relevansi pancasila sebagai ideologi bangsa di era reformasi dan globalisasi

14
Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi dan Globalisasi Pendahuluan Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan jamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh Bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai–nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai–nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan RepublikIndonesia dalam wadah Nusantara. Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai– nilai perjuangan Bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Selain itu nilai–nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta terbukti keandalannya. Secara resmi, Pancasila diterapkan sebagai dasar negara yang didokumentasikan beberapa kali karena berbagai dinamika politik dan kebangsaan di usianya yang belia. Rumusan Pertama Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada tanggal 22 Juni 1945. Rumusan kedua di dalam Pembukaan UUD 18 Agustus 1945.Rumusan ketiga di dalam

Upload: vidyaseptian

Post on 26-Dec-2015

458 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

TRANSCRIPT

Page 1: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi dan

Globalisasi

Pendahuluan

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama

penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai

hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan

jamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh Bangsa Indonesia

berdasarkan kesamaan nilai–nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang.

Kesamaan nilai–nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu

tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan

RepublikIndonesia dalam wadah Nusantara.

Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada kemerdekaan 17 Agustus 1945

tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan

untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai–nilai perjuangan Bangsa

Indonesia. Semangat inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Selain

itu nilai–nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta terbukti keandalannya.

Secara resmi, Pancasila diterapkan sebagai dasar negara yang didokumentasikan beberapa

kali karena berbagai dinamika politik dan kebangsaan di usianya yang belia. Rumusan Pertama

Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada tanggal 22 Juni 1945. Rumusan kedua di dalam Pembukaan

UUD 18 Agustus 1945.Rumusan ketiga di dalam Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia

Serikat tanggal 27 Desember 1949. Rumusan keempat di dalam Mukaddimah Undang Undang

Dasar Sementara tanggal 15 Agustus 1950. Dan rumusan kelima, rumusan kedua yang dijiwai oleh

rumusan pertama Dekrit Presiden 5 Juli 1959.Perjalanan Pancasila sebagai dasar negara tak pernah

sepi dari berbagai ancaman dan penyimpangan. Di masa Soekarno misalnya, Pancasila dibuntuti

oleh kelompok komunis yang hendak mengganti dasar negara tanpa Tuhan (negara komunis).

Haluan politik Soekarno yang lebih condong ke Soviet pada waktu itu, menjadi jembatan emas

kelompok-kelompok komunis untuk melegitimasi aksi-aksinya.Termasuk juga dugaan adanya

campur tangan intelijen Amerika Serikat yang memang tidak senang dengan haluan politik

antikolonial Soekarno, yang notabenenya merupakan sekutu Amerika merupakan negeri-negeri

penjajah.Pancasila dijadikan korban, termasuk Soekarno sebagai Presiden RI pada waktu itu

berupaya mendrive Pancasila untuk kepentingan politiknya. Inilah sejarah awal suramnya

perjalanan Pancasila yang telah dirumuskan melalui perdebatan marathon dan alot sebagai buah

pemikiran founding father bangsa. Bahkan Soekarno secara akomodatif namun penuh muatan

Page 2: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

politik, menggagas konsep NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis), adalah sesuatu yang tidak

mungkin terjadi.

Tetapi nilai–nilai perjuangan itu kini telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami

penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh globalisasi.

Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga–lembaga kemasyarakatan

internasional, negara–negara maju yang ikut mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya,

serta pertahanan dan keamanan global. Disamping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, hak

asasi manusia, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi juga

ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang

informasi, komunikasi, dan transportasi. Hingga membuat dunia menjadi transparan seolah–olah

menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas negara.

Proses globalisasi mempengaruhi pada hampir keseluruhan arena kehidupan manusia. Tetapi

pada umumnya meliputi arena ekonomi, politik, dan budaya. Pada arena ekonomi mempengaruhi

dimensi perdagangan, produksi, investasi, ideologi organisasi, pasar uang, dan pasar kerja. Pada

arena politik mempengaruhi kedaulatan negara, fokus pemecahan masalah, organisasi internasional,

hubungan internasional, dan politik budaya. Pada arena budaya mempengaruhi dimensi lanskap

kepercayaan (sacriscape), lanskap etnik (etnoscape), lanskap ekonomi (econoscape), dan lanskap

persantaian (leisurescape).

Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi dan Globalisasi

Reformasi di Indonesia telah banyak melahirkan perubahan-perubahan signifikan yang

terjadi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik bahkan dalam dunia pendidikan. Masyarakat

meyakini bahwa perubahan yang terjadi membawa nilai-nilai sebagai upaya untuk membawa

bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Ketika reformasi berjalan begitu cepat, paradigma

masyarakat juga begitu cepat meyakini nilai-nilai baru yang berkembang ditengah masyarakat

sebagai pengganti nilai-nilai lama. Namun tidak ada upaya penakaran yang obyektif apakah nilai-

nilai lama tersebut dianggap usang dan perlu dinegasikan. Sementara nilai-nilai baru tersebut juga

tidak ada yang mampu menjustifikasi sebagai nilai-nilai yang harus dipegang. Salah satu perubahan

nilai yang signifikan adalah kasus radikalisme dan pemahaman ideologi masyarakat yang tidak lagi

menempatkan Pancasila sebagai dasar tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah ideologi Pancasila masih relevan untuk era

reformasi saat ini mengingat dari berbagai aspek kehidupan telah terjadi perubahan yang amat besar

jika dibandingakan dengan masa dahulu saat Pancasila disusun dan ditetapkan sebagai ideologi dan

dasar Negara. Apakah “ideologi” semacam Pancasila dan Wawasan Kebangsaan masih relevan di

Page 3: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

era globalisasi dan demokratisasi yang nyaris tanpa batas dewasa ini? Dalam lingkungan strategis

baik nasional, regional, maupun global yang begitu cepat berubah, membuat ideologi Pancasila dan

Wawasan Kebangsaan—jika tidak diaktualisasikan dalam kondisi kekinian—semakin sulit dan

marjinal dalam menghadapilingkungan strategis yang selalu berubah. Prof. Dr. Azyumardi Azra,

dalam Jurnal Negarawan, Tahun 2007 memaparkan ada beberapa latar belakang yang menyebabkan

ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan semakin marjinal dalam kehidupan kebangsaan

dewasa ini.

Pertama, Pancasila terlanjur “tercemar” karena kebijakan pemerintah Orde Baru yang

menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status-quo kekuasaannya.

Pemerintah Orde Baru mendominasi pemaknaan Pancasila yang selanjutnya diindoktrinasikan

secara paksa melalui Penataran P4.

Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan oleh Presiden B.J. Habibie tentang

Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi

adopsi asas-asas ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama (religious-based ideology).

Pancasila jadinya cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.

Ketiga, desentralisasi dan otonomi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan

sentimen kedaerahan, yang jika tidak diantisipasi bukan tidak mungkin menumbuhkan sentimen

local-nationalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nationalism. Dalam proses ini,

Pancasila baik sengaja maupun by implication kian kehilangan posisi sentralnya; dan wawasan

kebangsaan akan tergerus oleh semangat kedaerahan yang akan mengembalikan jarum jam sejarah

ke abad 19 sebelum Sumpah Pemuda digulirkan;

Keempat, di era reformasi, pembicaran tentang Pancasila seolah-olah menjadi tabu.

Berbicara tentang Pancasila seakan-akan berbicara tentang Orde Baru. Berbicara tentang Pancasila

seolah-olah kembali ke zaman indoktrinasi melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Pancasila (P-4).

Di era reformasi sekarang ini, demokrasi makin mekar. Kebebasan tumbuh, dan hak-hak

asasi manusia mendapatkan penghormatan yang tinggi. Namun, semuanya itu menimbulkan

masalah baru. Atas nama reformasi dan demokratisasi, seringkali sebagian masyarakat tidak lagi

memaknai Pancasila, UUD 1945, Wawasan Kebangsaan, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara secara utuh. Keinginan memisahkan diri dari wilayah NKRI

dari sebagian kelompok masyarakat, seolah mendapat angin di era reformasi ini. Untuk itu, ke

depan, perlu terus dibangun dan dikembangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

secara harmonis dan seimbang, di mana demokrasi dan kebebasan makin hidup, disertai kepatuhan

kepada pranata hukum (rule of law), toleransi, serta etika dan aturan main yang disepakati bersama.

Page 4: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

Untuk menjawab pertanyaan diatas maka diperlukan kembali suatu pemahaman, pemaknaan, dan

telaah yang lebih dalam terhadap karakteristik, sifat dan isi dari Pancasila itu sendiri.

Pancasila merupakan suatu ideologi (science of ideas atau weltaanschaung) yang dapat

bersifat dogmatik. Ideologi merupakan sistem pemikiran yang besifat power

oriented,totalitarianism oriented, dogmatism oriented dan establishment oriented. Sebagai ideologi

yang dapat diterima semua orang, berarti Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka.

Sebagai ideologi Pancasila memiliki dimensi-dimensi :

Realitas

Yaitu pemahaman situasi sosial yang sedang dihadapi sebagai masa lampau. Bahwa nilai-

nilai ideologi itu bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup didalam masyarakat Indonesia. Nilai-

nilai itu benar-benar telah dijalankan, diamalkan, dan dihayati sebagai nilai dasar bersama. Kelima

nilai dasar Pancasila itu kita temukan dalam suasana atau pengamalan kehidupan masyarakat

bangsa kita yang bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, atau kebersamaan.

Idealisme

Yaitu usaha memberi gambaran situasi sosial baru yang ingin diciptakan. Bahwa suatu

ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan. Ideologi

tidak sekedar mendeskripsikan atau menggambarkan hakikat manusia dan kehidupannya, namun

juga memberi gambaran ideal masyarakat sekaligus memberi arah pedoman yang ingin dituju oleh

masyarakat tersebut.

Fleksibilitas

Yaitu penyusunan program umum yang kondisional dan situasional yang menggariskan

langkah-langkah untuk mencapai situasi yang baru yang dikehendakinya. Bahwa suatu ideologi

perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan. Ideologi tidak

sekedar mendeskripsikan atau menggambarkan hakikat manusia dan kehidupannya, namun juga

memberi gambaran ideal masyarakat sekaligus memberi arah pedoman yang ingin dituju oleh

masyarakat tersebut. (Wahana 1993:86).

Sebagai ideologi yang terbuka, Pancasila dianggap siap beradaptasi dengan perkembangan

zaman dimana informasi sudah tidak terbendung lagi, Pancasila tetep mampu menjadi ideologi yang

relevan, tidak terbatas waktu dan tergerus zaman. Persoalan yang sering mengemuka mengenai

perdebatan Pancasila pada dasarnya tidak terletak pada nilai-nilai melainkan pada cara memberi

maknanya. Oleh karena itu Pancasila sebagai Ideologi sudah final, hanya bagaimana cara kita

sebagai bangsa Indonesia menjalankan “syariat” Pancasila secara konsekuen. Faktor yang

mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut:

Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang

berkembang secara cepat.

Page 5: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan

cenderung meredupkan perkembangan dirinya.

Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.

Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi

dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan

nasional.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk

pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai,

yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang

dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang

sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma – norma dasar Pancasila yang

terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung

dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan

hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staats

fundamenteal norm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis

harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.

Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga

dimensi penting yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idealisme dan Dimensi Fleksibilitas.

Pancasila sebagai Dasar Sistem Filsafat Bangsa hendaknya dikembangkan sebagai filsafat

kritikal, karena Pancasila sebagai ideologi terbuka harus dapat dikembangkan sejalan dengan

perkembangan pemikiran umat manusia dan peradaban. Pancasila bukan sebuah ideologi

konservatif, namun sebuah ideologi terbuka yang progresif, yang mampu menyesuaikan diri dengan

perkembangan pemikiran umat manusia, sekaligus mampu memberikan kritik-kritik yang mendasar

terhadap hal-hal atau pemikiran yang tidak fungsional. Salah satu karakter suatu budaya ialah selalu

beradaptasi dengan seluruh perubahan manusia dan peradaban (Y.A. Cohen, 1964). Pancasila

bukanlah suatu sistem filsafat yang tertutup dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dan

peradaban. Pancasila memiliki daya sesuai dan adaptasi yang tinggi, karena Pancasila sebagai

sumber daya nilai yang sangat mendasar dan universal.

Tidak ada yang salah dengan Pancasila. Pemaknaan yang keliru selama ini adalah buah

kebijakan dan bukan sesuatu yang melekat, karena nilai-nilai Pancasila sendiri adalah sesuatu yang

universal, yang pada dasarnya merupakan penjelmaan dari suara nurani tentang kewajiban ber-

Tuhan sebagai sesuatu hak yang paling asasi, penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,

indahnya kebersamaan dengan persatuan, menghargai dan mendahulukan atau pro kerakyatan dan

hikmah serta mendeklarasikan pula penghargaan, penghormatan dan perjuangan untuk keadilan

Page 6: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

yang egalitarian. Nilai-nilai seperti ini sangat berharga untuk membangun suatu komunitas sosial

bersama.

Sebagai salah satu contoh fenomena yang pernah terjadi dan bersinggungan dengan hal ini

adalah kasus kebhinekaan. Sangat sering terjadi ketegangan sosial dan perdebatan tentang berbagai

masalah terutama tentang pluralisme dan kebijakan yang berkenaan atau menyentil rasa

kebhinekaan.Polemik berkenaan tentang RUU APP misalnya dan konsistensi menjadikan Pancasila

sebagai falsafah atau ideologi negara telah mengemuka di ruang publik. Pro dan kontra diikuti

dengan ketegangan-ketegangan masalah show of force semakin sering terjadi. Ada yang merasa

benar, ada yang merasa unggul, ada yang merasa terdiskriminasikan dan adapula yang merasa

terancam seperti yang di paparkan oleh Imdadun Rahmat, bahwa salah satu hal yang menjadi

kontroversi dari RUU APP adalah penyeragaman nilai dan standar etika. Ukuran susila dan asusila

milik satu golongan dipaksakan untuk menjadi ukuran kesopanan bagi semua golongan bangsa

ini.Pengertian porno dan tidak porno dibangun dari keyakinan, paradigma dan perspektif tunggal.

Bagi bangsa yang plural baik dari sisi budaya, adat maupun agama ini uniformisasi nilai dan etika

tidak saja akan menimbulkan masalah, tetapi juga memantik rasa ketidakadilan dan akhirnya bisa

muncul problem sektarianisme dan primordialisme yang sempit.

Dalam masalah ini, Pancasila menemukan momentumnya. Pancasila kembali harus

dimunculkan sebagai suatu nilai yang sedapat mungkin masih diterima bersama selama Indonesia

masih ada. Sesungguhnya Pancasila masih bisa diupayakan menjadi acuan nation state kita yang

meletakkan seluruh kepentingan pada posisi yang sama yakni kesetaraan sebagai hal yang utama

bagi eksistensi Indonesia. Di tengah situasi politik dan ekonomi yang teramat rentan, nilai-nilai

multikulturalisme yang ada pada Pancasila menjadi faktor penyelamat negara-bangsa. Sekarang

Pancasila seharusnya kembali menjadi suatu milik bersama mulai dari pengkajian sebagai wacana

bersama, pengembangan kembali Pancasila sebagai ideologi terbuka, yang dapat dimaknai secara

terus-menerus sampai merumuskan paradigma baru pemikiran dan pemaknaan Pancasila sehingga

tetap relevan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pancasila menjadi penting bagi bagi

pluralisme Indonesia.

Pancasila dalam Sistem Ekonomi ditengah terjangan dan jeratan sistem liberalis-kapitalistik

saat ini, ketika kita kembali terjajah secara ekonomi, nilai-nilai suatu sistem seperti apa yang

mampu menjatidirikan negara-bangsa ini. Sejatinya, sistem ekonomi Indonesia adalah sistem

ekonomi yang mestinya berbasis kerakyatan, bukan sistem yang cenderung melegalisasi liberalisme

dan kapitalisme global.Meskipun pasca reformasi terkadang kita enggan untuk mengenali kembali

atau memaknai kembali sistem ekonomi kerakyatan yang berbasis Pancasila sebagai idea

moral.Namun jika diletakkan Pancasila sebagai spirit dasar ekonomi kerakyatan, tidak ada yang

salah. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Edi Swasono, bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah

Page 7: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, sistem ekonomi yang harus

memuat dan berlandaskan pada berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme.

Kemanusiaan yang adil dan beradab, artinya sistem ekonomi yang tidak mengenal pemerasan atau

eksploitasi.Persatuan Indonesia, berarti sistem ekonomi ini mengedepankan kebersamaan, asas

kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi. Kerakyatan, yang tentulah

maksudnya untuk mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak. Serta

Keadilan Sosial, sebuah sistem ekonomi yang mesti menjamin adanya persamaan atau emansipasi,

kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang.

Penutup

Pancasila masih sangat relevan sebagai ideologi bangsa di era reformasi dan globlaisasi, hal

ini mengacu pada sifat Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, tidak konservatif, dan merupakan

suatu sumber nilai yang sangat mendasar dan universal. Pancasila merupakan sebuah ideologi

terbuka yang progresif, yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pemikiran umat

manusia, sekaligus mampu memberikan kritik-kritik yang mendasar terhadap hal-hal atau

pemikiran yang tidak fungsional. Salah satu karakter suatu budaya ialah selalu beradaptasi dengan

seluruh perubahan manusia dan peradaban. Penyelesaian masalah mengenai relevansi Pancasila ini

berdasar bukan hanya kepada nilai-nilai apa saja yang terkandung, tetapi juga mengenai pemaknaan

atau penafsiran dari sumber nilai pada Pancasila dalam mengatasi berbagai permasalahan bangsa di

era reformasi dan globalisasi ini. Perlu penyegaran kembali di dalam melaksanakan cita-cita yang

terkandung dalam Pancasila, yang sebenarnya juga merupakan tantangan bagi kita semua. Karena

kembali pada dasar penetapanya sebagai ideologi, Pancasila merupakan kontrak sosial yang telah

disepakati yang memuat nilai luhur demi mencapai tujuan bersama semua rakyat Indonesia.

Page 8: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

Daftar Pustaka

Anugrah, Dadan. 2008. Pancasila dan Implementasinya. Universitas Mercubuana. Jakarta

Hidayati, Noor Arifah. 2012. Masih Relevankah Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era

Globalisasi Ini. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer Amikom Yogyakarta

Sangganagara, Harjoko.2008. Pancasila di Tengah Globalisasi. __.

Sujana, Naya. 2010. Aksiologi Kritikal Terhadap Semangat Dan Ideologi Kebangsaan

Indonesia Dalam Arus Globalisasi. Ecxellence with Morality: Mutiara Jatidiri

Universitas Airlangga dan Identitas Kebangsaan. Bayu Media. Malang

Wildan, Dadan. 2009. Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Era Reformasi Gelombang Kedua

Untuk Mewujudkan Visi Indonesia 2025. Jurnal Sekretariat Negara RI No. 14

Page 9: Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi Dan Globalisasi

PENDIDIKAN PANCASILA

“Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Di Era Reformasi dan

Globalisasi ”

DISUSUN OLEH :

Nama : Septian Vidya Pangastiti

NIM : 115130101111041

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Haru Permadi, SH

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014