respon masyarakat dan penghulu kua tentang...
TRANSCRIPT
RESPON MASYARAKAT DAN PENGHULU KUA TENTANG
BIAYA PERNIKAHAN PASCA REVISI PP 47 TAHUN 2004
(Studi Di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor)
Skripsi
Diajukan Ke Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Muhamad Bilal Saputra
NIM : 109044100037
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2015 M
i
RESPON MASYARAKAT DAN PENGHULU KUA TENTANG
BIAYA PERNIKAHAN PASCA REVISI PP 47 TAHUN 2004
(Studi Di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor)
Diajukan Ke Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Muhamad Bilal Saputra
NIM : 109044100037
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2015 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Muhamad Bilal Saputra. NIM 109044100037. RESPON MASYARAKAT
DAN PENGHULU KUA TENTANG BIAYA PERNIKAHAN PASCA REVISI PP
NO. 47 TAHUN 2004 (STUDI DI KECAMATAN RANCABUNGUR KABUPATEN
BOGOR). Program Studi Hukum Keluarga, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/
2015 M, 70 + 10 halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui respon Masyarakat dan Penghulu
KUA di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor mengenai biaya administrasi
pernikahan pasca revisi PP No. 47 Tahun 2004 menjadi PP No. 48 Tahun 2014.
Karena perubahan peraturan tersubut merupakan sebagai upaya preventif Kementrian
Agama untuk memberantas maraknya punggutan liar dan pemberian gratifikasi
terhadap penghulu. Perubahan pertaruran ini juga mengatur pendapatan resmi yang
diterima oleh penghulu dan Kepala KUA atas pencatatan akta nikah.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Desember 2014 sampai dengan 27
Januari 2015, dengan menggunakan metode penelitian analisis deskriptif,
menggunakan kuesioner sebanyak 100 responden yang tersebar secara acak di seluruh
lingkungan Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor. Dan sebagai data penunjang
Penulis juga mewawancarai seorang penghulu KUA Kecamatan Rancabungur sebagai
Narasumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari 90% dari masyarakat dan
Penghulu sebagai narasumber menyetujui terkait perubahan peraturan tersebut, Namun
masyarakat mensarankan agar perubahan tersebut diimbangi dengan pelayanan yang
baik, trasparansi penggunaan anggaran serta adanya tempat pengaduan jika ada hak-
hak masyarakat yang dilanggar.
Kata kunci : Perubahan Peraturan, Biaya Administrasi Nikah.
Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag
Daftar Pustaka : 1974 s.d 2014.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan segala upaya dan usaha, penulis bersyukur kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai pembawa risalah dan suri tauladan terbaik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan
dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan,
yang tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan skripsi
ini banyak membantu dan memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada
penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Dengan demikian secara khusus penulis sampaikan rasa terimakasih kepada
para pihak yang telah membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini, diantaranya kepada Bapak :
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kamarusdiana, S.Ag., MH. Selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan
Sri Hidayati, M.Ag. Selaku Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga
sekaligus sebagai Pembimbing Skripsi penulis. Yang telah banyak meluangkan
waktu untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam rangka
menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc., MA. dan Dra. Azizah, MA., Selaku penguji
skripsi ini, yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan yang
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini, semoga Allah SWT selalu
memudahkan segala urusannya.
4. Para Responden dan Narasumber, Kepala dan para Staf KUA Kecamatan
Rancabungur yang telah memberikan izin penulis dan membantu penulis
dalam mengadakan penelitian.
5. Teristimewa untuk ayahanda Istikhori dan ibunda Fatimah tercinta. Yang telah
merawat dan mengasuh serta mendidik dengan penuh kasih dan sayang. Serta
vii
untuk Abanganda Irvan Saputra dan Adinda Muhammad Diva Saputra, Adinda
Hafid Khaerul Fatih, yang tak hentinya mendukung dan mendoakan penulis
agar terselesaikannya penulisan skripsi ini.
6. Kanda-kanda senior organisasi HMI, LKBHMI, yang senantiasa memberikan
arahan dan pencerahan dikala penulis bingung menatap realitas, terkhusus
kanda Fahmi Ahmadi, Ihdi Karim Makin Ara, Ali Nursahid, Ade Syukron,
M.A. Fernandes, T. Mahdar Ardian, Mutaqien, Fauzul Aziem, Asep
Jubaidillah, Ridho Akmal Nst, Aji Andika Mufti, Ubay Dillah, Haris Sumirat,
7. Teman Seperjuangan Kosentrasi Peradilan Agama 2009, terkusus Abdul Karim
Munte, Julisan Sidki, Ahmad Marjuki, Abdurahman, Ulfah, Dina, Mba Najwa,
Ainurahman, Nurji, Taufik, Didin, Dika, Waisul, Cahyo, Syifa, Fahmi Zen,
Arfian, Fitri, Risma Hamzah, Rezha dan lainnya yang penulis tidak sebutkan
namanya, terimakasih atas semua kebersaan yang kita lalui selama ini.
8. Teman Senasib di Kandang Society, M. Hanif Fasya, Jejen Syukrillah, Ahmad
Sholahul Qolbi, Aldo Harsa, Tigor Ensten, M. Fahruroji, dan Amalul Arifin
Slamet, yang telah banyak memberikan warna-warni dinamika perjuangan.
9. Rekan di organisasi HMI, LKBHMI terkhusus Irpan Pasaribu, Aqil, Awal,
Syahrial, BL, Ume, Syamsul, Tohir, Suhendra, Abi, Imung, dan lainnya yang
penulis tidak bias sebutkan namanya, dari kalian semua penulis banyak belajar
memaknai perlawanan dan perjuangan.
10. Akang-akang dewan penasehat Keluarga Mahasiswa Sunda Jakarta Raya
(KEMAS JAYA) terkhusus Kang Djaka Badranaya, Kang Atep Abdurofiq,
Kang Asep Kamaludin, Kang Hilal, Kang Dinur dan Rekan-rekan Dikdik,
Asep, Dede, Hanna, Ipeh, Dira, Rifa, Fahmi, Dahlan dan lainnya yang penulis
tidak bias sebutkan namanya, dari kalian semua penulis banyak belajar
memaknai arti Nasionalime sesungguhnya
11. Teman-teman di Persatuan Mahasiswa Alumni Pondok Pesantren Darussalam
(Permada) Anggit, Ichal, Musa, Aef, Acank, Yogi, Borin, Sabri, Qodir, dan
viii
lainnya yang penulis tidak bisa sebutkan namanya, semoga silaturahmi kita
tetap terjaga.
Serta seluruh pihak yang tidak tertulis tanpa mengurangi rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya, semoga segala kebaikan dan bantuan tersebut diterima sebagai amal
baik dan digantikan dengan pahala yang berlimpah, amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun perlu kiranya diberikan demi perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini. Dan terahir penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 20 Maret 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………………... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………….... iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………….. iv
KATA PENGATAR …………………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………….………1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………….………6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………….…………..8
D. Review Studi Terdahulu …………………………….………..8
E. Metode Penelitian ……………………………………….…….10
F. Sistematika Penulisan …………………………………….…...14
BAB II ADMINISTRASI PERNIKAHAN DI KUA
A. Pengertian Administrasi Pernikahan ……………………….....16
B. Pengertian biaya nikah ………………………………………..26
C. Prosedur Pendaftaran Pernikahan di KUA …………………...33
BAB III PROFIL KECAMATAN RANCABUNGUR
A. Letak Geografis ……………………………………………...42
B. Demografi Kependudukan …………………………………..43
C. Kondisi Ekonomi dan Sosial ………………………………...46
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Respon Masyarakat Kecamatan Rancabungur….……...........51
B. Respon Penghulu KUA Kecamatan Rancabungur...………...62
C. Analisis Penulis ......................................................................63
BAB V Penutup
A. Kesimpulan …………………………………………………....65
B. Saran …………………………………………………………..66
Daftar Pustaka …………………………………………………………………….68
Lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia terlahir kedunia berpasang-pasangan itu bukan tanpa alasan
melaikan manusia lahir kedunia semata-mata untuk mengabdi, menyembah dan
senantiasa taat kepada Allah SWT1. Di dalam ruh manusia terdapat jasad,
kepribadian dan macam-macam bentuk lain, salah satunya yaitu fitrah, jika
manusia dikaitan dalam fitrah tentunya manusia tidak terlepas dengan fitrah yang
satu ini yaitu memiliki ketertariakan atau kecendrungan terhadap lawan jenisnya,
yaitu nafsu syahwat yang tidak mudah di pisahkan dari kehidupan manusia,
karena ini merupakan kebutuhan yang sifatnya naluri2.
Naluri manusiawi yang perlu pemenuhannya. Pemenuhan kebutuhan atau
naluri manusiawi yang perlu pemenuhannya antara lain kebutuhan biologis dan
aktivitas hidup lainnya. Oleh karenanya Allah SWT mengatur umat manusia
dalam hal pemenuhan kebutuhan atau naluri manusiawi yang bersifat biologis
dengan aturan pernikahan atau perkawinan.3
Pernikahan atau perkawinan merupakan sunatullah yang umum dan
berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-
1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, Analisa Perbandingan Antar Madzhab,
(Jakarta : Pt. Prima Heza Lestari, 2006), h.2.
2 Syaid Sabiq, Fiqih sunah, (Bandung: Al- Maarif, 1994) cet 9, jilid 6, h.153.
3 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. Ke-5, h.22.
2
tumbuhan.4 Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT., sebagai jalan bagi
makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Pernikahan
dalam Islam merupakan sebuah peristiwa sakral, sekaligus juga peristiwa
profane. Sakral mengandung makna bahwa pernikahan diyakini membawa
keramat, suci dan bermakna ibadah. Hal ini terutama karena melalui pernikahan
terdapat peristiwa pendeklarasian sesuatu yang tadinya haram menjadi halal
atas nama Allah SWT. Laki-laki dan perempuan sebelum menikah haram
hukumnya bersenrtuhan, apalagi berhubungan badan, akan tetapi, dengan
adanya pernikahan yang dilakukan hanya dengan mengucapkan akad, sesuatu
yang haram berubah menjadi halal, bahkan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.5
Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang
membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak
diperbolehkan maka perkawinan itu tidaklah berlaku secara mutlak tanpa
persyaratan. Nabi Muhammad SAW Bersabda yang diriwayatkan oleh muttafaq
alaihi yang berbunyi :
ا هعشر الشباب هن استطاع هنكن الباءة فليتزوج فإنو أغض للبصر ي
)رواه وأحصن للفرج وهن لن يستطع فعليو بالصوم فإنو لو وجاء
البخاري و هسلن(Artinya: “Wahai para pemuda, siapa diantara kamu telah mempunyai
kemampuan dari segi “al-baah” hendaklah ia kawin, karena perkawinan itu
lebih menutup mata dari penglihatan yang tidak baik dan lebih menjaga
4 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: kajian fikih nikah lengkap, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), h. 9.
5 Cholil Nafis, Fikih Keluarga (Menuju Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah,
Keluarga Sehat, Sejahtera, dan Berkualitas), (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2009), h.vii.
3
kehormatan. Bila ia tidak mampu untuk kawin hendaklah ia berpuasa, karena
puasa itu baginya pengekang hawa nafsu.6”
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara terkhusus di
Negara Indonesia, Indonesia sebagai negara yang terdiri dari pulau-pulau tentu
sangat kompleks akan budaya, tradisi, dan aturan hukum yang berkembang
dalam kehidupan masyarakatnya. Pada tahun 1946 pemerintah Indonesia
menetapkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1946 Tentang Pencatatan
Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk. Heterogenitas budaya dan adat di Indonesia
sangat tercermin dalam hal perk (“UU Pencatatan Perkawinan, Perceraian dan
Rujuk”) perkawinan sehingga pemerintah merasa rumusan hukum perkawinan
yang jelas dan baku sanngatlah diperlukan. Kebijakan sembrono dan
sembarangan terhadap persoalan ini akan sangat mendorong terjadinya
perpecahan.7
Pemerintah secara formal mengatur praktik perkawinan dalam hukum
Undang-undangan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU
Perkawinan”), serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (PP
Pelaksanaan UU Perkawinan”), sedangkan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”). Di samping itu
Kompilasi Hukum Islam yang telah dijadikan pedoman hakim Pengadilan
6 Abu „Abdurrahman, Mukhtashor Shohih alImam alBukhari, (Riyadh: Maktabah
alMa‟arif, 2002), Juz,3. h.349.
7 Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008), h.261.
4
Agama dalam menyelesaikan berbagai perkara yang menyangkut masalah
perkawinan.8 Salah satu bentuk pembaharuan hukum kekeluargaan Islam di
Indonesia adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah satu
ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Di katakana pembaharuan hukum
Islam karena masalah tersebut tidak ditemukan di dalam kitab – kitab fikih
ataupun fatwa–fatwa ulama terdahulu.9
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Selanjutnya untuk menjamin
ketertiban perkawinan dalam masyarakat Islam, maka perkawinan tersebut
mesti dicatat. Pencatatan perkawinan tersebut mesti dilakukan di depan PPN
(Pegawai Pencatat Nikah). Oleh karena itu, setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah Pegawai Pencatat Nikah. Sedangkan
perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.10
Dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 Tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama adalah
Rp. 30.000,- (Tiga Puluh Ribu Rupiah). Namun dalam pelaksanaanya masih
banyak ketimpangan dan ketidak patuhannya terkait pembayaran tarif tersebut,
8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007), h.21.
9 Amiur Nuruddin, dkk., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2006), h.121-122.
10
Amiur Nuruddin, dkk., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, h.122.
5
sehingga banyak masyarakat yang tergolong ekonomi rendah enggan
mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA). Tahun 2014 ini
ada sebuah wacana pemerintah yang cukup mengejutkan masyarakat terkait
peraturan kenaikan biaya nikah.
Dalam Rapat finalisasi Peraturan Pemerintah (PP) lintas kementerian
tentang biaya akad nikah sementara menetapkan biaya nikah sebesar Rp
600.000,- (enam ratus ribu rupiah). Biaya tersebut dikenakan jika akad nikah
dilaksanakan di luar jam kantor dan atau di luar kantor. Namun jika akad nikah
dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA), biaya yang ditetapkan menjadi
Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Dan untuk masyarakat miskin, tidak
dikenakan biaya alias gratis yang selanjutnya diatur oleh peraturan menteri
agama yang dikeluarkan kementerian agama (Kemenag).11
Dinaikkannya biaya nikah di KUA dari Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu)
menjadi Rp 50.000,- (lima puluh ribu) menurut M. Jasin selaku Inspektur Jendral
(Irjen) Kemenag, karena mempertimbangkan adanya inflasi dan kondisi ekonomi
lainnya. Ia menjelaskan, tadinya Rp. 30.000,- dikalikan peristiwa nikah setahun
akan didapatkan dana sekitar Rp. 60 miliar. Sementara dengan dinaikkan menjadi
Rp. 50.000,- maka jika dikalikan peristiwa nikah dalam setahun akan didapatkan
sebesar Rp1,2 triliun. Nantinya, pembebasan biaya nikah untuk orang yang
11
Eri Komar Sinaga, artikel di download pada tanggal 24 mei 2014 dari:
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/02/07/biaya-nikah-di-kua-rp-50000-di-luar-jam-kantor-rp-
600-ribu
6
tergolong miskin akan dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Agama (PMA).
Sementara itu, kriteria miskin akan mengikuti apa yang sudah diterapkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS). Pemerintah juga akan menerapkan Standar Biaya
Khusus (SBK) untuk wilayah yang sulit dijangkau oleh petugas KUA.12
Pada bulan Juli tahun 2014 Pemerintah secara resmi telah merevisi PP
No. 47 Tahun 2004 menjadi PP No. 48 Tahun 2014 berisi tentang Jenis Tarif
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Agama, Di
dalam PP Tersebut juga diatur tentang dua kelompok tarif nikah, yakni nol
rupiah bagi pengantin yang melakukan pencatatan pernikahan di dalam Kantor
Urusan Agama (KUA) dan tarif Rp 600 ribu bagi pencatatan pernikahan di luar
KUA atau di luar jam kerja penghulu13
.
Pemerintah merevisi PP No. 47 Tahun 2004, tentu menjadi sorotan banyak
kalangan. Berangkat dari permasalahan terbut penulis tergugah untuk mengkaji
permasalahan ini dalam sebuah sekripsi dengan judul: “Respon Masyarakat dan
Penghulu KUA Tentang Biaya Pernikahan Pasca Revisi PP No. 47 Tahun
2004 (Studi di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor)”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
12
Ayu Rachmaningtyas, artikel di download pada tanggal 24 mei 2014 dari:
http://nasional.sindonews.com/read/2014/02/12/15/834919/pemerintah-akhirnya-tetapkan-besaran-
biaya-nikah
13
Humas MENKOKESRA, Artikel di download pada hari jum‟at tanggal 26 September
2014 dari : http://www.menkokesra.go.id/artikel/pp-48-tahun-2014-telah-diteken-nikah-di-kua-bebas-
biaya
7
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas begitu banyak
persoalan yang dihadapi, namun khusus dalam penelitian ini penulis lebih
menekankan pada Respon dari Masyarakat dan Penghulu KUA Kecamatan
Rancabungur Kabupaten Bogor terkait biaya administrasi pernikahan
pasca revisi PP No. 47 Tahun 2004 menjadi PP No. 48 Tahun 2014.
2. Perumusan Masalah
Pemerintah merevisi PP No. 47 Tahun 2004 yang mana akan
merubah biaya administrasi nikah yang awalnya sebesar Rp. 30.000,
menjadi Rp. 0 untuk pernikahan pada hari kerja atau hari senin sampai
jum‟at dan Rp. 600.000 bagi yang melaksanakan pernikahan di luar kantor
KUA. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya preventif Kemenag untuk
memberantas maraknya pungutan liar dan pemberian gratifikasi
terhadap penghulu. Kebijakan ini juga mengatur pendapatan resmi yang
diterima oleh penghulu dan Kepala KUA atas pencatatan akta nikah.
Namun, di lain sisi hal tersebut akan menuai berbagai respon dari
para penghulu dan juga dampak yang tidak sedikit bagi masyarakat.
Adapun perumusan masalah pada skripsi ini adalah :
1. Bagaimana respon Masyarakat dan Penghulu KUA Kecamatan
Rancabungur Kabupaten Bogor ?
2. Apa dampak kebijakan kenaikan biaya administrasi nikah?
8
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui respon Masyarakat dan Penghulu KUA di Kecamatan
Rancabungur Kabupaten Bogor mengenai biaya administrasi pernikahan
pasca revisi PP No. 47 Tahun 2004 menjadi PP No. 48 Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui dampak kebijakan menaikan biaya administrasi Nikah.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis sendiri kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah
wawasan pengetahuan tentang seluk-beluk biaya administrasi pernikahan di
Kantor Urusan Agama.
2. Bagi pihak lain, terutama masyarakat umum penulis mengharapkan
semoga skripsi ini dapat dijadikan masukan, gagasan serta pertimbangan
jika dikemudian timbul permasalahan terkait biaya administrasi pernikahan di
Kantor Urusan Agama
3. Untuk memenuhi tugas akhir akademik dan sebagai syarat memperoleh
gelar Strata Satu Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
9
Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa sumber kajian lain yang
telah lebih dahulu membahas terkait dengan biaya administrasi di Kantor
Urusan Agama, yaitu:
1. Aqib Maimun (Peradilan Agama, 2010) (20604410378) Judul:
Pencatatan Pernikahan Beda Agama di Kantor Urusan Agama Cilandak.
(Studi Kasus KUA Cilandak)
Subtansi: Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui bagaiamanakah pernikahan beda agama dapat tercatat di KUA
Cilandak.
Pembeda: pada skripsi tersebut hanya terfokuskan dalam hal
pencatatan pernikahan beda agama di KUA, sedangkan pada skripsi ini
berusaha mengetahui bagaimana respon Masyarakat dan Penghulu KUA
Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor terkait biaya administrasi
pernikahan pasca revisi PP No. 47 Tahun 2004 menjadi PP No. 48 Tahun
2014
2. Andika Kharis Ahmadi (Administrasi Keperdataan Islam, 2013)
(109044200001) Judul: Respon Penghulu Kecamatan Pamulang Tentang
Pembebasan Biaya Administrasi Nikah dan Rujuk.
Subtansi: permasalahan yang dibahas skripsi ini menggali respon
penghulu kecamatan pamulang tentang Wacana Pembebasan biaya administrasi
nikah dan rujuk
10
Pembeda: pada skripsi terdahulu membahas tentang wacana
pembebasan biaya administrasi di KUA pamulang, sedangkan pada skripsi ini
berusaha mengetahui bagaimana respon Masyarakat dan Penghulu KUA
Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor terkait biaya administrasi
pernikahan pasca revisi PP No. 47 Tahun 2004 menjadi PP No. 48 Tahun
2014
E. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini sudah barang tentu memerlukan data, baik data
khusus maupun data penunjang, data tersebut diperoleh melalui metode penelitian
sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Dalam upaya mengungkapkan permasalahan yang ada, maka dalam penelitian
ini penulis menggunakan pendekatan empiris.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mencoba menggabungkan antara jenis penelitian
yang bersifat penelitian lapangan (field research) dan studi kepustakaan
(library research).
3. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor pada
tanggal 10 desmber 2014 sampai 27 januari 2015.
4. Data penelitian
11
Dalam penelitian ini data penelitian dibagi menjadi dua kategori yaitu:
a. Data primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti.14
Berupa
persepsi dan respon masyarakat Kecamatan Rancabungur Kabupaten
Bogor mengenai perubahan peraturan Biaya Adminstrasi Nikah. Yang
diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang di keluarkan oleh kantor kecamatan
atau kantor urusan agama (KUA) Kecamatan Rancabungur Kabupaten
Bogor, bisa juga berbentuk laporan-laporan, dan juga yang diperoleh dari
buku-buku, kitab-kitab fiqih, artikel, serta sumber lain yang berkaitan
dengan judul skripsi ini.
5. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data kuantitatif.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data antara lain:
a. Survey dengan instrumen angket
b. Studi pustaka (library research)
c. Wawancara sebagai pelengkap
7. Subjek-objek penelitian
14
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h.5.
12
Subjek dari penelitian ini adalah Masyarakat dan Penghulu yang ada di
Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor dengan rincian sebagai berikut:
a. Populasi
Yang dimaksud populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek
penelitian dengan ciri yang sama, yang terdiri dari manusia, benda,
tumbuh-tumbuhan, dan pristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu sebuah penelitian 15
populasi dari Kecamatan
Rancabungur Kabupaten Bogor sekitar 48.140 jiwa. Laki-laki 25.158 jiwa
dan Perempuan 22.982 jiwa16
.
b. Sampel
Yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari populasi yang
diambil dengan melalui cara tertentu. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan teknik penarikan sampel yaitu dengan menggunakan teknik
stratified random sampling (pengambilan sampel secara acak
distratifikasi) yaitu dimana dalam praktek sering di jumpai populasi yang
tidak homogen, makin heterogen suatu populasi, makin besar pula
perbedaan sifat antara lapisan-lapisan tersebut. Maka untuk dapat
menggambarkan secara tepat mengenai sifat-sifat populasi yang
heterogeb, populasi yang bersangkutan harus di bagi dalam lapisan
15
Sutisno Hadi, Metodelogi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), Cet ke-22, h. 3.
16
Buku Profil Kecamatan Rancabungur
13
lapisan (strata) yang seragam dari setiap lapisan dapat diambil sampel
secara acak. Dalam sampel berlapis ini, peluang untuk terpilih antara saru
strata dengan yang lain, mungkin sama dan mungkin berbeda.17
Dalam penelitian ini akan diacak melalui Desa, RW, RT Keluarga,
hingga anggota keluarga. Dari anggota keluarga inilah kemudian
diperoleh responden.
Adapun rumus perhitungan sampel adalah
n = ______N_____
N(d)2+1
Keterangan: n = jumlah sampel yang dicari
N = jumlah populasi
D = nilai persisi ( penulis menggunakan
10%)
Berikut rincian perhitungannya:
n = ____N____
N(d)2+1
n = _48.140___
48.140 (0,1)2+1
n = __48.140
482,04
= 99 ,86
17
Singgar Imbu, dan efendi, Sofian, Ed. Metode Penelitian Survey (Jakarta: LPJES, 1982).
14
= 100
Jadi sampel yang di ambil sebanyak 100 orang
8. Metode Analisis
Yaitu seluruh yang penulis peroleh dari angket, diseleksi dan
disusun, setelah itu penulis melakukan klasifikasi data berdasarkan
kategori tertentu. Setelah data terkumpul, lalu dilakukan analisis
data. Dimana dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
analisis statistik deskriptif, yang akan disajikan dalam bentuk
uraian dan tabel. Dalam menggunakan rumus sebagai berikut:
P= f/n x 100%
Keterangan: P = Angket persentase
F = Frekuensi yang sedang di cari persentasenya
N = jumlah seluruh frekuensi/individu (number
of cases)
100% = bilangan tetap.18
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan dalam penelitian ini, maka penulis
menguraikannya dengan sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab, dan
masing-masing bab berisikan sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:
18
Anas Sudjono, pengantar statistikapendidikan,(Jakarta; PT Raja Grafindo persada)
15
BAB Pertama tentang PENDAHULUAN, yang mencakup: a) Latar
Belakang Masalah; b) Pembatasan Dan Perumusan Masalah; c) Tujuan Dan
Manfaat Penelitian; d) Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu; e) Kerangka Teori
dan Konsep; f) Metode Penelitian; dan g) Sistematika Penulisan.
BAB Kedua menjelaskan mengenai pengertian dari respon, pengertian
dari Administrasi Pernikahan, serta menjelaskan pengertian biaya nikah.
BAB Ketiga menggambarkan bagaimana letak kondisi geografis
Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor, demografi kependudukan serta
menjelaskan kondisi sosial dan ekonomi.
BAB Keempat memaparkan hasil dari penelitian, menganalisa respon
masyarakat dan penghulu KUA kecamatan Rancabungur mengenai biaya
pernikahan pasca revisi PP. NO. 47 Tahun 2004, serta analisis penulis. Pada bab
ini merupakan bab yang paling utama dalam penulisan skripsi, membahas dan
melakukan analisa terhadap hasil penelitian.
BAB Kelima terdiri dari penutup, berisi tentang kesimpulan yang
memaparkan isi dari bab awal hingga bab akhir dan berisi saran-saran. Dalam bab
ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
16
BAB II
ADMINISTRASI PERNIKAHAN DI KUA
A. Pengertian Adminitrasi Pernikahan
1. Pengertian Administrasi
Di Indonesia secara definisi, penggunaan istilah administrasi masih
digunakan dalam makna sempit, yang sering disamakan dengan istilah tata
usaha atau catat mencatat, padahal kata administrasisi memiliki arti yang
cukup luas karena mencakup rangkaian kegiatan, sebagai proses pengendalian
usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan1.
Administrasi itu sendiri memiliki karakteristik yang mengacu pada tiga
kriteria pokok yaitu rasionalitas, efektivitas, dan efisiensi. Rasionalitas yang
dimaksud adalah bahwasanya setiap tindakan harus dilandasi pertimbangan
yang logis dan objektif. Efektivitas artinya pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan Efisiensi
berarti perbandingan terbaik antara input dan output, antara keuntungan/
manfaat dan biaya.
Pengertian administrasi juga dapat digolongkan menjadi dua:
1 Kencana Syafiie, Ilmu administrasi Publik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h.14.
17
1. Administrasi dalam arti sempit.
2. Administrasi dalam arti luas.
Pengertian administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan operasional yang terbatas pada kegiatan
suratmenyurat, ketik-mengetik, catat-mencatat, pembukuan ringan, dan lain-
lain kegiatan kantor yang bersifat teknis ketatausahaan. Sedangkan pengertian
administrasi dalam arti luas adalah proses kerja sama dari kelompok manusia
(orang-orang) dengan cara-cara yang paling berdayaguna (efisien) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia administrasi adalah usaha
dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara
penyelenggaraan pembinaan organisasi; usaha dan kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan; kegiatan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; kegiatan kantor dan tata
usaha.3
Administrasi pula secara umum dapat diartikan kepada dua
pandangan, yaitu administrasi sebagai ilmu dan administrasi sebagai seni.
2 Drs. A.W. Widjaja, Administrasi Kepegawaian (Suatu Pengantar), (Jakarta: CV. Rajawali,
1990), h.11.
3 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, tt), h.7.
18
Perbedaan kedua pengertian tersebut secara garis besar adalah sebagai
berikut:4
a. Administrasi sebagai Ilmu (Science) atau Ilmu Terapan (Applied Science)
karena kemanfaatannya dapat dirasakan apabila prinsipprinsip, rumus-
rumus, dalil-dalil, diterapkan untuk meningkatkan mutu pelbagai
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
b. Administrasi sebagai Seni (Art) merupakan karya seseorang yang
dipraktekkannya dengan baik yang diperolehnya dari pengalaman tanpa
sebelumnya mempelajari teori-teori administrasi. Ia berhasil dan sukses
melaksanakan tugasnya tanpa memperoleh pendidikan tentang teoriteori
dan asas-asas yang berkenaan dengan administrasi. Walaupun demikian
ia memperoleh kemahiran di dalam bidang administrasi berdasarkan
pengalaman di dalam melaksanakan tugas.
2. Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah kebahagiaan dan kebersamaan, bahagia dan
membaagiakan diantara dua insan, bersama membangun kebahagiaan, hidup
bersama, bekerjasama, serta menjalani asam manis kehidupan bersama.5
4 A.W. Widjaja, Administrasi Kepegawaian (Suatu Pengantar), (Jakarta: CV. Rajawali,
1990), h. 10-11.
19
Dalam kamus al-munawwir kata nikah berasal dari kata يكح – كح –
yang artinya mengawini كاحا6. sedangkan menurut bahasa mempunyai arti
sebenarnya (haqiqat) dan arti kiasan (majaaz). Arti yang sebenarnya daripada
nikah, ialah dham yang berarti menghimpit, menindih, atau berkumpul.
Sedang arti kiasannya ialah Wathaa7 yang berarti setubuh atau aqad yang
berarti mengadakan perjanjian pernikahan. Dalam pemakaian bahasa
seharihari perkataan "nikah" lebih banyak dipakai dalam arti kiasan daripada
arti yang sebenarnya, bahkan "nikah" dalam arti yang sebenarnya jarang sekali
dipakai saat ini. Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum dan
pemakaian perkataan "nikah" di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, maka
"nikah" dengan arti "perjanjian perikatan" lebih tepat dan banyak dipakai
daripada "nikah" dengan arti "setubuh".8
Sedangkan definisi nikah menurut syara' adalah melakukan aqad
(perjanjian) antara calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan
"pergaulan" sebagaimana suami istri dengan mengikuti norma, nilai-nilai
5 Ahmad Sukarja, “Perkawinan beda Agama Menurut Hukum Islam”, dalam Chuzaimah T.
Yanggo dan Hafiz Anshary A.Z (editor), Problematika Hukum Islam Kontemporer, buku pertama
(Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008) cet ke 8, h.9.
6 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984), cet III, h. 456
7 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Waadillatuhu, (Damasyiq: Daar Al-Fikr, 1998) h.29.
8 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 11.
20
sosial, dan etika agama. Aqad dalam sebuah pernikahan merupakan
pengucapan ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan pengucapan
qabul dari pihak calon suami atau bisa diwakilkan.9
Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sacral dan
mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan syari'at agama. Orang yang melangsungkan sebuah
pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan nafsu birahi yang
bertengger dalam tubuh dan jiwanya, melainkan untuk meraih ketenangan,
ketentraman, dan sikap saling mengayomi di antara suami istri dengan
dilandasi cinta dan kasih sayang yang mendalam. Di samping itu, untuk
menjalin tali persaudaraan di antara dua keluarga dari pihak suami dan pihak
istri dengan berlandaskan pada etika dan estetika yang bernuansa ukhuwah
basyariyah dan Islamiyah.10
Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah mewujudkan
mahligai rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan
rahmah. Kata mawaddah yang dipergunakan Al-Qur'an sebagaimana tertera
dalam surat Ar-Ruum ayat 17 berbeda dengan kata habbun yang juga berarti
cinta. Pengertian kata habbun mempunyai makna cinta secara umum karena
9 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, h. 11.
10 Mohammad Asmawi, Nikah (Dalam Perbincangan dan Perbedaan), (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), h. 17.
21
ada rasa senang dan tertarik pada objek tertentu seperti cinta pada harta benda,
senang pada binatang piaraan dan sebagainya. Sedangkan kata mawaddah
mempunyai makna rasa cinta yang dituntut melahirkan ketenangan dan
ketentraman pada jiwa seseorang serta bisa saling mengayomi antara suami
istri. Apalagi kata mawaddah ini dibarengi kata rahmah yang mempunyai
makna kasih sayang.11
Tujuan pernikahan sebagaimana yang diungkapkan di atas termaktub
secara jelas dalam firman Allah SWT:
آي كى ي جعم بي ا اجا نخسكا إني فسكى أش أ خهق نكى ي أ اح
( و يخفكس في ذنك نآياث نق ت إ زح دة (12: 03انسوي
Artinya: “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tandatanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum [30]: 21)
حفدة ي اجكى ب أش جعم نكى ي اجا فسكى أش أ جعم نكى ي انه
ى يكفس ج انه ع ب انطيباث أفبانباطم يؤي زشقكى ي
(21: 21)انحم
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (QS. An-Nahl
[16]: 72)
11
Mohammad Asmawi, Nikah (Dalam Perbincangan dan Perbedaan), (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), h. 23.
22
Maka diantara hikmah pernikahan yang begitu banyak, pernikahan
pula menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia di dunia ini terus
berlanjut, dari generasi ke generasi. Selain itu juga menjadi penyalur nafsu
birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari godaan setan yang
menjerumuskan12
. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-
laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah
kasih sayang dan penghormatan kepada seorang istri yang berkewajibanuntk
mengerjakan tugas didalam rumah tangganya, seperti mengatur rumah,
mendidik anak, dan mencipptakan suasana yang menyenangkan. Agar suami
dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan bersama di
dunia dan akhirat.13
3. Pengertian administrasi pernikahan
Dari uraian Pengertian Administrasi dan Penikahan secara umum
tersebut, dapat penulis tarik kesimpulan bahwa Pengertian Administrasi
Penikahan semakna artinya dengan pencatatan pernikahan. Dalam al Qur‟an,
Allah SWT menegaskan adanya urgensi untuk mengadakan pencatatan pada
setiap peristiwa penting terutama yang menyangkut interaksi antar dua orang
atau lebih. Allah berfirman:
12
H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,
1989), h.19.
13 Syaikh Kamil Muhammad „uwaidah‟ fiqih wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1998)
h.378.
23
إنى أجم يس خى بدي آيا إذا حداي ا انري نيكخبيا أي ى فاكخب
كى كاحب بانعدل (181 (ةالبقربي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah12 tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar…”(QS. Al-Baqarah [2]: 282)
Memang penggalan ayat tersebut tidak secara tegas berkaitan dengan
pencatatan pernikahan, namun kalau ditelaah bahwa hutang piutang adalah
sesuatu yang urgen dalam pola hubungan sosial manusia. Maka pencatatan
dalam pernikahan akan masuk dalam urgensi kemaslahatan untuk dilakukan
dalam menata pola interaksi sosial. Rasulullah SAW sendiri kemudian
menerapkan pentingnya pencatatan tersebut dalam mendokumentasikan
hadist-hadist dengan menyuruh sahabat Zaid bin Tsabit untuk mencatat setiap
wahyu yang turun. Berikutnya kemudian pencatatan dilakukan terhadap
hadist-hadist beliau.14
Bahwa ayat ini bukan berbicara tentang persoalan pencatatan nikah
adalah benar adanya. Dalam kompilasi hukum islam di indonesia disebutkan,
tujuan pencatatan pernikahan yang dilakukan dihadapan dan di bawah
14
.http://www.badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/9398-urgensi-pencatatan-
perkawinandalam-perspektif-filsafat-hukum--oleh-drs-h-abd-rasyid-asad-mh--31.html diakses tanggal
15 desember2014 pukul 15:24
24
pengawasana pegawai pencatat pernikahan adalah untuk
terjaminnyaketertiban pernikahan15
.
Akan tetapi maqasid al-syari‟ah yang dituju pada ayat ini
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa
dan Sebagainya adalah untuk menghindari agar salah satu pihak di kemudian
hari tidak memungkiri apa-apa yang telah disepakatinya atau mengingkari
perjanjian yang telah dilakukannya dengan pihak lain. Paling tidak yang bisa
dipahami dari ayat ini adalah Allah melalui firmannya diatas berusaha
menutup semua kemungkinan yang akan membawa kemudharatan. Pencatatan
perkawinan merupakan perbuatan hukum yang penting karena akan menjadi
bukti bila terjadi pengingkaran tentang adanya perkawinan tersebut. Bila
transaksi jual beli saja harus dicatat dalam hukum Islam, apalagi perkawinan
yang akan banyak menimbulkan hak dan kewajiban, tentu memerlukan
pencatatan pula. Kalau begitu bagaimana dengan pernikahan yang telah
dilakukan pada masa lalu, jauh sebelum adanya ketentuan ini, sementara
pernikahan itu dilakukan tanpa adanya pencatatan perkawinan. Suatu hal yang
harus dipahami bahwa teks-teks al-Quran dan Hadis sangat terbatas,
sementara tingkah laku manusia semakin hari semakin beragam, dan peristiwa
hukum dari hari kehari semakin banyak bermunculan, sementara aturan
15
Khoeruddin Nasution, Status Wanita Di Asia Tenggara: Studi terhadap perundang-
undangan perkawinan muslim kontemporer di Indonesia dan Malaysia, (Jakarta : INIS, 2002), h.149
25
hukum yang mengaturnya belum ada. Maka untuk mengatasinya perlu adanya
ijtihad.16
Bahwa di masa lalu belum ada ketentuan pencatatan perkawinan
dikarenakan pada masa itu belum dirasakan arti pentingnya, disamping tingkat
keber-agamaan dan amanah terhadap lembaga perkawinan cukup tinggi, dan
tingkat penyelewengan relatif kecil. Sementara untuk kondisi sekarang, tidak
mungkin lagi sebuah perkawinan dilangsungkan tanpa adanya pencatatan.
Banyak sekali penyelewengan yang telah dilakukan, dimana konsekuensinya
adalah ada pihak tertentu yang akan dirugikan. Oleh karena itu untuk
mengantisipasi semua kemudharatan yang akan timbul, perlu dibuat aturan-
aturan yang mengikat sehingga semua bentuk kesewenang-wenangan dapat
dihindari semaksimal mungkin. Dalam setiap tindakan seorang muslim itu
tidak boleh merugikan atau dirugikan oleh orang lain, sebagaimana
diungkapkan oleh hadis:
ضساز ال ضسز ال
Artinya: “Tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudharatkan” (HR.
Hakim dan lainnya dari Abu Said al-Khudri, HR. Ibnu Majah dari Ibnu
Abbas)17
.
Hadis di atas mengandung makna bahwa ada keseimbangan atau
keadilan dalam berperilaku serta secara moral menunjukkan mulianya akhlak
16
M. Hasbi Umar, Nalar Fiqih kontemporer, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2007),
h.2.
17 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Riyadh: Darul Ihya alKutub al„Arabiyah, tt), Juz, 2h.784.
26
karena tidak mau memudharatkan orang lain tetapi juga tidak mau
dimudharatkan orang lain. Maka dalam kaitan dengan administrasi
pencatatan pernikahan/perkawinan, dimana perkawinan adalah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa,18
administrasi tidak saja sebatas
kelengkapan formulir-formulir, melainkan juga kebenaran data-data yang
terdapat dalam formulir tersebut. Karena kebenaran data-data dalam formulir
adalah pijakan utama dan awal untuk keabsahan pernikahan serta proses
pencatatan pernikahan yang berlangsung mulai sejak pemberitahuan kehendak
nikah sampai dengan pelaksanaan akad nikah.
B. Pengertian biaya nikah
1. Konsep Biaya
Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu sehingga konsep biayapun telah berkembang
pesat sesuai dengan kebutuhan akuntan dan ekonom. Para akuntan telah
mendefinisikan biaya sebagai: "Suatu nilai tukar, pengeluaran, atau
18
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I Pasal 1
27
pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Dalam
akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada tanggal akuisisi
dicerminkan oleh penyusutan atas kas atau aset lain yang terjadi pada saat ini
atau di masa yang akan datang." Sering sekali, istilah biaya (cost) digunakan
sebagai sinonim dari beban (expense). Tetapi, beban dapat didefinisikan
sebagai arus keluar yang reukur dari barang atau jasa, yang kemudian
ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba, atau sebagai:19
“ . . . penurunan dalam aset bersih sebagai akibat dari penggunaan jasa
ekonomi dalam menciptakan pendapatan atau dari pengenaan pajak oleh
badan pemerintah. Beban diukur berdasarkan jumlah penurunan dalam aset
atau jumlah peningkatan dalam utang yang berkaitan dengan produksi dan
penyerahan barang atau jasa . . . beban dalam arti paling luas mencakup
semua biaya yang sudah habis masa berlakunya yang dapat dikurangkan dari
pendapatan.”
Untuk membedakan antara biaya dan beban, bayangkan pembelian
bahan baku secara tunai. Oleh karena aset bersih tidak terpengaruh, maka
tidak ada beban yang diakui. Sumber daya perusahaan hanya diubah dari kas
menjadi persediaan bahan baku. Bahan baku tersebut dibeli dengan biaya
tertentu, tetapi belum menjadi beban. Ketika perusahaan kemudian menjual
barang jadi yang dibuat dari bahan baku tersebut, maka biaya dari bahan baku
itu dibukukkan sebagai beban di laporan laba rugi. Setiap beban adalah biaya,
tetapi tidak setiap biaya adalah beban. Misalnya saja, aset adalah biaya, tetapi
19
William K. Carter, Akuntansi Biaya (Cost Accounting). (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h.
29.
28
bukan (belum menjadi) beban. Istilah biaya menjadi lebih spesifik ketika
istilah tersebut dimodifikasi dengan deskripsi seperti langsung, utama (prime),
konversi, tidak langsung, tetap, variabel, terkendali (controllable), produk,
periode, bersama (bersama), estimasi, standar, tertanam (sunk), atau tunai (out
of pocket).20
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia biaya adalah uang yang
dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dsb) sesuatu;
ongkos; belanja; pengeluaran. Sedangkan pengertian biaya administrasi
adalah ongkos yang dikeluarkan untuk pengurusan surat dsb atau ongkos
untuk pendaftaran sekuritas yang dikenakan pada emiten21
2. Biaya Nikah
Biaya pernikahan tidak akan bisa dihindari dari setiap pasangan yang
ingin merubah statusnya, dari kesendirian menjadi kebersamaan, dari kesepian
menuju kebahagiaan. kedua mempelai harus dapat memperkirakan serta
mempersiapkan biaya pernikahan sehingga pernikahan dapat berlangsung
dengan tenang dan aman. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ada pula beberapa
peristiwa yang mengenaskan pada para calon pengantin seperti kawin lari,
20
William K. Carter, Akuntansi Biaya (Cost Accounting). (Jakarta: Salemba Empat, 2009),
h.30.
21 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), h. 113.
29
nikah sirih, bahkan bunuh diri. Yang ternyata salah satu faktornya adalah
besarnya biaya pernikahan, bahkan menjadi lebih membengkak biaya terebut
ketika adanya pemungutan liar dari beberapa oknum dari Kantor Urusan
Agama (KUA)
Maka dengan adanya peristiwa tersebut, sebagian masyarakat luas
terkhususnya bagi para calon pengantin sangat mengapresiasi langkah
pemerintah yang telah meluncurkan peraturan pemerintahan (PP) Nomor 48
Tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintahan Nomor 47 Tahun
2004 tentang tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
berlaku pada Departemen Agama. Sehingga dengan adanya Peraturan
Pemerintahan tersebut dapat meminimalisir pemungutan liar serta dapat
meringankan biaya pernikahan bagi para calon pengantin yang hendak
melaksanakan pernikahan.
Menurut Mentri Agama (Lukman Hakim Saifuddin) inti dari Peraturan
Pemerintahan ini adalah memberikan kepatian hukum kepada masyarakat,
termasuk jajaran Kementrian Agama (KUA dan para penghulu) terkait
pelaksanaan proses pernikahan, khususnya yang terkait dengan pembiayaan
dan tata cara pernikahan. PP ini mengatur bahwa seandainya pernikahan
dilakukan dikantor KUA dan pada jam kerja, maka itu gratis. Sementara jika
dilakukan di luar KUA dan di luar jam kerja, maka ada ketentuan yang
menyangkut biaya. Maka setelah berlaku lebih dari 10 tahun, Peraturan
30
Pemerintahan Nomor 47 Tahun 2004 tentang tarif atas jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama Akhirya
direvisi. Perubahan itu dilakukan paa ketentuan psal 6 sehingga dalam
Peraturan Pemerintahan yang baru ini diatur sebagai berikut:22
1. Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor
Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan
tidak dikenakan biaya pencatatan nikah dan rujuk.
2. Dalam hal nikah dan rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan
Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai
penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.
3. Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau
korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan
Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dikenakan tarif
Rp 0,00 (nol rupiah)
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat
dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak mampu
secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk
di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3
22
Web.iaincirebon.ac.id/globalnews/pp-48-tahun-2004-pencatatan-pernikahan-dan-rujuk-
yang-dilakukan-di-luar-kua-rp-600-000/
31
diatur dengan Peraturan Mentri Agama setelah berkoordinasi dengan Mentri
Keuangan.
Selain itu, Peraturan Pemerintahan ini juga mengatur bahwa
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas pencatatan pernikahan dan rujuk yang dilakukan di luar KUA
sebesar Rp 600.000,-. Salah satu pertimbangan penyesuaian jenis dan tarif
atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementrian
Agama sebagaimana diatur dalam PP ini adalah untuk meningkatkan
pelayanan pencatatan nikah atau rujuk.23
Sementara itu, seperti dikutip ari
halaman Kementrian Agama Irjen Kementrian Agama M. Jasin menjelaskan
dasar acuan pendistribusian biaya nikah di luar kantor KUA akan diatur dalam
4 (empat) tipologi mapping wilayah berdasarkan jumlah peristiwa nikah.
Empat tipologi dimaksud terdiri dari:
Tipologi A: peristiwa nikah di atas 100 perbulan diperkirakan terdapat
di 208 KUA dengan jumlah peristiwa nikah pertahun sebanyak 274.608 dan
unit cost perpristiwa Rp 235.000 (Rp 110.000 biaya transport dan Rp 125.000
biaya profesi).
Tipologi B: peristiwa nikah 50-99 perbulan diperkirakan terdapat di
1.048 KUA dengan jumlah peristiwa nikah pertahun sebanyak 775.364 dan
23
http://kemenag.go.id/index.php? Di akses pada tanggal 26 desember 2014 pukul 22.00 WIB
32
unit cost perpristiwa Rp 260.000 (RP 110.000 biaya transport dan Rp 150.000
biaya profesi).
Tipologi C: peristiwa nikah 0-49 perbulan diperkirakan terdapat di
3.827 KUA dengan jmlah peristiwa nikah pertahun sebanyak 1.044.588 dan
unit cost perperistiwa Rp. 310.000 (Rp 110.000 biaya transport dan Rp
200.000 biaya profesi).
Tipologi D: yang terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, Tipologi D-1:
peristiwa nikah 0-49 perulan dan KUA berlokasi di daerah terpencil atau
daerah perbatasan. Diperkirakan terdapat di 149 KUA dengan jumlah
peristiwa nikah pertahun sebanyak 29.229 dan unit cost perperistiwa Rp
1.250.000 (Rp 750.000 biaya transport dan Rp 500.000 biaya profesi). Kedua
Tipologi D-2: peristiwa nikah 0-49 perbulan dan KUA berlokasi didaerah
terluar dan terdalam dan/atau membutuhkan transportasi khusus. Diperkirakan
terdapat di 150 KUA dengan jumlah peristiwa nikah pertahun sebanyak
30.000 dan unit cost perperistiwa Rp 1.500.000 (Rp 1.000.000 biaya transport
dan Rp 500.000 biaya profesi)
“Dengan total peristiwa nikah pertahun mencapai 2.153.759 anggaran
yang dibutuhkan untuk biaya transportasi dan jasa profesi penghulu mencapai
Rp 671,5 miliar” papar jasin. Selain itu, PMA ini juga mengatur honor
pembantu petugas pencatat nikah sebesar Rp 200.000 perbulan untuk 25.188
33
orang dipulau jawa. makanya jangan ada lagi penghulu yang menerima
gratifikasi. Menurutnya, penghulu yang menerima gratifikasi dari masyarakat
harus melaporkan penerimaan itu ke KPK, bila tidak lapor maka penghulu
tersebut akan mendapat sanksi hukum yang berat sebagaimana diatur dalam
pasal 12 B, UU No 31 1999 jo UU No. 20 tahun 2001.24
C. Prosedur Pendaftaran Pernikahan Di KUA
Di dalam Negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang
bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran,
kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah
kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib
hukum.
1. Prosedur nikah di Kantor Urusan Agama
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo
UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat
yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum
Agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap
perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN
karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia
24
Pewartaekbis.com/ini-daftar-biaya-nikah-di-kua-dan-di-luar-kua-pasca-disahkan-pp-nomor-
48-tahun-2014/3958/ diakses pada tanggal 3 februari 2015 jam 13.00 WIB.
34
adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap
KUA Kecamatan.
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan
sebagai berikut:
a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah
mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka
menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan
kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21
tahun .
b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik
menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan
perkawinan).
c. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan
rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon
mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempelai
wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
35
2. Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang
yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang
mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10
hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan. Pemberitahuan kehendak nikah
berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan
akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah
(di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll)
Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali
(orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan:
a. Perkawinan Sesama WNI
1) Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten
(caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
2) Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas
segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui
RT, RW dan Lurah setempat.
3) Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model
N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
36
4) Pas photo caten ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi
anggota ABRI berpakaian dinas.
5) Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta
Cerai dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat
kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
6) Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
a) Calon pengantin Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
b) Calon pengantin Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
c) Laki-laki yang mau berpoligami.
7) Ijin Orang Tua (Model N5) bagi calon pengantin yang umurnya kurang
dari 21 tahun baik calon pengantin laki-laki/perempuan.
8) Bagi calon pengantin yang tempat tinggalnya bukan di wilayah KUA
Ranca Bungur harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA
setempat.
9) Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin
dari Pejabat Atasan/Komandan.
37
10) Bagi calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan ke luar
wilayah Kec. Ranca Bungur harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari
KUA Kec. Ranca Bungur
11) Kedua calon pengantin mendaftarkan diri ke KUA Ranca Bungur
sekurangkurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan
Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus
melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Kec. Ranca Bungur
12) Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10
harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status
kewarganegaraannya (K1).
13) Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka
yang tidak mampu.
b. Perkawinan Campuran
1) Akte Kelahiran/Kenal Lahir
2) Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3) Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang
menetap lebih dari satu tahun)
4) Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu
tahun)
38
5) Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
6) Foto Copy PasPort
7) Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang
bersangkutan.
8) Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi.
3. Pemeriksaan Nikah
PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan
memeriksa berkas–berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau
belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka diberitahukan adanya
kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap calon suami,
calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan
Nikah (Model NB).25
Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal
di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka
pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya.
4. Pembayaran Biaya Nikah
Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun
25
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 6 ayat (2)
39
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak
menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan
beserta alasannya. Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka
calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar
Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya
administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu
sebesar 30 ribu melalui Kantor Pos atau Bank yang telah di tentukan KUA.26
Sedangkan bagi Warga Negara yang tidak mampu dapat dibebaskan dari
kewajiban pembayaran tarif biaya pencatatan nikah dan rujuk.27
5. Pengumuman Kehendak Nikah
Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah
(model NC) pada papanpengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan
akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing
calon mempelai.28
PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari
kerja sejak pengumuman, kecuali apabila terdapat alasan yang sangat penting
misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri,
26
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 7 ayat (2)
27 Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 Pasal 6 ayat (1)
28 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 8
40
maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat
selanjutnya Camat atas nama Walikota a/Bupati memberikan dispensasi.29
6. Pelaksanaan Akad Nikah
a. Pelaksanaan Upacara Akad Nikah:
1) di Balai Nikah/Kantor
2) di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung
b. PemeriksaanUlang :
Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih
dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan
administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk
melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di
kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal.
Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi
syarat.30
c. Pemberian izin
Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi ayah
untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau anak terlebih
29
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 3 ayat (3)
30 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 10 ayat (3)
41
dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau wali, dan keharusan bagi
ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak berstatus
janda.
d. Sebelum pelaksanaan ijab qobul sebagaimana lazimnya upacara akad nikah
bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan
dua kalimat syahadat
e. Akad Nikah /Ijab Qobul
f. Pelaksanaan ijab qobul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap
calon mempelai pria, namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon
mempelai pria dapat mewakilkan kepada orang lain yang ditunjuk olehnya.
g. Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah, dua orang
saksi dan PPN yang menghadiri akad nikah.
h. Pembacaan Ta‟lik Talak
i. Penandatanganan ikrar Ta‟lik Talak
j. Penyerahan maskawin/mahar
k. Penyerahan Buku Nikah/Kutipan Akta Nikah
l. Nasihat perkawinan
m. Do‟a penutup.
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Respon Masyarakat Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor
Pada penulisan hasil dan penelitian ini, dalam pengumpulan data yang
penulis sebarkan kepada responden adalah berupa angket atau kuesioner, dan ada
narasumber yang penulis wawancarai. Penelitian dilakukan di Kecamatan
Rancabungur pada tanggal 10 Desember 2014 samapai dengan tanggal 27
Januari 2015. Responden yang dimaksud adalah populasi penduduk
Kecamatan Rancabungur. Dari beberapa puluhanribu penduduk di Kecamatan
Rancabungur tersebut penulis mengambil sampel sebanyak 100 orang, dan 1
orang narasumber yang di wawancarai sebagai data penunjang.
Respon masyarakat mengenai perubahan peraturan biaya administrasi
pernikahan penulis ambil melalui media angket berjumlah 100 angket yang
tersebar secara acak di lingkungan Kecamatan Ranca Bungur.
Berikut adalah pendapat hasil angket mengenai perubahan kebijakan
Kementrian Agama untuk membebaskan biaya administrasi pernikahan:
Tabel 1. Mengenai Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin
Jumlah Persentase
Laki-laki
55 55 %
Perempuan
45 45 %
52
Total
100 responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas tidak seimbang antara reponden Laki-laki dan
Perempuan, tetapi ketidakseimbangan tersebut masih bisa di toleransi karena
tidak jauh berbeda.
Tabel 2. Mengenai Rentang Umur Responden
Rentang Umur
Jumlah Persentase
21-30 Tahun
59 59 %
31-40 Tahun
27 27 %
41-50 Tahun
9 9 %
51-60 Tahun
5 5 %
61 Tahun atau lebih
- 0 %
Total
100 Responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas menunjukan Rentang Umur mayoritas responden
adalah rentang 21-30 Tahun sebanyak 59 responden atau sekitar 59 % sedangkan
tidak ada responden yang berusia diatas 60 Tahun.
Tabel 3. Mengenai Tingkat Pendidikan Tertinggi Responden
Pendidikan
Jumlah Persentase
MTs/SLTP/sederajat 38 38 %
53
MA/SLTA/sederajat
42 42 %
Sarjana Strata 1 (S1)
17 17 %
Sarjana Strata 2 (S2)
3 3 %
Sarjana Strata 3 (S3)
- 0 %
Total
100 Responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas, mayoritas pendidikan tertinggi responden adalah
MA/SLTA/sederajat yang menunjukan persentase lebih banyak dari keseluruhan
responden. Disusul responden yang berpendidikan tingkat SLTP dengan
persentase 38 % dari total keseluruhan responden. Untuk responden dengan
tingkat pendidikan Sarjana Strata Satu (S1) dan Sarjana Strata Dua (S2)
persentasenya berselisih sekitar 14 %. Sedangkan Responden yang
berpendidikan Sarjana Strata Tiga (S3) tidak ada.
Tabel 4. Mengenai Pekerjaan Responden
Pekerjaan
Jumlah Persentase
Wiraswasta
34 34 %
Pegawai Swasta
28 28 %
Pegawai Negri Sipil
14 14 %
Pelajar/Mahasiswa 11 11 %
54
Pekerjaan Lainnya
13 13 %
Total
100
Responden
100%
Berdasarkan Tabel diatas, lebih dari 1/3 dari total keseluruhan responden
bekerja sebagai Wirawasta. Disusul responden Pegawai Swasta yang selisihnya
sekitar 6 % dari responden Wiraswasta. Responden yang bekerja sebagai
Pegawai Negri Sipil dan Pelajar/Mahasiswa persentasenya masing-masing 14 %
dan 11 % Sedangkan pekerjaan lain responden yang tidak termasuk diatas, yaitu
8 responden yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga dan Buruh/Pekerja
Serabutan 5 responden.
Tabel 5. Mengenai Pengetahuan Responden atas Perubahan Peraturan
Biaya Pernikahan
Mengetahui
Jumlah Persentase
Mengetahui
24 24 %
Tidak Mengetahui
76 76 %
Total
100 Responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas, terlihat bahwa hampir 3/4 dari total keseluruhan
responden tidak mengetahui/belum mengetahui Perubahan peraturan biaya
administrasi pernikahan. Sedangkan sekitar 1/4 dari total keseluruhan responden
55
saja yang sudah mengetaui kabar ini.
Tabel 6. Mengenai Pendapat Responden atas Perubahan Peraturan
Biaya Administrasi Pernikahan
Kesetujuan Jumlah Persentase
Setuju 93 % 93 %
Tidak Setuju 7 % 7 %
Total 100 Responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas, hampir keseluruhan responden menyetujui
perubahan peraturan biaya administrasi pernikahan, terlihat dari persentase skitar
lebih dari 90% total keseluruhan responden setuju atas perubahan tersebut.
Sedangkan sianya kurang dari 10% total keseluruhan responden menyatakan
tidak setuju atas perubahan peraturan tersebut.
Tabel 7. Mengenai Alasan Setuju Responden atas rencana Kebijakan
Pemerinah
Alasan Setuju
Jumlah Persentase
Pemerintah berhak
membuat kebijakan yang
dianggap perlu
1 1.09 %
Meringankan orang yang
tidak mampu
47 50.53 %
56
Mensejahterakan penghulu
5 5.37 %
Membantu mengurangi
pungli biaya administrasi
pernikahan
38 40.86 %
Alasan lin-lain 2
2.15 %
Total 93
100%
Berdasarkan Tabel diatas, terlihat bahwa pendapat mayoritas responden
yang setuju beralasan agar untuk meringankan orang yang tidak mampu dan
mengurangi pungli biaya admnistrasi nikah, dengan jumlah persentase sama
besar yaitu sekitar lebih dari 90% lebih dari total keseluruhan responden. Disusul
dengan alasan Mensejahterakan penghulu dengan persentase kurang dari 6 %.
Dan hanya sekitar 1 % saja responden yang setuju beralasan bahwa pemerintah
berhak membuat kebijakan yang dianggap perlu. Sedangkan sisanya sekitar 2 %
yang memiliki alasan lain seperti salah satu pendapat, agar tidak ada lagi yang
menikah tidak tercatat karena tidak ada biaya nikah.
Tabel 8. Mengenai Alasan Tidak Setuju Responden atas Perubahan Biaya
Administrasi Pernikahan
Alasan tidak setuju
Jumlah Persentase
Tidak ada gunanya 4 57.16 %
57
kebijakan tersebut karena
sebatas peraturan
Biaya nikah akan
semakin mahal
1 14.28 %
Pemerintah tidak ada
anggaran untuk ongkos
penghulu
1 14.28 %
Alasan lain-lain
1 14.28 %
Total
7 Responden 100%
Berdasarkan tabel diatas, dari 7 responden yang tidak menyetujui,
sebagian besar pendapat responden yang tidak setuju kebijakan tersebut
beralasan bahwa tidak ada gunanya kebijakan tersebut karna sebatas peraturan.
Dan alasan responden tidak setuju dengan alasan biaya nikah akan semakin
tinggi serta alasan pemerintah tidak ada anggaran untuk ongkos penghulu
persentasinya sama. Sedangkan alasan lain, yaitu seperti kekhawatiran
masyarakat jikalau kedepannya biaya administrasi nikah gratis malah banyak
penyalahgunaannya.
58
Tabel 9. Mengenai Alasan Pemerintah Merubah Peraturan Biaya
Administrasi Pernikahan
Alasan Pemerintah
membuat kebijakan
Jumlah Persentase
Banyaknya laporan
masyarakat mengenai
mahalnya biaya
administrasi pernikahan
59 59 %
Pemerintah menganggap
penghulu perlu lebih
disejahterakan
6 6 %
Untuk mengurangi
gratifikasi (pemberian)
kepada pejabat pernikahan
31 31 %
Alasan lain-lain
4 4 %
Total
100 responden 100%
Berdasarkan tabel diatas, lebih dari 1/2 responden beranggapan alasan
pemerintah merencanakan kebijakan tersebut adalah karna banyaknya laporan
masyarakat mengenai mahalnya biaya administrasi nikah. Disusul pendapat
responden yang beranggapan alasan pemerintah dalam hal ini adalah untuk
59
mengurangi gratifikasi (pemberian) kepada pejabat nikah sekitar kurang dari
35%. Dan hanya 6 responden saja yang beranggapan alasan pemerintah adalah
untuk menaikan kesejahteraan penghulu. Sedangkan sisanya 4 responden yang
beralasan lain seperti, pertimbangan pemerintah untuk meringankan biaya
administrasi nikah bagi masyarakat yang hendak menikah, disisi lain
mensejahterakan penghulu agar kedepannya tiada lagi kata “ongkos” tambahan.
Tabel 10. Mengenai Dampak Kebijakan Perubahan Peraturan Biaya
Administrasi Pernikahan
Dampak Kebijakan
Jumlah Persentase
Masyarakat diuntungkan
karena gratisnya biaya
administrasi pernikahan
62 62 %
Penghulu lebih sejahtera
karena tunjangan dinaikan
pemerintah
8 8 %
Tidak berdampak apa-apa
karena kebijakan tersebut
tidak akan menghilangkan
pungli
17 17 %
Alasan-alasan lain
13 13 %
60
Total
100 Responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas, lebih dari 60% responden berpendapat
dampak dari kebijkan tersebut adalah masyarakat akan diuntungkan karena
gratisnya biaya administrasi pernikahan. Disusul responden yang berpendapat
dampak apa-apa karena mustahil terwujud dengan persentase dibawah 20% dari
total keseluruhan responden. Disisi lain responden yang berpendapat dampak
kebijakan tersebut adalah pnghulu akan lebih sejahtera karena tunjangan
dinaikan hanya sekitar 8% saja. Sisanya responden yang berpendapat lain, seperti
dampak dari kebijakan tersebut adalah (jumlah) angka pernikahan di Indonesia
akan naik drastis dari tahun-tahun sebelumnya.
Tabel 11. Kendala dari Perubahan Peraturan Biaya Administrasi
Pernikahan
Kendala kebijakan
Jumlah Persentase
Anggaran pemerintah untuk
ongkos/tunjangan penghulu
tidak ada
19 19 %
Sosialisasi kepada
masyarkat sulit karena
27 27 %
61
sudah mendarah daging
Banyaknya keterkaitan
pihak lain KUA yang
membantu pengurusan
nikah
41 41 %
Tidak ada kendala apapun
6 6 %
Alasan lainnya
7 7 %
Total
100 Responden 100%
Berdasarkan Tabel diatas, sebagian besar masyarakat berasumsi
mengenai banyaknya keterkaitan pihak lain di luar KUA amat menjadi kendala
yang berarti, terlihat dari jumlah persentase responden yang memilihnya sebesar
lebih dari 40% dari total keseluruhan responden. Disusul asumsi masyarakat
terhadap kendala pemerintahan atas kebijakan tersebut adalah sosialisasi kepada
masyarakat akan sulit karena sudah mendarah daging sekitar 27% dari total
responden. Kemudian sekitar 19% adalah Anggaran pemerintah untuk
ongkos/tunjangan penghulu tidak ada. karena pemerintah tidak ada anggaran
untuk ongkos/tunjangan penghulu. Dan dilanjutkan dengan asumsi responden
yang menyatakan tidak ada kendala apapun serta alasan lainnya sekitar 6 hingga
7% yang salah satu pernyataannya adalah kebijakan tersebut akan sulit
terealisasikan karena banyak korupsi yang mengatasnamakan procedural yang
62
berbelit.
B. Respon Penghulu KUA Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor
Respon Penghulu mengenai perubahan peraturan biaya administrasi
pernikahan, penulis ambil sebagai data penunjang saja dengan cara wawancara 1
(satu) orang penghulu sebagai narasumber, dan bukan sebagai data utama.
Adapun identitas narasumber yaitu :
1. Nama : M. Yusuf, S.Ag
NIP : 196505221988031003
Jabatan :Penghulu KUA Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor
Berikut kutipan hasil wawancara dengan beliau terkait perubahan peraturan
biaya administrasi pernikahan:
Beliau sudah mengetahui terkait perubahan peraturan biaya administrasi
pernikahan yang awalnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 di revisi
menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 yang berisikan tentang
jenis tarif pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) di lingkungan kementrian
agama. Beliau sangat setuju dengan perubahan tersebut.
Terkait alasan pemerintah kenapa merubah peraturan tersebut menurut beliau
karena memang pada dasarnya pemerintah mempunyai hak untuk itu dan juga
sebagai upaya meminimalisir adanya pungli atau pungutan liar dan bahkan
pencegahan agar tidak adanya gratifikasi.
Kendala dalam menjalankan peraturan tersebut menurut beliau sebenarnya
tidak ada untuk penghulu, namun kendalanya hanya pada masyarakat khususnya
63
warga kecamatan rancabungur yang masih sangat jarang berurusan dalam hal
mentransfer uang melalui bank.
Harapan dan pesan beliau untuk pemerintah dalam hal ini kementrian agama
agar lebih memperhatikan kesejateraan penghulu, karena menurut beliau
penghulu adalah ujung tombak atau palang pintu dalam hal melayani masyarat
dengan pelayanan yang prima sesuai dengan misi dan visi.
C. Analisis Penulis
Berdasarkan data-data yang ditemukan penulis selama melakukan penelitian
di lingkungan Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor, penulis menganalisis
dan hasilnya sebagai berikut:
1. Terkait respon masyarakat Kecamatan Rancabungur tentang
perubahan peraturan biaya administrasi pernikahan dari 100
responden yang memberikan responnya melalui angket yang di sebar
oleh penulis lebih dari 90% total responden, mayoritas responden
setuju atas perubahan peraturan tersebut, karena dalam perubahan
tersebut cukup meringankan masyarakat dam hal biaya administrasi
pernikahan, dan penghulu pun menyetujui perubahan tersebut
dikarnakan perubahan tersebut adalah upaya menghilangkan
gratifikasi atau pungutan liar di lingkungan Kantor Urusan Agama
(KUA) dalam hal ini terkait biaya administrasi pernikahan.
2. Ada sebagian kecil dari respon masyarakat yang sepakat akan
perubahan tersebut akan tetapi mengkritisi terkait biaya administrasi
64
untuk pernikahan yang dilakukan diluar kantor KUA sebesar Rp.
600.000,- (enam ratus ribu rupiah), karena menurut sebagian
masyarakat pernikahan dilakukan diluar kantor sudah menjadi tradisi
dan menurutnya ada nilai-nilai yang terdapat didalamnya.
3. Banyaknya masyarakat yang belum mengetahui terkait perubahan
peraturan biaya administrasi pernikahan ini. Faktor hal ini
dikarenakan kurang masifnya sosialisasi serta masyarakat pun dalam
hal ini terlihat seperti apatis seakan-akan pasrah begitu saja dengan
apapun yang telah dirubah oleh pemerintah khususnya dalam hal
peraturan biaya administrasi pernikahan.
4. Terkait kendala dalam menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2014, penghulu Kecamatan Rancabungur hanya
menghawatirkan terkait proses pembayaran yang melalu bank. Karena
penghulu menilai masyarakat Kecamatan Rancabungur sangat jarang
dalam hal mentrasfer atau membayar sesuatu melalu bank, pendapat
tersebut pun di kuatkan oleh respon masyarakat yang tertuang dalam
angket yang di sebar secara acak oleh penulis di seluruh lingkungan
Kecamatan Rancabungur yaitu akan banyaknya keterkaitan orang atau
pihak lain di luar Kantor Urusan Agama (KUA). Karena masyarakat
mengakui tidak bagitu paham dalam hal mengirim uang melalui bank
sehingga akan sangat memudahkan pihak lain di luar KUA untuk
membantu proses tersebut dengan tarif tertentu.
42
BAB III
PROFIL KECAMATAN RANCABUNGUR
A. Letak Geografis
Kecamatan rancabungur adalah salah satu kecamatan dari empat puluh (40)
kecamatan yang ada didalam wilayah Kabupaten. Kantor Kecamatan Rancabungur
terletak di desa Rancabungur tepatnya pada jalan Kolonel Atang Sanjaya. Kurang
lebih 3 KM dari komplek lapangan terbang TNI Angkatan Udara Atang Sanjaya,
dan kurang lebih 20 KM dari pusat Pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor
di Cibinong dengan luas wilayah 2.268,08 Ha1
B. Luas wilayah menurut penggunaan
NO Wilayah penggunaan Luasnya
1 Luas pemukiman 627,29 ha
2 Luas persawahan 643,33 ha
3 Luas perkebunan 406,97 ha
4 Luas kuburan 57,99 ha
5 Luas pekarangan 197,31 ha
6 Perkantoran 98,67 ha
7 Luas prasana umum lainnya 118,13 ha
Bedasarkan data monografi Kecamatan Rancabungur tahun 2014,
kecamata Rancabungur berbatasan dengan:
1 Buku profil kecamatan rancabungur tahun 2014
43
1. Sebelah Utara : Kecanatan Ciseeng
2. Sebelah Timur : Kecamatan Kemang
3. Sebelah Selatan :Kecamatan Dramaga
4. Sebelah Barat : Kecamatan Ciampea
C. Demografi Kependudukan
Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan
manusia meliputi di dalamnya ukuran struktur, dan distribusi penduduk, serta
bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian,
migrasi, serta penuaan.2
Jika dibedah lebih dalam inti telaah dari demografi adalah:3
1. Kajian kependudukan secara statistika dan matematika menyangkut
perubahan penduduk, besar/jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk
melalui lima komponen demografi yakni: fertilitas, mortalitas, perkawinan,
migrasi, dan mobilitas sosil (Baque 1997).
2. Barcley (1981) lebih menekankan pada kajian tentang perilaku penduduk
secara keseluruhan bukan pada perorangan dengan fokus kajian pada statistika
dan matematika (pure demografi).
2 http://nopanova1.blogspot.com/p/kependudukan-dan-demografi.html diakses pada tanggal 3
februari 2015 jam 14.45 WIB. 3 http://darnygeocli.blogspot.com/2013/01/demografi-ilmu-kependudukan.html diakses pada
tanggal 3 februari 2015 jam 14.00 WIB.
44
3. Houser and Duncan, lebih menitikberatkan pada dampak yang ditimbulkan
oleh perubahan-perubahan penduduk (akses dari persebaran dan komposisi)
Dalam ilmu kependudukan jug dikenal istilah Study kependudukan, yaitu:
segala perubahan yang berhubungan dengan aspek kehidupan berupa komponen-
komponen (kelahiran, kematian, dan perpindahan).
1. Kondisi Pemerintahan
Kecamatan Rancabungur terdiri dari 7 desa,52 RW, dan 186 RT, dengan
rincian sebagai berikut :
No Nama Desa Jumlah RW Jumlah RT
1 Rancabungur 10 40
2 Bantarjaya 11 27
3 Bantar Sari 7 25
4 Pasirgaok 6 31
5 Mekar Sari 6 20
6 Candali 5 17
7 Cimulang 8 23
Jumlah 52 186
45
2. Keadaan Penduduk dan Sosio Religiusnya
Jumlah penduduk kecamatan Rancabungur pada Tahun 2014 secara
keseluruhan berjumlah 48.140 Jiwa, terdiri dari 13.730 kepala Keluarga,
25.158 Laki-laki, dan 22.982 perempuan yang rinciannya sebagai berikut :
NO Nama Desa Jumlah KK
Jumlah penduduk
Laki-laki Perempuan
1 Rancabungur 2.183 4.294 3.919
2 Bantarjaya 2.430 4.697 4.423
3 Bantar Sari 2.130 3.233 3.022
4 Pasirgaok 2.221 3.958 3.644
5 Mekar Sari 1.595 3.455 3.091
6 Candali 1.527 2.366 2.253
7 Cimulang 1.644 2.885 2.630
Di Kecamatan Rancabungur mayaoritas penduduknya beragama Islam,
disamping itu terdapat pula penduduk yang beragama Kristen. Hindu, Bhuda,
dan agama lainnya. Rincianya sebagai berikut:
NO Nama Desa Islam Prostestan Khatolik Hindu Bhuda Lain-
lain
46
1 Rancabungur 6.447 608 103 - 905 214
2 Bantarjaya 9.266 18 36 - 64 70
3 Bantar Sari 6.015 8 10 - 46 115
4 Pasirgaok 7.642 - - 2 6 -
5 Mekar Sari 6.360 16 24 - 18 -
6 Candali 4.613 6 - - - -
7 Cimulang 5.499 - - - - -
Jumlah 45.952 656 2 2 2 399
D. Kondisi Ekonomi dan Sosial
1. Kondisi Ekonomi
Perekonomian masyarakat merupakan hal yang sangat penting bagi
perkembangan dan kemajuan suatu masyarakat, sehingga tingkat laju
pertumbuhan penduduk sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi,
serta dapat mempengaruhi pendapatan perkapita, mata pencaharian penduduk
Kecamatan Ranca Bungur rata-rata itu petani, pedagang, buruh, pegawai
swasta, pegawai negri dan lain-lain. Hal ini dapat diketahui mlalui tabel
berikut:
47
Penduduk menurut profesi atau pekerjaan
NO Pekerjaan Persentase
1 Petani 40,11%
2 Buruh pegawai swasta 26,07%
3 Pedagang 17,48%
4 Perawat 6,09
5 Pegawai negri sipil 10,25%
Jumlah 100 %
Sumber kecamatan Ranca Bungur
2. Kondisi Sosial
Karakteristik penduduk Kecamatan Ranca Bungur khususnya dalam
sektor agama bersifat heterogen, hal ini mencerminkan penganut agama
sebagai konsekuensi logis dengan beragam penganut agama yang ada di
Kecamatan Ranca Bungur menuntut upaya dari semua pihak untuk
menciptakan kerukunan antar pemeluk agama, sehingga terciptanya
lingkungan yang tentram, harmonis dan damai.
Warga Kecamatan Ranca Bungur merupakan penduduk yang terdiri
dari beragam agama, namun mayoritas penduduknya beragama islam sebesar
99,125 %. Hal ini dapat dilihat dari data kependudukan dengan rincian
sebagai berikut:
a. Jumlah pemeluk agama menurut keyakinan masyarakat Kecamatan
Rancabungur
48
No Agama Persentase
1 Islam 99,125 %
2 Kristen 0,2708 %
3 Katholik 0,2083 %
4 Hindu 0,1875 %
5 Budha 0,2083 %
Jumlah 100 %
b. Saraana Peribaratan dan Pendidikan
Tempat Peribaratan di kecamatan Rancabungur sebagai berikut :
NO Nama Desa Masjid Mushala Gereja Vihara Pura
1 Rancabungur 6 13 4 1 -
2 Bantarjaya 11 12 - - -
3 Bantar Sari 12 5 - - -
4 Pasirgaok 6 15 1 - -
5 Mekar Sari 7 13 - - -
6 Candali 6 7 - - -
49
7 Cimulang 9 11 - - -
Jumlah 57 76 5 1 -
c. Sarana Pendidikan Agama di Kecamatan Rancabungur terdiri dari :
NO Nama Desa Pesantren M.Taklim MD RA TPA
1 Rancabungur 2 9 2 3 2
2 Bantarjaya 2 9 - 4 -
3 Bantar Sari 3 18 - - -
4 Pasirgaok 6 7 - 4 -
5 Mekar Sari 5 5 - 4 -
6 Candali 2 2 - 3 -
7 Cimulang - - - 2 -
Jumlah 20 51 2 18 2
d. Kelembagaan Agama Islam.
Di Kecamatan Rancabungur terdapat pula lembaga-lembaga
Keagamaan lainnya yaitu :
1) Kantor Urusan Agama (KUA)
2) Badan penasehat, Pembinaan, dan, Pelestarian Perkawinan (B.P.4)
50
3) Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Rancabungur
4) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kecamatan Rancabungur
5) Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan Rancabungur
6) Badan Kerjasama Majlis Taklim (BKMM) Kecamatan Rancabungur
7) Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Kecamatan
Rancabungur
8) Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kecamatan Rancabungur
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulam
Berdasarkan dari seluruh penjelasan yang telah di paparkan pada bab
sebelumnya, dengan mengucap alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menarik
kesimpulan akhir sebagai berikut :
1. Respon masyarakat Kecamatan Rancabungur terkait perubahan
peraturan biaya administrasi pernikahan dari 100 responden yang memberikan
responnya melalui angket yang di sebar oleh penulis lebih dari 90% total
responden, mayoritas responden setuju atas perubahan peraturan tersebut, karena
dalam perubahan tersebut cukup meringankan masyarakat dam hal biaya
administrasi pernikahan, dan penghulu pun menyetujui perubahan tersebut
dikarnakan perubahan tersebut adalah upaya menghilangkan gratifikasi atau
pungutan liar di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam hal ini terkait
biaya administrasi pernikahan.
2. Ada sebagian kecil dari respon masyarakat yang sepakat akan perubahan
tersebut akan tetapi mengkritisi terkait biaya administrasi untuk pernikahan yang
dilakukan diluar kantor KUA sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah),
karena menurut sebagian masyarakat pernikahan dilakukan diluar kantor sudah
menjadi tradisi dan menurutnya ada nilai-nilai yang terdapat didalamnya.
66
3. Terkait kendala ataupun dampak dalam menjalankan Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014, penghulu Kecamatan Rancabungur hanya
menghawatirkan terkait proses pembayaran yang melalu bank. Karena penghulu
menilai masyarakat Kecamatan Rancabungur sangat jarang dalam hal mentrasfer
atau membayar sesuatu melalu bank, pendapat tersebut pun di kuatkan oleh respon
masyarakat yang tertuang dalam angket yang di sebar secara acak oleh penulis di
seluruh lingkungan Kecamatan Rancabungur yaitu akan banyaknya keterkaitan
orang atau pihak lain di luar Kantor Urusan Agama (KUA). Karena masyarakat
mengakui tidak bagitu paham dalam hal mengirim uang melalui bank sehingga
akan sangat memudahkan pihak lain di luar KUA untuk membantu proses tersebut
dengan tariff tertentu.
B. Saran-saran
1. Berdasarkan temuan dilapangan, pada dasarnya memang perubahan
peraturan administrasi biaya pernikahan dalam hal ini peraturan pemerintah nomor
48 tahun 2014 menggratiskan atau Nol rupiah untuk biaya administrasi pernikahan
yang berlangsung di kantor KUA dan Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) untuk
diluar kantor KUA. Masyarakat tidak merasa keberatan dengan perubahan
peraturan tersebut, asalkan di imbangi dengan layanan yang memberikan kepuasan
kepada masyarakat,
2. Perubahan peraturan terkait biaya pernikahan yang awalnya merujuk
kepada perturan pemerintah nomor 47 tahun 2004 di revisi dengan peraturan
67
pemerintah nomor 48 tahun 2014 cukup memuaskan masyarakat karena adanya
kejelasan terkait biaya administrasi pernikahan, selanjutnya masyarakat
mengharpkan adanya kejelasan pengunaan biaya atau transparansi dan adanya
tempat pengaduan apabila dalam hal ini ada Hak masyarakat yang dilanggar.
3. Banyaknya masyarakat yang belum mengetahui terkait perubahan
peraturan biaya administrasi pernikahan ini. Faktor hal ini dikarenakan kurang
masifnya sosialisasi, maka sarannya dalam hal ini agar lebih masif lagi dalam
mensosialisasikan terkait perubahan peraturan PP No 47 Tahun 2004 menjadi PP
No 48 Tahun 2014.
4. Dalam hal pengetahuan masyarakat terkait perubahan peraturan ini,
masyarakatpun harus bersikap berperan aktif mencari informasi terkait perubahan
peraturan tersebut.
5. Untuk penghulu dan petugas-petugas di KUA dalam menjalankan
seluruh rangkaian program dan tugas kerja agar senantiasa amanah atau mentaati
peraturan yang telah ada.
68
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim dan Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2004 Tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2014 tentang Pengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 47 tahun 2004 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Buku
Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan, Analisa Perbandingan Antar
Madzhab, Jakarta : PT. Prima Heza Lestari, 2006.
Abu ‘Abdurrahman, Mukhtashor Shohih al-Imam al-Bukhari, (Riyadh: Maktabah al-
Ma’arif, 2002), Juz, 3
Adi, Rianto. Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.
Alhamdani, H.S.A. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Pustaka
Amani, 1989.
Al-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islami Waadillatuhu, Damasyiq: Daar Al-Fikr,
1998.
Amiur Nuruddin, dkk., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis
Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI.
69
Asmawi, Mohammad. Nikah (Dalam Perbincangan dan Perbedaan), Yogyakarta:
Darussalam, 2004.
Buku Profil Kecamatan Rancabungur
Buku profil kecamatan rancabungur tahun 2014
Carter, William K. Akuntansi Biaya (Cost Accounting). Jakarta: Salemba Empat,
2009.
Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat, Cet. Ke-5. Jakarta: Kencana, 2012.
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Riyadh: Darul Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah,), Juz, 2h.
Imbu, Singgar, dkk, Ed. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LPJES, 1982.
Lukito, Ratno. Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008.
Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974.
Munawwir, Ahmad Warson Al-Munawwir kamus Arab-Indonesia, Cet III,
Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984.
Nafis, Cholil. Fikih Keluarga (Menuju Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa
Rahmah, Keluarga Sehat, Sejahtera, dan Berkualitas), Jakarta: Mitra Abadi
Press, 2009.
Nasution, Khoeruddin. Status Wanita Di Asia Tenggara: Studi terhadap perundang-
undangan perkawinan muslim kontemporer di Indonesia dan Malaysia,
Jakarta : INIS, 2002.
70
Sabiq, Syaid. Fiqih sunah, Cet 9, Bandung: Al- Maarif, 1994. Jilid 6.
Sudjono, Anas. Pengantar Statistika Pendidikan,Jakarta; PT Raja Grafindo Persada.
Sutisno Hadi, Metodelogi Research, Cet ke-22. Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
Syafiie, Kencana. Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat
dan Undang - Undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2007.
Tihami dan Sahrani, Sohari. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:
Rajawali Pers, 2009.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, tt.
Umar, M. Hasbi. Nalar Fiqih kontemporer, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Uwaidah, Kamil Muhammad. fiqih wanita, Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1998.
Widjaja, A.W. Administrasi Kepegawaian (Suatu Pengantar), Jakarta: CV.
Rajawali, 1990.
Yanggo, Chuzaimah T. dan A.Z, Hafiz Anshary. (editor), Problematika Hukum
Islam Kontemporer, buku pertama. Cet ke 8,Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008.
Internet
Ayu Rachmaningtyas, artikel di download pada tanggal 24 mei 2014 dari:
http://nasional.sindonews.com/read/2014/02/12/15/834919/pemerintah-
akhirnya-tetapkan-besaran-biaya-nikah
Web.iaincirebon.ac.id/globalnews/pp-48-tahun-2004-pencatatan-pernikahan-dan-
rujuk-yang-dilakukan-di-luar-kua-rp-600-000/
71
Pewartaekbis.com/ini-daftar-biaya-nikah-di-kua-dan-di-luar-kua-pasca-disahkan-pp-
nomor-48-tahun-2014/3958/ diakses pada tanggal 3 februari 2015 jam 13.00
WIB.
Humas MENKOKESRA, Artikel di download pada hari jum’at tanggal 26
September 2014 dari : http://www.menkokesra.go.id/artikel/pp-48-tahun-
2014-telah-diteken-nikah-di-kua-bebas-biaya
Eri Komar Sinaga, artikel di download pada tanggal 24 mei 2014 dari:
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/02/07/biaya-nikah-di-kua-rp-
50000-di-luar-jam-kantor-rp-600-ribu
http://darnygeocli.blogspot.com/2013/01/demografi-ilmu-kependudukan.html
diakses pada tanggal 3 februari 2015 jam 14.00 WIB.
http://kemenag.go.id/index.php? Di akses pada tanggal 26 desember 2014 pukul
22.00 WIB
http://nopanova1.blogspot.com/p/kependudukan-dan-demografi.html diakses pada
tanggal 3 februari 2015 jam 14.45 WIB.
http://www.badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/9398-urgensi-pencatatan-
perkawinandalam-perspektif-filsafat-hukum--oleh-drs-h-abd-rasyid-asad-
mh--31.html diakses tanggal 15 desember2014 pukul 15:24
SALINAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 2004
TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk peningkatan pelayanan pencatatan nikah
atau rujuk, perlu dilakukan penyesuaian jenis dan tarif
atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Kementerian Agama sebagaimana yang telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004
tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Berlaku pada Departemen Agama;
b. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3687);
3. Peraturan . . .
- 2 -
3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis
dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis
dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3760);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Departemen Agama (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 149, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4455);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 2004 TENTANG
TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4455) diubah
sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6 . . .
- 3 -
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau
rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tidak dikenakan
biaya pencatatan nikah atau rujuk.
(2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan dikenakan biaya
transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.
(3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara
ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
untuk dapat dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak mampu secara ekonomi
dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
2. Ketentuan dalam Lampiran angka II mengenai Penerimaan
dari Kantor Urusan Agama Kecamatan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
SATUAN TARIF
(Rp)
II. PENERIMAAN DARI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN
per peristiwa nikah atau
rujuk
600.000,00
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal diundangkan
Agar . . .
- 4 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2014..
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 139
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2014...
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 2004
TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA
I. UMUM
Untuk peningkatan pelayanan pencatatan nikah atau rujuk serta untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama, perlu dilakukan penyesuaian jenis dan
tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Agama.
Hal ini sejalan dengan upaya mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan
Pajak guna menunjang pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut dan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,
perlu menetapkan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Agama dengan Peraturan Pemerintah ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5545