representasi ideologi patriarki di masyarakat manhattan

31

Click here to load reader

Upload: eri-kurniawan

Post on 06-Jun-2015

2.350 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

This is a journal article about how patriarchal ideology has been prevalent in the society. The ideology was depicted in an interplay among the characters in a romantic novel.

TRANSCRIPT

Page 1: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI

DALAM MASYARAKAT MANHATTAN

(Kritik Sastra Feminis terhadap Novel “Out of Time”

karya Caroline B Cooney)

oleh

Eri Kurniawan 1

ABSTRAK

Tulisan ini akan memuat hasil penelitian terhadap isu feminis yang terkandung dalam sebuah

novel, khususnya akan mengidentifikasi representasi ideologi patriarki di masyarakat Manhattan.

Dengan menggunakan kritik sastra feminis, penelitian ini akan mengungkap bagaimana elemen

intrinsik novel utamanya tema, plot, dan karakter memunculkan potret stereotipe perempuan dan

dominasi laki-laki di dua abad yang berbeda, yakni abad kesembilan belas dan abad kedua puluh.

Sebagai sebuah penelitian deskriptif, telah ditemukan bahwa perubahan zaman tidak serta merta

membuahkan perubahan signifikan ihwal stereotipe perempuan dan dominasi laki-laki. Sekalipun

ditemukan adanya pergeseran peran perempuan dimana perempuan pada abad keduapuluh diberi

kebebasan untuk berperan di domain publik, akan tetapi peran domestiknya tetap tidak boleh

dilepas, yakni sebagai ibu rumah tangga. Pun, dalam konteks cinta, perempuan masih ditilik

sebagai objek laki-laki, yang hanya dinilai dari segi kecantikan fisiknya saja. Sementara itu, laki-

laki di kedua abad tersebut digambarkan sebagai figur yang dominan dan superior, yang

memberikan proteksi terhadap perempuan dan menjadi pengatur dalam bidang sosial, ekonomi,

dan pendidikan.

Kata kunci: ideologi patriarki, stereotipe, gender, peran domestik/tradisional, peran publik

Pendahuluan

Latar Belakang

Sherry (1988: 1) mengemukakan bahwa di semua budaya yang kita kenal,

kehidupan dan pengalaman laki-laki dan perempuan ternyata berbeda dalam

banyak hal. Fenomena ini disebabkan oleh hadirnya sebuah konstruk sosial yang

secara nyata berkiblat pada ideologi patriarki. Ideologi ini mensyaratkan adanya

1 Eri Kurniawan adalah staf edukatif yang menjadi calon pegawai negeri sipil di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia. Tinggal di Jln. Setiabudhi Gg. Abah Jangkung No. 44 Rt 05/03 Ledeng Bandung 40143. Bisa dikontak melalui [email protected]

1

Page 2: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

pengendalian kekuasaan atau dominasi oleh laki-laki serta stereotipe peran

perempuan.

Ideologi patriarki telah lama menjadi fondasi konstruk sosial kita. Kaum

laki-laki mewarisi sebuah tatanan sosial dimana mereka mendominasi ruang

kekuasaan dan kewenangan. Sehingga aktivitas-aktivitas sosial selalu dikaitkan

dengan tindakan mereka. Nosi inilah yng menimbulkan diskriminasi dan

ketidakadilan atau bahkan penindasan terhadap kaum perempuan dalam

masyarakat. Kehidupan, pengalaman, dan nilai-nilai yang diyakini perempuan

dianggap marginal sementara pengalaman laki-laki dianggap normatif (Sherry,

1988).

Stereotipe semacam selanjutnya termanifestasikan dalam bahasa

dikarenakan hakikat dinamika bahasa yang senantiasa mengiringi dinamika

kehidupan laki-laki dan perempuan. Faruk (1997: 33-34) menggambarkan

stereotipe ini sebagai hantu yang selalu menampakkan dirinya dalam bentuk

kamuflase yang didasarkan pada situasi. Sebagai alat untuk mereproduksi

stereotipe, bahasa mengalami proses yang berkelanjutan yang melakukan “aksi

gender” dalam beragam latar interaksi antara laki-laki dan perempuan.

Oleh karenanya, sastra pun terkena imbasnya. Prosa sebagai salah satu

genre sastra, menurut Aristiarini (1998: xix), sering kali mengangkat konflik yang

bias gender—sebuah konstruk sosial dan kodifikasi perbedaan jenis kelamin yang

dikaitkan dengan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Sastra, pada

gilirannya, menjadi kamuflase kekuasaan yang dominan dan bahkan menjelma

menjadi kekuatan terselubung yang mereproduksi bias gender. Dalam banyak

karya sastra, misalnya, sistem nilai yang berlaku untuk perempuan seperti

sentimentalitas, perasaan dan spiritualitas masih dianggap marginal dan

tersubordinasi. Perempuan hampir selalu diilustrasikan sebagai karakter yang

perlu dilindungi dan sangat diperhatikan (Faruk, 1997: 35).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1960an mengungkap

bahwa sebagian besar karya sastra kanonikal adalah karya laki-laki. Karya sastra

oleh dan tentang perempuan begitu diremehkan dan diabaikan karena hanya

mengangkat masalah perasaan dan kehidupan pribadi. Sebagaimana yang

2

Page 3: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

diutarakan oleh Virginia Woolf dalam “A Room of One’s Room” (1929) bahwa

penilaian umum terhadap karya sastra adalah “This is an important

book...because it deals with war. This is an insignificant book because it deals

with the feeling of women in drawing room.”

Inilah yang melatari mengapa penelitian ini mengkaji isu feminisme dalam

novel karya perempuan dengan menggunakan kacamata kritik sastra feminis.

Novel “Out of Time” karya Cooney ini merupakan novel fiksi romantik yang

menceritakan kisah cinta sebuah pasangan yang berasal dari dua abad berbeda,

abad kesembilan belas dan abad kedua puluh. Novel ini mengangkat representasi

ideologi patriarki dan stereotipe peran perempuan di masyarakat Manhattan.

Perbedaan latar waktu tentu menyebabkan perbedaan peran gender. Tapi yang

menarik adalah adanya kesamaan di kedua abad tersebut dimana peran laki-laki di

domain publik dan perempuan di domain domestik masih tetap melekat di

masyarakat.

Tujuan dan Manfaat

Seperti yang dijelaskan dimuka bahwa ideologi patriarki yang menjadi fondasi

konstruk sosial kita ternyata termanifestasikan dalam bahasa dan sastra. Novel

sebagai salah satu bagian dari karya sastra, menampilkan cerita dan karakter yang

secara tidak langsung mewakili fenomena kehidupan nyata. Artinya, sangat

dimungkinkan bahwa novel menjadi representasi ideologi tersebut. Penelitian ini

dimaksudkan untuk menguak atau mengungkap representasi ideologi patriarki

yang tertuang dalam sebuah novel.

Di samping itu, sebagaimana dikemukakan oleh Sherry (1988) bahwa

karya sastra perempuan selalu dinilai ‘sempit’ atau ‘khusus’ yang seringkali

menampilkan gambaran kehidupan, gagasan dan emosi perempuan. Sementara

dalam karya sastra laki-laki, karakter perempuan hampir selalu diposisikan dalam

hubungannya dengan laki-laki dalam konteks cinta dan seksualitas. Oleh

karenanya, yang dijadikan objek penelitian adalah sebuah novel karya perempuan

agar diperoleh bukti kongkret ihwal bagaimana penulis perempuan

menggambarkan fenomena sosial yang didominasi oleh laki-laki.

3

Page 4: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Sederhananya, penelitian ini dibuat untuk menyajikan representasi

ideologi patriarki di suatu masyarakat yang tertuang dalam sebuah novel karya

perempuan.

Dikarenakan isu yang diangkat dalam novel adalah isu cinta yang

merupakan tema yang cukup populer bagi kalangan remaja (young adolescent),

maka hasil dari penelitian ini diharapkan dalam memberikan kontribusi untuk

menarik minat mahasiswa sastra Inggris dalam meneliti karya sastra, terutama

dengan menggunakan kritik sastra feminisme. Diharapkan pula bahwa hasil dari

penelitian ini bisa memberikan kontribusi terhadap pengayaan dan pengembangan

materi pengajaran sastra di jurusan bahasa Inggris.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan respresentasi

ideologi patriarki dalam masyarakat Manhattan. Metode ini dipandang relevan

untuk dipakai mengingat penelitian ini melibati sebilangan data untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang ada.

Adapun untuk memperoleh data terkait dengan elemen intrinsik novel,

Teori Stanton digunakan. Hal ini dilatari oleh sebuah pemikiran bahwa karya

sastra adalah sebuah struktur yang kompleks, sehingga untuk memahami isinya,

struktur dari karya tersebut harus dibedah (Hill, 1996: 6) dalam Sugihastuti dan

Suharto 92002: 44). Ini perlu dilakukan agar diperoleh keparipurnaan (wholeness)

makna intrinsik dari teks. Menurut Stanton (1965: 11 – 36) dalam Sofia dan

Sugihastuti (2003: 12), elemen karya sastra terdiri dari fakta, tema, dan perangkat

sastra lainnya semisal plot, karakter, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hanya

tiga elemen intrinsik yang akan dianalisis yakni tema, plot, dan karakter.

Sementara itu, untuk menganalisis data yang sudah diperoleh terkait

dengan isu ideologi patriarki atau feminisme, maka kritik sastra feminis

digunakan. Kritik sastra feminis ini dapat menguak setiap penindasan,

diskriminasi, dan ketidakadilan terhadap perempuan di dalam karya sastra.

4

Page 5: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Novel yang diteliti berjudul “Out of Time” karya caroline B. Cooney.

Sebuah novel yang diterbitkan pada tahun 1997 oleh Bantam Doubleday Dell

Publishing Group Inc bertempatkan di New York, Amerika Serikat.

Tinjauan Pustaka

Dalam bagian ini, akan dibahas secara ringkas mengenai novel dan elemen

intrinsik, feminisme dan patriarki, dan kritik sastra feminis.

Novel dan Elemen Intrinsik

Novel, menurut The Oxford Companion to the English Language (1992: 711),

berasal dari bahasa Itali yakni dari kata ‘novella’ yang artinya sebuah cerita baru

yang pendek. Novel ini memiliki kecenderungan bersifat realistik dan

mencerminkan kehidupan kontemporer.

Layaknya sebuah cerita pendek, novel memiliki sebuah cerita. Hanya saja

cerita ini disajikan lebih dari satu episode. Dalam novel, penulis memiliki

kebebasan untuk mengembangkan plot, karakter dan tema dengan perlahan.

Seorang novelis bisa mengembangkan plot menjadi sub plot untuk membangun

sebuah cerita.

Novel fiksi diklaim bisa mewakili ‘realitas’. Oleh karenanya, novel fiksi

ini juga dikenal sebagai mimesis atau representasi dari kehidupan nyata. Novel

jenis ini mempotret fenomena kehidupan dan pelbagai krisis keberadaan manusia.

Karakter dan latar umumnya nyata meskipun ada juga yang bersifat fiktif.

Novel ini dipandang sebagai struktur yang kompleks, yang terdiri dari

serangkaian elemen yang saling berkait satu sama lain. Pradopo (1995: 142)

dalam Sofia dan Sugihastuti (2003: 11) menyatakan bahwa ada koherensi yang

erat antara elemen-elemen tersebut. Artinya, setiap elemen tidak bisa berdiri

sendiri.

Elemen karya sastra, menurut Stanton (1965: 11 – 36) dalam Sofia dan

Sugihastuti (2003: 12) adalah fakta, tema, dan perangkat sastra lainnya. Fakta

mengacu pada struktur faktual dari teks. Tema bertalian dengan makna dari

pengalaman hidup manusia. Sementara perangkat sastra lainnya terkait dengan

5

Page 6: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

bagaimana pengarang memilih dan menggabungkan setiap elemen dalam cerita

sehingga menjadi bermakna.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Culler (dalam Pnuti-Sudjiman,

1991: 11 dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002: 43 – 44), menyatakan bahwa jika

fiksi dianggap sebagai sebuah sistem, maka sub sistem yang paling penting adalah

tema, plot, dan karakter. Sub sistem-sub sistem ini akan saling berkaitan satu

sama lain.

Tema, menurut Sofia dan Sugihastuti (2003: 12) adalah kunci pokok atau

inti cerita. Tema ini merupakan intisari cerita yang didasarkan pada elemen-

elemen lain, utamanya plot. Tema umumnya terselubung karena menjadi makna

keseluruhan dari cerita. Untuk menemukannya, Stanton (1965: 21) dalam Sofia

dan Sugihastuti (2003: 13) menyarankan bahwa konflik utamanya harus

ditemukan karena konflik utama dengan tema sangat berkaitan dan bahkan kerap

kali tak terpisahkan.

Plot adalah susunan dari kejadian-kejadian yang ada dalam novel. Menurut

Klarer (1998: 15) plot adalah interaksi logis dari beragam elemen tematik yang

ada di dalam teks yang berujung pada perubahan situasi pada awal cerita. Plot ini

terbagi ke dalam dua elemen pokok, yakni konflik dan klimaks (Stanton, 1965:

16-17 dalam Sofia dan Sugihastuti, 2003: 14).

Karakter berperan penting dalam membawa atau menyampaikan pesan dan

nilai kepada pembaca. Karakter ini bagaikan jembatan yang menjadi sarana

penghubung keinginan, sikap dan gagasan pengarang dengan pembaca. Menurut

Abram (dalam Nurgiyantoro, 2000: 165) dalam Sofia dan Sugihastuti (2003: 15)

adalah orang yang ditampilkan dalam karya sastra yang ditafsirkan memiliki

kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang tercermin dalam

pernyataan dan tindakannya.

Feminisme, Patriarki, dan Kritik Sastra Feminis

Dalam definisi The Oxford Companion to the English Language (1992:

401) kata feminisme berasal dari bahasa Latin yakni dari kata ‘femina’ yang

artinya seorang perempuan. Feminisme adalah sebuah filsafat sosial yang

6

Page 7: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

berkenaan dengan hak-hak perempuan. Para feminis mengganggap bahwa

perempuan selama ini ditindas dan dalam tataran tertentu diasingkan oleh

masyarakat yang didominasi oleh kaum laki-laki. Prinsip utamanya adalah

hadirnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam kebebasan berekspresi.

Tema ini dikategorikan sebagai feminisme gelombang pertama.

Sementara itu, patriarki menurut Shelden dan Widdowson (1993: 212-213)

dipandang sebagai salah satu tema feminisme gelombang kedua. Kate Millet,

seorang tokoh feminis dalam era ini, mengarisbawahi fakta bahwa patriarki,

gender, dan penindasan muncul sebagai konsep kunci pada feminisme gelombang

kedua. Pringle (1995: 201) dalam Brooks (1997: 122) berkomentar bahwa

keberadaan patriarki didasarkan pada hubungan dominasi dan subordinasi antara

dua kategori orang yang saling berlawanan, laki-laki dan perempuan.

Kata patriarki sendiri secara literal berasal dari bahasa Latin yakni dari

kata ‘pater’ yang dalam bahasa Inggris disebut ‘father’ yang artinya bapak.

Patriarki sering kali dikaitkan dengan kekuasaan politik laki-laki dalam sebuah

masyarakat. Patriarki ini menjelma menjadi ideologi ketika dipahami sebagai

serangkaian gagasan yang menjustifikasi dominasi laki-laki dan perbedaan

inheren yang alamiah antara laki-laki dan perempuan. Ideologi ini telah

menyelinap ke dalam karya sastra sehingga karya sastra menjadi alat

mereproduksi ideologi ini.

Untuk menangkalnya, kritik sastra feminis muncul dalam beragam

manifestasinya, yang diupayakan untuk membebaskan karya sastra dari

pemikiran-pemikiran sastra dan kritik sastra yang patriarkal. Teori dalam

lembaga-lembaga ilmiah dipandang ‘jantan dan bahkan maco’—dicirikan dengan

sifatnya yang sulit, abstrak, dan intelektual. Sehingga, kritik sastra feminis

mencoba membangun teori sendiri yang bisa menyentuh perempuan dan dinamika

politiknya (Raman Selden dan Peter Widdowson, 1993: 204).

Dalam perspektif lain, Showalter (1985: 3) berpandangan bahwa kritik

sastra feminis muncul dalam upayanya untuk memfokuskan analisisnya pada

perempuan karena selama ini para penulis dan pembaca karya sastra adalah laki-

7

Page 8: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

laki. Kritik sastra ini ingin menunjukkan bahwa perempuan memiliki persepsi dan

eskpektasi tersendiri yang ingin dituangkan dalam pengalaman sastranya.

Hasil Penelitian

Bagian ini akan menyajikan data tekstual yang ditilik dari tiga elemen instrinsik

yakni tema, plot, dan karakter.

Tema

Dikarenakan novel ini mengangkat cerita cinta, maka tema yang diusung tidak

akan jauh dari tema cinta. Kisah cinta ini disajikan dalam cerita perjalanan waktu

dan perubahan abad. Anna Sophia atau Annie, seorang gadis abad kedua puluh,

bisa melakukan perjalanan waktu ke abad sebelumnya untuk mencari cinta sejati

dari seorang pemuda abad kesembilan belas, Strat.

Untuk mencari tema, maka perlu ditemukan konflik utama seperti yang

disarankan oleh Stanton (1965: 21) dalam Sofia dan Sugihastuti (2003: 13).

Konflik utama muncul setelah Annie berhasil membebaskan Strat dari lunatic

asylum (rumah sakit gila) dan berniat untuk membawa Strat ke abadnya. Namun,

Strat menolak karena konstruk sosial pada saat itu menuntut dia untuk menjadi

bagian dari sejarah, berkelana ke Mesir untuk mencari mummi, piramida, dan lain

sebagainya.

Dalam konflik utama ini, muncul ungkapan Annie yang menunjukkan

kebulatan tekadnya mencari cinta sekaligus kekecewaannya atas penolakan Strat.

I want love. I want love of my own! Here, in my Time. But it’s Strat I want and he

will be always, forever, in his Time (p. 205).

Dari ungkapan ini, bisa didapati sebuah tema yang ingin pengarang

sampaikan yakni bahwa ‘seseorang hanya bisa memperoleh cinta pada zamannya

karena setiap orang ditakdirkan memiliki zaman masing-masing.

Plot

“Out of Time” adalah sebuah novel yang menggunakan plot progresif, artinya

cerita diawali dengan kejadian pertama dan diikuti dengan kejadian-kejadian

selanjutnya berdasarkan urutan waktu. Kejadian pertama menjadi penyebab

8

Page 9: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

timbulnya kejadian selanjutnya. Cerita diawali dengan aktivitas Annie di pagi hari

serta teringatnya dia akan Strat.

Annie Lockwood had not forgotten about Strat, of course. But she had forgotten

about him this morning. She woke up fast, dan was out of bed in seconds, standing in

front of her closet and changing every fashion decision she had made yesterday (p.

1).

Cerita kemudian berlanjut dengan beragam kejadian yang diurutkan

berdasarkan waktu kejadian sampai di penghujung cerita pengarang menceritakan

aktivitas Annie di perpustakaan, sedang mencari nama Strat di referensi sejarah.

It was summer before Annie Lockwwod looked in the library again....

She checked every index of every book, and every refernce in every article.

No Hiram Stratton, Jr., ever appeared (p. 209).

Di sepanjang cerita, bertebaran konflik-konflik baik dalam diri karakter

maupun antar karakter yang membuat cerita menjadi menarik. Sebagai contoh,

setelah menyuguhkan pengantar tentang karakter dan latar, pengarang

memunculkan konflik pada diri karakter utama yakni Annie, dimana berita

tentang keluarga Stratton beserta masyarakatnya tiba-tiba lenyap dari koran tua

yang dimilikinya. Dia bertanya-tanya, jangan-jangan ada suatu masalah yang

menimpa Strat dan dia menjadi penyebabnya. Dia berniat untuk kembali ke

zamannya Strat untuk mencari tahu. Dia terus mencari dan menanti datangnya

mesin waktu.

Konflik ini terus berganti dan dilanjutkan dengan konflik lainnya sampai

meruju pda konflik terdahsyat yang menjadi klimaks cerita dimana Strat dan

Annie berbincang di atas bangku. Keduanya saling menyatakan cintanya dan

Annie mengajak Strat ikut bersamanya ke abad dua puluh, namun Strat menolak

dengan alasan bahwa dia masih punya hutang yang harus dibayar. Dia ingin

menjadi sejarah dengan berangkat ke Mesir untuk menggali mummi-mummi dan

raja-raja.

Karakter

Karakter memegang peranan penting dalam sebuah cerita karena dengan adanya

interaksi antar karakter, muncullah konflik-konflik yang akan membangun cerita.

9

Page 10: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Semua karakter di dalam novel ini adalah manusia. Semuanya berjumlah 50

orang. Namun dari 50 orang ini, yang akan diulas hanya enam orang dengan

pertimbangan bahwa keenam orang inilah yang memiliki intensitas kemunculan

yang tinggi dalam cerita. Untuk lebih jelasnya, intensitas kemunculan karakter

tersebut akan disajikan dalam tabel berikut:

No Nama Karakter Kemunculan Deskripsi1 Anna Sophia

Lockwwod73 Seorang mahasiswi abad ke-20, muda, cantik,

kuat, mandiri, berani, kurang teguh pendirian, jago berbohong dan bermain peran, bertekad bulat mencari cinta

2 Hiram Stratton Junior

53 Seorang mahasiswa abad ke-19, muda, kuat, ganteng, kaya, berpendirian kuat, berusia 21, romantis

3 Walker Walkley 41 Teman ayahnya Strat sekaligus menjadi pacarnya Devonny, ambisius, rakus terhadap uang dan barang, licik dan jahat

4 Harriett Ranleigh 38 Pacarnya Strat, cantik, kaya, penyayang, lemah, penyakitan

5 Devonny Aurelia Victoria Stratton

31 Saudara perempuannya Strat, penyayang, kuat, mandiri tapi tak berdaya di hadapan ayahnya

6 Dr. Wilmott 22 Dokter rumah sakit jiwa, agennya Walkley, kejam dan jahat

Sebagai salah satu karakter utama, Annie menjadi karakter yang paling

sering muncul. Dia mendapatkan perhatian besar dari pengarang. Kehadirannya

dimulai dari permulaan cerita sampai penghujung. Dia mendominasi hampir

keseluruhan kejadian karena kehadirannya sangat berpengaruh dalam

pengembangan plot. Ini bisa dipahami mengingat perannya yang mewakili

karakter perempuan abad kedua puluh.

Karakter utama lainnya adalah Strat, yang menjadi kekasih Annie di abad

kesembilan belas. Dia adalah orang yang sangat Annie sayangi, yang sering

muncul dalam bayangan atau lintasan pikiran Annie.

Karakter pendukung yang banyak berinteraksi dengan karakter utama

adalah Walker Walkley. Dia menjadi karakter antagonis yang cukup berpengaruh

dalam pengembangan plot, terutama karena selalu menimbulkan konflik. Strat dan

Walkley inilah yang menjadi perwakilan karakter laki-laki di abad kesembilan

belas.

10

Page 11: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Harriett dan Devonny cukup sering muncul dalam cerita karena

kemunculan mereka ikut mewarnai pengembangan plot. Mereka mwakili karakter

perempuan abad ke sembilan belas.

Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas ideologi patriarki dalam bentuk dominasi laki-laki

dan stereotipe perempuan yang tertuang dalam elemen intrinsik novel, yakni tema,

plot, dan karakter.

Dominasi Laki-Laki

Dalam Tema

Dominasi laki-laki tercermin dalam tema novel ini dimana perempuan (yang

diwakili oleh Annie sebagai karakter utama) sekalipun dengan sifatnya yang

mandiri, kuat, pemberani, dan terdidik tidak mampu ‘memaksa’ laki-laki (yang

diwakili oleh Strat sebagai karakter utama) untuk memenuhi hasrat dan

keinginannya. Ini dikarenakan ideologi patriarki yang memposisikan laki-laki

superior tinimbang perempuan.

Perempuan dalam konteks cinta ini hanya diposisikan sebagai objek yang

inferior dan lemah. Satu-satunya jaminan keberlangsungan hidupnya adalah

dengan bergantung pada perlindungan kaum yang dominan dan superior, yakni

laki-laki. Bahkan konvensi sosial menggariskan bahwa satu-satunya jalur aman

menuju romantisme dalam kerangka dominasi laki-laki adalah dengan melalui

gerbang pernikahan dan membesarkan anak.

Tema yang diangkat dalam novel yakni pencarian cinta seorang

perempuan yang berujung pada kekecewaan dan kegagalan merupakan refleksi

penderitaan perempuan. Bahkan dalam Loving with a Vengeance, Tania Modleski

(dalam Storey, 2001: 119) menyamakan penderitaan perempuan dikarenakan cinta

ini dengan penderitaan dikarenakan agama versi Marx. Dia mengklaim bahwa

“What Marx said of religious suffering is equally true of “romantic suffering”: it

is at the same time an expression of real suffering and a protest against real

suffering”.

11

Page 12: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Dalam Plot

Rangkaian kejadian dalam cerita menunjukkan bagaimana laki-laki mendominasi

dan mengontrol perempuan di masyarakat Manhattan. Dominasi laki-laki dalam

hal ini diwakili oleh karakter Walker Walkley yang dengan kekuatan dan

dominasinya, ia menggunakan seribu satu cara untuk menyingkirkan semua orang

yang menghambat jalannya menuju penguasaan harta benda.

Dengan dominasinya, setelah menikahi Devonny, Walk berencana untuk

menyekap Devonny di rumahnya selama satu tahun tanpa cahaya agar Devonny

tidak berdaya. Di sisi lain, Devonny pun tidak bisa berbuat banyak karena dalam

pandangan masyarakatnya, seorang perempuan tidak memiliki kekuatan tanpa

adanya laki-laki. Perempuan tanpa laki-laki sangat tidak terhormat karena hanya

laki-lakilah yang mendapatkan penghormatan.

Dominasi pun nampak jelas ketika ibunya Strat tidak bisa berbuat apa-apa

untuk membebaskan anaknya dari rumah sakit jiwa karena dia sudah diceraikan

oleh suaminya atau ayahnya Strat. Sehingga, dia tidak lagi terhormat.

Dalam Karakter

Karakter ikut berperan dalam menampilkan dominasi laki-laki. Salah satu

contohnya adalah penggunaan nama karakter. Nama belakang setiap karakter

selalu diambil dari nama ayah karena ayah dipandang sebagai kepala keluarga,

misalnya, Hiram Statton, Devonny Aurelia Victoria Stratton, Anna Sophia

Lockwood, Tod Lockwood, dan Mrs. Lockwood. Seiring dengan ini, Adrienne

Rich dalam Djajanegara (2000: 28-29) mengemukakan,

A radical critique of literature, feminist in its impulse, would take the work first of all

as a clue to how we live, how we have been living, how we have been led to imagine

ourselves, how our language has trapped as well as liberated us, how the very act of

naming has been till now a male prerogative, and how we begin to see—and name

and therefore live—afresh.

Di samping itu, karakter laki-laki digambarkan dalam novel ini sebagai

figur yang memiliki atribut kelaki-lakian seperti agresif dan kuat. Hal ini secara

jelas terlihat dalam ungkapan pengarang dalam menggambarkan karakteristik

12

Page 13: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Walk. Dia digambarkan sebagai seorang yang memiliki kekuatan dan oleh

karenanya dia bisa mengontrol orang di sekitarnya, terutama perempuan.

Walker Walkley was tall and dramatic in his beaver coat and top hat. Walk saluted

another gentleman with his cane. “Good evening”, they said back and forth, bowing

and nodding (p. 36).

Representasi lainnya ihwal dominasi laki-laki terbukti dalam

penggambaran karakter laki-laki seperti Walker Walkley dan Mr. Stratton yang

selalu diasosiasikan dengan kekayaan. Mr. Stratton (ayahnya Strat) digambarkan

sebagai seorang kaya raya yang memiliki banyak properti. Begitupun Strat yang

pada akhirnya tercatat sebagai seorang saudagar kaya yang bergerak di bidang

keuangan, tanah, penemuan dan investasi. Dalam hal ini, Djajanegara (2000: 6)

mengatakan bahwa dalam bidang ekonomi, tuntutan para feminis mencakup hak

atas kekayaan. Sebelum seorang perempuan menikah, kekayaannya dimiliki oleh

ayahnya atau saudara laki-lakinya. Namun segera setelah dia menikah,

kekayaannya menjadi milik suaminya.

Stereotipe Perempuan

Dalam Tema

Terlepas dari apakah pengarang bersengaja atau tidak, berbagai stereotipe-

stereotipe atau asumsi gender tercermin di dalam tema. Tema cinta yang diangkat

novel ini menempatkan perempuan dalam posisi subordinat. Annie, dengan

berbagai upayanya untuk melintasi abad dan membahayakan dirinya untuk

membebaskan Strat dalam rangka mencari cinta, pada akhirnya harus kecewa

ketika Strat menolak cintanya.

Cinta memang memicu ketidaksetaraan antara jenis kelamin. Perempuan

menjadi objek cinta yang harus bertumpu pada perlindungan laki-laki. Laki-laki

mendapatkan tempat superior dalam konteks cinta. Dia bisa dengan enaknya

menolak cinta seorang perempuan. Terlebih, masayarakat menuntutnya untuk

menjadi pencari nafkah yang harus menegasikan cinta demi mencari kehidupan

yang jantan (manly life). Sejalan dengan ini, Wood (1993: 193-194) menjelaskan

bahwa kendatipun ada upaya-upaya untuk meningkatkan kesetaraan antar jenis

13

Page 14: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

kelamin, hubungan cinta beda jenis kelamin secara umum terus mencerminkan

peran gender tradisional yang dikuatkan oleh budaya.

Dalam Plot

Plot novel ini menampilkan stereotipe perempuan. Dari rangkaian kejadian dalam

novel, perempuan (di kedua abad) digambarkan memegang peran tradisional

sebagai ibu rumah tangga (housewife) dan sebagai ibu (mother). Sekalipun ada

pergeseran peran pada abad kedua puluh sebagai imbas dari gerakan perempuan,

tapi peran tradisional ini menjelma menjadi mitos yang harus diyakini dan

dilaksanakan oleh perempuan.

Istilah ibu rumah tangga (housewife) ini merupakan sintesis dari ibu (wife)

dan rumah (house) yang menggabungkan konsep keibuan/kewanitaan, pernikahan

dan tempat tinggal keluarga. Oleh karenanya, seorang ibu rumah tangga

bertanggung jawab akan sebagian besar pekerjaan tumah dan pengasuhan anak.

Sementara laki-laki ditilik sebagai “kepala rumah tangga” sekaligus pencari

nafkah (breadwinner). Karenanya, laki-laki cenderung memiliki kekuasaan lebih

besar (Wood, 1993a, 1993 c).

Pembagian tugas seperti di atas—laki-laki di domain publik sementara

perempuan di domain domestik—tidak bersifat kodrati (God-given). Melainkan

merupakan konstruk sosial yang telah lama terbentuk (Abdullah, 1997: 3-4 dalam

Sofia dan Sugihastuti, 2003: 140). Dominasi laki-laki dalam masyarakat telah

lama hadir sebelum sejarah itu sendiri dicatat. Dalam masa-masa itu, perempuan

tidak terwakili dalam domain pengambilan keputusan dan bahkan partisipasi dan

kontribusi dalam bidang ekonomi dan sosial disepelekan dan dianggap marginal,

inferior, dan pelengkap (Sugihastuti dan Suharto, 2002: 208).

Akan tetapi, terjadi pergeseran atau perubahan stereotipe perempuan

dalam kurun waktu seabad. Di abadnya Strat (abad ke-19), perempuan yang

berjalan sendiri tanpa didampingi oleh laki-laki tidak akan dihormati oleh

masyarakat. Mereka dianggap tidak berharga. Namun, di abadnya Annie (abad ke-

20), perempuan dapat bepergian kemana saja tanpa harus didampingi laki-laki.

14

Page 15: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Dalam Karakter

Penggambaran karakter perempuan dalam novel ini begitu menonjolkan

stereotipe perempuan sebagai orang yang lemah, bergantung pada laki-laki. Sifat

ini, misalnya, tercermin dalam cara mereka berbicara, melihat, dan berdansa.

Devonny sebagai perempuan abad ke-19 digambarkan begitu lemah ketika

berdansa dengan Walker Walkley. Dia berdansa sambil menggigil dan lemas.

She trembled so he would see his dominance (p. 41).

He danced with strength. She danced with weakness (p. 42).

Sementara, di sisi lain, laki-laki digambarkan sebagai orang yang kuat,

dominan dan superior. Dalam bukunya “Gendered Lives”, Wood (1993: 21)

mengatakan bahwa sebuah budaya membangun dan mempertahankan makna-

makna gender dengan mengkaitkan perbedaan biologis dengan signifikansi sosial.

Menjadi maskulin artinya harus kuat, berambisi, sukses, rasional, dan memiliki

kontrol emosi. “Laki-laki sejati” tidak boleh menangis dan tidak memerlukan

bantuan orang lain; “laki-laki sejati” pasti berhasil dan berkuasa dalam kehidupan

publik dan profesionalnya. Menjadi feminin artinya harus menarik, hormat, tidak

agresif, emosional, penyayang, dan peduli terhadap hubungan dengan orang lain.

Begitu pun, “perempuan sejati” harus berpenampilan bagus (sangat cantik/seksi),

mencintai anak-anak dan peduli terhadap urusan rumah tangga (Cancian, 1989;

Riessman, 1990; Wood, 1993a).

Di samping itu, perempuan juga digambarkan sebagai orang tak berdaya,

tidak memiliki kekuatan apapun. Pengarang pun dalam novel ini melabeli karakter

perempuan sebagai orang tak berdaya.

Ladies, thought Stephanie Rossete. They are so helpless (p.110).

They continued to be women, and helpless (p. 120).

Diyakini juga bahwa perempuan tidak memiliki kemampuan untuk

melakukan sesuatu dalam hidupnya. Segalanya bergantung pada laki-laki. Hanya

laki-lakilah yang membuat keputusan dan prestasi gemilang. Inilah salah satu ciri

ideologi patriarki.

Walk’s brain was exploding. How could Devonny and Harriett—girls—have

accomplished anything? (p. 98).

Women were incompetent to decide these things (p. 98).

15

Page 16: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Ternyata, penggambaran perempuan pada abad ke-20 berbeda dengan

penggambaran pada abad sebelumnya. Sifat atau atribut—seperti kuat, mandiri,

terdidik—yang selama ini dikenakan oleh kaum laki-laki telah dimiliki juga oleh

perempuan. Annie adalah representasi perempuan pada abad tersebut dimana dia

digambarkan kuat, terdidik, dan mandiri. Dia memiliki keteguhan untuk

meninggalkan keluarganya, pacarnya, teman-teman sekelasnya, dan bahakn

abadnya untuk menyeberang ke abad sebelumnya guna mencari cinta Strat. Pada

abadnya Strat, hal semacam itu tidak mungkin terjadi karena masyarakat

meremehkan perempuan yang terpisah atau tanpa ditemani laki-laki.

Akan tetapi, ideologi patriarkal masih melekat kuat pada abad ini. Laki-

laki masih mempertahankan superioritasnya sehingga perempuan masih menjadi

inferior. Kecantikan, misalnya, menjadi sesuatu yang wajib dimiliki perempuan.

Inilah yang membuat mereka menjadi objek laki-laki. Baik pada abad ke-19

maupun abad ke-20, kecantikan perempuan dilirik dari kaca mata laki-laki, yang

umumnya hanya berkaitan dengan tampilan luar/fisik, seperti yang terungkap

dalam novel,

“Do I look wierd?” She asked anxiously. No matter what century you were in,

nothing was worse than being a fashion jerk (p. 7).

Only me, thought Annie. And luckily I have looks as well as brains and ability. I

don’t care what century you’re in; beauty convinces people every time (p. 130).

Simpulan dan Saran

Simpulan

Patriarki secara literal adalah kekuasaan ayah atau laki-laki. Patriarki adalah

sebuah ideologi dimana laki-laki dianggap memiliki kekuasaan yang superior

terhadap perempuan. Dalam penelitian ini, ideologi patriarki dalam masyarakat

Manhattan direpresentasikan dalam dominasi laki-laki dan stereotipe perempuan.

Kedua hal ini tertuang dalam elemen intrinsik novel, yakni tema, plot dan

karakter.

Dominasi laki-laki dalam tema terlihat jelas dalam tema cinta yang

diangkat pengarang. Perempuan—dari abad manapun dan dengan sifat apapun—

16

Page 17: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

tidak bisa “memaksa” laki-laki untuk memenuhi hasrat dan keinginannya karena

perempuan hanyalah objek dari cinta. Rangkaian kejadian dalam novel

menggambarkan dominasi laki-laki dalam konteks dimana karakter seperti

Walkley dengan semua kekuasannya bisa menghalau apapun dan siapapun yang

menghalangi dia dalam mencapai tujuannya. Karakter laki-laki dalam novel ini un

digambarkan menyandang sifat atau atribut kelaki-lakian seperti agresif dan kuat.

Stereotipe perempuan yang tercermin dalam tema memperlihatkan

bagaimana perempuan harus mencari perlindungan dari laki-laki dalam bingkai

cinta. Di dalam plot, perempuan distereotipekan memegang peran domestik serta

mengenakan atribut kewanitaan seperti lemah, tak berdaya, bergantung, tidak

berpendidikan, dan inferior. Hal ini utamanya nampak jelas pada stereotipe

perempuan abad ke-19. Karakter perempuan abad ke-20 sudah mengalami

pergeseran/perubahan peran tradisional, namun peran gender dan dominasi laki-

laki masih tetap melekat kuat.

Ringkasnya, ideologi patriarki dalam masyarakat Manhattan—seperti yang

terungkap dari elemen intrinsik novel—telah hadir semenjak abad ke-19 sampai

abad ke-20. Ideologi patriarki yang dicirikan dengan dominasi laki-laki dan

stereotipe perempuan nampak nyata dalam novel.

Saran

Dari hasil penelitian, ada sebilangan saran yang bisa dipertimbangkan:

1. Ideologi patriarki dalam novel bisa juga dikaji dengan memadukan kritik

sastra feminis dengan dekonstruksi. Pemikiran biner patriarkal yang

diajukan oleh Helene Cixous bisa dijadikan alternatif.

2. Salah satu isu strategis di dalam novel yang belum tergarap dalam

penelitian ini adalah nilai Victorian. Nilai ini memegang peranan penting

dalam gerakan feminisme. Penelitian lanjutan bisa mengungkap sikap apa

yang dimiliki teks terhadap nilai Victoria.

3. Perlawanan karakter perempuan dalam novel ini terhadap konstruk sosial

yang didominasi laki-laki bisa juga bisa dijadikan bahan penelitian

lanjutan dengan menggunakan kritik sastra feminis Marxis.

17

Page 18: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

4. Untuk penelitian lanjutan terkait isu feminisme, disarankan mencari genre

karya sastra lainnya seperti lagu, puisi, film, dan sebagainya. Fokus

kajiannya sebaiknya diarahkan ke ranah atau feminisme jenis lain.

5. Para peneliti sastra disarankan mencari isu gender lainnya dalam karya

sastra mengingat masih lemahnya kesadaran gender di masyarakat kita.

6. Dalam proses pembelajaran sastra, guru atau dosen disarankan

menerapkan kritik-kritik sastra di samping membedah nilai estetikanya. Ini

penting dilakukan agar peserta didik memiliki kebiasaan mengkritisi karya

sastra dengan menggunakan teori sastra kontemporer.

Pustaka Rujukan

Alwasilah, Prof. Dr. A. Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar

Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka

Jaya dengan Pusat Studi Sunda.

Aminuddin, et al. 2002. Analisis Wacana: Dari Linguistik Sampai Dekonstruksi.

Yogyakarta: Penerbit Kanal.

Andriyani, Nori and Aquarini Priyatna Prabasmoro. 2000. Refleksi Pemikiran

Feminis. Dalam Jurnal Perempuan. Program Studi Kajian Wanita, Program

Paska Sarjana Universitas Indonesia.

Brooks, Ann. 1997. Postfeminisms: Feminism, Cultural Theory, and Cultural

Forms. New York: Routledge.

Cooney, B. Caroline. 1997. Out of Time. New Yorl: Bantam Doubleday Dell

Publishing Group, Inc.

Cruikshank, Barbara C. 2003. Patriarchy. Dalam Encarta Refernce Library.

Microsoft Corporation.

18

Page 19: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Davis, Robert Con dan Ronald Schleifer. 1994. Third Edition Contemporary

Literary Criticism: Literary and Cultural Studies. London and New York:

University of Oklahoma.

Djajanegara, Soenajati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Donovan, Josephine. 1983. Beyond the Net: Feminist Criticism as a Moral

Criticism. Denver Quarterly: hal. 40-53 dalam Newton, K. M. 1997. 20th

Century Literary Theory: A Reader. New York: ST. Martin’s Pres, Inc.

Fakih, Dr. Mansour. 2003. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Klarer, Mario. 1998. An Introduction to Literary Studies. London: Routledge.

Muhadjir, Prof. Rd. H. Noeng, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV.

Yogyakarta: Rake Sarasin.

Pradopo, Prof. Dr. Rachmat Djoko, et al. 2001. Metodologi Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Hannidita Graha Widya.

Rogers, Barbara. 1980. The Domestication of Women: Discrimination in

Developing Societies. New York: Tavistock Publications.

Selden, Raman et al. 1993. Contemporary Literary Theory. New York: Harvester

Wheatsheaf.

Sherry, Ruth. 1998. Studying Women Writing: An Introduction. Great Singapore:

Colset Private Ltd.

19

Page 20: REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DI MASYARAKAT MANHATTAN

Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra

Perempuan dalam Layar terkembang. Bandung: Penerbit Katarsis.

Storey, John. 2001. Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction, 3rd

Edition. Great Britain: Henry King Ltd.

Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset.

Sugihastuti dan Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Wood, Julia T. 1993. Gendered Lives: Communication, Gender, adn Culture.

California: Wadsworth Publishing Company.

20