resonansi (fisika)

11

Click here to load reader

Upload: aussiechan

Post on 28-Jun-2015

1.381 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resonansi (Fisika)

DAFTAR PUSTAKA

free.vslm.org/v12/sponsor/…/Prawenda/Fisika/0293 Fis-2-1f.htmhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0210/11/iptek/perj54.htmhttp://upk.fi.itb.ac.id/~reyza/project/listrik/modul_2_g/tugas_lab.htmlhttp://www.elektroindonesia.com/elektro/elek29a.htmlhttp://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0803/03/1001.htm

Page 2: Resonansi (Fisika)

Pengubah Daya Dengan Metoda Resonansi

Pendahuluan

Sering kali kita mendengar bahwa dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi apa yang disebut sebagai revolusi dibidang teknologi Elektronika Daya. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dibidang tersebut telah menghasilkan metoda penyediaan sumber daya DC dan AC yang tidak hanya menjadi semakin kecil ukurannya, namun juga memiliki kelebihan dalam efisiensi daya, disamping juga tentunya lebih ringan, lebih murah dan lebih terpercaya dalam pengoperasiannya. Seperti juga telah kita ketahui, bahwa alat-alat pengubah daya sangat luas sekali pemakaiannya, mulai dari aplikasi peralatan elektronika, komputer, telekomunikasi, transportasi, kendaraan, militer, sampai pada aplikasi ruang angkasa. Pengubah DC-DC, misalnya, hampir selalu digunakan dalam penyediaan daya untuk menjalankan semua rangkaian-rangkaian elektronika yang menyertai piranti aktif. Namun demikian, kemajuan yang dialami dibidang elektronika daya masih terus menerus diharapkan untuk dapat menjawab tantangan yang datang dari tingkat kompleksitas sistim elektronika modern yang semakin tinggi. Sebagai bagian dari jawaban terhadap tantangan tersebut, dalam tulisan ini, akan dibahas metoda resonansi yang digunakan pada alat pengubah daya dengan penyakelaran untuk menghasilkan sistim pengubahan daya yang jauh lebih efisien dari metoda konvensional. Secara umum, rangkaian resonansi menyediakan dua keuntungan besar pada alat pengubah daya. Keuntungan pertama berkaitan dengan permasalahan kualitas komponen frekuensi keluaran. Rangkaian resonansi dapat dipakai sebagai sarana penyaring alami dari komponen frekuensi keluaran yang diinginkan. Tambahan lagi, fungsi penyaring tersebut tetap terjaga walaupun frekuensi keluaran yang tidak diinginkan tersebut rendah ataupun sangat dekat dengan frekuensi keluaran yang diinginkan. Keuntungan kedua yang diperoleh adalah berhubungan dengan aksi penyakelaran (switching action). Setiap piranti penyakelar daya, dalam pengoperasian transisinya, akan selalu menghasilkan sejumlah rugi penyakelaran (switching loss) dalam bentuk panas misalnya. Besarnya rugi penyakelaran bergantung pada level kapasitas daya yang dikeluarkan pada saat penyakelaran. Sebagai contoh, piranti penyakelar yang berusaha untuk mengalirkan arus besar pada saat penyambungan (just turned on), setelah sebelumnya menahan atau memblokir tegangan tinggi akan menghasilkan rugi penyakelaran yang juga tinggi. Dengan kata lain, rugi pada saat penyakelaran Ploss = V@turn-off * I@turn-on, menjadi besar karena tegangan V@turn-off tinggi dan arus I@turn-on juga tinggi. Fenomena ini yang dikenal dengan nama Penyakelaran Berdaya Tinggi (High-Power Switching). Rangkaian resonansi inilah yang kemudian digunakan untuk mengatasi fenomena merugikan tersebut. Apabila dirancang dengan benar, maka rangkaian resonansi dapat dimanfaatkan untuk operasi transisi penyakelaran pada saat piranti penyakelar bertegangan rendah atau berarus rendah atau malah kedua-duanya. Maka dari itu, aksi penyakelaran dengan metoda resonansi ini sering disebut dibanyak tulisan sebagai metoda penyakelaran lembut (Soft Switching). Dengan operasi penyakelaran resonansi yang sedemikian rupa, maka rugi penyakelaranpun akan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga penyediaan alat pengubah daya yang jsuh lebih efisien dapat terwujud.

Konsep Metoda Resonansi

Seperti telah disebutkan, rugi penyakelaran terjadi pada saat transisi penyakelaran berlangsung karena hadirnya tegangan pada dan arus yang melalui piranti penyakelar. Oleh karena itu jika kita dapat menihilkan tegangan atau pun arus pada saat transisi tersebut maka, rugi penyakelaran pun akan dapat dihilangkan. Pada rangkaian seri LC, kita dapat membuat rangkaiannya ber-resonansi sehingga tegangan dan arus pun secara otomatis atau alami akan menyebrangi nol dengan tanpa bantuan piranti penyakelar. Demikian pula dengan rangkaian paralel LC, dapat dirancang supaya tegangan dan arus dapat menyebrangi nol. Kedua rangkaian ini lah yang menjadi kunci dari metoda resonansi pada sistim pengubahan daya.

Gambar 1. Rangkaian Pengubah Half-Bridge dengan seri LC

Page 3: Resonansi (Fisika)

Sebagai contoh, pada gambar 1(a) terlihat rangkaian half-bridge dengan dua sumber daya DC, V1 dan V2, yang identik, dengan rangkaian seri LC didalamnya. Beban resistor R dihubungkan secara seri dengan rangkaian seri LC. Pada prakteknya, beban R ini sebenarnya terdapat pada sisi sekunder dari transformer penginsulasi seperti terlihat pada gambar 1(b). Disamping itu untuk memudahkan analisa, rangkaian penyaring tidak diperlihatkan pada gambar 1(b). Ada dua piranti penyakelar, S1 and S2, yang umumnya menggunakan MOSFET. Dalam pengoperasiannya, ketika S1 disambung (turned ON) pertama kalinya pada saat T1, gambar 1(c), tegangan V1 akan jatuh pada rangkaian seri LC dan beban R. Tegangan yang jatuh pada beban seharusnya tidak begitu besar sehingga rangkaian menjadi underdamped dan arus pada rangkaian pun menjadi terosilasi seperti pada gambar 1(c). Arus tersebut akan mengisi kapasitor C , tegangan VC, sampai batas maksimum tegangan positive. Pada saat VC mencapai maksimum, pada titik T2, arus menjadi nol. Karena keberadaan dioda D1, setelah arus menjadi nol, kapasitor dengan segera melepas simpanan energinya sehingga arus pun kembali muncul cuma dengan arah yang berbeda (arah negatif atau ke kanan). Ini terjadi dari titik T2 ke T3. Karena arus melewati dioda D1 dan karena penyakelar S1 dihubungkan secara paralel dengan D1 maka tegangan yang jatuh pada penyakelar S1 pun akan menjadi sangat kecil, yaitu sebesar drop tegangan maju pada dioda D1. Maka dari itu, pada perioda T2 sampai T3 inilah penyakelar S1 dapat di putus (turned off) tanpa rugi penyakelaran yang berarti. Pengoperasian seperti ini yang kemudian disebut sebagai Penyakelaran Tegangan Nol (Zero-Voltage Switching). Pada saat penyakelaran S1 pertama kalinya pada titik T1 kita mendapatkan apa yang disebut sebagai Penyakelaran Arus Nol (Zero-Current Switching), karena arus pada rangkaian bermula dari nol. Demikian pula pada saat penyambungan dioda D1 pada titik T2, terjadi ketika arus melewati nol. Dioda D1 terputus pada T3 ketika arus rangkaian juga nol, kembali menghasilkan fenomena zero-current switching. Setelah titik T3, kapasitor telah selesai menghabiskan semua energinya sehingga arus pada rangkaian pun kembali menjadi nol. Arus berikutnya dimulai ketika S2 disambung pada T4. Kembali, operasi yang serupa berlangsung seperti pada proses penyambungan dan pemutusan penyakelar S1 sebelum ini. Namun perlu diingat, seperti yang diilustrasikan pada gambar 1(c), arah arus pada rangkaian segera setelah S2 disambungkan akan sama dengan arus yang terjadi pada perioda setelah T2 (ke kanan). Kembali dari T4 ke T5 menunjukan proses pengisian kapasitor C, dan pada titik T5, tegangan kapasitor VC mancapai maksimum sehingga arus menjadi nol. Segera setelah T5, kapasitor mulai melepaskan energinya melalui perantaraan dioda D2 yang memungkinkan arus memutari rangkaian dengan arah yang berlawanan (ke kiri). Satu perioda penyakelaran berakhir sampai pada titik T7, dimana penyakelaran S1 berlangsung kembali dan proses yang serupa kembali berjalan. Perlu diperhatikan bahwa pada metoda resonansi, terdapat dua macam perioda. Pertama adalah perioda penyakelaran (switching period) yang pada gambar 1(c) terjadi dari titik T1 sampai titik T7. Yang kedua adalah perioda resonansi, dan ini terjadi dari titik T1 ke T3 atau dari titik T4 ke titik T6. Selain itu, terdapat selang waktu dimana arus pada rangkaian tetap nol, seperti dari titik T3 ke T4, dan dari titik T6 ke T7. Kekosongan dalam kedua selang waktu tersebut terjadi karena perioda penyakelaran lebih besar dari perioda resonansi. Oleh karena itu, jika perioda penyakelaran dikecilkan atau dengan kata lain frekuensi penyakelaran ditinggikan, maka selang waktu yang kosong tersebut akan semakin pendek. Semakin pendek selang waktu yang kosong, maka semakin besar tegangan ataupun daya keluaran yang dihasilkan. Dengan cara demikian, yaitu dengan pengaturan perioda penyakelaran, maka kita dapat mengatur seberapa banyak tegangan atau daya keluaran yang kita inginkan pada beban.  Operasi pada rangkaian half-bridge dengan menyertai rangkaian resonansi dapat dianalisa dengan rangkaian pada gambar 2 yang mewakili komponen aktif pada saat penyakelar S1 disambung pertama kalinya pada titik T1. Persamaan yang dihasilkan pada rangkaian tersebut adalah:

dan karena  maka

Page 4: Resonansi (Fisika)

(1)  

Gambar 2. Rangkaian pada saat S1 disambungkan dengan akar persamaan:

Supaya proses resonansi dapat berlangsung, rangkaian tersebut harus underdamped dengan cara:

Solusi dari persamaan diferensial (1) adalah:

(2)dan

(3) dimana

adalah undamped frekuensi resonansi dan 

Selain dengan cara rangkaian seri LC, alternatif lain untuk metoda resonansi adalah dengan cara rangkaian paralel LC seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Pada metoda ini, beban R dihubungkan secara paralel dengan kapasitor C, namun induktor dan kapasitor tetap dalam posisi seri. Pada pengoperasiannya, rangkaian paralel tidak berbeda dengan rangkaian seri. Hanya dalam analisa matematikanya, persamaan diferensial untuk rangkaian tersebut akan mengubah faktor L/R pada persamaan (1) menjadi CR, sedangkan frekuensi resonansi w0 tidak berubah.

Gambar 3. Rangkaian Pengubah Half-Bridge dengan seri LC

Kesimpulan

Pada tulisan ini telah dibahas secara ringkas metoda resonansi pada sistim pengubahan daya dengan penyakelaran. Pengubahan daya dengan metoda resonansi dicapai dengan mengkombinasikan topologi pengubahan daya dengan strategi penyakelaran yang menghasilkan terjadinya transisi penyakelaran pada saat arus melalui dan/atau tegangan pada penyakelar tersebut nol. Dengan demikian, rugi penyakelaran yang merupakan salah satu faktor penghambat utama dalam sistim pengubahan daya dengan metoda penyakelaran dapat ditekan serendah mungkin atau mendekati nol. Selain dari itu, tanpa menggunakan metoda resonansi, piranti penyakelar akan selalu melibatkan tegangan tinggi dan/atau arus tinggi pada saat transisi penyakelarannya, sehingga tidak hanya mengakibatkan rugi penyakelaran yang tinggi, namun juga tekanan penyakelaran (switching stress) berunsurkan dv/dt dan di/dt yang juga tinggi. Oleh karena itu peranan metoda resonansi ini akan terasa peranannya karena dapat menekan unsur dv/dt dan di/dt tersebut sehingga pemakaian piranti penyakelar pun menjadi awet. Tambahan lagi, rugi penyakelaran dan tekanan penyakelaran pada umumnya meningkat secara linier dengan semakin tingginya frekuensi penyakelaran yang digunakan. Ini merupakan salah satu

Page 5: Resonansi (Fisika)

faktor penghambat dalam usaha pemakaian frekuensi tinggi pada sistim pengubahan daya dimana frekuensi tinggi tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas daya keluaran, efisiensi daya, ukuran serta berat dari piranti pengubah daya. Dengan metoda resonansi ini pula lah maka permasalahan yang berkaitan dengan frekuensi penyakelaran yang tinggi dapat teratasi. Ini dirasakan sangat penting, karena perkembangan piranti penyakelar seperti IGBT, MOSFET, MCT dan lainnya akan terus menuju tidak hanya kepada peningkatan kemampuan dayanya tetapi juga pada batas maksimum kemampuan frekuensi penyakelarannya. Dengan metoda resonansi ini pulalah maka kita dapat dimungkinkan untuk mengoperasikan piranti penyakelar pada kapasitas kemampuan frekuensi penyakelarannya semaksimal mungkin.

Page 6: Resonansi (Fisika)

Perjalanan Teknologi Keyboard dari Resonansi sampai Chip

Dari sebuah peristiwa fisika, lahir bunyi. Dari rangkaian bunyi, lahir musik. Ya, fisika dan musik ternyata sahabat dekat. Istilah-istilah fisika seperti gesekan, pantulan, resonansi, atau arus serta frekuensi sebetulnya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Termasuk ketika kita membicarakan alat musik. Semua kalau diurut-urut (terutama alat musik akustik). Gitar, biola, atau perkusi, mengandalkan resonansi, gesekan, dan pantulan dalam menghasilkan bunyinya. Tentu saja termasuk piano, yang mengandung bukan hanya pukulan tuts ke dawai yang ada di dalam bodinya, tetapi juga melakukan penyaluran resonansi untuk mencari efek sustain bebunyian tersebut.

Keunikan lain dari piano (dan "saudara-saudara"-nya seperti organ, kibor elektrik, dan sebagainya), bisa kita ungkap ketika tahu perkembangan teknologi yang terjadi di dalamnya. Ada yang mengandalkan cara seperti piano di atas, ada yang mengandalkan embusan udara ke pipa-pipa hingga menghasilkan nada-nada tertentu (organ atau orgel), sampai yang sudah mengandalkan frekuensi radio serta chip (synthesizer).

DR Rob Edward, musikolog ternama, melakukan pembagian dalam perkembangan teknologi pada keluarga piano. Dia membaginya berdasarkan dua kategori besar, yakni teknologi non-elektrik dan elektrik. Nah, di dalam kategori elektrik sendiri, terbagi lagi atas empat masa; era eksperimen awal (tahun 1870-1915), era tabung vakum (tahun 1915-1960), era integrated circuit (tahun 1960-1980), dan era digital (tahun 1980-sekarang). Pembagian ini dibuat menjelaskan bagaimana hubungan antara teknologi dengan usaha eksplorasi bunyi di piano atau instrumen kibor pada umumnya.

Non-Elektrik

Harpsicord dianggap sebagai nenek moyang piano yang kita kenal sekarang. Bentuknya memang mirip dengan piano, tetapi berbeda cara kerjanya dalam menghasilkan bunyi. Instrumen ini mengandalkan pukulan palu (digerakan oleh tuts) pada senar-senar mirip harpa (makanya dinamakan harpsicord) yang ada di bodinya. Ketika dipukul, maka senar akan beresonansi dan menghasilkan bunyi.

Pada perkembangannya kemudian, ada sejumlah perbaikan antara lain dengan ditambahkannya mekanisme pegas (dioperasikan oleh kaki pemain) yang berfungsi mengangkat dawai-dawai penghasil bunyi. Dengan demikian, dawai dikurangi gesekannya dengan bodi instrumen, hingga sound yang dihasilkan bisa berbunyi lebih lama (efek sustain). Sekaligus menghasilkan efek dinamisasi keras-lembut pada bunyi nadanya. Instrumen hasil reformasi harpsicord inilah yang kemudian dinamakan sebagai piano-forte (piano artinya lembut, forte artinya keras), yang lama-lama hanya disebut sebagai piano, seperti yang kita kenal sekarang ini.

Elektrik

Pada kategori piano elektrik, instrumen-instrumennya sudah mengandalkan listrik sebagai tenaga. Dimulai dengan era eksperimen awal, yang ditandai dengan penggunaan elektromagnetik (wah jadi ingat pelajaran fisika lagi, ya?) sebagai sumber bunyi. Jadi kumparan elektromagnetik tersebut dialirkan listrik, hingga terjadi getaran-getaran yang ketika melakukan penggesekan pada medium yang ada dapat menghasilkan bunyi.

Electromechanical Piano salah satu contoh instrumen yang ditemukan di masa ini. Jangan bayangkan seperti piano zaman sekarang. Tuts-tuts-nya bukan disusun berdasarkan tangga nada, tetapi berfungsi sebagai pengatur besar kecilnya aliran listrik ke kumparan elektromagnetik tersebut.

Begitu teknologi tabung vakum dipatenkan di tahun 1915, maka beramai-ramai para teknisi serta produsen barang-barang elektronik memanfaatkannya. Bunyi yang dihasilkan oleh resonansi

Page 7: Resonansi (Fisika)

dalam tabung vakum yang dialiri listrik, memang secara kualitas lebih jernih ketimbang hanya mengandalkan resonansi elektromagnetik.

Salah satu instrumen legendaris yang mengandalkan teknologi ini antara lain Hammond Organ, yang pertama diperkenalkan tahun 1930. Instrumen ini langsung populer, karena punya sound yang kha, dan lebih simpel bentuknya. Hingga sekarang, Hammond Organ masih digunakan para musisi, seperti Creed, Coldplay, dan lain-lain.

Era yang paling menonjol saat ditemukanya integrated circuit (alias IC), yang menyederhanakan sekaligus mengefisienkan kumparan penyalur listrik. Jadi, tiap instrumen tersebut bisa memperbanyak sumber energi penghasil bunyi. Ini berarti kualitas sound-nya pun bisa diperhalus dan lebih variatif. Maka tuntutan mencari karakter sound yang khas jadi lebih terbuka.

Instrumen Multimedia

Kedahsyatan IC makin ditemukannya chip, sekaligus menandakan dimulainya era digital. Maka produk-produk instrumen kibor dan piano elektrik bisa bekerja secara multimedia. Maksudnya kibor tidak lagi sebagai sebuah instrumen yang berdiri sendiri, tetapi juga bisa "ngobrol" dengan piranti lain.

Contoh paling ekstrem adalah ditemukannya teknologi MIDI (Musical Instrumen Digital Interface), yang memungkinkan kibor sesederhana portasound atau seakustik grand piano, bisa berhubungan dan bercakap-cakap dengan kibor lain maupun piranti lain seperti komputer.

Tergambar kan, bahwa secanggih apa pun teknologi yang diterapkan piano dan saudara-saudaranya, pasti tidak lepas dari prinsip-prinsip fisika. Karena intinya mereka adalah instrumen penghasil bunyi, sedangkan bunyi sendiri kan salah satu peristiwa fisika.

Pemahaman akan cara kerja tadi dapat membuat kita lebih mengeksplorasi kemampuan alat musik yang kita mainkan. Banyak band-band besar yang kemudian memanfaatkan pengetahuannya untuk menghasilkan sound-sound hebat. Fisika dan musik ternyata memang sahabat dekat.

Page 8: Resonansi (Fisika)

PENJELASAN MENGENAI RESONANSI

Resonansi adalah ikut begetarnya suatu benda karena pebgaruh getaran benda lain di dekatnya. Jadi, frekuensi kedua benda sama.

f1 = f2 Þ Df = 0 Þ bunyi saling berinteraksi sempurna (saling menguatkan).

Resonansi adalah yang memberikan kualitas karakteristik pada bunyi gelombang suara yang ditimbulkan pita suara. Organ-organ yang berfungsi sebagai resonator adalah sinus-sinus, permukaan organ-organ, rongga paring, rongga mulut, rongga dinding, rongga dada. Suara laring yang telah mengalami resonansi ini masih belum merupakan suara bicara seperti apa yang kita dengar.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini dan kumpulkan sebelum praktikum dimulai:

Serahkan tugas rumah anda ke asisten Catatlah suhu, tekanan dan kelembaban ruangan sebelum dan sesudah praktikum

Ukurlah diameter bagian dalam dari tabung Usahakan mula-mula agar permukaan air dalam tabung cukup tinggi dekat dengan ujung atas dari tabung ( dengan reservoir )

Ambil garputala yang frekwensinya diketahui (tanyakan pada assisten berapa frekuensi N nya). Getarkan garputala yang telah diketahui frekuensinya dengan gerputala pemukulan garputala. Untuk manjamin keamanan tabung gelas, lakukan pemukulan jauh dari tabung Catatlah kedudukan permukaan air, ketika terdengar suara yang sangat keras. Turunkan lagi permukaan air, sampai terjadi resonansi lagi, Catat lagi kedudukan permukaan air. Carilah semua resonansi yang mungkin disepanjang tabung. Ulangi percobaan tersebut untuk memastikan tepatnya tempat-tempat resonansi. Gambarkan grafik L terhadap n dan hitung e serta v Hitung V dengan rumus V = (RT/m)1/2 ; R = 8,314 ; =1,4 Hitung juga V dengan V = 331(1+to C/273)1/2 Bandingkan hasil V dari f, g, h dan beri penjelasan

Ulangi tugas 3 b s/d e untuk garputala yang lain (x) yang belum diketahui frekuensinya. Gambarkan grafik L terhadap n dan tentukan frekuensi garputala (x) tersebut Sebutkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam menentukan frekwensi tersebut