relevansi pancasila sebagai ideologi terbuka di era globalisasi(1)
TRANSCRIPT
RELEVANSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DI ERA GLOBALISASI
A. Latar Belakang
Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang
menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi
keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan
disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipat gandakan akselerasi
komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Disintegrasi negara-negara komunis yang
mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan
yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan
ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver,
Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan).
Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia
Ketiga.
Hal yang harus di pahami seiring dengan perkembangan globalisasi dewasa ini, hal
ini sangat urgen mengingat globalisasi sendiri sudah tidak mungkin di
hindari, globalisasi bisa di artikan sebagai suatu proses di mana antarindividu,
antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi
satu sama lain yang melintasi tapal batas negara, untuk itulah kita harus siap dengan
konsekuensi yang di bawa oleh arus globalisasi.
Sebenarnya disatu sisi globalisasi memang membawa dampak positif tetapi di sisi
lain globalisasi juga membawa dampak negatif bagi dunia-dunia ketiga seperti Indonesia.
Berikut ini beberapa contoh dampak negatif globalisasi: :
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat
melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan
banyak pilihan yang ada, jika hal semacam ini tidak terkontrol maka bukan tidak mungkin
pola hidup konsumtif menjadi keniscahyaan
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak
lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas. Kadang mereka lupa bahwa mereka
adalah makhluk sosial .
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang
mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan
bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat
mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah
antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan
sosial.
Ciri demikian kini mulai banyak terlihat pada masyarakat Indonesia, bahkan mulai
merambah ke kehidupan masyarakat pedesaan sekalipun yang biasanya sedikit terisolir dari
perkembangan zaman. Tentu kondisi ini adalah bentuk kehidupan yang bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang menjunjung tinggi kebersamaan, gotong-
royong, keadilan dan nilai positif lainnya. Meskipun dalam kenyataannya Pancasila juga
sebagai ideologi terbuka, yang berinteraksi dengan perkembangan zaman tetapi kehidupan
yang hedonis, kapitalis, individualis yang disebarkan melalui globalisasi bertentangan
dengan nilai-nilai luhur yang dianut Indonesia. Untuk itu relevansi Pancasila sebagai ideologi
terbuka yang nilai-nilai maupun cita-citanya tidak dipaksakan dari luar patut dipertanyakan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana relevansi Pancasila sebagai ideologi terbuka di era globalisasi?
C. Pembahasan
Globalisasi – yang terjadi karena kemajuan teknologi dan kapitalisme – sebagai bagian
dari modernisasi ibarat pedang bermata dua. Ada dampak positif yang dapat kita petik
sementara di sisi lain ada dampak negatif yang mengancam kita. Lalu, bagaimana seharusnya
bangsa Indonesia menyiasati arus globalisasi ini?
Globalisasi
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan globalisasi? Ada beragam definisi yang dapat
kita temukan berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Dalam situswikipedia, globalisasi adalah
sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan
antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara
menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu,
antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi
satu sama lain yang melintasi batas negara. Dalam pengertian
tersebut, wikipedia menambahkan bahwa globalisasi mempunyai banyak karakteritik yang
sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah tersebut sering dipertukarkan. Namun,
istilah globalisasi sering dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas
negara.
Sementara itu, Riza Noer Arfani, akademisi Hubungan Internasional Universitas Gajah
Mada (UGM) menyatakan globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya
kehidupan masyarakat domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Untuk
memperjelas pengertiannya tersebut, Arfani menyatakan bahwa pertukaran barang dan jasa,
pertukaran dan perkembangan ide-ide m engenai demokratisasi, hak asasi manusia dan
lingkungan hidup, migrasi, dan berbagai fenomena human trafficking yang melintas batas-
batas lokalitas dan nasional kini merupakan fenomena umum yang berlangsung hingga ke
tingkat komunitas paling lokal sekalipun. Pendek kata, komunitas domestik atau lokal kini
adalah bagian dari rantai perdagangan, pertukaran ide dari perusahaan transnasional.
Slamet Sutrisno memiliki pandangan secara umum dampak dari globalisasi terhadap
sebuah kebudayaan. Menurutnya, globalisasi mencakup mata kehidupan yang amat luas
dengan berbagai dampaknya yang mendalam. Globalisasi tidak hanya berkaitan dengan
bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, tetapi sekaligus berkaitan dengan matra filsafat dan
ideologi. Semua itu akan bermuara pada matra sosial budaya sehingga sering kali dikatakan
bahwa bangsa-bangsa kini hidup dalam zaman globalisasi budaya atau kebudayaan. Bila
dikatakan globalisasi budaya maka hal itu akan melibatkan dimensi nilai-nilai kehidupan
manusia. Pada proses ini, berlangsung pula gerak saling memengaruhi di bidang nilai antara
bangsa yang satu dengan yang lainnya, yang selanjutnya berproses dalam akulturasi atau
sinkretisme. Dikatakan akulturasi apabila proses tersebut berlangsung dengan mulus sampai
ke sisi dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya, apabila hanya mencapai lapis-lapis luarnya
maka hal itu disebut sinkretisme. Pengaruh-pengaruh globalisasi yang demikianlah yang
kerap kali dianggap mengkhawatirkan.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila memiliki dua hal yang harus dimiliki oleh ideologi yang terbuka yaitu cita –
cita yang ( nilai ) bersumber dari kehidupan budaya masyarakat itu sendiri. Pancasila berasal
dari bangsa Indonesia sendiri bukan bangsa lain. Pancasila merupakan wadah / sarana yang
dapat mempersatukan bangsa itu sendiri karena memiliki falsafah dan kepribadian yang
mengandung nilai – nilai luhur dan hukum. Pancasila juga memiliki cita – cita moral dan
merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila juga
memiliki fleksibel dan kelenturan kepekaan kepada perkembangan jaman. Sehingga nilai –
nilai Pancasila tidak akan berubah dari zaman ke zaman. Dan Pancasila harus memiliki
kesinambungan atau saling interaksi dengan masyarakat nya. Maka, apa yang menjadi tujuan
negara dapat tercapai tanpa adanya pertentangan. Semua orang tanpa terkecuali harus
mengerti dan paham betul tentang tujuan yang ada dalam Pancasila tersebut. Dengan
demikian secara ideal konseptual, Pancasila adalah ideologi, kuat, tangguh, bermutu tinggi
dan tentunya menjadi acuan untuk semangat bangsa Indonesia.
Bukti Pancasila adalah ideologi terbuka :
Pancasila memiliki pandangan hidup dan tujuan serta cita – cita masyarakat Indonesia
Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan
nasional
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia
Terjadi atas dasar keinginan bangsa ( masyarakat ) Indonesia sendiri tanpa campur
tangan atau paksaan dari sekelompok orang
Isinya tidak operasional
Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai –
nilai Pancasila
Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua masyarakat yang memiliki
latar belakang dan budaya yang berbeda.
FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai
berikut :
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang
berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku
dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi
dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan
nasional.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang
berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada
tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana
mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa
pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma
– norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai
atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau
diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok
dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan
nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang
memiliki tiga dimensi penting yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idealisme dan Dimensi
Fleksibilitas.
Pancasila dan Globalisasi
Menurut Soediman Kartohadiprodjo seperti diungkapkan Sutrisno, intisari filsafat
Pancasila adalah kekeluargaan. Dalam Pancasila terdapat suatu kesatuan dalam perbedaan
dan perbedaan dalam kesatuan. Hal tersebut muncul dalam Pancasila sebagai representasi
dari nilai-nilai adat di antara suku-suku yang ada di Indonesia. Setiap suku rupanya memang
selalu menerapkan asas kekeluargaan yang tercermin dalam bagaimana anggota suku
menjalani kesehariannya.
Hal tersebut tentu sangat berseberangan dengan pandangan kapitalis. Tengoklah
bagaimana sistem pasar bebas bekerja sebagai produk dari kapitalisme. Cogswell
memaparkan pendapat Chomsky mengenai sistem pasar bebas di Amerika. Di Amerika,
sistem pasar bebas diperlakukan sebagai prinsip yang sakral. Semua masalah ekonomi
dikatakan akan sembuh dengan memfungsikan pasar bebas yang melalui persaingan alamiah,
akan menyebabkan produk terbaik dan harga terbaik mengemuka untuk kebaikan semua
orang. Pasar bebas selalu membuat pilihan terbaik dan akan membentuk masyarakat yang
paling sempurna. Menurut Chomsky, dengan melihat lebih dekat pada bagaimana sistem
ekonomi berfungsi, siapa yang membayar pajak, dan bagaimana uang pajak dibelanjakan,
siapa yang mendapat subsidi dan siapa yang tidak, tersingkaplah kenyataan bahwa sistem
pasar bebas hanyalah teori yang tak ada dalam realitas dalam konteks mensejahterakan
masyarakat. Pada akhirnya sistem pasar bebas hanya menguntungkan individu-individu
tertentu.
Pendapat Hatta yang dimuat di koran Daulat Ra’jat pada 20 September 1931 itu
rupanya masih relevan hingga saat ini mengingat bagaimana efek dari apa yang Hatta sebut
‘kepincangan’ demokrasi Barat. Untuk itu, Hatta menawarkan pilihan untuk membangun
demokrasi berdasarkan paham kebersamaan dan kekeluargaan, khususnya
musyawarah/mufakat dalam kehidupan politik dan tolong-menolong melalui koperasi dalam
kehidupan ekonomi.
Jelaslah bahwa kapitalisme yang menitikberatkan pada persaingan dan individualisme
tidaklah sejalan dengan Pancasila yang berintikan kekeluargaan dan kolektivitas. Dalam
kehidupan sehari-hari, kiita mengenal istilah gotong royong yang mana berarti ‘aku’ dinilai
eksistensinya berdasarkan perannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal tersebut membuat Drijarkara mengatakan bahwa filsafat Pancasila berbasis pada
cinta kasih terhadap sesama. Eksistensi manusia tidak lain adalah koeksistensi, saling
membutuhkan sebagai mitra dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Posisi partner tidak
menomorsatukan persaingan atau konflik melainkan kemitraan dan kerjasama.
Lalu, bagaimana Pancasila menanggapi tekanan arus globalisasi? A.M.W Pranarka
melihat adanya tiga kapasitas Pancasila yang pokok. Pertama, Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa yang berisi sistem nilai keindonesiaan yang telah berkembang secara
akulturatif selama ribuan tahun. Ini berarti bahwa Pancasila adalah suatu sistem budaya yang
merupakan sari dari sistem-sistem budaya yang diwarisi secara turun-temurun oleh setiap
masyarakat Indonesia.Kedua, Pancasila sebagai dasar negara atau asas kerohanian negara di
mana kapasitas ini menjadi acuan disusunnya Undang-Undang Dasar negara dan dijabarkan
ke dalam berbagai konstitusi lainnya.Ketiga, Pancasila sebagai ideologi nasional berarti
segenap warga negara memiliki keniscayaan untuk menghayati nilai-nilai Pancasila sebagai
pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai sebuah ideologi, Pancasila bukanlah ideologi tertutup melainkan
dikembangkan sebagai ideologi terbuka sejalan dengan keterbukaan budaya. Dengan
demikian, Pancasila berciri dinamis, mau menerima berbagai unsur lokal dan modern sejauh
tidak bertentangan dengan sila-silanya.
Dalam pengertian tersebut, Pancasila menjadi sebuah gerbang penyaring dalam
menghadapi arus globalisasi. Apabila memahami globalisasi dari sudut pandang
determinisme teknologi, dalam era globalisasi sebagai proses pembentukan global village,
bangsa Indonesia yang berperspektif Pancasila turut menjadi global villager dengan
membawa semangat kesetiakawanan sosial.
Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi dalam Era Globalisasi
Dari beberapa uraian di atas, pada intinya ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat
berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Itu artinya bahwa
bagaimanapun keadaan zaman, bagaimanapun perkembangan yang ada di dunia, Pancasila
akan selalu relevan. Demikian pula dengan adanya globalisasi, ideologi Pancasila dengan
kefleksibelannya masih dapat digunakan sebagai pedoman hidup. Karena pada dasarnya
Pancasila bersifat open minded terhadap perkembangan zaman.
Akan tetapi ciri khas dari ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya
tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan
budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakatnya, tidak diciptakan
oleh Negara, melainkan ditemukan dalam masyarakatnya sendiri. Inilah yang perlu digaris
bawahi dari keterbukaan yang dimaksud dalam Pancasila. Keterbukaan yang dimaksud
dalam Pancasila tidak berarti bahwa apapun yang terjadi dalam perkembangan zaman akan
diterima begitu saja. Melainkan harus dipilah-pilah terlebih dahulu mana yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia mana yang tidak. Karena seperti yang diuraikan sebelumnya,
ide globalisasi merupakan hasil pemikiran barat, dimana kehidupan masyarakat barat pun
banyak yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia sebagai masyarakat timur.
Sehingga tidaklah benar bila dengan alasan Ideologi Pancasila bersifat terbuka sehingga kita
memasukkan segala hal dalam kehidupan kita.
Namun apa yang terjadi sekarang, Pancasila sebagai sebuah ideologi hanya seperti
sebuah formalitas. Ia ada hanya menjadi sebuah pelengkap, tetapi perjalanan hidup
masyarakatnya sendiri terkadang jauh dari nilai-nilai Pancasila. Terkadang bukan salah
masyarakat sendiri, tetapi juga salah pemerintah yang kurang menanamkan dan memberi
teladan penerapan nilai-nilai Pancasila pada masyarakatnya. Apalagi dengan semakin
berkembangnya teknologi yang semakin memudahkan manusia untuk berinteraksi dengan
masyarakat luar, masuknya paham, nilai, pandangan, doktrin yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia masuk tanpa tameng-tameng. Maka tidaklah mengherankan
bila dengan alasan globalisasi kini masyarakat Indonesia berperilaku jauh dari nilai-nilai
luhur Pancasila.
Sehingga pada hakikatnya sampai kapanpun Pancasila akan tetap relevan dengan
perkembangan zaman, hanya saja tingkat relevan atau tidaknya tergantung nilai-nilai yang
terkadung di dalamnya diamalkan oleh masyarakttanya atau tidak.
D. Penutup
Dalam sudut pandang determinisme teknologi, globalisasi berdiri atas dasar kemajuan
teknologi sebagai bagian modernisme. Hal tersebut berimplikasi pada bagaimana kehidupan
manusia terbentuk. Dalam hal ini, teknologi komunikasi membentuk fenomena-fenomena
yang terjadi di masyarakat saat ini karena komunikasi adalah sebuah proses primer di mana
terjadi transaksi informasi yang memiliki efek tertentu di dalam segala aspek kehidupan
manusia.
Ada hal-hal yang perlu disaring secara ketat dari arus globalisasi yang berlangsung saat
ini. Budaya globalisasi adalah budaya beresiko besar yang menghilangkan pribadi manusia
dengan segala jati diri dan keunikannya selaku insan yang berarti terseret ke dalam
materialisme.
Namun, hal ini bukan berarti dengan serta merta kita menolak globalisasi. Pada
dasarnya globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dibendung. Meskipun demikian, kita
diberkati kemampuan nalar yang dapat digunakan secara bijak untuk menghadapi globalisasi
sambil mempertahankan nilai-nilai yang kita anggap baik dan benar.Melalui kacamata
Pancasila, sudah seharusnya kita mampu secara bijaksana mengambil hal-hal positif dari
globalisasi sekaligus berusaha untuk meminimalisasi pengaruh buruk dari globalisasi
tersebut.
Pancasila merupakan suatu cara pandang yang disusun dari nilai-nilai luhur budaya
Timur. Di situ tersimpan pertimbangan-pertimbangan nurani yang menjadi pedoman bagi
manusia Indonesia untuk menjalani kehidupannya. Pancasila dapat digunakan untuk meraih
kebahagian sebagai tujuan manusia dalam kehidupannya seperti diungkapkan oleh
Aristoteles.
Tentu saja, standar kebahagiaan setiap manusia berbeda. Kebahagiaan yang berusaha
diraih Pancasila adalah kebahagiaan kolektif di mana kebahagiaan spiritualis tertinggi akan
kita dapat ketika kita merasakannya bersama-sama dengan orang lain di sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://tugasgw.wordpress.com/2009/07/11/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/
http://artikel.sabda.org/globalisasi
http://ipoetmedia.blogspot.com/2010/07/dampak-negatif-globalisasi.html
http://afand.abatasa.com/post/detail/2761/dampak-positif-dan-dampak-negatif--
globalisasi-dan-modernisasi