relevansi pancasila sebagai ideologi terbuka di era globalisasi(1)

15
RELEVANSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DI ERA GLOBALISASI A. Latar Belakang Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipat gandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Disintegrasi negara- negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver, Balasuriya, Chandran), Neo- Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro- Amerika di Dunia Ketiga. Hal yang harus di pahami seiring dengan perkembangan globalisasi dewasa ini, hal ini sangat urgen mengingat globalisasi sendiri sudah tidak mungkin di hindari, globalisasi bisa di artikan sebagai suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling

Upload: riani-natalina

Post on 24-Jul-2015

267 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

RELEVANSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DI ERA GLOBALISASI

A. Latar Belakang

Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang

menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi

keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan

disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipat gandakan akselerasi

komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Disintegrasi negara-negara komunis yang

mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan

yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan

ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver,

Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan).

Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia

Ketiga.

Hal yang harus di pahami seiring dengan perkembangan globalisasi dewasa ini, hal

ini sangat urgen mengingat globalisasi sendiri sudah tidak mungkin di

hindari, globalisasi bisa di artikan sebagai suatu proses di mana antarindividu,

antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi

satu sama lain yang melintasi tapal batas negara, untuk itulah kita harus siap dengan

konsekuensi yang di bawa oleh arus globalisasi.

Sebenarnya disatu sisi globalisasi memang membawa dampak positif tetapi di sisi

lain globalisasi juga membawa dampak negatif bagi dunia-dunia ketiga seperti Indonesia.

Berikut ini beberapa contoh dampak negatif globalisasi: :

a. Pola Hidup Konsumtif

Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat

melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan

banyak pilihan yang ada, jika hal semacam ini tidak terkontrol maka bukan tidak mungkin

pola hidup konsumtif menjadi keniscahyaan

b. Sikap Individualistik

Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak

lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas. Kadang mereka lupa bahwa mereka

adalah makhluk sosial .

c. Gaya Hidup Kebarat-baratan

Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang

mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan

bebas remaja, dan lain-lain.

d. Kesenjangan Sosial

Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat

mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah

antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan

sosial.

Ciri demikian kini mulai banyak terlihat pada masyarakat Indonesia, bahkan mulai

merambah ke kehidupan masyarakat pedesaan sekalipun yang biasanya sedikit terisolir dari

perkembangan zaman. Tentu kondisi ini adalah bentuk kehidupan yang bertentangan dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang menjunjung tinggi kebersamaan, gotong-

royong, keadilan dan nilai positif lainnya. Meskipun dalam kenyataannya Pancasila juga

sebagai ideologi terbuka, yang berinteraksi dengan perkembangan zaman tetapi kehidupan

yang hedonis, kapitalis, individualis yang disebarkan melalui globalisasi bertentangan

dengan nilai-nilai luhur yang dianut Indonesia. Untuk itu relevansi Pancasila sebagai ideologi

terbuka yang nilai-nilai maupun cita-citanya tidak dipaksakan dari luar patut dipertanyakan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana relevansi Pancasila sebagai ideologi terbuka di era globalisasi?

C. Pembahasan

Globalisasi – yang terjadi karena kemajuan teknologi dan kapitalisme – sebagai bagian

dari modernisasi ibarat pedang bermata dua. Ada dampak positif yang dapat kita petik

sementara di sisi lain ada dampak negatif yang mengancam kita. Lalu, bagaimana seharusnya

bangsa Indonesia menyiasati arus globalisasi ini?

Globalisasi

Apa yang sebenarnya dimaksud dengan globalisasi? Ada beragam definisi yang dapat

kita temukan berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Dalam situswikipedia, globalisasi adalah

sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan

antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,

budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara

menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu,

antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi

satu sama lain yang melintasi batas negara. Dalam pengertian

tersebut, wikipedia menambahkan bahwa globalisasi mempunyai banyak karakteritik yang

sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah tersebut sering dipertukarkan. Namun,

istilah globalisasi sering dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas

negara.

Sementara itu, Riza Noer Arfani, akademisi Hubungan Internasional Universitas Gajah

Mada (UGM) menyatakan globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya

kehidupan masyarakat domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Untuk

memperjelas pengertiannya tersebut, Arfani menyatakan bahwa pertukaran barang dan jasa,

pertukaran dan perkembangan ide-ide m engenai demokratisasi, hak asasi manusia dan

lingkungan hidup, migrasi, dan berbagai fenomena human trafficking yang melintas batas-

batas lokalitas dan nasional kini merupakan fenomena umum yang berlangsung hingga ke

tingkat komunitas paling lokal sekalipun. Pendek kata, komunitas domestik atau lokal kini

adalah bagian dari rantai perdagangan, pertukaran ide dari perusahaan transnasional.

Slamet Sutrisno memiliki pandangan secara umum dampak dari globalisasi terhadap

sebuah kebudayaan. Menurutnya, globalisasi mencakup mata kehidupan yang amat luas

dengan berbagai dampaknya yang mendalam. Globalisasi tidak hanya berkaitan dengan

bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, tetapi sekaligus berkaitan dengan matra filsafat dan

ideologi. Semua itu akan bermuara pada matra sosial budaya sehingga sering kali dikatakan

bahwa bangsa-bangsa kini hidup dalam zaman globalisasi budaya atau kebudayaan. Bila

dikatakan globalisasi budaya maka hal itu akan melibatkan dimensi nilai-nilai kehidupan

manusia. Pada proses ini, berlangsung pula gerak saling memengaruhi di bidang nilai antara

bangsa yang satu dengan yang lainnya, yang selanjutnya berproses dalam akulturasi atau

sinkretisme. Dikatakan akulturasi apabila proses tersebut berlangsung dengan mulus sampai

ke sisi dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya, apabila hanya mencapai lapis-lapis luarnya

maka hal itu disebut sinkretisme. Pengaruh-pengaruh globalisasi yang demikianlah yang

kerap kali dianggap mengkhawatirkan.

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila memiliki dua hal yang harus dimiliki oleh ideologi yang terbuka yaitu cita –

cita yang ( nilai ) bersumber dari kehidupan budaya masyarakat itu sendiri. Pancasila berasal

dari bangsa Indonesia sendiri bukan bangsa lain. Pancasila merupakan wadah / sarana yang

dapat mempersatukan bangsa itu sendiri karena memiliki falsafah dan kepribadian yang

mengandung nilai – nilai luhur dan hukum. Pancasila juga memiliki cita – cita moral dan

merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila juga

memiliki fleksibel dan kelenturan kepekaan kepada perkembangan jaman. Sehingga nilai –

nilai Pancasila tidak akan berubah dari zaman ke zaman. Dan Pancasila harus memiliki

kesinambungan atau saling interaksi dengan masyarakat nya. Maka, apa yang menjadi tujuan

negara dapat tercapai tanpa adanya pertentangan. Semua orang tanpa terkecuali harus

mengerti dan paham betul tentang tujuan yang ada dalam Pancasila tersebut. Dengan

demikian secara ideal konseptual, Pancasila adalah ideologi, kuat, tangguh, bermutu tinggi

dan tentunya menjadi acuan untuk semangat bangsa Indonesia.

Bukti Pancasila adalah ideologi terbuka :

Pancasila memiliki pandangan hidup dan tujuan serta cita – cita masyarakat Indonesia

Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan

nasional

Pengalaman sejarah bangsa Indonesia

Terjadi atas dasar keinginan bangsa ( masyarakat ) Indonesia sendiri tanpa campur

tangan atau paksaan dari sekelompok orang

Isinya tidak operasional

Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai –

nilai Pancasila

Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua masyarakat yang memiliki

latar belakang dan budaya yang berbeda.

FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA

Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai

berikut :

a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang

berkembang secara cepat.

b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku

dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.

c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.

d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi

dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan

nasional.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang

berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada

tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana

mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa

pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma

– norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai

atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau

diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok

dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan

nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat

yang sama dengan nilai dasarnya.

Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang

memiliki tiga dimensi penting yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idealisme dan Dimensi

Fleksibilitas.

Pancasila dan Globalisasi

Menurut Soediman Kartohadiprodjo seperti diungkapkan Sutrisno, intisari filsafat

Pancasila adalah kekeluargaan. Dalam Pancasila terdapat suatu kesatuan dalam perbedaan

dan perbedaan dalam kesatuan. Hal tersebut muncul dalam Pancasila sebagai representasi

dari nilai-nilai adat di antara suku-suku yang ada di Indonesia. Setiap suku rupanya memang

selalu menerapkan asas kekeluargaan yang tercermin dalam bagaimana anggota suku

menjalani kesehariannya.

Hal tersebut tentu sangat berseberangan dengan pandangan kapitalis. Tengoklah

bagaimana sistem pasar bebas bekerja sebagai produk dari kapitalisme. Cogswell

memaparkan pendapat Chomsky mengenai sistem pasar bebas di Amerika. Di Amerika,

sistem pasar bebas diperlakukan sebagai prinsip yang sakral. Semua masalah ekonomi

dikatakan akan sembuh dengan memfungsikan pasar bebas yang melalui persaingan alamiah,

akan menyebabkan produk terbaik dan harga terbaik mengemuka untuk kebaikan semua

orang. Pasar bebas selalu membuat pilihan terbaik dan akan membentuk masyarakat yang

paling sempurna. Menurut Chomsky, dengan melihat lebih dekat pada bagaimana sistem

ekonomi berfungsi, siapa yang membayar pajak, dan bagaimana uang pajak dibelanjakan,

siapa yang mendapat subsidi dan siapa yang tidak, tersingkaplah kenyataan bahwa sistem

pasar bebas hanyalah teori yang tak ada dalam realitas dalam konteks mensejahterakan

masyarakat. Pada akhirnya sistem pasar bebas hanya menguntungkan individu-individu

tertentu.

Pendapat Hatta yang dimuat di koran Daulat Ra’jat pada 20 September 1931 itu

rupanya masih relevan hingga saat ini mengingat bagaimana efek dari apa yang Hatta sebut

‘kepincangan’ demokrasi Barat. Untuk itu, Hatta menawarkan pilihan untuk membangun

demokrasi berdasarkan paham kebersamaan dan kekeluargaan, khususnya

musyawarah/mufakat dalam kehidupan politik dan tolong-menolong melalui koperasi dalam

kehidupan ekonomi.

Jelaslah bahwa kapitalisme yang menitikberatkan pada persaingan dan individualisme

tidaklah sejalan dengan Pancasila yang berintikan kekeluargaan dan kolektivitas. Dalam

kehidupan sehari-hari, kiita mengenal istilah gotong royong yang mana berarti ‘aku’ dinilai

eksistensinya berdasarkan perannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Hal tersebut membuat Drijarkara mengatakan bahwa filsafat Pancasila berbasis pada

cinta kasih terhadap sesama. Eksistensi manusia tidak lain adalah koeksistensi, saling

membutuhkan sebagai mitra dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Posisi partner tidak

menomorsatukan persaingan atau konflik melainkan kemitraan dan kerjasama.

Lalu, bagaimana Pancasila menanggapi tekanan arus globalisasi? A.M.W Pranarka

melihat adanya tiga kapasitas Pancasila yang pokok. Pertama, Pancasila sebagai pandangan

hidup bangsa yang berisi sistem nilai keindonesiaan yang telah berkembang secara

akulturatif selama ribuan tahun. Ini berarti bahwa Pancasila adalah suatu sistem budaya yang

merupakan sari dari sistem-sistem budaya yang diwarisi secara turun-temurun oleh setiap

masyarakat Indonesia.Kedua, Pancasila sebagai dasar negara atau asas kerohanian negara di

mana kapasitas ini menjadi acuan disusunnya Undang-Undang Dasar negara dan dijabarkan

ke dalam berbagai konstitusi lainnya.Ketiga, Pancasila sebagai ideologi nasional berarti

segenap warga negara memiliki keniscayaan untuk menghayati nilai-nilai Pancasila sebagai

pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sebagai sebuah ideologi, Pancasila bukanlah ideologi tertutup melainkan

dikembangkan sebagai ideologi terbuka sejalan dengan keterbukaan budaya. Dengan

demikian, Pancasila berciri dinamis, mau menerima berbagai unsur lokal dan modern sejauh

tidak bertentangan dengan sila-silanya.

Dalam pengertian tersebut, Pancasila menjadi sebuah gerbang penyaring dalam

menghadapi arus globalisasi. Apabila memahami globalisasi dari sudut pandang

determinisme teknologi, dalam era globalisasi sebagai proses pembentukan global village,

bangsa Indonesia yang berperspektif Pancasila turut menjadi global villager dengan

membawa semangat kesetiakawanan sosial.

Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi dalam Era Globalisasi

Dari beberapa uraian di atas, pada intinya ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat

berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Itu artinya bahwa

bagaimanapun keadaan zaman, bagaimanapun perkembangan yang ada di dunia, Pancasila

akan selalu relevan. Demikian pula dengan adanya globalisasi, ideologi Pancasila dengan

kefleksibelannya masih dapat digunakan sebagai pedoman hidup. Karena pada dasarnya

Pancasila bersifat open minded terhadap perkembangan zaman.

Akan tetapi ciri khas dari ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya

tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan

budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakatnya, tidak diciptakan

oleh Negara, melainkan ditemukan dalam masyarakatnya sendiri. Inilah yang perlu digaris

bawahi dari keterbukaan yang dimaksud dalam Pancasila. Keterbukaan yang dimaksud

dalam Pancasila tidak berarti bahwa apapun yang terjadi dalam perkembangan zaman akan

diterima begitu saja. Melainkan harus dipilah-pilah terlebih dahulu mana yang sesuai dengan

kepribadian bangsa Indonesia mana yang tidak. Karena seperti yang diuraikan sebelumnya,

ide globalisasi merupakan hasil pemikiran barat, dimana kehidupan masyarakat barat pun

banyak yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia sebagai masyarakat timur.

Sehingga tidaklah benar bila dengan alasan Ideologi Pancasila bersifat terbuka sehingga kita

memasukkan segala hal dalam kehidupan kita.

Namun apa yang terjadi sekarang, Pancasila sebagai sebuah ideologi hanya seperti

sebuah formalitas. Ia ada hanya menjadi sebuah pelengkap, tetapi perjalanan hidup

masyarakatnya sendiri terkadang jauh dari nilai-nilai Pancasila. Terkadang bukan salah

masyarakat sendiri, tetapi juga salah pemerintah yang kurang menanamkan dan memberi

teladan penerapan nilai-nilai Pancasila pada masyarakatnya. Apalagi dengan semakin

berkembangnya teknologi yang semakin memudahkan manusia untuk berinteraksi dengan

masyarakat luar, masuknya paham, nilai, pandangan, doktrin yang tidak sesuai dengan

kepribadian bangsa Indonesia masuk tanpa tameng-tameng. Maka tidaklah mengherankan

bila dengan alasan globalisasi kini masyarakat Indonesia berperilaku jauh dari nilai-nilai

luhur Pancasila.

Sehingga pada hakikatnya sampai kapanpun Pancasila akan tetap relevan dengan

perkembangan zaman, hanya saja tingkat relevan atau tidaknya tergantung nilai-nilai yang

terkadung di dalamnya diamalkan oleh masyarakttanya atau tidak.

D. Penutup

Dalam sudut pandang determinisme teknologi, globalisasi berdiri atas dasar kemajuan

teknologi sebagai bagian modernisme. Hal tersebut berimplikasi pada bagaimana kehidupan

manusia terbentuk. Dalam hal ini, teknologi komunikasi membentuk fenomena-fenomena

yang terjadi di masyarakat saat ini karena komunikasi adalah sebuah proses primer di mana

terjadi transaksi informasi yang memiliki efek tertentu di dalam segala aspek kehidupan

manusia.

Ada hal-hal yang perlu disaring secara ketat dari arus globalisasi yang berlangsung saat

ini. Budaya globalisasi adalah budaya beresiko besar yang menghilangkan pribadi manusia

dengan segala jati diri dan keunikannya selaku insan yang berarti terseret ke dalam

materialisme.

Namun, hal ini bukan berarti dengan serta merta kita menolak globalisasi. Pada

dasarnya globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dibendung. Meskipun demikian, kita

diberkati kemampuan nalar yang dapat digunakan secara bijak untuk menghadapi globalisasi

sambil mempertahankan nilai-nilai yang kita anggap baik dan benar.Melalui kacamata

Pancasila, sudah seharusnya kita mampu secara bijaksana mengambil hal-hal positif dari

globalisasi sekaligus berusaha untuk meminimalisasi pengaruh buruk dari globalisasi

tersebut.

Pancasila merupakan suatu cara pandang yang disusun dari nilai-nilai luhur budaya

Timur. Di situ tersimpan pertimbangan-pertimbangan nurani yang menjadi pedoman bagi

manusia Indonesia untuk menjalani kehidupannya. Pancasila dapat digunakan untuk meraih

kebahagian sebagai tujuan manusia dalam kehidupannya seperti diungkapkan oleh

Aristoteles.

Tentu saja, standar kebahagiaan setiap manusia berbeda. Kebahagiaan yang berusaha

diraih Pancasila adalah kebahagiaan kolektif di mana kebahagiaan spiritualis tertinggi akan

kita dapat ketika kita merasakannya bersama-sama dengan orang lain di sekitar kita.

DAFTAR PUSTAKA

http://tugasgw.wordpress.com/2009/07/11/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/

http://artikel.sabda.org/globalisasi

http://ipoetmedia.blogspot.com/2010/07/dampak-negatif-globalisasi.html

http://afand.abatasa.com/post/detail/2761/dampak-positif-dan-dampak-negatif--

globalisasi-dan-modernisasi