referat mata
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Xeroftalmia
2.1.1. Definisi
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin A. Sebelum
terdeteksi menderita xeroftalmia, biasanya penderita akan mengalami buta senja.
Gejala xeroftalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan
selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut menyebabkan
konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada konjungtiva
akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).Selanjutnya, kornea
akan melunak dan terjadi luka (ulkus kornea). Jika kornea telah putih atau bola
mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang tak bisa dipulihkan lagi.4
2.1.2. Epidemiologi
Xeroftalmia merupakan penyebab kebutaan yang dapat dicegah terkemuka di
seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan kematian pada anak-anak
usia 6 bulan dan lebih tua.3
Vitamin suplemen A secara efektif dapat mengurangi total kematian pada
populasi rentan. Menurut data United Nations Children’s Fund, diperkirakan 84%
dari anak-anak di Ethiopia berusia 6-59 bulan menerima setidaknya satu vitamin
dosis tinggi pada tahun 2010. Namun, diperkirakan bahwa lebih dari 250 juta
anak-anak prasekolah, terutama pada negara berkembang beresiko xeroftalmia.3
2.1.3. Etiologi
Kelompok rentan xeroftalmia adalah anak dari keluarga miskin, anak di
pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak kurang
gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita penyakit
infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia), cacingan serta anak yang tidak
mendapat imunisasi dan kapsul vitamin A dosis tinggi.
3
Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah asupan zat gizi vitamin A
(preformed retinol) atau prekursor vitamin A yang tidak mencakupi peningkatan
kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis dan patologis tertentu, penyerapan
yang kurang akibat diare merupakan penyebab tersering kekurangan vitamin
A.2,3,5
Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia adalah:
a. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-vitamin
A untuk jangka waktu yang lama
b. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif
c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng (Zn) atau zat
gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan
vitamin A dalam tubuh
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, KEP (kekurangan
energi protein) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat
e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A
f. Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare).5
2.1.4. Patofisiologi
Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan proses-
proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua yaitu yang
berhubungan dengan penglihatan dan yang tidak berhubungan dengan
penglihatan.1
Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme
rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang
rendah, sedang cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk
menangkap cahaya berwarna. Pigmen yang sensitif terhadap cahaya dari rods
4
disebut sebagai rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari retinal dan protein
opsin.1
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel
batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi
pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama
pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel
basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus
berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke
tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning
hanya ada sel konus saja.1,2
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu
senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari,
maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali
pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan
waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu
adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan
senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga
macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru.
Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.
Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.1,2
Perubahan dari rhodopsin ke retinene terjadi pada proses penglihatan: Disini
mungkin rhodopsin hanya salah satu dari struktur protein yang akan menjadi
stabil setelah dikombinasi dengan vitamin A.1,2,3
Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara tidak
langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel
menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran
Xeroftalmia.1,2,3
2.1.5. Manifestasi Klinis
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi
jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata
5
dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada
mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan
dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik
ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena
kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi
Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis KVA pada mata akan
timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut
akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan
penyakit infeksi lainnya.4,6
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi
WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG, 2012 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).7
6
2.1.6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis xeroftalmia dilakukan :
2.1.6.1.Anamnesa
Dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang menyebabkan anak
rentan menderita xeroftalmia.5
a. Identitas penderita
Pasien didata mulai dari nama anak, umur anak, jenis kelamin, jumlah anak
dalam keluarga, jumlah anak balita dalam keluarga anak ke berapa, serta berat
lahir (Normal/BBLR).5
b. Identitas Orangtua
Pasien didata mulai dari nama ayah/ibu, alamat/tempat tinggal, pendidikan,
pekerjaan, dan status Perkawinan.5
c. Keluhan Penderita
Keluhan Utama
Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada
kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan
kelainan pada mata seperti demam.
Keluhan Tambahan
Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya kepada pasien
dan upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya.5
d. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
Tanyakan pada pasien apakah anak pernah menderita Campak dalam waktu < 3
bulan, apakah anak sering menderita diare dan atau ISPA, apakah anak pernah
menderita Pneumonia, apakah anak pernah menderita infeksi cacingan, apakah
anak pernah menderita Tuberkulosis.5
7
e. Kontak dengan pelayanan kesehatan
Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi,
mendapat suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan
kesehatan baik di posyandu atau puskesmas (cek dalam buku KIA/KMS anak).5
f. Riwayat pola makan anak
anyakan pada orang tua pasien apakah anak mendapatkan ASI eksklusif
selama 6 bulan, apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan serta
diminta menyebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya, bagaimana cara
memberikan makan kepada anak (sendiri / disuapi).5
2. Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan
diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :
a. Pemeriksaan umum
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit
infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu :
- Antropometri: dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan pasien
- Dilakukan penilaian status gizi pada pasien apakah termasuk golongan gizi baik
atau tidak
- Pasien diperiksa pada matanya apakah didapakan tanda-tanda xeroftalmia.
- Pasien diperiksa pada bagian kulit, apakah didapatkan kulit kering atau seperti
bersisik. 5
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan
senter yang terang atau menggunakan loop bila ada. Lalu dilihat apakah ada tanda
kekeringan pada konjungtiva (X1A), apakah ada bercak bitot (X1B)Apakah ada
tanda-tanda xerosis kornea (X2), apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan
keratomalasia (X3A/X3B), apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia
8
(XS), apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan
opthalmoscope (XF).5
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan
vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil
pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita
KVA. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila
ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub
klinis.7
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain
yang dapat memperparah seperti pemeriksaan darah malaria, darah lengkap,
fungsi hati, pemeriksaan radiologi (untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau
TBC), serta pemeriksaan tinja (untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing).5
2.1.6.2.Pemeriksaan Oftalmologi
1. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan strip
Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal (produksi air mata
sedikit/berkurang).5,6
2. Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam
cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di
konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air mata
kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara
penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik
kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time.
Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan
defisiensi lipid pada air mata.6
9
3. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata,
dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek
bersih.6
4. Sitologi Impresi
Tes ini untuk menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.6
5. Pemulasan Fluorescein
Tes ini dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat
derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan
memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada
epitel kornea.6
6. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas
semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari
kornea dan konjungtiva.4
7. Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.4
8. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan
pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang
paling spesifik bagi kerato- konjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada
pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.4
9. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimal.4
10
2.1.7. Penatalaksanaan
2.1.7.1.Jadwal dan Dosis Pemberian Kapsul Vitamin A pada anak penderita
Xeroftalmia
Tabel 2.1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul Vitamin A pada anak
Sumber:deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia,Departemen Kesehatan RI.5
2.1.7.2. Pemberian Obat Mata
Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang
menyertainya.5
Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%,
Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2,
X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1 % 3
x 1 tetes/hari.5
Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada
mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari
hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan
kedalam larutan NaCl dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan.
11
Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu
mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder,
Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.5
2.1.7.3. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau
penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi
pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat
meneruskan penanganan diet yang telah disusun.5
Tujuan terapi gizi medis, yaitu memberikan makanan yang adekuat dan tinggi
sumber vit. A sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi normal serta
mengoreksi kurang vitamin A
Syarat pemberian terapi gizi medis, meliputi:
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber
energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap
mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150
kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.5
b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol
Binding Protein dan rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 - 1,5
gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari dan 3 - 4 gram/ kg BB / hari.5
c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian
minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain
Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah
dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.5
12
d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan,
hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun singkong, daun
katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan
pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, jagung kuning.5
e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah mengalami
gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.5
2.1.7.4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai
Anak-anak yang menderita xeroftalmia biasanya disertai penyakit berat antara
lain infeksi saluran nafas, pnemonia, campak, cacingan, tuberkulosis (TBC), diare
dan mungkin dehidrasi. Untuk semua kasus ini diberikan terapi disesuaikan
dengan penyakit yang diderita.5
2.1.7.5. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A
XN : Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul
vitamin A
XIA & XIB : Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala menghilang
dalam waktu 2 minggu
X2 : Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala menghilang
dalam waktu 2-3 minggu
X3A & X3B: Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat mata. Pada tahap ini
penderita harus berkonsultasi ke dokter spesialis mata Rumah
Sakit/BKMM agar tidak terjadi kebutaan.5
2.1.7.6. Rujukan
1) Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan XN,
X1A, X1B, X2
2) Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata bila ditemukan
tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS.5
13
Gambar 2.1. Alur pelayanan dan penanganan pasien xeroftalmia
Sumber:deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia,Departemen Kesehatan RI.5
2.1.8. Pencegahan
Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan
vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare
dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum. Untuk
mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:8
1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial budaya
dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor individu)
2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik, yaitu
untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus (100.000
SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.
4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
14
5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A
secara terus menerus.
7. Memberikan ASI eksklusif
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi
Agar xeroftalmia tidak terjadi ulang diperlukan penyuluhan untuk masyarakat
dan keluarga, karena kejadian xeroftalmia tidak lepas dari lingkungan, keadaan
sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan orang tua (terutama ibu). Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal tersebut diatas adalah
komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) atau Promosi dan suplementasi
vitamin.8
2.1.9. Prognosis
Prognosa pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan syarat
pengobatan harus dilakukan secara dini dan dilakukan dengan tepat. Sedangkan
pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi kerusakan kornea dan dapat
menyebabkan kebutaan yang tidak dapat disembuhkan lagi, maka prognosisnya
jauh lebih buruk.8