referat mata

13
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Xeroftalmia 2.1.1. Definisi Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin A. Sebelum terdeteksi menderita xeroftalmia, biasanya penderita akan mengalami buta senja. Gejala xeroftalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut menyebabkan konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada konjungtiva akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).Selanjutnya, kornea akan melunak dan terjadi luka (ulkus kornea). Jika kornea telah putih atau bola mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang tak bisa dipulihkan lagi. 4 2.1.2. Epidemiologi Xeroftalmia merupakan penyebab kebutaan yang dapat dicegah terkemuka di seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan kematian pada anak-anak usia 6 bulan dan lebih tua. 3 Vitamin suplemen A secara efektif dapat mengurangi total kematian pada populasi rentan. Menurut data United Nations Children’s Fund, diperkirakan 84% dari anak-anak di Ethiopia berusia 6-59 bulan menerima setidaknya satu vitamin dosis tinggi pada tahun 2010. Namun, diperkirakan bahwa lebih dari 250 juta anak-anak prasekolah, terutama pada negara berkembang beresiko xeroftalmia. 3 2.1.3. Etiologi Kelompok rentan xeroftalmia adalah anak dari keluarga miskin, anak di pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak kurang gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita penyakit infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia), cacingan serta anak yang tidak mendapat imunisasi dan kapsul vitamin A dosis tinggi.

Upload: muhammad-yudha

Post on 12-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Mata

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Xeroftalmia

2.1.1. Definisi

Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin A. Sebelum

terdeteksi menderita xeroftalmia, biasanya penderita akan mengalami buta senja.

Gejala xeroftalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan

selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut menyebabkan

konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada konjungtiva

akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).Selanjutnya, kornea

akan melunak dan terjadi luka (ulkus kornea). Jika kornea telah putih atau bola

mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang tak bisa dipulihkan lagi.4

2.1.2. Epidemiologi

Xeroftalmia merupakan penyebab kebutaan yang dapat dicegah terkemuka di

seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan kematian pada anak-anak

usia 6 bulan dan lebih tua.3

Vitamin suplemen A secara efektif dapat mengurangi total kematian pada

populasi rentan. Menurut data United Nations Children’s Fund, diperkirakan 84%

dari anak-anak di Ethiopia berusia 6-59 bulan menerima setidaknya satu vitamin

dosis tinggi pada tahun 2010. Namun, diperkirakan bahwa lebih dari 250 juta

anak-anak prasekolah, terutama pada negara berkembang beresiko xeroftalmia.3

2.1.3. Etiologi

Kelompok rentan xeroftalmia adalah anak dari keluarga miskin, anak di

pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak kurang

gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita penyakit

infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia), cacingan serta anak yang tidak

mendapat imunisasi dan kapsul vitamin A dosis tinggi.

Page 2: Referat Mata

3

Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah asupan zat gizi vitamin A

(preformed retinol) atau prekursor vitamin A yang tidak mencakupi peningkatan

kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis dan patologis tertentu, penyerapan

yang kurang akibat diare merupakan penyebab tersering kekurangan vitamin

A.2,3,5

Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia adalah:

a. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-vitamin

A untuk jangka waktu yang lama

b. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif

c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng (Zn) atau zat

gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan

vitamin A dalam tubuh

d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada

penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, KEP (kekurangan

energi protein) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat

e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,

menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-

albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A

f. Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare).5

2.1.4. Patofisiologi

Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan proses-

proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua yaitu yang

berhubungan dengan penglihatan dan yang tidak berhubungan dengan

penglihatan.1

Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme

rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang

rendah, sedang cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk

menangkap cahaya berwarna. Pigmen yang sensitif terhadap cahaya dari rods

Page 3: Referat Mata

4

disebut sebagai rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari retinal dan protein

opsin.1

Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel

batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi

pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama

pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel

basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus

berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke

tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning

hanya ada sel konus saja.1,2

Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu

senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari,

maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali

pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan

waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu

adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan

senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga

macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru.

Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.

Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.1,2

Perubahan dari rhodopsin ke retinene terjadi pada proses penglihatan: Disini

mungkin rhodopsin hanya salah satu dari struktur protein yang akan menjadi

stabil setelah dikombinasi dengan vitamin A.1,2,3

Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara tidak

langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel

menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran

Xeroftalmia.1,2,3

2.1.5. Manifestasi Klinis

Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi

jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata

Page 4: Referat Mata

5

dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada

mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan

dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik

ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena

kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi

Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis KVA pada mata akan

timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut

akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan

penyakit infeksi lainnya.4,6

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi

WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG, 2012 sebagai berikut :

XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)

XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.

X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea

XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan

yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera

diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila

diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat

menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga

menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).7

Page 5: Referat Mata

6

2.1.6. Diagnosis

Untuk mendiagnosis xeroftalmia dilakukan :

2.1.6.1.Anamnesa

Dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang menyebabkan anak

rentan menderita xeroftalmia.5

a. Identitas penderita

Pasien didata mulai dari nama anak, umur anak, jenis kelamin, jumlah anak

dalam keluarga, jumlah anak balita dalam keluarga anak ke berapa, serta berat

lahir (Normal/BBLR).5

b. Identitas Orangtua

Pasien didata mulai dari nama ayah/ibu, alamat/tempat tinggal, pendidikan,

pekerjaan, dan status Perkawinan.5

c. Keluhan Penderita

Keluhan Utama

Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada

kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan

kelainan pada mata seperti demam.

Keluhan Tambahan

Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya kepada pasien

dan upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya.5

d. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya

Tanyakan pada pasien apakah anak pernah menderita Campak dalam waktu < 3

bulan, apakah anak sering menderita diare dan atau ISPA, apakah anak pernah

menderita Pneumonia, apakah anak pernah menderita infeksi cacingan, apakah

anak pernah menderita Tuberkulosis.5

Page 6: Referat Mata

7

e. Kontak dengan pelayanan kesehatan

Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi,

mendapat suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan

kesehatan baik di posyandu atau puskesmas (cek dalam buku KIA/KMS anak).5

f. Riwayat pola makan anak

anyakan pada orang tua pasien apakah anak mendapatkan ASI eksklusif

selama 6 bulan, apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan serta

diminta menyebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya, bagaimana cara

memberikan makan kepada anak (sendiri / disuapi).5

2. Pemeriksaan fisik

Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan

diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :

a. Pemeriksaan umum

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung

maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit

infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu :

- Antropometri: dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan pasien

- Dilakukan penilaian status gizi pada pasien apakah termasuk golongan gizi baik

atau tidak

- Pasien diperiksa pada matanya apakah didapakan tanda-tanda xeroftalmia.

- Pasien diperiksa pada bagian kulit, apakah didapatkan kulit kering atau seperti

bersisik. 5

b. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan

senter yang terang atau menggunakan loop bila ada. Lalu dilihat apakah ada tanda

kekeringan pada konjungtiva (X1A), apakah ada bercak bitot (X1B)Apakah ada

tanda-tanda xerosis kornea (X2), apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan

keratomalasia (X3A/X3B), apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia

Page 7: Referat Mata

8

(XS), apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan

opthalmoscope (XF).5

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan

vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil

pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita

KVA. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila

ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub

klinis.7

Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain

yang dapat memperparah seperti pemeriksaan darah malaria, darah lengkap,

fungsi hati, pemeriksaan radiologi (untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau

TBC), serta pemeriksaan tinja (untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing).5

2.1.6.2.Pemeriksaan Oftalmologi

1. Tes Schirmer

Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan strip

Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva

inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian

basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah

kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal (produksi air mata

sedikit/berkurang).5,6

2. Tes Break-up Time

Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam

cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di

konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air mata

kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara

penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik

kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time.

Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan

defisiensi lipid pada air mata.6

Page 8: Referat Mata

9

3. Tes Ferning Mata

Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata,

dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek

bersih.6

4. Sitologi Impresi

Tes ini untuk menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva.

Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.6

5. Pemulasan Fluorescein

Tes ini dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat

derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan

memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada

epitel kornea.6

6. Pemulasan Rose Bengal

Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas

semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari

kornea dan konjungtiva.4

7. Pengujian kadar lisozim air mata

Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara

spektrofotometri.4

8. Osmolalitas air mata

Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan

pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.

Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang

paling spesifik bagi kerato- konjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada

pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.4

9. Laktoferin

Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi

kelenjar lakrimal.4

Page 9: Referat Mata

10

2.1.7. Penatalaksanaan

2.1.7.1.Jadwal dan Dosis Pemberian Kapsul Vitamin A pada anak penderita

Xeroftalmia

Tabel 2.1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul Vitamin A pada anak

Sumber:deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia,Departemen Kesehatan RI.5

2.1.7.2. Pemberian Obat Mata

Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang

menyertainya.5

Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%,

Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2,

X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1 % 3

x 1 tetes/hari.5

Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada

mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari

hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan

kedalam larutan NaCl dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan.

Page 10: Referat Mata

11

Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu

mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder,

Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.5

2.1.7.3. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau

penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi

pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat

meneruskan penanganan diet yang telah disusun.5

Tujuan terapi gizi medis, yaitu memberikan makanan yang adekuat dan tinggi

sumber vit. A sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi normal serta

mengoreksi kurang vitamin A

Syarat pemberian terapi gizi medis, meliputi:

a. Energi

Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber

energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap

mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150

kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.5

b. Protein

Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol

Binding Protein dan rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 - 1,5

gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari dan 3 - 4 gram/ kg BB / hari.5

c. Lemak

Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian

minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain

Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah

dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.5

Page 11: Referat Mata

12

d. Vitamin A

Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan,

hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun singkong, daun

katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan

pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, jagung kuning.5

e. Bentuk makanan

Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah mengalami

gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.5

2.1.7.4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai

Anak-anak yang menderita xeroftalmia biasanya disertai penyakit berat antara

lain infeksi saluran nafas, pnemonia, campak, cacingan, tuberkulosis (TBC), diare

dan mungkin dehidrasi. Untuk semua kasus ini diberikan terapi disesuaikan

dengan penyakit yang diderita.5

2.1.7.5. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A

XN : Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul

vitamin A

XIA & XIB : Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala menghilang

dalam waktu 2 minggu

X2 : Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala menghilang

dalam waktu 2-3 minggu

X3A & X3B: Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat mata. Pada tahap ini

penderita harus berkonsultasi ke dokter spesialis mata Rumah

Sakit/BKMM agar tidak terjadi kebutaan.5

2.1.7.6. Rujukan

1) Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan XN,

X1A, X1B, X2

2) Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata bila ditemukan

tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS.5

Page 12: Referat Mata

13

Gambar 2.1. Alur pelayanan dan penanganan pasien xeroftalmia

Sumber:deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia,Departemen Kesehatan RI.5

2.1.8. Pencegahan

Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan

vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare

dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum. Untuk

mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:8

1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial budaya

dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor individu)

2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini

3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik, yaitu

untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus (100.000

SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali secara serentak pada bulan

Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.

4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta

Page 13: Referat Mata

14

5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk

6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A

secara terus menerus.

7. Memberikan ASI eksklusif

8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI

9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi

Agar xeroftalmia tidak terjadi ulang diperlukan penyuluhan untuk masyarakat

dan keluarga, karena kejadian xeroftalmia tidak lepas dari lingkungan, keadaan

sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan orang tua (terutama ibu). Beberapa

kegiatan yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal tersebut diatas adalah

komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) atau Promosi dan suplementasi

vitamin.8

2.1.9. Prognosis

Prognosa pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan syarat

pengobatan harus dilakukan secara dini dan dilakukan dengan tepat. Sedangkan

pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi kerusakan kornea dan dapat

menyebabkan kebutaan yang tidak dapat disembuhkan lagi, maka prognosisnya

jauh lebih buruk.8