referat laringitis akut

20
BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA TAHUN AJARAN 2011 - 2012 BAB I Pendahuluan Laringitis akut merupakan penyakit yang umum pada anak- anak, mempunyai onset yang cepat dan biasanya sembuh sendiri. Bila laringitis berlangsung lebih dari 3 minggu maka disebut laringitis kronik. Laringitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. Laringitis sering juga disebut juga dengan ‘croup’. Dalam proses peradangannya laringitis sering melibatkan saluran pernafasan dibawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan

Upload: rhyrhye-sawitri-arianti

Post on 17-Feb-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat laringitis akut

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AJARAN 2011 - 2012

BAB I

Pendahuluan

Laringitis akut merupakan penyakit yang umum pada anak-anak, mempunyai onset yang

cepat dan biasanya sembuh sendiri. Bila laringitis berlangsung lebih dari 3 minggu maka disebut

laringitis kronik. Laringitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan laring dan

dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. Laringitis sering juga

disebut juga dengan ‘croup’. Dalam proses peradangannya laringitis sering melibatkan saluran

pernafasan dibawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan laring dan trakea

maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeitis, dan bila peradangan sampai ke bronkus

maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeobronkitis.

Page 2: referat laringitis akut

BAB II

Epidemiologi

Dari penelitian di Seattle – Amerika (Foy dkk, 1973), didapatkan angka serangan croup

pada bayi usia 0-5 bulan didapatkan 5.2 dari 1000 anak per tahun, pada bayi usia 6-12 bulan

didapatkan 11 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 1 tahun didapatkan 14.9 dari 1000 anak

per tahun, pada anak usia 2-3 tahun didapatkan 7.5 dari 1000 anak per tahun, dan pada anak usia

4-5 tahun didapatkan 3.1 dari 1000 anak per tahun. Dari penelitian di Chapel Hill – NC (Danny

dkk, 1983) didapatkan data-data perbandingannya yaitu 24.3, 39.7, 47, 31.2, dan 14.5, dan dari

data-data tersebut didapatkan 1.26% membutuhkan perawatan di rumahsakit. Di Tuscon – AZ

didapatkan angka serangan croup selama tahun pertama kehidupan 107 kasus dari 961 anak.

Laringitis atau croup mempunyai puncak insidensi pada usia 1-2 tahun. Sebelum usia 6 tahun

laki-laki lebih mudah terserang dibandingkan perempuan, dengan perbandingan

laki-laki/perempuan 1.43:1 (Denny dkk, 1993). Banyak dari kasus-kasus croup timbul pada

musim gugur dimana kasus akibat virus parainfluenza lebih banyak timbul. Pada literatur lain

disebutkan croup banyak timbul pada musim dingin, tetapi dapat timbul sepanjang tahun. Kurang

lebih 15% dari para penderita mempunyai riwayat croup pada keluarganya.

Anatomi Laring

Untuk mengerti patogenesis penyakit laringitis maka kita sebelumnya harus mengetahui

anatomi dari laring. Laring terdiri dari 4 kartilago besar yaitu thyroid, krikoid, arytenoid, dan

epiglotis, dihubungkan dengan otot, ligamen, dan membran fibroelastis dan membran mukus.

Page 3: referat laringitis akut

Anatomi dari laring pada bayi berbeda dari orang dewasa, dan perbedaan tersebut membuat bayi

lebih rentan pada infeksi saluran nafas atas. Laring pada neonatus terletak tinggi pada leher.

Epiglotisnya lebih sempit, berbentuk omega, dan posisinya vertikal. Submukosa dari area

subglotis merupakan daerah tersempit dari laring, tidak berserabut, menyebabkan ikatan yang

lebih longgar dari membran mukus dibanding orang dewasa, memudahkan terjadinya akumulasi

dari edema. Sebagai tambahan, kartilago yang menyokong saluran udara dari bayi bersifat lunak,

sehingga dapat menyebabkan saluran nafas collapse selama inspirasi. Saluran nafas dari neonatus

berukuran 5-6 mm di diameter pada titik tersempitnya, yaitu cincin krikoid, sehingga bayi berada

pada resiko tinggi terhadap gagal nafas.

Gambar 2.1. anatomi saluran nafas & anatomi laring (dari depan) & anatomi laring (dari dalam)

Etiologi

Etiologi dari laringitis akut yaitu penggunaan suara berlebihan, gastro esophago reflux

disease (GERD), polusi lingkungan, terpapar dengan bahan berbahaya, atau bahan infeksius yang

membawa kepada infeksi saluran nafas atas. Bahan infeksius tersebut lebih sering virus tetapi

dapat juga bakterial. Jarang ditemukan radang dari laring disebabkan oleh kondisi autoimun

seperti rematoid artritis, polikondritis berulang, granulomatosis Wagener, atau sarkoidosis.

Virus yang sering menyebabkan laringitis akut antara lain virus parainfluenza tipe 1

sampai 3 (75% dari kasus), virus influenza tipe A dan B, ‘respiratory syncytial virus’ (RSV).

Virus yang jarang menyebabkan laringitis akut antara lain adenovirus, rhinovirus,

Page 4: referat laringitis akut

coxsackievirus, coronavirus, enterovirus, virus herpes simplex, reovirus, virus morbili (measles),

virus mumps.

gambar 2.2. Virus Parainfluenza.

gambar 2.3. Virus Influenza.

gambar 2.4. Adenovirus.

gambar 2.5. Measles Virus atau Paramyxovirus.

Bakteri walaupun jarang tetapi dapat juga menyebabkan laringitis akut, antara lain

Haemophilus influenzae type B, Staphylococcus aureus, Corynebacterium diphtheriae,

Streptococcus group A, Moraxella chatarralis, Escherichia coli, Klebsiella sp., Pseudomonas

sp., Chlamydia trachomatis, Mycoplasma pneumoniae, Bordatella pertussis, dan sangat jarang

Coccidioides dan Cryptococcus. C. diphtheriae harus dicurigai sebagai kuman penyebab

terutama bila anak belum diimmunisasi, karena C. diphtheriae dapat meyebabkan membranous

obstructive laryngitis.

gambar 2.6. Haemophilus influenza.

gambar 2.7. Staphylococcus aureus.

Page 5: referat laringitis akut

gambar 2.8. Streptococcus pneumoniae.

gambar 2.9. Corynebacterium diphtheriae.

Selain virus dan bakteri laringitis juga dapat disebabkan juga oleh jamur, antara lain

Candida albicans, Aspergilus sp., Histoplasmosis dan Blastomyces. Histoplasma dan

Blastomyces dapat menyebabkan laringitis sebagai komplikasi dari infeksi sistemik.

gambar 2.10. Candida albicans.

Patofisiologi

Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung

kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis,

masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia,

ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi

selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi

pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada

dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago

krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit,

bahkan sampai hanya sebuah celah. Daerah glotis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan

pengecilan sedikit saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas

yang besar dan penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas

sesuai dengan pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas akan berkurang.

Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan berakibat terjadinya stridor dan kesulitan

Page 6: referat laringitis akut

bernafas yang akan menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat. Hipoksia dengan

sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau infeksi parenkim paru atau

bahkan adanya cairan.

Gejala Klinis dan Diagnosis

Laringitis ditandai dengan suara yang serak, yang disertai dengan puncak suara (vocal

pitch) yang berkurang atau tidak ada suara (aphonia), batuk menggonggong, dan stridor inspirasi.

Dapat terjadi juga demam sampai 39-40, walaupun pada beberapa anak dapat tidak terjadi.

Gejala tersebut ditandai khas dengan perburukan pada malam hari, dan sering berulang dengan

intensitas yang menurun untuk beberapa hari dan sembuh sepenuhnya dalam seminggu. Gelisah

dan menangis sangat memperburuk gejala-gejalanya. Anak mungkin memilih untuk duduk atau

dipegangi tegak. Pada anak yang lebih dewasa penyakitnya tidak begitu parah. Pada anggota

keluarga lainnya mungkin didapatkan penyakit saluran pernafasan yang ringan. Kebanyakan

pasien hanya bergejala stridor dan sesak nafas ringan sebelum mulai sembuh. Gejala tersebut

sering disertai dengan gejala-gejala seperti pilek, hidung tersumbat, batuk dan sakit menelan.

Pada kebanyakan pasien gejala tersebut timbul 1 sampai 3 hari sebelum gejala sumbatan jalan

nafas terjadi.

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suara yang serak, coryza, faring yang meradang

dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan cuping hidung,

retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor yang terus menerus, dan anak bisa

sampai megap-megap (air hunger). Bila terjadi sumbatan total jalan nafas maka akan didapatkan

hipoksia dan saturasi oksigen yang rendah. Bila hipoksia terjadi, anak akan menjadi gelisah dan

Page 7: referat laringitis akut

tidak dapat beristirahat, atau dapat menjadi penurunan kesadaran atau sianosis. Dan kegelisahan

dan tangisan dari anak dapat memperburuk stridor akibat dari penekanan dinamik dari saluran

nafas yang tersumbat. Dari penelitian didapatkan bahwa frekuensi pernafasan merupakan

petunjuk yang paling baik untuk keadaan hipoksemia. Pada auskultasi suara pernafasan dapat

normal tanpa suara tambahan kecuali perambatan dari stridor. Kadang-kadang dapat ditemukan

mengi yang menandakan penyempitan yang parah, bronkitis, atau kemungkinan asma yang

sudah ada sebelumnya.

Dengan laringoskopi sering didapatkan kemerahan pada laring yang difus bersama

dengan pelebaran pembuluh darah dari pita suara. Pada literatur lain disebutkan gambaran

laringoskopi yang pucat, disertai edema yang berair dari jaringan subglotik. Kadang dapat

ditemukan juga bercak-bercak dari sekresi. Dari pergerakan pita suara dapat ditemukan asimetris

dan tidak periodik. Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan

diagnosis, tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari supraglotis) pada foto

AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral, walaupun kadang gambaran tersebut tidak

didapatkan. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan eksudat maka dapat

dilakukan pemeriksaan gram dan kultur dengan tes sensitivitas. Tetapi kultur virus positif pada

kebanyakan pasien. Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis.

gambar 2.11. gambaran laringoskopi dari laringitis akut.

gambar 2.12. gambaran rontagen laringitis akut, gambaran steeple sign, dibandingkan dengan gambaran rontgen normal.

Page 8: referat laringitis akut

Terapi

pasien dengan laringitis harus ditangani dengan tenang dan dengan sikap yang

menentramkan hati, karena emosi atau marah akan memperburuk keadaan distress pernafasan

anak. Kebanyakan pasien mengalami hipoksemia, sehingga oksigenisasi harus dilakukan dan

diberikan oksigen yang dilembabkan. Oksigenisasi dapat dinilai pertama-tama dengan cara

oximetry pulse noninvasif untuk meminimalkan ketidaknyamanan dan memaksimalkan

ketenangan pasien. Bila distres pernafasan parah dan tidak responsif terhadap perawatan pertama

makan harus diukur tekanan gas darah arteri untuk menilai hiperkapnia dan asidosis respiratori.

Tetapi harus diingat bahwa PaCO2 normal dapat tidak menggambarkan keparahan penyakit

karena sumbatan dapat terjadi tiba-tiba. Bila terjadi hiperkapnea maka kebanyakan pasien

membutuhkan jalan nafas buatan.

Pemberian makan pada pasien harus mempertimbangkan keparahan pernyakitnya. Pada

pasien yang keadaannya gawat maka tidak boleh diberikan makan dan harus diberikan cairan

intravena untuk mempertahankan rehidrasi.

Nebulisasi epinefrin rasemic sementara dapat memperbaiki distres pernafasan, dengan

efek dalam ½ jam dari pemberian aerosol dan hilang efeknya setelah 2 jam. Namun tidak ada

bukti bahwa penggunaan epinefrin rasemic merubah dasar penyakit dari laringiti, tetapi

penggunaannya telah memperkecil perlunya saluran nafas buatan. Epinefrin rasemic dapat

diberikan sering, sampai setiap setengah jam bila diperlukan untuk melegakan distres

pernafasan. Epinefrin resemic diberikan dalam dosis 0.25 ml dari larutan 2.25% untuk setiap 5

kg Berat badan, sampai dosis maksimum 1.5 ml. Epinefrin rasemic ini harus diberikan dengan

nebulisasi dalam oksigen, karena dapat menyebabkan perburukan sementara dari ketidaksesuaian

Page 9: referat laringitis akut

ventilasi dan perfusi dalam paru-paru. Irama jantung dan nadi harus dimobitor dan obat harus

dihentikan bila terjadi aritmia. Bila tidak terdapat epinefrin rasemic maka dapat digunakan

epinefrin saja dengan dosis 5 ml larutan 1:1000 ternyata manjur setara 0,5 efinefrin rasemic

2.25% yang dilarutkan dengan 4.5 ml normal saline dalam memperbaiki distres pernafasan pada

laringitis. Efeknya juga hilang dalam 2 jam seperti resemic epinefrin.

Pengguanaan kortikosteroid dalam terapi laringitis menimbulkan kontroversi. Pada

awalnya penelitian yang menilai kemanjuran steroid menggunakan metodologi yang salah dan

menggunakan dosis yang kecil. Lalu bukti-bukti mucul bahwa dosis steroid setara dengan 100

mg kortisol atau 0,3 mg/kg dexametason dapat jadi efektif mengurangi keparahan laringitis

dalam 12 dan 24 jam. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa kemanjuran dari penggunaan

dosis tunggal parenteral 0.6 mg/kg deksametason dalam mengurangi gejala dan mempercepat

kesembuhan, juga mengurangi kebutuhan perawatan intensif dan intubasi endotrakeal. Pada

pasien yang memerlukan intubasi, penggunaan prednisolon 2 mg/kg.hari telah menunjukan

mempercepat extubasi. Dalam sebuah penelitian pada 120 pasien dengan laringitis yang sedang,

penggunaan dexamethasone secara oral dengan dosis 0.15, 0.3 dan 0.6 mg/kg sama efektifnya

untuk menghilangkan gejala dan kebutuhan nebulisasi epinefrin. Malah, pertimbangan untuk

menggunakan dexamethasone pada pasien dengan laringitis yang parah sekarang

direkomendasikan oleh ‘Committee of Infectious Disease of the American Academy of

Paediatrics’, ‘The Infectious Diseases and Immunization Comittee of the Canadian Paediatric

Society’, dan ‘the Respiratory Committee of the Paediatric Societ of New Zealand. Penelitian

terakhir lebih difokuskan kepada pengguanaan steroid nebulisasi. Budesonide nebulisasi dengan

dosis 2 mg telah menunjukkan kemanjuran dalam memperbaiki stridor, batuk, dan berbagai

kegawatan 2 jam setelah pengobatan. Onset yang cepat ini menunjukkan efek steroid pada

Page 10: referat laringitis akut

permeabilitas vaskular dibandingkan dengan efek anti inflamasi saja. Konsep ini didukung oleh

penelitian lebih baru yang menunjukkan nebulisasi 2 mg budesonide sama efektifnya dengan

nebulisasi 4 mg epinefrin dalam melegakan gejala. Lebih lanjut, nebulisasi 2 mg bunesonide

secara statistik sama manjurnya dengan 0.6 mg/kg dexamethasone per oral dalam mengurangi

gejala, mengurangi kebutuhan nebulisasi epinefrin dan mengurangi lama perawatan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa pada anak yang laringitis harus menerima minimal 0.15 sampai 0.6 mg/kg

deksametason dosis tunggal secara peroral, intramuscular, maupun intravena. Dan bukti sekarang

menunjukkan perlunya nebulisasi bunesonide, dengan dosis 2 mg terutama pada keadaan darurat.

Masih tidak diketahui apakah pemberian kortikosteroid berulang aman dan menguntungkan.

Efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian kortikosteroid jangka lama antara lain

candidiasis.

Penggunaan helium-oksigen telah berhasil meningkatkan aliran udara pada pasien dengan

obstruksi saluran nafas atas. Kepadatan helium yang rendah mengurangi hambatan aliran udara

yang turbulen.

Selain pengobatan kadang pasien memerlukan juga intubasi endotrakeal. Intubasi harus

dilakukan dengan perhatian penuh, sehingga meminimalkan cedera dan inflamasi saluran nafas.

Tube endotrkea harus ½ sampai 1 ukuran lebih kecil dari ukuran seharusnya berdasarkan usia

pasien (atau seukuran dengan jari kelingking pasien) dan tube dipotong untuk memperpendek

panjangnya dan mengurangi resistensi aliran udara. Setelah diintubasi pasien jarang memerlukan

bantuan ventilator mekanik. Pasien harus diberi oksigen lembab selama diintubasi. Penghisapan

harus diminimalkan untuk mengurangi cedera saluran nafas. Anak dengan laringitis memerlukan

perawatan di rumah sakit untuk 24 jam sampai seminggu atau lebih, dan kriteria pemulangan

Page 11: referat laringitis akut

pasien harus terjadi perbaikan distres pernafasan dan tidak diperlukan terapi spesifik dalam 24

jam.

Pemberian antibiotik tidak disarankan kecuali hasil kultur menunjukkan adanya

streptococcus, dimana penicillin adalah obat pilihannya.

BAB III

Kesimpulan

Laringitis akut merupakan proses peradangan atau inflamasi yang terjadi pada laring dan

dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Penyebab tersering dari laringitis akut ini adalah

virus parainfluenza.

Gejala yang terjadi pada laringitis akut ini adalah batuk yang menggonggong, suara

serak, stridor inspirasi dan sesak nafas, dapat juga disertai dengan demam. Gejala biasanya lebih

berat pada malam hari. Bisa didahului oleh pilek, hidung tersumbat, batuk dan sakit menelan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara serak, coryza, faring yang meradang dan frekuensi

pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan cuping hidung, retraksi

suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor terus menerus, megap-megap (air hunger),

hipoksia, saturarsi oksigen yang rendah, dan sianosis. Dari pemeriksaan penunjang bisa

didapatkan pada laringoskopi ditemukan kemerahan pada laring yang difus bersama dengan

pelebaran pembuluh darah dari pita suara, kadang bercak-bercak dari sekresi, pergerakan pita

suara dapat ditemukan asimetris dan tidak periodik. Dari pemeriksaan rontagen leher dapat

ditemukan gambaran staplle sign pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral.

Page 12: referat laringitis akut

Dapat dilakukan pemeriksaan gram dan kultur dengan tes sensitivitas. Dari darah didapatkan

lekositosis ringan dan limfositosis.

Pada pasien dengan keadaan gawat tidak boleh diberikan makan dan harus diberikan

cairan intravena untuk mempertahankan rehidrasi. Nebulisasi epinefrin rasemic dapat

memperbaiki distres pernafasan, tetapi bila tidak terdapat epinefrin rasemic maka dapat

digunakan epinefrin saja. Anak yang menderita laringitis harus menerima minimal 0.15 sampai

0.6 mg/kg deksametason dosis tunggal secara peroral, intramuscular, maupun intravena. Dan

bukti sekarang menunjukkan perlunya nebulisasi bunesonide, dengan dosis 2 mg terutama pada

keadaan darurat. Selain pengobatan kadang pasien memerlukan juga intubasi endotrakeal. Pasien

harus diberi oksigen lembab selama diintubasi. Anak dengan laringitis memerlukan perawatan di

rumah sakit. Pemberian antibiotik tidak disarankan kecuali hasil kultur menunjukkan adanya

streptococcus.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustakanya kamu tambahi sama buku pdt dan buku bois mu ya…

1. http://www.emedicine.com/ent/topic353.htm

2. Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Indonesia:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2005. h 388-392.

3. Kasper, Dennis L. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 16. USA: McGraw Hill.

2005. h 192.

Page 13: referat laringitis akut

4. Landau, Louis I. Pediatric Respiratory Diseases. USA: Mosby. 1999. h 539-541.

5. Grad, Roni. Acute infections producing upper airway obstruction. Dalam: Kendig’s disorder of

the respiratory tract in children. Edisi 6. USA: W.B. Saunders. 1998. h 447-460

6. Rosevelt, Genie E. Acute Inflammatory Upper Airway Obstruction. Dalam: Nelson Textbook

of Pediatrics. Edisi 17. USA: W.B. Saunders. 2004. h 1405-1408.

7.Soepardi, E.A., Iskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, FKUI: Jakarta, 2008

8. http://www.visualsunlimited.com

9. http://www.akh-wien.ac.at/hno/kkentz_de.htm

10. http://www.entorg.net/laryngitis_2.htm