referat morbus hansen

20
referat morbus hansen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae.Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta organ-organ lain 12 Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB). 1,12 Penyakit kusta masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat dunia terutama di Negara berkembang, dan Indonesia merupakan penyumbang penyakit kusta setelah India dan Brazil. 12 Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraseluler obligat. 2 Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas. 1 Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang diketahui merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit. Kusta pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraseluler obligat , demikian menurut Kosasih. 2,5 Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas. 1 Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu- satunya yang diketahui merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit. 11

Upload: dokter-zukie

Post on 28-Dec-2015

381 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat morbus hansen

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Morbus Hansen

referat morbus hansen

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi

menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae.Mycobacterium leprae yang

secara primer menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta organ-organ

lain12 Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB).1,12

Penyakit kusta masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat

dunia terutama di Negara berkembang, dan Indonesia merupakan penyumbang penyakit kusta

setelah India dan Brazil.12

Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae, yang

pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas

bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Kusta adalah penyakit infeksi

yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraseluler obligat.2

Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini

pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis

yang luas.1 Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang lama dan sering

pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang diketahui merupakan sumber

Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke orang lainnya melalui

pernapasan dan kontak kulit. Kusta pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan

testis. Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang

intraseluler obligat , demikian menurut Kosasih.2,5

Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini

pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis

yang luas.1

Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang lama dan sering

pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang diketahui merupakan sumber

Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke orang lainnya melalui

pernapasan dan kontak kulit.11 

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dibahas dalam referat ini adalah :

1)      Apakah definisi spondilitis Morbus Hansen?

2)      Bagaimana epidemiologi Morbus Hansen?

3)      Apakah etiologi Morbus Hansen?

4)      Bagaimana bentuk-bentuk dan gejala  morbus hansen?

5)      Bgaimana penularan penyakit morbus hansen ?

Page 2: Referat Morbus Hansen

6)      Bagaimana patofisiologi morbus Hansen ?

7)      Bagaimana manifestasi klinis morbus hansen?

8)      Bagaimana pemeriksaan morbus hansen?

9)      Bagaimana penatalaksanaan morbus hansen?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan referat ini adalah :

1     Mengetahui definisi spondilitis Morbus Hansen?

2     Mengetahui epidemiologi Morbus Hansen?

3     Mengetahui etiologi Morbus Hansen?

4     Mengetahui bentuk-bentuk dan gejala  morbus hansen?

5     Mengetahui penularan penyakit morbus hansen ?

6     Mengetahui patofisiologi morbus Hansen ?

7     Mengetahui  manifestasi klinis morbus hansen?

8     Mengetahui pemeriksaan morbus hansen?

9     Mengetahui penatalaksanaan morbus hansen?

1.4  Manfaat

Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang morbus hansen dan

penatalaksanaannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: Referat Morbus Hansen

2.1  Definisi Penyakit Kusta

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala

kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang

menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini

disebut Morbus Hansen.

Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada

saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa

diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada

kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta

tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada

penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta 2

Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh

manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu

inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan

infeksi sewaktu masa kanak-kanak. Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain,

kulit mengalami bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada

anggota badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya

memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang menderita

luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka ditekan dengan jari tidak terasa

sakit.

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan

kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang

buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria

memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.2,5

Kusta tipe Pausi Bacillary  atau disebut juga kusta kering adalah bilamana ada bercak

keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta

tidak berkeringat, tidak tumbuh rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan

saraf tepi pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini tidak

menular.Sedangkan Kusta tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta basah adalah bilamana bercak

putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan

pembengkakan pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan

hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+). Tipe seperti ini sangat mudah menular.1

2.2  Epidemiologi Penyakit Kusta

2.2.1        Epidemiologi Secara Global

Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah

tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang

di mana saja.

2.2.2        Epidemiologi Kusta di Indonesia

Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar

keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan,

perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di

Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosariasecara isolasi ketat. Penyakit ini

Page 4: Referat Morbus Hansen

masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang

datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang.

Pada pertengahan tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia

sebanyak  20.742 orang. Jumlah penderita kusta terdaftar ini membuat Indonesia menjadi salah satu

Negara di dunia yang dapat mencapai eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan oleh World

Health Organisation yaitu tahun 2000.12

2.3   Etiologi

Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae yang berbentuk pleomorf lurus, batang

panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk

batang gram positif dan bersifat tahan asam, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan

terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil

tahan asam, tidak bergerak dan tidak berspora, dan dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran

bentuk kelompok, termasuk masa irreguler besar yang disebut globi. Micobakterium ini termasuk

kuman aerob. Kuman Mycobacterium leprae menular kepada manusia melalui kontak langsung

dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman membelah dalam jangka 14-21 hari

dengan masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun. Setelah lima tahun, tanda-tanda seseorang menderita

penyakit kusta mulai muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian

anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.4,6 Menurut Marwali Harahap

(2000), Mycobacterium lepraemempunyai 5 sifat, yakni : 1. Mycobacterium leprae merupakan parasit

intraseluler obligat yang tidak dapat dibiakkan pada media buatan. 2. Sifat tahan

asam Mycobacterium leprae dapat diekstraksi oleh piridin. 3.Mycobacterium leprae merupakan satu-

satunya mikrobakterium yang mengoksidasi D-Dopa (D-Dihydroxyphenylalanin). 4. Mycobacterium

lepraeadalah satu-satunya spesies mikobakterium yang menginvasi dan bertumbuh dalam saraf

perifer.5. Ekstrak terlarut dan preparatMycobacterium leprae mengandung komponen antigenik yang

stabil dengan aktivitas imunologis yang khas yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid dan

negatif pada penderita lepromatous.7.9,10

2.4   Bentuk-bentuk dan Gejala  Penyakit Kusta

2.4.1          Klasifikasi Penyakit Kusta 4.5.12

1)     Jenis klasifikasi yang umum

a.      Klasifikasi Internasional (1953)

1.    Indeterminate (I)

2.    Tuberkuloid (T)

3.    Borderline-Dimorphous (B)

4.    Lepromatosa (L)

b.     Klasifikasi untuk kepentingan riset /klasfikasi Ridley-Jopling (1962).

1.    Tuberkoloid (TT)

2.    Boderline tubercoloid (BT)

3.    Mid-berderline (BB)

4.    Borderline lepromatous (BL)

5.    Lepromatosa (LL)

c.      Klasifikasi untuk kepentingan program kusta /klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)

1.    Pausibasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut

kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.

Page 5: Referat Morbus Hansen

2.    Multibasilar (MB)

Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B

dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.

Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifikasikan sebagai berikut : Bila

pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetapi diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan BTA-nya

saat ini. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan gambaran klinis

dan hasil BTA saat ini.

Tabel 1. Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO

PB MB1.      Lesi kulit (makula

yang datar, papulyang meninggi,infiltrat, plak eritem, nodus)

2.      kerusakan saraf(menyebabkan hilangnya senasasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena)

 1-5 lesi Hipopigmentasi/eritema Distribusi tidak simetris

 Hilangnya sensasi yang jelas

 Hanya satu cabang saraf

 > 5 lesi Distribusi lebih

simetris

 Hilangnya sensasi kurang jelas

 Banyak cabang saraf

Kekebalan selular (cell mediated immunity = CMI) seseorang yang akan menentukan,

apakah ia akan menderita kusta bila ia mendapat infeksiMycobacterium leprae dan tipe kusta yang

akan dideritanya dalam spektrum penyakit kusta.

Tabel 2. Gambaran klinis tipe PB

KarakteristikTuberkuloid

(TT)

Borderline tuberculoid

(BT)

Indeterminate (I)

LesiTipe

Jumlah

Distribusi

Permukaan

Sensibilitas

BTAPada lesi kulitTes lepromin

Makula dibatasi infiltrat

Satu atau beberapa

Terlokalisasi & asimetris

Kering, skuama

Hilang

NegatifPositif kuat (3+)

Makula dibatasi infiltrat saja

Satu dengan lesi satelit

Asimetris

Kering, skuama

Hilang

Negatif atau 1 +Positif (2 +)

Makula

Satu atau beberapa

Bervariasi

Dapat halus agak berkilat

Agak terganggu

Biasanya negatif

Meragukan (1

Page 6: Referat Morbus Hansen

+)

Tabel 3. Gambaran klinis tipe MB

KarakteristikLepromatosa

(LL)Borderline

lepromatosa (BL)

Mid-borderline

(BB)

LesiTipe

Jumlah

Distribusi

Permukaan

Sensibilitas

BTAPada lesi kulit

Pada hembusan

hidungTes lepromin

Makula, infiltrat difus, papul, nodus

Banyak, distribusi luas, praktis tidak ada kulit sehat

simetrisKering, skuama

Halus dan berkilap

Todak terganggu

Banyak (globi)Banyak (globi)

Negative

Makula, plak, papul

Banyak, tapi kulit sehat masih ada

Cenderung simetris

Halus dan berkilap

Sedikit berkurang

BanyakBiasanya tidak ada

Negatif

Plak, lesi berbntuk kubah, lesi punched-outBeberapa, kulit sehat (+)

asimetris

sedikit berkilap, beberapa lesi kering

berkurang

agak banyaktidak ada

biasanya negatif, dapat juga (±)

Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang pasien mencerminkan tingkat kekebalan

selular pasien tersebut. Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah

klasifikasi menurut Ridley dan Joplingyang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok

berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Sekarang klasifikasi ini

juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan.Adapun klasifikasinya adalah sebagai

berikut  :

1.    Tipe tuberkoloid (TT)

Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa

makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau

cemntral healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan dapat

menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang

biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak

adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat terhadap kuman

kusta.

2.    Tipe borderline tubercoloid (BT)

Page 7: Referat Morbus Hansen

Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering disertai

lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,

kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe

tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang

menebal.

3.    Tipe mid borderline (BB)

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit kusta.

Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk makula

infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe

BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya.

Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.

4.    Tipe borderline lepromatosa

Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan

cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Walaupun

masih kecil, papul dannodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa

nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah tampak normal dengan pinggir

dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak

sepertipunched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipipigmentasi,

berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL.

Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi.

5.    Tipe lepromatosa (LL)

Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebiheritematosa, berkilap, berbatas

tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni

di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Sedang dibadan mengenai bagian badan yang

dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut

tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung

membentuk fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dankeratis. Lebih lanjut lagi dapat

terjadi deformitas pada hidung. Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya

dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking dan glove

anaesthesia. Bila penyakit ini menjadi progresif, muncul makula dan papul baru, sedangkan lesi lama

menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi

hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.

Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan jopling,

tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). lesi biasanya

berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit di sekitarnya normal. Lokasi biasanya di

bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi

atau sedikit penebalan saraf. Diagnosis tipe ini hanya dapat ditegakkan, bila dengan pemeriksaan

histopatologik.

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe

dari penyakit tersebut yaitu: Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia, Pada

bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan

banyak, Adanya pelebaransyaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta

peroneu, Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat. Adanya bintil-bintil

kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit, Alis rambut rontok, Muka berbenjol-benjol dan

tegang yang disebut facies leomina (muka singa).

Page 8: Referat Morbus Hansen

Gambar 1. Jenis Kusta Tipe Paucibacilary

Jenis Multibacillary  

Gambar 2. Kusta Tipe Multibacilary

2.5  Penularan Leparae

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di dalam

rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat berperan

dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta

tipelepromatosa yang tidak diobati, dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari pada lendir hidung

yang kering. Ulkus kulit pada penderita kustalepromatusa dapat menjadi sumber penyebar basil.

Organisme kemungkinan masuk melalui saluran pernafasan atas dan juga melalui kulit yang terluka.

Pada kasus anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta.2

Dua pintu keluar dari Mycobacterium leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit

dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasuslepromatosa menunjukkan adanya sejumlah

Page 9: Referat Morbus Hansen

organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut

dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan

asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et almelaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri

tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya

sejumlahMycobacterium leprae yang besar di lapisan keratin superfisialkulit di penderita

kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar

melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada

1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara

10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar

pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung

mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat

memproduksi 10.000.000 organisme per hari.

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang

diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi

ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah : 1. Melalui sekret hidung, basil yang

berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus

ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang lain

dengan cara penularan langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi sebagian besar para

ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit.

Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung dari

beberapa faktor antara lain :

1)   Faktor Kuman kusta

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh (solid) bentuknya, lebih

besar kemungkinan menyebabkan penularan dari pada orang yang tidak utuh lagi Mycobacterium

leprae bersifat tahan asam, bermentuk batang dengan panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron,

biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang

bersuhu dingin. Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung

suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman kusta  yang utuh (solid) saja dapat menimbulkan

penularan.11.12

2)   Faktor Imunitas

Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukan

bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 0rang yang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri

tanpa obat dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan pengaruh pengobatan.11

3)   Keadaan Lingkungan

Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan faktor

penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup dan perbaikan

imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.

4)    Faktor Umur

Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Incidence Rate penyakit ini meningkat sesuai

umur dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga

meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara

perlahan-lahan menurun.11

Page 10: Referat Morbus Hansen

5)   Faktor Jenis Kelamin

Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita, kecuali di Afrika

dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor fisiologis seperti pubertas, monopause,

Kehamilan, infeksi dan malnutrisi akan mengakibatkan perubahan klinis penyakit kusta.11

Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta. Dari hasil penelitian menunjukkan

gambar sebagai berikut dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh

sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh

pengobatan. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacteriumleprae menderita kusta.10

2.5.1        Masa inkubasi

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa

peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa

minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan

selama 30 tahun Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah

terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Dengan rata-rata

adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid dan dua kali lebih lama untuk kusta lepromatosa.

Penyakit ini jarang sekali ditemukan pada anak-anak dibawah usia 3 tahun; meskipun, lebih dari

50 kasus telah ditemukan pada anak-anak dibawah usia 1 tahun, yang paling muda adalah usia 2,5

bulan. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.3

2.5.2        Reservoir

Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan sebagai

reservoir. Di Lusiana dan Texas binatang Armadillo liar diketahui secara alamiah dapat menderita

penyakit yang mempunyai kusta seperti pada percobaan yang dilakukan dengan binatang ini. Diduga

secara alamiah dapat terjadi penularan dari Armadilo kepada manusia. Penularan kusta secara

alamiah ditemukan terjadi pada monyet dan simpanse yang ditangkap di Nigeria dan Sierra Lione.1.6

2.6  Patogenesis

Meskipun cara masuk Mycobacterium leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan

pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa tersering ialah melalui kulit yang lecet pada

bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. PengaruhMycobacterium

leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup Mycobacterium

leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman

yang avirulen dannontoksis.7.9

Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada

sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwan di jaringan saraf.

Bila kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan

makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.2.3.4

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian makrofag

tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang

kemudian dapat merusak jaringan.11

Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag

sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan

berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel

datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan terjadi reaksi berlebihan dan

masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan disekitarnya.5,7

Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhanMycobacterium lepare, disamping itu

sel Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi,

Page 11: Referat Morbus Hansen

bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi.

Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.11

2.7  Manifestasi Klinis Penyakit Kusta

Menurut Jimmy Wales (2008), tanda-tanda tersangka kusta (Suspek) adalah sebagai

berikut :  Tanda-tanda pada kulit, Bercak/kelainan kulit yang merah/putih dibagian tubuh, Kulit

mengkilat, Bercak yang tidak gatal, Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak

berambut,     Lepuh tidak nyeri,  Tanda-tanda pada syaraf, Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri

pada anggota badan, Gangguan gerak anggota badan/bagian muka, Adanya cacat (deformitas), Luka

(ulkus) yang tidak mau sembuh.

Gejala-gejala kerusakan saraf menurut A. Kosasih (2008), antara lain adalah : N.

fasialis : Lagoftalmus.    N. ulnaris : Anastesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari

manis, Clawing kelingking dan jari manis, Atrofi hipotenar dan otot interoseus dorsalis pertama.  N.

medianus : Anastesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tenga, Tidak mampu

aduksi ibu jari,  Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah, Ibu jari kontraktur. N.

radialis :  Anastesia dorsum manus, Tangan gantung (wrist/hand drop), Tidak mampu ekstensi jari-jari

atau pergelangan tangan. N. poplitea lateralis : Kaki gantung (foot drop),  N.tibialis posterior,

Anastesia telapak kaki,  Clow toes. 6

2.8  Pemeriksaan Penderita Kusta

2.8.1         Anamnesis

Subyektif : Keluhan penderita, Kelainan  kulit, Mati rasa, Gangguan fungsi pada saraf.

Obyektif :  Riwayat kontak dengan penderita, Latar belakang keluarga misalnya Keadaan sosial

ekonomi.

Evaluasi data : Untuk menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, Sebagai sumber acuan

pengobatan MDT dan klasifikasi penyakit kusta.

2.8.2        Pemeriksaan fisik

Inspeksi : Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik. Observasi

dilaksanakan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran, penciuman sebagai suatu alat

untuk mengumpulkan data. Inspeksi dimulai pada saat berinteraksi dengan penderita dan dilanjutkan

dengan pemeriksaan lebih lanjut. Ruangan membutuhkan cahaya yang adekuat (terang) diperlukan

agar petugas dapat membedakan warna dan bentuk tubuh.

 Palpasi : Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n. auricularis magnus, n. ulnaris, n.

radialis, n. medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat

adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien

apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba.2

Saraf ulnaris - untuk memeriksa saraf ulnaris kiri, pegang lengan bawah kiri penderita dengan tangan

kiri Anda; raba di bawah siku penderita dengan tangan kanan Anda. Anda akan menemukan saraf

ulnaris di cekungan pada sisi median (dalam). Lakukan sebaliknya untuk memeriksa saraf ulnaris

lengan kanan.2

Page 12: Referat Morbus Hansen

Gambar 3.pemeriksaan saraf ulnaris

Saraf medianus - untuk memeriksa saraf medianus, pegang pergelangan penderita dengan telapak

tangannya menghadap ke atas; raba hati-hati di tengah-tengah pergelangan. Saraf medianus

mungkin tidak teraba, tapi ada tidaknya nyeri tekan tetap dapat terdeteksi.2

Gambar 4 : Pemeriksaan Saraf Medianus

Saraf peroneus - untuk meraba saraf peroneus kanan, minta penderita duduk di kursi dan kemudian

Anda duduk atau berlutut di depannya. Gunakan tangan kiri Anda untuk meraba saraf di sisi luar betis

sedikit di bawah lutut dan lekukan sekitar tulang di bawah lutut. Gunakan tangan kanan Anda untuk

memeriksa saraf Peroneus kiri.2

Gambar 5 : Pemeriksaan Saraf Perineus

Fungsi sensorik : Dilakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada telapak tangan, daerah yang

sisarafi oleh n.ulnaris dan medianus juga pada daerah telapak kaki untuk daerah yang disarafi oleh

n.tibialis posterior.2,4,5

 Fungsi motoric : N.fasialis dengan memeriksa kekuatan penutupan bola mata. N.ulnaris dengan

memeriksa kekuatan m.abductor pollicis minimi. N.medianus, dengan memeriksa kekuatan

m.abductor pollicis brevis. N.radialis, dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan.

N.peroneous, dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan kaki baik pada arah eversi

maupun inverse. N.tibialis posterior, dengan memeriksa kekuatan otot truceps surae, tibialis posterior,

flexor hallucis longus dan flexor digitorum longus.2,4,5

Page 13: Referat Morbus Hansen

Fungsi Otonom : Fungsi Otonom diperiksa dengan memegang tangan atau kaki penderita untuk

menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat). Pemeiksaan bersama

dengan gerak Olah raga.2,4,5

Tanda pasti kusta adalah: a) kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa, b)

penebalan pada saraf tepi disertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan kelemahan pada otot

tangan , kaki, dan mata, c) pada pemeriksaan kerokan kulit BTA positif. Klien dikatakan menderita

kusta apabila ditemukan satu atau lebih dari Cardinal Signs Kusta, pada waktu pemeriksaan klinis.11

2.9  Penanggulangan Penyakit Kusta

2.9.1        Pengobatan

Pengobatan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy) dalam buku Pedoman Diagnosis dan

Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU Dokter Soetomo Surabaya adalah sebagai

berikut :4,7

1.      Pausibasiler

         Rifampicine 600 mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi)

         DSS 100 mg/hari

Pengobatan diberikan secara teratur selama 6 bulam dan diselesaikan dalam waktu maksimal 19

bulan. Setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment)

2.      Multibasiler

         Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi.

         Lamprene 300 mg/hari, dosis supervisi.

Ditambahkan

         Lamprene 50 mg/hari

         DDS 100 mg/hari

Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan) dan deselesaikan dalam waktu

maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih

aktif dan BTA (+).

2.9.2        Rehabilitasi Medik

Kiranya tidak perlu diragukan lagi bahwa timbulnya cacat pada penyakit kusta merupakan

salah satu hal yang paling penting ditakuti. Dari hasil penelitian pada bulan Maret 1996 di Rumah

Sakit Kusta Sitanala, menunjukkan bahwa lebih dari 73% pasien yang datang berobat di poliklinik

telah disertai cacat kusta. Walaupun dengan pengobatan yang benar dan teratur penyakit kusta dapat

disembuhkan, akan tetapi cacat yang telah timbul atau mungkin yang akan timbul merupakan

persoalan yang cukup kompleks. Bila hal ini tidak ditangani secara benar, maka akan berlanjut

semakin parah serta berakhir fatal. Makin berat keadaan suatu cacat, maka makin cepat pula

keadaan memburuk.4,7

Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan yang baik dan benar.

Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu, mulai dari pengobatan,

psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan bedah septik, pemberian alas kaki,

protese atau alat bantu lainnya, serta terapi okupasi. Penting pula diperhatikan rehabilitasi

selanjutnya, yaitu rehabilitasi sosial (rehabilitasi nonmedis), agar mantan pasien kusta dapat siap

kembali ke masyarakat, kembali berkarya membangun negara, dan tidak menjadi beban pemerintah.

Kegiatan terpadu pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan. Rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial merupakan satu kesatuan kegiatan yang dikenal sebagai rehabilitasi paripurna.

Menghadapi kecacatan pada pasien kusta, perlu dibuat program rehabilitasi

medik yang terencana dan terorganisasi. Dokter, terapis dan pasien harus bekerjasama untuk

Page 14: Referat Morbus Hansen

mendapat hasil yang maksimal. Pengetahuan medis dasar yang perlu dikuasai adalah anatomi

anggota gerak, prinsip dasar penyembuhan luka, pemilihan dan saat yang tepat untuk pemakaian

modalitas terapi dan latihan. Diagnosis dan terpai secara dini, disusul dengan perawatan yang

cermat, akan mencegah pengembangan terjadinya kecacatan. Perawatan terhadap reaksi lepra

mempunyai 4 tujuan, yaitu :4,7

a)      Mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguansensorik, paralisis, dan kontraktur.

b)      Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan.

c)      Kontrol nyeri.

d)     Pengobatan untuk mematikan basil lepra dan mencegah perburukan keadaan penyakit.

Bila kasus dini, upaya rehabilitasi medis lebih bersifat pencegahan kecacatan. Bila kasus

lanjut, upaya rehabilitasi difokuskan pada pencegahan handicap dan mempertahankan kemampuan

fungsi yang tersisa. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien adalah :

a)    Pemeliharaan kulit harian

1)   cuci tangan dan kaki setiap malam sesudah bekerja dengan sedikit sabun (jangan detergen)

2)   Rendam kaki sekitar 20 menit dengan air dingin

3)   kalau kulit sudah lembut. Gosok kaki dengan karet busa agar kulit kering terlepas.

4)   kulit digosok dengan minyak.

5)   secara teratur kulit diperiksa (adakah kemerahan, hot spot, nyeri, luka dan lain-lain)

b)   Proteksi tangan dan kaki

1)   Tangan :

a)           pakai sarung tangan waktu bekerja

b)          stop merokok

c)           jangan sentuh gelas/barang panas secara langsung

d)          lapisi gagang alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut

2)   Kaki

a)    selalu pakai alas kaki

b)   batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan

c)    meninggikan kaki bila berbaring

c)    Latihan fisioterapi

Tujuan latihan adalah :

1)   Cegah kontraktur

2)   Peningkatan fungsi gerak

3)   Peningkatan kekuatan otot

4)   Peningkatan daya tahan (endurance)

a)    Latihan lingkup gerak sendi : secara pasif meluruskan jari-jari menggunakan tangan yang sehat atau

dengan bantuan orang lain. Pertahankan 10 detik, lakukan 5 – 10 kali per hari untuk mencegah

kekakuan. Frekuensi dapat ditingkatkan untuk mencegah kontraktur. Latihan lingkup gerak sendi juga

dikerjakan pada jari-jari ke seluruh arah gerak.

b)   Latihan aktif meluruskan jari-jari tangan dengan tenaga otot sendiri

c)    Untuk tungkai lakukan peregangan otot-otot tungkai bagian belakang dengan cara berdiri menghadap

tembok, ayunkan tubuh mendekati tembok, sementara kaki tetap berpijak.

d)   Program latihan dapat ditingkatkan secara umum untuk mempertahankan elastisitas otot, mobilitas,

kekuatan otot, dan daya tahan.

d)   Bidai

Pembidaian dapat dilakukan untuk jari dan pergelangan tangan agar tidak terjadi deformitas.

Bidai dipasang pada anggiota gerak fungsional saat timbul reaksi penyakit. Bidai dapat mengurangi

Page 15: Referat Morbus Hansen

nyeri dan mencegah kerusakan saraf. Dianjurkan memakai bidai yang ringan yang dipakai sepanjang

hari, kecuali pada waktu latihan lingkup gerak sendi.4

e)    Program terapi okupasi merupakan program yang sangat penting untuk mempertahankan dan

meningkatkan kemampuan menolong diri, tetapi perlu diingat hal-hal yang harus diperhatikan untuk

melindungi alat gerak dari bahaya pekerjaan rumah tangga. Alat bantu khusus dapat dibuat untuk

kemudahan bekerja, sesuai dengan deformitaspasien.4,7

1)   latihan redukasi motorik

a)    diawali dengan latihan lingkup gerak sendi dan latihan peregangan.

b)   Memanfaatkan alat bantu kerja, dilakukan gerakan motorik tangan dan jari-jari, sekaligus melatih

koordinasi gerak dengan bagian ekstremitas yang sehat.

c)    Gerak terampil tangan dan jari

d)   Latihan posisi dan postur pasif dan aktif.

2)   Latihan redukasi sensorik

a)    Latihan ini akan meningkatkan kualitas sensori pasien, dan menolong pasien untuk mencari alternatif

lain untuk meningkatkan sensibilitas sehingga kapasitas fungsional juga meningkat

b)   Latihan sensorik bertahap, mulai dari sentuhan kasar, sampai halus, dingin dan hangat.

c)    Latihan pengenalan bentuk berbagai benda.

3)   Latihan aktivitas menolong diri

4)   Latihan aktivitas rumah tangga

5)   Latihan aktivitas kerja

f)     Senam Kusta

suatu gerakan badan yang berfokus pada olah gerak motorik saraf terpenting pada penderita

kusta. Tujuan : Membantu mendeteksi kemunduran saraf pada penderita kusta itu sendiri, Membantu

latihan olah gerak badan yang terganggu lebih lanjut,  Menjadi acuan perawatan diri untuk mencegah

cacat.7

Gerakan Senam Kusta

a.       Gerakan penghangat

Nafas (respirasi) Oksigen ke paru-paru menahan oksigen di paru-paru mengeluarkan karbon

dioksida dari paru-paru dengaan posisi kedua tangan diangkat diatas diturunkan seperti semula,

kedua kaki terbuka derakan dilakukan dengan perlahan-lahan diulang dengan hitungan 8X3. Manfaat

gerakan : MenyuplaI oksigen ke paru-paru memberikan suplemen oksigen kesemua organ tubuh

terutama jantung, otak diteruskan ke system saraf tubuh untuk memungkinkan motorik, sensorik dan

otonom menahan oksigen di paru-paru dan mengeluarkan karbon dioksida dari paru-paru untuk

penghangatan tubuh.7

b.      Gerakan Fasialis Care

Melakukan buka tutup mata gerakan dilakukan perlahan-lahan di ulang 8X3 hitungan.

Manfaat gerakan : Memberikan kekuatan otot-otot yang berfungsi menutup mata meningkatkan reflek

kedip mata, menanamkan (think blink) piker kedip mata dan mengetahui secara dini kerusakan saraf

fasialis mencegah terjadinya lagophthalmos.7

c.       Gerakan Radialis Care

Melakukan kedua tangan kanan dan kiri diluruskan kedepan dengan mengepal, kedua

kepalan tangan digerakkan kearah atas dan kebawah posisi (ekstensi dan fleksi) gerakan ini dihitung

8X3. Manfaat gerakan : Gerakan ini menguatkan otot-otot pergelangan tangan yang disarapi oleh

saraf radialis.7

d.      Gerakan Ulnaris Care

Page 16: Referat Morbus Hansen

Kedua tangan diangkat sejajar dengan dada posisi tengada jari-jari kedua tangan dirapatkan

dengan melakukan bukak tutup jari kelingking kearah samping menjauhkan (abduksi) kelingking

dengan jari-jari lainnya dengan hitungan 8X3. Manfaat gerakan : Menguatkan otot jari kelingking yang

disarafi oleh saraf ulnaris.7

e.       Gerakan Medianus Care

Kedua tangan diangkat sejajar dengan dada posisi tengada jari-jari kedua tangan dirapatkan

dengan ibu jari kedua tangan digerakkan tegak lurus ke atas gerakan ini dihitung 8X3. Manfaat

gerakan : Memberikan kekuatan otot ibu jari yang disarafi oleh saraf medianus.7

f.       Gerakan Peroneus Care

Posisi kedua kaki merapat gerakan ujung jari diangkat (ekstensi maksimal) dengan tumit

sebagai tumpuhan gerakan ini dihitung 8X3. Manfaat gerakan : Gerakan ini menguatkan otot-otot

pergelangan kaki yang disarafi oleh saraf peroneus.7

g.      Gerakan Penutup

Melakukan ambil nafas, menahan nafas, mengeluarkan nafas dengan perlahan-lahan

dihitung 8X3, 8 pertama nafas, 8 kedua tahan, 8 ketiga keluarkan. Manfaat gerakan : Relaksasikan

otot-otot yang digerakkan dan pendinginan secara umum pada tubuh.7

h.      Gerakan Evaluasi Care

Gerakan ini dilakukan sendiri-sendiri oleh penderita memilih gerakan (Evaluasi) yang tidak

mampu dilakukan dengan optimal (gerakan 2,3,4,5,6). Manfaat gerakan :    Menilai gangguan pada

saraf, Menilai bila ada gerakan berarti kuat, Menilai bila ada gerakan tapi lemah berarti sedang,

Menilai bila tidak ada gerakan berarti lumpuh, Mengacu perawatan diri lebih lanjut.7

BAB III

KESIMPULAN

1.      Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkanoleh bakteri Mycobacterium

leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran

Page 17: Referat Morbus Hansen

pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani,

kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan

mata.

2.      Manefestasi klinis berupa Tanda-tanda pada kulit, Bercak/kelainan kulit yang merah/putih dibagian

tubuh, Kulit mengkilat, Bercak yang tidak gatal, Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau

tidak berambut,     Lepuh tidak nyeri,  Tanda-tanda pada syaraf, Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan

nyeri pada anggota badan, Gangguan gerak anggota badan/bagian muka, Adanya cacat (deformitas),

Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.

3.      Penatalaksanaan morbus Hansen meliputi pengobatan dengan obat – obatan farmakologi dan

rehabiltasi medic. Rehabilitasi medic meliputi pelatihan untuk mencegah kerusakan saraf, sehingga

terhindar pula dari gangguan sensorik, paralisis, dan kontraktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. CDC. (2003). Hansens's Disease (Leprosy), retrieved  December 2003

fromhttp://cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/hansen-a.htm.htm. Last update: February 11, 2004

2. Daili, dkk. 1998. Kusta. UI PRES. Jakarta.

3. Djuanda, Edwin. 1990. Rahasia Kulit Anda. FKUI. Jakarta.

4. Djuanda.A., Menaldi. SL., Wisesa.TW., dan Ashadi. LN. (1997). Kusta : diagnosis dan

Penatalaksanaan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

5. Djuanda. A.,Djuanda. S., Hamzah. M., dan Aisah.A. (1993). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Balai Penrbit FKUI

6. Graham, Robin. 2002. Lecture Notes Dermatologi. Erlangga. Jakarta.

7. Nadesul, Hendrawan. 1995. Bagaimana Kalau Terkena Penyakit Kulit.

8. Barrett. TL., Wells. MJ., Libow.L., Quirk.C., and Elston DM. (2002). Leprosy, retrieved 

January 14, 2005 from http://emedicine.com/derm/byname/leprosy.htm. Last update: April 10, 2002

9. Ditjen PPM & PL. (2000). Buku Pedoman Program P2 Kusta Bagi Petugas Puskesmas.

Jakarta : Sub Direktorat Kusta & Frambusia.

10. Dinkes Prop.Sumsel. (2003). Modul pemberantasan penyakit kusta. Palembang : tidak

diterbitkan.

11.  Leisinger, KM. (2005). Leprosy in the year 2005: Impressive success with the treatment of a biblical

diseasehttp://novartisfoundatin.com/en/about/organization/board/klaus-leisinger.htm

12. WHO. (2002). Elimination of Leprosy as a Public Health Problem. retrieved January 14,

2005 from http://who.int.com/lep/stat2002/global02.htmLlast update: January 10, 2005