referat rjp
DESCRIPTION
referat RJPTRANSCRIPT
![Page 1: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Jantung adalah salah satu organ tubuh yang vital. Jantung kiri berfungsi
memompa darah bersih (kaya oksigen/zat asam) ke seluruh tubuh, sedangkan jantung
kanan menampung darah kotor (rendah oksigen, kaya kargon dioksida/zat asam arang),
yang kemudian dialirkan ke paru-paru untuk dibersihkan. Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah (PJPD) telah menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia.
Seringkali penyakit ini mengakibatkan kematian mendadak, Akan tetapi, PJPD yang
menjadi penyebab utama kematian, sebenarnya dapat dicegah.
Pada pasien tidak sadar, ada kemungkinan fungsi vital kardiovaskular / respirasi
baik atau dalam batas normal, tetapi fungsi kesadaran terganggu. Contoh yaitu orang
tidur atau dalam pengaruh obat. Kemungkinan lain adalah terganggunya fungsi vital
kardiovaskular / respirasi sampai tingkat yang cukup bermakna yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran. Jadi kesadaran menurun akibat terganggunya (atau terhentinya
fungsi vital). Hal ini mengancam nyawa dan dapat menyebabkan kematian segera jika
tidak dilakukan resusitasi.
CPR (Cardio pulmonary Resucitation) atau RJP (Resusitasi Jantung – Paru)
adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam
menyelamatkan pasien kegawatdaruratan di RS ataupun di luar RS. CPR/RJP merupakan
tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung
mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan
dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan
kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan
ambulance datang.
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami
gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau sirkulasi
yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk hidup
lama tanpa meninggalkan kelainan di otak.
![Page 2: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/2.jpg)
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati
klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan
sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak ditolong akan terjadi mati
biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang dilakukan setelah penderita
mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit, presentasi kembali normal 75 %tanpa
gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50 % dan setelah lima menit menjadi 25
%. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin.
![Page 3: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
RESUSITASI JANTUNG PARU
DEFINISI
Resuscitation
The restoration to life or consciousness of one apparently dead ; it includes such
measures as artificial respiration and cardiac massage.
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
The artificial substitution of heart and lung action as indicated for cardiac arrest or
apparent sudden death resulting from electric shock, drowning, respiratory arrest,
and other causes.The two major components of CPR are artificial ventilation and
closed chest cardiac massage.
(Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, 28th ed, 1994)
Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti
jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab
yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja
kembali.
Henti napas dapat disebabkan oleh banyak hal , misalnya serangan stroke ,
keracunan obat , tenggelam, inhalasi asap/uap/gas , obstruksi jalan napas oleh benda
asing , tersengat listrik , tersambar petir , serangan infark jantung , radang epiglottis ,
tercekik , trauma, dan lain-lain.
Pada awal henti napas , jantung masih berdenyut , masih teraba nadi , pemberian
O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti
napas mendapat pertolongan dengan segera , maka pasien akan terselamatkan hidupnya
![Page 4: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/4.jpg)
dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal.
Adapun sebab henti nafas adalah :
1. Sumbatan jalan nafas. Bisa disebabkan karena adanya benda asing,
aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang, pipa trakhea terlipat, kanula
trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis,
perdarahan).
2. Depresi pernafasan. Sentral : obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2
tinggi, setelah henti jantung, tumor otak dan tenggelam.
Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.
Henti jantung ialah ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal kalau
dilakukan tindakan yang tepat atau justru akan menyebabkan kematian atau kerusakan
otak menetap kalau tindakan tidak adekuat. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau
penyakit kronis tertentu tidak termasuk henti jantung.
Sebab-sebab henti jantung :
1. Penyakit kardiovaskuler, Penyakit jantung sistemik, infark miokardial akut,
embolus paru, fibrosis pada sistem konduksi (penyakit lenegre, sindrom
adams stokes, noda sinus atrioventrikulaer sakit).
2. Kekurangan oksigen akut, henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan
jalan nafas oleh sekresi, asfiksia dan hipoksia.
3. Kelebihan dosis obat dan gangguan asam basa, digitalis, quinidin,
antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan isoprenalin.
4. Kecelakaan, syok listrik dan tenggelam.
5. Refleks vagal.
6. Peregangan sfingter anii, penekanan atau penarikan bola mata.
7. Anestesi dan pembedahan. Terapi dan tindakan diagnostik medis.
8. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik dan anafilaktik).
Kebanyakan henti jantung yang terjadi di masyarakat merupakan akibat penyakit
jantung iskemik, 40 % mati mendadak. Dari penyakit jantung iskemik terjadi dalam
![Page 5: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/5.jpg)
waktu satu jam setelah dimulainya gejala dan proporsinya lebih tinggi, sekitar 60 %
diantara umur pertengahan dan yang lebih muda. Lebih dari 90 % kematian yang terjadi
di luar rumah sakit disebabkan oleh fibrilasi ventrikuler, yang potensial reversibl
Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila terdapat tanda-tanda :
Denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis, radialis ) disertai kebiruan
(sianosis) atau pucat sekali.
Pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu). Dapat dikenali dengan :
- melihat gerakan pengembangan dada dan abdomen
- mendengarkan apakah ada suara napas melalui hidung atau mulut lebih
jelas bila diperiksa juga dengan stetoskop
- merasakan apakah ada aliran udara pernapasan melalui mulut dan hidung.
Dilatasi pupil tak bereaksi dengan rangsang cahaya pasien dalam keadaan tidak
sadar.
Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat
mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar dan O2 yang
tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai
dengan fenomena listrik berikut : fibrilasi fentrikular, takhikardia fentrikular, asistol
ventricular atau disosiasi elektromekanis.
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar Hemoglobin ,
saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Resusitasi jantung paru diperlukan bila
O2 ke otak tidak cukup sehingga otak tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik .
Iskemia melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan korteks serebri rusak
menetap , walaupun setelah itu kita dapat membuat jantung berdenyut kembali.
Kerusakan otak pasca resusitasi akibat kita terlambat memulainya.
![Page 6: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/6.jpg)
FASE I : BASIC LIFE SUPPORT
A.AIRWAY
Pada pasien tidak sadar : lidah jatuh ke belakang (orofaring), menutup
jalan napas. Akibatnya intake oksigen terganggu, menyebabkan hipoksia karena
asfiksia. Gangguan jalan napas makin diperberat dengan ketidakmampuan self-
defense mechanism untuk mengeluarkan lendir melalui refleks batuk (refleks-
refleks menurun pada keadaan hipoksia berat). Tanda-tanda : suara mengorok dan
suara lendir, masih ada gerakan dan hawa pernapasan (jika masih ada
pernapasan), atau tidak ada gerakan napas maupun hawa pernapasan (jika
pernapasan sudah berhenti).
Lakukan pembebasan jalan napas dengan Triple Manuever :
hiperekstensi kepala, buka mulut, angkat dagu. Lidah akan terangkat dari jalan
napas. Tanda-tanda : suara mengorok hilang. Bersihkan jalan napas dari cairan
lendir / darah menggunakan alat hisap suction (kalau ada), atau miringkan posisi
kepala dan badan supaya cairan lendir / darah mengalir keluar.
Jika ada, gunakan juga alat bantu misalnya pipa endotrakeal, pipa
orofaring / Guedel dan sebagainya, untuk mempertahankan jalan napas
![Page 7: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/7.jpg)
B. BREATHING
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien
dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas
pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan ventilasi
buatan fungsi pernapasan terganggu, bahkan mungkin berhenti. Akibatnya juga intake
oksigen terganggu, menyebabkan hipoksia karena asfiksia. Lakukan pernapasan buatan
(artificial breathing) segera.
Cara : pernapasan mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth breathing, pada pasien
dewasa atau anak besar) atau pernapasan mulut-ke-hidung-mulut (mouth-to-mouth/nose
breathing, pada pasien bayi atau anak kecil). Jika ada alat bantu pipa, dilakukan
pernapasan mulut-ke-pipa (mouth-to-tube breathing) atau menggunakan alat bantu balon
resusitasi (bagging). Jika ada balon resusitasi dan tabung oksigen, dapat dihubungkan,
supaya udara yang diterima penderita lebih kaya oksigen dibandingkan udara ekspirasi
penolong yang kaya karbondioksida.
Frekuensi napas buatan :
1. 2 kali napas di antara 15 kali kompresi jantung luar (jika penolong 1 orang), atau
2. 1 kali napas di antara 5 kali kompresi jantung luar (jika penolong 2 orang).
Harus dicapai frekuensi napas 10-14 kali per menit dan frekuensi kompresi 60-100 kali
per menit, karena tujuan resusitasi adalah menggantikan fungsi respirasi dan sirkulasi
fisiologis.
![Page 8: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/8.jpg)
Berbagai cara bantuan napas
C. CIRCULATION
Setelah diagnosis henti jantung ditegakkan , langkah selanjutnya adalah
melakukan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar dikombinasi dengan
pernapasan buatan. Kemungkinan terdapatnya gangguan fungsi kardiovaskuler
menyebabkan gangguan vaskularisasi ke susunan saraf pusat (otak), akibatnya kesadaran
menurun. Tanda-tanda : denyut nadi tidak teraba (arteri carotis / femoralis lebih mudah),
denyut jantung tidak terdengar.
Lakukan kompresi jantung luar segera. Kedua tangan penolong dengan jari-jari
disilangkan, diletakkan di atas 1/3 bawah sternum, kemudian dengan berat badan
penolong, dilakukan kompresi arah vertikal tegak lurus untuk "memompa" jantung dari
luar. Harus di atas alas yang keras dan rata.
Frekuensi kompresi harus mencapai 60-100 kali per menit. Frekuensi napas
buatan :
1. 2 kali napas di antara 15 kali kompresi jantung luar (jika penolong 1 orang), atau
2. 1 kali napas di antara 5 kali kompresi jantung luar (jika penolong 2 orang).
Harus dicapai frekuensi napas 10-14 kali per menit dan frekuensi kompresi 60-100 kali
per menit, karena tujuan resusitasi adalah menggantikan fungsi respirasi dan sirkulasi
fisiologis.
![Page 9: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/9.jpg)
FASE II : ADVANCED LIFE SUPPORT
Sirkulasi spontan biasanya memerlukan obat-obatan dan cairan secara intra vena
(D) , diagnosis EKG dan ECG (E) dan terapi fibrilasi (F) dengan urutan yang bervariasi
tergantung keadaan penderita, misalnya pada fibrilasi ventrikel yang terlihat pada EKG ,
maka tindakan F (defibrilasi) didahulukan daripada obat-obatan. Pemberian obat-obatan
tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan :
![Page 10: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/10.jpg)
Adrenalin 0,5-1,0 mg , dosis untuk dewasa. Sedangkan bila diberikan secara intra
trakeal , dosis adalah 1-2 mg dalam 10 ml aquadest. Bila sirkulasi sudah spontan
dapat diberikan dosis pemeliharaan dengan infuse 1 mg dalam 250 ml , mulai 0,5-
1 mikrogram/menit.
Natrium bikarbonat . merupakan obat kedua yang dapat diberikan selama RJP ,
berguna untuk memperbaiki asidosis disebabkan iskemia selama henti jantung /
sirkulasi. Dosis pertama adalah 1 mEq/kgBB dapat diulangi 0,5-1 mEq/kgBB tiap
10 menit sampai timbul denyut spontan.
Dengan peralatan EKG atau ECG maka jenis henti jantung dapat diketahui. Pada
ventrikel fibrilasi , gambaran EKG menunjukkan gelombang litrik tidak teratur baik
amplitude maupun frekuensinya. Terapi definitif fibrilasi vetrikel atau takikardi ventrikel
tanpa denyut nadi ialah syok listrik (DC shock) dan tidak ada satupun obat sampai saat
ini yang dapat menghilangkan fibrilasi. Terapi untuk fibrilasi adalah dengan melakukan
defibrilasi : elektroda dipasang di sebelah kiri putting susu dan di sebelah kanan sternum
atas.
Defibrilasi luar : arus searah :
dewasa : 100-360 W sec (joule)
anak : 100-200 W sec (joule)
bayi : 50-100 W sec (joule)
Pada henti jantung asistole ventrikel , pada gambaran EKG terlihat garis lurus
tanpa defleksi yang dapat terganggu oleh aliran listrik, napas buatan atau tindakan
resusitasi. Pada henti jantung Disosiasi Elektro-Mekanikal gambaran pada EKG
menyerupai gambaran normal seakan-akan tidak ada kelainan , tetapi klinis tidak ada
denyut nadi atau curah jantung. Penyebabnya dapat primer akibat kegagalan kopling
eksitasi-kontraksi , misalnya pada infark miokard akut yang masif, keracunan obat ,
gangguan elektrolit dan thrombus atrium sedangkan penyebab sekunder dapat karena
gangguan curah jantung secara mekanik seperti pada pnemotorak tegang , tamponade
pericardial, ruptur jantung, emboli paru. Kelainan-kelainan tersebut diterapi yang
![Page 11: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/11.jpg)
ditujukan untuk penyebabnya, akan tetapi bila penyebabnya sulit dilacak, maka harus
dilakukan resusitasi standar.
FASE III : BANTUAN HIDUP PERPANJANGAN (PROLONGED LIFE
SUPPORT)
Tahap ini merupakan perawatan intensif pasca resusitasi untuk mengatasi
kegagalan organ-organ tubuh , terdiri dari :
G ( Gaughing: penilaian tentang kedaaan penderita, prognosis dan tindakan-
tindakan selanjutnya.
H (Human mentation) : tindakan mengatasi kerusakan sel-sel otak yang
disebabkan henti jantung (iskemia otak, udem otak,dsb) .
I (Intensive care) : Pengiriman penderita ke Unit Perawatan intensif (ICU) untuk
memperbaiki fungsi-fungsi organ secara umum.
![Page 12: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/12.jpg)
TANDA-TANDA RESUSITASI JANTUNG PARU DILAKUKAN ADEKUAT
1. Gerak naik-turun dada pada saat napas buatan adekuat, tidak terdengar bunyi
udara bocor.
2. Teraba denyut jantung karotis bersamaan dengan tekanan kompresi
3. Bila terpasang EKG, tampak gelombang QRS pada saat kompresi
KAPAN RESUSITASI DIHENTIKAN ?
1. Sirkulasi dan ventilasi spontan
2. Ada penolong lain yang lebih mampu
3. Penolong sudah letih
4. Pasien dinyatakan mati
5. Sesudah ½ - 1 jam hampir pasti fungsi otak tidak akan pulih (lihat refleks pupil)
![Page 13: REFERAT RJP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db969550346aa9a9d1229/html5/thumbnails/13.jpg)
BAB III
KESIMPULAN
Dengan penemuan tindakan diagnostik dan resusitasi mutakhir maka kematian
tidak dianggap sebagai saat berhenti kerja jantung. Sekarang dikenal keadaan fisiologik
yang meliputi kematian klinis, serebral dan organis. Tanpa pertolongan tindakan
resusitasi maka henti sirkulasi akan menyebabkan disfungsi serebral dan kemudian
organis dengan kerusakan sel irreversibel.
Resusitasi untuk mengembalikan fungsi nafas dan sirkulasi akibat dari henti nafas
dan henti jantung, yang dilakukan setelah tiga menit presentasi keberhasilan 75%, jika
setelah empat menit presentasi keberhasilan 50% dan setelah lima menit maka presentasi
keberhasilan resusitasi menjadi 25%. Tindakan awal yang harus dilakukan pada penderita
henti jantung paru adalah melakukan ABC, yang merupakan Bantuan Hidup Dasar fase I,
Bantuan Hidup Lanjut fase II meliputi DEF dan dilanjutkan dengan fase III meliputi GHI.
Resusitasi jantung paru ini dilakukan pada pasien yang mungkin hidup lama dan
tanpa meninggalkan kelainan pada otak. Keberhasilan resusitasi ini tergantung dari
penyebab, waktu penderita mulai ditolong, keterampilan penolong, alat penunjang dan
tenaga medis yang ada.