raymond rheza tht referat sinusitis jamur

23
SINUSITIS JAMUR BAB I PENDAHULUAN Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak di bagian depan pada wajah yaitu dahi, diantara mata dan pada tulang pipi. Sinusitis jamur didefinisikan sebagai suatu spektrum dari kondisi patologik yang berkaitan dengan inflamasi sinus paranasal akibat adanya jamur. Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa gejala, sehingga perlu mendapat perhatian apabila didapati sinusitis yang tidak mengalami perbaikan setelah mendapat pengobatan antibiotika. Jamur adalah organisme seperti tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil yang cukup. Jamur mengabsorpsi makanan dari organisme yang masih hidup. Inilah yang disebut infeksi jamur. Jamur termasuk organ saprofitik yang dapat berubah menjadi patogen bila kondisi tidak normal misalnya karena ada obstruksi muara sinus dan gangguan ventilasi. Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Yang

Upload: jennefer-feehily

Post on 12-Dec-2015

228 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fk untar

TRANSCRIPT

Page 1: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

SINUSITIS JAMUR

BAB I

PENDAHULUAN

Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena

bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak di bagian depan pada wajah yaitu dahi,

diantara mata dan pada tulang pipi.

Sinusitis jamur didefinisikan sebagai suatu spektrum dari kondisi patologik yang berkaitan

dengan inflamasi sinus paranasal akibat adanya jamur. Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis

karena sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik

yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa gejala,

sehingga perlu mendapat perhatian apabila didapati sinusitis yang tidak mengalami perbaikan setelah

mendapat pengobatan antibiotika. Jamur adalah organisme seperti tumbuhan yang tidak mempunyai

klorofil yang cukup. Jamur mengabsorpsi makanan dari organisme yang masih hidup. Inilah yang

disebut infeksi jamur.

Jamur termasuk organ saprofitik yang dapat berubah menjadi patogen bila kondisi tidak

normal misalnya karena ada obstruksi muara sinus dan gangguan ventilasi.

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat

dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Yang paling

sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid.

Bila sistem imun tubuh menurun, jamur memiliki kesempatan untuk masuk dan berkembang

dalam tubuh. Oleh karena organisme ini tidak membutuhkan cahaya untuk memproduksi

makanannya, maka jamur dapat hidup di lingkungan yang lembab dan gelap. Sinus yang merupakan

rongga yang lembab dan gelap adalah tempat alami dimana jamur dapat ditemukan . hal inilah yang

menyebabkan timbulnya sinusitis jamur. Jamur yang paling banyak menyebabkan penyakit pada

manusia adalah dari Aspergillus sp dan Mucor sp.

Page 2: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

BAB II

PEMBAHASAN

Anatomi dan fisiologi sinus paranasalis

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sefenoid dan sinus frontal. Sinus

etmoid dan maksila sudah ada sejak lahir, sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus etmoid

anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-

10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai

besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai:

sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis dan etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran

pernapasan yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret

disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, rongga terutama berisi udara.

Gambar Sinus Paranasal

Page 3: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Pembagian sinus paranasalis antara lain:

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Sinus maksila bervolume 15 mL saat

dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga.dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,

dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan

dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah

superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semi lunaris melalui infundibulum etmoid.

Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilari. Inervasi mukosa sinus melalui

cabang dari nervus maksilari.

b. Sinus Frontal

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus

frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang

yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resessus

frontal. Resessus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Suplai darah diperoleh dari

arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan

salah satu cabang dari arteri carotis internal. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital

dan supratrochlear cabang dari nervus frontalisyang berasal dari nervus trigeminus.

c. Sinus etmoid

Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior

dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang

menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di

antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi

sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara

di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya

dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar

dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media. Di

bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resessus frontal, yang

berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan

dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papiracea yang sangat tipis dan

membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan

Page 4: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

dengan sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari sphenopalatina arteri. Inervasi

mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilari nervus trigeminus.

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid

dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,

dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Batas-batasnya ialah,

sebelah superior terdapat fosa serebrimedia dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap

nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. Karotis interna dan

disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Suplai darah

berasal dari arteri karotis interna dan eksterna. Inervasi mukosa berasal dari nervus trigeminus.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:

1. Sebagai pengatur kondisi udara

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara

inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus

pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam

sinus.

2. Sebagai penahan suhu

Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu

rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi,

bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat

sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap bermakna.

4. Membantu resonansi udara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan mempengaruhi kualitas

udara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan

sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada

waktu bersin dan beringus.

Page 5: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan

mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk

dalam udara.

Epidemiologi

Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya penggunaan antibiotik, kortikosteroid,

imunosupresan dan radioterapi. Kondisi predisposisi pada pasien dengan diabetes melitus,

neutropenia, penderita AIDS dan pasien yang lama dirawat di rumah sakit. Jenis jamur yang paling

sering menyebabkan sinusitis jamur adalah Aspergillus dan Candida.

Etiologi

Pada sinusitis jamur noninvasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal sinusitis dan sinus

mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya adalah Curvularia lunata, Aspergillus Fumigatus,

Bipolaris dan Drechslera. Aspergillus fumigatus dan jamur dermatiaceous kebanyakn menyebabkan

sinus myectoma.

Pada sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, dimana mempunyai angka

mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara agresif dan tipe kronik

dan granulomatosa. Aspergillus Fumigatus satu-satunya jamur yang dihubungkan dengan sinusitis

jamur invasif kronik. Aspergillus flavus khusus dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif

granulomatosa.

Patofisiologi

Sindrom invasif dan noninvasif pada sinusitis jamur mempunyai gejala-gejala khas yang

jelas. Keduanya dapat tejadi pada pasien dengan immunocompetent atau immunocompromised, dapat

secara akut atau kronik dan dapat menyebar ke orbita, struktur-struktur mata dan ke otak. Purulen,

pucat, sering berbau busuk ada pada sinus-sinus yang terkena.

Patofisiologi allergic fungal sinusitis diperkirakan sama dengan allergic bronchopulmonary

fungal disease. Pertama, host yang atopik terpapar jamur, secara teori masuk melalui saluran napas

yang normal dan berkoloni di kavitas sinus, yang mana mengandung inisial stimulus antigen. Respon

terhadap inisial inflamasi terjadi sebagai akibat dari reaksi Gell and Coombs tipe I (IgE mediated) dan

Page 6: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

tipe III (immune complex-mediated), menyebabkan edema jaringan. Hal ini menyebabkan obstruksi

ostium sinus. Apabila siklus terjadi terus menerus akan menghasilkan produk, alergi mucin, yang

mengisi sinus. Akumulasi debris ini mengobstruksi sinus dan memperberat proses.

Sinus myectoma biasanya unilateral dan melibatkan sinus maksilaris. Pasien dengan sinus

myectoma adalah pasien dengan immunocompetent.

Acute invasive sinusitis terjadi dari penyebaran cepat jamur melalui invasi vaskular ke orbita

dan sistem saraf pusat. Ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes dan pasien dengan

immunocompromised dan dilaporkan juga pada orang-orang dengan immunocompetent.

Chronic invasive sinusitis adalah infeksi jamur yang progresif lambat dengan proses invasif

yang rendah dan biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes.

Klasifikasi sinusitis jamur

1. Mikosis Sinus Superfisial

Mikosis sinus superfisial adalah merupakan suatu keadaan inflamasi mukosa sinus paranasal

yang disebabkan infeksi jamur ekstramukosal. Infeksi jamur tipe ini tidak akan menjadi

infeksi yang berat, tetapi potensial menjadi penyebab sinusitis kronis.

2. Myectoma fungal sinusitis atau fungal ball

Dimana terdapat gumpalan-gumpalan spora yang disebut fungalk ball, di dalam kavitas sinus,

frekuensi terbanyak pada sinus maksilaris. Organisme yang paling sering terlibat adalah

famili Aspergillus. Pasien dengan kondisi ini biasanya mempunyai riwayat infeksi sinus yang

rekuren, gejalanya biasanya hampir mirip dengan sinusitis bakteri.

3. Allergic fungal sinusitis

Merupakan suatu reaksi alergi yang terjadi akibat respons pada lingkungan di sekitar jamur

yang tersebar ke udara. Jamur yang terlibat paling banyak famili Dematiceous termasuk

Bipolaris, Curvularis dan Alternaria dimana biasa terdapat di lingkungan. Seperti pada fungal

ball, gejalanya bisa sama dengan sinusitis bakteri. Polip nasal dan sekret yang kental biasanya

didaptkan pada pemeriksaan nasal.

4. Chronic Invasive Sinusitis

Sinusitis invasif akut dan kronik adalah tipe paling serius dari sinusitis jamur. Sinusitis jamur

invasif kronik perkembangannya lebih lambatdan tumbuh ke dalam jaringan sinus dan tulang.

Page 7: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Secara mikroskopik, ditandai dengan infiltrat inflamatori granulomatosa. Jamur yang paling

sering adalah famili Rhizopus, Mucor dan Aspergillus.

5. Acute Invasive Sinusitis

Sinusitis jamur invasif akut proses perkembangannya cepat dan tumbuh ke dalam jaringan

sinus dan tulang. Sinustis jamur tipe ini ditemukan pada pasien dengan immunocompromised.

6. Granulomatous Invasive Fungal Sinusitis

Psien penderita sinusitis jamur invasif granulomatous datang dengan gejala sinusitis kronik

yang berhubungan dengan proptosis. Penyakit ini mulai sering dilaporkan terjadi pada

individu imunokompeten dari Afrika Utara. Penyakit granulomatosa sinusitis jamur invasif

ini pada umumnya dikaitkan dengan proptosis.

Diagnosis

Anamnesis dan Gejala Klinis

Sinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yang memiliki faktor

predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau antibiotik

spektrum luas, diabetes yang tidak terkontrol, atau imun yang rendah. Perlu diwaspadai adanya

sinusitis jamur pada kasus berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi

antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus atau bila ada membran berwarna putih

keabu-abuan pada irigasi antrum.

Mikosis Sinus Superfisial

Tidak ada le;uhan yang khas pada penderita. Penderita hanya melaporkan adanya tercium bau

tidak enak pada hidung yang disertai krusta atau debris. Bentuk sinusitis jamur ini paling khas

diidentifikasi pada saat nasoendoskopi, tampak materi jamur yang tumbuh pada krusta hidung. Pada

pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi tampak pada bagian dibawah krusta memperlihatkan

mukosa yang eritem, edema dan disertai adanya pus. Pemeriksaan kultur pada krusta tersebut

menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri dan jamur.

Page 8: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Mycetoma fungal sinusitis atau fungal ball

Merupakan bentuk non-invasif, jamur tidak masuk ke dalam jaringan tetapi membentuk

gumpalan jamur di dalam lumen sinus. Tipe ini tidak membuat kerusakan mukosa dan tulang. Sering

hanya unilateral dan kebanyakan mengenai sinus maksilaris. Gambaran klinisnya menyerupai sinusitis

kronis yaitu sekret yang purulen, obstruksi hidung, sakit kepala satu sisi, nyeri wajah, adanya post

nasal drip dan nafas yang berbau, kadang-kadang dapat terlihat massa jamur bercampur sekret di

dalam kavum nasi. Pada operasi mungkin ditemukan massa yang berwarna coklat kehitaman kotor

bercampur sekret purulen di dalam rongga sinus.

Gambar CT Scan Mycetoma fungal sinusitis

Allergic fungal sinusitis

Sering mengenai penderita atopi dewasa muda dengan polip hidung atau asma bronkial.

Secara klinis gejalanya mirip dengan sinusitis kronis berulang atau persisten, lebih sering bilateral

dengan keluhan hidung tersumbat dan sering ditemukan adanya polip.

Bent dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi jamur, yaitu:

- Tes atau riwayat atopik terhadap jamur positif

- Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau polip

- Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam rongga sinus dan erosi

dinding sinus

- Eosinofil positif

Page 9: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

- IgE total meningkat

- Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alregik dengan hifa-hifa jamur (kultur

jamur bisa positif atau negatif)

Gambar CT Scan Allergic Fungal Sinusitis

Invasive Fungal Sinusitis

Bersifat kronis progresif, dapat mengadakan invasi ke rongga orbita dan intrakranial.

Gambaran kliniknya menyerupai penyakit granuloma hidung. Penderita biasanya mengeluh hidung

tersumbat disertai gejala - gejala sinustis kronis yang lain. Mungkin terdapat granuloma dalam hidung

dan sinus serta nekrosis jaringan, yang sering menyebabkan ulkus pada septum. Granuloma dapat

meluas ke struktur di sekitarnya. Sehingga menimbulkan keluhan gangguan neurologik atau

oftalmopegia yang mirip dengan gejala tumor ganas.

Gambar CT Scan Chronic Invasive Fungal Sinusitis

Page 10: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Granulomatous Invasive Fungal Sinusitis

Pada pemeriksaan histopatologis ditemukannya granuloma dengan sel raksasa multinuklear

dengan disertai nekrosis akibat tekanan dan erosi yang ditemukan dalam granulomatosa sinusitis

jamur invasif.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien dengan allergic fungal

sinusitis. Sedangkan pada sinus mycetoma jarang terjadi. Biasanya >1000 U/ml (normal <50

U/ml). Pasien dengan allergi fungal sinusitis pada umumnya menunjukkan reaksi positif skin

tes terhadap antigen jamur maupun non jamur.

2. Pemeriksaan radiologik

Foto polos walaupun menyediakan beberapa informasi, tidak cukup detail. Pada CT

Scan sinusitis jamur invasif akut ditemukan gambaran mukosa yang tebal atau opaksifikasi

sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat. Tampak destruksi tulang sinus yang agresif

tanpa perluasan.

Pada CT scan sinusitis jamur invasif kronik ditemukan hiperdens pada satu atau lebih

sinus paranasalis. Tampak gambaran massa yang dicurigai seperti keganasan. Tampak erosi

pada sinus-sinus yang terlibat dan adanya perluasan ke sekitarnya, seperti ke orbita, fossa

kranial anterior dan jaringan lunak maxillofacial.

Pada sinus mycetoma dapat terlihat adanya massa jaringan lunak pada lumen sinus

biasanya terbatas pada satu sinus dan biasanya pada sinus maksilaris, yang radioopak dengan

gambaran busa sabun. Gambaran radioopak ini disebabkan oleh penumpikan kalium fosfat

pada bola-bola jamur. Pada CT Scan nonkontras tampak gambaran hiperdens dan hipointens

pada MRI.

Pada sinusitis alergi jamur biasanya terjadi pada multipel sinus, biasanya unilatteral.

Pada CT Scan ditemukan gambaran mucin alergi yang hiperdens dalam lumen sinus

paranasalis. Kadang-kadang ditemukan gambaran dinding sinus yang mengalami erosi.

Sedangkan pada MRI biasanya ditemukan gambaran hiperintens.

Page 11: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

3. Pemeriksaan Histopatologik

Diagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur dengan

menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS (Periodic Acid Schiff) atau

MSS (Methamine Silver Strain) yang lebih baik untuk pemeriksaan sinusitis jamur terutama

untuk kasus sinusitis alergi jamur.

Pada tipe invasif ditemukan invasi hifa ke dalam jaringan, inflamasi granuloma tanpa

perkejuan dengan sel datia berinti banyak, tidak tampak invasi vaskuler dan mungkin ada

nekrosis jaringan lunak atau tulang.

Pada misetoma ditemukan kumpulan hifa jamur dengan reaksi jaringan yang

minimal. Hifa dapat dilihat pada pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin)

Tanda khas sinusitis alergi jamur adalah polip nasi dan musin alergi. Pada

pemeriksaan histopatologi musin mengandung eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan hifa

jamur.

Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu diagnosis karena mungkin ada

kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih mungkin hasil

kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh jamur.

Penatalaksanaan

Terapi utama pada seluruh jenis sinusitis jamur adalah operasi. Pemberian medikal terapi

tergantung pada tipe infeksi dan ada tidaknya invasi.

1. Mikosis Sinus Superfisial

Terapi meliputi pembersihan daerah yang terinfeksi dan meminimalkan penggunaan

antihistamin dan steroid topikal. Perlu dilakukan pemberian antibiotika untuk bakteri yang

mendasari infeksi jamur, hidung dilembabkan dengan irigasi dan perlu diberikan mukolitik.

Anti jamur sistemik tidak digunakan secara khusus pada kondisi ini. Pada kondisi yang

berbeda apabila infeksi jmaur disebabkan oleh Candida Sp, maka perlu pertimbangan untuk

memberikan anti jamur sistemik atau topikal.

2. Allergic Fungal Sinusitis

Terapi utamanya adalah operasi. Tujuan dari operasi adalah melakukan debridement

konservatif terhadap mucin alergi dan polip (jika ada) serta mengembalikan aerasi sinus.

Page 12: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Steroid sistemik dapat diberikan saat akan dioperasi dan diagnosis telah jelas. Beberapa

peneliti menganjurkan prednison dosis rendah (0,5mg/kg) denagn dosis tapering selama

periode 3 bulan. Steroid nasal topikal sangat membantu setelah operasi. Selain itu juga

direkomendasikan untuk mencuci hidung dengan air garam. Terapi imun masih kontroversial,

namun beberapa laporan menunjukkan adanya manfaat pada terapi ini. Anti jamur sistemik

tidak dianjurkan bila tidak ada invasi.

3. Mycetoma Fungal Sinusitis

Terapi yang direkomendasikan adalah operasi. Apabila fungus ball sudah dikeluarkan

maka tidak diperlukan terapi medikal, kecuali pada kondisi tertentu. Pemberian anti fungal

juga tidak diperlukan.

4. Acute Invasive Fungal Sinusitis

Pada kondisi ini perlu segera dilakukan operasi. Lakukan debridement radikal pada

jaringan yang nekrotik sampai didapatkan jaringan yang normal. Dimulai dengan pemberian

terapi antijamur sistemik setelah operasi debridement. Dianjurkan amphotericin B dosis tinggi

(1-1,5 mg/kg/hari). Itraconazole oral (400 mg/hari) dapat menggantikan amphotericin B

setelah masa akut lewat.

5. Chronic Invasive Fungal Sinusitis

Kondisi ini kurang agresif bila dibandingkan dengan tipe akut. Operasi debridemnet

masih diperlukan. Dimulai terapi medikal dengan pemberian antijamur sistemik setelah

didiagnosis invasi. Dianjurkan Amphotericin B (2 gr/hari); dapat diganti dengan ketokonazol

dan itrakonazol bila sudah terkontrol.

Terapi dengan amphotericin B dianjurkan pada pasien dengan destruksi tulang,

penurunan cairan serebrospinal atau gangguan pada mata yang tidak dapat dieksisi. Sebagai

tambahan pada debridement post operasi, terapi antifungal penting pada semua kasus sinusitis

invasi pada pasien dengan penurunan imunitas tubuh. Yang sering digunakan ialah

amphotericin B. Tidak ada batasan yang jelas mengenai dosis dan lama pemakaian obat ini.

Pengguaan yang biasa dipakai adalah 2 gram perhari selama 6 samoai 2 bulan. Terapi

amphotericin B dengan fluorocitocyn B dilaporkan berhasil untuk kasus aspergillosis. Tapi

amphotericn B memiliki efek samping yang signifikan antara lain adalah flebitis lokal,

demam, menggigil, sakit kepala, muntah dan nefrotoksik.

6. Granulomatous Invasive Fungal Sinusitis

Page 13: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Debridemen bedah menjadi pilihan utama yang terbaik dalam pengobatan, diikuti

dengan pemberian pengobatan secara sistemik dengan obat antijamur. Rekurensi kekambuhan

dari penyakit ini jarang terjadi

Diagnosis Banding

Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun maligna. Sinusitis

jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau tidak dapat dibedakan dari gambaran

radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari gambaran histopatologi. Paad sinusitis jamur invasif ada tanda

yang khas yaitu adanya invasi ke jaringan mukosa.

Komplikasi

Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di dekatnya jika tidak

diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang mengalami proptosis. Pada mycetoma fungal

sinusitis jika tidak diterapi dapat memperburuk gejala-gejala sinusitis yang berpotensi untuk terjadi

komplikasi ke orbita dan sistem saraf pusat. Pada acute invasive fungal sinusitis dapat menginvasi

struktur di dekatnya yang menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi

trombosis sinus kavernosus dan invasi ke susunan saraf pusat. Pada Chronic invasive fungal sinusitis

dapat menginvasi jaringan sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat.

Prognosis

Allergic fungal sinusitis

Pada kelainan ini prognosis baik jika di operasi debridement dan pengisian udara di sinus

adekuat. Pengguanaan topikal steroid jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid

jangka pendek digunakan bila kekambuhan terjadi.

Sinus Mycetoma

Keadaan ini memiliki progonosis yang sangat baik jika fungus ball dapat diangkat dan

pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan kembali.

Acute Invasive Fungal Sinusitis

Keadaan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka mortalitas dilaporkan 50% meskipun

dengan operasi yang agrasif dan pengobatan. Kekambuhan sering terjadi.

Page 14: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

Chronic Invasive Fungal Sinusitis

Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu yang lama.

Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu singkat sering kambuh, dengan demikian

memerlukan terapi lebih lanjut.

Page 15: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

BAB III

Kesimpulan

Sinusitis jamjur merupakan salah satu penyakit hidung yang sebelumnya jarang sekali

menjadi topik bahasan kalangan pakar medis di bidang telinga, hidung dan tenggorokan serta kepala

leher. Namun semakin hari insiden terjadinya penyakit ini semakin banyak ditemui dan dikeluhkan

oleh pasien. Hal ini membuat penyakit ini menjadi salah satu pokok bahasan menarik di kalangan

pakar medis bidang telinga, hidung, tenggorokan serta kepala, leher. Penelitian-penelitian mengenai

penyakit ini pun semakin banyak dilakukan. Dengan demikian pemahaman kita tentang berbagai hal

mengenai penyakit ini pun terus berkembang seiringnya waktu.

Adanya tingkat kesadaran yang tinggi para dokter dan juga kemajuan teknologi radiologi

yang semakin canggih sekarang ini memberi kemudahan dalam mendiagnosa penyakit ini.

Dokter harus memiliki perhatian khusus dan kecurigaan yang tinggi untuk mendiagnosa

penyakit ini karena kenampakan gejala penyakit ini samar dan tidak begitu berbeda secara umum

denganpenyakit radang mukosa hidung lainnya.

Pendekatan yang menyeluruh dan anamnesa yang terarah serta pemeriksaan fisik yang

dikombinasikan dengan computed tomography serta endoskopi hidung menjadi andalan dan sangat

membantu dalam menegakkan diagnosis sinusitis setiap jenis jamur

Seiring dengan kemajuan dalam bedah sinus endoskopi fungsional, kemampuan kita untuk

mengobati dan memberantas penyakit sinusitis jamur terus meningkat dan membaik. Berbagai

penelitian di masa depan harus mengarah pada kemajuan lebih lanjut dalam pengobatan dan bedah

sinusitis jamur.

Page 16: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangunkarso E. Sinus Paranasal. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher. Soepardi EA, Iskandar N, editors. 5th ed. FKUI.

Jakarta; 2001: 90-92, 115-120.

2. Hilger PA. Hidung dan Sinus paranasalis. In: Boies buku ajar penyakit THT. Effendi H,

Santoso K, editors. 6th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;1997:176,241.

3. Rita Anggraini D. Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal. Dalam: Jurnal Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Medan; 2005. Hal 15-50.

4. Tri Andhika Nasution M. Frekuensi Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis yang

disebabkan Infeksi Jamur. Dalam: Jurnal Kedokteran Fakultas Kedokteran Unversitas

Sumatra Utara. Medan; 2007. Hal 24-26

5. Fungal Sinusitis. (online). 2008. Available from: URL:

http//www.americanacademyofotolaryngologic.org/Fungal_sinusitis.html

6. Ramadan HH. Sinusitis, Fungal. (online). 2006 Aug 25. Available from URL:

http//www.emedicine.com/sinusitis.fungal.html

7. Triaseka. Sinusitis. (online). 2007 May 01. Available from: URL:

http//www.spunge.org/sinusitis.html

8. Citardi MJ. Brief overview of sinus and nasal anatomy. (online). 2008. Available from:

URL:http//www.american-rhinologic.org.html

9. McClay JE. Allergic Fungal Sinusitis. (online). 2006. Available from: URL:

http//www.emedicine.com/allergicfungalsinusitis.html

10. Fungal sinusitis (online). 2008. Available from: URL:

http//www.radiology.uthescsa.edu/CAR/ELTXT/FS/fungal sinusitis.html

Page 17: Raymond Rheza Tht Referat Sinusitis Jamur

11. Ponikau JU, Sherris DA, Kern EB, Homburger HA, Frigas E, Gaffey TA, et all. The

Diagnosis and Incidence of Allergic Fungal Sinusitis. (online). Available from: URL:

http//www.mayoclinic.com