rencana strategis pendidikan inklusif...
TRANSCRIPT
1
RENCANA STRATEGIS
PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN NGAWI TAHUN 2016 - 2020
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN NGAWI
2015
2
KATA PENGANTAR
Rencana strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi tahun 2015-
2020 disusun merujuk pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015 –
2019, Rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
2015-2019 dan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusif bagi Peserta Dididk yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Penyusunan rencana strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi
disusun melalui berbagai tahapan mulai dari brainstorming oleh tim task
force, penyusunan draft, interaksi dengan tim lintas sektoral dan
mempertimbangkan capaian implementasi pendidikan inklusif Kabupaten
Ngawi sampai pada validasi oleh tim internal dan eksternal.
Rencana strategis akan memberikan arah tujuan penyelenggaraan
pendidikan inklusif guna pemberian pelayanan yang prima kepada anak
berkebutuhan khusus, menjadikan acuan bagi keberhasilan dan kegagalan
dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi,
menyediakan acuan resmi bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dalam
menyusun Rencana Kerja (tahunan) SKPD secara partisipatif, menyediakan
pedoman jangka menengah untuk menentukan arah pembangunan bidang
pendidikan inklusif, yang mendasarkan pada kondisi riil dan proyeksi ke
masa yang akan datang, serta menyediakan kemudahan untuk memahami
dan menilai arah dan strategi pembangunan empat tahun di bidang
pendidikan inklusif
Rencana strategis Pendidikan Inklusif diharapkan dapat dipahami
dan dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Ngawi,
sehingga seluruh unsur masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam
menyukseskan baik dalam perencanaan, proses pelaksanaan serta
monitoring dan evaluasinya.
Ngawi, Nopember 2015
Kepala Dinas Pendidikan Kab. Ngawi
Drs. ABIMANYU, M.Si
Pmbina Utama Muda
NIP. 196005311986031001
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................
B. Landasan Filosofis .............................................................................
C. Landasan Hukum ...............................................................................
D. Maksud dan Tujuan ............................................................................
E. Manfaat ……………………………………………………………..
BAB II . GAMBARAN UMUM PENDIDIKAN INKLUSIF
…………….................
A. Kondisi Internal ………………..........................................................
B. Kondisi Eksternal ……........................................................................
C. Pendidikan Inklusif di Indonesia ……………………………………..
D. Tantangan Pembangunan Pendidikan ………………………………..
E. Analisis SWOT
BAB III VISI, MISI, MISI DAN TUJUAN ..............................................................
A. Visi dan Misi Pendidikan Inklusif ....................................................
B. Tujuan dan Sasaran Strategis Pendidikan Inklusif ….........................
BAB IV STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENYELENGGARAN
PENDIDIKAN INKLUSIF........................................................................
BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
INKLUSIF....................
BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF
...................
A. Strategi Pendanaan Pendidikan Inklusif ……………………….....
B. Tata Kelola dan Pengawasan Internal …………………………….
C. Pemantauan dan Evaluasi ………………………………………...
BAB VII PENUTUP ……………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN
…………………………………………………………….
LAMPIRAN
……………………………………………………………………………
i
ii
1
1
2
3
5
5
6
6
17
18
22
22
26
26
28
31
34
36
36
37
38
40
41
42
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Merujuk Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disebutkan bahwa negara
memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh
layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus
berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya dalam memperoleh
layanan pendidikan.
Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan
melalui Sekolah Luar Biasa dengan jenjang: Taman Kanak-Kanak Luar Biasa, Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dan Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa (SMALB. (1) Sekolah Luar Biasa sebagai lembaga pendidikan
khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, yaitu: SLB/A untuk
anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), SLB/B untuk anak dengan hambatan
pendengaran (tunarungu), SLB/C untuk anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan
(tunagrahita), SLB/D untuk anak dengan hambatan fisik dan motorik (tunadaksa), SLB/E
untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (tunalaras), dan SLB/G untuk anak
dengan hambatan majemuk (tunaganda).
Berdasarkan kondisi aktual, pada umumnya lokasi Sekolah Luar Biasa yang meliputi
jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMLB berada di Kota, sehingga anak berkebutuhan
khusus (ABK) yang pada umumnya tersebar di desa maupun di daerah terpencil dan atau
terisolasi tidak terlayani pendidikannya. Di samping itu juga ditemukan bahwa sebagian
besar orang tua Anak Berkebutuhan Khusus secara ekonomi termasuk kategori lemah,
sehingga mereka terpaksa tidak mampu menyekolahkan anaknya. Jika hal ini tidak segera
diatasi, maka dikhawatirkan program wajib belajar pendidikan dasar sulit untuk dapat
diwujudkan. Sejumlah ABK yang tinggal di desa-desa dan jauh dari jangkauan sekolah
luar biasa, dapat kehilangan hak dasar pendidikan karena akses pendidikan yang terbatas.
ABK semakin merasakan betapa pendidikan terkesan deskriminatif.
Untuk mengatasi problema tersebut, pemerintah menyediakan program pelayanan
pendidikan yang mudah diakses oleh ABK di manapun mereka berada. Kebijakannya
adalah setiap satuan pendidikan reguler, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun
menengah umum dan kejuruan, didorong untuk dapat menerima ABK dari lingkungan
sekitar yang akan menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan tertentu sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Sistem pendidikan di sekolah reguler dirancang
sedemikian rupa sehingga antara siswa reguler dan siswa ABK dapat belajar bersama-
sama dalam suatu kelas yang masing-masing mendapatkan pelayanan sesuai dengan
potensi dan keterbatasannya. Sistem layanan pendidikan yang memberikan ruang dan
tempat bagi ABK untuk belajar bersama anak-anak reguler pada umumnya tersebut,
selanjutnya disebut sebagai sistem pendidikan inklusif.
Penyelenggaraan program pendidikan inklusif merupakan implementasi dari amanat UU
No. 20 Tahun 2003 khususnya sebagaimana tercantum dalam pasal 5, pasal 15 dan
penjelasannya yang menegaskan bahwa pendidikan khusus dapat diselenggarakan secara
inklusif dan/atau berupa satuan pendidikan khusus. Lebih lanjut permendiknas tentang
pendidikan inklusif pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan
5
pendidikan inklusif adalah ”Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua
peserta didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya”; dan ayat (2) ”Menciptakan sistem
pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta
didik”.
Pendidikan inklusif juga berfungsi menjamin semua peserta didik mendapat
kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya di berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan,
serta menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan ramah bagi semua peserta didik
sehingga dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Pendidikan inklusif telah berjalan sejak satu dasawarsa yang lalu. Data direktorat PKPLK
tahun 2010 menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus yang memperoleh layanan
pendidikan melalui pendidikan inklusif sebanyak 15.144 siswa pada 811 sekolah reguler,
dengan rincian SD 13.590 siswa di 653 sekolah, SMP 1.309 siswa di 97 sekolah, dan SMA
245 siswa di 61 sekolah. jumlah tersebut belum ideal dibanding dengan jumlah siswa
berkebutuhan khusus yang ada saat ini. Artinya pendidikan inklusif masih harus terus
ditingkatkan supaya dapat memberi kesempatan kepada lebih banyak anak berkebutuhan
khusus untuk memperoleh pendidikan. Di sisi lain, pelaksanaan pendidikan inklusif saat
ini juga masih menghadapi sejumlah kendala dan tantangan, di antaranya adalah (1)
pemahaman dan sikap yang belum merata di kalangan masyarakat tentang pendidikan
inklusif, (2) keterbatasan pengetahuan dan keterampilan guru dalam memberi layanan
pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, (3) sarana dan lingkungan sekolah yang
belum sepenuhnya aksesable bagi disabilitas, dan lain-lain.
Menyadari bahwa sistem pendidikan inklusif mempunyai peran yang strategis
dalam penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun maka menuntut pemahaman dan
perubahan cara pandang bagi semua komponen sekolah, masyarakat dan stake holder, agar
kebijakan tersebut dalam implementasinya tidak kontra produktif, dipandang perlu adanya
rencana strategi penyelenggaraan pendidikan inklusif kabupaten Ngawi.
B. Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung
Garuda yang berarti ‟Bhineka Tunggal Ika‟. Keragaman dalam etnik, dialek, adat
istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
2. Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa : (1) manusia
dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan (Allah)
bukan karena fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
kecuali kaum itu sendiri (4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi
(„inklusif‟).
3. Pandangan universal Hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan
6
C. Landasan Hukum
Rencana Strategis pengembangan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi disusun
berdasarkan landasan hukum yang memberikan aspek legal; memberikan gambaran
tentang komponen-komponen yang harus dipersiapkan dan dikembangkan sesuai dengan
standar yang berlaku. Berikut ini landasan hukum penyusunan rencana strategi pendidikan
inklusif.
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional 4
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman
Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4585); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Negara/
Daerah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769);
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 19,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4817);
7
14. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 91,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4894);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4941)
17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) 18.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007
Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Pemerintah Daerah
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan
21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya
Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
(SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)
22. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Dididk
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010
Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/KOTA
24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2010 Tanggal 31 Agustus
2010 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Formal dan Pendidikan Dasar di Kabupaten/KOTA
25. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nsional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategi Kementerian/Lembaga (Renstra K/L)
2015-2019.
26. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa timur
27. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional tahun 2015 – 2019.
28. Permendikbud No. 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
28. Rencana strategis Kementrian pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019
29. Peraturan Bupati Ngawi No 6 tahun 2013 tentang Rintisan Penyelenggara Sekolah
Inklusi.
30. Peraturan Bupati Ngawi No 6 tahun 2013 tentang Guru Pembimbing Khusus.
8
D. Maksud dan Tujuan
Renstra ini merupakan dokumen induk perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif
bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi yang harus dijadikan rujukan oleh
pimpinan/pejabat Dinas dalam menyusun rencana kerja tahunan maupun rencana kerja
unit kerja atau unit pelaksana teknis yang ada dibawah Dinas Pendidikan Kabupaten
Ngawi.
Penyusunan Rencana Strategis Pendidikan Inklusif Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi
dimaksudkan untuk memberikan arah pelaksanaan pembangunan penyelenggaraan
pendidikan inklusif untuk jangka waktu lima tahun mendatang, dalam rangka kelanjutan
pembangunan jangka menengah, sehingga secara bertahap dapat mewujudkan cita-cita
masyarakat Kabupaten Ngawi
Tujuan penyusunan Rencana Strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi tahun 2016-
2020 adalah:
1. Menjabarkan visi, misi, dan program pendidikan inklusif
2. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan serta mewujudkan perencanaan
pembangunan daerah yang sinergis dan terpadu antara perencanaan pembangunan
nasional, provinsi, dan Kota
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
dan pengawasan.
4. Menjaga kesinambungan dan kesatuan arah antara Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RPKD) Kabupaten Ngawi.
E. Manfaat
Manfaat dari penyusunan Rencana Strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi tahun
2016-2020 adalah:
1. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan keberlangsungan layanan prima pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif
2. Mengupayakan tercapainya keberhasilan pendidikan untuk semua di Kabupaten Ngawi
9
BAB II
GAMBARAN UMUM PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN NGAWI
A. KONDISI INTERNAL
Dalam menyusun rencana strategis pendidikan iklusif tahun 2016--2020, diperlukan
analisis kondisi internal pendidikan KABUPATEN NGAWI pada periode 2014--2015
sebagai referensi untuk mengetahui capaian dan permasalahan yang terjadi. Rangkuman
hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUDNI) Inklusi Upaya penyediaan layanan pendidikan pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Inklusi telah menunjukkan peningkatan. Angka partisipasi kasar (APK) pada
jenjang ini telah 35% pada tahun 2015. Pada tahun 2016 diperkirakan akan terjadi
peningkatan APK menjadi 50,50%. Program Pendidikan Anak Usia Dini Berkebutuhan
Khusus bertujuan agar semua anak usia 2 - 6 tahun memiliki kesempatan tumbuh dan
berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan sesuai dengan tahap-
tahap perkembangan atau tingkat usianya. Selain itu PAUD Inklusi merupakan
pendidikan persiapan untuk mengikuti pendidikan di SD/MI Inklusi Inklusi. PAUD
Inklusi dilaksanakan melalui jalur formal di Taman Kanak-kanak (TK) Inklusi, dan
jalur pendidikan non formal dalam bentuk Kelompok Bermain (KB), dan Taman
Penitipan Anak (TPA).
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa jumlah yang menjadi PAUDNI Inklusi sebanyak
3 lembaga, sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus usia dini sejumlah 18 anak.
Tabel 2.1
Jumlah Lembaga TK, RA/BA Inklusi di Kabupaten Ngawi
Tahun 2015
Negeri Swasta Jumlah Siswa
TK, RA/BA - 3 18
Jumlah siswa - 3 18
2. Pendidikan Dasar Pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar pendidikan dasar 12
tahun dengan tujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan
pendidikan dasar inklusi, sehingga seluruh anak usia 7-15 tahun baik laki-laki maupun
perempuan, dan anak-anak yang memerlukan perhatian khusus dalam memperoleh
pendidikan dapat memperoleh pendidikan setidak-tidaknya sampai sekolah menengah
pertama atau sederajat. Pendidikan dasar 9 tahun ditempuh melalui jalur formal
maupun non formal yang mencakup SD Inklusi dan SMP Inklusi. Gambaran
mengenai kondisi pendidikan dasar di Kabupaten Ngawi dapat dikemukakan sebagai
berikut.
10
1) Sekolah Dasar Inklusi
Layanan pemerintah Kabupaten Ngawi dalam penyelenggaraan Pendidikan SD
inklusif mencakup dua aspek yaitu: a) perluasan akses dan pemerataan pendidikan, dan
b) peningkatan mutu pendidikan, relevansi, dan daya saing.
Perluasan akses dan pemerataan pendidikan dapat dilihat dari aspek: (1)
ketersediaan lembaga pendidikan, (2) angka partisipasi pendidikan, (3) rasio jumlah
ruang kelas dan jumlah rombongan belajar, dan (4) Angka Melanjutkan dari SD/MI
Inklusi ke SMP/MTs Inklusi. Gambaran mengenai ketersediaan lembaga pendidikan
dan jumlah murid dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3
Tabel 2.2
Jumlah Lembaga Pendidikan SD/MI Inklusi di KABUPATEN NGAWI
Tahun 2015
Negeri Swasta Jumlah
SD 15 0 15
TOTAL 15 0 15
Tabel 2.3
Jumlah Murid SD/MI Inklusi di KABUPATEN NGAWI
Tahun 2015
Satuan Pendidikan Jumlah
Murid
SD 117
Jumlah semua murid 117
Partisipasi pendidikan anak usia SD/MI Inklusi dapat dilihat dari segi : (1)
Angka Partisipasi Kasar (APK), dan (2) Angka Partisipasi Murni (APM). Pada tahun
2014 APK SD/MI Inklusi mencapai 81,75%, sedangkan APM SD/MI Inklusi 2015
mencapai 28,25%. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa angka partisipasi
sekolah SD/MI Inklusi di Kabupaten Ngawi belum mencapai di atas standar
pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Di dalam RPJMN 2010-
2015 dikemukakan bahwa APM SD/MI minimal harus mencapai 96%. Rendahnya
angka partisipasi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan layanan (supply
side). Ketersediaan layanan pendidikan SD/MI Inklusi dapat dilihat dari ketersediaan
sekolah penyelenggara inklusi. Dari data ketersediaan layanan lembaga pendidikan
SD/MI Inklusi di Kabupaten Ngawi jumlahnya belum mencukupi untuk memfasilitasi
anak berkebutuhan khusus.
Jumlah anak-anak SD/MI Inklusi yang melanjutkan ke jenjang SMP/MTS
Inklusi pada tahun 2015 mencapai 2,31% rendahnya angka melanjutkan ini
disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
SMP/MTs Inklusi dan faktor ketersediaan layanan pendidikan SMP/MTs Inklusi
(supply side) yang belum memadai.
Selanjutnya layanan pendidikan di Kabupaten Ngawi dari aspek peningkatan
mutu pendidikan, relevansi, dan daya saing dapat dilihat dari: mutu input, mutu
proses, dan mutu output.
11
a) Mutu Input
Mutu Input mengacu pada standar sarana prasarana, standar isi, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, sebagaimana termuat pada Peraturan Pemerintah No 19
Tahun 2005, dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di
Kabupaten/Kota (Permendiknas No 15 Tahun 2010). Mutu sarana dan prasarana
pendidikan di Kabupaten Ngawi salah satunya dapat dilihat dari seberapa banyak
sekolah inklusi yang telah mempunyai jumlah ruang kelas yang memadai. Tabel
2.4 menunjukkan bahwa SD/MI Inklusi yang mempunyai jumlah ruang kelas
dengan kondisi baik sebanyak 30 (83,3%), kondisi rusak ringan sebanyak 6
(16,67%).
Tabel 2.4
Kondisi Ruang Kelas SD/MI Inklusi Tahun 2015
Satuan
Pendidikan
Kondisi Ruang Kelas
Total Data Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
SD
Jml R.
Kelas
150 12 - 162
Persentase 92,59% 7,01% - 100%
MI
Jml R.
Kelas
38 10 0 48
Persentase 79,17% 20,83% 0 100%
Total 188 22 - 210
Persentase 85,88% 14,12% - 100%
Mutu layanan pendidikan di Kabupaten Ngawi juga dapat dilihat dari segi
seberapa banyak sekolah yang telah mempunyai jumlah guru yang diperlukan. Pada
tahun 2015, jumlah Guru Pembimbing Khusus SD/MI Inklusi sebanyak 60 orang.
Tabel 2.5
Jumlah Guru Pembimbing Khusus SD/MI Inklusi di Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Lembaga Jumlah Guru
Total Negeri Swasta
SD 50 10 60
TOTAL 50 10 60
12
b) Mutu Proses
Mutu proses, berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan. Mutu proses dinilai dengan indikator angka mengulang kelas dan angka
putus sekolah. Hal ini akan dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut ini :
(1) Seberapa tinggikah angka mengulang kelas (AMK)?
(2) Seberapa tinggikah angka putus sekolah (APTS)?
Angka Mengulang Kelas (AMK) SD dan MI Inklusi pada tahun 2014 adalah 0.
Berdasarkan data AMK tersebut menunjukkan bahwa AMK SD/MI Inklusi di
Kabupaten Ngawi sudah mencapai Standar Pelayananan Minimal yang ditetapkan,
yaitu tidak lebih dari 1%. Namun demikian, jika dilihat dari AMK untuk tiap-tiap
kelas, menunjukkan bahwa AMK SD dan MI Inklusi cenderung tinggi pada kelas
rendah (kelas 1,2,3) dan lebih banyak terjadi pada siswa laki-laki. Angka Putus
Sekolah (APTS) pada tahun 2015 adalah 1,58 %. Hal ini menunjukkan bahwa APTS
masih lebih besar dari SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah, yaitu tidak lebih dari
1%.
c) Mutu Output
Mutu Output SD/MI Inklusi dapat dilihat dari dua aspek yaitu: (1) rata-rata nilai ujian
(Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional/UAS-BN dan (2) tingkat kelulusan.
(1) Rata-Rata Ujian Sekolah
Perkembangan rata-rata nilai UASBN SD/MI Inklusif dalam dua tahun terakhir
menunjukkan hasil yang sangat baik. Pada tahun 2013/2014 hasil UASBN SD/MI
Inklusi di Kabupaten Ngawi dengan rata-rata nilai 7.74.
Tabel 2.6
Rata-rata Nilai UASBN SD/MI Inklusi Per Mata Pelajaran
Tahun Pelajaran 2014/2015
Mata Pelajaran 2013/2014
Bahasa Indonesia 7.89
Matematika 7.37
Ilmu Pengetahuan Alam 7.96
Rata-rata 7.74
Sumber : Kuesioner pendidikan Kab. Ngawi, Tahun 2014/2015
(2) Tingkat Kelulusan
Tingkat kelulusan murid SD/MI Inklusi dalam UASBN ditahun terakhir
memperoleh hasil yang sangat baik. Persentase kelulusan murid SD/MI Inklusi
dalam UASBN sudah mencapai 95,82%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase
kelulusan UASBN SD/MI Inklusi sudah mencapai di atas SPM yang telah
ditetapkan oleh Kemendikbud.
13
2) Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Inklusif
Layanan Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dalam penyelenggaraan Pendidikan
SMP/MTs Inklusi mencakup dua aspek yaitu: a) perluasan akses dan pemerataan
pendidikan, dan b) peningkatan mutu pendidikan, relevansi, dan daya saing.
Perluasan akses dan pemerataan pendidikan dapat dilihat dari aspek: (1) ketersediaan
lembaga pendidikan, (2) angka partisipasi pendidikan, (3) rasio jumlah ruang kelas
dan jumlah rombongan belajar, dan (4) Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs
Inklusi ke SMA/MA/SMK Inklusi. Gambaran mengenai ketersediaan lembaga
pendidikan dan jumlah murid dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan 2.8
Tabel 2.7
Jumlah Lembaga Pendidikan SMP/MTs Inklusi
Di Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Lembaga Negeri Swasta Jumlah
SMP 5 1 6
TOTAL 5 1 6
Tabel 2.8
Jumlah Murid SMP/MTs Inklusi di KABUPATEN NGAWI
Tahun 2015
Satuan Pendidikan Jumlah
Murid
SMP 38
Total 38
Partisipasi pendidikan anak usia SMP/MTs Inklusi dapat dilihat dari segi Angka
Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tahun 2015 APM
SMP/MTs Inklusi mencapai 16,96%, sedangkan APK SMP/MTs Inklusi mencapai
83,046%. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Kasar
(APK) sekolah SMP/MTs Inklusi di Kabupaten Ngawi belum mencapai standar yang
ditetapkan oleh Kemendikbud. Tercapainya angka partisipasi tersebut salah satunya
dipengaruhi oleh ketersediaan layanan (supply side) dan kesadaran masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya, serta faktor sosial ekonomi.
Jumlah anak-anak SMP/MTs Inklusi yang melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah
Atas pada tahun 2015 mencapai 6.98%. Rendahnya angka melanjutkan ini disebabkan
karena rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan Sekolah
Menengah Atas dan faktor ketersediaan layanan pendidikan SMP/MTs Inklusi (supply
side) yang sudah memadai.
14
Selanjutnya, di lihat dari segi layanan peningkatan mutu pendidikan, kondisi
pendidikan pada jenjang pendidikan SMP/MTs Inklusi di Kabupaten Ngawi dapat
dikemukakan sebagai berikut.
a. Mutu Input
Mutu Input mengacu pada standar sarana prasarana, standar isi, standar pendidik
dan tenaga kependidikan dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Mutu sarana
dan prasarana pendidikan SMP/MTs Inklusi dapat dilihat dari seberapa banyak
sekolah yang telah mempunyai jumlah ruang kelas yang memadai. Tabel 2.9
menunjukkan bahwa SMP yang mempunyai jumlah ruang kelas dengan kondisi
baik sebanyak 173 (87,37%), kondisi rusak ringan sebanyak 25 (12,63%), dan
rusak berat tidak ada.
Tabel 2.9
Kondisi Ruang Kelas SMP/MTs Inklusi KABUPATEN NGAWI
Tahun 2015
Satuan
Pendidikan
Kondisi Ruang Kelas
Total Data Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
SMP
Jml R.
Kelas
152 17 - 169
Persen 89,94 % 10,06 % - 100 %
MTs
Jml R.
Kelas
21 8 - 29
Persen 72,41 % 27,59 % - 100 %
Total 173 25 - 251
Persentase 87,37 % 12,63 - 100 %
Mutu layanan pendidikan SMP/MTs Inklusi di Kabupaten Ngawi juga dapat
dilihat dari segi seberapa banyak sekolah yang telah mempunyai jumlah guru
pembimbing khusus yang diperlukan. Pada tahun 2015, jumlah guru pembimbing
khusus SMP/MTs sebanyak 24 orang.
Tabel 2.10
Jumlah Guru Pembimbing Khusus SMP/MTs Inklusi di Kabupaten Ngawi
Tahun 2015
Lembaga Jumlah Guru
Total Negeri Swasta
SMP 20 4 24
TOTAL 20 4 24
15
b. Mutu Proses
Mutu proses dapat dilihat dari indikator angka mengulang kelas dan angka putus
sekolah. Angka Mengulang Kelas (AMK) SMP/MTs Inklusi pada tahun 2015
sebesar 0%. Berdasarkan data AMK tersebut menunjukkan bahwa AMK SMP/MTs
Inklusi di Kabupaten Ngawi sudah mencapai Standar Pelayanan Minimal yang
ditetapkan Kemendikbud, yaitu tidak lebih dari 1%.
Angka Putus Sekolah (APTS) SMP/MTs pada tahun 2015 sebesar 23,84 %.
Angka ini belum mencapai SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah, yaitu tidak lebih
dari 1%.
c. Mutu Output
Mutu Output SMP/MTs antara lain dapat dilihat dari: (1) rata-rata nilai ujian (UN)
dan (2) tingkat kelulusan.
(1) Rata-Rata Ujian Nasional
Perkembangan rata-rata nilai UN SMP/MTs Inklusi dalam satu tahun terakhir
sudah sangat baik. Pada tahun pelajaran 2014/2015 nilai rata-rata UN 8.38. Gambaran mengenai hasil UN SMP/MTs Inklusi ini dapat dilihat pada Tabel 2.11
Tabel 2.11
Rata-rata Nilai Ujian Nasional SMP/MTs Per Mata Pelajaran
Kabupaten Ngawi Tahun 2014/2015
No Mata Pelajaran 2014/2015
1 Bhs Indonesia 8.19
2 Bahasa Inggris 8.7
3 Matematika 9
4 Ilmu Pengetahuan Alam 8.53
Rata-rata 8.61
(2) Tingkat Kelulusan
Tingkat kelulusan murid SMP/MTs Inklusi dalam UN dalam dua tahun
terakhir memperoleh hasil yang baik. Pada tahun 2014/2015 persentase
kelulusan SMP/MTs mencapai 93.71%, Hal ini menunjukkan bahwa
persentase kelulusan UN tersebut sudah mencapai di atas SPM yang telah
ditetapkan oleh Kemendikbud.
3) Pendidikan Menengah
Tingkat layanan Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dalam penyediaan
lembaga pendidikan SMA/MA/SMK Inklusi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: (a)
pemerataan dan perluasan pendidikan menengah, dan (b) peningkatan mutu, relevansi
dan daya saing pendidikan menengah.
Perluasan akses dan pemerataan pendidikan dapat dilihat dari aspek: (1)
ketersediaan lembaga pendidikan, (2) angka partisipasi pendidikan, (3) rasio jumlah
ruang kelas dan jumlah rombongan belajar. Gambaran mengenai ketersediaan
lembaga pendidikan dan jumlah murid dapat dilihat pada Tabel 2.12 dan 2.13.
16
Tabel 2.12
Jumlah Lembaga Pendidikan Menengah Inklusi
di Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Lembaga Negeri Swasta Jumlah
SMK 1 1 2
Jumlah 1 1 2
Tabel 2.13
Jumlah Murid ABK Pendidikan Menengah
di Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Satuan Pendidikan Jumlah
Murid
SMK 9
Total 9
Partisipasi sekolah anak usia SMA/MA/SMK Inklusi dapat dilihat dari angka
partisipasi kasar (APK). APK SMA/MA/SMK pada tahun 2015 mencapai 26,63 %.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa APK SMA/MA/SMK Inklusi di
Kabupaten Ngawi belum mencapai standar yang ditetapkan oleh Kemendikbud.
Selanjutnya, di lihat dari segi layanan peningkatan mutu pendidikan, kondisi
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah di Kabupaten Ngawi dapat dikemukakan
sebagai berikut.
a) Mutu Input
Mutu sarana dan prasarana pendidikan menengah dapat dilihat dari seberapa banyak
sekolah yang telah mempunyai jumlah ruang kelas yang memadai. Tabel 2.14
menunjukkan bahwa SMA/MA/SMK Inklusi yang mempunyai jumlah ruang kelas
dengan kondisi baik sebanyak 153 (91.01%), dan kondisi rusak ringan sebanyak 15
(8,99%).
Tabel 2.14
Kondisi Ruang Kelas Pendidikan Menengah
Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Satuan
Pendidikan
Kondisi Ruang Kelas
Total Data Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
SMK Jml R. Kelas 280 8 288
Persentase 97,22 2,78 100
Total
Persentase
489 15 504
97,02 2,98 100
Mutu layanan pendidikan SMA/MA/SMK Inklusi di Kabupaten Ngawi juga
dapat dilihat dari segi seberapa banyak sekolah yang telah mempunyai jumlah guru
17
pembimbing khusus yang diperlukan. Pada tahun 2015, jumlah guru pembimbing
khusus SMA/MA/SMK sudah ada.
b) Mutu Proses
Mutu proses dapat dilihat dari indikator angka mengulang kelas dan angka putus
sekolah. Angka Mengulang Kelas (AMK) SMA/MA/SMK Inklusi pada tahun 2015
sebesar 0%. Angka Putus Sekolah (APTS) SMA/MA/SMK Inklusi pada tahun 2015
sebesar 0,44 %.
c) Mutu Output
Ada dua indikator kinerja yang dapat dijadikan tolok ukur untuk melihat mutu
pendidikan menengah di Kabupaten Ngawi Pertama, rata-rata nilai ujian (UN)
SMA/MA/SMK Inklusi . Perkembangan rata-rata nilai UN SMA/MA dalam
dua tahun terakhir sudah baik. Pada tahun pelajaran 2014/2015 hasil UN
SMA/MA untuk kelompok IPA memperoleh nilai rata-rata 7.55, kelompok IPS
nilai rata-ratanya 6,91, dan kelompok bahasa belum meluluskan.
Tabel 2.16
Rata-rata Nilai Ujian Nasional SMA/MA Per Mata Pelajaran
Tahun Pelajaran 2014/2015
No Mata Pelajaran 2013/2014
Kelompok IPA
1 Bahasa Indonesia 7.14
2 Bahasa Inggris 7.78
3 Matematika 7.04
4 Fisika 8.34
5 Kimia 8.66
6 Biologi 6.35
Rata-rata 7.55
Kelompok IPS
1 Bahasa Indonesia 6.72
2 Bahasa Inggris 7.48
3 Matematika 6.22
4 Ekonomi 7.52
5 Sosiologi 7.42
6 Geografi 6.12
Rata-rata 6.91
Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2014, 2015)
18
(1) Rata-rata ujian nasional
Sementara itu, rata-rata nilai UN SMK Inklusi dalam dua tahun terakhir
mengalami fluktuasi. Pada tahun pelajaran 2014/2015 hasil UN SMK sangat
baik, yaitu memperoleh nilai rata-rata 7.51, pada tahun pelajaran 2014/2015
rata-rata hasil UN mengalami penurunan menjadi 6.62. Dari lima mata
pelajaran yang diujikan, terdapat tiga mata pelajaran yang mengalami
penurunan nilai rata-rata, yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan
Matematika.
Tabel 2.17
Rata-rata Nilai Ujian Nasional SMK Per Mata Pelajaran
Tahun Pelajaran 2014/2015
No Mata Pelajaran 2014/2015
1 Bahasa Indonesia 6.21
2 Bahasa Inggris 6.77
3 Matematika 7.09
4 PRO 7.91
5 TEO 5.12
Rata-rata 6,62
(2) Tingkat Kelulusan
Tingkat kelulusan murid SMK Inklusi dalam satu tahun terakhir memperoleh hasil
yang sangat baik. Pada tahun 2014/2015 persentase kelulusan SMA/MA mencapai
99,20%.
4) Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen,
maka guru harus memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S-1/D-4 dan bersertifikat
pendidik. Oleh karena itu pemerintah harus menyelesaikan peningkatan kualifikasi dan
sertifikasi pendidik selambat-lambatnya pada akhir tahun 2015
Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah inklusif Kabupaten Ngawi:
a) Guru Pembimbing Khusus
Guru pembimbing khusus di Sekolah inklusif di Kabupaten Ngawi bervariasi
dari mulai guru kelas, guru mata pelajaran, guru pembimbing khusus dan guru
bimbingan konseling. Dilihat dari urgensinya untuk guru pembimbing khusus yang
berlatar belakang S-1 Pendidikan Luar Biasa masih belum mencukupi hal ini nampak
dari 23 sekolah inklusi, baru ada Guru Pembimbing Khusus nya 23 orang yang
berstatus mayoritas PNS.
19
b) Tenaga Kependidikan dan Profesional lainnya
Penyelenggaraan pendidikan inklusif membutuhkan dukungan profesional
dari tenaga kependidikan lain dan tenaga profesional lain. Tenaga kependidikan
mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang,
tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga administrasi,
psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan dan keamanan, serta tenaga
dengan sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan.
Kondisi saat ini di Kabupaten Ngawi, tenaga kependidikan belum sepenuhnya
memahami konsep dan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Sehingga masih muncul
kendala dalam mencapai layanan pendidikan inklusif yang bermutu.
Tenaga profesional lain yang terkait dalam pendidikan inklusif antara lain :
1. Psikolog memberikan pelayanan bantuan psikologis-pedagogis kepada peserta
didik dan pendidik sebagai konsultan terutama pada kegiatan asesmen formal
peserta didik berkebutuhan khusus.
2. Pekerja sosial pendidikan memberikan layanan bantuan sosiologis-pedagogis
kepada peserta didik dan pendidik.
3. Terapis memberikan pelayanan bantuan fisiologis-kinesiologis kepada peserta
didik.
4. Tenaga medis/ paramedis memberikan layanan bantuan medis.
Keterlibatan tenaga kependidikan dan profesional lain dibutuhkan sesuai kondisi
peserta didik berkebutuhan khusus. Sampai dengan saat ini Dinas Pendidikan
Kabupaten Ngawi masih belum terbangun jejaring dan kerjasama dalam penyediaan
tenaga professional yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
5) Manajemen dan Tata Kelola Pendidikan
Manajemen dan tata kelola pendidikan ditujukan untuk mendorong kebijakan
sektor pendidikan agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif,
efisien dan akuntabel. Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka
menengah dengan menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang
didasarkan pada urutan prioritas. Pemerintah Kabupaten Ngawi melaksanakan
pengembangan kapasitas institusi pendidikan secara sistemik dan terencana. Strategi
pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses manajemen perubahan yang
didorong secara internal. Perubahan yang didorong secara internal akan lebih
menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan, menumbuhkan rasa
kepemilikan, kepemimpinan, serta komitmen bersama.
Kebijakan dalam bidang manajemen dan tata kelola pendidikan antara lain
dalam bentuk manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk untuk membantu pemerintah
dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja
pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam
perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui
peran komite sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan.
20
B. Kondisi Eksternal Lingkungan Pendidikan
Pembangunan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal seperti sosial
budaya, ekonomi, teknologi, dan politik. Kondisi sosial, budaya, dan lingkungan yang
mempengaruhi pembangunan pendidikan dalam kurun waktu lima tahun mendatang
antara lain adalah (1) jumlah penduduk yang makin tinggi menempatkan Indonesia
dalam posisi yang makin penting dalam percaturan global, (2) angka HDI Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun tetapi masih di bawah mayoritas negara di Asia Tenggara,
(3) masih tingginya kesenjangan antar gender, antara penduduk kaya dan miskin, antara
perKabupatenan dan perdesaan, antara wilayah maju dan wilayah tertinggal, dan
antarjenis kelamin, (4) masih rendahnya peringkat Indeks Pembangunan Gender
Indonesia yang menduduki urutan ke-93 dari 177 negara (UNDP 2007/2008), (5)
perubahan gaya hidup yang konsumtif dan rendahnya kesadaran masyarakat yang
berpotensi menurunkan kualitas lingkungan, (6) adanya ketidakseimbangan sistem
lingkungan akibat pencemaran oleh industri, pertanian, dan rumah tangga, (7) masih
rendahnya pemanfaatan keanekaragaman hayati yang dapat menjadi alternatif sumber
daya termasuk penelitian-penelitian yang dapat berpotensi menghasilkan Hak atas
Kekayaan Intelektual (HAKI), (8) masih rendahnya kualitas SDM Indonesia untuk
bersaing di era ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge-Based Economy).
Kondisi ekonomi yang mempengaruhi pembangunan pendidikan dalam kurun waktu
lima tahun mendatang antara lain adalah (1) tingginya angka kemiskinan dan
pengangguran, (2) masih adanya kesenjangan pertumbuhan ekonomi antarwilayah, (3)
basis kekuatan ekonomi yang masih banyak mengandalkan upah tenaga kerja yang
murah dan ekspor bahan mentah dari eksploitasi sumber daya alam tak terbarukan, (4)
makin meningkatnya daya saing Indonesia yang perlu diikuti dengan peningkatan
kemampuan tenaga kerja, (5) munculnya ancaman raksasa ekonomi global seperti Cina
dan India dan semakin luasnya perdagangan bebas yang mengancam daya saing
perekonomian nasional, (6) masih rendahnya optimalisasi pendayagunaan sumber daya
ekonomi yang berasal dari sumber daya alam, (7) pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
relatif tinggi, baik yang sudah berjalan maupun yang direncanakan, perlu didukung
dengan penyiapan tenaga kerja yang memadai, dan (8) ancaman masuknya tenaga
terampil menengah dan tenaga ahli dari negara lain.
Kondisi teknologi yang mempengaruhi pembangunan pendidikan dalam kurun
waktu lima tahun mendatang antara lain adalah (1) kesenjangan literasi TIK
antarwilayah, (2) kebutuhan akan penguasaan dan penerapan iptek dalam rangka
menghadapi tuntutan global, (3) terjadinya kesenjangan antara perkembangan teknologi
dan penguasaan iptek di lembaga pendidikan, (4) semakin meningkatnya peranan TIK
dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan, (5) semakin
meningkatnya kebutuhan untuk melakukan berbagi pengetahuan dengan memanfaatkan
TIK, (6) perkembangan internet yang menghilangkan batas wilayah dan waktu untuk
melakukan komunikasi dan akses terhadap informasi, dan (7) perkembangan internet
yang juga membawa dampak negatif terhadap nilai dan norma masyarakat serta
memberikan peluang munculnya plagiarisme dan pelanggaran HAKI.
Kondisi politik, pertahanan dan keamanan yang mempengaruhi pembangunan
pendidikan dalam kurun waktu lima tahun mendatang antara lain adalah (1)
ketidakstabilan politik serta pertahanan dan keamanan yang mengancam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, (2) ketidakselarasan peraturan perundangan yang
berdampak pada penyelenggaraan pendidikan, (3) kebutuhan pendidikan politik
untuk mendorong kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi, (4) implementasi
otonomi daerah yang mendorong kemandirian dan berkembangnya kearifan lokal,
21
(5) terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam implementasi otonomi daerah,
(6) keterlambatan penerbitan turunan peraturan perundangan yang berdampak pada
bidang pendidikan, (7) ancaman disintegrasi bangsa akibat dari ketidakdewasaan
dalam berdemokrasi, (8) ideologi negara sebagai pemersatu bangsa dan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan, dan (9) komitmen pemenuhan pendanaan
pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD sesuai dengan UUD 1945 Pasal
31 ayat (4) (Kemendikbud, 2010).
C. Pendidikan Inklusif di Indonesia
Konvensi PBB atas Hak-hak orang dengan kecacatan tubuh (Covention on the
Right of Persons with Disabilities) yang ditandatangani oleh 147 negara termasuk
Indonesia dan telah diratifikasi melalui sidang paripurna DPR-RI tanggal 18
Oktober 2011, adalah alat hukum terbaru mendukung hak anak berkebutuhan
khusus terhadap pendidikan. Pada pasal 24 Convention tersebut menyebutkan
bahwa: “Negara-negara pihak mengakui hak penyandang disabilitas atas
pendidikan. Dalam rangka memenuhi hak ini tanpa diskriminasi dan berdasarkan
kesempatan yang sama, Negara-negara Pihak harus menjamin sistem pendidikan
yang bersifat inklusif pada setiap tingkatan dan pembelajaran seumur hidup yang
terarah”. Jauh sebelum dokumen yang sudah diratifikasi oleh 99 negara tersebut
keluar, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa
pemerintah Republik Indonesia harus dapat memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Proses
mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan. Karenanya,
pendidikan merupakan hak setiap warga Negera (UUD 1945 pasal 31 ayat 1).
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian pendidikan dan kebudayaan telah
mengembangkan sistem pendidikan yang dapat memberikan pelayanan dan akses
yang sama bagi setiap warga Negara, tanpa kecuali.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, layanan pendidikan
dilakukan melalui tiga jalur yaitu: (1) Pendidikan Formal melalui sistem
persekolahan dan perguruan tinggi, dan (2) Pendidikan Non Formal yang berbasis
pada lembaga atau organisasi yang tumbuh di masyarakat, dan (3) Pendidikan
Informal yang berbasis pada keluarga. Adanya tiga jalur ini mengindikasikan
bahwa akses dan pelayanan pendidikan tidak hanya bisa dilakukan melalui jalur
formal yang merupakan jalur “utama” pelayanan pendidikan yang memiliki standar
yang baku dalam pelayanan pendidikan. Sebab, tidak semua penduduk dapat
mengakses dan memperoleh pelayanan program dan kegiatan pendidikan formal
karena berbagai alasan. Banyak faktor yang menjadi penyebab seseorang atau
kelompok masyarakat tertentu tidak dapat memiliki akses dan pelayanan
pendidikan, baik teknis maupun nonteknis, antara lain: (1) geografis, (2) ekonomi,
kemiskinan, (3) budaya, (4) disabilitas, (5) tuntutan pekerjaan, (6) bencana, (7)
konflik, dan (8) bias gender, (9) dan lain-lain. Meskipun demikian, dalam rangka
pemenuhan program wajib belajar 9 tahun (tamat SD dan SMP), Pemerintah
sedapat mungkin memberikan layanan pendidikan formal dengan menambah
sejumlah gedung sekolah baru di wilayah yang bisa dijangkau, membuka program
“Sekolah Satu Atap” (One Roof Schools) dan membuka “sekolah terbuka” (Open
Junior Secondary Schools) yang dapat menjangkau yang belum terlayani
(Reaching The un-Reached).
22
Indonesia is truly “Unity in diversity”, selaras dengan prinsip dan nilai sosial
“Bhineka Tunggal Ika” dan ideology Pancasila. Sesuai dengan kategori the un-
reach yang telah ditentukan oleh SEAMEO-UNESCO yang dalam hal ini termasuk
dalam ranah “Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”, terdapat 11 kategori yaitu:
1. Peserta didik yang berada di daerah terpencil/terisolasi;
2. Peserta didik dari kelompok minoritas agama/suku, dll.
3. Anak yang rentan Drop Out (DO).
4. Anak-anak dari keluarga migran, pengungsian, tidak memiliki indentitas
kewarganegaraan, penduduk nomaden,
5. Peserta didik penyandang cacat/berkebutuhan khusus
6. Pekerja anak/anak jalanan/anak yang diperdagangkan, anak korban kekerasan;
7. Anak di lingkungan bermasalah (daerah konflik, bencana, penjara, dll);
8. Anak yatim/anak terlantar
9. Peserta didik dari keluarga miskin
10. Anak-anak yang terkena HIV/AIDS
11. Anak dan/atau penduduk di daerah perbatasan dan para buruh migran
Indonesia (TKI) di sejumlah negara.
Kelompok the unreached yang dapat diidentifikasi di Indonesia yaitu: peserta
didik yang berada di daerah terpencil, baik di pegunungan dan di daerah
kepulauan serta penduduk di daerah daratan namun tersebar dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil. Misalnya, di Provinsi Papua, terdapat kelompok
masyarakat di daerah Yahukimo yang memiliki penduduk 110.080 jiwa belum
terlayani pendidikan. Sekitar 70-80% penduduknya masih buta aksara
(Directorate Educational Equivalency, MoNE, 2006). Di pulau Sulawesi,
terdapat suku Bajo, merupakan suku nelayan yang hidup di atas di lepas pantai
terdapat 17.000 lulusan SD tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMP karena
belum ada sekolah. Untuk mengatasinya, diselenggarakan program SMP
Terbuka, dan Program Paket A, dan B melalui penyelenggaraan “Mobile learning
Services” yaitu “Kapal Pembelajaran” (Boat Schools), Motorcycle Learning
Services, Mobile Classes Room atau “Smart Cars”, etc.
Layanan pendidikan bagi kelompok agama dan suku asli (terasing) diberikan
untuk menjangkau peserta didik yang ada di pesantren tradisional (pesantren
salafiyah) yang hanya mengajarkan pelajaran agama dan menolak pendidikan
“sekuler” sistem formal sekolahan. Terdapat 3.991 pesantren tradisional yang
tersebar di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, kawasan Nusa
Tenggara Barat, dan Pulau Sulawesi. Untuk itu, dilaksanakan program kerja sama
antara Kementerian pendidikan dan kebudayaan dengan Kementerian Agama
untuk menyelenggarakan program “SMP terbuka” dan Program Kejar Paket A,
dan B dalam rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Sehingga, lulusan
pesantren dapat memiliki pendidikan formal dan memiliki keterampilan tertentu
sesuai dengan potensi diri dan lingkungannya.
Indonesia memiliki sejumlah suku terasing yang terdapat pada 28 Kabupaten di
12 provinsi di seluruh Indonesia. Suku asli tersebut antara lain: Suku Baduy
(Banten), Suku Anak Dalam (Jambi), Suku Dayak Punak (Kalimantan), Suku
Bajo (Sulawesi Tenggara), dan sekitar 200 lebih suku-suku asli (terasing) di
provinsi Papua dan Papua Barat. Bagi kelompok suku-suku asli (terasing)
diberikan pula pelayanan pendidikan agar mampu menyelesaikan pendidikan
23
hingga tingkat SMP. Tentu saja tidak mudah bagi mereka untuk menerima
pendidikan karena hambatan nilai dan budaya yang dianut dan dipercayainya
sebagai warisan leluhurnya.
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan, bahwa
pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Namun, karena
alasan ekonomi anak-anak tersebut menjadi pekerja anak di sejumlah pabrik,
pengamen di bis Kabupaten, menjadi peminta-minta di perempatan lampu merah.
Kondisi ini banyak ditemui di daerah urban (perKabupatenan). Sedangkan di
daerah pedesaan, banyak anak-anak yang terpaksa meninggalkan sekolah untuk
membantu orang tua mereka di sawah, ladang, menjadi anak buah kapal nelayan,
menetap di pagan tempat jaring ikan, dll. Menurut data dari organisasi buruh
internasional (ILO), jumlah pekerja anak di Indonesia usia 10-14 tahun mencapai
10,4 juta orang. Jumlah ini meningkat pada tahun 2007, menjadi 2,6 juta anak.
Berdasarkan studi antara ILO dan Universitas Indonesia pada tahun 2003, jumlah
pekerja anak domestik mencapai 700 ribu, sebanyak 90 persen adalah anak
perempuan. Angka dari sensus kesejahteraan nasional (Susenas: 2003), di
Indonesia terdapat 1.502.600 anak berusia 10 hingga 14 tahun yang bekerja dan
tidak bersekolah. Sekitar 1.621.400 anak tidak bersekolah serta membantu di
rumah atau melakukan hal lainnya. Sebanyak 4.180.000 anak usia sekolah
lanjutan pertama (13-15) atau 19 persen dari anak usia itu, tidak bersekolah.
Menurut data yang sama para pekerja anak di desa lebih banyak daripada di
Kabupaten, yakni sebesar 79 persen untuk di desa dan 21 persen di Kabupaten. 62
persen bekerja di sektor pertanian, 19 persen di industeri dan, dan 19 persen di
sektor jasa.
Sejumlah anak tertentu, terutama anak perempuan terpaksa mencari peruntungan
ke Kabupaten besar untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi malah
menjadi pekerja seks komersial dan bahkan ada yang sengaja dijual oleh
majikannya. kementerian pendidikan dan kebudayaan bekerja sama dengan
Kementerian Sosial serta sejumlah LSM untuk mengatasi kelompok miskin
Kabupaten dengan mendirikan tempat penampungan “Rumah Singgah” sebagai
tempat menampung dan tempat belajar bagi anak-anak jalanan tersebut. Di
Kabupaten-Kabupaten besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, dan
Makassar dan Kabupaten-Kabupaten lainnya disediakan sejumlah “Rumah
Singgah”. Selain itu, disediakan “mobil pintar” di dekat lampu merah dan tempat
aktivitas anak jalanan untuk dapat belajar. Selain itu, pemerintah menyediakan
beasiswa bagi kaum miskin dan menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS)
sehingga anak-anak kelompok miskin ini tidak lagi dikenakan biaya sekolah.
Selain itu, terdapat anak-anak yang tidak bisa masuk ke sekolah normal (biasa)
karena menyandang “ketunaan” (disabilitas). Anak-anak disabilitas ini terkadang
“disembunyikan” oleh orang tuanya sehingga tidak dapat mengikuti proses
pendidikan. Anak-anak dengan cacat tubuh masih termasuk yang paling
termarjinalkan dan paling kecil kemungkinannya bersekolah. Perbedaan tingkat
kehadiran sekolah antara anak-anak berusia 8-11 tahun yang memiliki ketunaan
dengan mereka yang normal berkisar enam puluh di Indonesia. Bagi anak-anak
cacat, jarak fisik ke sekolah, tata letak dan desain fasilitas sekolah, dan kurangnya
guru terlatih dapat menjadi rintangan untuk menghadiri sekolah. Perlakuan
negatif kepada anak berkebutuhan khusus juga merupakan rintangan serius.
Komitmen pemerintah, pemerintah daerah dan kepala sekolah sangat dibutuhkan
24
untuk membuat fasilitas lebih terakses dan mengubah perlakuan publik bagi para
penyandang cacat. Salah satu contoh yang positif adalah di Uganda, di mana hak
azasi manusia penyandang cacat dijamin oleh Konstitusi dan bahasa Isyarat
“leakui” sebagai bahasa resmi. Anak-anak tuli menghadiri sekolah lokal, dengan
dukungan yang tepat yang memungkinkan mereka untuk belajar.
Undang-undang Pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pada pasal 32 ayat 1 memberikan jaminan bahwasannya anak-anak yang
memiliki kebutuhan khusus memiliki hak pendidikan yang sama sebagaimana
anak yang lainnya, yaitu melalui pendidikan khusus. Di Indonesia, pendidikan
khusus dilaksanakan melalui dua jalur yaitu pada satuan pendidikan khusus
(sekolah luar biasa) dan pada sekolah reguler (program pendidikan inklusif).
Anak berkebutuhan khusus Indonesia dan orang tua memiliki kebebasan untuk
menentukan sendiri jalur pendidikan yang dipilihnya dengan mempertimbangkan
peluang mengembangkan potensi anak secara maksimal dan kemudahan
menjangkaunya. Kewajiban Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat
swasta adalah menyediakan layanan dan sistem dukungan yang dibutuhkan.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan terus mengupayakan pengembangan
dan pelaksanaan program “Pendidikan Inklusif” di daerah-daerah tertentu yang
banyak memiliki jumlah anak disabilitas. Untuk itulah, pada tanggal 5 Oktober
2009 telah diterbitkan Permendiknas tentang penyelenggaraan pendidikan
inklusif No. 70 Tahun 2009.
Selanjutnya, selama kurun waktu 2005-2009, Indonesia mengalami banyak
bencana alam. Pada tahun 2005, terjadi bencana paling besar dalam sejarah
Indonesia yaitu Tsunami di Aceh dan Nias. Ratusan ribu penduduk meninggal
dan hilang. Ratusan sekolah rusak berat. Pasca bencana telah didirikan 2.500
sekolah tenda. Rehabilitasi sarana pendidikan pada 65 TK, 250 SD, 156 SMP,
167 SMA, 14 SMK, dan 1 perguruan tinggi. Mengangkat 1.110 guru dan
membangun 290 perumahan bagi guru. Melakukan pelatihan keterampilan untuk
5.600 orang dan 227 orang master trainer di Pulau Jawa. Selanjutnya, bencana di
Yogyakarta dan Jawa Tengah, bencana Tsunami di Pangandaran, Tasikmalaya,
dan Cilacap di pantai selatan Pulau Jawa. Dengan modus yang hampir sama
didirikan sekolah tenda dan memperbaiki fasilitas pendidikan.
Disengaja ataupun tidak, terdapat 3,26% kasus HIV/AIDS dari 17.998 kasus
HIV/AIDS di Indonesia. Mereka berusia 13-19 tahun (usia sekolah) yang
tentunya berkeinginan untuk tetap sekolah. Namun, belum ada penanganan yang
komprehensif bagi anak penyandang HIV/AIDS (ODHA) tersebut. Hal itu, terjadi
karena masih adanya persepsi dan penyikapan yang keliru dari masyarakat,
termasuk para pendidik di sekolah. Oleh karena itu, perlu ada kemauan politik
dari para penentu kebijakan di pusat dan daerah. Untuk itu, perlu ada proses
penjaminan bagi keberlanjutan pendidikan bagi anak yang terkena HIV/AIDS.
Perlu juga dilakukan capacity building bagi para volunteer pencegahan
HIV/AIDS
Untuk bidang pendidikan.
Dalam konteks Indonesia yang dimaksudkan dengan ABK adalah selain
kelompok yang sudah dijelaskan di muka juga termasuk anak-anak yang
memiliki kecerdasan istimewa dan bakat istimewa (CIBI). Upaya pemerintah
untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
25
potensi kecerdasan istimewa adalah dengan menyelenggarakan program
percepatan belajar (akselerasi) dan pengayaan (enrichment). Program akselerasi
adalah layanan belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari waktu biasa, yaitu SD dari 6 tahun
menjadi 5 tahun dan SMP dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Sedangkan program
pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar kepada peserta
didik dalam kurun waktu yang sama dengan siswa reguler tetapi materi yang
diajarkan lebih luas dan mendalam. Sementara itu, layanan pendidikan bagi anak
berbakat istimewa untuk sementara ini difokuskan pada pembinaan bakat musik
dan olahraga.
D. Tantangan Pembangunan Pendidikan
Dalam melaksanakan pembangunan pendidikan nasional, dapat diidentifikasi
berbagai tantangan yang dihadapi dalam waktu lima tahun ke depan. Tantangan-
tantangan tersebut antara lain:
(1) Memenuhi komitmen global untuk pencapaian sasaran-sasaran Millenium
Development Goals (MDGs), Education For All (EFA), dan Education for
Sustainable Development (EfSD); (2) Menjamin tingkat kesejahteraan tenaga
pendidik dan kependidikan di daerah terdepan, terpencil, dan rawan bencana; (3)
Menjamin keberpihakan terhadap masyarakat miskin untuk memperoleh akses
pendidikan bermutu seluas-luasnya pada semua satuan pendidikan; (4)
Menerapkan Standar Nasional Pendidikan dengan menekankan keseimbangan
antara olah pikir, olah rasa, olah hati, dan olahraga; (5) Mengembangkan kebijakan
pemberdayaan tenaga pendidik dan kependidikan dengan memperhatikan
profesionalisme; (6) Mempertahankan peningkatan kualitas pendidikan dalam
upaya pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) antargender dan
antarwilayah; (7) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan kejuruan/vokasi
untuk memenuhi kebutuhan lokal dan nasional serta mampu bersaing secara
global; (8) Menghasilkan SDM kreatif melalui pendidikan yang diperlukan dalam
pengembangan ekonomi kreatif; (9) Meningkatkan kemitraan yang sinergis dengan
dunia usaha dan industri, organisasi masyarakat, dan organisasi profesi; (10)
Meningkatkan koordinasi yang efektif dengan kementerian/lembaga lain dan
pemerintah daerah; (11) Mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan
muatan budi pekerti, kebanggaan warga negara, peduli kebersihan, peduli
lingkungan, dan peduli ketertiban dalam penyelenggaraan pendidikan; (12)
Memperbaiki dan meningkatkan kredibilitas sistem Ujian Nasional; (13)
Mengembangkan kebijakan dalam penyelenggaraan parenting education dan
homeschooling; (14) Mengembangkan kebijakan dalam penyelenggaraan PAUD;
(15) Mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk memperkuat dan memperluas
pemanfaatan TIK di bidang pendidikan (Kemendikbud, 2010).
E. Analisis SWOT
1. Analisis Lingkungan Internal
Pemilihan dan penetapan strategi merupakan salah satu faktor penting bagi
Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi untuk melaksanakan fungsi dan mengemban tugas
untuk mencapai misi pendidikan inklusif yang diembannya. Pemilihan dan penetapan
tersebut, tentu sangat bergantung pada hasil analisis kondisi Dinas Pendidikan
Kabupaten Ngawi saat ini dan arah (rencana) pengembangannya, yakni akan seperti apa
26
pendidikan inklusif pada periode lima tahun tahun ke depan. Dalam pendekatan
analisis, menggunakan strength-weakness-opportunity-threats (SWOT).
Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi menggunakan pendekatan SWOT untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelebihan yang dimiliki, keterbatasan dan kelemahan
faktor internal, peluang dan kesempatan yang muncul dari faktor eksternal, serta
tantangan dan persaingan dari lingkungan eksternal. Analisis kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan tantangan (threat) disajikan berikut
ini.
a. Kekuatan
1) Memiliki Grand design Pengembangan Pendidikan Kabupaten Ngawi
2) Memiliki Renstra Pendidikan 2011 - 2015
3) Komitmen Pemerintah Daerah, telah siap mendeklarasikan Kabupaten Ngawi
sebagai Pelopor Pendidikan Inklusif.
4) Telah dibentuknya Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif di Kabupaten Ngawi.
5) Telah ditunjuk 15 SD 6 SMP dan 3 SMK sebagai sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi.
6) Telah dimiliki sejumlah sekolah khusus yang siap sebagai sekolah sumber untuk
mensukseskan penyelenggaraan pendidikan inklusif.
7) Telah terbentuknya dan terlaksananya kegiatan di Forum Kepala Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif.
8) Telah terbentuk dan telaksananya kegiatan Forum KKG Guru Pembimbing
Khusus
9) secara kuantitatif ketersediaan sarana prasarana pendidikan yang cukup
memadai
10) kuantitas dan kualitas tenaga kependidikan relatif cukup memadai berdasarkan
besarnya rasio guru terhadap peserta didik
b. Kelemahan
1. Belum memiliki Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pendidikan ABK
umumnya maupun pendidikan inklusif.
2. Belum dimilikinya data akurat tentang jumlah ABK dan karakteristiknya.
3. Lokasi geografis Kabupaten Ngawi yang luas dan berbukit-bukit menjadi kendala
tersediri dalam implementasi pendidikan inklusif.
4. Keberadaan sekolah luar biasa sebagai sekolah sumber bagi sekolah inklusi
letaknya belum menyebar di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Ngawi
5. Kompetensi guru di sekolah inklusi belum sesuai kebutuhan
6. Sumberdana terbatas
7. Guru Pembimbing Khusus sekolah regular terbatas.
8. Jumlah Guru di SLB terbatas
9. sistem pengelolaan internal yang kurang terpadu untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan inklusif;
10. Sumber belajar yang berbasis multimedia masih jauh dari yang diharapkan dan
belum adanya model pembelajaran yang menggunakan e-learning dan distance
learning;
11. Koleksi pustaka atau referensi dan jurnal-jurnal terkait pendidikan inklusif yang
dimiliki Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi belum maksimal;
12. Manajemen internal, khususnya layanan kepada anak berkebutuhan khusus yang
berupa layanan administrasi umum dan akademik belum sepenuhnya
memanfaatan teknologi informasi komunikasi elektronik;
27
13. Sistem data dan mekanisme evaluasi diri belum ideal karena koordinasi dan
sharing data yang belum berjalan baik;
14. Pengelolaan sistem informasi data dan evaluasi diri masih lemah;
15. Budaya pengembangan pendidikan inklusif masih kurang menunjang
terbentuknya rasa kebersamaan yang diperlukan untuk kesadaran yang masif
dalam mengembangkan pendidikan inklusif.
16. Resource sharing dengan stake holder dalam pengembangan pendidikan
inklusif masih lemah, baik dalam pemanfaatan sumber daya manusia, sarana,
maupun prasarana sehingga belum terbangun sinergi yang baik;
17. Potensi-potensi sumber dana dan sumber daya lainnya belum mampu
dieksplorasi secara optimal untuk pengembangan pendidikan inklusif;
18. Penataan dan pengembangan ruang kelas belum aksesibel;
2. Analisis Lingkungan Eksternal
Hasil kajian lingkungan eksternal yang telah dilakukan didapatkan beberapa
faktor yang merupakan peluang dan ancaman Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi.
a. Peluang
1) pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia profesional yang berkualitas dan
bermoral dalam rangka mengembangkan pendidikan inklusif baik lokal maupun
nasional;
2) kebijakan Ditjen Pembinaan Pendidikan Khusus-Layanan Khusus yang
memberlakukan hibah bantuan sosial memberikan peluang bagi Dinas
Pendidikan Kabupaten Ngawi untuk mengembangan pendidikan inklusif;
3) Ada kerjasama dan pendampingan dari perguruan tinggi
4) potensi untuk implementasi hasil-hasil penelitian dan kajian ilmiah di bidang
pendidikan inklusif yang bersifat terapan yang diperlukan bagi pengembangan
pendidikan inklusif;
5) terbitnya Permendiknas No Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi
Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa memberikan peluang untuk menerbitkan
berbagai kebijakan Kabupaten Ngawi dalam pengembangan pendidikan
inklusif.
6) terbukanya peluang untuk bekerja sama dengan berbagai stake holder dalam
pengembangan pendidikan inklusif;
7) semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Dinas Pendidikan
Kabupaten Ngawi memberikan peluang untuk memantapkan dalam
pengembangan pendidikan inklusif;
8) kebutuhan masyarakat akan pendidikan inklusif yang semakin meningkat
memberikan peluang bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi untuk
memenuhinya;
9) diberlakunya program-program pelatihan bagi guru tentang pendidikan inklusif
di tingkat pendidikan dasar dan menengah memberikan peluang bagi Dinas
Pendidikan Kabupaten Ngawi untuk berperan aktif untuk meningkatkan
kompetensinya di bidang pendidikan inklusif.
10) Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi berpeluang menjadi daerah yang unggul
dalam pengembangan pendidikan inklusif khususnya di wilayah Indonesia
bagian Timur;
11) Terbukanya peluang mendapatkan pendanaan dari berbagai institusi, baik
nasional maupun internasional, swasta maupun negeri.
28
b. Ancaman
1. persaingan dari daerah lain yang makin tinggi baik dari dalam maupun dari luar
negeri;
2. perkembangan teknologi informasi yang makin pesat dapat mengubah pola
pendidikan inklusif dan kompetensi kualitas lulusannya
3. globalisasi dan otonomi daerah yang berdampak terhadap kebutuhan tuntutan
profesionalisme dan peningkatan kompetensi lulusan sekolah inklusif;
4. perkembangan kebutuhan masyarakat, tentang layanan anak berkebutuhan
khusus yang begitu cepat dan pesat;
5. perkembangan yang begitu cepat dari multi media pembelajaran yang inovatif,
misalnya e-learning;
6. status daerah ramah pendidikan inklusif akan diberlakukan;
7. terdapat persepsi umum tentang rendahnya kualitas layanan anak berkebutuhan
khusus;
29
BAB III
VISI, MISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Visi dan Misi Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi
Visi merupakan panduan ke arah masa depan bagi suatu organisasi yang menjelaskan
kemana organisasi akan berjalan dalam bentuk konseptual dan sangat umum, menyediakan
arahan emosional, dapat memberdayakan dan memberikan motivasi. Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi mempunyai visi 2020:
“TERWUJUDNYA KABUPATEN NGAWI YANG INKLUSIF”
Yang dimaksud dengan Kabupaten Inklusif adalah Kabupaten yang mewujudkan
masyarakat ramah terhadap anak, lingkungan serta bisa menerima perbedaan sosial
ekonomi, agama, suku, golongan, warna kulit, fisik dan psikis.
B. Misi Pendidikan Inklusif KABUPATEN NGAWI
Berdasarkan Visi Pendidikan Inklusif KABUPATEN NGAWI 2020, Misi Pendidikan
Inkluisf Kabupaten Ngawi 2016--2020 dikemas dalam ”Misi 5 M” sebagai berikut.
KODE MISI
M 1 Meningkatkan Pemerataan dan Perluasan Akses Layanan Pendidikan
Inklusif yang Bermutu.
M 2 Meningkatkan Mutu dan Relevansi Layanan Pendidikan Inklusif
M 3 Meningkatkan Kompetensi Tenaga Pendidik dan Kependidikan.
M 4 Mengembangkan pendidikan Inklusif yang berwawasan budaya dan
berkarakter.
M 5 Mewujudkan manajemen dan tata kelola pendidikan Inklusif dalam
menjamin terselenggaranya layanan yang prima.
Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi menyadari bahwa visi dan misi dapat terwujud jika
didukung dengan penerapan tata nilai yang sesuai dan mendukung usaha-usaha
pelaksanaan misi dan pencapaian visi tersebut. Tata nilai merupakan dasar sekaligus arah
bagi sikap dan perilaku seluruh pegawai dalam menjalankan tugas. Tata nilai juga akan
menyatukan hati dan pikiran seluruh pegawai dalam usaha mewujudkan layanan prima
pendidikan. Tata nilai yang dimaksud adalah amanah, profesional, visioner,
demokratis, inklusif, disiplin, peduli pada orang lain dan berkeadilan.
Nilai-nilai masukan (input values), yakni nilai-nilai yang dibutuhkan dalam diri setiap
pegawai dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dalam rangka mencapai visi pendidikan
Inklusif, yang meliputi:
1. Amanah
Memiliki integritas, bersikap jujur dan mampu mengemban kepercayaan.
30
2. Profesional
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai serta memahami bagaimana
mengimplementasikannya.
3. Bertanggung jawab dan mandiri
Memahami resiko pekerjaan dan berkomitmen untuk mempertanggung-jawabkan
hasil kerjanya serta tidak tergantung kepada pihak lain.
4. Kreatif
Memiliki pola pikir, cara pandang, dan pendekatan yang variatif terhadap setiap
permasalahan.
5. Disiplin
Taat pada tata tertib dan aturan yang ada serta mampu mengajak orang lain untuk
bersikap yang sama.
6. Sabar
7. Sikap yang tabah dalam menerima setiap cobaan dan hambatan yang dirasakannya
8. Peduli dan menghargai orang lain
9. Menyadari dan mau memahami serta memperhatikan kebutuhan dan kepentingan
pihak lain.
10. Belajar sepanjang hayat
11. Berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan,
pengetahuan dan pengalaman serta mampu mengambil hikmah dan mejadikan
pelajaran atas setiap kejadian.
Nilai-nilai proses (process values), yakni nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam
menyelenggarakan pendidika inklusif , dalam rangka mencapai dan mempertahankan
kondisi yang diinginkan, yang meliputi:
1. Visioner dan berwawasan
Bekerja berlandaskan pengetahuan dan informasi yang luas serta wawasan yang jauh
ke depan.
2. Menjadi teladan
3. Berinisiatif untuk memulai dari diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang baik
sehingga menjadi contoh bagi pihak lain.
4. Memotivasi (motivating)
Memberikan dorongan dan semangat bagi pihak lain untuk berusaha mencapai tujuan
bersama.
5. Mengilhami (inspiring)
Memberikan inspirasi dan memberikan dorongan agar pihak lain tergerak untuk
menghasilkan karya terbaiknya.
6. Memberdayakan (empowering)
Memberikan kesempatan dan mengoptimalkan daya usaha pihak lain sesuai
kemampuannya.
7. Membudayakan (culture-forming)
Menjadi motor dan penggerak dalam pengembangan masyarakat menuju kondisi yang
lebih berbudaya.
8. Taat azas
Mematuhi tata tertib, prosedur kerja, dan peraturan perundang-undangan.
9. Koordinatif dan bersinergi dalam kerangka kerja tim
Bekerja bersama berdasarkan komitmen, kepercayaan, keterbukaan, saling
menghargai, dan partisipasi aktif bagi kepentingan Dinas Pendidikan Kabupaten
Ngawi.
31
10. Akuntabel
Bekerja secara terukur dengan prinsip yang standar serta memberikan hasil kerja yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Nilai-nilai keluaran (output values), yakni nilai-nilai yang diperhatikan oleh para
stakeholders, masyarakat, Du-Di lainnya), yang meliputi:
1. Produktif (efektif dan efisien)
Memberikan hasil kerja yang baik dalam jumlah yang optimal melalui pelaksanaan
kerja yang efektif dan efisien.
2. Gandrung mutu tinggi/service excellence
Menghasilkan dan memberikan hanya yang terbaik dan unggul.
3. Dapat dipercaya (andal)
Mampu mengemban kepercayaan dan memberikan bukti berupa hasil kerja dalam
usaha pencapaian visi dan misi Dinas Pendidikan KABUPATEN NGAWI.
4. Responsif dan aspiratif
Peka dan mampu dengan segera menindaklanjuti tuntutan yang selalu berubah.
5. Antisipatif dan inovatif
Mampu memprediksi dan tanggap terhadap perubahan yang akan terjadi, serta
menghasilkan gagasan dan pengembangan baru.
6. Demokratis, berkeadilan, dan inklusif
Terbuka atas kritik dan masukan serta mampu bersikap adil dan merata.
b. Tujuan dan Sasaran Strategis Pendidikan Inklusif tahun 2016 – 2020 Untuk merealisasikan visi dan misi Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi, perlu
dirumuskan tujuan dan sasaran-sasaran strategis tahun 2016--2020 yang lebih jelas
menggambarkan ukuran-ukuran terlaksananya misi dan tercapainya visi.
1. Tujuan Strategis
Tujuan strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi tahun 2016--2020 dirumuskan
berdasarkan jenjang layanan pendidikan dan sistem tata kelola yang diperlukan untuk
menghasilkan layanan prima pendidikan inklusif sebagaimana dikehendaki dalam
rumusan visi 2020. Adapun tujuan strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi
2016--2020 adalah sebagai berikut:
KODE TUJUAN STRATEGIS
T 1 Tersedia dan terlayaninya anak berkebutuhan khusus di PAUDNI inklusif
minimal 1 setiap desa/kelurahan/kecamatan.
T 2 Terjaminnya kepastian anak berkebutuhan khusus memperoleh layanan
pendidikan dasar yang bermutu dan berkesetaraan di semua
desa/kelurahan/kecamatan.
T 3 Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus
di pendidikan menengah yang bermutu, relevan dan berkesetaraan di semua
Kecamatan.
T 4 Tersedianya sistem tata kelola yang handal dalam menjamin
terselenggaranya layanan prima pendidikan inklusif.
32
2. Sasaran Strategis
Untuk keperluan pengukuran ketercapaian tujuan strategis pembangunan pendidikan
inklusif diperlukan sejumlah sasaran strategis yang menggambarkan kondisi yang harus
dicapai pada tahun 2020. Sasaran strategis untuk tiap tujuan strategis tersebut adalah
sebagai berikut:
4. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis T 1:
KODE SASARAN STRATEGIS
S1.1 Peningkatan PAUDNI inklusif mencapai 65 % di setiap Desa/Kelurahan
dan minimal 50%
S1. 2 Angka partisipasi kasar anak berkebutuhan khusus masuk ke PAUDNI
inklusif mencapai 65 % dan minimal 50%
S1. 3 Guru pembimbing khusus mencapai 30% dan minimal 20 %
S1. 4 Pelatihan seluruh guru, kepala PAUDNI, pengawas mencapai 60% dan
minimal 45%
5. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis T 2:
KODE SASARAN STRATEGIS
S2.1 SD/MI, SMP/MTS penyelenggara pendidikan inklusif mencapai 60 % dan
sekurang-kurangnya 40 %
S2. 2 Angka partisipasi kasar anak berkebutusan khusus masuk sekolah inklusif
SD/MI, SMP/MTS maksimal 60 % dan minimal 40 %
S2. 3 Peningkatan kompetensi guru reguler, GPK, Kepala Sekolah dan Pengawas
mencapai 60 % dan sekurang-kurangnya 40 %
S2.4 Peningkatan peran sekolah luar biasa sebagai pusat sumber pendidikan
inklusif mencapai 90 % sekurang-kurangnya 80 %
6. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis T 3:
KODE SASARAN STRATEGIS
S3.1 Angka partisipasi kasar anak berkebutuhan khusus terlayani di
SMA/SMK/MA mencapai 60 % sekolah dan sekurang-kurangnya 40 %
S3. 2 SMA/SMK/MA penyelenggara pendidikan inklusif mencapai 60 % dan
sekurang-kurangnya 40 %
S3. 3 Peningkatan kompetensi guru reguler, GPK, Kepala Sekolah dan Pengawas
mencapai 80 % dan sekurang-kurangnya 60 %
S3.4 Penerapan pembelajaran berbasis e-learning mencapai 30% dan minimal
20%
33
7. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis T 4:
KODE SASARAN STRATEGIS
S4.1 Pangkalan data dan informasi anak berkebutuhan khusus di
desa/kelurahan/kecamatan/Kota mencapai 90% dan sekurang-kurangnya 80
%
S4. 2 Termonitoring dan terevaluasinya penyelenggaraan pendidikan inklusif
desa/kelurahan/kecamatan/kota mencapai 90 % dan sekurang-kurangnya 80
%
S4. 3 Bantuan sosial untuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mencapai
10% dan sekurang-kurangnya 5 %.
S4. 4 Penghargaan kepada penyelenggara sekolah inklusif mencapai 4
penghargaan dan sekurang-kurangnya 2 penghargaan.
S4. 5 Penganggaran penyelenggaraan pendidikan inklusif mencapai 0,03 % dari
APBD dan sekurang-kurangnya 0,01 %
S4. 6 Sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat (stake holder) mencapai
90 % dan sekurang-kurangnya 80 %
S4. 7 Regulasi penyelenggaraan pendidikan inklusif mencapai 1 Perda/SK dan
sekurang-kurangnya Perbup.
S5. 8 Kerjasama pengembangan pendidikan inklusif dengan NGOs/LSM/PT atau
stake holder lainnya mencapai 5 dan minimal 3
34
BAB IV
STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN NGAWI TAHUN 2016 - 2020 RENSTRA KEMENDIKNAS 2010 - 2014 23
Strategi dan arah kebijakan pengembangan penyelenggaraan pendidikan inklusif
Kabupaten Ngawi tahun 2016-2020 dirumuskan berdasarkan pada visi, misi, tujuan strategis
pendidikan inklusif, serta mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010--2014 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2005-2025, Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Ngawi 2006-2026, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kabupaten Ngawi tahun 2011-2015, dan Master Plan Pendidikan
2011-2025 Kabupaten Ngawi dan evaluasi capaian pendidikan pendidikan sampai tahun
2014. Strategi dan arah kebijakan ini juga memperhatikan komitmen pemerintah terhadap
konvensi internasional mengenai pendidikan, khususnya Konvensi Dakar tentang Pendidikan
untuk Semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of Child),
Millenium Development Goals (MDGs), dan World SummitonSustainableDevelopment.
Strategi dan arah kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2016--2020 disusun
untuk memberikan arah dan pedoman bagi penyelenggara pendidikan inklusif di Kabupaten
Ngawi terkait dengan cara-cara yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran strategis
yang menggambarkan tujuan-tujuan strategis. Telaah terhadap sasaran-sasaran strategis yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya akan terlihat adanya sejumlah komponen yang
dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan prima pendidikan inklusif. Kebutuhan tersebut
mencakup pendidik dan tenaga kependidikan, pembelajaran dan penilaian, sarana dan
prasarana, pendanaan, dan tata kelola.
Strategi merupakan upaya yang sistematis untuk mencapai tujuan strategis yang telah
ditetapkan melalui pencapaian sasaran-sasaran strategis dari tujuan strategis tersebut. Tiap
strategi menjelaskan komponen-komponen penyelenggaraan layanan pendidikan inklusif
yang harus disediakan untuk mencapai sasaran-sasaran strategis dari tiap tujuan strategis.
Komponen-komponen tersebut meliputi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, sistem pembelajaran, data dan informasi, dana, serta sistem dan prosedur yang
bermutu. Dalam pemilihan strategi juga mempertimbangkan disparitas antar daerah, gender,
sosial ekonomi, serta antar satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.
A. Strategi Pencapaian Tujuan Strategis T1
Tujuan strategis T1, yaitu tersedia dan terlayaninya anak berkebutuhan khusus di
PAUDNI inklusif di Kabupaten Ngawi dicapai dengan menggunakan strategi sebagai
berikut.
(1) Meningkatkan jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif tingkat PAUDNI di
Kabupaten Ngawi
(2) Menerbitkan SK penunjukkan sebagai sekolah inklusi
(3) Penyediaan guru pembimbing khusus PAUDNI berkompeten yang merata di
Kabupaten Ngawi;
(4) Penyediaan manajemen PAUDNI berkompeten yang merata di Kabupaten Ngawi
yang meliputi pemenuhan kepala, pengawas, dan tenaga administrasi yang memahami
pendidikan inklusif;
(5) Penguatan satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif jenjang PAUDNI
melalui PAUDNI model
(6) Penyediaan dan pengembangan sistem pembelajaran dan penilaian yang fleksibel;
35
(7) Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem
pembelajaran PAUDNI inklusi yang berkualitas yang merata di Kabupaten Ngawi
(8) Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan PAUDNI
inklusi yang berkualitas yang merata di Kabupaten Ngawi;
(9) Meningkatkan jumlah kerjasama dengan perguruan tinggi
(10) Meningkatkan jumlah kerjasama dengan NGOs/LSM dan/atau instansi lain yang
relevan
B. Strategi Pencapaian Tujuan Strategis T2
Tujuan strategis T2, yaitu terjaminnya kepastian anak berkebutuhan khusus memperoleh
layanan pendidikan dasar bermutu dan berkesetaraan di semua Kabupaten Ngawi yang
dicapai dengan menggunakan strategi sebagai berikut.
1. Meningkatkan jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif tingkat SD/MI,
SMP/MTs di Kabupaten Ngawi
2. Menerbitkan SK penunjukkan sebagai SD/MI, SMP/MTs inklusi
3. Penyediaan guru pembimbing khusus di SD/MI, SMP/MTs inklusi yang berkompeten
dan merata di Kabupaten Ngawi
4. Penyediaan manajemen SD/MI, SMP/MTs berkompeten yang merata di Kabupaten
Ngawi yang meliputi pemenuhan kepala satuan pendidikan, pengawas, dan tenaga
administrasi yang memahami pendidikan inklusif;
5. Penguatan satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif jenjang SD/MI,
SMP/MTs melalui penunjukkan sekolah model
6. Penyediaan dan pengembangan sistem pembelajaran dan data SD/MI, SMP/MTs
inklusif berbasis IT;
7. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem
pembelajaran SD/MI, SMP/MTs inklusi yang berkualitas dan merata di Kabupaten
Ngawi;
8. Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan SD/MI,
SMP/MTs inklusi yang berkualitas yang merata di Kabupaten Ngawi
9. Meningkatkan jumlah kerjasama dengan perguruan tinggi
10. Meningkatkan jumlah kerjasama dengan NGOs/LSM dan/atau instansi lain yang
relevan
C. Strategi Pencapaian Tujuan Strategis T3
Tujuan strategis T3, yaitu tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus di pendidikan menengah yang bermutu, relevan dan
berkesetaraan di semua Kabupaten Ngawi yang dicapai dengan menggunakan strategi
sebagai berikut;
1. Meningkatkan jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif tingkat
SMA/SMK/MA di Kabupaten Ngawi
2. Menerbitkan SK penunjukkan sebagai SMA/SMK/MA inklusif
3. Penyediaan guru pembimbing khusus di SMA/SMK/MA inklusi yang berkompeten
dan merata di Kabupaten Ngawi;
4. Penyediaan manajemen SMA/SMK/MA inklusif berkompeten yang merata di
Kabupaten Ngawi yang meliputi pemenuhan kepala satuan pendidikan, pengawas,
dan tenaga administrasi yang memahami pendidikan inklusif;
36
5. Penguatan satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif jenjang
SMA/SMK/MA inklusif melalui penunjukkan sekolah model
6. Penyediaan dan pengembangan sistem pembelajaran dan data SMA/SMK/MA
inklusif berbasis IT;
7. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem
pembelajaran SMA/SMK/MA inklusif yang berkualitas dan merata di Kabupaten
Ngawi
8. Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan
SMA/SMK/MA inklusif yang berkualitas yang merata di Kabupaten Ngawi
9. Meningkatkan jumlah kerjasama dengan perguruan tinggi
10. Meningkatkan jumlah kerjasama dengan NGOs/LSM dan/atau instansi lain yang
relevan
D. Strategi Pencapaian Tujuan Strategis T4
Tujuan strategis T4, yaitu tersedianya sistem tata kelola yang handal dalam menjamin
terselenggaranya layanan prima pendidikan inklusif di Kabupaten Ngawi yang dicapai
dengan menggunakan strategi sebagai berikut;
1. Membuat pangkalan data dan informasi anak berkebutuhan khusus di Kabupaten
Ngawi
2. Melakukan survey pendataan anak berkebutuhan khusus berbasis kecamatan dan
Kota.
3. Memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten
Ngawi
4. Memberikan penghargaan kepada Kepala UPTD, Pengawas sekolah, kepala sekolah
dan guru penyelenggara sekolah inklusif.
5. Menerbitkan Perda/Perbup tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif
6. Penyusunan POS penyelenggaraan pendidikan inklusif
7. Penyusunan pedoman pengelolaan pusat sumber
8. Penyusunan panduan dan instrumen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
pendidikan inklusif
9. Penyusunan panduan sekolah model penyelenggara inklusif
10. Penyusunan grand desain penyelenggaraan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi
11. Melakukan sosialisasi pendidikan melalui media cetak, elektronik, televisi, talk
show, seminar
12. Pameran karya dan pentas seni karya anak-anak berkebutuhan khusus sekolah
inklusif.
13. Pembuatan web khusus pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi
37
BAB V
PROGRAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Keberhasilan dari program ini dapat diukur ketercapaian indikator kinerja utama
seperti disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Indikator Kinerja Utama Pendidikan Inklusif KABUPATEN NGAWI Tahun
2016-2020
N
o Indikator Kinerja Utama
Kondi
si
Awal
2015
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020
1 Jumlah ABK di sekolah inklusi 164 400 430 465 540 595
2 Jumlah GPK PAUDNI 0 38 50 65 80 95
3 Jumlah GPK SD/MI 45 80 105 130 145 160
4 Jumlah GPK SMP/MTS 18 21 23 26 30 35
5 Jumlah GPK SMA/SMK/MK 8 13 19 26 34 43
6 Sekolah model inklusi jenjang PAUDNI 0 1 2 3 4 5
7 Sekolah model inklusi jenjang SD/MI 0 1 2 3 4 5
8 Sekolah model inklusi jenjang SMP/MTS 0 1 2 3 4 5
9 Sekolah model inklusi jenjang SMK 0 1 2 3 4 5
10 Peningkatan kompetensi GPK
PAUDNI/SD/MI/ SMA/SMK/MK 60% 75% 80% 85% 95% 100%
11 Jumlah peserta didik ABK penerima bea
siswa 0 100 125 150 175 200
12 Sekolah model inklusif tiap jenjang 0 1 2 3 4 5
13 Pembangunan ruang sumber (resource
room) 0 6 8 10 12 14
14 Sekolah luar biasa/ model sebagai pusat
sumber 3 4 5 5 6 6
15
Pengadaan peralatan khusus dan media
pembelajaran untuk penyelenggaraan
pendidikan inklusif
0 20 50 80 100 150
16 Perda/Peraturan Bupati tentang
pendidikan inklusif 0 1 1 1 1 1
Tim Kelompok kerja Pendidikan Inklusif 1 2 6 10 15 19
17 POS penyelenggaraan pendidikan
inklusif 0 1 2 3 4 5
18 Pedoman pengelolaan pusat sumber 0 1 2 3 4 5
19
Panduan dan instrumen monitoring dan
evaluasi penyelenggaraan pendidikan
inklusif
1 1 1 1 1 1
20 Panduan sekolah model penyelenggara
inklusif 1 1 1 1 1 1
21
Grand desain penyelenggaraan
pendidikan inklusif KABUPATEN
NGAWI
1 1 1 1 1 1
22
Sosialisasi pendidikan melalui media
cetak, elektronik, televisi, talk show,
seminar.
1 2 3 4 5 6
38
N
o Indikator Kinerja Utama
Kondi
si
Awal
2015
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020
23
Pameran karya dan pentas seni karya
anak-anak berkebutuhan khusus sekolah
inklusif
1 2 2 2 2 2
24 Web khusus pendidikan inklusif
Kabupaten Ngawi 1 1 1 1 1 1
25 Kerjasama dengan NGOs/LSM 0 1 2 2 2 2
26 Kerjasama dengan Perguruan Tinggi 0 2 3 4 4 5
27
Penghargaan Pendidikan Inklusif
kepada guru, kepala sekolah,
pengawas, Kepala UPTD, pemerhati
pendidikan inklusif
0 2 3 4 5 6
39
BAB VI
KERANGKA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF
Untuk mendukung keberhasilan yang terukur implementasi program pendidikan inklusif
diatur beberapa hal pendukung sebagai berikut : (i) Strategi Pendanaan Pendidikan
Inklusif; (ii) Sistem Koordinasi, Tata kelola dan Pengawasan Internal; iii) Sistem
Pemantauan dan Evaluasi
A. Strategi Pendanaan Pendidikan Inklusif
Pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi berasal dari
dua sumber yaitu: (1) anggaran Pemerintah APBN (2) anggaran APBD dan dana
masyarakat lainnya seperti: Hibah bersaing dan bantuan sosial.
Sumber dana APBN dipergunakan untuk membayar gaji tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan yang berstatus pegawai negeri. Sedangkan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan yang tidak berstatus pegawai negeri pembayaran gajinya
diambilkan dari dana APBD. Alokasi anggaran rutin didasarkan pada anggaran tahun
lalu yang sudah disesuaikan dengan perubahan jumlah staf dan perubahan kebijakan
umum kepegawaian. Anggaran APBN juga untuk membiayai pembangunan
infrastruktur, fasilitas, peralatan, beasiswa, pemeliharaan dan pengeluaran nonrutin
lainnya. Sedangkan Anggaran APBD juga digunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang tidak dapat dipenuhi dengan anggaran APBN. Mekanisme penganggaran,
Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi harus mengajukan usulan anggaran dengan
membuat Rencana Kerja Anggaran dan kemudian dibahas Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah untuk penetapan dokumen DIPA.
Penerimaan dana masyarakat yaitu APBD, kerjasama dari unit-unit kerja dan lain
sebagainya. Selain itu masih ada peluang penerimaan dari sumber lainnya seperti
penjualan produk, jasa pelayanan pendidikan dan analisis, dan aktivitas jasa publik, serta
dana masyarakat lainnya.
Prediksi pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi
dalam lima tahun mendatang (2016-2020) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.1 Prediksi Jenis dan Besar Dana Penyelenggaraan Pendidikan inklusif
Kabupaten Ngawi Tahun 2016 – 2020
N
o Jenis Dana 2016 2017 2018 2019 2020
1 APBN 442.985.617 572.143.891
604.801.15
8 741.377.297 882.342.573
2 APBD 101.000.000 211.050.000
321.602.50
0 432.682.625 544.316.756
3 Lain-lain 4.056.452 79.000.000
127.000.00
0 127.000.000 117.000.000
Jumlah 548.042.069 862.193.891
1.053.403.6
58
1.301.059.92
2 1.543.659.329
% APBN 80,83 66,36 57,41 56,98 57,16
% APBD 18,43 24,48 30,53 33,26 35,26
% Lain-lain 0,74 9,16 12,06 9,76 7,58
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
40
Berdasar prediksi pendapatan proyeksi sampai tahun 2020, anggaran
penyelenggaraan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi mencapai 743,66 milyar, dengan
sumber dana masih dominan dari APBN. Diharapkan dengan menjalin kerjasama dengan
penyandang dana dari stake holder, akan dapat mendongkrak bantuan masuk ke Dinas
Pendidikan KABUPATEN NGAWISedangkan perkiraan penggunaan dana untuk
mengimplementasikan Restra Pendidkan Inklusif Kabupaten Ngawi dalam lima tahun ke
depan (2016-2020) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.2 Jenis belanja dan Proyeksi Pengeluaran 5 Tahun ke Depan
No Jenis Belanja Tahun
2016 2017 2018 2019 2020
1 Belanja Modal 139.250.095 174.728.130 203.075.844 217.887.264 231.127.029
2 Belanja Barang 183.410.000 230.139.062 267.476.590 286.985.105 304.423.551
3 Belanja Sosial 25.620.363 32.147.900 37.363.543 40.088.668 42.524.627
Sub Jumlah 348.280.458 437.015.092 507.915.977 544.961.037 578.075.207
Menurut proyeksi penggunaan anggaran penyelenggaraan pendidikan inklusif
Kabupaten Ngawi sampai tahun 2020, anggaran untuk belanja pegawai rata-rata
mencapai 22%, belanja modal yang berupa pengadaan bangunan gedung, peralatan
laboratorium dan mesin, serta mebelair mencapai 40% lebih rata-rata per tahun.
Sedangkan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang masuk kelompok belanja
barang rata-rata mencapai 32% dan untuk belanja sosial dalam bentuk beasiswa dan
bantuan belajar mencapai 6%.
B. Sistem Informasi Tata Kelola, dan Pengawasan Internal Untuk mencapai tujuan pendidikan inkluisf Kabupaten Ngawi yang dituangkan
dalam Renstra perlu dilakukan koordinasi secara menyeluruh antar SKBD, unit kerja,
dan lembaga, penataan sistem tata kelola, dan pengawasan internal di lingkungan Dinas
Pendidikan Kabupaten Ngawi Kegiatan koordinasi penyusunan rencana implementasi
Renstra pendidikan inklusif dilakukan melalui forum diskusi antar SKBD dan instansi
lain, rapat penyusunan perencanaan tahunan, dan rapat kerja pimpinan.
74 ENSTRA KEMENDIKNAS 2010 - 2014
1. Tata Kelola
Penyelenggaraan pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi dikoodinir oleh tim
kelompok kerja pendidikan inklusif dengan struktur dasar yang sama untuk semua Kota,
dengan unsur utamanya adalah unsur Dinas pendidikan yang didukung oleh lintas
sektoral Kabupaten Ngawi seperti Dinas Tenaga Kerja, Dinas kesehatan, Bappeda dan
lainnya.
Struktur organisasi kelompok kerja Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi
sebagai tim leader untuk mencapai tujuan melakasanakan secara fleksibel dalam
perencanaan dan pemanfaatan dana yang akuntabel dan tranparansi direfleksikan dalam
penetapan struktur organisasi dan mekanisme kerja yang tepat, jelas, dan normatif. Untuk
melakukan pengawasan terhadap pengelolaan anggaran maka dibentuk pengawas
internal yang diupayakan agar mengedepankan layanan profesional dan tanggung jawab
kepada masyarakat terhadap proses dan produk yang dihasilkan.
41
Untuk mengimplementasikan Renstra menuntut pengembangan sistem tata
kelola tersendiri. Perlu dilakukan penataan terhadap tugas dan tanggung jawab dalam
melaksanakan program dan kegiatan yang ditetapkan untuk mewujudkan sasaran yang
telah ditentukan. Pengembangan sistem tata kelola implementasi Renstra mencakup
kegiatan penyusunan Standar Operasi dan Prosedur (SOP) dalam penyusunan,
sosialisasi, dan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan yang
dituangkan dalam Renstra.
2. Pengendalian dan Pengawasan
Pengendalian terhadap implementasi Renstra dilakukan melalui pengawasan
internal yang merupakan tanggung jawab dari unit utama yang membidangi
pengawasan. Sistem pengawasan internal yang efektif dilakukan melalui pengendalian
operasional dan finansial, manajemen risiko, sistem informasi manajemen, dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Tugas utama unit pengawasan
internal adalah mengevaluasi, menilai dan menganalisis semua aktivitas pelaksanaan
program dan kegiatan pendidikan inklusif terhadap semua peraturan yang berlaku.
Pengawasan internal bertujuan untuk memastikan sistem tata kelola implementasi
Renstra sesuai dengan sistem tata kelola pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya unit
pengawasn internal melakukan audit terhadap program dan kegiatan Renstra pendidikan
inklusif. Pada umumnya pengawasan internal di dalam sektor publik dilaksanakan oleh
dua pihak, yaitu (i) atasan langsung; dan unit pengawasan independen. Pengawasan
atasan langsung termasuk yang dilakukan oleh unit pengawasan di pemerintah daerah
Kabupaten Ngawi Sementara itu, unit pengawasan independen adalah seperti Badan
Pemeriksaan Keuangan Pembangunan (BPKP) Inspektorat Jenderal, dan Badan
Pemeriksa Keuangan.
C. Sistem Pemantauan dan Evaluasi
Sistem monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana strategis ini. Sistem ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian dan
kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dalam Renstra tahun 2016-2020 dengan
hasil yang dicapai berdasarkan kebijakan yang dilaksanakan melalui kegiatan dan/atau
program pendidikan Inklusif di Kabupaten Ngawi secara berkala dan secara
berkesinambungan. Landasan hukum monitoring evaluasi rencana strategis ini adalah (1)
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 50, menyatakan bahwa pemerintah
menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu
pendidikan nasional, (2) Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005, pasal 4,
menyatakan bahwa SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional, dan (3)
Peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010, pasal 96, tentang penjaminan mutu.
Monitoring dan evaluasi dilakukan melalui proses perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan inklusif secara sinergis dan berkesinambungan, sehingga penyelenggaraan
pendidikan inklusif dapat dilaksanakan dengan baik dalam waktu lima tahun yang akan
datang. Apabila dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi ditemukan masalah, maka
secara langsung dapat dilakukan cara mengatasinya dilakukan pembinaan, saran-saran
dan serta melaporkannya secara berkala dan berkelanjutan kepada stakeholders.
Stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Ngawi
adalah pemerintah pusat, provinsi, pemerintah Kota, orang tua siswa, masyarakat luas
(termasuk Du/Di), dewan pendidikan, LSM, para donatur dan birokrat dari berbagai
tingkat pemerintah. Melalui monitoring dan evaluasi dapat diketahui berbagai hal yang
berkaitan dengan tingkat pencapaian indikator kinerja kunci dan tujuan, hambatan, serta
42
tantangan dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan inklusif. Agar
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat berjalan dengan baik maka perlu
mendasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Kejelasan tujuan dan hasil yang diperoleh dari monitoring dan evaluasi;
2. Pelaksanaan dilakukan secara objektif, artinya harus ada unsur independen bagi
tim yang melakukan monev;
3. Petugas monev harus memahami konsep, teori dan proses serta berpengalaman
dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi agar hasilnya sahih dan handal;
4. Pelaksanaan dilakukan secara terbuka (transparan), sehingga pihak
berkepentingan dapat mengetahui dan hasilnya dapat dilaporkan kepada
stakeholders melalui berbagai cara;
5. Melibatkan berbagai pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan secara
proaktif (partisipatif);
6. Pelaksanaannya dapat di pertanggungjawabkan secara internal dan eksternal
(akuntabel);
7. Mencakup seluruh objek agar dapat manggambarkan secara utuh kondisi dan
situasi sasaran monitoring dan evaluasi (komprehensif);
8. Pelaksanaan dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan pada saat yang
tepat agar tidak kehilangan momentum yang sedang terjadi;
9. Dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan;
10. Berbasis indikator kinerja, yaitu harus berdasarkan kriteria/indikator yang
dikembangkan berdasarkan kebijakan Dinas Pendidikan KABUPATEN NGAWI;
11. Efektif dan efisien, artinya target monitoring dan evaluasi dicapai dengan
menggunakan sumber daya yang ketersediaanya terbatas dan sesuai dengan yang
direncanakan.
D. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi mencakup semua aspek yang telah
direncanakan dalam dokumen Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi tahun 2016-
2020. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan minimal oleh dua tim monitoring dan
evaluasi internal dari Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi yang bekerja sama secara
sinergis dengan tim satuan pengawas internal (SPI).
43
BAB VII
PENUTUP
Rencana strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi tahun 2016-2020 disusun
berdasarkan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Rencana strategis
Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi disusun melalui berbagai tahapan mulai dari
brainstorming yang melibatkan unsur Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan lintas
sektoral, penyusunan draft, validasi internal dan eksternal serta mempertimbangan aspek
kondisi riil pencapaian pendidikan inklusif. Dengan demikian rencana strategis pendidikan
inklusif sudah mencakup aspek-aspek tugas, fungsi dan tanggung jawab Dinas Pendidikan
Kabupaten Ngawi dan mengakomodasi kepentingan masyarakat Kabupaten Ngawi serta
mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang.
Rencana strategis Pendidikan Inklusif Kabupaten Ngawi tahun 2016-2020 menjabarkan
secara utuh Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Indikator-indikator pencapaian yang dapat di
ukur secara kuantitatif dan kualitiatif selama kurun waktu lima tahun ke depan secara
akuntabel dan transparan.
Rencana strategis harus menjadi pedoman dalam pencapaian implementasi Pendidikan
Inklusif di Kabupaten Ngawi selama tahun 2016-2020, acuan resmi bagi SKPD dalam
menyusun Rencana Kerja (tahunan), koordinasi perencanaan pembangunan lintas sektoral di
bidang pendidikan, laporan tahunan dan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
(LAKIP).
Rencana strategis diharapkan dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat
Kabupaten Ngawi dalam pengembangan pendidikan inklusif, dengan demikian masyarakat
akan terlibat secara aktif dan konstruktif. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan inklusif akan dapat mendorong percepatan pengentasan pendidikan wajib belajar
12 tahun khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak lain yang belum
sempat mendapatkan akses pendidikan di sekolah reguler seperti; anak jalanan, anak
penderita HIV/AIDS, korban narkoba, korban gempa dan lainnya.
44
RUJUKAN
Rencana Strategis Pendidikan Kabupaten Ngawi 2011 - 2016
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019
Rencana Strategis Universitas Negeri Surabaya tahun 2011 – 2015
Direktorat PPK-LK Dikdas.2012. Strategi Pembudayaan Pendidikan Inklusif
45
LAMPIRAN ................. Sekolah Penylenggara Inklusif
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif Kabupaten Ngawi sampai dengan 2015
sejumlah 23 satuan pendidikan terdiri dari: Sekolah Dasar, SMP dan SMK. Data secara
rinci sebagai berikut :
Tabel 2.21
Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kabupaten Ngawi
No Sekolah Alamat
1 SDN Sawo Ds Sawo Kec. Karangjati Kab. Ngawi
2 SDN Sumengko Ds Sumengko Kec. Kwadungan Kab Ngawi
3 SDN Pelangkidul Ds Pelangkidul Kec. Kedunggalar Kab Ngawi
4 SDN Jenggrik 4 Ds Jenggrik Kec. Kedunggalar Kab Ngawi
5 SDN Gendingan 1 Ds Gendingan Kec. Widodaren Kab Ngawi
6 SDN Setono 1 Ds. Setono Kec Ngrambe Kab. Ngawi
7 SDN Kuniran 1 Ds Kuniran Kec. Sine Kab Ngawi
8 SDN Tanjungsari 1 Ds Tanjunsari Kec. Jogorogo Kab Ngawi
9 SDN Paras 1 Ds Paras Kec. Pangkur Kab Ngawi
10 SDN Mantingan 4 Ds Mantingan Kec. Mantingan Kab Ngawi
11 SDN Watualang 3 Ds Watualang Kec/Kab Ngawi
12 SDN Sekarjati 1 Ds, Sekarjati Kec. Karanganyar Kab Ngawi
13 SDN Pelem 1 Ds. Pelem Kec Ngawi Kab. Ngawi
14 SDN Pohkonyal Ds Pohkonyal Kec. Pangkur Kab. Ngawi
15 SDN Teguhan 1 Ds Teguhan Kec. Paron kab. Ngawi
16 SMPN 3 Karangjati Kec. Karangjati Kab. Ngawi
17 SMPN 1 Pitu Ds. Ngancar Kec Pitu Kab Ngawi
18 SMPN 1 Kedunggalar 1 Ds, Kedunggalar Kec. Kedunggalar kab Ngawi
19 SMPN 3 Ngrambe Ds. Ngrambe Kec. Ngrambe Kab. Ngawi
20 SMPN 2 Paron Ds. Paron Kec. Paron Kab. Ngawi
21 SMP Nur Yusuf Ds. Jogorogo Kec. Jogorogo Kab Ngawi
22 SMKN 1 Sine Ds. Sine Kec. Sine Kab. Ngawi
23 SMK PGRI 6 Ngawi Ds. Klitik Kec/Kab. Ngawi
46