referat sinusitis perbaikan

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis mengenai sekitar 16% populasi dewasa di Amerika Serikat, yang menyebabkan biaya kesehatan sejumlah 5,8 milyar dollar Amerika pada tahun 1996. Mayoritas pasien datang ke unit pelayanan kesehatan primer yaitu sebanyak 18 juta kunjungan per tahun. Derajat gangguan aktivitas yang ditimbulkan sangat mendasar dan sebanding dengan penyakit kronik lainnya seperti penyakit paru obstruktif kronis, angina dan nyeri punggung. 1 Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik. 2,3 Pada era antibiotik saat ini 17% dari penderita dengan selulitis orbita meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan. 4 Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik. Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis, epidural empiema 1

Upload: sthyamel

Post on 27-Jun-2015

943 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sinusitis Perbaikan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinusitis mengenai sekitar 16% populasi dewasa di Amerika Serikat, yang

menyebabkan biaya kesehatan sejumlah 5,8 milyar dollar Amerika pada tahun

1996. Mayoritas pasien datang ke unit pelayanan kesehatan primer yaitu sebanyak

18 juta kunjungan per tahun. Derajat gangguan aktivitas yang ditimbulkan sangat

mendasar dan sebanding dengan penyakit kronik lainnya seperti penyakit paru

obstruktif kronis, angina dan nyeri punggung.1

Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra

orbital maupun intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah

penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates.

Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien mengalami komplikasi sinusitis sebelum era

antibiotik.2,3 Pada era antibiotik saat ini 17% dari penderita dengan selulitis orbita

meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan.4 Komplikasi

intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka kejadiannya

sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik. Meskipun

jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis,

epidural empiema serta abses, trombosis sinus kavernosus, dan abses serebri.5

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya meliputi

anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis,

diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai anatomi

dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis,

pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

1

Page 2: Referat Sinusitis Perbaikan

1.4 Metode Penulisan

Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke

berbagai literatur.

2

Page 3: Referat Sinusitis Perbaikan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.6,7

Rhinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada

kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah

rinosinusitis. Rinosinusitis (termasuk polip nasi) didefinisikan sebagai inflamasi

hidung dan sinus paranasal yang ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah

satunya harus termasuk sumbatan hidung/ obstruksi nasi/ kongesti atau pilek

(sekret hidung anterior/ posterior)

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

dan salah satu dari

Temuan nasoendoskopi:

o Polip dan atau

o Sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau

o Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius

dan atau

Gambaran tomografi komputer:

o Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan atau sinus.8

2.2 Anatomi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid,

sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sinus-sinus ini pada dasarnya adalah rongga-

rongga udara yang berlapis mukosa di dalam tulang wajah dan tengkorak.

Pembentukannya dimulai sejak dalam kandungan, akan tetapi hanya ditemukan

dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus maksila dan etmoid.9 Sinus frontal mulai

berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi

penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga usia 25

tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau rudimenter,

dan tidak memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi

3

Page 4: Referat Sinusitis Perbaikan

sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan

atau dua puluhan.6 Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum

berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang

kemudian akan menjadi kokha inferior. Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal,

yang akan menjadi konka media, superior dan supreme dengan cara terbagi

menjadi ethmoturbinal pertama dan kedua. Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan

sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum etmoid. Sinus-sinus

kemudian mulai berkembang. Rangkaian rongga, depresi, ostium dan prosesus

yang dihasilkan merupakan struktur yang kompleks yang perlu dipahami secara

detail dalam penanganan sinusitis, terutama sebelum tindakan bedah.9 Tulang-

tulang pembentuk dinding lateral hidung dijelaskan dalam gambar 1.10

Gambar 1. Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung (1. Nasal; 2. Frontal;

3. Etmoid; 4. Sfenoid; 5. Maksila; 6. Prosesus palatina horizontal; 7.

Konka superior (etmoid); 8. Konka media (etmoid); 9. Konka inferior;

10. Foramene sfenopalatina; 11. Lempeng pterigoid media; 13.

Hamulus pterigoid media)10

Dari struktur di atas, dapat dilihat atap kavum nasi dibentuk oleh tulang-

tulang nasal, frontal, etmoid, sfenoid dan dasar kavum nasi dibentuk oleh maksila

dan prosesus palatina, palatina dan prosesus horizontal. Gambar 1 menunjukkan

anatomi tulang-tulang pembentuk dinding nasal bagian lateral. Tiga hingga empat

konka menonjol dari tulang etmoid, konka supreme, superior, dan media. Konka

4

Page 5: Referat Sinusitis Perbaikan

inferior dipertimbangkan sebagai struktur independen.10 Masing-masing struktur

ini melingkupi ruang di baliknya di bagian lateral yang disebut meatus, seperti

terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Meatus pada dinding lateral hidung10

Sebuah lapisan tulang kecil menonjol dari tulang etmoid yang menutupi

muara sinus maksila di sebelah lateral dan membentuk sebuah jalur di belakang

konka media. Bagian tulang kecil ini dikenal sebagai prosesus unsinatus.9 Jika

konka media diangkat, maka akan tampak hiatus semilunaris dan bulla etmoid

seperti tampak pada gambar 3. Dinding lateral nasal bagian superior terdiri dari

sel-sel sinus etmoid yang ke arah lateral berbatasan dengan epitel olfaktori dan

lamina kribrosa yang halus. Superoanterior dari sel-sel etmoid terdapat sinus

frontal. Aspek postero-superior dari dinding lateral nasal merupakan dinding

anterior dari sinus sfenoid yang terletak di bawah sela tursika dan sinus

kavernosa.10 

Gambar 3. Struktur di balik konka10

5

Page 6: Referat Sinusitis Perbaikan

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke

daerah yang berbeda dalam kavum nasi seperti terlihat dalam gambar 4. Aliran

sekresi sinus sfenoid menuju resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju

infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior \menuju meatus media, sinus

etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju meatus media.

Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus

nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.10

Gambar 4. Aliran sekresi sinus10

2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi sinusitis

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

infeksi bakteri, jamur, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal

pada wanita hamil. Faktor lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal,

trauma, polip hidung, deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek

osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat menjadi faktor predisposisi

sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab

terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan

sumbatan dan menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh

adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan merokok.7,11

2.4 Klasifikasi Sinusitis

Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan,

sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):8

- Ringan = VAS 0-3

6

Page 7: Referat Sinusitis Perbaikan

- Sedang = VAS >3-7

- Berat= VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS

jawaban dari pertanyaan:

Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?

│_______________________________________________________________│

Tidak mengganggu 10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien

Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:8

Akut

< 12 minggu

Resolusi komplit gejala

Kronik

> 12 minggu

Tanpa resolusi gejala komplit

Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut

Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi

subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu:8

1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal

Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media

2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal

Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah

penggunaan dekongestan.8

2.5 Patogenesis

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM).

Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang

berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan. 7

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak

dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi

7

Page 8: Referat Sinusitis Perbaikan

didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi

mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk

tumbuhnya bakteri patogen.7

Gambar 5. Patogenesis Sinusitis12

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir

sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan

jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat

menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema

mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang

sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang

sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil

membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.13

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,

yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :13

1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya

kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan

pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada

kelainan epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar

melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri,

8

Page 9: Referat Sinusitis Perbaikan

debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi

dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan

sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi

fibrin dan serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan

berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke

tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi

masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan

belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan

menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya

dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis

tulang.13

Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu

tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung melalui bagian

dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4)

melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah

infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.13

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Berdasarkan beratnya penyakit, sinusitis dapat dibagi

menjadi ringan, sedang dan berat sesuai dengan klasifikasi EPOS. Sedangkan

berdasarkan lamanya penyakit sinusitis dibagi menjadi akut dan kronik.

Berdasarkan EPOS yang dikatakan akut adalah bila gejala berlangsung <12

minggu, sedangkan kronik bila gejala berlangsung >12 minggu termasuk

rinosinusitis kronik eksaserbasi akut.7,8

2.6.1 Sinusitis Akut

Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh

virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut

termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella

catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran

9

Page 10: Referat Sinusitis Perbaikan

napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7

hari.14

Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi

virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang

biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh

infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus

merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi

purulen. 7

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut ialah hidung

tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang sering

sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik

seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang

terkena, merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga

dirasakan di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga

menandakan sinusitis maksila. Nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata

dan pelipis menandakan sinusitis etmoid. Nyeri di dahi atau seluruh kepala

menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,

oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Gejala lain adalah sakit kepala,

hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak

pada anak.7,8

Gejala sugestif untuk menegakkan diagnosis terlihat pada tabel 1. Gejala yang berat dapat menyebabkan beberapa komplikasi,

dan pasien tidak seharusnya menunggu sampai 5-7 hari sebelum mendapatkan pengobatan.14

Tabel 1. Gejala Mayor dan Minor pada Diagnosis Sinusitis Akut3

Gejala Mayor

  Nyeri atau rasa tertekan pada muka

  Kebas atau rasa penuh pada muka

  Obstruksi hidung

  Sekret hidung yang purulen, post nasal drip

  Hiposmia atau anosmia

  Demam (hanya pada rinosinusitis akut)

Gejala Minor

  Sakit kepala

10

Page 11: Referat Sinusitis Perbaikan

  Demam (pada sinusitis kronik)

  Halitosis

  Kelelahan

  Sakit gigi

  Batuk

  Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada telingaDiagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala minor ditambah

dengan dua gejala minor.3

Pada rinoskopi anterior tampak pus keluar dari meatus superior atau nanah

di meatus medius pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid

anterior, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid tampak

pus di meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post

nasal drip). Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi

suram atau gelap.7

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA dan lateral.

Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air

fluid level) pada sinus yang sakit.7

Gambar 6. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal15

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Lebih baik lagi bila

diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Dalam interpretasi biakan

hidung, harus hati-hati, karena mungkin saja biakan dari sinus maksilaris dapat

dianggap benar, namun pus tersebut berlokasi dalam suatu rongga tulang.

Sebaiknya biakan dari hidung depan, akan mengungkapkan organisme dalam

11

Page 12: Referat Sinusitis Perbaikan

vestibulum nasi termasuk flora normal seperti Staphilococcus dan beberapa kokus

gram positif yang tidak ada kaitannya dengan bakteri yang dapat menimbulkan

sinusitis. Oleh karena itu, biakan bakteri yang diambil dari hidung bagian depan

hanya sedikit bernilai dalam interpretasi bakteri dalam sinus maksilaris, bahkan

mungkin memberi informasi yang salah. Suatu biakan dari bagian posterior

hidung atau nasofaring akan jauh lebih akurat, namun secara teknis sangat sulit

diambil. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus

maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus

maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 6,7

1. Sinusitis Maksilaris

Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut

berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda

dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh,

dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau

turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta

nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan

terkadang berbau busuk.7

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari

meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus

maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transluminasi berkurang bila

sinus penuh cairan. Pada pemeriksaan radiologik foto polos posisi waters dan PA,

gambaran sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa,

selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak

hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk

gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi pus.6

2. Sinusitis Etmoidalis

Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali

bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang

dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola

mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,

12

Page 13: Referat Sinusitis Perbaikan

post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan

pada pangkal hidung.6,7

3. Sinusitis Frontalis

Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk

menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang

malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan

mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang

hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan

tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.7

4. Sinusitis Sfenoidalis

Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks

kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh

karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.6

2.6.2 Sinusitis Kronis

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama

eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa itu, gejala

berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang

seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala

dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan

tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,

gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang

penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak

mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.6,7,13 Hidung biasanya

sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor predisposisi, seperti rinitis

alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan

sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih

sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip

nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis

kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis

13

Page 14: Referat Sinusitis Perbaikan

kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti

Pseudomonas aeruginosa.13, 14

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Sinusitis Akut

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif

akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif.

Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin.

Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan

dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.16

Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami

komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat

menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena

selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan

menembus sawar darah otaknya juga baik.16

Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan

metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan

serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi

alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk

mengurangi nyeri.16

14

Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; ± nyeri/ rasa tertekan di wajah;Penghidu terganggu/ hilangPemeriksaan: Rinoskopi AnteriorFoto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan

Gejala kurang dari 5 hari atau membaik setelahnya

Common cold

Pengobatan simtomatik

Tidak ada perbaikan setelah 14 hari

Rujuk ke dokter spesialis

Teruskan terapi untuk 7-14 hari

Perbaikan dalam 48 jam

Steroid topikal

Sedang

Rujuk ke dokter spesialis

Tidak ada perbaikan dalam 48 jam

Antibiotik + steroid topikal

Berat

Gejala menetap atau memburuk setelah 5 hari

Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawatEdema periorbitaPendorongan letak bola mataPenglihatan gandaOftalmoplegiPenurunan visusNyeri frontal unilateral atau bilateralBengkak daerah frontalTanda meningitis atau tanda fokal neurologis

Page 15: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 7. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk

pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on

Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah

nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan

pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis

frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan

sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang

baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah,

teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini6.

2.7.2 Sinusitis Kronis

15

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; ± nyeri/ rasa tertekan di wajah;Penghidu terganggu/ hilangPemeriksaan: Rinoskopi AnteriorFoto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan

Tersedia Endoskopi

Polip

Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipertimbangkan

Ikuti skema polip hidung Dokter Spesialis THT

Ikuti skema Rinosinusitis kronik

Dokter Spesialis THT

Tidak ada polip

Pemeriksaan Rinoskopi AnteriorFoto Polos SPN/ TomografiKomputer tidak direkomendasikan

Endoskopi tidak tersedia

Lanjutkan terapi

Perbaikan

Reevaluasi setelah 4 minggu

Steroid topikalCuci hidungAntihistamin jika alergi

Rujuk spesialis THT

Tidak ada perbaikan

Investigasi dan intervensi secepatnya

Pikirkan diagnosis lain :Gejala unilateralPerdarahanKrustaGangguan penciumanGejala OrbitaEdema PeriorbitaPendorongan letak bola mataPenglihatan gandaOftalmoplegiNyeri kepala bagian frontal yang beratBengkak daerah frontalTanda meningitis atau tanda fokal neurologis

fokal

Page 16: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 8. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078

Gambar 9. Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 20078

16

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret hidung berwarnar; ± nyeri bagian frontal, sakit kepala;Gangguan Penghidu Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Tes AlergiPertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal ASA

Ringan VAS 0-3 Sedang VAS 3-7

Steroid topikal (spray) Steroid topikal tetes hidung

Dievaluasi setelah 3 bulan

Perbaikan

Lanjutkan Steroid Topikal

Evaluasi setiap 6 bulan

Tidak membaik

Berat VAS > 10

Steroid oral jangka pendekSteroid topikal

Evaluasi setelah 1 bulan

Perbaikan Tidak membaik

Tomografi Komputer

OperasiTindak lanjut Cuci hidungSteroid topikal + oralAntibiotika jangka panjang

Perlu investigasi dan intervensi cepat

Pertimbangkan diagnosis lain :Gejala unilateralPerdarahanKrustaKakosmiaGejala OrbitaEdema PeriorbitaPenglihatan gandaOftalmoplegiNyeri kepala bagian frontal yang beratEdem frontalTanda meningitis atau tanda fokal neurologis

fokal

Ringan VAS 0-3

Steroid topikal Intranasal cuci hidung

Gagal setelah 3 bulan

Perbaikan

Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidungSteroid topikal± Makrolide jangka panjang

Sedang atau berat VAS >3-10

Steroid topikalCuci hidungKultur & resistensi KumanMakrolid jangka panjang

Gagal setelah 3 bulan

Tomografi Komputer

Operasi

Perlu investigasi dan intervensi cepat

Pertimbangkan diagnosis lain :Gejala unilateralPerdarahanKrustaKakosmiaGejala OrbitaEdema PeriorbitaPenglihatan gandaOftalmoplegiNyeri kepala bagian frontal yang beratEdem frontalTanda meningitis atau tanda fokal neurologis

fokal

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak jernih; ± nyeri bagian frontal, sakit kepala;Gangguan Penghidu Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Tes AlergiPertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal Asma

Page 17: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 10. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 20078

2.8 Komplikasi Sinusitis

Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.

Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada

komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti,

insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi

menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai

tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami

komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan

oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya.

Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area

yang mengalami kontaminasi.17

Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :17

1. Komplikasi lokal

a) Mukokel

b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)

2. Komplikasi orbital

a) Inflamatori edema

b) Abses orbital

c) Abses subperiosteal

d) Trombosis sinus cavernosus.

3. Komplikasi intrakranial

a) Meningitis

b) Abses Subperiosteal

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya

antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis

kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.7

17

Page 18: Referat Sinusitis Perbaikan

CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat

penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan

kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik

atau berkomplikasi.6

2.8.1 Komplikasi lokal

A. Osteomielitis

Infeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang mengakibatkan

osteomielitis baik di anterior maupun posterior dinding sinus. Penyebaran infeksi

dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling

banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa

menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya

penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan abses

subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau posterior dari dasar

sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran ekstrakranial atau intrakranial.

Jika abses subperiosteal berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu

disebut dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu

muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum terbentuk pada

usia di bawah 6 tahun.17

a) Etiologi

Osteomielitis yang disebabkan karena komplikasi dari sinusitis memiliki

organisme yang sama dengan penyebab sinusitis itu sendiri. Organisme tersering

adalah Staphylococcus, Streptococcus dan bakteri anaerob.17

b) Gejala klinis

Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat,

gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam, dan menggigil.

Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila

terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi

18

Page 19: Referat Sinusitis Perbaikan

tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai

dengan Pott`s puffy tumor juga ditemukan penonjolan pada dahi.6,17

Gambar 11. Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis18

c) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan gambaran radiografi dimana tidak hanya

untuk mengkonfirmasi, tapi juga untuk mencari komplikasi intrakranial.

Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa

intrasinus dalam sinus yang keruh. Pada stadium lanjut, radiogram

memperlihatkan gambaran seperti “digerogoti rayap” pada batas-batas sinus,

menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Dekstruksi tulang dan

pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang

membengkak paling baik dilihat dengan CT scan. Tes darah rutin seperti hitung

sel memiliki nilai yang rendah dan tidak spesifik, tapi peningkatan laju endap

darah mungkin mengindikasikan adanya osteomielitis.6,17

d) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari osteomielitis adalah pemberian antibiotik intravena

selama 6-8 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik yang bisa

mengeradikasi kuman aerob dan anaerob. Terapi empirik yang biasa digunakan

adalah kombinasi generasi ketiga sefalosporin (ceftriaxon) dan metronidazol atau

klindamisin, dan dapat ditambahkan vankomisin, atau linezolid jika ada

Streptococcus pneumonia yang telah resisten. Terapi oral dengan amoxicillin-

clavulanat atau kombinasi cefixime dan metronidazol atau klindamisin juga bisa

19

Page 20: Referat Sinusitis Perbaikan

digunakan. Terapi pilihan sebaiknya sesuai dengan kultur. Jika ada abses, drainase

abses adalah terapi pilihan.17

B. Mukokel

Mukokel adalah penyakit kronis berupa lesi kistik yang mengandung

mukus pada sinus paranasal. Mukokel tumbuh secara perlahan memakan waktu

tahunan untuk menimbulkan keluhan. Dan keluhan berhubungan dengan

bertambah besarnya mukokel. Sesuai dengan pertambahan besarnya, mukokel

dapat menekan dinding sinus sehingga mengawali erosi tulang. Setelah terjadi

erosi pada dinding sinus, mukokel dapat mengenai seluruh struktur. Mukokel

kebanyakan terjadi pada sinus frontalis, diikuti dengan sinus etmoid dan maksila.

Gejala dari sinus frontal atau etmoid dapat menyebabkan sakit kepala, diplopia

dan proptosis. Bola mata yang proptosis secara khas berpindah ke arah bawah dan

luar. Mukokel sinus maksilaris biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto

rongent sinus. Mukokel pada lokasi ini jarang menyebabkan gejala karena sinus

maksilaris luas dan mukokel jarang menjadi cukup besar untuk menyebabkan

kelainan pada tulang. Mukokel sinus maksilaris dapat menimbulkan gejala, jika

menghambat ostium sinus maksilaris. Mukokel dapat bergejala pada setiap sinus

ketika mukokel terinfeksi membentuk mukopyocele. Gejalanya hampir sama

dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Diagnosis ditegakkan oleh

CT scan sinus. Mukokel yang mempunyai gejala ditata laksana dengan tindakan

bedah mengangkat mukokel dan membersihkan sinus. Eksplorasi sinus secara

bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpenyakit serta

memastikan suatu drainase yang baik, atau obliterasi sinus merupakan prinsip-

prinsip terapi.6, 17

20

Page 21: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 12. Gambaran MRI mukokel sinus frontal bilateral19

2.8.2 Infeksi orbita

Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau

trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang

terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus

frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar

hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke

ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding

sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah

menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina

papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada

orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus

yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar

melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier

tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses

di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum

rusak maka akan terbentuk abses orbita.17

a) Etiologi

Banyak organisme yang dapat diisolasi dari penderita infeksi orbita. Dapat

berupa organisme tunggal maupun organisme campuran, anaerob maupun aerob,

21

Page 22: Referat Sinusitis Perbaikan

atau gabungan keduanya. Biasanya, hasil isolasi sama dengan yang ditemukan

pada sinus terinfeksi.17

b) Diagnosis

Pada sebuah artikel Chandler menyampaikan sebuah sistem klasifikasi dari

infeksi orbita yang masih dapat digunakan hingga kini. Infeksi orbita dibagi

menjadi lima grup berdasarkan progresifitasnya menjadi infeksi serius, yaitu :6, 17

1. Selulitis preseptal (selulitis periorbita), yaitu simple cellulitis dari kelopak

mata yang menyebabkan pembengkakan kelopak mata. Infeksi terbatas pada

kulit di depan septum orbita. Terjadi peradangan atau reaksi edema yang

ringan akibat infeksi sinus etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama

ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan

sinus etmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.6, 17

Gambar 13. Gambaran selulitis periorbita20

2. Selulitis orbita, terlihat sebagai edema difus dari garis batas orbita dan bakteri

telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Selulitis

ini menyebabkan kelopak mata bengkak dan nyeri ketika otot ekstra okular

bergerak.6, 17

3. Abses subperiosteal, ditandai oleh edema dari garis batas orbita dengan

pengumpulan pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Secara klinis

22

Page 23: Referat Sinusitis Perbaikan

pasien dengan kondisi ini mirip dengan grup dua, tetapi terdapat proptosis

yang menonjol dan kemosis.6, 17

4. Abses orbita, ditandai adanya abses pada rongga orbita, pus telah menembus

periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Pada tahap ini disertai gejala sisa

neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak

otot ekstraokuler mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan

tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.6, 17

5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran

bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya

terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik trombosis sinus

kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan

penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh

karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV,

dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.6, 17

Gambar 14. Gambar klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada sinusitis21

23

Page 24: Referat Sinusitis Perbaikan

Keputusan yang paling penting dalam menghadapi pasien dengan mata

yang bengkak bergantung kepada apakah ada keterlibatan preseptal atau proses

orbita. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

dapat menjadi dasar diagnosis. Selulitis preseptal paling banyak disebabkan oleh

trauma lokal. Anamnesa dapat berhubungan dengan gigitan serangga atau trauma

lain pada kulit disekeliling mata yang menyebabkan infeksi sekunder. Infeksi ini

biasanya terjadi secara tiba-tiba. H. influenzae tipe B menyebabkan infeksi pada

kelopak mata sehingga kelopak mata bengkak dan menutup dalam hitungan jam.

Pada proses inflamasi selulitis preseptal terdapat inflamasi lokal pada mata,

ditemukannya panas, kemerahan, indurasi dan nyeri pada penekanan. Pasien

dengan kelopak mata bengkak, merah, tidak nyeri pada palpasi, tidak indurasi

merupakan suatu reaksi alergi atau pembendungan vena karena terdapatnya

sinusitis harus diperhatikan.17

Infeksi orbita (grup dua sampai empat) lebih sulit untuk diidentifikasi dan

tidak khas waktu kejadiannya. Pasien biasanya memiliki riwayat keluar cairan dari

hidung, sakit kepala atau terasa berat dan demam. Jika infeksi terjadi pada orbita,

kemungkinan dapat tejadi hilangnya penglihatan. Infeksi orbita dapat menyerupai

infeksi preseptal. Pasien datang dengan inflamasi orbita. Kelopak mata yang

bengkak tidak mengindikasikan adanya inflamasi. Karena terbatasnya ruang pada

orbita, massa inflamasi dapat mengenai sekeliling struktur. Infeksi orbita yang

simple menyebabkan tekanan pada otot okular dan menyebabkan nyeri bila mata

bergerak. Jika terdapat abses subperiosteal atau bentuk abses lainnya, penekanan

orbita menyebabkan proptosis. Jika proses inflamasi menekan nervus optikus

dapat menyebabkan kebutaan. Pada keadaan awal ditemukannya infeksi orbita

mungkin minimal, tetapi akan banyak ditemukan bila infeksi terus berlanjut.17

c) Pencitraan

Karena bisa terjadi tumpang tindih dalam gejala infeksi orbital, selulitis

preseptal, dan penyebab lain kelopak mata bengkak, beberapa klinisi

merekomendasikan imaging pada semua pasien dengan pembengkakan kelopak

mata. Pecitraan yang paling sering digunakan adalah CT scan dengan atau tanpa

kontras, menggunakan irisan tipis melalui orbit dengan gambar coronal dan axial.

24

Page 25: Referat Sinusitis Perbaikan

CT scan sangat sensitif dalam pendokumentasian infeksi ini. Pada pasien dengan

selulitis preseptal terdapat pembengkakan kelopak mata tanpa keterlibatan orbita.

Gambaran CT scan pasien dengan klasifikasi chandler grup dua (selulitis orbital)

sering menunjukkan gambaran opaq pada sinus etmoid dengan massa tidak jelas

di sisi orbital dari lamina papyracea. Selain itu, mungkin juga terdapat

peradangan pada otot rektus. Ini adalah jenis yang paling ringan dan paling umum

dari infeksi orbital.17

Grup tiga (abses subperiosteal) menunjukkan inflamasi dengan elevasi

periosteum, perpindahan otot rektus, dan jika cukup besar, beberapa derajat

proptosis mata. Temuan untuk grup empat (abses orbital) menunjukkan material

inflamasi dalam ruang orbital dengan proptosis. MRI mungkin jenis yang lebih

baik dari studi pencitraan, tetapi dapat menjadi masalah karena infeksi orbital

sebagian besar pada anak-anak muda yang akan membutuhkan penenang untuk

prosedur ini. MRI adalah pilihan terbaik untuk komplikasi infeksi intrakranial,

seperti trombosis sinus kavernosus (grup lima) atau abses epidural. Tidak ada nilai

foto polos sinus untuk mendiagnosis infeksi orbital.17

d) Penatalaksanaan

Sampai beberapa tahun yang lalu, banyak pertentangan dalam bagaimana

penatalaksanaan infeksi orbital. Sampai baru-baru ini, drainase bedah dilakukan

pada kebanyakan pasien. Pengobatan komplikasi orbita sinusitis berupa

pemberian antibiotik intravena dosis tinggi dan pendekatan bedah khusus untuk

membebaskan pus dari rongga abses. Manfaat terapi anti koagulan pada trombosis

sinus kavernosus masih belum jelas. Pada kasus tromboflebitis septik, masuk

logika bila dikatakan terapi antikoagulan hanya akan menyebarkan (diseminata)

trombus yang terinfeksi. Perlu diingat bahwa angka kematian setelah trombosis

sinus kavernosus dapat setinggi 80 %. Pada penderita yang berhasil sembuh,

angka morbiditas biasanya berkisar antara 60-80 %, dimana gejala sisa trombosis

sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik.6

2.8.3 Komplikasi Intrakranial

25

Page 26: Referat Sinusitis Perbaikan

Komplikasi intrakranial sangat jarang, terjadi hanya satu hingga 3 kali

setiap tahunnya. Penggunaan antibiotik menurunkan insiden komplikasi ini.

Komplikasi dari intrakranial meliputi (1) meningitis, (2) abses epidural, (3) abses

subdural, (4) abses otak. Pasien pada umumnya memiliki lebih dari satu

komplikasi intrakranial, seperti abses epidural/subdural terjadi bersamaan dengan

abses otak atau meningitis. Berikut ini frekuensi relatif jumlah komplikasi

intrakranial dari sinusitis.17

Tabel 2. Frekuensi Komplikasi Intrakranial17

Komplikasi intrakranial Frekuensi relatif (%, range)

Meningitis 34 % (17 – 54)

Abses otak 27 % (0 – 50)

Abses epidural 23 % (0 – 44)

Abses subdural 24 % (9 – 86)

Persentase pasien dengan > 1

komplikasi intracranial

28 %

Banyak studi yang telah memperlihatkan bahwa sejumlah besar

komplikasi ini lebih sering terjadi pada pria (lebih dari 3 : 1 pria/wanita).

Penyebab hal ini tidak diketahui secara pasti , tapi berlaku bahwa pada setiap

golongan umur dan mungkin terkait dengan jenis kelamin, memiliki perbedaan

anatomi dan drainase vena sinus.17

26

Page 27: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 15. Lokasi komplikasi intrakranial dari sinusitis22

a) Patogenesis

Patogenesis dari komplikasi intrakranial ini mirip dengan terjadinya

komplikasi pada infeksi infraorbital. Infeksi intrakranial bisa berkembang dari

penyebaran luas melalui invasi dinding sinus menuju tulang yang terkontaminasi,

dan kemudian ke struktur intrakranial melalui osteitis atau cacat congenital atau

defek traumatik. Berbeda dengan infeksi orbital, metode tersering dari komplikasi

intrakranial ini adalah melalui penyebaran emboli septik via vena diploik kalvaria

dan tidak adanya katup pada sistem vena juga bertanggung jawab terhadap

drainase dari wajah bagian tengah dan sinus paranasal.17

Walaupun banyak komplikasi ini muncul bersamaan dengan pansinusitis,

beberapa infeksi intrakranial muncul dari peradangan sinus yang spesifik.

Meningitis sering muncul dari sinusitis etmoid atau sfenoid. Trombosis sinus

cavernous juga berhubungan dengan sinusitis etmoidalis atau sfenoidalis. Sinusitis

frontalis paling sering berhubungan dengan perkembangan abses ekstra aksial dan

intraserebral.17

b) Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis komplikasi intrakranial sangat sulit untuk ditentukan,

karena biasanya penderita memiliki lebih dari satu komplikasi. Disamping itu,

tanda dan gejala rinosinusitis juga saling tumpang tindih dengan gejala infeksi

intrakranial. Sakit kepala di daerah frontal atau retro-orbital gejala yang paling

sering muncul, terjadi kira-kira 70 % pada penderita dengan komplikasi

intrakranial yang muncul akibat sinusitis. Kebanyakan dari pasien mengalami

demam (>38,50C). Pasien juga memilki gejala peningkatan tekanan intrakranial,

antara lain perubahan fungsi mental, muntah, dan fotofobia. Iritasi araknoid

mungkin akan memperlihatkan adanya kekakuan nuchal. Gejala neurologik yang

selanjutnya muncul akibat komplikasi ini adalah kejang, paresis fokal, dan palsi

27

Page 28: Referat Sinusitis Perbaikan

nervus kranial. Berikut ini beberapa gejala/tanda yang muncul dari infeksi

intrakranial sebagai akibat dari komplikasi sinusitis.17

Tabel 3. Manifestasi Klinik Komplikasi Intra Kranial17

Sakit kepala (%) 69

Demam (%) 60

Perubahan status mental (mulai dari kebingangan hingga

obtundasi) (%)

41

Mual/muntah (%) 30

Palsi nervus kranial (%) 18

Kejang (%) 17

Tanda neurologik fokal lainnya (hemiparesis/hemiplegia,

afasia, ataksia, defisit motor/sensoris) (%)

17

Kekakuan nuchal (%) 10

c) Diagnosis

Sebelum menggunakan teknik neuroimaging dengan CT scan atau MRI,

diagnosis lesi desak ruang dari infeksi intrakranial pertama kali ditegakkan dari

evaluasi gejala kilinik. CT scan dan MRI merupakan teknik pelengkap, dimana

masing-masingnya membantu memberikan informasi diagnostik dan juga

manajemen utama dari komplikasi intrakranial. CT scan bisa mendemonstrasikan

kebanyakan kasus supuratif intrakranial dan merupakan suatu teknik pilihan untuk

mengevaluasi keterlibatan tulang. CT scan merupakan modalitas imaging pertama

untuk mengevaluasi dari komplikasi intrakranial yang berasal dari sinusitis. Dan

untuk perencanaan dalam bedah sinus, karena CT scan memiliki kemampaun yang

lebih untuk menggambarkan air-bone, dan air–soft tissues. Disisi lain, MRI

memiliki resolusi yang lebih baik untuk patologi intrakranial dan memiliki akurasi

diagnostik yang lebih tinggi dalam mendiagnostik infeksi intrakranial. Dalam

salah satu studi yang membandingkan CT scan dan MRI dalam mendiagnostik

komplikasi intrakranial dari sinusitis, CT scan mendiagnostik 36 dari 39 kasus

(92%), sedangkan MRI 100 %. MRI juga mampu mendeteksi meningitis pada 17

kasus sedangkan CT scan hanya 3 kasus. 17

28

Page 29: Referat Sinusitis Perbaikan

Penggunaan kontras pada CT scan merupakan kontraindikasi pada pasien

dengan insufisiensi ginjal atau pada penderita yang alergi. Oleh karena itu MRI

merupakan metode pertama yang digunakan sebagai alat diagnostik pada

penderita insufisiensi ginjal atau penderita yang alergi terhadap kontras. Jika pada

pasien tersebut MRI merupakan kontraindikasi, seperti adanya implantasi alat-alat

yang bersifat magnetik atau kontraindikasi lainnya, pasien insufisiensi ginjal bisa

diberikan terlebih dahulu renal protective sebelum penggunaan kontras. 17

1. Meningitis

a) Gejala Klinis

Meningitis sering muncul dengan gejala sakit kepala. Kebanyakan dari

pasien juga mengalami demam dan lebih dari setengahnya disertai dengan kaku

kuduk. Gejala lain termasuk muntah, perubahan mental status, dan kejang. Pada

beberapa kasus pasien muncul, dengan gejala palsi nervus karanialis.17

b) Bakteriologi

S. pneumonia adalah organisme tersering penyebab meningitis. Penyebab

lainnya adalah S. aureus (terkhususnya pada sinusitis sfenoid). Jarang H.

influenza, Neisseria meningitides dan batang aerob gram negatif sebagai penyebab

meningitis akibat komplikasi dari sinusitis ini. Patogen utama pada pasien AIDS

adalah Cryptococcus neoformans.17

c) Diagnosis

Walaupun meningitis sering didiagnosis dengan pemeriksaan punksi

lumbal dan analisa dari cairan serebrospinal (CSS) pemeriksaan punksi lumbal

pada meningitis yang disertai dengan lesi desak ruang sangat beresiko untuk

terjadinya herniasi uncus trans tentorial, terkhususnya ketika massa berada pada

fosa tempral. CT scan dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk menentukan

apakah ada lesi desak ruang atau tidak sebelum melakukan punksi lumbal pada

meningitis.17

d) Tatalaksana

Meningitis tanpa lesi desak ruang (konfirmasi dengan CT scan atau MRI)

diobati dengan menggunakan antibiotik. Ketika meningitis berkembang dengan

29

Page 30: Referat Sinusitis Perbaikan

cepat, terkhususnya pada pneumokokus sebagai patogen utama, terapi antibiotik

dapat dimulai segera setelah diagnosis suspek atau didahului dengan neuro-

imaging atau punksi lumbal ditegakkan. Pemberian deksametason sebelum atau

bersamaan dengan pemberian pertama dosis antibiotik dapat menurunkan angka

kematian. Deksametason juga dapat diberikan pada edema serebri akibat sekunder

dari infeksi intrakranial. Antibiotik pilihan pertama adalah generasi ketiga dari

cefalosporin (cefotaxime atau ceftriaxone) intra vena dikombinasi dengan

vancomicin untuk mengeradikasi S. pneumonia yang resisten. Pada pasien AIDS

dan kontraindikasi untuk punksi lumbal amphotericin B dapat digunaakan sebagai

terapi inisial untuk melawan Cryptococus.17

2. Abses Otak

a) Tampilan Klinis

Sakit kepala dan demam merupakan gejala awal dari abses otak. Lebih

lanjut, akan muncul rasa mual dan muntah yang juga sering ditemukan. Perubahan

status mental, termasuk kebingungan, penurunan mentalitas dan atau perubahan

perilaku merupakan gejala yang mengkhawatirkan (alarming symptoms) dimana

gejala-gejala ini menunjukkan proses yang serius dari infeksi intrakranial sedang

terjadi dan bukan gejala dari sinusitis atau penyebab sakit kepala dan demam

lainnya. Kejang juga bisa terjadi pada abses intaserebral.17

b) Bakteriologi

Pada abses intrakranial dan ekstra aksial sering ditemukan organisme yang

multipel, aerob dan anaerob termasuk Fusobacternum spp, anaerobik dan

mikroaerofilik streptokoki, Propionibacterium spp., Eikenella correoens dan

Staphylococcus spp.17

c) Dianosis

CT scan dapat mendemonstrasikan abses serebral dengan adanya densitas

yang rendah pada parenkim otak yang terlibat. MRI juga bisa memperlihatkan

gambaran awal dari serebritis yang merupakan fase dari pembentukan abses.17

30

Page 31: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 16. Gambaran CT scan abses otak 23

d) Tatalaksana

Abses intrakranial ditatalaksana dengan cara, (1) pemberian segera

antibiotik parenteral spektrum luas, (2) drainase abses dan (3) drainase sinus yang

terinfeksi. Antibiotik empirik pilihan yang sering digunakan adalah kombinasi

dari generasi ketiga cefalosporin (cefotaksim atau ceftriakson), penisilinase-

resisten penisilin dan metronidazol. Vankomisin dapat digunakan sebagai

pengganti penisilinase-resisten penisilin untuk melawan S. pneumonie. Antibiotik

intravena diberikan berkelanjutan selama 4 – 8 minggu untuk menjaga kadar obat

tetap tinggi dalam cairan serebrospinal.17

Drainase sinus dilakukan dengan open technique, atau biasanya dengan

teknik endoskopi dan diikuti dengan drainase intrakranial. Walaupun abses

serebral yang kecil bisa diobati dengan antibiotik, abses yang lebih besar harus

didrainase dengan teknik operasi kraniotomi terbuka atau dengan CT-localized

neddle drainage procedure, bergantung kepada lokasi abses. Karena kejang dapat

terjadi pada abses serebral, profilaksis antikonvulsan diberikan segera setelah

diagnosis ditegakkan.17

3. Abses Extra-Axial (Abses Subdural dan Epidural)

a) Gejala Klinis

Pasien dengan abses subdural biasanya bermanifestasi klinis sakit kepala,

demam dan meningismus. Kemunduran status neorologik dapat berkembang

dengan cepat, disertai dengan penurunan kesadaran dan timbulnya kejang. Abses

epidural berkembang secara tersembunyi, dan gejalanya mungkin tidak spesifik

31

Page 32: Referat Sinusitis Perbaikan

dan tumpang tindih dengan gejala sinusitis. Pasien mungkin tidak memperlihatkan

gejala selama beberapa minggu, hingga penurunan status neurologik atau kejang

baru terlihat.17

b) Bakteriologi

Bakteri dari abses subdural dan epidural sama dengan bakteri yang

menyebabkan abses intraserebral.17

c) Diagnosis

MRI dipertimbangkan sebagai modalitas pertama untuk mendiagnosis

abses epidural dan subdural. Bila MRI tidak ada atau pasien memilki

kontraindikasi, CT scan dengan kontras dapat digunakan sebagai pengganti

MRI.17

Gambar 13. Gambaran CT Scan abses epidural 24

32

Page 33: Referat Sinusitis Perbaikan

Gambar 14 Gambaran MRI dari abses subdural 24

d) Tatalaksana

Abses subdural di drainase dengan operasi kraniotomi. Abses epidural

secara tradisional juga di drainase dengan bedah saraf. Bagaimanapun juga, terapi

konservatif telah disarankan untuk abses epidural yang kecil, menggunakan

endoskopi untuk drainase sinus dan antibiotik intravena selama 6 minggu.17

33

Page 34: Referat Sinusitis Perbaikan

BAB III

KESIMPULAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinitis

dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan

individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis.

Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital

maupun intra kranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit

yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Kesehatan

sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari

mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Komplikasi dari sinusitis

tersebut antara lain komplikasi lokal, orbital dan intrakranial. Komplikasi lokal

antara lain mukokel dan osteomielitis (Pott’s puffy tumor). Komplikasi orbital

adalah inflamatori edema, abses orbital dan trombosis sinus cavernosus.

Komplikasi intrakranial antara lain meningitis dan abses subperiosteal

34

Page 35: Referat Sinusitis Perbaikan

DAFTAR PUSTAKA

1. Leung, Katial. The Diagnosis and Management of Acute and Chronic

Sinusitis. 2008

2. Soh, dr. Kevin. Orbital Complication of Sinogenic Origin : A case study of 20

patients. World’s Article in Ear,Nose and Throat. USA. 2010

3. Mekhitarian Neto, et al. Acute Sinusitis in Children- a Retrospective Study of

Orbital Complication. Article of Otorhinolaryngology. Vol.73. No.1. Sao

Paulo.2007

4. Rianil A. Selulitis Orbita Sebagai Komplikasi Sinusitis. Jakarta : Bagian THT

FKUI/ RSUPNCM. 1998.

5. Brook I. Microbiology and Antimicrobial Treatment of Orbital and

Intracranial Complication of Sinusitis in Children and Their Management.

USA : IJPO 73. 2009; page 1183-6

6. Hilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku

Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-53

7. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2007; hal

170-3

8. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European Position Paper on Nasal Polyps.

2007

9. Quinn FB. Paranasal Sinus Anatomy and Function. 09 Januari 2009.Diunduh

dari http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Paranasal-Sinus-2002-01/Paranasal-

sinus-2002-01.htm.

35

Page 36: Referat Sinusitis Perbaikan

10. Norman W. Nasal Cavity, Paranasal Sinuses, Maxillary Division of

Trigeminal Nerve. 1999. Diunduh dari

http://home.comcast.net/~wnor/lesson9.htm.

11. Naclerio R, Gungor A. Etiologic Factors in Inflammatory Sinus Disease dalam

Disease of the sinuses diagnosis and management. Kennedy DW. London :

B.C Decker. 2001; hal 47-53.

12. Netter, Frank H. A Collection Of Medical Illustration. Di unduh dari

www.netteri mages.com

13. Ballenger. J. J., Infeksi Sinus Paranasal. Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 13 (1). Jakarta : Binaputra Aksara. 1994; hal

: 232 – 41

14. Lawanil AK. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment

in Otolaringology. 2nd Edition. New York : Departement of Otolaringology

New York University School Of Medicine. 2007.

15. Ramanan RV. Sinusitis Imaging : Imaging. Departement of Radiology The

Apollo Heart Centre India. Diunduh dari http : //eMedicine-Radiology.com.

Tanggal 23 November 2010.

16. Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam Head and

Neck Surgery Otolaryngology. 2001.

17. Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their

management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management. Brook I.

New York : Taylor and Francis Group. 2006; hal : 269-88.

18. Faust Russell. Complications of Sinusitis. 19 April 2010. Diunduh dari

www.boogordoctor.com

19. Sakae VA. Bilateral Frontal Sinus Mucocele. 1 Mei 2006. Diunduh dari

www.scielo.br .com

20. Goldbert C. Periorbital Selullitis. 25 Agustus 2005. Diunduh dari

www.meded.ucsd.edu.com

21. Garryty James. Preceptal and Orbital Selullitis. September 2008. Diunduh dari

www.merckmanuals.com

36

Page 37: Referat Sinusitis Perbaikan

22. Dimitri A. Infection of the Nervous System. Agustus 2010. Diunduh dari

www.neurop athologyweb.org

23. Hanus R. Infections of the Nervous System I. 20 April 2004. Diunduh dari

www.inf3.if1.cuni.cz

24. Lenaard N. Brain Abscess Imaging. 30 November 2009. Diunduh dari

www.emedicine.com

37

Page 38: Referat Sinusitis Perbaikan

38

Page 39: Referat Sinusitis Perbaikan

39