referat mata
DESCRIPTION
Refarat mataTRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
Ambilopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan “lazy eye” atau “mata malas”. Masalah
penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% ppopulasi, tapi bila dibiarkan
akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita. Amblyopia tidak
dapat sembuh dengan sendirinya, dan amblyopia yang tidak diterap dapat
menyebabkan gangguan penglihatan, oleh karena itu amblyopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.
Amblyopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah
diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak daat
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan
posterior. Hal ini merupakan akibat pengalaman visual yang abnormal pada masa
lalu (masa perkembangan visual) yang penyebabnya adalah strabismus atau
mata juling, anisometropia atau bilateral ametrop yang tinggi, serta ambliopia
exanopsia.2
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.
Insidens dan prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga
5%, tergantung padapopulasi yang diteliti dan kriteria definisi ambliopia yang
dipakai. India yang memiliki banyak masalah kesehatan mata, memperkirakan
bahwa prevalensi ambliopia adalah sebesar 4,3%.2
Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid-murid kelas I SD di
Kotamadya Bandungpada tahun1989 adalah sebesar 1,56% (Sastraprawira, 1989).
Pada tahun 2002, hasil penelitian mengenai ambliopia di Yogyakarta, didapatkan
insidensi ambliopia pada anak-anak SD diperkotaan adalah sebesar 0,25%,
sedagkan di daerah pedesaan sebesar 0,20%. Penyebab ambliopia terbanyak pada
studi tersebut adalah anisometropia yaitu sebesar 44,4%. Sedangkan penelitian
tentang ambilopia pada 54.260 anak SD di 13 kecamatan di
DIY pada tahun 2005 dengan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi yang
terbaik ≤ 20/30, dan terdapat paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen
antara mata kanan dan kiri, menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral
density filter, dan tidak ditemukannya kelainan organik ternyata hanya
menemukan prevalensi ambliopia sebesar 0,35% .2
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya
ambliopia yaitupada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat
pada anak yangperkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya
riwayat keluarga ambliopia.5
Hampir seluruh amblyopia itu dapat dicegah dan bersifat reversible dengan
deteksi dini dan dapat di identifikasi pada umur dini, dimana prognosis
keberhasilan terapi akan lebih baik. Amblyopia dibagi dalam beberapa bagian
sesuai dengan gangguan/kelainan yang menjadi penyebabnya : ambliyopia
strabismik, fiksasi eksentrik, ambliyopia anisometropik, ambliyopia isopmetropia,
dan ambliyopia deprivasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Strabismic amblyopia
2.1.1 Definisi
Strabismic amblyopia paling sering mengenai usia ( 6-8 tahun ). Karena
ketiadaan dari bifoveal fiksasi, kedua mata menerima gambar visual yang
berbeda, menyebabkan kebingungan dan diplopia. Untuk mengatasi masalah ini,
sistem visual aktif menghambat atau menekan gambar dari perubah mata. Pada
aktif inhibisi yang seiring waktu menyebabkan perubahan tata ruang kortikal yang
mengakibatkan kurangnya ketajaman penglihatan. Eksentrik fiksasi, dimana
pasien mengalami kesulitan mengarahkan pada fovea di target yang berkaitan
dengan strabismic amblyopia, sehingga terjadi penurunan ketajaman visual pada
strabismic amblyopia.2,3 Ukuran dan kemantapan dari eksentrik fiksasi merupakan
faktor penting dalam menentukan baik pasif dan aktif dalam pilihan pengobatan
yang diperlukan untuk mengembalikan foveal fiksasi dan normal ketajaman
visual.
Amblyopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang
berdeviasi kostan. Konstan artinya tropia yang tidak bergantian (nonalternating,
khususnya esodeviasi) sering menyebabkan amblyopia yang signifikan.
Amblyopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang bergantian, sehingga
masing-masing mata mendapat jalan/akses yang sama ke pusat penglihatan yang
lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka akan ada
suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem
peglihatan tetap terjaga baik.
Amblyopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu
(fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan
kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon
terhadap input dari mata yang tidak terfiksasi dan lama kelamaan terjadi
penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak terfiksasi. Penolakan kronis
dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini tampaknya
merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik, namun pengaburan
bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi
faktor tambahan.
Hal tersebut di atas terjadi sebagai usahan inhibisi atau supresi untuk
menghilangkan diplopia dan konfusi (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang
berlainan tapi berhimpitan, satu atas lain).
Ketika kita menyebut amblyopia strabismik, kita langsung mengacu pada
esotropia, bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia
primer, bukan eksotropia, yang sering diasosiasikan dengan amblyopia. Hal ini
disebabkan karena eksotropia sering berlangsung intermiten dan atau deviasi
alternat dibandingkan deviasi unilateral konstan, yang merupakan persyarat untuk
terjadi amblyopia.
2.1.2 Epidemiologi
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.
Insidens danprevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga
5%, tergantung padapopulasi yang diteliti dan kriteria definisi ambliopia yang
dipakai. India yang memiliki banyak masalah kesehatan mata, memperkirakan
bahwa prevalensi ambliopia adalah sebesar 4,3%.2 Di Indonesia, prevalensi
ambliopia pada murid-murid kelas I SD di Kotamadya Bandungpada tahun1989
adalah sebesar 1,56% (Sastraprawira, 1989). Pada tahun 2002, hasil
penelitianmengenai ambliopia di Yogyakarta, didapatkan insidensi ambliopia
pada anak-anak SD diperkotaan adalah sebesar 0,25%, sedagkan di daerah
pedesaan sebesar 0,20% (Suhardjo et al,2002). Penyebab ambliopia terbanyak
pada studi tersebut adalah anisometropia yaitu sebesar44,4%. Sedangkan
penelitian tentang ambilopia pada 54.260 anak SD di 13 kecamatan di
DIY pada tahun 2005 dengan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi terbai
k ≤ 20/30, danterdapat paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen antara
mata kanan dan kiri,menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density
filter, dan tidak ditemukannyakelainan organik ternyata hanya menemukan
prevalensi ambliopia sebesar 0,35%.2
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya
ambliopia yaitupada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat
pada anak yangperkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya
riwayat keluarga ambliopia.7
2.1.3 Patofisiologi
Terdapat suatu periode kritis penglihatan. Dalam studi eksperimental pada
binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu
periode tersebut yang peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode
kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka
terhadap masukan abnormal yang diakibatkan rangsanga deprivasi, strabismus,
atau kelainan refraksi yang signifikan.4
Periode kritis tersebut adalah :3
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6),
yaitu padasaat lahir sampai usia 3-5 tahun.
2. Periode yang berisko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu diusia beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia mash dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia
dewasa.
Ambliopia seharusnya tidak dilihat hanya dari masalah di mata saja, tetapi
juga kelainan di otak akibat rangsangan visual abnormal selama periode kritis
perkembangan penglihatan. Penelitian pada hewan, bila ada pola distorsi pada
retina dan strabismus pada perkembangan penglihatan awal, bisa mengakibatkan
kerusakan structural dan fungsional nukleus genikulatumlateral dan korteks
striata.5
2.2.3 Penyebab
Strabismus yang menyebabkan amblyopia adalah :
1. Strabismus manifes
2. Strabismus monokular
3. Strabismus dengan sudut deviasi kecil
4. Stabismus yang selalu mempunyai sudut deviasi di seluruh arah
pandangan
2.2.4 Pemeriksaan
Anti uji amblyopia strabismik
Fiksasi silang menggunakan mata kiri untuk melirik kekanan dan mata
kanan untuk melirik kekiri. Bila kondisi ini terjadi maka tidak akan
terdapat ambliopia.
Uji Crowding Phenomena
Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam
penglihatan berkurang satubaris atau tidak terganggu sama seali. Bila
mata tersebut ambliopia organic maka tajampenglihatan akan sangat
menurun dengan peakaian filter tersebut.
Uji Worth’s Four Dot
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi,
korespondensi retina abnormal,supresi pada satu mata dan juling.
Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan
filter biru matakiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna
merah, 2 hijau 1 putih. Lampu ataupada titik putih akan terlihat merah oleh
mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampumerah hanya dapat dilihat oleh
ata kanan dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh matakiri. Bila fusi
baik maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat
sebagaiwarna capuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata
juling akan tetapi telahterjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila
dominan atau 3 hijau bila mata kiriyang dominan. Bila terlihat 5 titik 3
merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti makaberkedudukan esotropia.
2.2.5 Pengobatan
Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satudekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan
semakin besar pulapeluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil,
hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi
harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga
penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).5 Penatalaksanaan ambliopia
meliputi langkah– langkah berikut :3
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti
katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi
penggunaan mata yang lebih baik
BAB III
KESIMPULAN
Amblyopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu
(fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan
kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon
terhadap input dari mata yang tidak terfiksasi dan lama kelamaan terjadi
penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak terfiksasi. Penolakan kronis
dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini tampaknya
merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik, namun pengaburan
bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi
faktor tambahan.
Hal tersebut di atas terjadi sebagai usahan inhibisi atau supresi untuk
menghilangkan diplopia dan konfusi (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang
berlainan tapi berhimpitan, satu atas lain).
Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satudekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan
semakin besar pulapeluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil,
hal ini tidak menjaminpenglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi
harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga
penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).4 Penatalaksanaan ambliopia
meliputi langkah– langkah berikut :3
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti
katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi
penggunaan matayang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and Diseases. Available
at:http://www.middleseweye.com/eye_conditions.htm6.
Leske,M.C ; Hawkins, B.S ; Screening: Relationship to diagnosis and therapy in
Duane’s Clinical Ophthalmology; Chapter 54; Volume 5; Revised Edition;
Lippincott Williams &Wilkins; 2004; p.11.7.
Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1;
RevisedEdition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19;
Chapter 11 p1-8.10
Noorden,G.K.V; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93.11.
Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M; Strabismus. Ilmu Penyakit Mata.
2005. Jakarta :Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.20.