glaukoma kongenital
DESCRIPTION
glaukomaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Glukoma berasal dari bahasa yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma mengakibatkan lapang pandang seseorang menghilang, dengan atau
tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh factor kongenital atau didapat setelah
dilahirkan. Glaukoma adalah neuropatik optic yang disebabkan oleh tekanan intra
okuler yang (relative) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapang pandang yang
khas dan atrofi papil saraf optic.
Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolute) tinggi, tetapi TIO
relative tinggi untuk individu tersebut. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan
peringkat kedua di Indonesia setelah katarak. Kebutaan yang terjadi pada
glaukoma bersifat menetap, tidak sepeti katarak yang bias dipulihkan dengan
pembedahan.
Glukoma kongenital terjadi karena saluran ekskresi humour aquos tidak
terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Tanda dan gejala
klinis glaukoma kongenital ini berupa epifora, fotofobia, dan blefarospasme.
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan pada
anastesi umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam
penglihatan, tonometry, gonioskopi, oftalmoskopi dan ultrasonografi.
Glaukoma kongenital primer, dihitung kira-kira 50-70% dari glaukoma
kongenital, terjadi kurang pada glaukoma dewasa primer dan jarang terjadi (1
dalam 10.000 kelahiran). Glaukoma kongenital terjadi sejak lahir, atau pada tahun
pertama setelah lahir. Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhna
struktur sudut iridokorneal sejak dalam kandungan kira-kira saat jani berumur
7bulan. Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan
seanjang hidup. Prognosis buruk terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan
kekeruhan kornea saat lahir. Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul lebih
dini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Anatomi
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan
mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus
siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli
anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork.
Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus
siliaris yang membentuk aqueous humor. Prosesus siliaris memiliki dua lapis
epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel
yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor.
Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea
perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran
aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan
scleral spur.
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas
lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik (Riordan-Eva, 2009).
Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork (bagian
paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular
meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis
Schlemm.
2
Gambar 2.1 Struktur trabecular meshwork.
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan
tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola
berukuran besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradient
tekanan intraokuli. Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena
episklera untuk selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena
opthalmikus superior. Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena
konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya
menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous
humor akan bermuara ke sinus kavernosus.
2.3 Fisiologi
Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi
bilik anterior sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL. Aqueous
humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada
jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular
meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat)
juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting
adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga
3
integritas struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi cahaya ke
jaras penglihatan.
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Aqueous Humor, Plasma dan Vitreous Humor.
Komponen
(mmol/kg H2O)
Plasma Aqueous Humor Vitreous Humor
Na
Cl
HCO3
Askorbat
Glukosa
146
109
28
0,04
6
163
134
20
1,06
3
144
114
20-30
2,21
3,4
Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,
ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak
berpigmen memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor dan
melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air
dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses
ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan
proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati
membrane melalui perbedaan gradien electron.
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran
utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional /
uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous
humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke
kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang
selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan
perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular.
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua,
sekitar 5-10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus
siliaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan
sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.
4
Gambar 2.2 Trabecular Outflow
Gambar 2.3 Uveosceral Outflow
2.4 Tekanan Intraokuli
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan
fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan
penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang
konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan
intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang
berlangsung dengan sendirinya.
5
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan
intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal. Pada
malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi
peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat.
Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli
kembali turun. Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi
saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
tekanan intraokuli, antara lain keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi
aqueous humor, resistensi permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik,
posisi tubuh, irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah
asupan air, dan obat-obatan.
2.5 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang artinya hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intra okular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi
papil saraf optik.1,2
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-
anak terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran
yang dapat menghambat aliran dari aquous humor sehingga dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat
merusak saraf optik.3
2.6 Klasifikasi
Glaukoma kongenital dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a. Glaukoma kongenital primer yang menunjukkan kelainan
perkembangan terbatas pada sudut kamera anterior. Glaukoma
kongenital primer dibagi menjadi tiga yaitu glaukoma kongenital
primer yang terjadi pada tahun pertama kelahiran, glaukoma
kongenital primer yang terjadi pada usia lebih dari 1 tahun sampai 3
6
tahun dan glaukoma juvenil yang terjadi pada usia lebih dari 3 tahun
sampai usia remaja.4,5
b. Glaukoma kongenital yang berhubungan dengan anomali
perkembangan segmen anterior yaitu sindrom Axenfeld, anomali Peter
dan sindrom Rieger. Disini perkembangan iris dan kornea juga
abnormal. Penyakit-penyakit ini biasanya diwariskan secara dominan,
walaupun dilaporkan ada kasus-kasus sporadik. Glaukoma timbul pada
sekitar 50% dari mata dengan kelainan tersebut dan sering belum
muncul sampai usia anak lebih tua atau dewasa muda.4
c. Glaukoma kongenital yang berhubungan dengan kelainan lain
termasuk aniridia, sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis, sindrom
Lowe dan rubella kongenital.4
2.7 Epidemiologi
Glaukoma kongenital jarang terjadi, 1 dari 10.000 kelahiran. Glaukoma
kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada umur 6
bulan pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus.
Glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma kongenital yang sering terjadi.
Glaukoma kongenital primer adalah gangguan mata yang menyumbang 0,01-
0,04% dari kebutaan total. Sebagian besar pasien (sekitar 60%) didiagnosis pada
umur 6 bulan dan 80% yang didiagnosis dalam tahun pertama kehidupan. Sering
terjadi pada laki-laki (sekitar 65%) dan keterlibatan biasanya bilateral (sekitar
70%).4-6
2.8 Etiologi
Glaukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan tidak terbentuk
dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma kongenital primer
terjadi akibat terhentinya perkembangan struktur sudut kamera anterior pada usia
janin sekitar 7 bulan. Diduga penyebabnya karena mutasi dari CYP1B1 pada
kromosom 2p21.2,4,5
2.9 Patofisiologi
7
Pada glaukoma kongenital primer iris mengalami hipoplasia dan berinsersi
ke permukaan trabekula didepan taji sklera yang kurang berkembang, sehingga
jalinan trabekula terhalang dan timbul gambaran suatu membran (membran
Barkan) yang menutupi sudut. Banyak cairan (humor akuos) terus menerus
diproduksi tetapi tidak bisa didrainase karena tidak berfungsinya saluran drainase
secara tepat. Oleh karena itu, jumlah cairan di dalam mata meningkat dan
meningkatkan tekanan intraokular. Serat optik mata dapat rusak akibat tekanan
intraokular yang terlalu tinggi.3,4
Glaukoma kongenital yang berhubungan dengan anomali perkembangan
segmen anterior mencerminkan suatu spektrum gangguan perkembangan segmen
anterior, yang mengenai sudut, iris, kornea, dan kadang-kadang lensa. Biasanya
terdapat sedikit hipoplasia stroma anterior iris, disertai adanya jembatan-jembatan
filamen yang menghubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila jembatan
filamen terbentuk di perifer dan berhubungan dengan garis Schwalbe yang
mencolok dan tergeser secara aksial (embriotokson posterior), penyakit yang
timbul dikenal sebagai sindrom Axenfeld. Hal ini mirip dengan
trabekulodisgenesis pada glaukoma kongenital primer. Apabila perlekatan
iridokorneanya lebih luas yang disertai oleh disrupsi iris, dengan polikoria serta
anomali tulang dan gigi, timbul apa yang disebut sindrom Reiger (suatu contoh
disgenesis iridotrabekula). Apabila perlekatannya adalah iris sentral dan
permukaan posterior sentral kornea, penyakit yang timbul disebut anomali Peter
(suatu contoh trabekulodisgenesis iridokornea).4
Gambar 2.4 Aliran cairan bilik mata
8
2.10 Manifestasi dan Penilaian Klinis
Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik, yaitu:
epifora, fotofobia dan blefarospasme. Sejak lahir penderita memiliki bola mata
besar yang disebut buftalmos. Bayi cenderung rewel, karena peningkatan TIO
menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata.2,5 Jika terdapat pada anak berumur
kurang 2 tahun dengan keluhan ini, ingatlah pada kemungkinan peninggian
tekanan intraokuler. Kemudian akan timbul:
a. Pengeruhan kornea
Mulai dengan edema dari epitel dan stroma, kemudian disusul dengan
pengeruhan yang menyeluruh dari stroma, disertai dengan rupture dari
membrane descement, jika penyakit sudah berlanjut. Kadang-kadang pada
waktu lahir, sudah didapatkan kekeruhan yang menyeluruh, sehingga
kornea menjadi putih dan iris tidak terlihat lagi.
b. Penambahan diameter kornea
Diameter horizontal pada mata yang normal rata-rata 10 mm, ini dapat
berbeda 1 mm, dalam keadaan normal. Pada umur 1-2 tahun diameter
menjadi 11,5 mm. pengukuran yang melebihi 12 mm harus dianggap
mencurigakan. Pembesaran kornea pada glaucoma congenital dapat
mencapai 16 mm.
c. Penambahan diameter bola mata
d. Peningkatan tekanan intraokuler
Sering didapatkan keadaan stadium dini dengan lakrimasi yang persisten,
fotofobia, dan pengeruhan kornea tetapi tensi intraokulernya normal.hal ini
disebabkan pengaruh narkose umum pada aliran bilik mata, berhubung
pengukuran tekanan intraokuler pada anak-anak dilakukan dengan narkose
umum. Karena itulah, pengukuran tekanan intraokuler pada anak-anak
dengan tanda glaucoma dini, terutama bila disertai pembesaran kornea,
harus dilakukan berulang kali sampai didapatkan peningkatan tekanan
intraokuler. Akibat peningkatakan tekanan intraokuler pada anak berbeda
9
dengan orang dewasa. Oleh jaringan mata pada anak masih lembek maka
seluruh mata membesar sehingga panjangnya 32 mm dan korneanya
sampai 16 mm. kornea ini menipis bagian sentral terutama pada bagian
korneoskleral, sehingga kurvatura dari kornea menjadi kurang.
Sclera: menjadi tipis, tampak biru, pada daerah badan siliar dan mudah
robek bila terkena trauma sedikit saja.
Bilik mata depan: dalam.
Iris: tremulans, menipis, atrofi.
Lensa: tertekan ke belakang, serat ligamentum suspensorium lentis tegang
akibatnya dislokasi lensa.
Papil saraf optic: tetap normal untuk jangka waktu lama, selama masta
masih teregang, akan tetapi kemudian menunjukkan penggaungan dan
atrofi seperti pada glaucoma dewasa.
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital sebaiknya dilakukan dalam
anestesi umum. Tonometri, pengukuran diameter kornea dan panjang aksial,
pemeriksaan kornea dan bagian anterior mata (sebaiknya dilakukan dengan slit
lamp), gonioskopi dan oftalmoskop adalah pemeriksaan yang terpenting untuk
mendiagnosa dan memonitor glaukoma pada anak. Pemeriksaan klinis pada
glaukoma kongenital, yaitu:
Pemeriksaan mata luar. Buftalmos disebabkan oleh kenaikan TIO saat
masih dalam kandungan dan mendesak dinding bola mata bayi yang
masih lentur, akibatnya sklera menipis dan kornea akan membesar dan
keruh. Robekan membran Descement disebut Haab’s striae dapat
terjadi karena regangan kornea dan peningkatan kedalaman kamera
anterior (disertai oleh peningkatan generalisata segmen anterior mata)
serta edema dan kekeruhan stroma kornea.2,4,5
Tajam penglihatan. Ambliopia dapat disebabkan oleh kekeruhan
kornea atau kesalahan refraktif. Pembesaran mata dapat menyebabkan
miopia, dimana robekan pada membran Descement dapat
menyebabkan astigmat yang besar.2
10
Tonometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokuler adalah tanda
cardinal. Banyak bahan anastesi umum dan sedatif yang dapat
menurunkan TIO, kecuali ketamin. TIO diukur sesegara mungkin
setelah diinduksi anastesi. Tonometri harus diperiksa dengan
menggunakan dua sistem yang berbeda. TIO normal anak lebih rendah
daripada orang dewasa. Peningkatan TIO lebih dari 20 mmHg sudah
dapat didiagnosis sebagai glaukoma kongenital dan 15-20 mmHg
merupakan suspek.4,5
Pemeriksaan diameter horizontal kornea lebih reliabel daripada
pengukuran panjang aksial pada glaukoma kongenital. Peningkatan
diameter horizontal kornea melebihi 11,5 mm dianggap bermakna.5
Gonioskopi dapat dilakukan jika kornea masih jernih. Pada penderita
glaukoma kongenital primer terjadi insersi iris ke anterior.5
Oftalmoskop dan pemeriksaan nervus optikus untuk mendiagnosis dan
monitor glaukoma. Pencengkungan diskus optikus akibat glaukoma
merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting.4,5
Gambar 2.5 Buftalmos
11
Gambar 2.6 Epifora
Gambar 2.7 Edema Kornea
Gambar 2.8 Haab’s striae
12
2.11 Diagnosis Banding
Tabel 1. Pertimbangan Diagnosis Untuk Gejala dan Tanda dari Glaukoma
Kongenital Primer
Kondisi mata merah dan epifora
- Obstruksi duktus nasolakrimalis kongenital
- Defek epitel kornea atau abrasi
- Konjungtivitis
- Inflamasi okuler (uveitis/trauma)
Kondisi dari edema kornea atau ipasifikasi
- Distropi kornea (distropi endotelial herediter kongenital, distropi
polimorfik posterior)
- Obsetriki birh trauma with descemet’s tears
- Storage disease (mukopolisakarida, sistinisis)
- Anomali kongenital (sklero kornea, anomali peter)
- Keratitis (keratitis rubela maternal, herpetik, pliktenular)
- idiopatik
Kondisi dari pembesaran kornea
- Aksial miopia
- Megalokornea
Kondisi abnormalitas nervus optik
- Optic atrophy
- Optic nerve coloboma
- Optic nerve hypoplasia
- Optic nerve malformation
- Physiologic cupping
2.12 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
13
Merupakan tindakan pendahuluan, yang harus diberikan tindakan
operatif dilakukan, diberikan pilokarpin dan diamox, sampai TIO nya
normal.
Obat kolinergik (miotik) yang bekerja langsung
Pilokarpin
Farmakokinetik: Mula kerjanya cepat, efek puncak terjadi antara 30-60
menit dan berlangsung selama 4-8 jam.
Mekanisme Kerja Obat: Meningkatkan aliran keluar akuos karena
adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan penarikan tapis
sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut tertutup,
efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris
menjauh dari sudut bilik mata depan. Obat ini meningkatkan aliran
keluar melalui trabekula.
Indikasi: Glaukoma sudut terbuka kronis (glaukoma simpel kronis),
glaucoma sudut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup sinekia kronis
(setelah dilakukan iridektomi perifer).
Kontraindikasi: Glaukoma inflamasi, glaukoma malignan dan riwayat
alergi.
Etek Samping: Efek samping okular bzruna keratitis pungtata
superfisial, spasme otot siliar yang menyebabkan miopia, miosis,
kemungkinan retinal detachment, progresifitas katarak dan toksisitas
endotel kornea. Efek samping sistemik termasuk berkeringat, aktivitas
gastrointestinal yang meningkat, salivasi, nausea tremor, nyeri kepala,
bradikardi dan hipotensi.
Dosis: Tersedia dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel. Pada
sediaan larutan mata tersedia dua macam bentuk garam pilokarpin
yaitu:
1. Pilokarpin hidroklorida dalam sediaan 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 3%,
4%, 6%, 8% dan 10% tetes mata.
14
2. Pilokarpin nitrat dalam sediaan 1%, 2%, dan 4% tetes mata.
Diberikan 1-2 tetes, 3-4 kali sehari. Konsentrasi yang umumnya
digunakan adalah 0.5 - 4 %. Awitan efek miotik dimulai 10-30
menit dan lama kerja adalah 6 jam. Obat ini biasanya diberikan
setiap 6 jam sekali.
Asetazolamid
Merupakan obat golongan PKA yang paling sering digunakan. Obat ini
memblok enzim karbonik anhidrase secara reversibel pada badan siliar
sehingga rnensupresi produksi cairan akuos. Cairan akuos kaya akan
natrium dan ionbikarbonat yang hiperosmotik dibandingkan plasma.
Air ditarik ke bilik mata belakang sebagai akibat proses osmosis dan
terjadi dilusi pada konsentrasi tinggi bikarbonat. Ketika diberikan
secara oral, konsentrasi puncak pada plasma diperoleh dalam 2 jam,
bertahan 4-6 jam dan menurun secara cepat karena ekskresi pada urin.
Tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul dengan dosis umum 125 - 250
mg empat kali sehari.
Efek asetazolamid dapat diperpanjang dengan sediaan dalam bentuk
granul yang terlapis dan menggunakan sistem pemberian pompa
osmotik.
Indikasi: Digunakan sebagai monoterapi atau sebagai pengobatan
tambahan pada glaukoma simpel kronik, glaukoma sekunder,
preoperasi dan glaukoma sudut tertutup akut ketika penundaan operasi
membutuhkan penurunan TIO.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap sediaan, sensitivitas silang
antara antibakteri sulfonamid clan diuretik derivat sulfonamid. Pasien
dengan penyakit respirasi perlu mendapat perhatian lebih karena
kemungkinan efek asidosis respirasi (pada penggunaan sistemik). Juga
pada penderita dengan kadar serum natrium dan kalium yang menurun,
gangguan ginjal dan hati serta insufisiensi adrenokortikal.
Dosis: Tersedia dalam bentuk tablet 125 mg, 250 mg dan kapsul lepas
lambat 500 mg, dalam bentuk serbuk untuk penggunaan suntikan iv
15
500 mg per vial. Dosis yangdianjurkan untuk memperoleh efek yang
mendekati maksimum adalah pemberian asetazolamid oral 250 mg
setiap 6 jam (untuk dewasa). Pada anak dosis orang adalah 10-15
mg/kg/hari dibagi dalam pemberian setiap 6 - 8 jam. Kapsul 500 mg
asetazolamid lepas lambat diberikan setiap 12 jam.
Efek samping: Malaise, rasa logam, kelelahan, depresi, anoreksi clan
penurunan berat badan, penurunan libido, mual, muntah, hematuri,
glikosuria, peningkatan diuresis, insufisiensi hati, mengantuk, linglung,
nyeri kepala, parestesia ekstremitas, neropati perifer, miopia
sementara, urikaria, gatal, asidosis metabolik, diskrasia darah clan
reaksi hipersensitif.
b. Operatif
Tatalaksana yang dilakukan pada glaukoma kongenital yaitu membuat
lubang pada trabekulum Meshwork supaya ada saluran pembuangan
akuos humor. Pembuatan lubang dapat dilakukan dengan goniotomi,
yaitu operasi membuat torehan sudut iridokorneal, sehingga terjadi
hubuangan langsung COA dengan kanalis Schlemm, selain itu dapat
dilakukan pembukaan trabekulum yang tidak sempurna tadi dengan
cara trabekulotomi yaitu pada kanalis Schelmm dimasukkan alat
seperti probe kemudian probe diputar kearah COA sehingga jaringan
trabekulum sobek atau terlepas, akibatnya terjadi hubungan langsung
antara COA dan kanalis Schelmm.2
Operasi filtrasi juga dapat dilakukan, salah satunya dengan
trabekulektomi, yaitu pembuatan fistula antara COA dengan ruang
subkonjungtiva melalui pengangkatan sebagian jaringan trabekulum
secara bedah, sehingga akuos humor akan dibuang ke ruang
subkonjungtiva. Pemasangan tube implant juga dapat dilakukan pada
glaukoma kongenital karena operasi trabekulektomi hasilnya tidak
memuaskan, fistula akan menutup kembali.2
Gabungan trabekulotomi-trabekulektomi aman dan efektif dalam
lanjutan perkembangan glaukoma primer dengan kornea 14 mm
16
diameter atau lebih. Sebelum dilakukan operasi tetap diberi obat untuk
menurunkan TIO supaya kerusakan saraf optik tidak lebih parah.2
a. Goniotomi
Adalah untuk memotong jaringan masenkim yang menutupi
trabekula atau memotong iris/ M.siliaris longitudinalis yang
berinsersi pada trabekula.
Dengan cara:
Dilakukan narkose umum, dengan memakai pisau goniotomi
kornea ditusuk 1 mm anterior dari limbus kornea, sebelah temporal
sampai masuk dalam bilik mata depan, kemudian diteruskan
sampai menyebrang ke sisi yang lain, pisau digerakkan ke atas
dank e bawah selebar 25-30 derajat. Ke dalam bilik mata depan
dapat disuntikkan udara untuk membentuk bilik mata depan
kembali. Cairan bilik mata sekarang sudah dapat keluar melalui
jalan yang biasa yaitu melalui trabekula ke kanal schlem, saluran
kolektor ke pleksus vena di sclera dan episklera. Operasi ini dapat
diulang pada kwadran yang lain dan dapat menimbulkan kelainan
kosmetik. Hasilnya pada glaucoma infantile 76-80%. Setelah
operasi anak harus istirahat 1 hari untuk kemudian dapat aktif lagi
seperti biasa.
b. Goniopuncture
Untuk menimbulkan fistula antara bilik mata depan dan jaringan
subkonjungtiva.
Dilakukan jika goniotomi tidak berhasil atau bersamaan dengan
goniotomi, dimana pisau goniotomi setelah digerkakkan ke atas
dank e bawah, pisau tersebut diteruskan menusuk sclera ke daerah
subkonjungtiva, yang kemudian menembus subkonjungtiva bila
disuntikkan garam fisiologis. Dengan demikian cairan akueus
humor sekarang dapat keluar dari bilik mata depan melalui
goniopuncture menuju ke subkonjungtiva.
17
2.13 Prognosis
Pada kasus yang tidak diobati, dapat timbul kebutaan. Mata mengalami
peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan.
Pencengkungan diskus optikus khas glaukoma timbul relatif cepat, yang
menekankan perlunya terapi segera.4
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa glaukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan tidak
terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma
kongenital primer terjadi akibat terhentinya perkembangan struktur sudut kamera
anterior pada usia janin sekitar 7 bulan. Diduga penyebabnya karena mutasi dari
CYP1B1 pada kromosom 2p21.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.
2. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 2007.
3. Urban, Robert C. Primary Congenital Glaucoma. [diakses 26 Maret 2015].
Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com.
4. Vaughan DG, Eva RP. Glaukoma. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR.
Oftalmologi Umum. Ed 14th. Jakarta: Widya Medika, 2000:220-38.
5. Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. Pediatric Glaukoma and Glauoma
Associated with Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of
Glaucoma. Martin Dunitz Ltd 2002;10: 147-51.
19
6. Chakrabarti D, Mandal AK. Update on congenital glaucoma. Indian Journal
Ophtamology. 2011;59(7):148-57.
20