regionalisme asitektur.docx

32
KONTEKSTUAL ARSITEKTUR REGIONAL I. Pendahuluan Seni bangunan sebenarnya adalah suatu bidang kesenian yang amat cocok untuk dapat mempertinggi rasa kebanggaan dan identitas suatu bangsa. Wujudnya sangat fisik dan Iokasinya di kota-kota besar yang sering dikunjungi oleh bangsa-bangsa dari seluruh penjuru mata angin, sehingga dapat tampak dan luar. Sifat khasnya bisa mudah ditonjolkan sedangkan mutunyapun mudah dapat diobservasi. Sumber untuk mengembangkan sifat-sifat khas dalam seni bangunan Indonesia dapat dicari di dalam seni bangunan dari suku-suku bangsa di daerah atau alam Indonesia seluruhnya, sedangkan pengembangan mutu ditentukan oleh standar ilmu arsitektur. Gaya nasional yang benar- benar bisa kita dibanggakan sebenarnya belum ditemukan oleh arsitek- arsitek kita. Banyak gedung baru di berbagai kota di Indonesia belum memperlihatkan suatu kepribadian yang kuat walaupun usaha untuk mengolah unsur tertentu dari seni arsitektur Indonesia sudah dicoba (Koentjaraningrat, 1974). Pada kesempatan lain, Josef Prijotomo menyatakan bahwa suatu karya arsitektur dapat dirasakan dan dilihat sebagai karyl yang bercorak Indonesia bila karya ini mampu untuk: a. Membangkitkan perasaan dan suasana ke-Indonesiaan lewat rasa dan suasana b. Menampilkan unsur dan komponen arsitektural yang nyata- nyata nampak corak kedaerahannya, tetapi tidak hadir sebagai tempelan atau tambahan ("topi") saja. Perbincangan tentang arsitektur tidak dapat lepas dari perbincangan dua kutub arsitektur yaitu Arsitektur masa lampau (lama) dan Arstitektur masa kini (baru). Arsitektur masa Iampau diwakili oleh arsitektur vernakular, tradisional, maupun klasik. Arsitektur masa kini diwakili oleh arsitektur modern, post-modern, dan lain-Iainnya.

Upload: meduk-ridona

Post on 11-Aug-2015

694 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Regionalisme ASITEKTUR.docx

KONTEKSTUAL ARSITEKTUR REGIONAL

I. Pendahuluan

Seni bangunan sebenarnya adalah suatu bidang kesenian yang amat cocok untuk dapat

mempertinggi rasa kebanggaan dan identitas suatu bangsa. Wujudnya sangat fisik dan

Iokasinya di kota-kota besar yang sering dikunjungi oleh bangsa-bangsa dari seluruh

penjuru mata angin, sehingga dapat tampak dan luar. Sifat khasnya bisa mudah ditonjolkan

sedangkan mutunyapun mudah dapat diobservasi. Sumber untuk mengembangkan sifat-

sifat khas dalam seni bangunan Indonesia dapat dicari di dalam seni bangunan dari suku-

suku bangsa di daerah atau alam Indonesia seluruhnya, sedangkan pengembangan mutu

ditentukan oleh standar ilmu arsitektur. Gaya nasional yang benar-benar bisa kita

dibanggakan sebenarnya belum ditemukan oleh arsitek-arsitek kita. Banyak gedung baru di

berbagai kota di Indonesia belum memperlihatkan suatu kepribadian yang kuat walaupun

usaha untuk mengolah unsur tertentu dari seni arsitektur Indonesia sudah dicoba

(Koentjaraningrat, 1974). Pada kesempatan lain, Josef Prijotomo menyatakan bahwa suatu

karya arsitektur dapat dirasakan dan dilihat sebagai karyl yang bercorak Indonesia bila

karya ini mampu untuk: a. Membangkitkan perasaan dan suasana ke-Indonesiaan lewat

rasa dan suasana b. Menampilkan unsur dan komponen arsitektural yang nyata-nyata

nampak corak kedaerahannya, tetapi tidak hadir sebagai tempelan atau tambahan ("topi")

saja. Perbincangan tentang arsitektur tidak dapat lepas dari perbincangan dua kutub

arsitektur yaitu Arsitektur masa lampau (lama) dan Arstitektur masa kini (baru). Arsitektur

masa Iampau diwakili oleh arsitektur vernakular, tradisional, maupun klasik. Arsitektur masa

kini diwakili oleh arsitektur modern, post-modern, dan lain-Iainnya.

 

Lahirnya Regionalisme

Bermula dari munculnya Arsitektur Modern yang berusaha meninggalkan masa lampaunya,

meninggalkan ciri serta sifat-sifatnya. Pada periode berikutnya mulai timbul usaha untuk

mempertautkan antara yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada

arsitektur. Aliran-aliran tersebut antara lain adalah tradisionalisme, regionalisme, dan post-

modernisme.

Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jenks, 1977). Sebagai salah

satu perkembangan Arsitektur Modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri

kedaerahan, aliran ini tumbuh terutama di negara berkembang. Ciri kedaerahan yang

Page 2: Regionalisme ASITEKTUR.docx

dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya

(Ozkan, 1985). Secara prinsip, tradisionalisme timbul sebagai reaksi terhadap adanya tidak

adanya kesinambungan antara yang lama dan yang baru (Curtis, 1985). Regionalsime

merupakan peleburan/ penyatuan antara yang lama dan yang baru (Curtis,1985).

Sedangkan Postmodern berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal (Jenks,

1977) Menurut William Curtis, Regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan

yang bersifat abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional

dan universal. Kenzo Tange menjelaskan bahwa Regionalisme selalu melihat ke belakang,

tetapi tidak sekedar menggunakan karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan.

Arsitektur Tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan Arsitektur Modern mempunyai

lingkup universal. Dengan demikian maka yang menjadi ciri utama regionalisme adalah

menyatunya Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern.

      Timbul suatu pertanyaan, apa saja yang mungkin dikaitkan sehingga Arsitektur Masa

Lampau (AML) dan Arsitektur Masa Kini (AMK) keduanya secara visual luluh menjadi satu

kesatuan. Menurut Wondoamiseno, kemungkinan-kemungkinan pengkaitan tersebui adalah:

a. Tempelan elemen AML pada AMK

b. Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK

c. Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK

d. Ujud AML mendominasi AMK

e. Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML

      Untuk dapat mengatakan bahwa AML menyatu di dalam AMK, maka AML dan AMk

secara visual harus merupakan kesatuan (unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuar

dalam komposisi arsitektur. Apabila yang dimaksud menyatu bukan menyatu secara visual

misalnya kwalitas abstrak bangunan yang berhubungan dengan perilaku manusia, make

secara penilaian dapat dengan menggunakan observasi langsung maupun tidak langsung.

     Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utamr yaitu

adanya :

a. Dominasi

Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapa dicapai

dengan menggunakan warna, material, maupun obyek-obyek pembentul komposisi itu

sendiri.

b. Pengulangan

Page 3: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang bentuk, warna

tekstur, maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat dilakukan dengan berbagai iram<

atau repetisi agar tidak terjadi kesenadaan (monotone).

c. Kesinambungan dalam komposisi

Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung maya (imaginer yang

menghubungkan perletakan obyek-obyek pembentuk komposisi.

 

      Melalui regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang bersifat abadi

melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal

Konsep ini merupakan alternatif terhadap tantangan bagi arsitek Indonesia dalan

menciptakan arsitektur yang "berjati diri". Kreatifitas arsitek dan perencana kota dituntut

untuk mampu mendisain bangunan yang mengakomodas semangat lokal sekaligus global.

Aplikasi disain yang mampu mencerminkan buday, setempat sekaligus mengadopsi

teknologi terbaru. Dengan demikian melalui arsitektur mampu ditumbuhkan rasa

kebanggaan daerah sekaligus nasionalisme.

Page 4: Regionalisme ASITEKTUR.docx

II. REGIONALISME ARSITEKTUR

Saat kita mencari arti kata Regionalisme kita akan membuat asumsi dengan menyebut

Region dan Isme, Region adalah Daerah dan Isme adalah paham. Memang tidak salah,

namun kurang tepat. Regionalisme bukan suatu wujud dari sikap kedaerahan namun

muncul sebagai akibat dari koreksi terhadap maraknya penyeragaman wujud bangunan di

seluruh dunia sehingga kita tidak lagi mengenal lagi mana budaya kita, dan mana budaya

tetangga kita. Artinya kita tidak mengenal lagi mana budaya asli daerah/ Negara kita

dengan Daerah/ Negara lain. Akibatnya banyak sekali salah kaprah dalam menentukan/

memutuskan segala sesuatu dalam membangun, seperti desain bangunan, bahan

bangunan, pola – pola ruang,dsb. Mereka tinggal dalam kotak – kotak dari beton dengan

atas nama modern, efisiensi, efisiensi,dll, dan toh akhirnya kembali mencoba

mendefinisikan kembali arti makna ideruang, bentuk,dsb yang kemudian mencoba

melahirkan satu misi baru dalam berarsitektur, yakni yang disebut dengan arsitektur

Regionalis/ regionalisme dalam arsitektur.

1. Pengertian Regionalisme dalam Arsitektur

Regionalisme dalam arsitektur merupakan sutu gerakan dalam arsitektur yang

menganjurkan penampilan bangunan yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme

dengan pola cultural dan teknologi modern dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi yang

masih di anut oleh masyarakat setempat. Adapun ciri – ciri daripada arsitektur regionalis

adalah sebagai berikut :

Menggunakan bahan bangunan local dengan teknologi modern

Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat

Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat

Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/ style sebagai produk akhir.

Kemunculannya juga bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional sebagai

respon dari ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing –

masing individu di dunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap

kesalahan – kesalahan pada masa arsitektur modern.

Page 5: Regionalisme ASITEKTUR.docx

2. Misi Regionalisme dalam Arsitektur

Regionalisme dalam hal ini mempunyai suatu misi yakni mengembalikan benang merah,

suatu kesinambungan masa dahulu dengan masa sekarang dan masa sekarang dengan

masa yang akan datang melalui kekhasan budaya yang dimiliki serta untuk mengimbangi

dari kerusakan budaya akibat dari berbagai macam kekuatan sistem produksi baik

rasionalisme, birokrasi, pengembangan skala besar maupun internasional style (Andy

Siswanto,Ir., Msc. M. Arch dan Eko Budiharja, Prof. Ir., Msc., 1997, 130).

3. Sasaran Regionalisme dalam Arsitektur

Adapun sasaran daripada Arsitektur Regionalis ini adalah Masayarakat, Para Aktor

Pembangun Arsitektur dan Perkotaan baik swasta maupun aparat birokrasi pemerintah.

a. Sasaran bagi Masyarakat yang akan membangun Kepada masyarakat di harapkan

memiliki sensifitas dalam membangun maupun menilai lingkungan di sekitarnya, yakni

dengan :

o Penampilan bangunan rumahnya sedikit banyak mencerminkan adanya

regionalisme

o Memberikan penilaian positif dan mendukung bangunan yang terdapat paham

regionalisme

b. Sasaran bagi Arsitek bangunan dan perkotaan.

Sebesar apapun gerakan regionalisme tetap saja, stake holder dalam hal ini pemerintah

merupakan penentu kebijakan tertinggi. oleh sebab itulah perlu usaha upaya guna

menyamakan persepsi bersama antara aktor pembangun swasta maupun birokrasi

pemerintah sehingga tercipkan suatu persamaan gerak dan pacuan dalam

memboomingkan gagasan regionalisme ini.

c. Sasaran bagi Tim jati diri Arsitektur.

Tim jati diri merupakan tim yang memiliki kompetensi kerja dan wawasan yang cukup

tinggi di harapkan mampu memberikan arahan yang tepat dalam proses gerakan

Arsitektur Regionalisme ini.

Page 6: Regionalisme ASITEKTUR.docx

4. Maksud dan Tujuan Regionalisme dalam Arsitektur

Maksud dan tujuan daripada regionalisme dalam arsitektur ini adalah untuk menciptakan

arsitektur yang kontekstual yang tanggap terhadap kondisi lokal. Setiap tempat dan ruang

tertentu memiliki potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara kultur memiliki batas – batas

arsitektral maupun sejarah. Dengan demikian arsitektur regionalis seperti halnya arsitektur

tropis, senantiasa mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.

5. Arah Gerakan Regionalisme

Gerakan Regionalisme secara pragmatis dapat disimpulkan bahwa gerakan ini

mengarah pada pemenuhan kepuasan dan ekspresi jati diri yang mengacu pada masa lalu,

sekarang dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu perlu ada definisi yang mengarahkan

ini sehingga memiliki batas kebijakan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti halnya

idealisme yang telah dibangun.

Tidak bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan

Gerakan Regionalisme ini di tujukan selain berbicara pada tataran aspek konseptual

yang berhubungan engan aspek budaya setempat, desain bangunan, simbolisasi,

ornamen, dsb juga berbicara pada tataran upaya dan strategi guna membuat bangunan

ini bertahan sepanjang kurun waktu tertentu sehingga dapat menjadi contoh pada masa

mendatang.

Hal ini bisa dilakukan dengan memilih bahan – bahan bangunan yang tanggap terhadap

kondisi iklim lokal daerah yang berbeda – beda antara satu dengan yang lain,

pengatasan desain bangunan dan teknologi yang di pakai serta kondisi kenyaman ruang

dan bangunan sehingga selain awet juga tidak terjadi disfungsi kegiatan di dalamnya

bahkan ditinggalkan oleh penghuninya.

Perangkai budaya masa lalu, sekarang dan masa depan

Gerakan Regionalisme pada bangunan ini merupakan supaya upaya bagaimana suatu

bangunan dapat dimaknai bukan saat dimana bangunan itu di buat/ kontemporer akan

tetapi bagaimana bangunan itu dapat dimaknai keberadaannya dan tetap kontekstual

sampai kapanpun. bagaimana upaya yang dilakukan? yakni dengan memasukkan unsur

sejarah yang memberikan makna monumental di dalamnya, dimana hal ini adalah unsur

Page 7: Regionalisme ASITEKTUR.docx

yang mampu membangkitkan semangat serta kesadaran identitas daerahnya, dengan

dipadukan dengan gaya internasional dan teknologi modern yang mampu memberikan

makna serta nilai – nilai universal dan rasional, hal ini adalah unsur yang mampu

memberikan gairah kesepahaman universal dan persamaan budaya internasional.

Menurut Andy Siswanto, “dalam melihat definisi dari kritikus Kenneth Frampton dalam

jurnal Perspecta, Yale University (20 -11-1982) mengandung pengertian bahwa Ekspresi

rehioanlisme di tunjang oleh taraf kemakmuran yang memadai atau dengan kata lain, di

butuhkan biaya yang tinggi karena di tunjang dengan tekanik yang modern”.

Artinya bahwa dalam membangun pola – pola gerakan regionalisme dalam bangunan ini

mempunyai konsekuensi pada besarnya anggaran yang di keluarkan guna memenuhi

aspek – aspek/ syarat – syarat yang harus di penuhi dalam membangun bangunan yang

memuat ciri – ciri regionalis ini seperti dalam pemilihan bahan bangunan, teknik yang di

pakai, desain bangunan yang tidak hanya asal – asalan, namun di dasarkan pada sebuah

sikap penuh idealisme serta dapat di pertanggung jawabkan.

Arah Gerakan Regionalisme di Indonesia

Kita bisa melihat di sekeliling kita, bahwa bangunan yang kemudian di sebut sebagai

bangunan yang memuat aspek – aspek regionalisme adalah bangunan – bangunan dengan

bahan serta teknik modern yang beratapkan joglo atau limasan, jadi seolah – seolah

penggolongan bangunan ini hanya di dasarkan pada bentuk luar bangunan serta ragam

budaya tradisional yang di tawarkan dan telah dimilki oleh masyarakat sebelumnya.

Menurut Eko Budiharjo(1997), arus regionalisme di Indonesia seolah masih tergantung

pada vernakularisme. gerakan regionalisme di Indonesia juga masih cenderung hanya

meniru bentuk fisik, ragam dan gaya – gaya tradisional yang sudah di miliki oleh masyarakat

setempat.

Page 8: Regionalisme ASITEKTUR.docx

III. KONSEP DAN PRINSIP RANCANG PEMIKIRAN PARA ARSITEK TERHADAP

ARSITEKTUR REGIONALISME.

Secara geografis, setiap wilayah/region memiliki ciri kedaerahan yang berbeda-beda,

bergantung pada budaya setempat, iklim dan teknologi yang ada. Karenanya, setiap arsitek

di berbagai daerah di seluruh dunia pun memiliki pemikiran tersendiri atas sebuah teori

regionalisme. Regionalisme bukan sebuah gaya, melainkan sebuah aliran pemikiran

tentang arsitektur

WilliamCurtis seorang sejarahwan Willian Curtis melihat Regionalisme dalam arsitektur

sebagai respon alami terhadap hegemoni Barat yang berusaha menciptakan suatu

arsitektur yang lunak dan mirip (serupa) didalam pengembangan pusat-pusat urban (kota)

yang sangat cepat di Dunia Ketiga. William Curtis yang merefleksikan jalan pemikiran ini,

mencatat bahwa disana ada momentum pertemuan suasana hati yang menolak reproduksi

yang fasih menurut formula internasional dan yang sekarang mencari kontinuitas di dalam

tradisi lokal.

Rapoport menyatakan bahwa Regionalisme meliputi “berbagai tingkat daerah” dan

“kekhasan”, dia menyatakan bahwa secara tidak langsung identitas yang diakui dalam hal

kualitas dan keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain. Hal ini memungkinkan

mengapa arsitektur Regional sering diidentifikasikan dengan Vernakuler, yang berarti

sebuah kombinasi antara arsitektur lokal dan tradisional ( asli ).

Frampton ( dalam bukunya Modern Architecture and the Critical Present, 1982 )

Regionalisme tidak bermaksud menunjukkan Vernakuler sebagai suatu hasil hubungan

interaksi iklim, budaya, dan hasil karya manusia, akan tetapi lebih pada mengidentifikasikan

Regional yang tujuannya telah dihadirkan kembali dan disediakan dalam jumlah tertentu.

Regionalisme tertentu, pendefinisiannya pada hasil eksplisit atau implisit antara masyarakat

dan pernyataan arsitektural, maka antara kondisi awal ekspresi regional tidak hanya

kemakmuran lokal tetapi juga rasa yang kuat akan identitas. 

Peter Buchanan( dalam bukunya The Architectural Review, Mei 1983 ) 

Regionalisme adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau pencapaian kembali, dari

identitas formal atau simbolik. Berdasar atas situasi khusus dan budaya lokal mistik,

regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan rasional dan umum arsitektur

Page 9: Regionalisme ASITEKTUR.docx

modern. Seperti budaya lokal itu sendiri regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan hasil

secara abstrak dan rasional. Dan lebih dengan penambahan fisik, lebih dalam dan nuansa

pengalaman hidup.

Rory Spence dalam sebuah artikel yang berjudul “ The Concept of Regionalism Today :

Sydney and Melbourne considered as contrasting phenomena “ ( Transition : Discourse on

Architecture, July 1985 ), Rory menyatakan bahwa : Regionalisme dalam arsitektur

merupakan bagian dari seluruh pengarahan kembali atas kualitas hidup, sebagai

penentangan terhadap penghapusan paham perluasan ekonomi dan kemajuan material

dalam hal pembiayaan. Hal ini lebih memusatkan perhatian pada para pengguna bangunan

daripada penyediaan perluasan ekonomi dan material. Seharusnya hal ini juga dibedakan

dengan jelas dari keraguan yang berlebihan atas sebuah konsep arsitektur nasional.

Chris Abel, dalam Perubahan Regional ( The Architectural Review, November 1986 )

menyatakan bahwa : Regionalisme berusaha untuk melihat kembali arsitektur Modernisme

yang nampak, yaitu secara berkesinambungan dalam memberi tempat antara bentuk

bangunan masa lalu dengan masa sekarang.

Kenza Boussora (Algeria) berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Boussora dapat

disimpulkan bahwa tujuan dari regionalisme, dalam beberapa kasus, kemunculannya tidak

dapat diterapkan, karena adanya ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara tujuan dan

hubungan secara khusus yang mana sebuah bangunan didirikan. Boussora mengambil

contoh-contoh permasalahan di Algeria yang mana tidak sesuai dengan tujuan dari

regionalisme. Dua diantaranya adalah seperti yang disebutkan dibawah ini: 

Bagaimana untuk mencapai keselarasan (kesesuaian) dengan sumber-sumber dimana

tidak mencukupi untuk merespon kebutuhan dengan cepat bagi penyediaan perluasan

bangunan.

Sebagian besar proyek digambarkan dalam literatur pada regionalisme sebagai sebuah

bangunan kecil terutama bangunan individu dalam plural area. Masalahnya bahwa

arsitektur modern telah mencoba untuk memecahkan permasalahan yang ada di Algeria;

yaitu, bagaimana menyediakan sejumlah besar tipe-tipe bangunan yang berbeda, bagian-

bagian rumah secara cepat dan rendah biaya pada penyediaannya.

Tan Hock Beng, dalam bukunya Tropical Architecture and Interiors : Tradition-Based

design of Indonesia-Malaysia-Singapore-Thailand ( 1994) menyatakan bahwa : 

Page 10: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Regionalisme dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk membuka kekhasan

tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim, kemudian melahirkan identitas formal

dan simbolik ke dalam bentuk kreatif yang baru menurut cara pandang tertentu dari pada

lebih berhubungan dengan kenyataan pada masa itu dan berakhir pada penilaian manusia.

Hanya ketika kita mengenali bahwa tradisi kita merupakan sebuah warisan yang berevolusi

sepanjang zaman akan dapat menemukan keseimbangan antara identitas regional dan

internasional. Para arsitek perlu untuk memutuskan prinsip yang mana masih layak untuk

saat ini dan bagaimana cara yang terbaik untuk menyatukan metode persyaratan untuk

bangunan modern dan metode konstruksi pada umumnya.

Pada kenyataannya ada beberapa pandangan yang jelas sekali dan ada yang tidak jelas.

Pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada “pandangan identitas” ( Frampton, dan

Buchanan ). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan menerima tekanan modernisme

yang menciptakan “universalism” (Buchanan); melalaikan “kualitas kehidupan” (Spence)

atau “jiwa ruang”(Yang); dan mengambil “kesinambungan” (Abel). Arsitektur tradisional tidak

menyatu dalam desain modern. Karena arsitektur tradisional mungkin memiliki karakteristik

sendiri untuk setiap wilayah; menciptakan kualitas kehidupan ‘terbaik’ dalam sebuah

masyarakat tradisional dan menjadi sangat responsif atas kondisi geografis dan iklim dalam

suatu tempat tertentu; dan menunjukkan sebuah kesinambungan dalam hasil karya

arsitektural dari masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang sederhana untuk

mengangkat arsitektur tradisional. Pengangkatan arsitektur tradisional ke dalam desain

modern membutuhkan pengertian yang luas dan terbuka atas budaya internasional

(Chardirji).  

Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat disimpulkan

sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini dapat diterima untuk segala

jaman, yaitu definisi menurut Tan Hock Beng. Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat

diklasifikasikan dalam 6 strategi regionalisme, yaitu :

Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkan tempat/daerah dan iklim.

Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk baru yang lebih

kreatif.

Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.

Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan internasional.

Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini (aktual).

Page 11: Regionalisme ASITEKTUR.docx

IV. PENDEKATAN TEORITIS DALAM MENGANALISIS REGIONALISME

Dalam tulisan Andrew Hurrell yang berjudul “The Regional Dimension in International

Relations Theory” dijelaskan bahwa dalam mempelajari secara teoritis interaksi

antarnegara, level analisis dalam tingkat regional seringkali dikesampingkan walaupun

perkembangan regional secara substantif dirasa sangat penting. Kondisi tersebut dapat

diubah ketika karakter pembangunan juga berubah menjadi tidak lagi menitik beratkan pada

power dan kepentingan masing-masing negara. Selain itu diperlukan pula adanya kategori

perbedaan wilayah (region). Pada dasarnya upaya untuk mengembangkan aspek teoritis

dalam analisis regionalisme sangat terbuka lebar jika merujuk pada karakteristik

regionalisme itu sendiri yang cenderung tidak stabil dan tidak determinis. Dalam proses

interaksi dalam regionalisme terdapat berbagai logika yang saling berkompetisi dan tidak

ada titik henti tunggal. Jadi, interaksi dalam tataran regional sangat kompleks,

multidimensional, dan menyangkut interaksi ekonomi, politik, maupun budaya yang

multiproses. Dengan demikian, upaya pengkonstruksian teori sangat terbuka lebar.

Perspektif dalam Menentukan Tujuan dan Fungsi Regionalisme

Regionalisme dianggap penting karena region1 merupakan wadah paling tepat dan

paling mungkin untuk menerima perubahan dan mengintensifkan resistensi dari tekanan

kompetisi kapitalisme global. Menurut perspektif realis, ketidaksetaraan kekuatan (unequal

power) dapat menciptakan logika yang tidak mendukung pasar kapitalis, oleh karena itu

regionalisme digunakan untuk menciptakan kesetaraan kekuasaan. Sedangkan perspektif

kontra-realisme menyatakan bahwa regionalisme merupakan sarana untuk memahami

kondisi sosial-ekonomi yang berubah yang akan mengubah karakter, lingkup, dan arena

kompetisi kekuasaan.

Kedua perspektif tersebut hampir serupa dengan penggolongan perspektif statis dan

rasionalis-institusioanlis. Bagi penganut perspektif statis, institusi regional dan internasional

berada pada level pertukaran transnasional dan sarana komunikasi. Institusi menjadi harus

bersinggungan dengan kompleksitas dilema yang muncul dari aksi kolektif sebagai

konsekuensi dari integrasi dan interdependensi dalam region tersebut.

Page 12: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Region dipahami sebagai daerah tempat berlangsungnya regionalisme. Region dapat

berupa wilayah yang memiliki batas geografis maupun sebatas konstruksi sosial yang

ditentukan oleh anggotanya.

Dalam konteks ini, institusi berperan sebagai penghasil solusi bersama (generated

solution). Sedangkan dalam perspektif rasionalis-institusionalis, institusi dipandang sebagai

entitas yang mempengaruhi perilaku negara (state behavior) dengan menciptakan

lingkungan yang rasional bagi negara untuk saling bekerja sama.

Bagi negara yang cenderung berada dalam posisi lemah dalam organisasi regional,

Hurrell menjelaskan fungsi regionalisme adalah sebagai institusi pembentuk peraturan dan

prosedur. Selain itu, institusi tersebut juga membuka “voice opportunities” atau kesempatan

dan hak yang sama dalam berpendapat, membuka peluang membentuk koalisi yang lebih

kuat, dan membuka wadah politis untuk membangun koalisis baru. Sedangkan bagi negara

yang relatif kuat, regionalisme berfungsi sebagai tempat untuk menjalankan strategi, tempat

untuk mewadahi hegemoni, dan tempat untuk melegitimasi power.

Sedangkan dalam tulisannya yang lain, “Regionalism in Theoretical Perspective”,

Hurrell menekankan pentingnya teori untuk menjelaskan definisi, konsep, dan kategori

regionalisme. Pada prinsipnya Hurrell membagi regionalisme menjadi lima kategori, yaitu

regionalisasi, kesadaran regional dan identitas, kerjasama regional antar negara, integrasi

regional yang merupakan pengembangan dari negara, dan kohesi regional.

Regionalisasi merupakan perkembangan integrasi sosial dalam sebuah wilayah yang

kerapkali tidak secara langsung dalam interaksi sosial dan ekonomi. Regionalisasi tidak

berdasarkan kebijakan yang secara sadar dibuat oleh negara maupun bukan sekumpulan

negara dan pola regionalisasi tidak harus berdasarkan batas negara. Sedangkan kesadaran

regional dan identitas menekankan pada sense of belonging atau rasa memiliki antar

entitas-entitas yang terlibat di dalamnya. Kerapkali regionalisme jenis ini didasari oleh

persamaan identitas dan identifikasi terhadap identitas itu sendiri sehingga kerapkali

menimbulkan diferensiasi dan kategorisasi. Misalnya saja penggolongan masyarakat

muslim dan non-muslim, serta masyarakat Eropa dan bukan Eropa. Kerjasama regional

antar negara merupakan regionalisme yang terbentuk sebagai upaya untuk merespon

tantangan eksternal. Dalam regionalisme ini ditekankan adanya koordinasi untuk

menentukan posisi regional dalam sistem internasional. Di lain sisi, integrasi regional

Page 13: Regionalisme ASITEKTUR.docx

menekankan pada pengurangan atau bahkan usaha untuk menghilangkan batas antar

negara. Dalam konteks ini bukan batas geografis yang ingin dihilangkan, namun batas

interaksi seperti batasan pajak ekspor dan impor. Regionalisme yang terakhir, kohesi

regional, bisa jadi merupakan gabungan dari keempat regionalisme sebelumnya yang

membentuk unit regional yang terkonsolidasi. Pembentukan kohesi regional dapat

dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membentuk organisasi regional yang supranasional

untuk memperdalam integrasi ekonomi dan membentuk rezim serta membentuk hegemoni

regional yang kuat.

Pendekatan Teoritis pada Level Sistem Interaksi

Berdasarkan proses dalam politik global, Hurrell menganalisis regionalisme

berdasarkan level atau tingkat interaksinya, yaitu secara sistemik, regionalisme dan

interdependensi pada tingkat regional, dan teori pada level domestik. Untuk menganalisis

interaksi dalam ketiga level sitem utersebut, digunakan dua teori, yaitu teori neo-realisme

dan teori interdependensi struktural dan globalisasi. Teori neo-realisme menekankan pada

anarkisme sistem internasional dan kompetisi power serta politik dalam mencapai

kepentingan. Berdasarkan perspektif ini, organisasi regional dipandang melalui kacamata

politis sebagai upaya untuk membentuk aliansi bersama untuk merespon tantangan

eksternal. Oleh karena penekanan perspektif ini pada politik dan power, maka hegemoni

menjadi penting.

Sedangkan teori interdependensi struktural dan globalisasi memandang bahwa

perubahan karakter dari sebuah sistem merupakan dampak dari perubahan ekonomi dan

teknologi, sekaligus globalisasi. Jadi, perspektif ini menekankan pada perubahan sistem

yang menyebabkan meningkatnya interdependensi antar negara sehingga regionalisme

perlu dibentuk untuk mendapatkan kepentingan yang diinginkan. Selain itu, globalisasi

ekonomi dan teknologi juga merupakan katalis bagi terciptanya regionalisme.

Pada tingkat regional, digunakan analsis menggunakan teori neo-fungsionalisme, neo-

liberal institusionalisme, dan konstruktivisme. Kedua teori pertama melihat regionalisme

sebagai respon fungsional yang dilakukan oleh negara untuk menyelesaikan masalah yang

diciptakan oleh adanya interdependensi regional dan menekankan pada peran strategis

institusi regional dalam mengembangkan kepaduan regional. Sedangkan teori

konstruktivisme menekankan pada hubungan antara saling ketergantungan material dan

Page 14: Regionalisme ASITEKTUR.docx

pemahaman bersama atas identitas dan komunitas dari suatu bentuk regionalisme itu

sendiri.

Sedangkan pada level domestik digunakan pendekatan regionalisme dan koherensi

negara, tipe rezim dan demokratisasi, serta teori konvergen. Ketiga teori tersebut pada

dasarnya menekankan pada cara-cara untuk mengartikulasikan dan mengembangkan

kepenting nasional pada tingkat regional dengan tujuan untuk memperbesar peluang

tercapainya kepentingan tersebut. Peluang akan semakin besar ketika kepentingan nasional

tersebut dapat diperjuangkan menjadi kepentingan regional. Dalam teori pada level

domestik termasuk juga analisis terhadap unsur-unsur dari dalam negara yang menjadi

katalis terbentuknya regionalisme, seperti demokratisasi dan pembentukan rezim.

Regionalisme adalah Kerjasama Mutual

Bahasan Hurrell dalam kedua tulisannya tersebut sebenarnya sangat konstruktif dan

analitis. Dalam perspektif Hurrell, regionalisme terbentuk sebagai respon terhadap

tantangan dari luar. Namun bagaimana dengan tantangan dari dalam (intra-regional)?

Saya secara pribadi sepakat dengan segala kebaikan dan manfaat pembentukan

regionalisme yang disampaikan oleh Hurrell. Akan tetapi, bukan tidak mungkin jika

kemudian dalam organisasi regional tersebut muncul hegemoni, yaitu hegemon dari

organisasi regional itu sendiri. Berdasarkan perspektif realis, hegemoni menjadi sebuah

unsur yang penting dalam upaya mewujudkan kepentingan nasional. Hurrell (2005:51)

sendiri juga menyebutkan bahwa bagi negara yang relatif kuat, institusi regional menjadi

tempat untuk mengaktualisasikan strategi, tempat mewadahi hegemoni, dan untuk

melegitimasi power. Memang organisasi berbeda dengan rezim. Organisasi memiliki

landasan hukum yang mengikat yang mengatur kesetaraan antar anggotanya, sedangkan

rezim hanya berdasarkan norma dan prinsip yang secara sukarela disepakati dan ditaati

bersama. Rezim memang lebih memungkinkan terciptanya hegemon dalam institusi. Akan

tetapi, bukan berarti tidak mungkin terdapat hegemon dalam organisasi regional.

Perlu ditekankan bahwa pemaksaan power dan hegemoni sudah berbeda bentuknya

seperti pada era Perang Dingin maupun Perang Dunia. Penetrasi pengaruh sudah lebih

halus dan melalui aspek-aspek vital, seperti keamanan dan ekonomi. Contohnya saja,

dalam organisasi internasional semacam Dewan Keamanan PBB, yang berlandaskan

Page 15: Regionalisme ASITEKTUR.docx

hukum, dominasi hegemoni Amerika Serikat dengan hak veto-nya masih terasa. Dalam

organisasi regional seperti NAFTA pun AS juga menekankan hegemoninya. Bukankah

akhirnya organisasi regional menjadi alat hegemon untuk menguasai “sebagian dunia”

(region-nya) untuk kemudian melancarkan hegemoninya pada area yang lebih luas? Jadi,

menurut saya dalam organisasi regional yang menginginkan persamaan pun masih terdapat

kelas seperti teori Karl Marx maupun teori sistem Wallerstein.

Page 16: Regionalisme ASITEKTUR.docx

V. RUMAH TRADISIONAL ACEH (RUMOH ACEH)

Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah

panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah

Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan

seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu

(rumah dapur).

Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang miliki tinggi beragam sesuai dengan

arsitektur si pembuatnya, namun pada kebiasaannya memiliki ketinggian sekitar 2,5 - 3

meter dari atas tanah. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama

sering disebut dengan rambat.

Merombak rumoh Aceh terbilang tidak begitu susah, misalnya saja ingin menambah

ruangan dari tiga menjadi lima, maka tinggal menambahkan atau menghilangkan tiang

bagian yang ada pada sisi kiri atau kanan rumah. Karena bagian ini yang sering disebut

dengan seuramoe likot (serambi belakang) dan seuramoe reunyeun (serambi bertangga),

yakni bagian tempat masuk ke rumoh Aceh yang selalu menghadap ke timur.

Page 17: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Rumoh Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe lima ruang

memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada

di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik dari keluarga Raja-raja Pidie,

Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga

sering disebut dengan rumoh Aceh besar. Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga

utama rumoh Aceh sendiri berukuran 20 - 35 cm.

Salah satu bagian yang juga penting pada rumoh Aceh adalah tangga. Biasanya, tangga

rumah terletak di bawah rumah. Setiap orang harus menyundul pintu dengan kepala supaya

terbuka dan bisa masuk. Jumlah anak tangganya, selalu ganjil. Satu lagi yang khas dari

rumoh Aceh adalah bangunan tersebut dibuat tanpa paku. Tata letak dan bagian-bagian

dari Rumoh Aceh Lainnya :

Seuramou-keu (serambi depan) , yakni ruangan yang berfungsi untuk menerima

tamu laki-laki, dan terletak di bagian depan rumah. Ruangan ini juga sekaligus

menjadi tempat tidur dan tempat makan tamu laki-laki.

Seuramou-likoot (serambi belakang), fungsi utama ruangan ini adalah untuk

menerima tamu perempuan. Letaknya di bagian belakang rumah. Seperti serambi

depan, serambi ini juga bisa sekaligus menjadi tempat tidur dan ruang makan tamu

perempuan.

Rumoh-Inong (rumah induk), letak ruangan ini di antara serambi depan dan serambi

belakang. Posisinya lebih tinggi dibanding kedua serambi tersebut. Rumah induk ini

terbagi menjadi dua kamar. Keduanya dipisahkan gang atau disebut juga rambat

yang menghubungkan serambi depan dan serambi belakang.

Rumoh-dapu (dapur), biasanya letak dapur berdekatan atau tersambung dengan

serambi belakang. Lantai dapur sedikit lebih rendah dibanding lantai serambi

belakang.

Seulasa (teras), teras rumah terletak di bagian paling depan. Teras menempel

dengan serambi depan.

Kroong-padee (lumbung padi), berada terpisah dari bangunan utama, tapi masih

berada di pekarangan rumah. Letaknya bisa di belakang, samping, atau bahkan di

depan rumah.

Keupaleh (gerbang), sebenarnya ini tidak termasuk ciri umum karena yang

menggunakan gerbang pada umumnya rumah orang kaya atau tokoh masyarakat.

Gerbang itu terbuat dari kayu dan di atasnya dipayungi bilik.

Page 18: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Tamee (tiang), kekuatan tiang merupakan tumpuan utama rumah tradisional ini.

Tiang berbentuk kayu bulat dengan diameter 20-35 cm setinggi 150-170 cm itu bisa

berjumlah 16, 20, 24, atau 28 batang. Keberadaan tiang-tiang ini memudahkan

proses pemindahan rumah tanpa harus membongkarnya.

Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan itu sendiri.

Hal itulah mengapa pembangunan yang dilakukan haruslah memenuhi beberapa

persyaratan dan melalui beberapa tahapan. Persyaratan yang harus dilakukan misalnya

pemilihan hari baik yang ditentukan oleh Teungku (ulama setempat), pengadaan kenduri,

pengadaan kayu pilihan, dan sebagainya.

Di Banda Aceh Rumoh Aceh peninggalan lama yang masih dipertahankan adalah bekas

Istana Sultan Iskandar Muda yang kini menjadi Pendopo kediaman resmi Gubernur

Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu, Meuseum Nanggroe Aceh Darussalam yang

dibangun tahun 1970-an, berbentuk Rumoh Aceh. Romoh Aceh yang asli juga memiliki

lumbung padi, dan balai-balai di halamannya. Seiring perkembangan zaman yang menuntut

semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien serta semakin mahalnya biaya pembuatan

dan perawatan rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh yang

membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah rumoh Aceh semakin hari semakin

sedikit

Page 19: Regionalisme ASITEKTUR.docx

VI. KONTEKSTUAL REGIONALISME DALAM MUSEUM TSUNAMI ACEH

Bangunan ini dirancang oleh Ridwan kamil,  beliau adalah seorang Sarjana Teknik

Arsitektur dari Institut Teknologi Bandung dan mendapat beasiswa S2 serta berhasil meraih

gelar Master of Urban Design dari College of Environmental Design, University of California,

Barkeley di Amerika Serikat. Beliau lahir di Bandung pada tanggal 4 Oktober 1971.pak

Ridwan Kamil atau yang  lebih sering disapa Emil merupakan anak kedua dari lima

bersaudara. Sejak kecil beliau suka berimajinasi, suka membaca komik dan melihat foto-

foto berbagai kota sepulang ayahnya dari luar negeri. Saat ini beliau menjabat sebagai

ketua dari Bandung Creative City Forum dan sebagai dosen Arsitektur ITB. Dan bersama

Urbane (Urban Evolution) yang didirikan pada tahun 2004, beliau  banyak menghasilkan

karya arsitektur di berbagai negara, seperti Singapura, Thailand, Bahrain, Cina dan tentu

saja Indonesia. Sejak tahun 2004 hingga 2009 beliau telah meraih 12 penghargaan di

Bidang Desain Arsitektur dalam lingkup Asia. Beberapa contoh proyek yang ditanganinya di

antaranya Marina Bay Waterfront Master di Singapura, Sukhotai Urban Resort Master Plan

di Bangkok, Ras Al Kaimah Waterfront Master di Qatar, juga district 1 Saigon South

Residential Master Plan di Saigon, Shao Xing Waterfront Masterplan (China), Beijing CBD

Master plan, dan Guangzhou Science City Master Plan. Tak hanya di negara lain, di

Indonesia, tepatnya Jakarta, pak Ridwan kamil juga menggarap Superblock Project untuk

Rasuna Epicentrum. Dari luas lahan sebesar 12 hektar tersebut, dibangun Bakrie Tower,

Epicentrum Walk, perkantoran, retail, dan waterfront.

Desain Museum tsunami aceh mengambil konsep “rumoh aceh as ascape hill buildings”

yang ditonjolkan dengan bangunan yang berbentuk panggung, selayaknya rumoh aceh

dimana bagian bawah bangunan digunakan sebagai area publik untuk beriteraksi dengan

tetangga memalui ngumpul melaksanakan suatu kegiatan seperti menganyam dan

sebagainya, demikian pula museum tsunami aceh harapannya bagian bawah bangunan

bisa menjadi ruang publik yang terbuka untuk siapa saja dan kapan saja sehingga terjadi

suatu interaksi yang baik antar sesama masyarakat, disamping space tersebut juga bisa

menjadi taman kota yang baru. Seperti disampaikan Ridwan Kamil, desain Tsunami

Memorial ini mengambil ide dasar dari rumah panggung Aceh karena dapat sebagai contoh

kearifan arsitektur masa lalu dalam merespon tantangan dan bencana alam. Begitu pula

dengan bentuk bukit penyelelamatan pada bangunan merupakan antisipasi terhadap

bahaya tsunami di masa datang.

Page 20: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Gambar diatas adalah gambar potongan museum tsunami aceh, disana bisa terlihat

bentuk bangunan yang panggu dan sedikit berbukit. bukit buatan ini dimaksudkan sebagai

tempat evakuasi apabila bencana tsunami datang lagi atau banjir  nah apabila bukit ini

mencukupi untuk menjadi tempat evakuasi maka bagian atap bangunan juga bisa

digunakan sebagai tempat evakuasi, dan hal ini merupakan suatu nilai spesial untuk

bangunan Museum Tsunami Aceh, karena dia tidak hanya berfungsi sebagai sebuah

musem tsunami tetapi juga bisa menjadi sebagai tempat evakuasi ketika bencana.

Eksterior bangunan terutama dekoratif kulit luar bangunan terinspirasi dari salah satu

gerakan yang ada dalam tari saman, sehingga penerapan beberapa konten lokal pada

bangunan ini menjadi nilai tambah tersendiri dan biasa berbaur dengan mudah dengan

lingkungan masyarakat aceh.

Page 21: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Bangunan megah Museum Tsunami tampak dari luar seperti kapal besar yang sedang

berlabuh. Sementara di bagian bawah terdapat kolam ikan. Museum ini merupakan satu-

satunya di Indonesia dan tidak mustahil akan menjadi museum tsunami dunia. Sedangkan

mengenai bentuk denah bangunan yang menyerupai gelombang laut, itu merupakan

analogi dan sekaligus sebagai pengingat akan bahaya tsunami. Sementara konsep tarian

khas Aceh yang ada pada bangunan, menurut Emil sebagai lambang dari kekompakan dan

kerjasama  antar manusia yang kemudian diterjemahkan menjadi kulit  bangunan eksterior.

Di dalam bangunan juga terdapat ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya

ke atas sebagai simbol hubungan manusia dengan Tuhannya. Tidak ketinggalan ia juga

membangun sebuah taman terbuka bagi masyarakat yang bisa diakses dan dipergunakan

setiap saat sebagai respon terhadap konteks urban.

Page 22: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Efek Psikologis Ruang

Untuk membangkitkan kenangan lama akan tragedi tsunami. Tata letak ruangan di

dalam  museum dirancang secara khusus. Emil menjelaskan, urut-urutan (sequence) ruang

di bangunan  yang harus dilalui pengunjung dirancang secara seksama. Hal ini untuk

menghasilkan efek psikologis yang lengkap tentang persepsi manusia akan bencana

tsunami. Untuk mewujudkannya ruang dirancang dalam tiga zona yakni:  spaces of

memory; spaces of hope dan spaces of relief.

Pada zona spaces of memory direalisasikan dalam tsunami passage dan Memorial Hall.

Area penerima tamu (tsunami passage) di museum ini berupa koridor sempit berdinding 

tinggi dengan air terjun yang bergemuruh untuk mengingatkan betapa menakutkannya

suasana di saat terjadinya tsunami. Sedangkan Memorial Hall merupakan area di bawah

tanah yang menjadi sarana interaktif untuk mengenang sejarah terjadinya tsunami. Pada

Aceh Memorial Hall ini juga dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-lubang sebuah

reflecting pool yang berada di atasnya. Sedangkan pada zona spaces of hope diwujudkan

dalam bentuk Blessing Chamber dan Atrium of Hope.  Blessing Chamber merupakan ruang

transisi sebelum memasuki  ruang-ruang kegiatan non memorial. Ruang ini berupa sumur

yang tinggi dengan ribuan nama-nama korban terpatri di dinding. Sumur ini diterangi oleh

skylight berbentuk lingkaran dengan kaligrafi Allah SWT  sebagai makna hadirnya harapan

bagi masyarakat Aceh.

Page 23: Regionalisme ASITEKTUR.docx

Sementara atrium of hope berupa ruang  atrium yang besar sebagai simbol dari harapan

dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan menggunakan ramp

melintasi kolam dan atrium untuk merasakan suasana hati yang lega. Atrium dengan

refelecting pool ini bisa diaskes secara visual kapan saja namun tidak bisa dilewati secara

fisik.

Untuk zona spaces of relief diterjemahkan dalam the hill  of light dan escape roof. The hill 

of light merupakan taman berupa bukit kecil sebagai sarana penyelamatan  awal terhadap

tsunami. Taman publik ini dilengkapi dengan  ratusan tiang obor yang juga dirancang untuk

meletakkan  bunga dukacita sebagai tanda personal space. Jika seluruh obor  dinyalakan

maka bukit ini akan dibanjiri  oleh lautan cahaya. Sangat personal sekaligus komunal.

Sedang escape roof merupakan atap bangunan yang dirancang berupa rooftop yang bisa

ditanami rumput atau lansekap. Atap ini juga dirancang sebagai area evakuasi bilamana di

kemudian hari terjadi bencana banjir dan tsunami.