitas Millah Abraham di kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan kelompok
keagamaan, gerakan keagamaan atau apapun namanya, adalah suatu kumpulan dari beberapa orang yang memilikin ciri atau karakteristik tertentu yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya. Kelompok ini dalam praktiknya tidak mungkin muncul secara tiba-tiba, tetapi ada sejumlah
masalah yang melatarbelakanginya baik dari segi ketidakpuasan terhadap perkembangan politik mengapa sebuah aliran seperti Komunitas Millah Abraham muncul dan menampakkan eksistensinya dihadapan publik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa kelompok memiliki
arti, yaitu suatu kumpulan dari beberapa orang atau banyak orang yang memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi khusus yang membedakan dengan banyak orang lainnya.80 Oleh karena itu kelompok keagamaan dalam penelitian ini berarti suatu kumpulan dari beberapa orang atau banyak orang yang
memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi keagamaan tertentu yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya.
Nama aliran Komunitas Millah Abraham muncul kepermukaan setelah disebarluaskan oleh sdr. Kurzin Sanusi di
80 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Balai
Pustaka, Jakarta, 2005, hal.298
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
207
sekitar Kabupaten Indramayu yang diawali gerakannya pada bulan
September tahun 2010 tepatnya di kecamatan Haurgelis dan sekitarnya. Prinsip ajarannya yang dianggap menyimpang dari aqidah ajaran Islam karena mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan menganggap Ahmad Mushaddeq
sebagai nabi dengan menyebut dirinya Al-Masih Al-Mau’ud dengan kitabnya “Ruhul Kudus”. 81
yang dimaksud dengan kasus-kasus kehidupan keagamaan adalah: peristiwa yang menyangkut sebuah paham dan gerakan keagamaan yang dianut oleh sekelompok orang yang
muncul kepermukaan, dimana munculnya kasus tersebut menjadi isu nasional maupun internasional, karena kemunculannya akan masih terus berkembang. Oleh karena itu penelitian ini fokus pada pembahasan tentang Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer pada Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di
kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu (Studi terhadap Ajaran dan Respon Masyarakat).
Metode Penelitian
Bentuk Studi
Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendiskripsi-kan seluruh data
secara menyeluruh dan mendalam serta menganalisisnya secara terstruktur dan sistematis. Sebagaimana paradigma penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrument utama. Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis dalam arti berusaha
memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai
81 Mengutip berita Radar, tanggal 24 Pebruari 2011.
2. Masyarakat; sekelompok orang yang mendiami satu wilayah
tertentu yang secara sukarela mengikatkan diri untuk membentuk satu kesatuan yang diatur oleh kesamaan norma dan nilai-nilai tertentu. Dalam penelitian ini diutamakan respon pemuka agama dan masyarakat setempat yang
mendiami satu wilayah yang sama yang didiami oleh komunitas paham aliran keagamaan sasaran penelitian.
3. Kelompok keagamaan dalam penelitian ini adalah Komunitas Millah Abraham di kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan kelompok
keagamaan, gerakan keagamaan atau apapun namanya, adalah suatu kumpulan dari beberapa orang yang memilikin ciri atau karakteristik tertentu yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya. Kelompok ini dalam praktiknya tidak mungkin muncul secara tiba-tiba, tetapi ada sejumlah
masalah yang melatarbelakanginya baik dari segi ketidakpuasan terhadap perkembangan politik mengapa sebuah aliran seperti Komunitas Millah Abraham muncul dan menampakkan eksistensinya dihadapan publik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa kelompok memiliki
arti, yaitu suatu kumpulan dari beberapa orang atau banyak orang yang memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi khusus yang membedakan dengan banyak orang lainnya.80 Oleh karena itu kelompok keagamaan dalam penelitian ini berarti suatu kumpulan dari beberapa orang atau banyak orang yang
memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi keagamaan tertentu yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya.
Nama aliran Komunitas Millah Abraham muncul kepermukaan setelah disebarluaskan oleh sdr. Kurzin Sanusi di
80 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Balai
Pustaka, Jakarta, 2005, hal.298
Suhanah dan Asnawati
208
berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh
para pelaku.82
Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka, dan wawancara mendalam kepada korban pengikut aliran KOMAR. Penelitian ini didasarkan pada wawancara kepada mantan
pengikut KOMAR di kecamatan Haurgeulis, Kepala KUA, Penyuluh Agama Islam, MUI, Mantri Polisi (MP) kecamatan dan kajian terhadap dokumen-dokumen ajaran mereka.
Data Yang Dihimpun
Data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah:
a. Kondisi geografis dan demografis, yang meliputi kondisi wilayah, jumlah penduduk, kehidupan keagamaan dan keadaan ekomomi, sosial dan budaya;
b. Masuknya Komunitas Millah Abraham di Kabupaten Indramayu, yang terkait dengan asal-usul ajaran dan
kronologis awal munculnya di Kecamatan Haurgelis dan perkembangannya;
c. Pokok-pokok ajaran Komunitas Millah Abraham yang dikembangkan yang dianggap berbeda dengan kelompok lainnya serta dalam merekrut anggota;
d. Respon pemuka agama dan masyarakat terhadap KOMAR di Kecamatan Haurgelis;
82 Robert Bogdan & Steven Taylor, 1992, Introduction to Qualitative Reserach
Methode: A Phenomenological Approach to the Social Science, Alih Bahasa Arief Furchan, Surabaya, Usaha Nasional.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
209
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif83, yaitu
dengan menganalisis data dokumentasi dan hasil wawancara dan respon pemuka agama dan masyarakat terhadap korban pengikut aliran dan gerakan paham keagamaan Komunitas Millah Abraham (KOMAR) terkait dengan dogma yang diajarkan dan aktifitas keilmuannya serta dalam merekrut untuk menjadi anggota.
83 Prastya Irawan, opcit, hal 75.
berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh
para pelaku.82
Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka, dan wawancara mendalam kepada korban pengikut aliran KOMAR. Penelitian ini didasarkan pada wawancara kepada mantan
pengikut KOMAR di kecamatan Haurgeulis, Kepala KUA, Penyuluh Agama Islam, MUI, Mantri Polisi (MP) kecamatan dan kajian terhadap dokumen-dokumen ajaran mereka.
Data Yang Dihimpun
Data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah:
a. Kondisi geografis dan demografis, yang meliputi kondisi wilayah, jumlah penduduk, kehidupan keagamaan dan keadaan ekomomi, sosial dan budaya;
b. Masuknya Komunitas Millah Abraham di Kabupaten Indramayu, yang terkait dengan asal-usul ajaran dan
kronologis awal munculnya di Kecamatan Haurgelis dan perkembangannya;
c. Pokok-pokok ajaran Komunitas Millah Abraham yang dikembangkan yang dianggap berbeda dengan kelompok lainnya serta dalam merekrut anggota;
d. Respon pemuka agama dan masyarakat terhadap KOMAR di Kecamatan Haurgelis;
82 Robert Bogdan & Steven Taylor, 1992, Introduction to Qualitative Reserach
Methode: A Phenomenological Approach to the Social Science, Alih Bahasa Arief Furchan, Surabaya, Usaha Nasional.
Suhanah dan Asnawati
210
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
211
II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kondisi Geografi dan Demografi
uas Kabupaten Indramayu mencapai 204.011 Ha yang terbagi menjadi 31 kecamatan, 305 desa dan 8 kelurahan
dengan jumlah penduduk 1.640.745 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 809.739 dan perempuan 831.006 jiwa. (Sumber: BPJ(2005) dalam Bapeda Provinsi Jawa Baat 2007). Pada tahun 2008 kabupaten Indramayu telah melakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya 3 desa baru yaitu desa Tambak,
Wanantara dan desa Karanglaung.
Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya
Fasilitas perekonomian Kabupaten Indramayu yang merupakan kabupaten pesisir mempunyai tingkat ketersediaan fasilitas perekonomian paling tinggi kedua setelah Kota Cirebon. Artinya wilayah Kabupaten Indramayu secara ekonomis dilihat
dengan letak geografisnya berada di jalur utama Pantura yang selalu dilalui kendaraan pribadi mapun bus umum yang senantiasa dinanti oleh para pedagang untuk transaksi. Dan Kabupaten
Suhanah dan Asnawati
212
Indramayu merupakan wilayah dengan tingkat ketersediaan
fasilitas pendidikan terendah ketiga setelah Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon.
Kondisi Kehidupan Keagamaan
Masyarakat sering mendengar munculnya kepermukaan aliran yang tidak jelas kebenarannya, seperti aliran Al-Qiyadah al-
Islamiyah dibawah pimpinan Ahmad Musaddeq dan kini muncul aliran baru yang diperkirakan menggantikan posisi Ahmad Musaddeq dengan nama Komunitas Millah Abraham di wilayah Kabupaten Indramayu kecamatan Haurgelis.
Aliran Komunitas Millah Abraham dipandang sesat dan
menyesatkan karena ajarannya tersebut menggabungkan tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Artinya mereka mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajara Kristen, dimana mereka mengutip ayat-ayat Al-Qur’an, juga mengutip dan mendasarkan ajarannya pada al-Kitab. Prinsip ajaran yang
dianggap menyimpang dari aqidah ajaran Islam adalah mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan menganggap Ahmad Mushadeq sebagai nabi dengan menyebut dirinya Al-Masih Al-Mau’ud dan Kitabnya “Ruhul Kudus” (mengutip Radar, 24 Pebruari 20011).
Ajarannya menyimpang dari ajaran Islam, sehingga yang dipandang sesat dan dapat menyesatkan umat Islam dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk membongkar keberadaan kelompok ini sangat sulit, karena terorganisir dengan rapi dan tersembunyi artinya sangat dirahasiakan bentuk
pengamalan dan aktivitasnya.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
213
III
HASIL TEMUAN LAPANGAN
Komunitas Millah Abraham (KOMAR)
eberapa waktu yang lalu kabupaten Indramayu terusik lagi dengan munculnya aliran baru dengan nama Komunitas Millah Abraham di Kecamatan
Haurgelis. Nama aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR) muncul kepermukaan setelah di sebarluaskan oleh Sdr Kurzin
Sanusi dengan ajaran-ajarannya, yang telah melakukan kegiatan menyebarkan paham sesat, tepatnya sejak bulan September tahun 2010. Kurzin Sanusi penduduk Cakung-Jakarta Timur, asal Jawa Timur diduga sebagai salah satu pemimpin ajaran KOMAR dengan melakukan kegiatan menyebarkan dan mengajak orang-orang di
Haurgelis. Namun kemunculan KOMAR di Indramayu belum menimbulkan keresahan masyarakat, karena pengikutnya baru beberapa orang saja, sekitar 6 orang di Kecamatan Haurgelis, sebagian dari mereka bukan penduduk asli Indramayu dan telah kembali ke daerah masing-masing, pindah tempat tinggal karena
mereka hanya merupakan penduduk musiman.
Indramayu merupakan wilayah dengan tingkat ketersediaan
fasilitas pendidikan terendah ketiga setelah Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon.
Kondisi Kehidupan Keagamaan
Masyarakat sering mendengar munculnya kepermukaan aliran yang tidak jelas kebenarannya, seperti aliran Al-Qiyadah al-
Islamiyah dibawah pimpinan Ahmad Musaddeq dan kini muncul aliran baru yang diperkirakan menggantikan posisi Ahmad Musaddeq dengan nama Komunitas Millah Abraham di wilayah Kabupaten Indramayu kecamatan Haurgelis.
Aliran Komunitas Millah Abraham dipandang sesat dan
menyesatkan karena ajarannya tersebut menggabungkan tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Artinya mereka mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajara Kristen, dimana mereka mengutip ayat-ayat Al-Qur’an, juga mengutip dan mendasarkan ajarannya pada al-Kitab. Prinsip ajaran yang
dianggap menyimpang dari aqidah ajaran Islam adalah mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan menganggap Ahmad Mushadeq sebagai nabi dengan menyebut dirinya Al-Masih Al-Mau’ud dan Kitabnya “Ruhul Kudus” (mengutip Radar, 24 Pebruari 20011).
Ajarannya menyimpang dari ajaran Islam, sehingga yang dipandang sesat dan dapat menyesatkan umat Islam dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk membongkar keberadaan kelompok ini sangat sulit, karena terorganisir dengan rapi dan tersembunyi artinya sangat dirahasiakan bentuk
pengamalan dan aktivitasnya.
Suhanah dan Asnawati
214
Camat Haurgelis menyatakan, resiko masuknya ajaran-
ajaran baru menjadi dinamika masyarakat di kecamatan Haurgelis. Karena dari latar belakang historis, kecamatan Haurgelis merupakan salah satu pusat interaksi berbagai budaya karena cukup banyak kaum pendatang yang singgah dan akhirnya
menetap membentuk komunitas di wilayah tersebut. Namun begitu ada ajaran atau pengaruh baru, daya cegah masyarakat juga sudah cukup baik. Sehingga aliran seperti ini tidak berkembang dan hanya dalam waktu singkat bisa terdeteksi dan dihentikan” kata Prawoto. (Sumber:
http://sanis.blogdetik.com/20112/02/24).
Aliran yang disebut KOMAR ini, menurut tokoh agama setempat ada kesamaannya dengan ajaran yang pernah disebarkan oleh Ahmad Mushaddeq, yang mengaku dirinya seorang nabi baru, sebagai nabi akhir pengganti atau penerus
Nabi Muhammad SAW, serta menyamakan tiga agama yaitu Islam, Kristen dan Yahudi karena semuanya berasal dari agama yang dibawa oleh nabi Ibrahim. Alasan pemuka agama dan tokoh masyarakat setempat mengatakan bahwa Komunitas Millah Abraham hanya mengganti baju dari istilah yang lama yaitu dari
Al-Qiyadah Al-Islamiyah sebagai Musadeq Jilid I dan untuk aliran yang baru dengan nama KOMAR dengan sebutan Musadeq Jilid II.
Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ini dipandang sesat dan dapat menyesatkan umat Islam dari kebenaran ajaran agama Islam. Ajaran mereka selain mengakui adanya nabi baru yaitu
Ahmad Mushaddeq, pimpinan Al-Qiyadah Al-Islamiyah, juga mengubah bacaan syahadat dan tidak mewajibkan salat bagi pengikutnya. KOMAR berpegang pada kitab Ruhul Qudus, dimana para pengikutnya juga diperbolehkan untuk tidak menjalankan salat lima waktu dan puasa Ramadhan. (mengutip: Republika.co.id
12 pebruari 2011). Pendapat ini dikuatkan pula oleh Ketua Komisi
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
215
D MUI Indramayu KH. Machfudz Sjamsulhadi (juga sebagai
anggota Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem), mengatakan bahwa KOMAR adalah bentuk lain dari aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. (mengutip: Antar Daerah, 23 Pebruari 2011).
Penganut aliran KOMAR di Kecamatan Haurgelis, sebagian
besar merupakan kaum pendatang dan ajaran ini mulai menyebar sekitar tiga (3) bulan lalu. Mereka berinteraksi secara tertutup dan melakukan ibadah secara sembunyi-sembunyi di rumah pribadi dan terkadang berpindah tempat untuk beribadah dan kegiatan pengajian bersama dengan anggota lainnya di rumah anggota.
Munculnya aliran KOMAR di kecamatan Haurgelis berawal dari informasi berupa keluhan seorang wanita bernama Wiwik yang berdomisili di desa Sukajati kecamatan Haurgelis kepada Kosim, jabatan penghulu KUA Haurgelis. Ibu Wiwik mengeluhkan tentang status pernikahan antara dia dengan suaminya yang
bernama Agus Sunarto.S.Pd (Sarjana lulusan Universitas Muhammadiyah jurusan bahasa Inggris). Status pernikahannya ini dilaporkan terkait dengan sikap perilaku suaminya yang tampak ada kejanggalan dalam melaksanakan ibadah salatnya, sejak mengikuti aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR) yang sangat
bertentangan dengan syariat Islam.
Perihal keluhan ibu Wiwik, oleh pak Kosim diceritakan kembali permasalahannya kepada penyuluh agama Islam bernama Ali, dengan tujuan untuk mencari tahu bagaimana dan apa sebenarnya kegiatan keagamaan yang sedang diikuti oleh
suami ibu Wiwik. Dari sinilah mulai terendus adanya penyebaran paham, aliran yang mengatasnamakan KOMAR. Keresahan yang dirasakan oleh ibu Wiwik, karena dikatakan oleh Kurzin Sanusi pimpinan KOMAR, bahwa kalau tidak mau ikut pengajian KOMAR, maka termasuk golongan yang musyrik.
Camat Haurgelis menyatakan, resiko masuknya ajaran-
ajaran baru menjadi dinamika masyarakat di kecamatan Haurgelis. Karena dari latar belakang historis, kecamatan Haurgelis merupakan salah satu pusat interaksi berbagai budaya karena cukup banyak kaum pendatang yang singgah dan akhirnya
menetap membentuk komunitas di wilayah tersebut. Namun begitu ada ajaran atau pengaruh baru, daya cegah masyarakat juga sudah cukup baik. Sehingga aliran seperti ini tidak berkembang dan hanya dalam waktu singkat bisa terdeteksi dan dihentikan” kata Prawoto. (Sumber:
http://sanis.blogdetik.com/20112/02/24).
Aliran yang disebut KOMAR ini, menurut tokoh agama setempat ada kesamaannya dengan ajaran yang pernah disebarkan oleh Ahmad Mushaddeq, yang mengaku dirinya seorang nabi baru, sebagai nabi akhir pengganti atau penerus
Nabi Muhammad SAW, serta menyamakan tiga agama yaitu Islam, Kristen dan Yahudi karena semuanya berasal dari agama yang dibawa oleh nabi Ibrahim. Alasan pemuka agama dan tokoh masyarakat setempat mengatakan bahwa Komunitas Millah Abraham hanya mengganti baju dari istilah yang lama yaitu dari
Al-Qiyadah Al-Islamiyah sebagai Musadeq Jilid I dan untuk aliran yang baru dengan nama KOMAR dengan sebutan Musadeq Jilid II.
Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ini dipandang sesat dan dapat menyesatkan umat Islam dari kebenaran ajaran agama Islam. Ajaran mereka selain mengakui adanya nabi baru yaitu
Ahmad Mushaddeq, pimpinan Al-Qiyadah Al-Islamiyah, juga mengubah bacaan syahadat dan tidak mewajibkan salat bagi pengikutnya. KOMAR berpegang pada kitab Ruhul Qudus, dimana para pengikutnya juga diperbolehkan untuk tidak menjalankan salat lima waktu dan puasa Ramadhan. (mengutip: Republika.co.id
12 pebruari 2011). Pendapat ini dikuatkan pula oleh Ketua Komisi
Suhanah dan Asnawati
216
Menurut Mantri Kepolisian (MP) Kecamatan Haurgelis: istri
pak Agus yang mengeluh pada pak Kosim (penghulu KUA Kecamatan Haurgelis dan diteruskan kepada penyuluh agama Islam Haurgelis) karena melihat adanya perubahan dari sikap suaminya, yang tidak seperti biasanya yang melakukan salat lima
waktu dan salat jum’at, namun sejak mengikuti pengajian yang dipimpin Kurzin Sanusi, maka semua itu tidak dilakukannya lagi.
Agus Sunarto, S.Pd. salah seorang korban aliran KOMAR, sebelumnya bekerja di Al-Zaitun sebagai guru SMP mengajar bahasa Inggris selama 5 tahun dengan memperoleh gaji setiap
bulannya hanya Rp. 450.000,- sebagai guru honorer. Dari penghasilan tersebut dirasakannya masih kurang, karena harus mengeluarkan infaq setiap bulan Rp.300.000, sehingga sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, yang hanya membawa sisa gaji Rp.150.000.- Selama bekerja di Al-
Zaitun, pulang hanya satu minggu sekali. Karena tidak ada perkembangan di Al-Zaitun, akhirnya memutuskan untuk keluar di tahun 2004 dan mencari pekerjaan lain. Beruntung saat mengikuti test penerimaan PNS berhasil lulus dan kini mengajar di SMPN 2
Haurgelis.
Berdasarkan hasil wawancara dan konfirmasi kepada korban yang salah satunya bernama Agus Sunarto, S.Pd. dapat
diuraikan sebagai berikut: setelah Agus Sunarto keluar dari Al-Zaitun, oleh Sdr. Kurzin Sanusi yang juga mantan karyawan az-Zaitun sebagai guru SMP, yang mengajar bahasa Arab, mengatakan kepada Agus bahwa ada aliran lagi. Karena sebagai teman lama, tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kata-kata
ada aliran lagi. Sebagai sesama mantan karyawan Al-Zaitun, terbersit oleh Agus daripada sudah tidak ada kegiatan keagamaan, mengikuti saja apa yang dikatakan Kurzin. Menurut Agus, bahwa Kurzin itu bukan pimpinan KOMAR, tapi sebagai guru ngaji , yang
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
217
mengajaknya untuk mengaji bersama. Kalau ditanyakan siapa
pemimpin KOMAR, jawabnya saya tidak tahu siapa pimpinannya. (Diolah dari hasil wawancara dengan Agus Sunarto di rumahnya desa Sukajati, tanggal 14 Juli 2011.)
Dengan ketidak tahuannya itulah, akhirnya Agus Sunarto,
tanpa berfikir panjang karena mudah terpengaruh, pada akhirnya mulai tertarik untuk mengikuti pengajian kelompok Komunitas Millah Abraham (KOMAR), terlebih lagi tidak mengetahui kalau aliran ini merupakan aliran yang dilarang. Pengajiannya membahas tafsir al-Qur’an terjemahan dari Departemen Agama RI,
dan itupun hanya disuruh membaca saja yang dilaksanakan berdua (Agus dan Kurzin) di rumah Agus dan waktunyapun tidak tentu. Karena istri tidak mau mengikuti kegiatan pengajian bersama suami, sehingga istri didiamkan saja oleh suami.
Disaat pertemuan pengajian ada istilah sumbangan
bulanan yang nominalnya tidak ditentukan, semampunya saja, misalnya Rp. 25.000-atau Rp. 50,000. (Kurzin yang mengumpulkan dan memegang uang bulanan). Umumnya pengikut KOMAR, masih tergolong muda usianya. Dan tempatnya pertemuan selalu berpindah-pindah, seperti di desa Mekarjati. Sementara itu teman
Agus yang lain di KOMAR, bernama Sugeng (berdomisili di Gantar). Peserta pengajian kira-kira ada 3 dan paling banyak 6 orang (laki dan perempuan).
Selama lima bulan mengikuti pengajian di KOMAR, pernah di baiat dengan menggunakan bahasa Indonesia. Ketika ditanya
apa isi perjanjian: jawabnya lupa. Karena baru menjadi anggota, sehingga belum mengetahui perbedaannya (karena tidak aktif). Dan menurut Agus tidak ada keterkaitannya KOMAR dengan Mushadeq (pendiri al-qiyadah al-islamiyah. Demikian pula halnya dengan teman di KOMAR antara satu dengan lain saling tidak
Menurut Mantri Kepolisian (MP) Kecamatan Haurgelis: istri
pak Agus yang mengeluh pada pak Kosim (penghulu KUA Kecamatan Haurgelis dan diteruskan kepada penyuluh agama Islam Haurgelis) karena melihat adanya perubahan dari sikap suaminya, yang tidak seperti biasanya yang melakukan salat lima
waktu dan salat jum’at, namun sejak mengikuti pengajian yang dipimpin Kurzin Sanusi, maka semua itu tidak dilakukannya lagi.
Agus Sunarto, S.Pd. salah seorang korban aliran KOMAR, sebelumnya bekerja di Al-Zaitun sebagai guru SMP mengajar bahasa Inggris selama 5 tahun dengan memperoleh gaji setiap
bulannya hanya Rp. 450.000,- sebagai guru honorer. Dari penghasilan tersebut dirasakannya masih kurang, karena harus mengeluarkan infaq setiap bulan Rp.300.000, sehingga sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, yang hanya membawa sisa gaji Rp.150.000.- Selama bekerja di Al-
Zaitun, pulang hanya satu minggu sekali. Karena tidak ada perkembangan di Al-Zaitun, akhirnya memutuskan untuk keluar di tahun 2004 dan mencari pekerjaan lain. Beruntung saat mengikuti test penerimaan PNS berhasil lulus dan kini mengajar di SMPN 2
Haurgelis.
Berdasarkan hasil wawancara dan konfirmasi kepada korban yang salah satunya bernama Agus Sunarto, S.Pd. dapat
diuraikan sebagai berikut: setelah Agus Sunarto keluar dari Al-Zaitun, oleh Sdr. Kurzin Sanusi yang juga mantan karyawan az-Zaitun sebagai guru SMP, yang mengajar bahasa Arab, mengatakan kepada Agus bahwa ada aliran lagi. Karena sebagai teman lama, tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kata-kata
ada aliran lagi. Sebagai sesama mantan karyawan Al-Zaitun, terbersit oleh Agus daripada sudah tidak ada kegiatan keagamaan, mengikuti saja apa yang dikatakan Kurzin. Menurut Agus, bahwa Kurzin itu bukan pimpinan KOMAR, tapi sebagai guru ngaji , yang
Suhanah dan Asnawati
218
kenal, dan bahkan masih tetap menjalankan salat lima waktu serta
salat jum’at.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber dan konfirmasi terhadap korban (Agus Sunarto. S.Pd) dalam pelaksanaan salat tidak ada perbedaan sebagaimana yang
dilakukan umumnya umat Islam. Namun pernyataan itu lagsung dibantah oleh istrinya yang mengatakan, sebenarnya dalam mengucapkan syahadat ada tambahan al-Masih al-Mau’ud. (suami diam saja hanya tersenyum mendengar komentar istrinya).
Adapun ajaran-ajaran yang di da’wahkan berdasarkan
pengamatan petugas yang mendapat perintah oleh pemuka agama setempat untuk menyusup ke dalam lingkungan komunitas KOMAR, tidak ada perbedaanya dengan aliran yang dibawa oleh Ahmad Mushaddeq. Penyusupan dilakukan oleh petugas DKM (bernama Gandi Sugandi), yang terlibat langsung
dalam mengikuti kegiatan yang dilakukan KOMAR dan bahkan sempat dilakukan pembaptisan terhadap dirinya. Tujuannya melakukan penyusupan atas perintah pihak-pihak tertentu dengan maksud untuk mengetahui ajaran yang menjadi doktrin di KOMAR secara langsung, supaya penyusup langsung dapat
mengikuti bentuk amalan-amalannya.
Menurut Sugandi petugas DKM bahwa bentuk ajaran yang bersifat dogma yang harus dilaksanakan oleh anggota KOMAR, antara lain:
1. Salat lima waktu tidak diperbolehkan,
2. Salat malam harus dikerjakan;
3. Bagi wanita meskipun sedang berhalangan (haid), tetap diperbolehkan untuk salat.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
219
4. Mengucapkan syahadat yang berbeda (tambahan al-masih al-
mau’ud)
5. Menyebutnya sebagai musyrik bagi yang tidak sepaham dengannya.
MUI Kabupaten Indramayu yang menjelaskan kepada peneliti bahwa: pada Komar itu tidak mewajibkan untuk salat fardhu yang lima waktu, yang mereka wajibkan hanya salat malam saja, karena salat fardu lima waktu dalam qur’an tidak ada, kalau salat malam ada, kata mereka. Dalil yang mereka gunakan yaitu waminallaili wasyahadati fayunabbiukum bima kuntum takmalun. Mereka tidak menggunakan hadist rasul, dan akhirnya mereka sadar untuk kembali pada Islam yang benar. (Diolah dari hasil wawancara dengan MUI Kabupaten Indramayu tanggal 17 Juli 2011).
Yang menjadi sasaran dalam perekrutan anggota KOMAR utamanya beberapa mantan karyawan MAZ (Ma’had Al-Zaitun), bahkan aliran ini telah tersebar ke beberapa desa di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu. Para anggota KOMAR menganut ajaran yang disebarkan oleh Ahmad Mushaddeq yang mengaku sebagai seorang nabi baru pengganti atau penerus Nabi Muhammad SAW. Artinya ajaran ini mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan menganggap Ahmad Mushaddeq yaitu pimpinan Al-Qiyadah Al-Islamiyah sebagai nabi (mengutip: Kontras 24 Pebruari 2011).
Menurut Agus saat mengaji dengan Kurzin yang baru lima bulan dijalaninya, belum memahami secara keseluruhan dan kejadiannyapun sudah lama, terhitung setelah pertobatan, sehingga belum mendalami ajarannya. Sementara yang baru didengarnya adalah dengan kata-kata musyrik bila tidak mengikuti aliran KOMAR, sementara itu di luar kelompok Al- Zaitun dikatakan
kenal, dan bahkan masih tetap menjalankan salat lima waktu serta
salat jum’at.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber dan konfirmasi terhadap korban (Agus Sunarto. S.Pd) dalam pelaksanaan salat tidak ada perbedaan sebagaimana yang
dilakukan umumnya umat Islam. Namun pernyataan itu lagsung dibantah oleh istrinya yang mengatakan, sebenarnya dalam mengucapkan syahadat ada tambahan al-Masih al-Mau’ud. (suami diam saja hanya tersenyum mendengar komentar istrinya).
Adapun ajaran-ajaran yang di da’wahkan berdasarkan
pengamatan petugas yang mendapat perintah oleh pemuka agama setempat untuk menyusup ke dalam lingkungan komunitas KOMAR, tidak ada perbedaanya dengan aliran yang dibawa oleh Ahmad Mushaddeq. Penyusupan dilakukan oleh petugas DKM (bernama Gandi Sugandi), yang terlibat langsung
dalam mengikuti kegiatan yang dilakukan KOMAR dan bahkan sempat dilakukan pembaptisan terhadap dirinya. Tujuannya melakukan penyusupan atas perintah pihak-pihak tertentu dengan maksud untuk mengetahui ajaran yang menjadi doktrin di KOMAR secara langsung, supaya penyusup langsung dapat
mengikuti bentuk amalan-amalannya.
Menurut Sugandi petugas DKM bahwa bentuk ajaran yang bersifat dogma yang harus dilaksanakan oleh anggota KOMAR, antara lain:
1. Salat lima waktu tidak diperbolehkan,
2. Salat malam harus dikerjakan;
3. Bagi wanita meskipun sedang berhalangan (haid), tetap diperbolehkan untuk salat.
Suhanah dan Asnawati
220
Kafir. Agus mengatakan bahwa selama mengenal Kurzin pernah main sekali ke rumahnya di Cakung Jakarta.
Setelah mengetahui kalau KOMAR itu merupakan aliran yang di larang, menurutnya sudah tidak mau lagi menjadi pengikut KOMAR yang ternyata merupakan aliran yang dilarang. Sebelum pertobatan pernah memiliki buku yang terkait dengan karya Mushadeq yang ternyata digunakan pula oleh Kurzin dalam kelompok KOMAR. Namun buku-buku tersebut telah dibakar habis, tanpa tersisa, sehingga tidak satupun tinggal dikepala saya (kemungkinan terkena hipnotis). Sama halnya ketika di Al-Zaitun, sudah lupa semuanya. Ketika itu tidak tahu kalau aliran itu terlarang. Karena sekarang sudah tahu ya sudah, tidak mau lagi, demikian pernyataan Agus Sunarto yang telah melakukan pertobatan dan telah pula mendapat bimbingan dari pihak Kementerian Agama dan MUI.
Ketika dilakukan pertobatan disaksikan dari pihak kepolisian, MUI, tokoh masyarakat dan pemuka agama yang bermula dari panggilan camat setempat yang diketahui oleh RT dimana Agus tinggal dan terhadap 4 orang anggota KOMAR. Dan setelah mereka menjalani ritual pensyahadatan, oleh pihak Kementerian Agama dilanjutkan dengan memberikan pembinaan, setiap malam jum’at khusus dari MUI tingkat kecamatan.
Respon Pemuka Agama dan Masyarakat
Pada awalnya ada masyarakat yang ingin mengambil tindakan sendiri, tapi setelah diberikan penjelasan, mereka tidak melakukan tindakan anarkis. Dan selama itupula kehidupan antar tetangga selalu berinteraksi dan membaur meskipun pernah menjalani pertobatan sebagai mantan pengikut KOMAR. Sementara respon pemuka agama mengajak kepada seluruh
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
221
masyarakat agar lebih waspada dengan aliran KOMAR yang berpotensi merusak kerukunan umat beragama. MUI kabupaten Indramayu mengungkapkan bahwa berdasarkan telaah yang dilakukan pihaknya, bahwa aliran KOMAR merupakan aliran sesat, karena tidak jauh berbeda dengan ajaran Ahmad Mushaddeq Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang telah dinyatakan sesat oleh MUI pusat.
Kafir. Agus mengatakan bahwa selama mengenal Kurzin pernah main sekali ke rumahnya di Cakung Jakarta.
Setelah mengetahui kalau KOMAR itu merupakan aliran yang di larang, menurutnya sudah tidak mau lagi menjadi pengikut KOMAR yang ternyata merupakan aliran yang dilarang. Sebelum pertobatan pernah memiliki buku yang terkait dengan karya Mushadeq yang ternyata digunakan pula oleh Kurzin dalam kelompok KOMAR. Namun buku-buku tersebut telah dibakar habis, tanpa tersisa, sehingga tidak satupun tinggal dikepala saya (kemungkinan terkena hipnotis). Sama halnya ketika di Al-Zaitun, sudah lupa semuanya. Ketika itu tidak tahu kalau aliran itu terlarang. Karena sekarang sudah tahu ya sudah, tidak mau lagi, demikian pernyataan Agus Sunarto yang telah melakukan pertobatan dan telah pula mendapat bimbingan dari pihak Kementerian Agama dan MUI.
Ketika dilakukan pertobatan disaksikan dari pihak kepolisian, MUI, tokoh masyarakat dan pemuka agama yang bermula dari panggilan camat setempat yang diketahui oleh RT dimana Agus tinggal dan terhadap 4 orang anggota KOMAR. Dan setelah mereka menjalani ritual pensyahadatan, oleh pihak Kementerian Agama dilanjutkan dengan memberikan pembinaan, setiap malam jum’at khusus dari MUI tingkat kecamatan.
Respon Pemuka Agama dan Masyarakat
Pada awalnya ada masyarakat yang ingin mengambil tindakan sendiri, tapi setelah diberikan penjelasan, mereka tidak melakukan tindakan anarkis. Dan selama itupula kehidupan antar tetangga selalu berinteraksi dan membaur meskipun pernah menjalani pertobatan sebagai mantan pengikut KOMAR. Sementara respon pemuka agama mengajak kepada seluruh
Suhanah dan Asnawati
222
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
223
IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
alam ajarannya, para pengikut KOMAR berkeyakinan penuh bahwa ajaran Muhammad SAW menyambung kepada ajaran Yesus. Sedangkan ajaran Yesus
menyambung kepada Musa, karena mereka adalah anak-anak Abraham. Komunitas Millah Abraham yang menggabungkan ajaran Islam, Kristen dan Yahudi, karena ketiganya berasal dari agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim (mengutip Radar 10 Juni 20.
Aliran KOMAR tampil beda dihadapan publik dalam bentuk yang terkadang cukup unik dan bila perlu juga kontroversial dalam upaya menarik perhatian publik. Hal ini dilakukan semata-mata untuk membesarkan dirinya sebagai pendatang baru dalam percaturan gerakan keagamaan dan sosial
keagamaan. Kelompok aliran KOMAR terlihat sangat aktif, solidaritas antar anggotanya kuat, ketaatan pada pemimpin tidak ada tandingan dan dalam melaksanakan amalan keagamaanpun terlihat lebih ketat dan sebagainya.
Suhanah dan Asnawati
224
Nama aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR) muncul kepermukaan setelah disebarluaskan oleh sdr. Kurzin Sanusi di wilayah kabupaten Indramayu mulai bulan September 2010 tepatnya di Kecamatan Haurgeulis. Prinsip ajaran yang dianggap menyimpang dari aqidah ajaran Islam adalah mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan menganggap Ahmad Mushaddeq sebagai nabi dengan menyebut dirinya Al Masih Al Mau’ud dan kitabnya “Ruhul Kudus”. (mengutip Radar, 24 Pebruari 2011).
Ajaran-ajaran Millah Abraham yang di da’wahkan yang bersifat dogma antara lain: a) Tidak diperbolehkannya melaksanakan salat 5 waktu dan puasa di bulan ramadhan; b) Salat malam harus ditegakkan, wanita yang sedang haid harus tetap salat; c) Tidak boleh mengucapkan salam, diganti dengan Damai Sejahtera; d) Syahadat yang berbeda dan tidak boleh berdzikir; e) Menyebut kafir bagi yang tidak sepaham dan menggunakan nama baptis setelah mengikuti minimal satu tahun; f) Menutup rapat-rapat segala aktifitasnya, diperintahkan untuk sedekah/iuran; g) Program menghafal beberapa surat pada al-qur’an dan selalu menggunakan Puji Allah (PA).
Menurut narasumber daerah mengatakan ada keterkaitannya antara aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin oleh Musadeq dengan aliran yang menamakan kelompoknya sebagai Komunitas Millah Abraham (KOMAR). Tapi yang menjadi pengikut Mushadeq terdiri dari anak-anak muda yang frustrasi (seperti: anak jalanan/broken home yang tidak mementingkan apa maksud dan tujuan mengikuti kegiatan aliran/paham keagamaan (yang penting perut kenyang). Lain halnya dengan pengikut KOMAR, yang sasarannya lebih kepada orang dewasa/karyawan. Sebagian karyawan yang tercatat sebagai anggota KOMAR, berasal dari orang-orang yang pernah bekerja di MAZ.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
225
V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ditemukan indikasi kuat bahwa aliran KOMAR adalah bentuk lain, tidak jauh berbeda dengan ajaran Ahmad Mushaddeq, Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang telah dinyatakan sesat oleh MUI pusat.
2. Para pemuka agama mengharapkan agar masyarakat perlu
lebih berhati-hati terhadap pengaruh paham atau aliran KOMAR yang tidak mewajibkan salat 5 waktu kecuali salat malam. Karena aliran ini dianggap sesat dan menyesatkan.
3. Aliran KOMAR mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran Kristen. Mereka mengutip ayat Al-Qur’an juga
mengutip dan mendasarkan ajarannya pada Al-Kitab, karena mereka berpaham bahwa ajaran yang dibawa Musa, Yesus dan Muhammad adalah sama.
4. Aliran KOMAR di Indramayu belum menimbulkan keresahan dalam masyarakat, karena pengikutnya di kecamatan
Nama aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR) muncul kepermukaan setelah disebarluaskan oleh sdr. Kurzin Sanusi di wilayah kabupaten Indramayu mulai bulan September 2010 tepatnya di Kecamatan Haurgeulis. Prinsip ajaran yang dianggap menyimpang dari aqidah ajaran Islam adalah mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan menganggap Ahmad Mushaddeq sebagai nabi dengan menyebut dirinya Al Masih Al Mau’ud dan kitabnya “Ruhul Kudus”. (mengutip Radar, 24 Pebruari 2011).
Ajaran-ajaran Millah Abraham yang di da’wahkan yang bersifat dogma antara lain: a) Tidak diperbolehkannya melaksanakan salat 5 waktu dan puasa di bulan ramadhan; b) Salat malam harus ditegakkan, wanita yang sedang haid harus tetap salat; c) Tidak boleh mengucapkan salam, diganti dengan Damai Sejahtera; d) Syahadat yang berbeda dan tidak boleh berdzikir; e) Menyebut kafir bagi yang tidak sepaham dan menggunakan nama baptis setelah mengikuti minimal satu tahun; f) Menutup rapat-rapat segala aktifitasnya, diperintahkan untuk sedekah/iuran; g) Program menghafal beberapa surat pada al-qur’an dan selalu menggunakan Puji Allah (PA).
Menurut narasumber daerah mengatakan ada keterkaitannya antara aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin oleh Musadeq dengan aliran yang menamakan kelompoknya sebagai Komunitas Millah Abraham (KOMAR). Tapi yang menjadi pengikut Mushadeq terdiri dari anak-anak muda yang frustrasi (seperti: anak jalanan/broken home yang tidak mementingkan apa maksud dan tujuan mengikuti kegiatan aliran/paham keagamaan (yang penting perut kenyang). Lain halnya dengan pengikut KOMAR, yang sasarannya lebih kepada orang dewasa/karyawan. Sebagian karyawan yang tercatat sebagai anggota KOMAR, berasal dari orang-orang yang pernah bekerja di MAZ.
Suhanah dan Asnawati
226
Haurgelis hanya 6 orang dan itupun mereka bukan penduduk
asli Indramayu, tapi merupakan penduduk musiman.
5. Aliran KOMAR di Indramayu belum menjangkau masyarakat luas, karena cepaat diketahui keberadaannya setelah adanya pengaduan dari salah seorang istri pengikut aliran KOMAR di
kecamatan Haurgelis.
Rekomendasi
1. Agar masyarakat lebih berhati-hati terkait dengan paham atau aliran KOMAR sehingga tidak mudah terpengaruh.
2. Kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan larangan penyebaran terhadap paham baru tersebut, dan membina
mantan anggota aliran tersebut.
Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: ...
227
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Departemen pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2005
Waspada NII Zaitun Komar (KOMAR INDRAMAYU) sumber:http://sanis.boldetik.com.
Duh! Muncul Lagi Aliran Sesat di Indramayu.(Republika.co.id, Indramayu)
Mantan Pengikut Komar Ucapkan Syahadat, Pelita Indramayu (23 Pebruari 2011)
Robert Bogdan & Steven Taylor, 1992, Introduction to Qualitative
Reserch Methode: A Phenomenological Approach to the
Sosial Science, Alih Bahasa Arief Furchan,n Surabaya, Usaha
Nasional.
Haurgelis hanya 6 orang dan itupun mereka bukan penduduk
asli Indramayu, tapi merupakan penduduk musiman.
5. Aliran KOMAR di Indramayu belum menjangkau masyarakat luas, karena cepaat diketahui keberadaannya setelah adanya pengaduan dari salah seorang istri pengikut aliran KOMAR di
kecamatan Haurgelis.
Rekomendasi
1. Agar masyarakat lebih berhati-hati terkait dengan paham atau aliran KOMAR sehingga tidak mudah terpengaruh.
2. Kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan larangan penyebaran terhadap paham baru tersebut, dan membina
mantan anggota aliran tersebut.
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
Kementerian Agama RIBadan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan KeagamaanJakarta 2012
Editor :Nuhrison M. Nuh
Respon Masyarakat terhadap A
liran dan Paham
Keagamaan Kontem
porer di Indonesia
ISBN 978-602-8739-04-7
Respon Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia
Kementerian Agama RIBadan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan KeagamaanJakarta 2012
Editor :Nuhrison M. Nuh
Munculnya aliran dan gerakan keagamaan disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain karena adanya perbedaan dalam menafsirkan pokok-pokok ajaran agama, pengaruh lingkungan dimana aliran tersebut muncul, sedangkan faktor eksternal adalah cara mereka merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini.
Buku ini memuat lima buah hasil penelitian yaitu: Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha di Kalimantan Barat: Studi terhadap Ajaran dan Respon Masyarakat; Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah; Respon Masyarakat terhadap Tindak Anarkis di Pesantren YAPI Bangil Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur; Respon Masyarakat terhadap Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah; dan Komunitas Millah Abraham (KOMAR) di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu: Studi tentang Ajaran dan Respon Masyarakat.
Dilihat dari segi ajaran, nampaknya beberapa aliran dan gerakan keagamaan yang diteliti umumnya berbeda dengan ajaran yang dianut oleh kelompok arus utama (mainstream). Dalam Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha, terdapat ajaran tentang Buddha hidup, yang dianggap menyimpang dari ajaran Buddha yang sebenarnya. Gereja Jemaat Allah Global Indonesia tidak mengakui Trinitas, pada hal dalam agama Kristen hal itu merupakan ajaran yang pokok. Sedangkan MTA dan YAPI mengembangkan paham mereka secara agresif sehingga dianggap sebagai ancaman bagi penganut Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sedangkan kelompok Millah Abraham mengembangkan ajaran yang memadukan ajaran tiga agama (Abramic Religion).
Sikap umat beragama terhadap ajaran yang dikembangkan tersebut terpecah pada dua kelompok. Kelompok pertama ingin mengembalikan mereka yang dianggap menyimpang itu kembali pada ajaran agama yang dianggap benar, sedangkan kelompok lainnya mentolerir keberadaan mereka, dengan jalan membentengi jemaatnya agar tidak terpengaruh terhadap ajaran yang dianggap menyimpang tersebut.