referat muhammad randi akbar 04111401006

41
1 Laporan Referat Bagaimana Cara Mengganti Obat Antipsikotik pada Skizofrenia Oleh: Muhammad Randi Akbar, S.Ked 04111401006 Pembimbing: Dr . Victor Eliezer, Sp.KJ

Upload: muhammad-randi-akbar

Post on 05-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

gddatfeas

TRANSCRIPT

1

Laporan Referat

Bagaimana Cara Mengganti Obat Antipsikotik

pada Skizofrenia

Oleh:

Muhammad Randi Akbar, S.Ked 04111401006

Pembimbing:

Dr . Victor Eliezer, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSJ PROVINSI JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan referat yang berjudul

Bagaimana Cara Mengganti Obat Antipsikotik pada Skizofrenia

Oleh:

Muhammad Randi Akbar, S.Ked 04111401006

Telah dilaksanakan dan disetujui pada bulan Oktober 2015 sebagai salah satu persyaratan guna

mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Kedokteran Jiwa RSJ provinsi

Jambi Periode 11 Oktober 2015– 24 oktober 2015.

Palembang, Oktober 2015

Pembimbing,

Dr . Victor Eliezer, Sp.KJ

3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan referat dengan judul demensia. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada Dr . Victor Eliezer, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu

dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam pengerjaan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga laporan

kasus ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jambi, Agustus 2015

Penulis

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut konsensus hipertensi 2014, tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana upaya penurunan tekanan darah akan memberikan manfaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut. Di sadari bahwa tekanan darah adalah suatu kontinuum, di mana risiko kardiovaskular meningkat bila tekanan darah diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang dapat menggambarkan bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus atau kesepakatan bersama. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and tratment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg.

Sampai saat ini, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur > 18 tahun sebesar 25.8 %. Tertinggi di Bangka belitung (30.9%). diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %).9

Sebanyak 85-90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder. Data yang tersedia pun sangat tergantung pada lokasi di mana penelitian itu dilakukan. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien yang menderita hipertensi sekunder, sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%.9

Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan jantung bekerja keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius. Otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi terganggu, selanjutnya jantung akan berdilatasi dan kemampuan kontraksinya berkurang, yang pada akhirnya akan terjadi gagal jantung. Gagal jantung adalah keadaan

5

ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh.4

Gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi dikenal pula sebagai penyakit jantung hipertensi (Hypertension Heart Disease).Penyakit jantung hipertensi ditandai dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri jantung sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang mempengaruhi proses terjadinya hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan tekanan diastolik. Pengaruh faktor genetik pada proses ini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi juga berhubungan erat dengan hipertrofi ventrikel kiri. 4

1.2 Tujuan Umum

Tinjauan pustakaini dibuat untuk memenuhi syarat ujian di bagian penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Selain itu tinjauan pustaka ini juga di harapkan bisa bermanfaat bagi semua pembacanya. Dengan membaca makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca tentang “Hipetensi”.

1.3 Rumusan Masalah

Hipertensi adalah penyakit yang harus di perhatikan,penyakit ini tidak boleh disepelekan. Berdasarkan latar belakang di atas, saya akan merumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Apa itu hipertensi ?2. Apa epidemiologi hipertensi?3. Bagaimana klasifikasi hipertensi?4. Apa etiologi hipertensi?5. Bagaimana patofisiologi hipertensi?6. Bagaimana cara mendiagnosis hipertensi?7. Apa saja gejala hipertensi ?8. Apa komplikasi hipertensi?9. Bagaimana pengobatan hipertensi ?10. Bagaimana pencegahan hipertensi ?

6

BAB II

2.1 Definisi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140

mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan

selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan

oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and tratment of High Blood

Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg. 5

Menurut konsensus hipertensi 2014, tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan

di mana upaya penurunan tekanan darah akan memberikan manfaat lebih besar

dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut. Di sadari bahwa tekanan darah

adalah suatu kontinuum, di mana risiko kardiovaskular meningkat bila tekanan darah

diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang dapat menggambarkan

bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus atau kesepakatan

bersama.8

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai

faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi

yang tidak daspat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor

yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola

konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.

Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,

Penyakit Jantung Koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain lain yang berakibat pada

kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan lain lain yang berakibat pada

kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat

kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut silent killer yang merupakan

salah satu faktor risiko paling berpengaruh menyebabkan penyakit jantung

(cardiovaskuler).

2.2 Epidemiologi

7

Menurut Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, sampai saat ini, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur > 18 tahun sebesar 25.8 %. Tertinggi di Bangka belitung (30.9%). diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %).9

Sebanyak 85-90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder. Data yang tersedia pun sangat tergantung pada lokasi di mana penelitian itu dilakukan. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien yang menderita hipertensi sekunder, sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%.9

2.3. Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,

hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic

hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan

tekanan diastolik dan pada umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik

berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkonstraksi (denyut

jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin

pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan

diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak

anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil

menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah

yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik

berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara

dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan tekanan sistolik dan

diastolik.

8

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Hipertesi esensial atau hipertesi primer yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak

faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan , hiperaktivitas

susunan saraf simpatis. Sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na,

peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor faktor yang meningkatkan

risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit

ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom

cushing, feokromosifoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan

dengan kehamilan , dan lain lain.

Menurut the eighth Reportof Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treathment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi

hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (tabel 1)

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 5

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II ≥160 ≥100

Menurut konsensus hipertensi 2014, diagnosis hipertensi ditegakkan bila

tekanan darah ≥140/90 mmHg. Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran

tekanan darah sistolik dan diastolik. Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dibagi

menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi tingkat 1, hipertensi tingkat 2, dan

hipertensi sistolik terisolasi.8

9

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah menurut Konsensus Hipertensi 2014 8

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat I 140-159 90-99

Hipertensi tingkat II

Hipertensi sistolik terisolasi

≥160

≥140

≥100

<90

Menurut ESH (European Society of Hypertension) 2007 Hipertensi didefinisikan

apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD)

≥ 90 mmHg. Pedoman yang dikeluarkan oleh ESH-2007 membagi hipertensi menjadi

7 kelompok, optimal, normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2,

hipertensi derajat 3, hipertensi sistolik terisolasi.

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah menurut ESH 9

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Optimal

Normal

Normal tinggi

Hipertensi derajat I

Hipertensi derajat II

Hipertensi derajat III

Hipertensi sistolik terisolasi

<120

120-129

130-139

140-159

160-179

≥180

≥140

<80

80-84

85-89

90-99

100-109

≥110

<90

Menurut World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-

ISH) 1999 klasifikasi dibagi menjadi 7 kelompok, optimal, normal, normal tinggi,

hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, hipertensi derajat 3, hipertensi sistolik

terisolasi.

10

Tabel 4. Klasifikasi tekanan darah menurut WHO 10

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Optimal

Normal

Normal tinggi

Hipertensi derajat I

Hipertensi derajat II

Hipertensi derajat III

Hipertensi sistolik terisolasi

<120

<130

130-139

140-159

160-179

≥180

≥140

<80

<85

85-89

90-99

100-109

≥110

<90

Menurut American Heart Association, klasifikasi hipertensi dibagi menjadi 5

kelompok, normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, krisis

hipertensi ( membutuhkan penanganan emergensi)

Tabel 5. Klasifikasi tekanan darah menurut American Heart Association

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II

Krisis Hipertensi

≥160

>180

≥100

>110

Menurut National Heart Foundation of Australia klasifikasi hipertensi dibagi

menjadi 7 kelompok, normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2,

hipertensi derajat 3, hipertensi sistolik terisolasi, dan hipertensi sistolik terisolasi

dengan perlebaranan tekanan nadi.

11

Tabel 6. Klasifikasi tekanan darah menurut National Heart Foundation of

Australia

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Optimal

Normal tinggi

Hipertensi derajat I

Hipertensi derajat II

Hipertensi derajat III

Hipertensi sistolik terisolasi

Hipertensi sistolik terisolasi

dengan pelebaran tekanan

nadi

<120

120-139

140-159

160-179

≥180

≥140

≥160

<80

80-89

90-99

100-109

≥110

<90

<70

2.4. Etiologi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak dapat diketahui dengan

pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal tunggal dan khusus.

Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder

disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan

obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain lain. Adapun penyebab paling

umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko

relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat

dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor- faktor yang tidak dapat

dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan

faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.

2.5 Patogenesis

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah

secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk

mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskuler

12

melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan

darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh

yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.

1. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan

penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses

multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk

deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan

berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini

disebut plak. Pertumbuhan plak dibawah lapisan tunika intima akan

memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,

pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan

pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal

yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium

banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

2. Sistem renin- angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I- convertting enzyme (ACE). Angiotensin

II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui

dua aksi utama

a. Meningkatkan sekresi Anti- diuretik hormone (ADH) dan rasa haus.

Dengan meningkatkan ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar

tubuh (antidiuretik), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya.

Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume

darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur

volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

13

cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan

tekanan darah

c. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

2.6 Cara pengukuran tekanan darah

Langkah-langkah pengukuran tekanan darah

Persiapan

Kamar periksa harus tenang dengan suhu kamar yang nyaman. Idealnya,

tekanan darah tidak boleh diukur jika pasien melakukan aktivitas fisik, merokok,

minum kopi, atau makan 30 menit sebelumnya.

14

Posisi Pasien 

Posisi yang benar sangat menentukan keakuratan pengukuran. Punggung dan

tungkai bawah pasien sebaiknya ditopang, dengan tungkai bawah tidak boleh

menyilang dan kaki berada pada permukaan yang datar dan keras. Pada lengan di mana

tekanan darah akan diukur diupayakan longgar sampai ke bahu, lengan dari pakaian

jika diangkat harus longgar sehingga tidak mengganggu aliran darah atau tidak

mengganggu manset tensimeter. Lengan sebaiknya diletakkan sedemikian rupa

sehingga berada sejajar dengan jantung. Manometer juga sebaiknya diposisikan sejajar

dengan mata pemeriksa.

Pengukuran Lengan

Kesalahan umum dalam mengukur tekanan darah adalah penggunaan manset

yang ukurannya tidak sesuai dengan pasien. Ukuran manset yang kecil akan

menimbulkan overestimasi tekanan darah. Pemilihan ukuran manset dilakukan dengan

pengukuran lingkar lengan pada titik tengah lengan atas (pertengahan antara acromion

dan olecranon). Lingkar lengan dan ukuran manset yang disarakan adalah berturut

turut sebagai berikut (dalam centimeter):

22-26: manset 12×22 (small adult arm)

27-34: manset 16×30 (adult arm)

35-44: manset 16×36 (large adult arm)

45-52: manset 16×42 (adult thigh)

Penempatan manset 

Manset diletakan pada pertengahan lengan atas lengan, sekitar 2 cm di atas

siku. Diletakkan dengan rapi dan tidak terlalu ketat (dua jari tangan masih bisa

dimasukkan diantaranya).

15

Pengukuran Tekanan Darah

Untuk menghindari pengembungan manset yang berlebihan yang bisa berakibat

pada ketidaknyamanan pasien, maka sebaiknya ditentukan tekanan denyut

obliterasinya. Pompa manset hingga 80 mmHg kemudian turunkan kecepatan

pemompaan menjadi 10 mmHg per 2-3 detik sambil mendengarkan dan

memperhatikan hilangnya suara denyut. Begitu suara denyut hilang longgarkan

kembali dengan kecepatan 2 mmHg per detik.

Lakukan pengukuran tekanan darah dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Letakkan bagian bell stetoskop diatas arteri brakialis, untuk menghindari suara berisik

usahakan stetoskop tidak bersentuhan dengan pakaian pasien. Dengan cara yang sama

seperti ada penentuan tekanan denyut obliterasi, pompa manset hingga 20-30 mmHg

diatas tekanan denyut obliterasi kemudian kendorkan pemompaan dengan kecepatan 2

mmHg per detik sambil mendengarkan suara Korotkoff.

Sejalan dengan pengenduran manset, turbulensi aliran darah melalui arteri

brakialis menimbulkan rangkaian suara. Hal ini dikelompokkan menjadi 5 (lima) fase

suara. Fase 1 ditandai oleh suara yang jelas, suara menghentak dan berulang,

bersamaan dengan pemunculan kembali denyut nadi yang teraba. Pemunculan awal

suara fase 1 ini sama dengan tekanan darah sistolik. Selama fase 2, suara murmur

terdengar. Pada fase 3 dan 4, perubahan mulai terjadi dimana suara nadi mulai

melemah (biasanya 10 mmHg diatas tekanan darah diastolik yang sebenarnya). Pada

fase 5, suara mulai hilang, dan menunjukkan tekanan darah diastolik. Untuk lebih

meyakinkan pengamatan sebaiknya dilanjutkan hingga 10 mmHg dibawah fase 5.

16

Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat

standar manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan

pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah

<160/100 mmHg.

2.7. Diagnosis hipertensi

Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan

hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat ukur yang digunakan, serta

ketepatan waktu pengukuran. Pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada

posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein

Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat dilakukan pada

keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah sfigmamonometer air raksa

dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa sampai 20-30 mmHg diatas tekanan

sistolik yaitu saat pulsasi nadi tidak teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan

lahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi

setelah bunyi pertama terdengar yang disebabkan oleh kekakuan arteri

Pengukuran ulang hampir selalu diperlukan untuk menilai apakah peninggian

tekanan darah menetap sehingga memerlukan intervensi segera atau kembali ke normal

sehingga hanya memerlukan kontrol yang periodik. Selain itu diperlukan pemeriksaan

penunjang untuk menilai faktor risiko kardiovaskuler lain seperti hiperglikemi atau

hiperlipidemi yang dapat dimodifikasi dan menemukan kerusakan organ target akibat

tingginya tekanan darah seperti hipertrofi ventrikel kiri atau retinopati hipertensi pada

funduskopi. Tentu saja sebelum melakukan pemeriksaan fisik diperlukan anamnesis

yang baik untuk menilai riwayat hipertensi dalam keluarga, riwayat penggunaan obat

anti hipertensi atau obat lain gejala yang berhubungan dengan gangguan organ target,

kebiasaan dan gaya hidup serta faktor psikososial

2.7 Gejala klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai

bertahun tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada

17

pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,

tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat akan

mengalami edema pupil.

Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun tahun

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak

d. Nokturia karana peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka

merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba tiba, tengkuk terasa pegal

dan lain lain

2.8. Komplikasi Hipertensi

` Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga

menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ

tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.Sebagaui dampak

terjadinya komplikasi hipertensi kualitas hidup penderita menjadi rendah dan

kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita akibat

komplikasi hipertensi yang dimilikinya. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan

organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat

langsung dari kenaikan tekanan darah padaorgan, atau karena efek tidak langsung,

antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down

regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam

dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ

target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

transforming growth factor-β (TGF-β).6

18

Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada

pasien hipertensi adalah:6

1. Jantung

- Hipertrofi ventrikel kiri

- Angina atau infark miokardium

- Gagal jantung

2. Otak

- Stroke atau transient ischemic attack

3. Penyakit ginjal kronis

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati

2.9 Tatalaksana

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Berikut adalah

rujukan terbaru tentang manajemen penatalaksanaan hipertensi menurut JNC 8.5

Menagemen Hipertensi JNC 8

1. Rekomendasi 1

Pada usia ≥ 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan darah

(TD) pada systolic blood pressure (SBP) ≥ 150 mmHg, atau diastolic blood

pressure (DBP) ≥ 90 mmHg dan diturunkan sampai SBP ≤ 150 mmHg dan DBP ≤

90 mmHg. (Rekomendasi Kuat-Grade A)

2. Corollary Recommendation

Pada populasi umum usia ≥ 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata menurunkan

tekanan darah SBP lebih rendah dari target (SBP ≤ 140 mmHg) dan terapi dapat

ditoleransi tanpa ada efek samping yang menganggu maka terapi tidak perlu

penyusuaian ( Pendapat Ahli-Grade E)

3. Rekomendasi 2

19

Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk

menurunkan TD pada DBP ≥ 90 mmHg dan diturunkan sampai tekanan DBP ≤ 90

mmHg. (untuk usia 30-59 tahun, Rekomendasi Kuat- Grade A; untuk usia 18-29

tahun, pendapat ahli-Grade E)

4. Rekomendasi 3

Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk

menurukan TD pada SBP ≥ 140 mmHg dan diturunkan sampai tekanan SBP < 140

mmHg. (Pendapat Ahli-Grade E)

5. Rekomendasi 4

Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD),

inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg atau

DBP ≥ 90 mmHg dan target menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90

mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)

6. Rekomendasi 5

Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi farmakologi

untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg atau DBP ≥ 90 mmHg dan target

menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg.(Pendapat Ahli-

Grade E)

7. Rekomendasi 6

Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes, inisiasi terapi

farmakologi harus mencakup, diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker

(CCB), angiostensin-converting enzym inhibitor (ACEI) atau angiostensin receptor

blocker (ARB). (Rekomendasi : Sedang-Grade B)

8. Rekomendasi 7

Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi terapi

farmakologi antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel

blocker (CCB) (Untuk orang kulit hitam rekomendasi sedang-grade B; untuk orang

kulit hitam dengan diabetes rekomendasi lemah – grade C)

9. Rekomendasi 8

20

Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi

antihipertensi harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan fungsi

ginjal (Rekomendasi Sedang-Grade B)

10. Rekomendasi 9

Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan

tekanan darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak dapat mencapai target

terapi yang diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi tekanan darah, dapat dilakukan

peningkatan dosis obat atau menambah golongan obat kedua dari salah satu

golongan obat pada rekomendasi 6 (diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB).

Dokter harus terus menilai perkembangan TD dan menyesuaikan regimen obat

antihipertensi sampai TD yang diinginkan dapat dicapai. Jika target tekanan darah

tidak dapat dicapai dengan pengunaan 2 jenis golongan obat antihipertensi, dapat

dilakukan penambahan dan titrasi obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia. Jangan

pernah mengunakan obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang pasien.

Jika target tekanan darah tetap tidak dapat dicapai mengunakan terapi obat pada

rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi obat atau membutuhkan lebih dari 3 jenis

obat, maka obat dari golongan antihipertensi lainnya dapat digunakan. Rujukan ke

spesialis perlu dilakukan jika pasien tidak dapat mencapai target tekanan darah

mengunakan strategi yang di atas atau perlu dilakukan managemen komplikasi

pada pasien.5

Dosis Obat Hipertensi JNC 8

Obat AntihipertensiInisial

Dosis Harian, mgDosis Target

RCT, mgJumlah

Obat / Hari

ACE inhibitors1. Captopril 50 150-200 22. Enalapril 5 20 1-23. Lisinopril 10 40 1

Angiostensi receptor blockers (ARB)1. Eprosartan 400 600-800 1-22. Candesartan 4 12-32 13. Losartan 50 100 1-24. Valsartan 40-80 160-320 15. Irbesartan 75 300 1

Β-Blockers1. Atenolol 25-50 100 12. Metoprolol 50 100-200 1-2

21

Calcium Channel Blockers1. Amlodipine 2,5 10 12. Diltiazem extended

release120-180 360 1

3. Nitredipine 10 20 1-2Thiazide-type diuretics

1. Bendroflumethiazide 5 10 12. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 13. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-24. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1

Dewasa ≥ 18 tahun + Hipertensi

Pengaturan Lifestyle(terus berlangsung sepanjang terapi)

Mengatur tekanan darah sesuai target dan memulai terapi obat sesuai dengan usia, diabtes, CKD

Umur ≥ 60 tahun Umur < 60 tahunSemua umur +

DM tanpaCKD

Semua umur + CKD

dengan/tanpa DM

Target TDSBP < 150 mmHgDBP < 90 mmHg

Target TDSBP < 140 mmHgDBP < 90 mmHg

Target TDSBP < 140 mmHgDBP < 90 mmHg

Target TDSBP < 140 mmHgDBP < 90 mmHg

Non Kulit Hitam Kulit Hitam

Inisiasi thiazide-type diuretic atau ACEI atau ARB atau CCB, sendiri

atau kombinasi

Semua Kasus

Inisiasi thiazide-type diuretic atau CCB, sendiri atau

kombinasi

ACEI atau ARB, sendiri atau kombinasi dengan

obat golongan lain

Tidak

Pilih strategi terapi titrasi obat Dosis maksimum obat pertama sebelum tambahkan obat kedua atauTambahakan obat kedua sebelum mengunakan obat pertama pada dosis maksimum atauMulai dengan 2 kelas obat terpisah atau mengunakan kombinasi dosis tetap

Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuaiUntuk strategi A dan B tambahakan dan titrasi thiazide-type diuretic atau ACEI atau ARB atau CCB (gunakan terapi kelas obat yang tidak digunakan sebelumnya dan hidari kombinasi antara ACEI dan ARB).Untuk strategi C, dosis dititrasi dan inisiasi medikasi sampai maksimum

Apakah tujuan TD tercapai ?

Apakah tujuan TD tercapai ?

Ya

Tidak

Tidak

Ya

22

Algorithma Penatalaksanaan Hipertensi JNC 8

Populasi Umum tanpa CKD & DM

Populasi CKD & DM

Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuaiTambahkan obat dan titrasi thiazide-type diuretic atau ACEI atau ARB atau CCB (gunakan terapi kelas obat yang tidak digunakan sebelumnya dan hidari kombinasi antara ACEI dan ARB).

Ya

YaApakah tujuan TD tercapai ?

Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuaiTambahkan obat golongan lain ( β-blocker, aldosterone antagonist atau yang lainnya) dan rujuk pasien ke dokter spesialist atau ahli di bidang hipertensi

Apakah tujuan TD tercapai ?Lanjutkan terapi dan monitoringTidak

Tidak

23

2.10 Pencegahan

Pencegahan lebih baik daripada pengobatan, demikian juga terhadap hipertensi.

Pada umumnya, orang berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya

sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi.

Tidak semua penderita hipertensi memerlukan obat. Apabila hipertensinya

tergolong ringan maka masih dapat dikontrol melalui sikap hidup sehari-hari.

Pengontrolan sikap hidup ini merupakan langkah pencegahan amat baik agar penderita

hipertensi tidak kambuh gejala penyakitnya.

Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya

tidak menjadi parah, tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang ditentukan

oleh dokter. Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan

pencegahan yang baik (Stop High Blood Pressure), antara lain dengan cara

menghindari faktor risiko hipertensi.

1. Pola makan

Makanan merupakan faktor penting yang menentukan tekanan darah.

Mengkonsumsi buah dan sayuran segar dan menerapkan pola makan yang rendah

lemak jenuh, kolesterol, lemak total, serta kaya akan buah, sayur, serta produk susu

rendah lemak telah terbukti secara klinis dapat menurunkan tekanan darah.

24

Untuk menanggulangi keadaan tekanan darah yang tinggi, secara garis besar

ada empat macam diet, yaitu :

a. Diet rendah garam

Ada tiga macam diet rendah garam (sodium) yaitu :

1) Diet ringan, boleh mengkonsumsi 1,5-3 gram sodium perhari, senilai dengan

3,75-7,5 gram garam dapur.

2) Diet menengah, boleh mengkonsumsi 0,5-1,5 gram sodium perhari, seniali

1,25-3,75 gram garam dapur.

3) Diet berat, hanya boleh mengkonsumsi dari 0,5 gram sodium atau kurang dari

1,25 gram garam dapur perhari.

Tujuan diet rendah garam untuk membantu menghilangkan retensi

(penahan) air dalam jaringan tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

Walaupun rendah garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan diet ini

adalah komposisi makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi, baik

kalori, protein, mineral maupun vitamin yang seimbang.

b. Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas

Diet ini bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan

menurunkan berat badan bagi penderita yang kegemukan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengatur diet ini antara

lain sebagai berikut :

1) Hindari penggunaan lemak hewan, margarin dan mentega terutama goreng-

gorengan atau makanan yang digoreng dengan minyak.

2) Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis lainnya serta sea food (udang,

kepiting), minyak kelapa dan kelapa (santan).

3) Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir dalam seminggu.

4) Lebih sering mengkonsumsi tempe, tahu, dan jenis kacang.

5) Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis manis, seperti sirup, dodol,

kue, dan lain-lain.

6) Lebih banyak mengkonsumsi sayuran dan buah, kecuali durian dan nangka.

Selain itu, juga harus memperhatikan gabungan makanan yang dikonsumsi

karena perlu disesuaikan dengan kadar kolesterol darah.

25

c. Diet tinggi serat

Diet tekanan darah tinggi dianjurkan setiap hari mengkonsumsi

makanan berserat tinggi. Beberapa contoh jenis bahan makanan yang

mengandung serat tinggi yaitu :

1) Golongan buah-buahan, seperti jambu biji, belimbing, papaya, mangga, apel,

semangka dan pisang.

2) Golongan sayuran, seperti bawang putih, daun kacang panjang, kacang

panjang, daun singkong, tomat, wortel, touge.

3) Golongan protein nabati seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai,

kacang merah, dan biji-bijian.

4) Makanan lainnya seperti agar-agar dan rumput laut.

d. Diet rendah kalori bagi yang kegemukan

Orang yang berat badannya lebih (kegemukan) akan beresiko tinggi

terkena hipertensi. Demikian juga orang yang berusia diatas usia 40 tahun.

Penanggulangan hipertensi dapat dilakukan dengan pembatasan asupan kalori,

hal yang harus diperhatikan yaitu :

1) Asupan kalori dikurangi sekitar 25%

2) Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi

3) Aktivitas olahraga dipilih yang ringan-sedang

2. Pola istirahat

Pemulihan anggota tubuh yang lelah beraktifitas sehari penuh untuk

menetralisir tekanan darah.

3. Pola aktivitas

Tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah yaitu :

bejalan kaki, bersepeda, berenang, aerobik. Kegiatan atau pekerjaan sehari-hari yang

lebih aktif baik fisik maupun mental memerlukan energi / kalori yang lebih banyak.

Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan rentan terhadap tekanan darah tinggi.

Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk dan berat badan, tetapi

juga dapat menurunkan tekanan darah.

26

4. Pengobatan

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi diberikan pengobatan untuk

mencegah terjadinya komplikasi.

Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:

1) Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badannya sampai batas

ideal.

2) Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol

darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam serta mengurangi alkohol.

3) olahraga

4) berhenti merokok.

27

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

        Seseorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan dara sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah diastoltik ≥90mmHg.Penyakit in adalah penyakit yang berbahaya karena merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2, yaitu hipertensi primer atau merupakan hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui secara pasti.Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyebab spesifik tertentu, misalnya penyakit ginjal, penyakit endokrin atau karena penyakit koartasio aorta.

3.2 SARAN

Setelah membaca tinjauan pustaka ini saya berpesan kepada para pembaca

Selalu menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.

Selalu memperhatikan asupan makanan yang masuk dalam tubuh kita. Makanlah makanan yang bergizi tinggi yang dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh kita

Rajin berolahraga

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55

2. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008). Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm.       accessed at Desember 3, 2008

3. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm.  Accessed at Desember 3, 2008

4. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241

5. James, Paul A., et al. "2014 evidence-based guideline for the management of

high blood pressure in adults: report from the panel members appointed to the

Eighth Joint National Committee (JNC 8)." Jama 311.5 (2014): 507-520.

6. Kesehatan, D., & RI, K. K. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

7. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK UI: 2001.

8. Papdi. 2007. Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan

Hipertensi Indonesia

9. Kesehatan, D., & RI, K. K. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.