referat mata kel 4

7
Akhir Petualangan Dokter Aborsi Reporter : Gusti Eka Sucahya Juru Kamera : Novi Hartoyo indosiar.com, Bali - Pertengahan Februari lalu, Bali diguncang kabar tak sedap. Seorang dokter, ditangkap karena kedapatan membuka praktek aborsi. Selama hampir lima tahun berpraktek, sang dokter sendiri sudah sulit menghitung, berapa janin yang telah ia gugurkan. Dalam penangkapan itu, dua orang yang membantu sang dokter, juga ikut diciduk, berikut semua peralatan yang dipakai dalam setiap kali melakukan aborsi. Dari Denpasar Bali, inilah laporannya. Pertengahan Februari lalu, warga Banjar Bekul, Desa Panjer, Denpasar, Bali, dikejutkan oleh kehadiran serombongan anggota polisi di lingkungan tempat tinggal mereka. Terlebih ketika kemudian terlihat, para petugas itu menggelandang dua orang pria dan seorang wanita, dengan wajah tertutup. Hiruk pikuk dan teriakan histeris mewarnai pemandangan itu. Sejak lima tahun terakhir, rumah megah di Jalan Tukad Petanu, Gang Gelatik nomor 5 ini, memang diketahui telah menjadi tempat praktek seorang dokter gigi. Setiap harinya, banyak pasien yang datang berobat. Yang tidak lazim, jumlah pasien itu cukup banyak untuk hitungan seorang dokter gigi. Belakangan tercium kabar, sang dokter tidak melayani pasien gigi, tapi melakukan [Type text]

Upload: cercatrova1970

Post on 13-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ini sangat-sangat-sangat penting

TRANSCRIPT

Page 1: referat mata kel 4

Akhir Petualangan Dokter Aborsi

Reporter : Gusti Eka SucahyaJuru Kamera : Novi Hartoyo

indosiar.com, Bali - Pertengahan Februari lalu, Bali diguncang kabar tak sedap. Seorang dokter, ditangkap karena kedapatan membuka praktek aborsi. Selama hampir lima tahun berpraktek, sang dokter sendiri sudah sulit menghitung, berapa janin yang telah ia gugurkan.

Dalam penangkapan itu, dua orang yang membantu sang dokter, juga ikut diciduk, berikut semua peralatan yang dipakai dalam setiap kali melakukan aborsi. Dari Denpasar Bali, inilah laporannya.

Pertengahan Februari lalu, warga Banjar Bekul, Desa Panjer, Denpasar, Bali, dikejutkan oleh kehadiran serombongan anggota polisi di lingkungan tempat tinggal mereka. Terlebih ketika kemudian terlihat, para petugas itu menggelandang dua orang pria dan seorang wanita, dengan wajah tertutup. Hiruk pikuk dan teriakan histeris mewarnai pemandangan itu.

Sejak lima tahun terakhir, rumah megah di Jalan Tukad Petanu, Gang Gelatik nomor 5 ini, memang diketahui telah menjadi tempat praktek seorang dokter gigi. Setiap harinya, banyak pasien yang datang berobat.

Yang tidak lazim, jumlah pasien itu cukup banyak untuk hitungan seorang dokter gigi. Belakangan tercium kabar, sang dokter tidak melayani pasien gigi, tapi melakukan praktek aborsi. Namun tidak ada warga yang berani bersikap, sampai akhirnya mereka melihat, sang dokter bersama dua orang pembantunya, digelandang polisi.

Dokter yang ditangkap itu bernama Arik Wiantara. Sementara dua pembantunya yang juga ikut ditangkap, masing-masing bernama Pande Ketut Darmawan dan Susiati. Bersamaan dengan penangkapan itu, disita pula sejumlah barang bukti, seperti alat penyedot darah, alat pemeriksa detak jantung, alat untuk melakukan kuret serta alat penjepit yang dipakai untuk menarik janin bayi dari dalam perut.

Sadar kasus ini mendapat perhatian besar masyarakat, polisi langsung bekerja cepat. Hari itu ketiga tersangka langsung diperiksa. Dalam pemeriksaan, di luar dugaan, ketiga tersangka secara terang-terangan mengakui telah membuka praktek aborsi.

[Type text]

Page 2: referat mata kel 4

Soal kapan praktek itu dimulai, mereka tidak ingat persis, namun diperoleh informasi sang dokter telah membuka praktek ilegal itu sejak lima tahun terakhir, persisnya, tidak lama setelah ia selesaikan kuliahnya di sekolah kedokteran gigi. Praktek mereka baru terkuak dan polisi bertindak, setelah salah seorang dari pasien, meninggal dunia tidak lama setelah menjalani aborsi.

Di hadapan polisi, Dokter Arik dan kedua pembantunya tidak merasa bersalah. Mereka mengaku telah dengan sadar membuka praktek aborsi itu, karena niatnya membantu mereka yang perlu pertolongan.

Di hadapan penyidik, Dokter Arik dan kedua pembantunya secara terbuka, menceritakan perjalanan usaha mereka, membuka praktek aborsi. Arik mengatakan, sebenarnya ia seorang dokter gigi.

Namun secara umum dia yakin bisa mengobati penyakit lain di luar disiplin ilmunya. Namun keterlibatannya dalam urusan aborsi, terjadi tanpa sengaja, saat ia masih duduk di bangku kuliah. Ia diminta tolong menggugurkan kandungan bayi pacar temannya.

Setelah berhasil membantu menggugurkan kandungan dimasa kuliah inilah, kepercayaan dirinya mulai tumbuh. Bahkan setelah selesai kuliah dan mendapat izin praktek, ia lebih banyak melayani pasien aborsi, ketimbang pasien gigi. Barang bukti yang berhasil diamankan petugas di tempat prakteknyapun, hampir semuanya peralatan untuk keperluan aborsi. Mulai dari obat bius, alat suntik, peralatan kuret, penyedot darah, sampai penjepit janin.

Dalam menjalankan aksinya, Dokter Arik dibantu Pande Ketut Darmawan, pegawai unit gawat darurat milik pemerintah kota Denpasar. Kerjasamanya dengan sang dokter, terjadi secara kebetulan. Pasien yang datang ke tempat praktek Dokter Arik, menurut keterangan Pande, biasanya berada dalam keadaan putus asa, karena telah berusaha menggugurkan kandungannya dengan segala cara, namun tidak berhasil. Sebagian malah ada yang sudah pada taraf membahayakan jiwa.

Bermula dari rasa iba inilah, Pande kemudian mau membantu praktek aborsi Dokter Arik, walaupun ia menyadari, praktek aborsi yang dilakukan Dokter Arik, adalah tindakan ilegal. Adapun tersangka Susiati, lebih banyak berperan mengantarkan pasien ke tempat praktek. Keterangan Pande ini, dibenarkan Dokter Arik dan Susiati. Karena itu pula, para tersangka membantah motivasi praktek aborsi mereka untuk mendapatkan banyak uang.

Namun Pande dan Susi mengakui, hampir semua pasien yang datang, memberikan uang secara sukarela. Dan dari uang pemberian pasien itu, mereka mendapat bagian,

[Type text]

Page 3: referat mata kel 4

walau jumlahnya tentu lebih sedikit dibanding yang didapatkan sang dokter. Pande misalnya, mendapatkan 200 hingga 300 ribu setiap satu atau dua minggu. Sedangkan Susi mendapatkan rata-rata 100 ribu untuk setiap pasien yang dibawanya.

Namun polisi menemukan sejumlah bukti kuat, bahwa praktek aborsi ini dilakukan para tersangka untuk mendapatkan uang banyak. Aborsi adalah tindakan penuh resiko, karena bila tidak dilakukan dengan perhitungan akurat, dan tenaga medis yang terlatih, bisa berakibat fatal bagi pasien.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap ketiga tersangka, polisi lalu menggelar rekonstruksi, untuk melihat lebih jelas, proses aborsi berikut peran dari masing-masing tersangka.

Pihak Polda Bali seperti berlomba dengan waktu. Tidak lama setelah melakukan pemeriksaan secara maraton kepada para tersangka, mereka menggelar rekonstruksi, di tempat praktek Dokter Arik, tempat aborsi ini dilakukan. Polisi berharap, mereka akan mendapatkan gambaran lebih jelas tentang tindakan aborsi yang dilakukan. Jalannya rekonstruksi ini mendapat perhatian besar masyarakat. Keluarga tersangka juga hadir dan mendampingi para tersangka.

Dengan mempelajari bukti-bukti dan keterangan para tersangka, diperoleh gambaran bahwa, para pasien yang datang ke tempat praktek tersangka, umumnya pasien dari kalangan remaja, korban pergaulan bebas.

Perasaan putus asa, menggiring mereka datang ke tempat tersangka. Sebagian dari mereka dibawa tersangka Susiati. Setelah identitasnya di data, selanjutnya pasien disuruh masuk ke ruang praktek. Di situ sudah menunggu tersangka, Dokter Arik.

Setelah mengetahui data kesehatan dan perkembangan janin di perut calon pasien, maka proses aborsipun mulai dilakukan, diawali dengan pemberian suntikan bius. Proses aborsi berjalan singkat, hanya sekitar lima menit. Setelah pasien siuman, tersangka memberikan obat dan suntikan lagi. Sebelum pulang, pasien memberikan uang, yang besarnya sesuai kesepakatan awal.

Menurut Dokter Erik, banyaknya pasien yang datang kepadanya, membuat ia tidak ragu lagi melakukan tindakan-tindakan dalam proses aborsi itu. Ia yakin, dirinya memiliki kemampuan sepadan dengan mereka yang membidangi masalah ini.

Namun di mata Made Suyasa, salah seorang dokter Ahli Kandungan dan Kebidananh di Bali, melihat latar belakang keilmuannya, apa yang dilakukan tersangka ini, sangat riskan dan dapat membahayakan pasien.

[Type text]

Page 4: referat mata kel 4

Infertilitas atau kemandulan, adalah salah satu efek jangka panjang dari aborsi, jika dilakukan tidak dengan kemampuan yang memadai. Sedangkan jangka pendeknya, pasien aborsi bisa mengalami pendarahan hebat, yang bukan tidak mungkin berujung pada kematian mereka. Tersangka tidak sependapat dengan pemikiran itu.

Akibat aksi tersangka ini, ribuan janin tak berdosa telah menjadi korban. Usia pasien yang datang kepada Dokter Arik bervariasi, dari yang masih berusia 15 tahun, hingga 38 tahun. Namun praktek aborsi tersangka juga menelan korban.

Satu orang pasien, dikabarkan tewas setelah menjalani aborsi, sementara satu pasien lainnya harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar. Dari munculnya korban inilah, akhirnya praktek ilegal sang dokter terungkap dan ia ditangkap. Sepak terjang Dokter Arik, bukannya tidak pernah diketahui. Tempatnya praktek bahkan pernah disantroni petugas Dinas Kesehatan. Itu terkait dengan ijin praktek tersangka.

Hasil dari pemeriksaan ketika itu, Dinas Kesehatan melayangkan surat peringatan pertama bagi tersangka. Namun surat peringatan itu seperti tak berarti di mata tersangka. Ia tetap saja jalan dengan prakteknya. Ketika surat peringatan kedua siap dilayangkan, sang dokter keburu ditangkap aparat kepolisian.

Begitu bebasnya pergaulan masyarakat di Pulau Dewata, tetap saja, masyarakat setempat miris, saat mendengar sepak terjang Dokter Arik dalam menjalankan praktek aborsinya. Mereka berharap, tersangka dihukum berat.

Warga sekitar tempat praktek Dokter Arik, mengaku sudah lama mencurigai tersangka membuka praktek aborsi. Setidaknya itu dilihat dari banyaknya pasien yang datang, dan sebagian besar gadis remaja. Karena itu sudah lama mereka resah dengan keberadaan tempat praktek itu.

Namun tak urung, ketika Dokter Arik dan dua pembantunya ditangkap dengan tuduhan melakukan aborsi, mereka, terutama kalangan ibu rumah tangga, mengaku kaget. Pernyataan kedua warga Denpasar ini, seolah menyiratkan telah terjadinya pergeseran pola pergaulan di Bali. Dan hal ini perlu segera mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Karena itu Sudewa sangat setuju jika terhadap tersangka, kelak diberikan hukuman berat, mengingat perbuatan yang telah dilakukannya. Namun kuasa hukum tersangka, punya pandangan lain. Menurut mereka, bagaimanapun niat tersangka membuka praktek aborsi untuk menolong mereka yang kesulitan, patut dipertimbangkan.

[Type text]

Page 5: referat mata kel 4

Pihak berwenang sendiri telah mempersiapkan beberapa pasal berlapis untuk menjerat tersangka, berkaitan dengan aktifitas aborsi ilegalnya. Mulai dari sengaja merampas nyawa orang lain, sengaja menggugurkan kandungan yang menyebabkan matinya si ibu, serta dokter yang membantu kejahatan aborsi.

Adapun Dokter Arik, tetap yakin dan teguh dengan pendirian, bahwa yang dilakukannya selama ini tidak melanggar hukum, bahkan banyak bermanfaat bagi orang lain. Namun, aborsi tanpa izin, tetaplah tidak dibenarkan.

Pelakunya harus dinilai sebagai pelaku kejahatan dan karenanya harus diberi ganjaran demi tegakknya hukum. Tanpa tindakan tegas, akan terjadi pergeseran nilai di masyarakat, bahwa aborsi lumrah dalam kehidupan masyarakat maju. Pendidikan moral dan agama, menjadi kunci utama agar kita tetap dapat mengontrol diri. (Sup)

http://www.indosiar.com/ragam/akhir-petualangan-dokter-aborsi_40946.html

[Type text]