representasi nilai siri dalam novel tenggelamnya kapal van

89
REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA BUYA HAMKA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh Hasni Dg. Parani 10533774214 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEPTEMBER 2018

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA

KAPAL VAN DER WIJCK KARYA BUYA HAMKA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

Hasni Dg. Parani

10533774214

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEPTEMBER 2018

Page 2: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN
Page 3: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN
Page 4: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal,

Tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh (Confusius)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

(QS. Al-Insyirah 94: 5-6)

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Bapak dan Ibu yang telah melahirkan, merawat, dan membesarkanku,

Saudara-saudaraku yang selalu memahami setiap keadaanku,

Sahabatku yang senantiasa ada di saat kubutuhkan,

Terima kasih untuk semua keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis

mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

Page 5: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

ABSTRAK

Hasni Dg. Parani. 2018. Representasi Nilai Siri dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck Karya Buya Hamka. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing

I Tarman A. Arief dan Pembimbing II Sakaria.

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah Representasi Nilai Siri dalam

Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui Representasi Nilai Siri dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Karya Buya Hamka.

Jenis penelitian ini adalah jenis kajian pustaka dengan menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Prosedur penelitian meliputi tahap penyediaan data, tahap analisis data,

dan tahap penyajian data. Subjek dalam penelitian ini adalah nilai siri yang terdapat dalam

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dengan menggunakan teori semiotika Pierce

yang membagi tanda ke dalam tiga bentuk yaitu simbol, ikon, dan indeks.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck terdapat nilai siri yang telah dikaji menurut teori Pierce yang membagi tanda menjadi

tiga bentuk yaitu simbol, ikon, dan indeks.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai

siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang telah dikaji ke dalam tiga tanda

semiotika Pierce yaitu simbol, ikon, dan indeks.

Kata kunci: nilai siri, novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Page 6: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Salawat dan

salam senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah saw. yang mengantarkan manusia dari

alam kegelapan menuju alam yang terang benderang ini. Penyusunan skripsi ini,

dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan

pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Kuguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang

kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan

fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang

terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini,

kehendak hati ingin mencari kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan.

Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik

dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Motivasi dari berbagi pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. Segala

hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Ramli Dg. Parani dan

Jumiati yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, dan membesarkan, mendidik, dan membiayai

penulis dalam proses pencarian ilmu. Demikian pula penulis mengucapkan terima kasih

kepada saudara tercinta, Arlin Dg. Parani, Suarni Dg. Parani, Alwi Dg. Parani, dan Armin

Dg. Parani atas segala dukungan dan wejangan-wejangannya, kepada tante dan om tersayang

Roslinan Dg. Mallira dan Muhammad Yakub, S.Pd. yang selalu memberi nasihat-nasihat dan

Page 7: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

tempat pulang ternyaman saat jauh dari orang tua selama menempuh pendidikan, serta para

keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi.

Kepada Dr. Tarman, M.Pd., dan Dr. Sakaria, S.S., S.Pd., M.Pd., pembimbing I dan

pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal

penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan

terima kasih kepada Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E,. M.M., Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar,

Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar, Dr. Munira M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, dan Dr. Muhammad Akhir, M.Pd., Sekertaris Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, serta seluruh dosen dan para staf dalam lingkungan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis

dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada sahabat-

sahabat tercinta, Saidatul Afifah, Sukmawansari, Wasliah, Sri Rahmayani Suherman, Ina

Rista, Sahriana S, Rini Angraini, Eka Julia Pratiwi, Yusmania, dan Isma Indah yang selalu

ada saat suka maupun duka.

Terima kasih kepada teman terbaik sekaligus saudara tak sedarah, Anwar Muharram,

Muhammad Yunus, Suardi Mustafa, Edianto, dan Wandi Candra yang selalu ada saat penulis

membutuhkan bantuan, dan terkhusus teman-teman kelas E 2014 untuk segala kebersamaan,

motivasi, saran, dan bantuannya yang telah memberikan kenangan indah dalam hidup

penulis., serta semua teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

namanya satu-persatu, terima kasih atas segala bantuannya.

Page 8: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan

dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena

penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan.

Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi

penulis. Aamiin.

Makassar, September 2018

Penulis

Page 9: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iv

SURAT PERJANJIAN ......................................................................................... v

MOTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii

ABSTRAK ............................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DARTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

E. Definisi Istilah ........................................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 9

A. Kajian Pustaka .......................................................................................... 9

1. Penelitian yang Relevan ...................................................................... 9

2. Sastra ................................................................................................... 12

3. Karya Sastra ........................................................................................ 17

4. Novel ................................................................................................... 30

5. Siri ....................................................................................................... 31

6. Semiotika ............................................................................................ 46

B. Kerangka Pikir .......................................................................................... 53

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 55

A. Rancangan Penelitian ................................................................................ 55

B. Data dan Sumber Data .............................................................................. 55

C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 56

D. Teknik Analisis Data................................................................................. 57

Page 10: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 59

A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 59

B. Pembahasan............................................................................................... 72

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 74

A. Simpulan ................................................................................................... 74

B. Saran ......................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 11: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Bagan Trikotomi Pierce (hubungan tanda dengan objeknya) ........... 51

Page 12: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretan Pierce ............................. 50

2.2. Model kategori Tanda oleh Pierce ................................................... 51

2.3. Bagan Kerangka Pikir ...................................................................... 54

Page 13: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sinopsis Novel ...................................................................................... 85

2. Biografi Buya Hamka ........................................................................... 86

3. Korpus Data .......................................................................................... 94

4. Biodata Validator .................................................................................. 105

Page 14: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sastra berasal kata sas (sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk,

dan intruksi, akhiran tra berarti alat atau sarana (Teew dalam Ratna, 2005: 4). Alat yang

dijadikan cermin masyarakat untuk memberi petunjuk dan menggambarkan kehidupan

masyarakat, namun juga merupakan cermin balik bagi masyarakat untuk subjek kolektif.

Wellek dan Austin (1990: 109) menyatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan

kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru

alam dan dunia subjektif manusia.

Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud

penulis untuk tujuan estetika. Hal ini sejalan dengan Ratna (2000: 14), bahwa pengarang

berusaha menggambarkan peristiwa yang dialami masyarakat pada kehidupan sehari-hari.

Karya sastra menjadi wadah yang juga tidak terlepas dari rekaman peristiwa-peristiwa

kebudayaan di dalam hidup manusia, yakni pada hakikatnya sastra dan kebudayaan itu

sendiri memiliki objek yang sama, yaitu manusia (masyarakat), manusia sebagai fakta sosial,

dan masnusia sebagai makhluk kultural.

Melalui karya sastra pembaca dapat memperoleh hiburan dan kesenangan. Jika hanya

mencari kesenangan maka pembaca tersebut bukanlah pembaca yang baik. Dalam membaca

sastra kita hendaknya menikmati jalannya cerita, pelukisan watak, mempertimbangkan,

mencari kebenaran yang ada di dalamnya dan juga ikut aktif mencari makna yang ada. Maka

pembaca memperoleh kekayaan rohani yang dapat memperkuat jiwanya. Jiwa akan kuat jika

diisi dengan kekayaan rohani yakni salah satunya diperoleh melalui karya sastra. Horace

mengatakan bahwa seni selayaknyalah bersifat dulce et utile, artinya menyenangkan dan

1

Page 15: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

berguna, seni sastra menyenangkan karena bersifat seimbang (harmonis), berirama, kata-

katanya menarik hati, mengharukan, mengandung konflik, dan sebagainya. Berguna

disebabkan karena seni sastra itu memancarkan pengalaman yang tinggi dan hebat, sehingga

penikmat akan mendapatkan manfaat serta pengalaman jiwa yang dikemukakan sastrawan itu

(dalam Pradopo, 1994: 47).

Salah satu karya sastra yang sangat digemari oleh pembaca saat ini adalah novel.

Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa yang memiliki unsur

intrinsik dan ekstrinsik. Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang berarti

sebuah kisah atau cerita. Sebuah novel biasanya menceritakan atau menggambarkan tentang

kehidupan manusia yang berinteraksi dengan lingkungan dan juga sesamanya.

Dikutip dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi V (2016), bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang yang

mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Oleh karena itu, novel dapat berpengaruh

terhadap perkembangan karakter pembacanya, khususnya para remaja, baik dari segi bahasa

maupun peran pelaku yang terdapat dalam novel.

Seperti diketahui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudi luhur tinggi,

ramah, santun, dan bersahaja. Namun, kini julukan itu perlahan-lahan mulai hilang terkikis

oleh budaya-budaya luar yang masuk dan berkembang di Indonesia. Dulu, Indonesia dikenal

dengan bangsa yang menjunjung tinggi tata krama dalam pergaulan. Penduduk yang penuh

etika sopan santun, yang mengedepankan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri.

Namun, seiring dengan perkembang zaman dan teknologi informasi yang semakin

pesat, tak bisa dipungkiri ikut berpengaruh pada perilaku masyarakat, khusunya para remaja

yang notabene lebih banyak menggunakan teknologi. Bukan itu saja, remaja saat ini sangat

minim dengan sopan santun, baik kepada yang lebih tua maupun sebayanya.

Page 16: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Merosotnya moral bangsa ini kembali lagi kepada diri masing-masing. Memang tidak

semua masyarakat Indonesia tidak bermoral, namun perlu diketahui bahwa hal tersebut

membawa dampak negatif jika tidak ada perbaikan.

Ada beberapa daerah di Indonesia yang masih menjunjung tinggi harkat dan martabat,

baik dalam dirinya sendiri maupun dalam keluarga dan masyarakat luas. Tepatnya di

masyarakat Bugis, masih memelihara budaya siri. Siri adalah harga diri atau martabat

tertinggi yang ada dalam diri seorang manusia Bugis. Tanpa siri berarti tanpa harga diri.

Manusia tanpa harga diri berarti manusia tak ada bedanya dengan binatang. Harga diri

adalah kekayaan batin makhluk Allah swt.

Siri merupakan campuran dari pikiran, perasaan dan nilai-nilai budaya serta nilai-nilai

agama yang disebut kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Makna siri dapat dilihat

dari tiga jenis yang berbeda, yaitu: Masiri-siri yaitu siri yang dapat menimbulkan perasaan

malu-malu. Siri-ripakkasiri yaitu siri yang dapat menimbulkan perasaan malu yang menuntut

perlakuan adil karena seseorang telah menghina atau memperlakukannya di luar batas

kemanusiaan. Siri-Masiri yaitu siri yang dapat menimbulkan perasaan malu yang

mengandung makna mempertahankan, meningkatkan atau mencapai prestasi yang harus

dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala jerih payah demi tegaknya siri orang itu sendiri,

keluarga dan kelompoknya.

Arti siri yang dikemukakan itu, pada dasarnya mengandung unsur yang penting, yaitu

harga diri dan martabat, karena bagi masyarakt Bugis, hidup tanpa harga diri dan martabat

diri berarti hidup tanpa arti. Artinya, siri itu adalah hidup matinya masyarakat Bugis, yang

merupakan inti pandangan hidup masyarakat Bugis.

Nilai siri yang disampaikan kepada pembaca melalui karya fiksi tentunya sangat

berguna dan bermanfaat. Demikian juga nilai siri yang terdapat dalam novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka akan bermanfaat bagi pembaca khususnya

Page 17: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

masyarakat Sulawesi Selatan. Nilai siri yang ditampilkan dalam novel ini berkaitan dengan

ketaataan pada aturan yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya, seorang laki-laki yang lebih

mengedepankan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. Novel ini menampilkan

persolan hidup tentang siri-masiri, yaitu siri yang dapat menimbulkan perasaan malu yang

mengandung makna mempertahankan, meningkatkan atau mencapai prestasi yang harus

dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala jerih payah demi tegaknya siri orang itu sendiri,

keluarga dan kelompoknya.

Oleh karena itu, sebuah karya sastra apabila telah sampai kepada pembacanya maka

sang penulis atau pengarang tidak memiliki hak atas karyanya sendiri. Hak yang dimaksud

dalam hal ini adalah, hak membela, menyatakan baik atau menutupi buruknya karya yang ia

buat dari komentar pembaca, baik itu komentar yang positif atau yang negatif. Hal ini pun

terjadi pada Buya Hamka dalam novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck yang telah mencuri perhatian para kritikus dan dianggap memberikan warna baru

dalam sastra Indonesia. Selain mendapatkan komentar yang baik dari para pembacanya,

novel ini juga mendapatkan respon negatif dari sebagian pembacanya maupun dari beberapa

sastrawan lainnya.

Komentar yang baik dan buruk yang mengiringi novel Buya Hamka telah menarik

perhatian penulis untuk menjadikan novel ini sebagai objek dalam penelitian yang penulis

lakukan, yang berkaitan dengan Representasi Nilai Siri dalam Novel Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck karya Buya Hamka.

Selain karena bahasanya yang menarik, novel ini juga merupakan novel yang

disenangi di semua kalangan, baik remaja maupun dewasa. Olehnya itu, penulis menjadikan

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka ini sebagai objek kajian

dalam penelitian.

Page 18: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini

adalah; Bagaimanakah representasi nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck karya Buya Hamka?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mendeskripsikan representasi nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck karya Buya Hamka.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tinjauan untuk

memahami representasi nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

karya Buya Hamka.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap

perkembangan karya sastra, terutama karya sastra yang banyak mengandung nilai siri.

2. Manfaat Praktis

a. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan bagi pembaca,

bahwa beberapa buku tidak hanya dijadikan bahan bacaan semata tetapi juga memberi

makna akan pentinganya mengetahui sebuah budaya, dalam hal ini melalui novel

yang disuguhkan oleh pengarang kepada pembacanya.

b. Bagi peneliti:

1) Penelitian ini seabagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam

penerapan teor-teori yang sudah diperoleh di bangku kuliah.

2) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan analisis nilai siri dalam novel.

Page 19: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

E. Definisi Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian, maka peneliti sangat

perlu untuk menjelaskan terlebih dahulu yang dimaksud dengan judul penelitian

“Representasi Nilai Siri dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya

Hamka”. Adapun definisi istilah dari judul tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Representasi: proses pemaknaan kembali sebuah objek/ fenomena/ realitas yang

maknanya bergantung terhadap cara seseorang mengungkapkannya melalui bahasa.

2. Nilai: kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia baik perorangan,

masyarakat, bangsa, dan Negara.

3. Siri: sistem nilai sosiokultural kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri

dan martabat manusia sebagai individu dan anggota masyarakat dalam masyarakat

Bugis.

4. Novel: karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian kehidupan seseorang

dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Page 20: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Sebuah penelitian agar mempunyai orisnilitas perlu adanya penelitian yang

relevan. Penelitian yang relevan berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang

penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Penelitian yang membahas

mengenai nilai siri dalam sebuah karya sastra sebelumnya sudah pernah diteliti oleh

beberapa peneliti. Peneliti yang mengkaji masalah nilai siri di antaranya adalah Isma

Ariyani dan Sri Yusnidar. Isma Ariyani mengkaji nilai siri pada novel karya Buka Hamka

dengan judul Representasi Nilai Siri pada Sosok Zainuddin menggunkan analisis Framing

Novel, sedangkan penelitian nilai siri selanjutnya yaitu oleh Sri Yusnidar dengan kajian

Representasi Nilai Budaya Siri dalam Film Televisi Nasional menggunakan Analisis

Semiotik Pierce Film “Badik Titipan Ayah”. Kedua penelitian tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut.

Pertama, penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Isma Ariyani. Isma

Ariyani adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin pada tahun 2014. Penelitiannya Berjudul

Representasi Nilai Siri pada Sosok Zainuddin dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck (Ananalisi Framing Novel). Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi

sastra, dengan fokus penelitian nilai siri yang ada pada sosok Zainuddin dalam Novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Adapun nilai siri yang dibahas dalam penelitian ini

yaitu membahas nilai siri berdasarkan analisis Framing Novel dengan menggunakan

model Gamson dan Modigliani, yakni model yang mendasarkan pada pendekatan

9

Page 21: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

konstruksionis yang melihat representasi media berupa realitas sosial, yang terdiri atas

sejumlah kemasan yang mengandung makna tertentu. Perbedaan dengan penelitian yang

peneliti laksanakan terletak pada model yang digunakan, yaitu Isma Ariyani

momfokuskan pada satu tokoh dengan menggunakan model Gamson sedangkan peneliti

memfokuskan pada semua tokoh dengan menggunakan model Pierce.

Kedua, penelitian mengenai nilai siri juga pernah dilakukan oleh Sri Yusnidar. Sri

Yusnidar adalah mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, Universitas UIN Alauddin Makassar pada tahun 2017. Penelitian ini

berjudul Representasi Nilai Budaya Siri dalam Film Televisi Nasional (Analisis Semiotik

Pierce Film “Badik Titipan Ayah). Sama halnya dengan penelitian sebelumnya, penelitian

ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, dengan fokus penelitian nilai budaya siri

dalam film dengan menggunakan model Pierce yang terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu

simbol, ikon, dan indeks. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sekarang

yaitu terletak pada objek kajiannya, yaitu Sri Yusnidar mengkaji nilai budaya siri dalam

film sedangkan peneliti sendiri mengkaji nilai siri dalam novel.

Ketiga, penelitian mengenai nilai siri juga pernah dilkaukan oleh Sumbang

Parmadi. Sumbang Parmadi adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah

Makssar pada tahun 2016. Penelitiannya berjudul Analisis Nilai Siri pada Tokoh

Zainuddin dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka. Sama

halnya dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi

sastra, dengan fokus penelitian nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck Karya Buya Hamka dengan menggunakan model Pierce yang membagi tanda ke

dalam tiga bentuk, yaitu simbol, ikon, dan indeks. Adapaun perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada objeknya, yaitu Sumbang Parmadi

Page 22: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

mengkaji nilai siri hanya pada sosok Zainddun sedangkan peneliti sendiri mengkaji nilai

siri secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian tentang penelitian yang relevan di atas, terdapat persamaan

dalam penelitian ini. Persamaan salah satunya yaitu membahas mengenai nilai siri dengan

menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Perbedaan dari penelitian yang peneliti teliti

adalah objek kajian dan sumber data yang berbeda. Objek dan sumber data yang peneliti

teliti dalam penelitian ini yaitu Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck sedangkan

peneliti sebelumnya objek dan sumber data yang digunakan adalah Film Badik Titipan

Ayah. Berdasarkan perbedaan tersebut maka sifat orisinilitas suatu penelitian dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2. Sastra

Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sastra berasal kata sas (sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk, dan intruksi, akhiran tra berarti alat atau sarana (Teew dalam Ratna, 2004: 4).

Alat yang dijadikan cermin masyarakat untuk memberi petunjuk dan menggambarkan

kehidupan masyarakat, namun juga merupakan cermin balik bagi masyarakat untuk

subjek kolektif. Wellek dan Austin (1990: 109) menyatakan bahwa sastra menyajikan

kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya

sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia.

Kehadiran sastra diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Karya sastra

tidak saja dinilai sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi.

Tetapi lebih dari itu, sastra telah diangap sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai

konsumsi emosi dan intelektual (Wicaksono, 2014: 2).

Sastra merupakan ungkapan dari pengalaman penciptanya, hal ini berarti bahwa

sastra tidak dapat dilepaskan dari pengalaman hidup penyair, pengarangnya atau

Page 23: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

sastrawannya. Setiap genre sastra, baik itu prosa, puisi, maupun drama hadir sebagai

media berbagi pengalaman sastrawan kepada pembaca. Setiap jenis sastra selalu hadir

sebagai sebuah sistem lambang budaya yang merupakan hasil intelektual sastrawannya

dalam merespon berbagai fenomena yang hadir di sekelilingnya. Jadilah teks sastra

sebagai sebuah fakta kemanusiaan, fakta kejiwaan, dan fakta kesadaran kolektif

sosiokultural. Sastra sebagai proyeksi sagala macam persoalan kultural, sosial, sekaligus,

kejiwaan. Sastra merupakan salah satu aspek kebudayaan. Sastra berperan penting dan

terlibat dalam kebudayaan (Wicaksono, 2014: 2).

Anggapan bahwa sastra itu (bacaan) berat masih melekat di masyarakat awam,

terutama generasi muda. Sastra memang mengedepankan keindahan bahasa agar dapat

menyentuh jiwa dari si pembacanya. Tetapi tak jarang keindahan bahasa sastra disebut

sebagai penyampaian yang ribet.

Membaca sastra tidak hanya memperkaya diksi dalam berbahasa, tetapi bisa

belajar banyak hal seperti sejarah, seni, budaya, sosial, politik, filsafat, hingga psikologi.

Hal tersebut dikarenakan sastra merupakan hasil kreatif seseorang atas penghayatannya

tentang kehidupan. Sastra pun dapat mendorong pembaca untuk mengasah kreatifitas,

memperkaya imajinasi, berpikiran kritis, memperluas pandangan (alias lebih open

minded), sekaligus berbudaya.

Menurut Taum (1997: 13) sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat

imajinatif atau sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang

menandakan hal-hal lain. Sastra lahir akibat adanya dorongan dasar manusia untuk

mengungkapkan dirinya dan menaruh minat terhadap masalah manusia dan kemanusiaan,

dan menaruh minat terhadap realitas yang berlangsung sepanjang masa. Selain itu, karya

sastra muncul dari sesuatu yang menjadikan pengarang mempunyai rasa empati pada

suatu peristiwa yang ada di dunia ini. Peristiwa tersebut sangat memengaruhi keadaan

Page 24: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

jiwa pengarang sehingga memunculkan pertentangan batin yang mendorong untuk

memunculkan karya sastra. Sastra yang dilahirkan dari sastrawan diharapkan dapat

memberi kepuasan estetik dan intelek bagi orang lain atau pembaca (Wicaksono, 2014:

3).

Sastra merupakan karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan,

selalu tumbuh, dan berkembang. Maka dari itu, batasan tentang sastra tidak pernah

memuaskan. Tetapi, ungkapan batasan berikut diharapkan mampu menjadi gambaran

mengenai sastra.

Dalam sastra, kita dapat menemukan gambaran hidup dan rangkaian sejarah yang

sesuai dengan masa sastra itu hadir. Secara etimologis, sastra berasal dari bahasa latin

yaitu literature (litera: huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Sansekerta berasal dari akar

kata sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, dan akhiran tra menunjukkan

arti sebagai alat bantu atau saran. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku

petunjuk atau buku pengajaran yang baik (Ratna, 2003: 1). Sedangkan dalam pengertian

saat ini, sastra banyak diartikan sebagai tulisan. Pernyataan ini kemudian ditambah

dengan kata su yang berarti indah atau baik, maka susastra bermakna tulisan yang indah

(Widjajanti, 2001: 1).

Menurut Chamamah (dalam Jabrohim, 2001: 10) menjelaskan bahwa sastra

dipahami sebagai suatu bentuk kegiatan manusia yang tergolong hasil karya seni yang

menggunakan bahasa sebagai bahan. Jadi, bahan merupakan karakteristik sastra sebagai

karya seni. Bahasa digunakan secara istimewa dalam karya sastra, terutama dalam

menjalankan fungsi komunikasi untuk menyampaikan informasi secara maksimal. Sastra

adalah kreativitas pengarang yang bersumber dari kehidupan manusia secara langsung

atau melalui rekaannya yang dengan bahasa sebagai medianya.

Page 25: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Dari beberapa batasan tentang sastra dapat dipahami, mencakup semua sastra

yang menggunakan bahasa sebagai bahan, baik bahasa tulis maupun lisan yang memuat

perasaan manusia yang mendalam dan kebenaran moral, keluasan pandangan, dan bentuk

yang memesona. Untuk merekam isi jiwa sastrawan, karya sastra harus dapat

dikomunikasikan kepada orang lain dan mempunyai daya tarik tersendiri yang dapat

memesona pembaca, memberikan kepuasan dan rasa senang kepada pembacanya.

Sastra menurut Gazali sebagaimana dikutip Pradopo (2003: 32) adalah tulisan atau

bahasa yang indah; yakni hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa

dalam bentuk tulisan. Indah adalah sesuatu yang menimbulkan orang yang melihat dan

mendengarkan dapat tergetar jiwanya sehingga melahirkan keharuan, kemesraan,

kebencian, kecemasan, dendam, dan seterusnya. Sastra merupakan hasil seni bahasa yang

indah yang dapat menimbulkan keindahan, tetapi belum menunjukkan sifat khusus dari

tulisan yang berupa karya sastra yang indah bahasanya dan baik isinya.

Rene Wellek (dalam Pradopo, 2003: 35) mengemukakan tiga definisi (1) Seni

sastra adalah segala sesuatu yang dicetak. Definisi ini tidak lengkap karena tidak meliputi

karya sastra yang ditulis, atau karya sastra lisan. (2) Seni sastra terbatas pada buku-buku

yang terkenal dari sudut isi dan bentuk. Definisi ini bercampur dengan penilaian; dan

penilaian itu hanya didasarkan pada segi estetiknya atau segi intelektualnya. Dengan

demikian, karya-karya sastra yang lain yang tidak terkenal tidak dapat dimasukkan dalam

sastra. (3) Seni sastra bersifat imajinatif.

Sifat imajinatif ini menunjukkan dunia angan dan khayalan sehingga kesusastraan

berpusat pada epik, lirik, dan dramatik, karena ketiganya dihasilkan dari dunia rekaan

(fiction, imagination). Jadi, definisi ketiga tersebut mengakui adanya sifat fictionally

(sifat khayali), invention (penemu atau penciptaan), dan imagination (mengandung

kekuatan menyatukan angan untuk mencipta) sebagai hakikat seni sastra. Fictionaly di

Page 26: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

sini menunjukkan dunia khayalan. Artinya, dunia yang adanya hanya karena khayalan

sastrawan, bukan dunia yang nyata atau sungguh-sungguh ada. Invention menunjukkan

pengertian adanya penemuan-penemuan baru sebagai hasil khayalan, penemuan karya

cipta baru. Imagination menunjukkan adanya daya membayangkan untuk menghasilkan

sesuatu yang baru, yang asli, untuk menghasilkan dunia nyata.

Fananie Zainuddin (2000: 6) merumuskan pengertian sastra adalah karya fiksi

yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu

mengungkapkan aspek estetik, baik yang berdasarkan aspek kebahasaan maupun aspek

makna. Estetik bahasa biasanya diungkapkan melalui aspek puitik atau poetic fungtion

(surface structure), sedangkan estetik makna dapat terungkap melaui aspek deep

structure. Secara mendasar suatu teks sastra setidaknya harus mengandung tiga aspek

utama yaitu, decore (memberikan sesuatu kepada pembaca), delecture (memberikan

kenikmatan melalui unsur estetik), dan movere (mampu menggerakkan kreativitas

pembaca). Kriteria ini harus dijabarkan lebih detail dan lebih khusus lagi karena

mendefinisikan atau menjabarkan sastra tidak hanya sekadar menguraikan maknanya

secara harfiah.

3. Karya Sastra

Karya sastra adalah bentuk kreativitas dalam bahasa yang indah berisi sederetan

pengalaman batin dan imajinasi yang berasal dari pengkhayalan realitas sosial pengarang.

Karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang objeknya adalah manusia

dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Karya sastra

merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran.

Penggambaran atau imajinasi ini dapat berupa titian terhadap kenyataan kehidupan, dapat

pula imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaman

Page 27: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

peristiwa) atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran keduanya

(Wicaksono, 2014: 1).

Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, dipahami, dan

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra tercipta karena adanya

pengalaman batin pengarang berupa peristiwa atau problem yang menarik sehingga

muncul gagasan dan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Sangidu (2004: 26)

mengatakan bahwa sastra adalah bagian dari masyarakat, kenyataan yang demikian

mengilhami para pengarang untuk melibatkan dirinya dalam tata kehidupan masyarakat

tempat mereka berada dan mencoba memperjuangkan posisi struktur sosial dan

permasalahan yang dihadapi di masyarakat. Sosial dan budaya (sosiokultural) yang

berkembang di masyarakat sangat berpengaruh dalam isi dan tema yang tertuang dalam

suatu karya sastra. Maka dari itu, novel juga sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya

(sosiokultural) penyair. Bahkan, isi karyanya dapat mencerminkan sosial dan budaya

masyarakat pada saat karya sastra itu diciptakan serta keadaan sosial dan budaya

penyairnya. Karya sastra merupakan hasil kehidupan jiwa yang terjelma dalam tulisan

atau bahasa tulis yang mencerminkan peristiwa kehidupan masyarakat. Karya sastra

adalah karya imajinatif pengarang yang menggambarkan kehidupan masyarakat dan

barangkali sesuai pada waktu karya sastra itu diciptakan.

Karya sastra yang ditulis merupakan ungkapan masalah-masalah manusia dan

kemanusiaan, tentang makna hidup dan kehidupan, melukiskan penderitaan manusia-

manusia, perjuangannya, kasih sayang dan kebencian, nafsu dan segala yang dialami

manusia (Esten Mursal, 1990: 8). Bentuk pengungkapan inilah yang merupakan hasil

kepiawaian pengarang dalam menggambarkan segala aspek kehidupan manusia lewat

ekspresi pengarang.

Page 28: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Dengan demikian karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dihayati,

dan dimanfaatkan bagi khalayak (pembaca). Sastra merupakan produk kreativitas

pengarang yang muncul atau bersumber dari kehidupan manusia secara langsung ataupun

melalui rekaan dengan bahasa sebagai media aktualisasinya. Sebuah karya sastra tidak

akan lepas dari pola berpikir, ide, dan prinsip pengarangnya. Karya sastra selalu dalam

pengaruh keberadaan pengarangnya. Di samping mengekspresikan dan mengemukakan

persoalan hidup yang terjadi, pengarang juga ingin mengajak pembaca untuk berpikir

memecahkan persoalan kehidupan (Wicaksono, 2014: 3).

Melalui jalinan cerita yang ada, pembaca disuguhi berbagai persoalan serta

bagaimana tokoh-tokoh yang ada dalam cerita berupaya mengatasi berbagai persoalan

yang dihadapinya. Dari sini, secara tidak langsung pembaca mengenal berbagai masalah

kehidupan sekaligus belajar mengatasinya. Bahkan, dalam karya sastra, terlebih novel

sering pula ditemukan hal-hal yang inspiratif dan sangat kuat dalam memberikan motivasi

bagi pembacanya.

Karya sastra lahir karena adanya sesuatu yang menjadikan jiwa seorang pengarang

atau pencipta mempunyai rasa tertentu pada suatu persoalan atau peristiwa di dunia ini,

baik yang langsung dialaminya maupun dari kenyataan hidup sehari-hari yang ada di

masyarakat. Persoalan atau peristiwa itu sangat memengaruhi bentuk kejiwaan seorang

pencipta karya sastra sehingga memungkinkan munculnya konflik atau ketegangan batin

yang mendorong pencipta untuk mewujudkan dalam bentuk karya sastra (Wicaksono,

2014: 4).

Seorang pengarang mempunyai banyak pandangan dibalik karya yang

diciptakannya. Pemahaman isi karya sastra yang ditulis pengarang bergantung pada

ketajaman interpretasi pembacanya. Untuk dapat menginterpretasikan karya sastra dengan

Page 29: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

baik, pembaca harus memahami dengan sungguh-sungguh maksud pengarang dalam

karya yang dihasilkannya itu.

Menurut Wicaksono (2014: 4) kehadiran karya sastra yang diungkapkan

pengarang adalah masalah hidup dan kehidupan manusia. Karya sastra merupakan

gambaran kehidupan hasil rekaan pengarang. Kehidupan dalam suatu karya sastra adalah

kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang, dan keyakinan pengarang. Oleh

karena itu, kebenaran atau kenyataan dalam karya sastra tidak mungkin sama dengan

kenyataan yang ada di sekitar kita. Kenyataan akan kebenaran dalam karya sastra adalah

kebenaran keyakinan, bukan kebenaran indrawi seperti yang kita lihat sehari-hari.

Horace dalam Wellek dan Warren (1993: 25-26) mengemukakan bahwa fungsi

karya sastra adalah dulce at utile yang artinya menyenangkan dan berguna.

Menyenangkan dalam arti tidak menjemukan, tidak membosankan. Berguna dalam arti

tidak membuang-buang waktu, bukan sekadar perbuatan iseng melainkan sesuatu yang

perlu mendapat perhatian serius.

Karya sastra memberi kenikmatan dan kesenangan. Karya sastra yang baik, isinya

bermanfaat dan cara pengungkapan bahasanya pun indah. Kita merasa tidak sia-sia

membacanya. Karya sastra diciptakan pengarang tentu mempunyai maksud tertentu.

Karya sastra tidak hanya menghibur, tetapi merupakan alat penyampaian wejangan-

wejangan atau nasihat, pendidikan dan sebagainya. Dengan karyanya, seorang penulis

bermaksud menyampaikan gagasan-gagasannya, pandangan hidup atas kehidupan sekitar

dengan cara menarik dan meyenangkan pembaca (Sudjiman 1998: 57).

Selanjutnya, masih pendapat yang sama, Pradopo (2003: 59) menjelaskan bahwa

karya sastra adalah karya seni, yaitu suatu karya yang menghendaki kreativitas dan

bersifat imajinatif. Dikatakan imajinatif bahwa karya sastra itu terjadi akibat penanganan

dan hasil penanganan itu adalah penemuan-penemuan baru, kemudian penemuan baru itu

Page 30: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

disusun ke dalam suatu sistem yang dengan kekuatan imajinasi sehingga terciptalah dunia

baru yang sebelumnya belum ada.

Menurut Wellek dan Warren (1993: 140) karya sastra merupakan sebuah struktur

menunjuk pada susunan atau tata urutan unsur-unsur yang saling berhubungan antara

bagian yang satu dengan bagian yang lain. Unsur ini adalah ide dan emosi yang

dituangkan sedangkan unsur bentuk adalah semua elemen linguis yang dipakai untuk

menuangkan isi ke dalam unsur fakta cerita, sarana cerita, dan tema sastra.

Pada dasarnya, karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra

dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup, walaupun

dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan

batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat

dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati

dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni (Wicaksono, 2014: 11).

Setiap karya sastra selalu muncul dalam karakter jenis sastra (genre sastra) yang

dipilih pengarangnya. Wellek dan Warren (1993: 306-307) menyarankan bahwa genre

harus dilihat sebagai pengelompokkan karya sastra yang secara teoretis didasarkan pada

bentuk luar (mantra dan struktur tertentu) dan pada bentuk dalam (sikap, nada, tujuan, dan

yang lebih kasar adalah isi, dan khalayak pembaca).

Karya sastra dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni sastra imjinatif dan sastra

nonimajinatif. Begitu pula dalam penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih

menekankan penggunaan bahasa dalam arti yang konotatif (banyak arti) dibandingkan

dengan sastra nonimajinatif yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa denotatif

(tunggal arti) (Sumardjono dan Saini K.M, 1997: 17).

Ciri sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali,

menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.

Page 31: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Sedangkan ciri sastra nonimajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur

faktualnya daripada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif dan

memenuhi nilai-nilai estetika seni. Sesuatu disebut teks sastra jika (1) teks tersebut tidak

melulu disusun untuk tujuan komunikatis praktis atau sementara waktu, (2) teks tersebut

mengandung unsur fiksionalitas, (3) teks tersebut menyebabkan pembaca mengambil

jarak, (4) bahannya diolah secara istimewa, dan (5) mempunyai keterbukaan penafsiran

(Wicaksono, 2014: 15).

Terdapat tiga hal yang membedakan karya sastra dengan karya tulis lainnya, yaitu

sifat khayali, adanya nilai-nilai seni atau estetika, dan penggunaan bahasa yang khas.

Sastra imajinatif mempunyai ciri yang isinya bersifat khayali, menggunakan bahasa yang

konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sastra nonimajnatif mempunyai ciri-

ciri yang isinya menekankan unsur faktual atau faktanya, menggunakan bahasa yang

cenderung denotatif, memenuhi unsur-unsur estetika seni. Pengertian indah, tidak semata-

mata merujuk pada bentuk, tetapi kendahan isi yang berkaitan dengan emosi, imajinasi,

kreasi, dan ide (Winarni, 2009: 8).

Dengan demikian, kesamaan antara sastra imajinatif dan nonimajinatif adalah

masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan (unity), keselarasan

(harmony), keseimbangan (balance), fokus atau pusat penekanan suatu unsur (right

emphasis). Perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya

bersifat khayal atau fiktif sedangkan isi sastra nonimajinatif didominasi oleh fakta-fakta.

Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif sedangkan bahasa sastra nonimajinatif

cenderung denotatif (Wicaksono, 2014: 15).

Sejalan dengan pendapat di atas, Wicaksono (2014: 15-20) menjelaskan secara

rinci sastra imajinatif dan nonimajinatif sebagai berikut.

1. Sastra Imajinatif

Page 32: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Sastra merupakan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan

dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dapat dikatakan bahwa sastra

adalah gambaran kehidupan manusia. Penggambaran kehidupan manusia dalam sastra

didasarkan pada daya imajinasi sehingga kehidupan tersebut bersifat imajinatif

meskipun tidak semua karya bersifat imajinatif. Kehidupan manusia yang digambarkan

sastra dapat sebagai transformasi kehidupan faktual, baik kehidupan pengarang

maupun kehidupan sosial berdasarkan imajinasi sastrawan (Wicaksono, 2014: 15).

Menurut Wicaksono (2014: 15) imajinasi merupakan sarana untuk berselancar

dan memahami realitas keberadaan dirinya juga lingkungannya. Sebuah imajinasi lahir

dari proses mental yang manusiawi. Proses ini mendorong kekuatan yang merangsang

emosi untuk berperan aktif dalam pemikiran dan gagasan kreatif serta tindakan kreatif.

Sastra dibangun menurut daya angan (imajinasi), yaitu daya tangkap batin yang

secara intuitif memperoleh tanggapan atau visi yang benar dari pengalaman dan

kenyataan konkret. Imajinasi dibedakan dari fantasi. Angan dibedakan dari khayal

tanpa disertai penjelasan sama sekali, tetapi serentak dengan itu. Fantasi adalah

imajinasi yang diteruskan (dikembangkan) yang mengatasi struktur kenyataan sehari-

hari. Fantasi merupakan contoh pertama dari kesadaran imajinatif (Wicaksono, 2014:

16).

Wellek (1993: 140) mengatakan bahwa kesusastraan dibatasi pada seni sastra

yang bersifat imajinatif. Jadi, sifat imajinatif menunjukkan dunia angan dan khayalan

sehingga kesusastraan berpusat pada epik, lirik, dan drama karena ketiganya itu yang

ditunjuk adalah dunia angan (fiction, imagination).

Sastra adalah hasil kreativitas pengarang yang bersumber dari kehidupan

manusia secara langsung melalui rekaan dengan bahasa sebagai medianya (Winarni,

2009: 7). Pengimajinasian dalam sastra berguna untuk memberi gambaran yang jelas,

Page 33: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

menimbulkan suasana khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran dan

pengindraan, untuk menarik perhatian, dan memberikan kesan mental atau bayangan

visual penyair. Gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental, dan bahasa yang

menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra atau imaji. Adapun cara

membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu biasa dengan istilah citraan

(imagery).

Kenyataan yang dilahirkan sastra, dalam hubungan ini adalah suatu karya sastra

imajiner “a reflected reality” (realitas yang direfleksikan). Imajiner artinya hanya

terdapat dalam angan-angan, atau khayalan, sebutan lain untuk fantasi. Sastra

imajinatif adalah sastra yang berupaya untuk menerangkan, menjelaskan, memahami,

membuka pandangan baru, dan memberikan makna realitas kehidupan agar manusia

lebih mengerti dan bersikap yang semestinya terhadap realitas kehidupan. Dengan kata

lain, sastra imajinatif berupaya menyempurnakan realitas kehidupan walaupun

sebenarnya fakta atau realitas kehidupan sehari-hari tidak begitu dalam sastra

imajinatif. Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai sastra imajinatif ini harus

bermuara pada bagaimana cara memahami ketiga jenis sastra tersebut secara

komprehensif. Tanpa adanya pemahaman ini, apa yang dipelajari dalam hakikat dan

jenis sastra imajinatif hanya sekadar hiasan ilmu yang akan cepat pudar (Wicaksono,

2014: 17).

Prosa merupakan bentuk karya sastra yang diuraikan menggunakan bahasa

bebas dan panjang, tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi. Puisi

merupakan bentuk karya sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang

singkat dan padat serta indah. Puisi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni puisi

epik, puisi lirik, dan puisi dramatik. Fiksi atau prosa terbagi tiga genre, yakni novel

atau roman, cerita pendek (cerpen), dan novelette (novel pendek). Sedangkan drama

Page 34: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

adalah bentuk karya sastra yang dilukiskan dengan menggunakan gaya bahasa yang

bebas dan panjang (Wicaksono, 2014: 17).

Drama merupakan karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-

dialog para tokohnya. Di dalam drama dikenal dua pengertian, yaitu drama dalam

bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.

Perkembangan dan pembagian jenis karya sastra sudah diramalkan dan

diungkapkan oleh beberapa ahli sejak zaman Yunani Kuno. Aristoteles (dalam

Fananie, 2000: 7) telah menyusun kemungkinan berbagai jenis kriteria sastra sebagai

berikut. Jenis karya sastra dapat dibagi menjadi tiga kategori:

1. Media of presentation (sarana perwujudan):

a) Prosa

b) Puisi

2. Object of presentation (objek perwujudan): pada prinsipnya yang menjadi objek

selalu manusia, tetapi ada tiga kemungkinan:

a) Manusia rekaan lebih agung dari manusia nyata: tagedi.

b) Manusia rekaan lebih hina dari manusia nyata: komedi.

c) Manusia rekaan sama dengan manusia nyata: roman.

Berpijak pada beberapa pendapat yang diungkapkan di atas, Wicaksono (2014:

18) menyimpulkan bahwa jenis karya sastra berdasarkan bentuknya terbagi menjadi

tiga jenis, yaitu prosa, puisi, dan drama. Untuk lebih jelasnya sastra imajinatif dapat

dibedakan seperti di bawah ini.

a. Prosa fiksi: cerita rekaan yang berdasarkan dari fakta dan realitas

1) Cerita pendek (cerpen): prosa yang relatif pendek

2) Novelet: bentuk prosa fiksi dalam ukuran yang luas

3) Novel/roman: cerita dalam bentuk prosa fiksi dalam ukuran yang luas

Page 35: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

b. Drama: karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog para tokoh

c. Puisi: mengutamakan unsur fiksionalitas, nilai seni, dan rekayasa bahasa

1) Puisi epik: puisi yang disampaikan oleh penyair dalam bentuk sebuah cerita

2) Puisi lirik: puisi yang lebih menyuarakan pikiran dan perasaan pribadi penyair

a. Puisi afektif: menekankan pentingnya memengaruhi perasaan pembaca

b. Puisi kognitif: menekankan isi gagasan penyair

c. Puisi ekspresif: menonjolkan ekspresi pribadi penyair

d. Elegi: berisi ratapan kematian terutama pada sosok yang dikagumi atau

dicintai penyairnya

3) Himne: berisi pemujaan kepada sesuatu yang lebih besar dan berarti bagi sang

penyair

4) Ode: berisi pujaan terhadap seseorang pahlawan atau tokoh yang dikagumi

penyair

5) Epigram: berisi ajaran kehidupan yang bersifat menggurui serta berbentuk

pendek dan bergaya ironi

6) Sajak humor: berisi hiburan, baik dalam isi maupun teknik sajaknya

7) Pastoral: berisi gambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah

8) Idyl: berisi nyanyian tentang kehidupan pedesaan, perbukitan, dan padang-

padang

9) Satire: berisi ejekan dengan maksud memberi kritik

10) Parodi: berisi ejekan yang ditunjukkan pada karya seni tertentu

11) Puisi dramatik: puisi yang berisi analisis watak seseorang, baik yang bersifat

historis, mitos maupun fiktif ciptaan seorang penyair

2. Sastra Nonimajinatif

Page 36: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Sastra nonimajinatif memiliki beberapa ciri yang mudah membedakannya

dengan sastra imajinatif. Pertama, dalam karya sastra tersebut unsur faktualnya lebih

menonjol daripada khayalinya. Kedua, bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan

kalaupun muncul konotatif, kekonotifan tersebut amat bergantung pada gaya penulisan

yang dimiliki pengarang. Persamaannya, baik sastra imajinatif maupun nonimajinatif,

keduanya sama-sama memenuhi estetika seni (unity = keutuhan, balance =

kesinambungan, harmony = keselarasan, dan right emphasis = pusat penekanan suatu

unsur).

Sastra nonimajinatif merupakan sastra yang lebih menonjolkan unsur

kefaktualan daripada daya khayalan dan ditopang dengan penggunaan bahasa yang

cenderung denotatif. Secara umum, jenis karya sastra nonimajinatif terdiri dari:

a. Esai/essay adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta yang akan dikupas

menurut pandangan pribadi penulisnya.

b. Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya seni, dalam hal ini karya sastra.

Jadi, karya kritik sebenarnya termasuk esai argumentasi dengan faktanya sebuah

karya sastra sebab kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis.

c. Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh

orang lain.

d. Otobiografi dalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri, atau kadang-kadang

ditulis oleh orang lain atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya.

e. Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau sesuatu masyarakat berdasarkan

sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis.

f. Memoar pada dasarnya adalah otobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh

tokohnya sendiri.

Page 37: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

g. Catatan harian adalah catatan tentang dirinya atau lingkungan hidupnya yang

ditulis secara teratur.

h. Surat tertentu untuk orang lain dapat dinilai sebagai karya sastra karena kualitas

yang sama seperti terdapat dalam catatan harian (Sumardjo dan Sain K.M, 1997:

19).

4. Novel

Novel adalah salah satu bentuk dari karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi

dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur intrinsik dan esktrinsik.

Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi

dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha

semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita

kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut (Sora N, 2014).

Menurut Sudjiman (1984: 53), novel adalah prosa atau rekaan yang panjang

dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar

secara tersusun. Menurut khasanah kesusastraan Indonesia modern, novel berbeda dengan

roman. Sebuah roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran

(tokoh cerita) juga lebih banyak. Hal ini sangat berbeda dengan novel, yang lebih

sederhana dalam penyajian alur cerita yang lebih kompleks dan tokoh cerita yang

ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model

kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya

seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang dan lain-lain yang

kesemuanya tentu saja bersifat imajiner (Nurgiyantoro, 1995: 4). Membaca novel untuk

sebagian besar orang hanya ingin menikmati cerita yang disuguhkan. Mereka hanya akan

mendapat kesan secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang

Page 38: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

menarik (Nurgiyantoro, 1995: 11). Pembaca kurang memahami unsur pembangun dari

cerita yang menarik atau bagian yang menarik tersebut. Kenikmatan membaca sebuah

novel dapat ditentukan oleh alur cerita dan tokoh yang berperan. Misalnya saja cerita

yang menyuguhkan tokoh yang baik ataupun terlalu kontroversial.

Dari berbagai teori dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya sastra

yang di dalamnya terdapat struktur yang membangun sehingga dapat disebut sebagai

rangkaian cerita. Akan tetapi, fungsi setiap unsur struktur harus dapat menunjang makna

keseluruhannya sehingga secara bersama dapat membentuk totalitas kemaknaan. Seperti

halnya kaitan hubungan antara alur dengan tokoh yang berperan dalam cerita.

5. Siri

Siri adalah sistem sosiokultural kepribadian yang merupakan pranata pertahanan

harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota masyarakat dalam

masyarakat bugis. Siri juga dapat berarti keadaan tertimpa malu atau terhina dalam

masyarakat Bugis dan Makassar (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V, 2016).

Siri merupakan adat kebiasaan yang melembaga dan masih besar pengaruhnya

dalam budaya kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat Bugis, dan

siri di masyarakat Bugis, di samping nilai positifnya, juga melahirkan problem sosial

yang antara lain menguasai latar belakang kasus-kasus penganiyaan dan pembunuhan.

Masalah siri selalu menarik perhatian mereka yang hendak mengenal manusia dan

kebudayaan bugis.

Di dalam kamusnya, B.F. Matthes (1864: 274) mancatat arti siri dengan tujuh

buah kata bahasa Belanda, yaitu beschaamd, schroomvallig,verlegen, schaamte,

eergevoel, schande, wangunst, dan mengikut urutannya diterjemahkan sebagai berikut:

Page 39: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

amat malu, dengan malu, malu sebagai kata sifat atau kata keadaan, perasaan malu

menyesali diri, perasaan harga diri, noda atau aib, dengki.

Siri disejajarkan kedudukannya dengan akal pikiran yang baik karena bukan

timbul dari kemarahan, dengan peradilan yang bersih karena tidak dilakukan dengan

sewenang-wenang, dengan perbuatan kebajikan yang tidak menjelekkan sesama manusia

secara patut. Sedangkan yang menutupi atau meniadakan malu (siri) ialah keinginan yang

berlebih-lebihan, didorong oleh kerakusan.

Dalam sebuah Seminar Nasional mengenai siri yang diselenggarakan oleh

Komando Daerah Kepolisian (KOMDAK) XVIII Sulsetra bekerja sama dengan

Universitas Hasanuddin pada 11 Juli 1977 dihasilkan beberapa konsep dan batasan

tentang siri. Seminar dengan tema “Mengolah Masalah Siri di Sulawesi Selatan Guna

Peningkatan Ketahanan Nasional dalam Menunjang Pembangunan Nasional” ini

menyimpulkan konsep dan batasan tentang siri antara lain:

1. Siri dalam sistem budaya adalah pranata pertahanan harga diri, kesusilaan dan hukum

serta agama sebagai salah satu nilai utama yang memengaruhi dan mewarnai alam

pikiran, perasaan, dan kemauan manusia. Sebagai konsep budaya, ia berkedudukan

sebagai regulator dalam mendinamisasi fungsi-fungsi struktur dalam kebudayaan.

2. Siri dalam sistem sosial, adalah medinamisasi keseimbangan eksistensi hubungan

individu dan masyarakat untuk menjaga kesinambungan kekerabatan sebagai

dinamika sosial terbuka untuk beralih peranan (bertransmisi), beralih bentuk

(transformasi), dan ditafsir ulang (re-interpretasi) sesuai dengan perkembangan

kebudayaan nasional.

Menurut Hamid (dalam Pelras, 2006: 251) menjelaskan bahwa siri merupakan

unsur yang prinsipil dalam diri mereka. Tidak ada satu nilai pun yang berharga untuk

dibela dan dipertahankan di bumi selain daripada siri. Bagi masyarakat Bugis, siri adalah

Page 40: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

jiwa mereka, harga diri mereka, dan martabat mereka. Sebab itu, untuk menegakkan dan

membela siri yang dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka masyarakat

Bugis akan bersedia mengorbankan apa saja, termasuk jiwanya yang paling berharga

demi tegaknya siri dalam kehidupan mereka.

Apabila kita mengamati pernyataan nilai siri ini atau lebih konkretnya mengamati

kejadian-kejadiannya berupa tindakan, perbuatan atau tingkah laku yang katanya

dimotivasi oleh siri, maka akan timbul kesan bahwa nilai siri itu pada bagian terbesar

unsurnya dibangun oleh perasaan sentimental atau sejenisnya. Kemudian penafsiran yang

berpijak kepada melihat kejadian-kejadian yang timbul akibat penafsiran siri, misalnya:

malu-malu, aib, iri hati, kehormatan dan harga diri, dan kesusilaan. Cara pandang seperti

ini jelas merupakan sebuah cara pandang yang kurang lengkap terutama apabila hendak

mengamatinya dari sudut konfigurasi kebudayaan. Sebab hal tersebut merupakan sebuah

nilai yang bukan hanya sebuah nilai kebudayaan akan tetapi juga merupakan sebuah nilai

atau falsafah hidup manusia (Rahim, 2011: 139).

Kemudian, hakikat kebenaran dari falsafah inilah yang mulai surut dalam setiap

tingkah laku maupun tindakan kolektif masyarakat Bugis. Sebagai seorang masyarakat

Sulawesi Selatan, peneliti melihat, disintegrasi semacam ini sudah lama terjadi.

Bagaimana rasa malu yang tidak ditempatkan pada tempat semestinya, mendahulukan

rasa amarah ketimbang sikap rasional dalam memahami suatu permasalahan. Jika berkaca

pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah ini, mulai dari demonstrasi yang selalu

berakhir dengan kerusuhan, sampai kepada perilaku bermasyarakat yang mulai berujung

kepada konflik. Distintegrasi seperti inilah yang kemudian berpotensi melahirkan

ketidakstabilan dalam kehidupan sosial bermasyarakat di masa yang akan datang (Rahim,

2011: 139).

Page 41: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Apabila kita ingin mendalami makna siri dengan segenap permasalahannya, antara

lain dapat diketahui dari lontara’ La Toa. Dimana dalam lontara‟ ini berisi pesan-pesan

dan nasihat-nasihat yang merupakan kumpulan petuah untuk dijadikan sebagai suri

tauladan. Kata La Toa sendiri sejatinya memiliki arti petuah-petuah, dimana juga

memiliki hubungan yang erat dengan peranan siri dalam pola hidup atau adat istiadat

masyarakat Bugis. Misalnya dapat dilihat pada beberapa poin dalam lontara’ tersebut:

Siri sebagai harga diri ataupun kehormatan, Mapappakasiri’ artinya menodai

kehormatannya, Ritaroang Siri’ yang artinya ditegakkan kehormatannya, Passampo Siri’

yang artinya penutup malu, Siri sebagai perwujudan sikap tegas demi sebuah kehormatan

hidup (Mattulada, 1977: 21).

Menurut Hamid (1985: 7) mengatakan bahwa orang Bugis dan masyarakat

Sulawesi Selatan umumnya dikenal sebagai penganut adat istiadat yang kuat. Meskipun

telah berkali-kali menemui tantangan berat yang ada kalanya hampir menggoyahkan

kedudukannya dalam kehidupan dan pikiran mereka, namun pada akhirnya adat istiadat

tersebut tetap hidup dan bahkan kedudukannya makin kukuh dalam masyarakat hingga

kini.

Keseluruhan sistem dan norma serta aturan-aturan adat tersebut dikenal dengan

pangngadereng, yang terdiri dari lima unsur pokok, yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan

sara. Unsur yang disebutkan terakhir ini berasal dari ajaran Islam, yaitu hukum syariat

Islam. Kelima unsur pokok tersebut terjalin antara satu dengan yang lain sebagai satu

kesatuan organik dalam alam pikiran orang Bugis, yang memberi dasar sentimen dan rasa

harga diri yang semuanya terkandung dalam konsep siri. Hal ini tercakup dalam sebuah

ungkapan orang Bugis yang mengatakan utettong ri ade najagainnami siri’ku, artinya,

saya taat kepada adat demi terjaganya atau terpeliharanya harga diri saya (Mattulada,

1985: 61).

Page 42: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Ungkapan di atas memiliki makna yang sangat dalam bagi orang Bugis. Dengan

melaksanakan pangngadereng, berarti seorang Bugis sedang berusaha mencapai martabat

hidup yang disebut dengan siri. Menurut Mattulada (1985: 108), siri inilah yang

mendorong orang Bugis sangat patuh terhadap pangngadereng karena siri sebagian besar

unsurnya dibangun oleh perasaan halus (sentimentality), emosi, dan sebagainya. Dari

sinilah timbul berbagai penafsiran atas makna siri seperti malu-malu, malu, hina atau aib,

iri hati, dan harga diri atau kehormatan.

Siri dalam pengertian orang Bugis adalah menyangkut segala suatu yang paling

peka dalam diri mereka, seperti martabat atau harga diri, reputasi, dan kehormatan, yang

semuanya harus dipelihara dan ditegakkan dalam kehidupan nyata. Siri bukan hanya

berarti rasa malu seperti yang umumnya terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat suku

lain. Istilah malu di sini menyangkut unsur yang hakiki dalam diri manusia Bugis yang

telah dipelihara sejak mereka mengenal apa sesungguhnya arti hidup ini dan apa arti

harga diri bagi seorang manusia (Hamid 1985: 40-41). Begitu pentingnya siri dalam

kehidupan orang Bugis sehingga mereka beranggapan bahwa tujuan manusia hidup di

dunia ini adalah hanya untuk menegakkan dan menjaga siri.

Edward L. Poelinggomang, sejarawan dari Universitas Hasanuddin (UNHAS),

menerangkan bahwa budaya siri adalah produk kecerdasan lokal untuk membangun

kembali tatanan sosial orang Bugis di masa lalu yang kacau balau. Secara historis, kondisi

tersebut digambarkan dalam kronik-kronik Bugis dengan pernyataan bahwa kehidupan

manusia pada masa itu bagaikan kehidupan ikan di laut, yang besar memangsa yang kecil

atau disebut dengan sianre bale tau.

Konsep siri hingga kini masih memberi pengaruh terhadap seluruh sendi-sendi

kehidupan orang Bugis. Situasi siri akan muncul ketika seseorang ri pakasiri’ atau dibuat

malu karena kedudukan sosialnya dalam masyarakat atau rasa harga diri dan

Page 43: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

kehormatannya dicemarkan oleh pihak lain secara terbuka. Jika hal ini terjadi, maka orang

yang ri pakasiri’ dituntut oleh adat untuk mengambil tindakan untuk menebus atau

memulihkan harga dirinya di matanya sendiri maupun di mata masyarakat, yaitu dengan

cara menyingkirkan penyebab malu tersebut.

Orang yang ri pakasiri’ (dibuat malu) tetapi tidak mampu melakukan pemulihan

terhadap harga dirinya yang tercemar akan dipandang hina dan dikucilkan oleh

masyarakat. Jika hal ini terjadi, maka bagi orang itu pembuangan dianggap lebih baik

daripada dikucilkan di tengah-tengah masyarakat. Faktor inilah yang menjadi salah satu

penyebab banyaknya orang Bugis pergi merantau atau meninggalkan kampung

halamannya karena tidak sanggup menanggung rasa malu di mata masyarakatnya.

Menurut Pelras, perkawinan adalah realitas sosial yang paling banyak bersinggungan

dengan masalah siri ini. Jika pinangan seseorang ditolak, maka pihak peminang bisa

merasa mate siri’ (kehilangan kehormatan) sehingga terpaksa menempuh siliriang (kawin

lari). Tindakan ini merupakan perbuatan melanggar adat sehingga seluruh pihak keluarga

laki-laki gadis itu merasa berkewajiban untuk membunuh pelaku demi menegakkan siri

keluarga (Pelras, 2006: 251).

Orang yang ri pikasiri’ dapat melakukan jallo (amuk), yaitu membunuh siapa saja,

bahkan orang yang tidak terlibat dalam masalah itu pun dapat menjadi sasaran

amukannya. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa hal yang cukup ekstrem. Namun, sejak

terintegrasikannya agama Islam ke dalam sistem pangngadereng orang Bugis, penebusan-

penebusan siri berupa pembalasan dan penganiayaan tanpa pertimbangan kemanusiaan

mulai berubah. Dengan kata lain, penebusan siri yang sering dianggap orang melampui

batas tersebut menjadi lebih terarah penerapannya sejak kedatangan agama Islam. Islam

mengajarkan kepada pemeluknya agar menjauhkan diri dari kejahatan dan perbuatan

maksiat seperti membunuh. Namun, jika terjadi kasus yang menyebabkan harga diri

Page 44: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

seseorang diinjak-injak, maka kasus tersebut diserahkan kepada pihak yang berwenang,

seperti lembaga adat atau pihak kepolisian (Pelras, 2006: 251).

Siri adalah suatu hal yang abstrak dan berada di alam pikiran manusia Bugis.

Pengertiannya hanya dapat diketahui melalui pengamatan dan observasi dengan melihat

akibat konkret yang ditimbulkannya, yaitu berupa tindakan-tindakan. Oleh sebab itu

terkandung pengertian-pengertian tertentu yang meliputi berbagai aspek kehidupan dan

kebudayaan masyarakat dalam kata siri ini. Para peneliti terdahulu telah mengkaji

mengenai pengertian siri secara leksikal maupun pengertiannya secara luas menurut sudut

pandang mereka masing-masing.

C.H. Salam Basjah dan Sappena Mustaring (dalam Mattullada, 1985: 62),

memberikan batasan pengertian kata siri sebagai berikut:

1. Siri berarti malu, isin (Jawa), atau shame (Inggris).

Siri merupakan daya pendorong untuk melenyapkan (membunuh),

mengasingkan, mengusir dan sebagainya terhadap apa atau siapa saja yang dapat

menyinggung perasaan atau harga diri seseorang.

2. Siri juga merupakan daya pendorong yang dapat ditujukan ke arah pembangkitan

tenaga untuk membanting tulang dan bekerja mati-matian demi suatu pekerjaan atau

usaha.

Casutto menjelaskan bahwa siri merupakan pembalasan yang berupa kewajiban

moril untuk membunuh pihak yang melanggar adat. Hal senada juga dikatakan oleh M.

Natzir Said yang menetapkan batasan pengertian siri sebagai perasaan malu

(krenking/beledeging) yang dapat menimbulkan sanksi dari keluarga yang dilanggar

norma adatnya (Mattulada, 1985: 62). Selain pendapat para peneliti di atas, berbagai

ungkapan dalam bahasa Bugis yang terwujud dalam kesusasteraan, paseng (nasihat), dan

amanat-amanat dari leluhur dapat dijadikan petunjuk untuk memahami tentang pengertian

Page 45: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

siri. Ungkapan-ungkapan tersebut dikutip oleh Mattulada dalam bukunya Latoa (1985:63)

sebagai berikut:

a. Siri emmi ri onroang di lino, artinya hanya untuk siri-lah kita hidup di dunia ini.

Pengertian siri dalam ungkapan ini merupakan hal yang memberikan identitas sosial

dan martabat kepada seseorang. Hidup seseorang dianggap berarti jika pada dirinya

terdapat martabat atau harga diri. Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh Hamid

dalam bukunya Manusia Bugis-Makassar (1985: 37) bahwa dalam kehidupan manusia

Bugis-Makassar, siri merupakan unsur yang prinsipil dalam diri mereka. Tidak ada

satu nilai pun yang paling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi ini

selain daripada siri. Bagi manusia Bugis-Makassar, siri adalah jiwa mereka, harga diri

mereka, dan martabat mereka. Oleh sebab itu, untuk menegakkan dan membela siri

yang tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia Bugis-Makassar akan

bersedia mengorbankan apa saja, termasuk jiwanya yang paling berharga demi

tegaknya siri dalam kehidupan mereka.

b. Mate ri siri’na, artinya mati dalam siri atau mati karena mempertahankan harga diri.

Mati dalam keadaan demikian dianggap mati terpuji atau terhormat. Dalam bahasa

Bugis ada juga ungkapan mate rigollai, mate risantangi, yaitu menjalani kematian

yang bergula dan bersantan, atau dengan kata lain menjalani kematian yang manis.

c. Mate siri’, artinya orang yang sudah hilang harga dirinya tak lebih dari bangkai hidup.

Agar tidak dianggap sebagai bangkai hidup, maka orang Bugis merasa dituntut untuk

melakukan penegakan siri walaupun nyawanya sendiri terancam. Menurut mereka,

lebih baik mati ri risi’na daripada mate siri’, artinya lebih baik mati karena

mempertahankan harga diri daripada hidup tanpa harga diri.

Pengertian-pengertian siri di atas memperlihatkan bahwa keberadaan konsep siri

dalam kehidupan orang Bugis dapat juga menjadi pemutus tali kekeluargaan dan

Page 46: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

persaudaraan di antara mereka. Namun, dalam realitas sosial, keadaan demikian tidak

terjadi karena dapat dinetralisir oleh keberadaan sebuah konsep yang disebut dengan

peses’. Secara leksikal, pess’ berarti pedis atau perih, sedangkan peses’ dalam pengertian

luas mengindikasikan perasaan haru (empati) yang mendalam terhadap tetangga, kerabat,

atau sesama anggota kelompok sosial.

Mattulada (1985: 64) menerangkan bahwa peristiwa siri yang muncul dalam diri

orang Bugis sebenarnya berasal dari aspek pangngadereng itu sendiri. Oleh karena itu,

pemulihan siri tersebut dapat ditempuh melalui nilai-nilai pangngadereng juga. Mengenai

hal ini, Mattulada mengutip beberapa ungkapan dari buku Latoa sebagai berikut:

a. Ada empat hal yang memperbaiki kekeluargaan (pergaulan hidup): (1) kasih sayang

dalam keluarga, (2) saling memaafkan yang kekal, (3) tak segan saling memberi

pertolongan atau pengorbanan demi keluhuran, (4) saling mengingatkan untuk berbuat

kebajikan.

b. Bukankah dengan demikian berarti ade’ ada buat kasih sayang, bicara ada buat saling

memaafkan, rapang ada buat saling memberi pengorbanan demi keluhuran, dan

adanya wari buat mengingati perbuatan kebajikan.

Tujuan hidup menurut pangngadereng adalah melaksanakan tuntutan fitrah

manusia guna mencapai martabatnya, yaitu siri. Bila pangngadereng beserta aspek-

aspeknya tidak ada lagi, akan terhapuslah fitrah manusia, hilanglah siri, dan hidup tidak

ada artinya bagi orang Bugis (Mattulada, 1985: 64). Oleh karena itulah orang Bugis

sangat patuh terhadap pangngadereng demi siri atau harga diri. Orang yang memiliki rasa

siri yang tinggi berarti orang yang mempunyai sifat yang mulia dan tinggi nilai atau

martabatnya di tengah-tengah masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, maka perilaku

setiap individu harus didasarkan pada sifat acca na lempu, warani na getteng,

mappasanre ri Puang Seuwae, artinya pandai mempertimbangkan dan jujur, berani dan

Page 47: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

teguh pendirian, berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ungkapan ini menunjukkan

bahwa esensi siri hanya mungkin diperoleh seseorang yang pandai dan jujur, berani dan

teguh, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Konsep siri yang sampai sekarang diyakini secara konsisten oleh orang Bugis

memengaruhi tatanan kehidupan bagi masyarakat pendukungnya. Pengaruh-pengaruh

tersebut di antaranya ketaatan kepada pangngadereng, penegakan harga diri atau

martabat, identitas sosial, tradisi merantau dan motivasi kerja, dan kontrol sosial

(Mattulada, 1985: 64)

a. Ketaatan kepada pangngadereng. Konsep siri merupakan tuntutan budaya terhadap

setiap individu untuk mempertahankan kesucian pangngadereng sehingga keamanan,

ketertiban, dan kesejahtaraan masyarakat tetap terjamin. Pangngadereng adalah

sistem norma dan aturan-aturan adat serta tata tertib yang berfungsi sebagai kontrol

sosial, baik bersifat preventif maupun represif, dalam mengatur seluruh tingkah laku

manusia. Sebagai langkah preventif, dalam sistem ini diajarkan bagaimana manusia

mengenal perbuatan yang baik dan buruk. Dengan demikian, seseorang yang akan

berbuat sudah mengetahui akibat-akibat dari perbuatannya. Jika terjadi sebuah

pelangggaran terhadap tata tertib masyarakat, maka sistem ini akan memberikan

hukuman yang setimpal dengan perbuatannya kepada siapa pun pelakunya, termasuk

penguasa.

Pangngadereng menunjung tinggi persamaan dan kebjiksanaan namun menolak

segala bentuk kesewenang-wenangan, pemerkosaan, penindasan, dan kekerasan.

Sistem pangngadereng mengandung esensi yang sangat bernilai bagi pendukungnya,

yaitu menjunjung tinggi martabat manusia. Oleh karena itulah setiap individu dituntut

untuk menjunjung tinggi dan menaati adat tata kelakuan atau sistem pangngadereng

Page 48: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

yang berlaku. Dengan melaksanakan pangngadereng, berarti seseorang telah berusaha

mencapai martabat hidup yang disebut dengan siri (Abdi El-Machete, 2011).

b. Penegakan harga diri dan martabat. Siri pada diri manusia Bugis dapat muncul dari

berbagai realitas sosial dan kehidupan sehari-hari. Jika seseorang telah dibuat

tersinggung oleh kata-kata atau tindakan orang lain yang dianggapnya tidak sopan,

maka seluruh anggota keluarganya akan ikut merasa tersinggung dan melakukan

pembalasan terhadap orang itu demi menegakkan harga diri keluarga. Salah satu

realitas sosial yang paling banyak bersinggungan dengan masalah siri adalah

perkawinan. Jika seseorang telah ri pakasiri’ atau dibuat malu karena anak gadisnya

ilariang atau dibawa lari oleh seorang pemuda, maka seluruh pihak keluarga laki-laki

gadis itu merasa berkewajiban untuk membunuh pelaku demi menegakkan siri keluarga

(Abdi El-Machete, 2011)..

c. Identitas sosial. Siri adalah unsur yang sangat prinsipil dalam diri orang Bugis.

Hidup seseorang dianggap berarti jika pada dirinya terdapat martabat atau harga diri.

Menurut mereka, tak ada satu nilai pun yang berharga untuk dibela dan wajib

dipertahankan selain daripada siri karena hanya untuk siri-lah kita hidup di bumi ini

(siri’ emmi ri onroang ri lino). Ungkapan ini menjadi identitas sosial yang dianut

secara bersama-sama oleh golongan-golongan tertentu dalam masyarakat Sulawesi

Selatan (Abdi El-Machete, 2011).

d. Tradisi merantau dan motivasi kerja keras. Keberadaan konsep siri dapat menjadi

motif penggerak banyak orang Bugis pergi merantau. Seseorang yang tidak mampu

melakukan pembelaan untuk menegakkan harga dirinya, maka ia akan dicap oleh

masyarakat sebagai tau de’ gaga siri’na (pengecut, tidak terhormat, atau tidak memiliki

harga diri). Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh kecuali

meninggalkan kampung halamannya. Perantau yang berasal dari kelompok ini

Page 49: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

umumnya merupakan perantau abadi, artinya ia dan keluarganya tidak ingin kembali ke

negeri asalnya. Ada pula orang yang merantau terkait dengan masalah siri yaitu para

pemuda yang dibuat malu karena pinangannya ditolak akibat ketidamampuannya

memenuhi mahar yang diminta oleh pihak keluarga perempuan. Dengan merantau,

mereka akan berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya di perantauan,

walau bagaimanapun keadaan yang dihadapinya. Mereka tidak akan mengeluh,

memohon bantuan dan meratapi nasibnya sebagai perantau yang kalah dan cengeng

dalam menghadapi berbagai tantangan berat. Mereka akan berusaha mencapai

keberhasilan agar dapat memiliki kemampuan materi dan kemudian kembali ke negeri

asalnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah pemuda yang bertanggung jawab

(Abdi El-Machete, 2011).

e. Kontrol sosial. Dalam realitas kehidupan orang Bugis, pengertian siri tidak melulu

bersifat menentang dalam artian melakukan penebusan-penebusan demi tegaknya harga

diri seseorang, tetapi siri juga dapat dimaknai sebagai perasaan halus dan suci.

Seseorang yang tidak mendengarkan nasihat orang tua, suka mencuri dan merampok,

tidak melaksanakan salat, atau tidak tahu sopan santun juga dianggap sebagai orang

yang kurang sirinya. Jadi, siri dapat menjadi sebuah kontrol sosial bagi setiap individu

maupun masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga pelanggaran-

pelanggaran adat, hukum, maupun tata kesopanan dapat terjaga dengan baik (Abdi El-

Machete, 2011).

Siri yang dianut oleh orang Bugis dan masyarakat Sulawesi Selatan pada

umumnya adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk membangun ketertiban,

keharmonisan, dan keamanan kehidupan sosial sehingga harga diri dan martabat manusia

menjadi bernilai. Hingga sekarang, konsep ini masih tetap dipegang teguh oleh

masyarakat Bugis sebagai pedoman dalam berperilaku sehari-hari. Hanya saja, nilai-nilai

Page 50: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

yang terkandung di dalam konsep siri sudah mulai luntur. Nilai-nilai siri yang semestinya

didasarkan pada acca na lempu, warani na getteng, mappasanre ri Puang Seuwae’ sudah

banyak diabaikan oleh sebagian orang sehingga muncul berbagai stereotip tentang

mereka. Oleh karena itu, hendaknya pengertian siri tidak hanya dimaknai secara sempit

sehingga dalam praktiknya tidak menyimpang dari makna yang sesungguhnya. Dengan

demikian, tatanan kehidupan manusia di muka bumi ini menjadi tertib, harmonis, dan

aman (Nasir, 2014).

6. Semiotika

1. Pendekatan Semiotik

Kata semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Maka

semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan

pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda seperti sistem

tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993: 1).

Menurut Umberto Eco dan Hoed (dalam Sobur, 2003) semiotika dibagi atas

dua kajian, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika tanda. Semiotika komunikasi

memfokuskan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya

mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode

(sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan) serta

memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks

tertentu.

Menurut Littlejohn (1996: 64), sign (tanda/lambang) adalah basis dari seluruh

komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi

dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-

tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia

Page 51: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam

istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan

(humanity) memakai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat

mencampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti

bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda (Sobur, 2006: 15).

Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan

dengan simbol, bahasa wacana dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang

menjelaskan bagaimana tanda yang berhubungan dengan maknanya dan bagaimana

tanda disusun. Dengan tanda-tanda kita mencari keteraturan di tengah-tengah dunia

yang centang-prenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan. “Apa yang

dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita menguraikan aturan-aturan tersebut

dan membawanya pada sebuah kesadaran” ujar Pines (Sobur, 2016: 16).

Dengan semiotika kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika seperti kata

Lechte (2001: 191), adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi

yang terjadi dengan sarana signs tanda-tanda yang berdasarkan pada sign sistem (code)

tanda-tanda (Segers, 2000: 4). Yang perlu kita garis bawahi dari berbagai definisi di

atas adalah bahwa para ahli melihat semiotika atau semiosis itu sebagai ilmu atau

proses yang berhubungan dengan tanda. Begitulah semiotika berusaha menjelaskan

jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri,

dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikan yang menyertainya (Sobur, 2006: 16).

Tokoh-tokoh dalam ilmu semiotik itu adalah Ferdinan de Saussure, seorang

ahli linguistik asal Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dari

Amerika. Berdasarkan objeknya Pierce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index),

dan simbol (symbol). Ikon adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan objek atau

Page 52: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang

menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda yang langsung mengacu pada

kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda seperti

itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda

yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Simbol tidak

harus mempunyai kesaan, kemiripan atau hubungan dengan objeknya (Sobur, 2006:

39).

2. Model Semiotika Charles Sanders Pierce

Charles Sanders Pierce ialah seorang ahli matematika dari AS yang sangat

tertarik pada persoalan lambang-lambang. Pierce menggunakan istilah representamen

yang tidak lain adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which

stands to somebody for something in some respect or capacity (sesuatu yang mewakili

sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas) (Pawito, 2007: 157). Menurut

Pierce, sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan dan pemaknaan adalah fungsi

utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari tanda itu sendiri, yaitu sebagai sesuatu

yang memiliki bentuk fisik, dan harus merujuk pada sesuatu yang lain. Dari tanda

tersebut Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkannya

kembali semua komponen ke dalam struktur tunggal.

Pierce menggunakan teori segitiga makna (triangle meaning) yang terdiri atas:

(Pradopo, 2006: 256).

a. Sign (tanda)

Adalah sesuatu fisik yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia dan

merupakan sesuatu yang merujuk hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini

disebut objek.

b. Object (objek)

Page 53: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang

dirujuk tanda.

c. Interpretant (interpretan)

Adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan

menurunkannya ke suatu makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang

dirujuk sebuah tanda.

Hubungan segitiga makna Pierce ditampilkan dalam gambar berikut (Fiske, 1990:

40):

Gambar 2.1. Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretan Pierce

Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan

symbol (simbol). Icon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat

bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, icon adalah hubungan antara tanda dan

objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya: potret dan peta. Index adalah tanda yang

menunjukkan adanya hubungan alamiah antara petanda yang bersifat kausal atau hubungan

sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas

ialah asap sebagai tanda adanya api. Sedangkan symbol adalah tanda yang menunjukkan

hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer

atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat (Sobur, 2006: 42).

Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut.

Sign

Interprent Object

Page 54: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Gambar 2.2. Model kategori Tanda oleh Pierce

Charles Sanders Pierce membuat trikonomi tanda ketiga trikonomi di atas dapat

digambarkan dalam bagan sebagai berikut.

Tanda Ikon Indeks Simbol

Hubungan tanda

dengan sumber

acuannya

Tanda dirancag

untuk

mempresentasikan

sumber acuan

melalui simulasi

atau persamaan

(artinya, sumber

acuan dapat

dilihat, didengar,

dan sebagainya.

Tanda dirancang

untuk

mengindikasikan

sumber acuan atau

saling

menghubungkan

sumber acuan

Tanda dirancang

untuk

menyandingkan

sumber acuan

melalui

kesepakatan atau

persetujuan

Ditandai dengan Persamaan

(kesamaan)

Hubungan sebab

akibat

Konvensi

Contoh Gambar-gambar,

patung-patung,

tokoh besar, foto

Renaldo Reagen,

onomatopoeia,

dan seterusnya

Asap/ api, gejala/

penyakit, bercak

merah/ campak,

jari yang

menunjuk kata

keterangan di sini,

di sana, kata ganti

aku, kau, ia, dan

seterusnya.

Kata-kata isyarat,

simbol

matematika,

simbol sosial

Proses Dapat dilihat Dapat

diperkirakan

Harus dipelajari

Tabel 2.1 Bagan Trikotomi Pierce (hubungan tanda dengan objeknya) yang dijelaskan Sobur

(2009: 34) dan Danesi (2012: 34)

Ragam tanda yang diungkapkan Pierce (Fiske, 1990: 46) antara lain adalah ikon yang

didefinisikan sebagai tanda yang serupa dengan yang ditandai, symbol dengan pengertian

sebagai tanda yang tidak serupa dengan yang ditandai, tetapi bersifat arbitrer dan murni

Index Syombol

Icon

Page 55: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

konvensional, serta indeks yang didefinisikan sebagai tanda yang bersifat terkait secara

otomatis dalam suatu hal dengan yang ditandai atau kasual (eksistensial).

Paradigma dan sintagma dalam struktur kalimat, kumpulan tanda diatur dalam kode-

kode. Paradigm merupakan klasifikasi tanda, sedangkan tanda yang merupakan anggota dari

kategori tertentu (Subur, 2002). Bagi Pierce cirri dasar penting dari tanda adalah ground

(dasar), dan bagian atas tanda disebut dengan kode yang mengarah pada kode bahasa, tanda

dan dasarnya (ground) terbagi menjadi tiga, yaitu,

1) Qualisigns sebagai tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat

2) Sinsigns yaitu tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilannya dalam kenyataan,

dan

3) Legisigns yaitu tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu peraturan yang

berlaku umum (konvensi)

Istilah denotatum dalam dunia semiotika Pierce terkait dengan tanda sebagai istilah

yang dipergunakan untuk menandakan unsure kenyataan yang ditunjuk oleh tanda. Oleh

Pierce digunakan dengan istilah objek dan membedakannya menjadi tiga macam;

1) Ikon sebagai tanda yang ada

2) Indeks sebagai tanda yang tergantung pada denotatum, dan

3) Simbol yaitu tanda yang berhubungan dengan denotatum ditentukan oleh suatu

konvensi.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai skema pemikiran

untuk memperkuat indikator yang melatarbelakangi penelitian ini.

Dasar dari penelitian ini yaitu sastra yang kemudian dari sastra tersebut lahirlah karya

sastra yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi, prosa, dan drama. Pada penelitian ini,

peneliti memfokuskan pada prosa yaitu novel dengan judul Tenggelamnya Kapal Van Der

Page 56: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Wijck dengan mengkaji nilai siri berdasarkan teori semiotik Pierce. Semiotik melihat

kebudayaan sebagai suatu sistem pemaknaan. Pemaknaan semiotik mengaitkan tanda dengan

kebudayaan, tetapi memberkan tempat sentral terhadap tanda. Meski objek yang diteliti

berupa teks, namun teks itu dilihat sebagai tanda atau symbol, sehingga dalam analisis

semiotik, tanda itu memiliki pemaknaan secara khusus, yang mana tanda itu dibagi menjadi

tiga bagian yaitu simbol, ikon, dan indeks.

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pikir

Karya Sastra

Puisi Prosa Drama

Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Siri Semiotik

Pierce

1. Simbol

2. Ikon

3. Indeks

Analisis

Temuan

Karya Sastra

Page 57: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuliatatif dengan metode deskriptif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan ke dalam langkah-langkah sesuai

dengan tahapan pelaksanaannya, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap

penyajian analisis data.

Metode deskriptif merupakan metode yang bermaksud untuk membuat deskripsi

mengenai situasi atau kejadian-kejadian (Suryabarata, 2000: 18). Metode ini adalah metode

penelitian yang menguraikan fakta-fakta struktur, fungsi dalam novel, dan memberikan

perhatian terhadap data alamiah.

Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, yakni data dalam hubungan

dengan konteks keberadaannya. Dalam ranah sastra, sumber datanya adalah karya, naskah,

data penelitian, sedangkan datanya adalah kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2004: 46).

Dengan pemilihan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini, peneliti akan

mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena nilai siri berdasarkan teori Pierce yang

terdapat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dalam hal ini hasil analisis

berupa data deskriptif yang berisi kutipan-kutipan tentang temuan data yang disajikan dalam

bentuk kata-kata tertulis mengenai nilai siri dalam novel.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data pada penelitian ini berupa teks yang terdapat novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck yang diperoleh dari hasil analisis.

2. Sumber Data

Page 58: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Sumber data pada penelitian ini, berupa novel sirius yang berjudul Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck yang bercerita tentang perjalanan cinta seorang laki-laki dari suku

Bugis dan perempuan Minangkabau. Novel ini diperankan oleh beberapa tokoh yang berlatar

budaya Bugis dan Minangkabau.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menjawab rumusan masalah, teknik pengolahan data dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis, yaitu analisis nilai siri berdasarkan teori semiotik Pierce.

Sesuai dengan permasalahan penelitian ini teknik analisis digunakan untuk menganalisis

karya sastra.

Adapun langkah kerja dalam penelitian ini antara lain:

1. Merumuskan masalah yang akan diteliti.

2. Mencari teori yang sesuai dan mendukung tujuan penelitian.

3. Membaca novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijkc secara cermat.

4. Menganalisis data dengan mengidentifikasi bagian-bagian yang berkenaan dengan

nilai siri.

5. Mengidentifikasikan nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

dengan menilai layak atau tidaknya novel tersebut dijadikan bahan bacaan bagi

semua kalangan, khusunya kalangan remaja yang dalam proses perkembagan

karakter.

6. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang nilai siri

dalam novel.

D. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan analisis konten. Data yang diperoleh dianalisis dengan

teknik deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan untuk mengetahui nilai siri; yang terdapat

dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka.

51

Page 59: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif

karena data memerlukan penjelasan secara deskriptif. Teknik pendeskripsian digunakan

untuk mengetahui semua tujuan diadakan penelitian.

Untuk dapat menganalisis data, ada beberapa tahapan atau langkah yang perlu

dilakukan, antara lain sebagai berikut.

1. Pengumpulan Data (Teks)

Pengumpulan data adalah mengumpulkan teks yang menjadi objek penelitian dari

sumber aslinya. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari sumber karya sastra berupa

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka sebagai bahan analisis.

2. Pembacaan atau Penulisan Teks

Teks yang menjadi objek penelitian dibaca oleh peneliti untuk dipahami dan

diamati unsur-unsur yang terdapat dalam teks, kemudian dicatat teks yang menjadi objek

penelitiannya. Peneliti membaca dengan seksama terhadap objek penelitian yang berupa

novel kemudian dipahami serta diamati sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam

penelitian.

3. Deskripsi teks

Setelah dibaca dan dipahami oleh peneliti, teks dideskripsikan untuk dianalisis

oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Setelah membaca teks, peneliti

kemudian mendeskripsikan teks berdasarkan temuan data yang berkaitan dengan nilai siri

yang terdapat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

4. Analisis data

Setelah mendeskripsikan data, peneliti kemudian menganalisis secara seksama

tentang nilai siri sesuai dengan teori yang digunakan.

Page 60: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Menelaah atau menganalisis nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck karya Buya Hamka yang menjadi objek dalam pembahasan penelitian ini, diperlukan

suatu pendekatan yag berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya,

kehidupan masyarakat, maupun kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan

kehidupan atau zamannya pada saat cipta sastra itu diwujudkan.

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck karya Buya Hamka. Dalam penelitian ini penulis hanya memilih beberapa data dari

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka tersebut. Penulis hanya

memfokuskan nilai siri yaitu berdasarkan teori Semiotik Charles Sanders Pierce yang

membagi tanda atas tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol.

Berikut ini merupakan hasil analisis nilai siri dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck karya Buya Hamka yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini.

1. Simbol

Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya.

Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi

(perjanjian) masyarakat.

Data 1

Segala perkataan Tuan itu benar, tidak ada yang salah. Tapi peredaran masa dan

zaman senantiasa berlain dengan kehendak manusia, di dalam kita tertarik dengan

tertawanya, tiba-tiba kita diberi tangis. Saya ingat kekerasan adat di sini, saya ingat

kecenderungan mata orang banyak, akan banyak halangannya jika kita bercinta-

cintaan. Saya takut bahaya dan kesukaran yang akan kita temui, jika jalan ini kita

tempuh. (TKVDW: 47).

59

Page 61: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Berdasarkan data di atas dengan tegas menjelaskan bahwa siri tidak hanya ada di

Bugis tetapi juga terdapat pada suku lain. Perkataan Hayati pada kutipan di atas menandakan

bahwa seorang yang berasal dari suku di luar Padang tak bisa bersatu dengan orang Padang,

sebab itu adalah adat istiadat yang dipegang teguh dan jika dilanggar maka hukum adat pasti

berlaku.

Melalui tokoh Zainuddin, dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck penulis

menyampaikan pesan siri melalui kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi cobaan

hidup, seperti yang terdapat dalam kutipan di bawah ini.

Data 2

“Untuk kemaslahatan Hayati yang engkau cintai,” perkataan ini berhujam ke dalam

jantung Zainuddin, laksana panah yang sangat tajam. Dia teringat dirinya, tak

bersuku, tak berhindu, anak seorang terbuang, dan tak dipandang sah dalam adat

Minangkabau. Sedang Hayati seorang anak Bangsawan, turunan penghulu-penghulu

pucuk bulat urat tunggang yang terpendam pekuburan, bersasak berjerami di dalam

negeri Batipuh itu. Alangkah besarnya korban yang harus ditempuh Hayati, jika

sekiranya mereka langsung kawin, dan tentu Hayati tidak akan tahan menderita

pukulan yang demikian hebat. (TKVDW: 51).

Berdasarkan data di atas, terdapat kata-kata yang menganggap bahwa Zainuddin

adalah seorang pemuda yang tak bersuku, tak berhindu, dan seorang anak yang terbuang yang

tidak pantas bersanding dengan Hayati yang seorang anak bangsawan. Namun Zainuddin

yang teguh pendirian, tidak menyerah dan tetap melamar Hayati, meskipun pada akhirnya

ditolak.

Penegasan karakter siri yang seharusnya dimiliki oleh tiap-tiap manusia diingatkan

Muluk kepada Zainuddin dengan mengenag kembali perjuangan ayahnya mempertahankan

kehormatannya dengan menghabiskan hidup di Makassar daripada harus menanggung malu

dan rendah jika memilih kembali ke Minangkabau.

Data 3

Terasa malu yang sebesar-besarnya, terasa perasaan yang mesti tersimpan dalam hati

tiap-tiap manusia, bahwa dia tidak mau dihinakan. Minangkabau negeri beradat,

Page 62: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

seakan-akan di sana saja adat yang ada di dunia ini, di negeri lain tidak… (TKVDW:

109).

Melalui kutipan di atas, menggambarkan secara gamblang rasa malu dan rasa tidak

ingin dihina. Hal ini menekankan adanya siri yang perlu dipertahankan.

Pandangan penulis juga dapat dilihat di akhir cerita ketika Hayati menyerahkan kembali

cintanya kepada Zainuddin setelah ditinggal mati suaminya, Zainuddin menolak Hayati

melalui narasi pada kutipan di bawah ini.

Data 4

Zainuddin yang selama ini biasa sabar menerima cobaan, walaupun bagaimana

besarnya, sekali ini tak dapat lagi, ibarat bergantang sudah amat penuh, ia berkata

dalam hatinya, “Tidak! Pantang pisang berbuah dua kali, pantang pemuda makan sisa!

(TKVDW: 189).

Siri sifatnya mutlak, tanpa tawar menawar. Apabila seseorang dijatuhkan harga

dirinya, maka ia tidak akan diam saja. Seperti pada penjelasan penulis bahwa menjaga harga

diri merupakan kewajiban moral yang paling tinggi. Demikian pula Hamid Abdullah

menjelaskan bahwa demi siri seseorang rela mengorbankan apa saja, termasuk jiwanya.

Data 5

Siapakah di antara kita yang kejam, hai perempuan muda? Saya kirimkan berpucuk-

pucuk surat, meratap menghinakan diri, memohon dikasihani, sehingga saya yang

bagaimanapun bisa dipanang orang, wajib juga menjaga kehormatan diri. Tiba-tiba

kau balas dengan balasan yang tidak tersudu di itik, tak termakan di ayam. Kau

katakana bahwa kau miskin, saya pun miskin, hidup tidak akan beruntung kalau tidak

dengan uang. Sebab itulah kau pilih hidup yang lebih senang, mentereng, cukupp

uang berenang di dalam emas, bersayap uang kertas.

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan Zainuddin menunjukkan nilai

siri, yaitu dengan memberi penolakan terhadap Hayati. Zainuddin yang begitu mencintai

Hayati kini harus menolaknya sebab ia pernah kehilangan harga diri, dicaci dan dimaki ketika

hendak bertniat baik melamar Hayati.

Namun, Zainuddin tidak begitu konsisiten dalam mempertahakan siri dalam dirinya,

seperti pada kutipan di bawah ini.

Page 63: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Data 6

Guru telah jatuh selemah sehina ini seakan-akan dtusukkannya sebilah keris yang

tajam ke ujung jantung Guru, sehingga kalau bukan kasian allah, binasa Guru

dibuatnya.

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa harga diri Zainuddin hampir hilang akal

hanya karena kehilangan cinta seorang wanita. Zainuddin sama sekali tidak mencerminkan

sebagai orang Bugis yang mempertahankan harga dirinya.

Data 7

Mamak janagan panjang was-was. Pepatah orang Mengkasar sudah cukup: „anak laki-

laki tidak boleh dihiraukan panjang, hidupnya ialah buat berjuang, kalau perahunya

telah di kayuhkan ke tengah, dia tak boleh surut palang, meski bagaimana besar

gelombang. Biarkan kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia daripada

membalik haluan pulang.

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sikap Zainuddin sebagai laki-laki Bugis

merupakan suatu upaya menegakkan siri untuk mencari kehidupannya tanpa harus

bergantung terus-menerus kepada Mamaknya yang selama ini telah bersusah payah

membesarkannya sejak ditinggal mati kedua orang tuanya.

Data 8

Hai Guru Muda! Mana pertahanan kehormatan yang ada pada laki-laki? Tidakkah ada

itu pada Guru? Ingatkah Guru bahwa ayah Guru terbuang dari mati di negeri orang,

hanya semata-mata mempertahankan harga diri? Tidakkah dua aliran darah yangpanas

ada dalam diri Guru, darah Minangkabau dari jihat ayah, darah Mengkasar dari jihat

ibu?

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa harga diri Zainuddin hampir gila hanya

karena kehilangan cinta seorang wanita. Zainuddin sama sekali tidak mencerminkan sebagai

orang Bugis dan Minangkabau yang mempertahankan harga dirinya.

Data 9

Bila teringat akan itu, dia terus berkata: “Tidak Hayati! Kau mesti pulang saja ke

Padang! Biarlah saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah

ditumpangi hidup saya, orang tak tentu asal… Negeri Minangkabau beradat! ….

Besok hari senin, ada kapal berangkat dari Surabayake Tanjung Priok, akan terus ke

Padang Panjang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.

Page 64: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Berdasarkan data di atas, bahwa Zainuddin yang bagaimanapun kecintaannya kepada

Hayati tidak akan menerima kembali Hayati dalam hidupnya sebab ia pernah dipermalukan,

dihina, dicaci dan dimaki hanya karena ia bukan berdarah asli Minangkabau. Sikap Zainuddin

inilah yang menunjukkan siri sebagai pertahanan harga diri.

Data 10

“Lebih baik kau pergi ke surau saja Hayati, jangan ke pacuan!” “saya malu memakai

pakaian demikian, Khadijah, tidak cocok dengan diriku, aku tak biasa.”

“Itulah yang diabiasakan.”

“Pakaian begini tak diadatkan di negeri kita.”

“Dahulu yang tidak, kini inilah pakaan yang lazim.”

“Saya tidak mau memebuka rambut.”

“Membuka rambut apakah salah? Bukankah panas kalau selalu ditutup saja?

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa sikap Khadijah sebagai sahabat Hayati

tidak lagi mencerminkan nilai siri, sebagaimana yang mencerminkan cara berpakaian oaring

Minangkabau pada umumnya. Khadijah lebih memilih mengikuti cara berpakaian masa kini

yang lebih terbuka dan tidak mengikuti adat. Hal ini termasuk dalam nilai siri yang

mempermalukan diri sendiri.

2. Ikon

Adalah tanda yang berhubungan antara penanda dan petandaya bersifat bersamaan

atau alamiah, atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan

yang bersifat kemiripan.

Data 1

Tidak, dia tidak hendak pulang, meskipun hatinya meratap teragak pulang. Bukan

sedikit hari 12 tahun, entahlah gedang pohon kelapa yang ditanamkan di muka

halaman ibu, entah telah bersisik keris. Dia mesti hilang, meski larat karena

kehilangannya seorang, belum sebagai kepecahan telur ayam sebuah bagi orang di

kampung. (TKVDW: 8)

Page 65: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Berdasarkan data di atas, diucapkan Pandekar Sutan ketika kerinduan akan kampung

halamannya, yang meskipun dengan sangat berat hati menahan kerinduan itu agar tidak

pulang sebab rasa malu yang teramat besar karena telah diasingkan dari kampung

halamannya sendiri hanya karena perihal harta benda. Nilai siri tersebut menggambarkan

bagaimana nilai siri itu sebenarnya. Hal ini juga sejalan dengan nilai siri dalam penegakan

harga diri dan martabat. Salah satu siri yang berasal dari orang itu sendiri, dengan kata lain

siri dalam arti perasaan yang penyebabnya dari dalam.

Data 2

Begitulah keadaan Zainuddin yang hidup laksana laying-layang yang tak dapat angin,

tak tentu turun naiknya, selalu gundah gulana disebabkan pukulan cinta.

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa harga diri Zainuddin hampir hilang akal

hanya karena kehilangan cinta seorang wanita. Zainuddin sama sekali tidak mencerminkan

sebagai orang Bugis yang mempertahankan harga dirinya.

Data 3

“Sukakah Encik saya tolong?”

“Apakah gerangan pertolongan Tuan itu?”

“Berangkat Encik lebih dahulu pulang ke Batipuh marah Mamak dan Ibu Encik kelak

jika terlambat benar akan pulang, pakailah paying ini, berangkatlah sekarang juga.

“Terima kasih!” jawab Hayati.

“Jangan ditolak pertolongan itu,” kata orang lepau tiba-tiba. “Orang hendak berbuat

baik tidak boleh ditolak”.

“Dan Tuan sendiri bagaimana?” jawab Hayati pula, sedang temannya yang seorang

lagi menekur-nekur saja kemalu-maluan.

“Itu tak usah Encik susahkan, orang laki-laki semuanya gampang baginya, pukul 7

atau 8 malam pun saya sanggup pulang. Kalau hujan ini tak teduh juga. Berangkatlah

dahulu! (TKVDW: 24).

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bagaimana nilai siri yang terdapat dalam diri

Zainuddin yang merasa harga dirinya dan kehormatannya sangat rendah sebagai laki-laki jika

tidak membantu perempuan yang tak membawa paying di tengah hujan deras menjelang

malam. Maka dari itu, Zainuddin lebih memilih meminjamkan payungnya kepada perempuan

tersebut yang tidak lain adalah Hayati dan Khadijah agar bisa pulang tanpa harus menunggu

hujan reda.

Page 66: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Salah satu nilai siri yang berasal dari orang itu sendiri dengan kata lain siri dalam arti

perasaan yang penyebabnya dari dalam. Siri’ masiri’ yang menggerakkan orang yang

bersangkutan berusaha dengan semangat yang meluap-luap, membanting tulang, bekerja

demi tegaknya kembali sirinya (harkat dan martabat) sebagai manusia sejalan dengan kutipan

berikut.

Data 4

Tapi Zainuddin tidak hendak kembali sebelum maksudnya berhasil, dia hendak

memperdalam penyelidikannya dari hal ilmu dunia dan akhirat, supaya kelak menjadi

seorang yang berguna. (TKVDW: 61).

Siri itu sebagai daya pendorong, bervariasi kea rah sumber pembangkitan tenaga

untuk membanting tulang, bekerja mati-matian, untuk suatu pekerjaan atau usaha. Hal ini

sejalan dengan paragraf di atas yaitu menjelaskan bahwa prinsip siri yang dipegang teguh,

Zainuddin tidak ingin kembali ke tanah kelahirannya, sebelum berhasil memperdalam

ilmunya.

Siri merupakan daya pendorong untuk melenyapkan (membunuh), mengasingkan,

mengusir, dan sebagainya terhadap apa saja yang dapat menyinggung perasaan atau harga

diri.

Data 5

Di kota itulah Zainuddin belajar agama. Dalam mempelajari agama diambilnya juga

pelajaran bahasa Inggris, dan memperdalam bahasa Belanda. Malam dia pergi kepada

seorang sersan pension di Guguk Malintang mempelajari permainan biola. Kadang-kadang

diikutinya pula sersan itu bermain di Medan yang ramai-ramai. Karena menurut

keyakinannya adalah musik itu menghaluskan perasaan. Di Padang Panjang itu baru dapat

Zainuddin menyampaikan cita-cita seketika dia berniat hendak meninggalkan Mengkasar

dahulu. (TKVDW: 68).

Berdasarkan data di atas menggambarkan betapa Zainuddin sebagai lelaki Bugis

mempunyai siri, yang dengan tekadnya yang kuat ia belajar agama dan ilmu pengatahuan lain

demi bekal masa depan yang lebih baik. Demi terinjak-injaknya harga diri karena di pandang

sebelah mata.

Page 67: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Hingga suatu hari Zainuddin dipertemukan kembali dengan Hayati di tengah-tengah

keramaian saat pertandingan pacuan kuda sedang berlangsung di Padang Panjang. Zainuddin

sempat bingung dengan pakaian yang digunakan Hayati yang tidak seperti biasanya.

Bagaimana tidak, Hayati yang selama ini memakai pakaian yang hampir menutupi seluruh

tubuhnya kini mengikuti pakaian para perempuan kota yang mengatasnamakan mode.

Data 6

Hayati… Apa yang saya lihat kemarin? Mengapa telah berubah pakaianmu, telah

berubah gayamu? Mana baju kurungmu? Bukankah Adinda orang dusun! Saya bukan

mencela bentuk pakaian orang kini, yang saya cela ialah cara yang telah berlebih-lebihan,

dibungkus perbuatan terlalu dengan nama mode. Kemarin, Adinda pakai baju yang sejarang-

jarangnya, hampir separoh dada Adinda kelihatan, sempit pula gunting lengannya, dan

pakaian itu yang dibawa ke tengah-tengah ramai.

Sebagai lelaki mencintai Hayati, Zainuddin merasa malu melihat Hayati

menggunakan pakaian yang hampir separuh dadanya kelihatan.

Data 7

“Tidak, Khadijah!” jawab Hayati, “pendapatmu tak betul, cinta tak bergantung

kepada uang. Kalau dua orang yang bercinta dapat bertemu, kesenangan dan

ketentraman pikirannya, itulah uang, itulah dia kekayaan, lebih dari gelang emas,

dokoh berlian, pakaian cukup. Itulah kesenangan yang tal lekang di panas, tak lapuk

di hujan.

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa Hayati masih mempunyai harga diri,

yang mencitai seseorang bukan karena hartanya, melainkan karena cintanya yang tulus.

3. Indeks

Adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara petanda yang

bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada

kenyataan.

Data 1

Page 68: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Angan-angan dan khayal yang demikianlah yang menyampaikan langkahku kemari.

Sebab di negeri Mengkasar sendiri saya dipandang orang Padang, bukan orang asli

Bugis atau Mengkasar. Sebab itu di sana saya rasa senantiasa dalam kesepian.

Berdasarkan data di atas terdapat dalam isi surat Zainuddin kepada Hayati di atas

anjungan dekat sebuah lampu dnding dibacanya. Angan-angan dan khayal yang

mengantarkan langkahnya ke Padang Panjang yang telah terbayang khayalnya sejak dulu

ternyata berkebalikan, disangkanya dijunjung tinggi kedatangannya di Padang ternyata hanya

dipandang sebagai musafir di tengah gurun pasir. Bahkan bokongnya sendiri tidak

mengakuinya, seperti pada kutipan berikut.

Data 2

Bokongku sendiri tidak mengakui saya anak pisangnya, sebab rupaya ayahku tak

mempunyai saudara yang karib. Mereka bawa saya menumpang selama ini, karena

dipertalikan bukan oleh budi bahasa, tetapi oleh uang, sekali lagi Hayati, oleh uang!

(TKVDW: 34).

Berdasarkan data di atas bahwa Zainuddin menggambarkan perjalanan hidupnya

sangat malang, di keluarganya sendiri di Padang tidak mengakuinya sebagai cucu dari

ayahnya, sehubungan ayah dan ibunya telah meninggal.

Sehubungan dengan paragraf di atas, maka Hayati yang berhati lembut mulai luluh

dan jatuh hati kepada Zainuddin dengan cerita yang disampaikan Zainuddin melalui surat-

suratnya.

Data 3

Jika cinta itu suatu dosa, ampunilah dan maafkanlah! Hamba akan turut perintah-Mu,

hamba tak akan melanggar larangan, tak akan menghentikan suruhan. Akan hamba

simpan, biarlah orang lain tak tahu, tetapi izinkan hamba ya Tuhan. (TKVDW: 36)

Berdasarkan data di atas Hayati telah jatuh hati kepada Zainuddin melalui ceritanya

yang dia kirimkan lewat surat, namun Hayati lebih memilih menyimpan perasaannya seorang

diri, bermunajat kepada Tuhan agar dijagakan hati dan perasaanya sehingga tidak dibutakan

oleh cinta.

Page 69: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Siri telah tertanam dalam jiwa suku Bugis, bahwa tujuan hidup adalah menjadi

manusia susila dengan memiliki harga diri tinggi. Sehubungan dengan pernyataan di atas

pengambilan nilai terdapat pada kutipan di bawah ini:

Data 4

Tidak berapa jauh jaraknya dusun Batipuh dengan kota Padang Panjang, kota yang

dingin di kaki gunung Singgalang itu. Tetapi bagi Zainudin, dusun itu telah jauh, sebab tak

dapat bertemu dengan Hayati lagi. Apalagi budi pekertinya terlalu tinggi, kalau budinya

rendah, sejam atau dua jam, tentu dia telah dapat menemui Hayati. (TKVDW: 61).

Berdasarkan data di atas menekankan karakter Zainuudin yang berbudi tinggi. Ketika

orang Batipuh mengusirnya, ia menuju ke Padang Panjang yang letaknya tidak begitu jauh

dari Batipuh. Setidaknya bisa saja, ia kembali ke Batipuh untuk sekadar menemui Hayati.

Esensi siri adalah menjaga dan mempertahankan harga diri dan kehormatan. Sehingga siri

mampu menjadi landasan dalam bertindak. Budi pekerti yang tnggi pada paragraf di atas

menekankan salah satu perwujudan nilai siri.

Berbeda dengan paragraph sebelumnya, tokoh Zainuddin pada kalimat berikut tidak

mencerminkan sebagai suku Bugis yang menjunjung tinggi nilai siri.

Data 5

Berputar laksana perputaran buaian di pasar keramaian layaknya otak Zainuddin

memikirkan nasibnya, nafasnya sesak, matanya menjadi gelap. Dia teringat… teringat satu

perbuatan yang berbahaya sekali membunuh diri. (TKVDW: 97).

Penggunaan ide bunuh diri dalam alur cerita pada novel memberikan kesan lemahnya

nilai siri Zainuddin sebagai keturunan Bugis, bahkan bisa disebut pecundang. Namun, tak

bisa dipungkiridemikianlah cara penulis mengemas alur sehingga mampu membawa pembaca

pada kehidupan yang seolah-olah nyata.

Data 6

Malangnya nasibku. Telah rurut bunga hayatku sebelum dia mekar. Tua telah

berangsur mendatangiku, padahal umurku masih muda. Seorang diri aku menyebrangi hidup

ini sekarang; ayahku telah mati, ibuku dan ibu angkatku pun demikian. Seluruh alam

membenciku, hatta daun kayu di dekat rumah, angin pagi yang biasa membawa udara

nyaman, tidur yang biasanya mengembalikan kekuatan manusia, semuanya meninggalkan

daku. Tiba-tiba kau, yang hanya satu tempatku bergantung, telah hilang pula dariku! Ke mana

Page 70: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

saya mesti pergi lagi, tunjukkanlah, walaupun ke pintu kubur kau tunjukkan, saya pun akan

pergi.

Rasa sakit yang ditanggung Zainuddin menjadikan dirinya kadang lupa hakikat siri

yang dijunjung tinggi oleh orang Bugis, bahkan ia rela menghinakan diri demi mendapatkan

cinta Hayati, penyemangat hidupnya. Ia lupa bahwa harga diri adalah sesuatu yang mutlak

dipertahankan oleh suku Bugis. Demikianlah cinta telah mampumengubah segala hal

termasuk prinsip seseorang.

Data 7

Ayahku telah mati, dan ibuku demikian pula bakoku tidak mengakui aku keluarganya.

Di Mengkasar hanya tinggal seorang ibu angkat. Dalam pergaulan, saya disisihkan

orang, saya tak hendak membunuh diri, karena masih ada pergantungan iman dengan

yang Maha Kuasa dan Gaib, bahwa dibalik kesukaran ada menunggu kemudahan. Di

dalam khayalku dan di dalam kegelapgulitaan malam, tersimbah awan, carilah

cerahlah langit dan kelihatanlah satu bintang satu bintang. Bintang dari pengharapan

untuk menunjukkan jalan. Bintang itu… ialah kau Hayati!

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa seorang Zainuddin yang telah kehilangan

ayah dan ibunya sejak kecil, hingga kemudian tidak lagi diakui oleh bakonya, kini telah

memiliki harapan karena kehadiran seorang Hayati dalam hidupnya. Namun, tidak berapa

lama kemudian ia harus menerima kenyataan bahwa Hayati yang dicintainya kini harus

menjadi milik orang lain hanya karena dirinya bukanlah dari orang beradat Minangkabau.

B. Pembahasan

Page 71: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teori Sanders Charles Pierce

maka didapatkan nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang terbagi ke

dalam tiga bentuk, yaitu ikon, indeks, dan simbol.

Penggambaran nilai siri sangat jelas ditemukan di dalam novel Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck. Pada dasarnya, nilai siri yang dituangkan dalam novel tersebut tergambar

pada sikap Zainuddin sendiri dalam menghadapi cobaan hidup dan kesedihan yang tidak

berkesudahan. Sejak masa dia dilahirkan, hingga dewasa, bahkan hingga akhir hayatnya.

Siri yang tergambar dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dimulai sejak

ayah Zainuddin yang merupakan suku Minangkabau sendiri harus menanggung malu sebab

harta warisan yang ditinggalkan orang tuanya hingga dia rela menghabiskan sisa hidupnya di

Makassar dan menikah dengan seorang gadis yang berasal dari Makassar. Hal ini

menggambarkan betapa siri itu berlaku tidak hanya di daerah Bugis saja tetapi di daerah-

daerah selain Bugis pula.

Hingga pada akhirnya lahirlah Zainuddin yang beranjak dewasa mencari sanak

keluarga di Minangkabau dan mendapatkan penolakan secara terang-terangan sebab dia

bukan berasal dari suku Minangkabau tulen, yang menjadikan Zainuddin dipandang sebelah

mata oleh orang-orang Minangkabau, yang pada akhirnya mempertemukannya dengan gadis

desa yang berasal dari suku Minangkabau.

Ketika sedang cinta-cintanya Zainuddin kepada Hayati, beliau harus meninggalkan

Batipuh karena dikatakan bahwa dia tidak pantas untuk duduk bersanding bersama Hayati

yang merupakan keturunan bangasawan. Zainuddin diceritakan sebagai seorang yang

berdarah Makassar-Minang. Ia lahir dan besar di Makassar yang memiliki nilai budaya

uatama yang dianut masyarakat, yaitu siri. Sebagaimana realitas asli budaya siri seharusnya

Zainuddin gambarkan dengan berdasar pada realitas yang ada. Namun, Zainuddin yang

digambbarkan dalam novel ini memiliki realitas siri yang lemah dalam menghadapi cobaan

Page 72: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

hidup. Banyak narasi yang menggambarkan bagaimana kemudian Zainuddin terombang-

ambing dalam mepertahankan siri yang ada dalam dirinya. Itu semua dapat dilihat ketika

Zainuddin yang hendak mengakhiri hidupnya dikarenakan perempuan yang dicintainya

menikah dengan laki-laki lain.

Siri adalah harga mati. Seseorang bahkan rela mengorbankan jiwanya untuk

mempertahankan siri. Namun, bunuh diri yang hendak dilakukan Zainuddin bukanlah cara

untuk mempertahankan siri melainkan penegasan sifat pengecutnya menghadapi masalah

hidup yang berat. Hal ini melemahkan karakter siri dalam dirinya. Sebaliknya jika siri

dijunjung tinggi, tidak mungkin Zainuddin melakukan hal-hal yang mampu merendahkan

harkat dan martabatnya demi cinta, karena siri bukanlah harga yang bisa ditawar. Siri adalah

harga mutlak.

Penggambaran nilai siri dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dipandang

masih lemah. Sebagaimana pandangan Pelras, bagi manusia Bugis, siri adalah jiwa mereka,

harga diri mereka, dan martabat mereka. Sebab itu, untuk menegakkan dan membela siri yang

dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia Bugis akan bersedia

mengorbankan apasaja termasuk jiwanya yang paling berharga demi tegaknya siri dalam

kehidupan mereka.

Page 73: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada skripsi yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck karya Buya Hamka, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut.

Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sastra berasal kata sas (sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk,

dan intruksi, akhiran tra berarti alat atau sarana (Teew dalam Ratna, 2005: 4). Begitulah

kemudian seorang Buya Hamka menghasilkan karya yang indah tidak lain untuk dinikmati

oleh para pembacanya.

Penulis mengemas novel tersebut dengan bahasa yang sedikit lebih rumit dipahami

untuk kalangan remaja namun tetap saja menarik jika dibaca. Novel ini menceritakan tentang

kisah cinta dua anak manusia yang tidak dipersatukan sebab terhalang oleh adat-istiadat yang

berlaku.

Penulis mengemas nilai siri yang dianut oleh suku Bugis, yang secara langsung dapat

kita jumpai dalam novel tersebut, yang kemudian telah dianalisis menggunakan teori Sanders

Charles Pierce yang membagi tanda ke dalam tiga bagian, yaitu simbol, ikon, dan indeks.

Meskipun penggambaran nilai siri pada tokoh yang terdapat dalam novel tersebut masih

sangat lemah, yang tidak mencerminkan bagaimana seharusnya masyarakat Bugis bersikap,

yang menjadikan siri sebagai identitas sosial masyarakat bugis yang harus dijunjung tinggi

harkat dan martabatnya.

Page 74: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

B. Saran

Penulis menyadari, masih banyak kekurangan dari penulisan skripsi ini dan masih

perlu ditindak lanjuti baik oleh penulis sendiri maupun para pembaca.

Penulis menyarankan kepada pembaca, generasi muda, mahasiswa, dan pelajar,

khusunya yang mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia agar

meningkatka kepedulian terhadap karya sastra, dan menjunjung tinggi nilai siri sebagai

masyarakat Sulawesi Selatan khususnya Bugis.

Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nilai-nilai siri tersebut berkaitan

dengan kehidupan sehari-hari, mengingat generasi muda saat ini mengalami kemerosotan

budaya disebabkan perkembangan teknologi dan masuknya budaya-budaya luar di Indonesia,

sehingga nilai siri yang harusnya dijunjung tinggi kini tergantikan dengan budaya-budaya

luar yang merusak harkat dan martabat seorang masyarakat Bugis.

Page 75: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

DAFTAR PUSTAKA

A, Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka

Jaya.

Aart, Van Zoest. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang Kita

Lakukan dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

Aini, Alfiah Nurul. 2013. Analisis Semiotika terhadap Novel Laskar Pelangi Karya Andrea

Hirata Sebagai Alternatif Bahan Pengajaran Sastra di SMA. _____. NOSI. Vol. 1. No.

2: 80-86.

Arlina. 2015. Pengertian Sastra, Ciri-Ciri Sastra, dan Fungsi Sastra. Diambil dari

http://www.pendidikanku.org/2015/04/pengertian-sastra-ciri-ciri-sastra-dan.html,

diakses pada 19 Desember 2017.

Ariyani, Isma. 2014. Representasi Nilai Siri’ pada Sosok Zainuddin dalam Novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Ananlisis Framing Novel). Makassar: Universitas

Hasanuddin.

Badan Pengembangan dan Pembinaan, Kementerian Pendidikan dan Departemen

Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edis V

Daring._____

Damono, Sapardi Djoko. 2007. Sastra di Sekolah. Dengan Sastra Menjadi Manusia. Jakarta:

Susastra, Jurnal Ilmu Susastra dan Ilmu Budaya. Vol. 1. No. 5.

EL_Machete, Abdi. 2011. Siri Na Pacce dalam Nilai dan Falsafah Hidup Orang Bugis-

Makassar. Diambil dari http://bugismakassartrip.com/siri-na-pacce-dalam-nilai-dan-

falsafah-hidup-orang-bugis-makassar.html, diakses pada 23 Desember 2017.

Esten, Mursal. 1990. Kesusastraan, Pengantar, Teori, dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Fiske. John. 1990. Cultur and Communication Studies. Sebuah Pengantar Paling

Kompherensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Generates Press. 2016. Sahabatnesia – Sharing Bebas Tanpa Batas. Diambil dari

https://sahabatnesia.com/pengertian-novel/, diakses pada 20 Desember 2017.

Hamid. 1985. Manusia Bugis Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press.

Hamka, Buya. 2000. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jakarta: Bulan Bintang.

Irma, Cintya Nurika. 2017. Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam

Novel Punakawan Menggugat Karya Adrian Kresna. Palembang: Jurnal Bindo Sastra.

Vol. 1. No. 1 : 1-9.

Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Lechte, John. 50 Filsuf Kontemporer. Dari strukturalisme Sampai Post Modernitas.

Yogyakarta: Kanisius.

76

Page 76: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Littlejohn, Stehen W. 1996. Theoris of Human Communication. Edisi ke-5, Belmont-

California, Wadsworth.

Matthes, B.F. Boegineesche Chrestomthie I. Nederlandsch Bijbel-genootschap, Amsterdam.

Matulada. 1974. La Toa, Suatu Lukisan Analisa Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis.

Disertasi Universitas Indonesia, Jakarta.

Matulada. 1977. Beberapa Aspek Gotong Royong dalam Masyarakat Bugis Makassar. Berita

Antropologi No.30 Th. IX, Pebruari 1977.

Mattulada. 1985. LATOA. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasir, Muhammad. 2014. Norma dan Hukum Adat Suku Bugis. Diambil dari

http://nasirwirpala.blogspot.co.id/2014/11/norma-dan-hukum-adat-suku-bugis.html.

diakses pada 23 Desember 2017.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Cetakan Keenam. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Ode. 2011. Sastra, Bahasa, Bisnis, Filsafat, dan Edukasi. Diambil dari

http://ode87.blogspot.co.id/2011/03/pengertian-semiotik.html, diakses pada 23

Desember 2017.

Parmadi, Sumbang. 2016. Analisis Nilai Siri pada Tokoh Zainuddin dalam Novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka. Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Pelangi Aksara Yogyakarta.

Pelras, Cristian. 2006. Manusia Bugis. Diterjemahkan dari Bahasa Inggris: The Bugis oleh

Abdul Rahman Abu, Hasriadi, dan Nurhady Sirimorok. Jakarta: Nalar.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta. PT. Hanindita

Graha Widya.

Rahim, Rahman. 2011. Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Yogyakarta: Ombak.

Ratna, Nyoman Kuta. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar:

Pustaka Belajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Kultur Studies: Representasi Fiksi dan Fakta.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rosyidah, Eka Hijriana. 2017. Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas

Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Jakarta: UIN Syarif Hidatullah.

Page 77: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Sangidu. 2004. Metode Penelitian Sastra, Pendekatan Teori, Metode dan Kiat. Yogyakarya:

UGM.

Saputra, Dapid. 2013. Communication Science and Public Relations. Diambil dari

https://dapidsaputra.wordpress.com/2013/10/14/semiotika-charles-sander-peirce/,

diakses pada 23 Desember 2017.

Segers, Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra, Sebuah Penelitian Eksperimental Berdasarkan

Teori Semiotika dan Estetika Resepsi. Yogyakarta: Adicita.

Setyawati, Elyna. 2013. Analisis Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya

Agnes Davonor (Pendekatan Pragmatik). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2016. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sora. 2014. Pengertian Novel dan Unsur-Unsurnya. Diambil dari

http://wwwpengertianku.net/2014/08/pengertian-novel-dan-unsurnya.html. diakses

pada 15 Januari 2018.

Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia.

Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sumardjono, Jacob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Sumadi, Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Bogor: Penerbit Nusa Indah.

Tim Penyusun FKIP Unismuh Makassar. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi. Edisi Revisi I.

Makassar: Panrita Press.

Wellek, Renne dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan (Diterjemahkan Oleh Melani

Budianta). Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Warren Austin. 1993. Teori Kesussatraan (Diterjemahkan melalui

Budiyanto). Jakarta: Gramedia.

Widjajanti, Retno. 2001. Kajian Teoritis pemilihan Lokasi Industri kaitannya dengan

Pertubuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Teknik. Semarang: UNDIP.

Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi. Bandar lampung: Garudhawaca.

Winarni, Retno. 2009. Kajian Sastra. Salatiga: Widya Sari Press.

Yuliana, Sri. 2017. Representasi Nilai Budaya Siri dalam Film Televisi Nasional (Analisis

Semiotik Pierce Film “Badik Titipan Ayah”). Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar.

Page 78: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Sinopsis Novel

Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) , seorang pemuda bergelar

Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta

peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh

mamaknya. Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk

kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin

menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah pertengkaran yang

membuat Datuk Mantari labih terbunuh. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15

tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone,

akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan

menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu.

Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin.

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya

menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base, teman ayahnya. Pada suatu hari, Zainuddin meminta

izin Mak Base untuk pergi ke Batipuh, sumbar, mencari sanak keluarganya di negeri asli

ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.

Sampai di Padang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sana, ia

begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak

seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang

Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing,

sementara di Makassar dia juga dianggap orang asing karena kuatnya adat istiadat pada saat

itu. Ia pun jenuh hidup di batipuh, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang

yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari

surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.

Page 79: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua warga.

Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi

keluargany, adat istiadat mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau, Ibunya

berasal dari Makassar. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi

kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.

Zainuddin pindah ke Padang Panjang (berjarak sekitar 10 km dari batipuh) dengan

berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu

hari, Hayati datang ke Padang Panjang untuk melihat acara pacuan kuda. Ia menginap di

rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di

benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz,

kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati. Karena berada dalam satu kota

(Padang Panjang) akhirnya Zainuddin dan Aziz bersaing dalam mendapatkan cinta Hayati.

Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia

akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh.Temyata surat Zainuddin

bersamaan dengan lamaran Aziz. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang

dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di

mata mereka lebih beradab, dan asli Minangkabau, dan Hayatipun akhirnya memilih Aziz

sebaagai suaminya. Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata

sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Namun apalah dayanya di

hadapan ninik mamaknya. Setelah penolakan dari Hayati, Zainuddin jatuh sakit selama dua

bulan.

Atas bantuan dan nasehat Muluk, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama

Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya

menulis. Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang

amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya

Page 80: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan

usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.

Karena pekerjaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hayati pun mengikuti suaminya.

Suatu kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin

dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena ajakan Hayati Aziz bersedia menonton

pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau

"Z"adalah Zainuddin. Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz.

Semenjak mereka Hijrah ke Surabaya semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat

juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin

memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan mereka

terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Di balik kebaikan Zainuddin itu, sebenarnya dia

masih sakit hati kepada Hayati yang dulu dianggapnya pernah ingkar janji. Karena tak kuasa

menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, setelah sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke

Banyuwangi mencari pekerjaan dan meninggalkan isterinya bersama Zainuddin. Sepeninggal

Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk tidur.

Beberapa hari kemudian, diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati.

Melalui surat Aziz meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang

pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di

sebuah hotel di Banyuwangi. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi

kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke

kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der

Wijck.

Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa

Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau

kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Oleh sebab itulah setelah

Page 81: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

keberangkatan Hajati ia berniat menyusul Hajati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin

kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta.

Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi

Hajati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hajati tak dapat diselamatkan.

Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang

terbarng lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir

mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan

Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia

meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan

dengan pusara Hayati.

Page 82: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Biografi Buya Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Hamka adalah

seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang sangat terkenal di Indonesia.

Buya Hamka juga seorang pembelajar yang otodidak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti

filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Hamka pernah

ditunjuk sebagai menteri agama dan juga aktif dalam perpolitikan Indonesia. Hamka lahir di

desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta,

24 Juli 1981 pada umur 73 tahun.

Hamka juga diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang

berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang

dihormati. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji

Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari

Makkah pada tahun 1906. Beliau dibesarkan dalam tradisi Minangkabau. Masa kecil Hamka

dipenuhi gejolak batin karena saat itu terjadi pertentangan yang keras antara kaum adat dan

kaum muda tentang pelaksanaan ajaran Islam. Banyak hal-hal yang tidak dibenarkan dalam

Islam, tapi dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Putra Hamka bernama H.

Rusydi Hamka, kader PPP, anggota DPRD DKI Jakarta. Anak Angkat Buya Hamka adalah

Yusuf Hamka, Chinese yang masuk Islam.

Hamka di Sekolah Dasar Maninjau hanya sampai kelas dua. Ketika usia 10 tahun,

ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka

mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran

agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa,

Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Sejak muda, Hamka dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya, memberi

gelar Si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang

Page 83: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

gerakan Islam modern kepada Hos Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM

Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, Hamka mengikuti berbagai diskusi dan training

pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.

Hamka bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi,

Medan. Pada tahun 1929 di Padang Panjang, Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di

Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957-

1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan

Profesor Universitas Mustopo, Jakarta.

Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia pindah ke Jakarta dan memulai kariernya

sebagai pegawai di Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu

Hamka sering memberikan kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di Tanah Air.

Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama

oleh Menteri Agama Indonesia. Pada 26 Juli 1977 Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti

Ali, melantik Hamka sebagai Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudian

meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah

Indonesia.

Hamka aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau

mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid‟ah,

tarekat dan kebatinan sesat di Padan g Panjang. Mulai tahun 1928 beliau mengetuai cabang

Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929 Hamka mendirikan pusat latihan

pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah

di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah di

Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada

tahun 1946. Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat

Muhammadiyah.

Page 84: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota

partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya

penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan

di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional,

Indonesia.

Pada tahun 1955 Hamka beliau masuk Konstituante melalui partai Masyumi dan

menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum. Pada masa inilah pemikiran Hamka

sering bergesekan dengan mainstream politik ketika itu. Misalnya, ketika partai-partai

beraliran nasionalis dan komunis menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. Dalam

pidatonya di Konstituante, Hamka menyarankan agar dalam sila pertama Pancasila

dimasukkan kalimat tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknyan sesuai

yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Namun, pemikiran Hamka ditentang keras oleh

sebagian besar anggota Konstituante, termasuk Presiden Sukarno. Perjalanan politiknya bisa

dikatakan berakhir ketika Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden Soekarno pada

1959. Masyumi kemudian diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Meski

begitu, Hamka tidak pernah menaruh dendam terhadap Sukarno. Ketika Sukarno wafat, justru

Hamka yang menjadi imam salatnya. Banyak suara-suara dari rekan sejawat yang

mempertanyakan sikap Hamka. “Ada yang mengatakan Sukarno itu komunis, sehingga tak

perlu disalatkan, namun HAMKA tidak peduli. Bagi Hamka, apa yang dilakukannya atas

dasar hubungan persahabatan. Apalagi, di mata Hamka, Sukarno adalah seorang muslim.

Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Soekarno

karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakan, beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar

yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat

sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis

Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia.

Page 85: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Pada tahun 1978, Hamka lagi-lagi berbeda pandangan dengan pemerintah. Pemicunya

adalah keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk mencabut

ketentuan libur selama puasa Ramadan, yang sebelumnya sudah menjadi kebiasaan.

Idealisme Hamka kembali diuji ketika tahun 1980 Menteri Agama Alamsyah

Ratuprawiranegara meminta MUI mencabut fatwa yang melarang perayaan Natal bersama.

Sebagai Ketua MUI, Hamka langsung menolak keinginan itu. Sikap keras Hamka kemudian

ditanggapi Alamsyah dengan rencana pengunduran diri dari jabatannya. Mendengar niat itu,

Hamka lantas meminta Alamsyah untuk mengurungkannya. Pada saat itu pula Hamka

memutuskan mundur sebagai Ketua MUI.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan,

penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah

akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada

tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau

menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi

editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan

cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid). Pada 1950, ia mendapat

kesempatan untuk melawat ke berbagai negara daratan Arab. Sepulang dari lawatan itu,

Hamka menulis beberapa roman. Antara lain Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah

Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Sebelum menyelesaikan roman-roman di atas, ia

telah membuat roman yang lainnya. Seperti Di Bawah Lindungan Ka‟bah, Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Dalam Lembah Kehidupan merupakan

roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan

Singapura. Setelah itu Hamka menulis lagi di majalah baru Panji Masyarakat yang sempat

terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta berjudul Demokrasi Kita.

Page 86: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Setelah peristiwa 1965 dan berdirinya pemerintahan Orde Baru, Hamka secara total

berperan sebagai ulama. Ia meninggalkan dunia politik dan sastra. Tulisan-tulisannya di Panji

Masyarakat sudah merefleksikannya sebagai seorang ulama, dan ini bisa dibaca pada rubrik

Dari Hati Ke Hati yang sangat bagus penuturannya. Keulamaan Hamka lebih menonjol lagi

ketika dia menjadi ketua MUI pertama tahun 1975.

Hamka dikenal sebagai seorang moderat. Tidak pernah beliau mengeluarkan kata-kata

keras, apalagi kasar dalam komunikasinya. Beliau lebih suka memilih menulis roman atau

cerpen dalam menyampaikan pesan-pesan moral Islam.

Ada satu yang sangat menarik dari Buya Hamka, yaitu keteguhannya memegang

prinsip yang diyakini. Inilah yang membuat semua orang menyeganinya. Sikap

independennya itu sungguh bukan hal yang baru bagi Hamka. Pada zamam pemerintah

Soekarno, Hamka berani mengeluarkan fatwa haram menikah lagi bagi Presiden Soekarno.

Otomatis fatwa itu membuat sang Presiden berang ‟kebakaran jenggot‟. Tidak hanya berhenti

di situ saja, Hamka juga terus-terusan mengkritik kedekatan pemerintah dengan PKI waktu

itu. Maka, wajar saja kalau akhirnya dia dijebloskan ke penjara oleh Soekarno. Bahkan

majalah yang dibentuknya ”Panji Masyarat” pernah dibredel Soekarno karena menerbitkan

tulisan Bung Hatta yang berjudul ”Demokrasi Kita” yang terkenal itu. Tulisan itu berisi

kritikan tajam terhadap konsep Demokrasi Terpimpin yang dijalankan Bung Karno. Ketika

tidak lagi disibukkan dengan urusan-urusan politik, hari-hari Hamka lebih banyak diisi

dengan kuliah subuh di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan.

Pada tanggal 24 Juli 1981 Hamka telah pulang ke rahmatullah. Jasa dan pengaruhnya

masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima

sebagai seorang tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya, bahkan jasanya di

seantero Nusantara, ter masuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

Page 87: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Atas jasa dan karya-karyanya, Hamka telah menerima anugerah penghargaan, yaitu

Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Cairo (tahun 1958), Doctor Honoris Causa

dari Universitas Kebangsaan Malaysia (tahun 1958), dan Gelar Datuk Indono dan Pengeran

Wiroguno dari pemerintah Indonesia

Pandangan sastrawan, Hamka yang juga dikenal sebagai Tuanku Syekh Mudo Abuya

Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo tentang kepenulisan. Buya

Hamka menyatakan ada empat syarat untuk menjadi pengarang. Pertama, memiliki daya

khayal atau imajinasi; kedua, memiliki kekuatan ingatan; ketiga, memiliki kekuatan hapalan;

dan keempat, memiliki kesanggupan mencurahkan tiga hal tersebut menjadi sebuah tulisan.

Kitab Tafsir Al-Azhar merupakan karya gemilang Buya Hamka. Tafsir Al-Quran 30

juz itu salah satu dari 118 lebih karya yang dihasilkan Buya Hamka semasa hidupnya. Tafsir

tersebut dimulainya tahun 1960.

Hamka meninggalkan karya tulis segudang. Tulisan-tulisannya meliputi banyak

bidang kajian: politik (Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, Urat Tunggang Pancasila),

sejarah (Sejarah Ummat Islam, Sejarah Islam di Sumatera), budaya (Adat Minangkabau

Menghadapi Revolusi), akhlak (Kesepaduan Iman & Amal Salih ), dan ilmu-ilmu keislaman

(Tashawwuf Modern).

Page 88: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

Biodata Validator

Validator I

Nama : Faisal, S.S., M.Hum.

Tempat, Tanggal, Lahir : Sinjai, 28 November 1983

Pekerjaan : Dosen Sastra Indonesia

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Negeri Makassar

Alamat : Manuruki 12, No. 3

Bidang Keahlian : Ilmu Sastra

Validator II

Nama : Dr. Amal Akbar, M.Pd.

Tempat, Tanggal, Lahir : Wantampone, 22 Februari 1982

Pekerjaan : Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Alamat : Green Cakra Recidence, Blok F1 No. 7

Bidang Keahlian : Pendidikan Bahasa Indonesia

Page 89: REPRESENTASI NILAI SIRI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN

RIWAYAT HIDUP

Hasni Dg. Parani, dilahirkan di Tambayoli, Kecamatan Soyo-Jaya,

Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, pada tanggal 11 Mei

1995, dari pasangan Ayahanda Ramli Dg. Parani dengan Ibunda

Jumiati. Peneliti masuk sekolah dasar pada tahun 2002 di SDN

Tambayoli, Kecamatan Soyo-Jaya, Kabupaten Morowali Utara dan

tamat tahun 2008. Pada tahun itu juga peneliti melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2

Soyo-Jaya, Kecamatan Soyo-Jaya dan tamat tahun 2011. Pada tahun 2011 peneliti kemudian

melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sinjai Timur, sekarang

UPT SMA Negeri 3 Sinjai, dan selesai pada tahu 2014. Kemudian, tahun 2014 peneliti

melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Swasta, tepatnya di Universitas Muhammadiyah

Makassar (Unismuh), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Saat ini peneliti masih dalam proses penyelesaian

pendidikan strata satu (S1).