refrat_esotropia kongenital
DESCRIPTION
sdTRANSCRIPT
REFRAT
Selasa, 11 Februari 2014
ESOTROPIA KONGENITAL
OLEH :
Girik Indah Maslena
G1A107073
PEMBIMBING:
dr. H. Djarizal, Sp. M, MPH
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN MATA RSUD RADEN MATTAHER / FKIK UNJA
TAHUN 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
Karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat dengan judul
“Esotropia Kongenital” ini.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada
dr. H. Djarizal, Sp. M, MPH, selaku pembimbing dalam pembuatan refrat ini. Tidak lupa pula
ucapan terimakasih penulis berikan kepada: dr. M. Ikhsan, Sp. M, dr. H. Kuswaya Waslan, Sp.
M dan dr. Amel, serta teman-teman satu kelompok koas bagian mata yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan refrat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan refrat ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Semoga refrat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Jambi, Februari 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka ....................................................................................2
2.1 Anatomi...........................................................................................................2
2.2 Esotropia Kongenital.......................................................................................4
A. Definisi....................................................................................................4
B. Patofisiologi............................................................................................4
C. Epidemiologi...........................................................................................4
D. Perjalanan Penyakit.................................................................................5
E. Pemeriksaan Fisik....................................................................................5
F. Penyebab..................................................................................................6
G. Penatalaksanaan......................................................................................6
H. Prognosis.................................................................................................8
BAB III Kesimpulan.............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
3
BAB I
PENDAHULUAN
Strabismus adalah suatu nama yang diberikan untuk ketidaksejajaran mata yang biasanya
persisten atau regular. Deviasi horizontal dapat dibagi menjadi 2 yaitu: esotropia dan exotropia.
Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifest dimana sumbu
penglihatan mengarah kearah nasal. 1
Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan. Strabismus ini dibagikan
menjadi dua tipe: paretik (akibat paresis atau paralisis satu atau lebih otot ekstraokuler) dan
nonparetik (comitant). Esotropia nonparetik adalah tiper tersering pada bayi dan anak. Tipe ini
dapat akomodatif, nonakomodatif, atau akomodatif parsial.2
Strabismus paretik jarang dijumpai pada anak akan tetapi merupakan penyebab tersering
kasus baru strabismus pada orang dewasa. Sebagian besar kasus esotropia nonakomodatif pada
anak-anak diklasifikasikan sebagai esotropia infantilis, dengan onset sampai usia 6 bulan.
Sisanya timbul setelah usia 6 bulan dan diklasifikasikan sebagai esotropia nonakomodatif
didapat. 2
Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk kedalam kelompok esotropia
infantilis. Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum jelas. Deviasi konvergen telah
bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasi bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama
dalam semua arah pandangan dan biasanya tidak dipengaruhi oleh akomodasi. 2
Sebagian kecil kasus disebabkan oleh variasi anatomic misalnya anomaly insersi otot-otot
yang bekerja horizontal, ligamentum penaham abnormal, atau berbagai kelainan fasia lainnya.
Juga terdapat bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara genetis. Esotropia dan esoforia
sering diwariskan sebagai sifat dominan otosom. 2
Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal nonbedah dapat diindikasikan
untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. 2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa sehingga bayangan
benda yang dilihat akan selalu jatuh tepat dikedua macula. Dengan demikian didapatkan faal
penglihatan yang normal. Gerakan-gerakan otot ini teratur dan seimbang, sehingga didapat
penglihatan binokuler yang normal pula.3
Dalam setiap mata didapat 6 otot untuk menggerakkan bola mata, yang terdiri dari: 4
muskuli rekti, yang mulai dari annulus zinnia, sekeliling N.II, yang terletak diapeks posterior
orbita dan terdiri dari: m. rektus medialis, m. rektus lateralis, m. rektus superior, dan m. rektus
inferior. Ke empat otot ini berinsersi di sclera. Letak insersinya tidak sama jauh dari kornea. M.
rektus medialis 5 mm, m. rektus inferior 6 mm, m. rektus lateralis 7 mm, m. rektus superior 8
mm, jaraknya dari kornea. Panjang otot kira-kira 40 mm, lebarnya 10 mm. 3
2 muskuli obliq, terdiri dari m. obliqus inferior dan superior. M. obliqus inferior mulai
dari dinding nasal orbita, beberapa mm dari margo orbita, berjalan dibawah m. rektus inferior,
melengkung sekeliling bola mata dan berinsersi dibawah m. rektus lateralis. M. obliqus superior:
mulai dari annulus zinnia, diatas m. rektus superior, berjalan kedepan menuju trochlea yang
melekat pada bagian nasaldari margo orbita superior, kemudian berjalan kebawah luar, posterior
dengan sudut 55 derajat, untuk melekat pada sclera dibawah m. rektus superior. 3
Fungsi dari otot-otot mata: 3
Otot Gerak Primer Gerak Sekunder
m. rektus lateralis Abduksi
m. rektus medialis Aduksi
m. rektus superior Elevasi Aduksi, intorsi
m. rektus inferior Depresi Aduksi, intorsi
m. obliqus superior Intorsi Abduksi, depresi
m. obliqus inferior Ekstorsi Abduksi, elevasi
m. rektus lateralis hanya bekerja untuk abduksi, sedang m. rektus medialis untuk aduksi. Otot-
otot yang lain mempunyai gerak sekunder, disamping gerak primer. Kerja elevasi dan depresi
5
dari m. rektus superior dan m. rektus inferior bertambah bila mata dalam keadaan abduksi.
Sedang kerja elevasi dan depresi dari m. obliqus superior dan m. obliqus inferior bertambah bila
mata dalam keadaan aduksi. 3
Jurusan penglihatan:4
Jurus Penglihatan Kardinal Mata Kanan Mata Kiri
Ke atas kanan m.rektus superior m.obliqus inferior
Ke kanan m.rektus lateralis m.rektus medialis
Ke kanan bawah m.rektus inferior m.obliqus superior
Ke bawah kiri m.obliqus superior m.rektus inferior
Ke kiri m.rektus medialis m.rektus lateralis
Ke atas kiri m.obliqus inferior m.rektus superior
Persarafan: 3
- M. rektus lateralis dipersarafi oleh N. VI (n. abdusen)
- M. obliqus superior oleh N. IV (n. trochlearis)
- N. III (n. okulomotorius), mengurus semua mm. rekti terkecuali m. rektus lateralis, ditambah
m. obliqus inferior.
2.2 ESOTROPIA KONGENITAL
6
2.2.1 DEFINISI
Esotropia kongenital adalah deviasi kedalam dari mata sebelum mencapai usia 6 bulan.
Ini berhubungan dengan stereopsis, proses gerak dan pergerakan mata. Ambliopia adalah
konsekuensi tersering dari esotropia kongenital.5
2.2.2 PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti dari esotropia kongenital belum diketahui. Beberapa opini menyebutkan
bahwa esotropia kongenital disebabkan oleh konvergensi tonik yang berlebihan. Secara nyata
dipercaya bahwa, esotropia merupakan suatu kelainan bawaan dan irreversible. Ini merupakan
disfungsi primer pada perkembangan normal dari sensitifitas binocular. Hal ini didukung oleh
Chavasse yang menyatakan bahwa komponen saraf yang penting untuk penglihatan binokular
normal terdapat pada individu yang lahir dengan strabismus, tetapi pada perkembangannya,
akhirnya dihambat oleh abnormalitas optic dan kelainan muscular. 5
2.2.3 EPIDEMIOLOGI5
1. Frekuensi
Di Amerika serikat, Strabismus merupakan salah satu masalah mata yang sering ditemukan
pada anak-anak (sekitar 12 juta orang pada total populasi 245 juta). Esotropia kongenital
terdapat 28 – 54% dari keseluruhan kasus esotropia.
2. Mortalitas/morbiditas
7
Esotropia kongenital juga berhubungan dengan prevalensi tinggi pada penyakit sistemik,
seperti, prematuritas, neurologic, dan kelainan genetic.
3. Usia
Berdasarkan definisi, esotropia kongenital tampak pada anak sebelum usia 6 bulan.
2.2.5 PERJALANAN PENYAKIT
Esotropia kongenital secara klinis tidak langsung tampak pada saat bayi lahir, tetapi
berkembang pada bulan-bulan awal. Sering bermanifestasi dengan deviasi ke dalam (esodeviasi)
dari axis visual pada usia 2-4 bulan. 5
Beberapa faktor resiko telah dihubungkan dengan esotropia kongenital. Secara signifikan
seperti, prematuritas, riwayat keluarga, komplikasi perinatal atau kehamilan, kelainan sistemik,
penggunaan oksigen pada saat neonates, penggunaan obat sistemik, dan laki-laki. 5
2.2.6 PEMERIKSAAN FISIK
Esotropia kongenital klasik melibatkan sudut deviasi yang besar melebihi 20 dioptri
prisma (PD) pada pengukuran reflek cahaya kornea. Sesuai aturan, anak-anak dengan esotropia
yang lebih besar atau sama dengan 40 PD pada usia 2-4 bulan awal jarang menjadi orthoporia
secara spontan. 5
Pada anak dengan deviasi sudut yang lebih kecil (< 40 PD) atau dengan sudut yang
bervariasi mempunyai kesempatan yang lebih untuk menjadi orthoporia. 5
Berdasarkan Tychsen, esotropia kongenital bermanifestasi dengan tanda motorik ocular,
seperti: 5
1. Esotropia dengan atau tanpa ambliopia strabismus
2. Nistagmus
3. Asimetris
4. Gerakan visual asimetris dan abnormalitas persepsi gerakan
5. Deviasi vertical
Esotropia kongenital dapat berhubungan dengan beberapa presentasi klinis seperti
ambliopia, skotoma sentral, dan inkomiten. 5
- Ambliopia selalu terdapat pada pasien dengan esotropia kongenital.
8
- Semua pasien dengan esotropia kongenital gagal untuk mencapai penglihatan normal dan
stereopsis.
- Skotoma sentral selalu dapat diidentifikasi. Pada kondisi lain, telah dilaporkan bahwa
kuadran inferonasal pada lapang pandangan mengalami penyemoitan pada pasien dengan
esotropia kongenital sebagai hasil dari deviasi vertical.
- Terdapat inkomiten, tipe yang paling sering ditemukan adalah esotropia kongenital
dengan tipe V dimana esodeviasi lebih besar pada bagian bawah daripada bagian atas.
Esotropia kongenital tipe V disebabkan oleh overaksi dari muskulus obliqus inferior.
2.2.7 PENYEBAB
Penyebab pasti dari esotropia kongenital belum diketahui. Walaupun, presentasi genetic,
hubungan riwayat keluarga masih perlu dipertimbangkan. Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk meneliti hubungan antara penyebab genetic dengan esotropia kongenital. Berdasarkan
investigasi dalam skala besar, menunjukkan bahwa 20-30% anak yang lahir dari orang tua
dengan strabismus akan mengalami strabismus. 5
2.2.8 PENATALAKSANAAN
1. Non-operatif
Sudut deviasi yang lebih kecil dapat ditatalaksana dengan lensa prisma dengan atau
tanpa terapi oklusi, berdasarkan ada tidaknya ambliopia. Menampilakan refraksi yang baik
dengan cycloplegia penuh pada esotropia kongenital. Kombinasi cycloplegic yang umum
digunakan adalah 2,5% phenylephrine dan 1% cyclopentolate. Penting untuk menutup satu
mata selama melakukan pemeriksaan retinoskopi untuk membuat jarak yang akurat dengan
visual aksis. Rata-rata refraksi cycloplegik pada anak dengan esotropia kongenital tanpa
masalah perkembangan dan sistemik lainnya adalah spheris hiperopik ringan dengan
astigmatisma ringan, yang stabil pada decade pertama kehidupan. 5
Lensa koreksi pada umumnya diberikan dengan hiperopia lebih dari +2.50 dioptri
(D) dan/atau ketika unisometropia 1.50 D. tambahn, silinder lebih besar dari atau rata-rata
+0.5D dapat diberikan. Pada kondisi lain, myopia diatas -4.00 memerlukan lensa koreksi.5
Koreksi myopia dilakukan untuk 2 alasan: 5
9
- Untuk memperjelas gambar yang dilihat oleh bayi dengan demikiandapat meningkatkan
fiksasi
- Lensa minus dapat menurunkan kekuatan akomodasi dan sudut strabismus, terutama
fiksasi didekat target.
Ketika terdapat ambliopia maka, terapi oklusi merupakan satu-satunya pilihan. Bayi
diperiksa ulang setelah beberapa minggu untuk melihat respon terapi dan untuk meyakinkan
bahwa oklusi pada ambliopia tidak berkembang pada mata yang dominan. Akhir dari terapi
oklusi adalah untuk mencapai penglihatan rata-rata. 5
Injeksi Botulinum Toxic (BOTOX®) ke dalam rektus medial telah disarankan
sebagai terapi alternatif untuk operasi. Beberapa penelitian telah meneliti manfaat dari
prosedur ini dan mendapatkan hasil yang kontras. Dalam menggunakan injeksi BOTOX®
pada rektus medial bilateral, McNeer mencatat penurunan sudut esotropia pada 27 pasien
dengan esotropia kongenital lebih muda dari usia 12 bulan dan pada pasien lebih muda dari
usia 24 bulan. Penelitian jangka panjang hingga 95 bulan postinjeksi menunjukkan bahwa
tidak hanya penurunan signifikan dari sudut esotropia tetapi juga kesejajaran binocular (+10
PD) pada 89% pasien. 5
Pada suatu penelitian terpisah yang dilakukan oleh Scott et al, tercatat bahwa 65%
pasien yang mengalami esotropia kongenital mencapai koreksi 10 PD dengan injeksi
BOTOX®. Tidak ada perforasi, ambliopia, atau kehilangan penglihatan yang dilaporkan
pada pemakaian injeksi BOTOX®.5
Dalam evaluasi penggunaan BOTOX® sebagai pengobatan primer untu esotropia
kongenital sebelum operasi, de Alba Campomanes et al, menyatakan bahwa BOTOX®
adalah pengobatan paling efektif untuk esotropia kecil – sedang, dengan hasil yang
sebanding dengan pembedahan. Namun, operasi merupakan penanganan yang paling baik
untuk esotropia sudut besar. 5
2. Operatif
Esotropia kongenital ditandai dengan sudut deviasi yang besar (> 40 PD) dan
dikoreksi dengan pembedahan. Tychsen menyatakan bahwa ketika dokter bedah telah
menemukan bayi dengan esotropia kongenital melebihi 12 PD, maka penatalaksanaan bedah
harus dilakukan. Dokter bedah harus melakukan 2 kali pengukuran strabismus sebelum
melakukan operasi. 5
10
Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia
dilakukan. Selama bertahun-tahun, sejumlah teknik operasi dikembangkan tetapi kebanyakan
melibatkan reseksi rektus media bilateral. Alternatif lain adalah reseksi unilateral rektus
medius – reseksi rektus lateral (pemendekan otot untuk meningkatkan kekuatan abduksi).
Koreksi esotropia kongenital dengan operasi memberikan hasil terbaik bila dilakukan pada
anak usia kurang dari 12 bulan. 5
3. Medikamentosa
Beberapa obat digunakan dalam penatalaksanaan esotropia kongenital. Salep
kombinasi antibiotik – steroid digunkan untuk pengobatan minggu pertama postoperasi.
Injeksi BOTOX® digunakan sebagai alternatif untuk memulai atau mengulang operasi. 5
a. Salep kombinasi antibiotik-steroid
Digunakan pada minggu pertama postoperasi untuk mengontrol inflamasi dan untuk
mencegah infeksi terutama pada konjungtiva.
Obat yang bias digunakan adalah dexamethasone/tobramycin (Tobradex) yang
merupakan kombinasi dari tobramycin 0,3% dan dexamethasone 0,1%. Tobramycin
digunakan untuk bakteri gram positif dan gram negative. Dexamethasone merupakan
kortikosteroid patent.
b. Neurotoksik
Botulinum toxin tipe A (BOTOX®) adalah yang paling sering digunakan.
Menghambat transmisi impuls saraf pada jaringan neuromuscular.
OnabotulinumtoxinA (BOTOX®)
Digunakan untuk injeksi pada muskulus ekstraokuler. Dosis terapi yang digunakan
1,25 – 2,5 U. dosis lebih rendah digunakan untuk deviasi lebih kecil dan dosis lebih
tinggi digunakan untuk deviasi yang lebih besar.
2.2.9 PROGNOSIS
Prognosis yang lebih baik untuk kesejajaran okuler dan penglihatan dapat diperolah
apabila operasi dilakukan sebelum usia 2 tahun. Faktor yang mempengaruhi perburukan
kesejajaran letak okuler dan penglihatan dipengaruhi oleh ambliopia preoperasi, manifestasi
nistagmus laten, dan myopia dari -2,5 – 5,0 D.5
BAB III
11
KESIMPULAN
Esotropia kongenital adalah deviasi kedalam dari mata sebelum mencapai usia 6 bulan.
Ini berhubungan dengan stereopsis, proses gerak dan pergerakan mata. Ambliopia adalah
konsekuensi tersering dari esotropia kongenital. Penyebab pasti dari esotropia kongenital belum
diketahui. Berdasarkan definisi, esotropia kongenital tampak pada anak sebelum usia 6 bulan.
Esotropia kongenital secara klinis tidak langsung tampak pada saat bayi lahir, tetapi
berkembang pada bulan-bulan awal. Sering bermanifestasi dengan deviasi ke dalam (esodeviasi)
dari axis visual pada usia 2-4 bulan. 5 Esotropia kongenital klasik melibatkan sudut deviasi yang
besar melebihi 20 dioptri prisma (PD) pada pengukuran reflek cahaya kornea.
Berdasarkan investigasi dalam skala besar, menunjukkan bahwa 20-30% anak yang lahir
dari orang tua dengan strabismus akan mengalami strabismus. Tindakan bedah biasanya
diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia dilakukan.
Koreksi esotropia kongenital dengan operasi memberikan hasil terbaik bila dilakukan
pada anak usia kurang dari 12 bulan. Beberapa obat digunakan dalam penatalaksanaan esotropia
kongenital. Salep kombinasi antibiotik – steroid digunkan untuk pengobatan minggu pertama
postoperasi.
Prognosis yang lebih baik untuk kesejajaran okuler dan penglihatan dapat diperolah
apabila operasi dilakukan sebelum usia 2 tahun. Faktor yang mempengaruhi perburukan
kesejajaran letak okuler dan penglihatan dipengaruhi oleh ambliopia preoperasi, manifestasi
nistagmus laten, dan myopia dari -2,5 – 5,0 D.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Velayazulfahd, Huseikha. Strabismus Esotropia (Laporan Kasus). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti. 2013.
2. Asbury, Taylor & Miles J. Burke. Strabismus. Dalam: Daniel G. Vaughan, Taylor Asbury,
Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2002.
Hal: 252.
3. Nana, Wijana. Gangguan Gerak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1996.
Hal: 277.
4. Nana, Wijana. Gangguan Gerak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1996.
Hal: 279.
5. Vicente Victor D Ocampo. Infantile Esotropia (Reference). WebMD LLC. 2012.
13