referat insomnia (erwin)

37
REFERAT INSOMNIA Disusun Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Disusun Oleh : Erwin Sugiarto 406117071 Pembimbing : Dr. Nur Saelan Tadjuddin, Sp. KJ KEPANITERAAN ILMU GERIATRI SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

Upload: jundi-himawan

Post on 24-Nov-2015

187 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

REFERAT

INSOMNIADisusun Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Disusun Oleh :

Erwin Sugiarto 406117071

Pembimbing :

Dr. Nur Saelan Tadjuddin, Sp. KJ

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTIPERIODE 16 APRIL 19 MEI 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

BAB IPENDAHULUAN

Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap dan nyenyak tanpa gangguan menjadi kebutuhan manusia yang penting, sama pentingnya dengan kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan lain-lain. Gangguan terhadap tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan mengantuk sepanjang hari esoknya. Mengantuk merupakan faktor resiko untuk terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang. Hal lain yang dapat terjadi adalah ketidakbahagiaan, dicekam kesepian, dan yang terpentingmengakibatkan penyakit-penyakit degeneratif yang sudah diderita mengalami eksaserbasi akut, pemburukan dan menjadi tidak terkontrol lagi. Selain itu akan menimbulkan masalah sosial terhadap lingkungannya, terutama terhadap keluarganya. Dapat terjadi akibat seorang kakek atau nenek tidak dapat tidur, seluruh keluargapun tidak dapat tidur, karena ulah atau perilaku sang kakek atau nenek membangunkan seluruh anggota keluarga. Bila kejadian ini berlangsung terus-menerus, setiap anggota keluarga kehilangan produktivitasnya karena mengantuk, dapat terjadi setiap anggota keluarga menganggap sang kakek atau nenek pengganggu yg harus segera disingkirkan. Kalau karena rasa hormat atau budaya timur yang harus menghargai dan membalas jasa kakek/nenek, mereka jadi membenci atau marah, atau memilih tidak tinggal di sana lagi (terutama cucu yang remaja), dan ini menimbulkan masalah social baru bagi keluarga.Secara luas gangguan tidur pada lansia dapat dibagi menjadi:

1. Kesulitan masuk tidur (sleep onset problems)2. Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem)

3. Bangun terlalu pagi (early morning awakening/ EMA)

Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi dari ketiga gangguan tersebut dan dapat muncul sementara atau kronik.

Secara internasional klasifikasi diagnostik gangguan tidur mengacu pada 3 sistem diagnostic yaitu: ICD (International Code of Diagnostic) 10, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) IV dan ICSD (International Classification of Sleep Disorders).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non-organik. Untuk non-organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer maupun sekunder akibat penyakit atau kondisi abnormal lain. Insomnia di sini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/ keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur yang tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, fisik/penyakit ataupun obat-obatan).Gangguan tidur primer di sini pengertiannya mirip dengan insomnia non-organik pada ICD-10 yaitu gangguan tidur sudah menetap dan diderita minimal 1 bulan. Dalam ICSD klasifikasi gangguan tidur lebih lengkap dan untuk diagnosisnya sering memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium tidur, klinik dan radiologi seperti CT-scan, PET serta EEGI. DEFINISI

DSM IV-TR membagi gangguan tidur primer menjadi dyssomnia dan parasomnia. Dyssomnia, kondisi psikogenik primer di mana gangguan utamanya adalah pada jumlah, kualitas, atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal emosional, dibagi lagi menjadi insomnia dan hipersomnia. Insomnia adalah penurunan kualitas dan/ atau kualitas tidur, berakibat pada sensasi tidur yang tidak menyegarkan/non-restoratif. Hipersomnia adalah keadaan klinis tidur yang berlebihan. Parasomnia adalah peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama tidur (pada kanak-kanak hal ini terkait terutama dengan perkembangan anak; pada dewasa terutama pengaruh psikogenik), misalnya somnambulisme (sleepwalking), terror tidur (night terrors), mimpi buruk (nightmares).II. EPIDEMIOLOGIInsomnia lebih banyak pada dewasa tua (lansia) dibandingkan dengan dewasa muda, dengan prevalensi 40-50%. Wanita dilaporkan lebih banyak menderita insomnia daripada laki-laki.III. ETIOLOGI

Tabel 1.1. Etiologi insomnia

SymptomInsomnia Secondary to Medical ConditionsInsomnia Secondary to Psychiatric or Environmental Conditions

Difficulty falling asleepAny painful or uncomfortable conditionAnxiety

Central Nervous System (CNS) lesionsTension anxiety, muscular

Environmental changes

Circadian rhytm sleep disorder

Difficulty remaining asleepSleep apnea syndromesDepression, especially primary depression

Nocturnal myoclonus and restless legs syndromeEnvironmental changes

Dietary factors (probably)Circadian rhytm sleep disorder

Episodic events (parasomnias)Posttraumatic stress disorder

Direct substances effects (including alcohol)Scizophrenia

Substance withdrawal effects (including alcohol)

Substance interactions

Endocrine or metabolic diseases

Infectious, neoplastic, or other diseases

Painful or uncomfortable conditions

Brainstem or hypothalamic lesions or diseases

Aging

Tabel 1.2. Etiologi hipersomniaSymptomChiefly MedicalChiefly Psychiatric or Environmental

Excessive sleep (hypersomnia)Kleine-Levin syndromeDepression (some)

Menstrual-associated somnolenceAvoidance reactions

Metabolic or toxic conditions

Encephalitic conditions

Alcohol and depressant medication

Withdrawal from stimulants

Excessive daytime sleepinessNarcolepsy and narcolepsy like syndromesDepression (some)

Sleep apneasAvoidance reactions

Hypoventilation syndromeCircadian rhythm sleep disorder

Hyperthyroidism and other metabolic and toxic condition

Alcohol and depressant medications

Withdrawal from stimulants

Sleep deprivation or insufficient sleep

Any condition producing serious insomnia

BAB II

LANDASAN TEORI

I. KLASIFIKASI

a. DSM IV-TR

Dyssomnia

Parasomnia

b. International Classification of Sleep Disorders (ICSD)

Dyssomnia

A. Intrinsic sleep disorders

A. Psychophysiological insomnia

B. Sleep state misperception

C. Idiopathic insomnia

D. Narcolepsy

E. Recurrent hypersomnia

F. Idiopathic hypersomnia

G. Posttraumatic hypersomnia

H. Obstructive sleep apnea syndrome

I. Central sleep apnea syndrome

J. Central alveolar hypoventilation syndrome

K. Periodic limb movement disorder

L. Restless legs syndrome

M. Intrinsic sleep disorder NOS

Extrinsic sleep disorders

A. Inadequate sleep hygiene

B. Environmental sleep disorder

C. Altitude insomnia

D. Adjustment sleep disorder

E. Insufficient sleep syndrome

F. Limit-setting sleep disorder

G. Sleep-onset association disorder

H. Food allergy insomnia

I. Nocturnal eating (drinking) syndrome

J. Hypnotic-dependent sleep disorder

K. Stimulant-dependent sleep disorder

L. Alcohol-dependent sleep disorder

M. Toxin-induced sleep disorder

N. Extrinsic sleep disorder NOS

Circadian rhythm sleep disorders

A. Time zone change (jet lag) syndrome

B. Shift work sleep disorder

C. Irregular sleep-wake pattern

D. Delayed sleep phase syndrome

E. Advanced sleep phase syndrome

F. Non-24-hour sleep-wake disorder

G. Circadian rhythm sleep disorder NOS Parasomnia

Arousal disorder

A. Confusional arousals

B. Sleepwalking

C. Sleep terrors

Sleep-wake transition disorders

A. Rhyhtmic movement disorder

B. Sleep starts

C. Sleep talking

D. Nocturnal leg cramps

Parasomnia usually associated with REM sleep

A. Nightmares

B. Sleep paralysis

C. Impaired-sleep-related penile erections

D. Sleep-related painful erections

E. REM-sleep-related sinus arrest

F. REM sleep behavior disorder Other parasomnia

A. Sleep bruxism

B. Sleep enuresis

C. Sleep-related abnormal swallowing syndrome

D. Nocturnal paroxysmal dystonia

E. Sudden unexplained nocturnal death syndrome

F. Primary snoring

G. Infant sleep apnea

H. Congenital central hypoventilation syndrome

I. Sudden infant death syndrome

J. Benign neonatal sleep myoclonus

K. Other parasomnia NOS Sleep disorders associated with medical-psychiatric disorders

Associated with mental disorders

A. Psychoses

B. Mood disorders

C. Anxiety disorders

D. Panic disorders

E. Alcoholism

Associated with neurological disorders

A. Cerebral degenerative disorders

B. Dementia

C. Parkinsonism

D. Fatal Familial insomnia

E. Sleep-related epilepsy

F. Electrical status epilepticus of sleep

G. Sleep-related headaches

1. Associated with other medical disorders

A. Sleeping sickness

B. Nocturnal cardiac ischemia

C. Chronic obstructive pulmonary disease

D. Sleep-related asthma

E. Sleep-related gastroesophageal reflux

F. Peptic ulcer disease

G. Fibrositis syndrome

Proposed sleep disorders

A. Short sleeper

B. Long sleeper

C. Subwakefulness syndrome

D. Fragmentary myoclonus

E. Sleep hyperhydrosis

F. Menstrual-associated sleep disorder

G. Pregnancy-associated sleep disorder

H. Terrifying hypnagogic hallucinations

I. Sleep-related neurogenci tachypnea

J. Sleep-related laryngospasm

K. Sleep choking syndromeII. PATOFISIOLOGITerdapat beberapa faktor yang dapat berperan penting dalam terjadinya insomnia. Insomnia paling sering sebagai komorbid dengan kondisi medis, psikiatrik, atau kondisi psikososial, dan/atau akibat sekunder terhadap terapi kondisi-kondisi tersebut. Kondisi medis seperti arthritis, penyakit kardiovaskuler, penyakit paru, kondisi nyeri kronis, dan penyakit-penyakit lain yang menyebabkan ketidaknyamanan fisik sering terkait dengan insomnia. Perubahan besar dalam hidup, seperti pension dari pekerjaan dan kehilangan orang yang dicintai juga dapat menyebabkan insomnia. Faktor lingkungan dan kondisi psikososial dapat menyebabkan atau memperparah gangguan tidur. Depresi dan anxietas merupakan komorbid paling sering yang terkait dengan gangguan tidur pada lansia.Polifarmasi telah semakin meningkat terjadi pada pasien lansia, mengingat banyak di antara mereka yang menderita berbagai penyakit medis dan psikiatrik. Sebagai contoh, obat-obat stimulant (alkohol/nikotin, SSP stimulan, hormone tiroid, bronkodilator, kortikosteroid, beta-bloker, penyekat kalsium,dll) apabila dikonsumsi lebih lambat dari waktu yang ditetapkan, dapat menyebabkan kesulitan untuk tidur saat malam. Di sisi lain, obat-obat sedatif (hipnotik, antihipertensi, antihistamijn, antipsikotik, antidepresan, dll) bila dikonsumsi lebih awal dari waktunya dapat menyebabkan rasa kantuk sepanjang hari dan perilaku tidur siang, sehingga menyebabkan sleep-onset insomnia atau bahkan mengeksaserbasi dan mempertahankan insomnia yang telah terjadi. III. DIAGNOSISTabel 3.1. Kuisioner Riwayat Tidur1. Kriteria diagnosis untuk gangguan tidur non-organik menurut ICD-10: Insomnia non-organik1. Keluhan adalah kesuilitan untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan2. Gangguan tidur terjadi paling tidak 3 (tiga) kali dalam seminggu atau paling sedikit 1 bulan3. Gangguan tidur berakibat pada distress personal atau mempengaruhi fungsi kehidupan sehari-hari

4. Tidak diketahui adanya faktor penyebab organic, seperti kondisi neurologis atau medis lain, penyalahgunaan zat-zat psikoaktif, atau medikasi lainnyaMenurut PPDGJ:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan terjadi minimal tiga kali dalam seminggu selama minimal satu bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan

Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas harus dicantumkan karena membutuhkan terapi tersendiri

Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi criteria di atas (seperti pada transient insomnia) tidak di-diagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stress akut (F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2) Hipersomnia non-organik

1. Keluhan rasa kantuk berlebihan sepanjang hari atau serangan tidur atau memanjangnya transisi menjadi keadaan sadar penuh saat terjaga (sleep drunkenness), yang tidak dianggap sebagai jumlah tidur yang cukup2. Gangguan tidur ini terjadi hampir setiap hari selama paling tidak 1 bulan atau untuk periode waktu yang lebih singkat dan menyebabkan distress atau mempengaruhi fungsi kehidupan sehari-hari3. Tidak ada gejala-gejala narkolepsi (katapleksi, sleep paralisis, halusinasi hipnagogik) dan tidak ada bukti klinis adanya sleep apnea (henti nafas nocturnal, typical intermittent snorting sounds, etc)

4. Tidak diketahui adanya faktor penyebab organic, seperti kondisi neurologis atau medis lain, penyalahgunaan zat-zat psikoaktif, atau medikasi lainnyaMenurut PPDGJ:

Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur / sleep attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep drunkenness)

Gangguan tidur yang terjadi setiap selama lebih dari 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan

Tidak ada gejala tambahan narcolepsy (cataplexy, sleep paralysis, hypnagogic hallucination) atau bukti klinis untuk sleep apnoe (nocturnal breath cessation, typical intermittent snoring sounds, etc)

Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada siang hari

Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain, misalnya Gangguan fungsi afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang dominan dengn gangguan jiwa lainnya.2. Kriteria diagnosis insomnia primer menurut DSM IV-TR:

1. Keluhan predominan adalah kesulitan mengawali atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, paling tidak selama 1 bulan

2. Gangguan tidur (atau terkait kelelahan sepanjang hari) menyebabkan distress atau gangguan sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain3. Gangguan tidur tidak terjadi selama periode narkolepsi, gangguan tidur terkait gangguan pernafasan, gangguan irama sirkadian tidur, atau parasomnia

4. Gangguan tidur tidak terjadi selama periode gangguan mental lain (contoh: gangguan depresif mayor, gangguan anxietas generalisata, delirium)5. Gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (contoh: penyalahgunaan obat-obatan) atau kondisi medis umum

3. Kriteria diagnosis hipersomnia primer1. Keluhan predominan adalah tidur yang berlebihan selama paling tidak 1 bulan (atau kurang bila rekuren) dengan adanya episode tidur yang memanjang atau episode tidur sepanjang hari yang hamper terjadi setiap hari2. Tidur berlebihan yang menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, dll

3. Rasa kantuk yang berlebihan bukan terjadi selama periode gangguan tidur lain (contoh: narkolepsi, gangguan tidur terkait pernafasan, gangguan irama sirkadian tidur, atau parasomnia)4. Gangguan bukan terjadi selama periode gangguan mental lain

5. Gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (contoh: penyalahgunaan obat-obatan) atau kondisi medis umum* rekuren: bila ada periode rasa kantuk berlebihan yang berlangsung paling tidak 3 hari terjadi beberapa kali dalam 1 tahun selama paling tidak 2 tahun

4.Kriteria diagnosis gangguan mimpi buruk menurut DSM IV

1. Terbangun berulang dari periode tidur atau tidur siang dengan mimpi-mimpi yang menakutkan, biasanya mencakup ancaman hidup, keamanan, atau kepercayaan diri. Terbangun biasanya terjadi selama setengah periode tidur2. Pada saat terbangun dari mimpi buruk, penderita cepat menjadi alert/ terjaga (berkebalikan dengan confusion dan disorientasi tampak pada gangguan terror tidur dan beberapa bentuk epilepsy3. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang berakibat terbangun, menyebabkan distress yang signifikan dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dll4. Mimpi buruk tidak terjadi secara khusus selama periode gangguan mental lainnya (contoh: delirium, gangguan stress posttrauma) dan bukan akibat langsung dari efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis umum

Menurut PPDGJ:

1. Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri; terbangunnya dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yang khas adalah paruh kedua waktu tidur2. Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segara sadar penuh dan mampu mengenali lingkungannya3. Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat bagi individu

5. Kriteria diagnosis gangguan terror tidur menurut DSM IV:

1. Episode terbangun dari tidur yang rekuren, biasanya terjadi selama sepertiga episode tidur dan dimulai dengan teriakan panic

2. Rasa takut yang intens dan tanda-tanda otonom terbangun, seperti takikardi, nafas cepat, dan berkeringat selama tiap episode

3. Tidak responsive terhadap usaha orang lain untuk menenangkan penderita selama episode serangan4. Tidak ada mimpi yang teringat dan ada amnesia untuk tiap episode

5. Episode menyebabkan distress signifikan atau gangguan sosial, pekerjaan, dll

6. Gangguan bukan akibat langsung dari efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis umum

Menurut PPDGJ:

1.Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan berteriak karena panic, disertai ansietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktivitas otonomik, seperti jantung berdebar-debar, napas cepat, pupil melebar, dan berkeringat.

2. Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1 sampai dengan 10 menit, dan biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam3. Secara relative tidak bereaksi terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi terror hidupnya, dan kemudian dalam beberapa menit setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang

4. Ingatan terhadap kejadian, walaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas pada 1 atau 2 bayangan-bayangan yang terbelah-belah)

5. Tidak ada bukti adanya gangguan organic

6. Kriteria diagnosis tidur-berjalan menurut DSM IV:

1. Episode berulang bangkit dari tempat tidur selama tidur dan berjalan, biasanya terjadi selama sepertiga episode tidur2. Saat tidur-berjalan, wajah penderita tampak seperi tatapan kosong, tidak responsif relative terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan hanya dapat dibangunkan dengan usaha yang sulit3. Pada saat terbangun (baik saat episode tidur-berjalan atau keesokan paginya), penderita mengalami amnesia untuk tiap episode4. Dalam beberapa menit setelah terbangun dari episode tidur berjalan, tidak ada gangguan mental atau perilaku (meskipun mungkin awalnya ada periode singkat confusion atau disorientasi)5. Tidur berjalan menyebabkan distress signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan, dll6. Gangguan bukan akibat langsung dari efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis umum

Menurut PPDGJ:

Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan (kesadaran berubah) Selama satu episode, individu yang menunjukkan wajah bengong (blank, staring face), relative tak memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya dapat disadarkan/ dibangunkan dari tidur dengan susah payah Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangundari episode tersebut, idak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat Tidak ada bukti adanyaa gangguan mental organicIV. PENATALAKSANAANA. Terapi Non Farmakologis

Tujuan tindakan farmakologis ini adalah memperkuat hubungan antara tidur dan waktu yang dihabiskan di tempat tidur, dan mengurangi aktifitas yang tidak berhubungan dengan tidur, seperti rasa khawatir.

Tujuan ini dapat dicapai dengan memperlihatkan hal-hal sebagai berikut :

Pola tidur

- Mempertahankan pola tidur secara tertidur, dimana bangun dan tidur secara teratur

- Memperhatikan waktu tidur secara teratur

- Memperpendek watu mengantuk

Lingkungan

- Dipertahankan suhu yang nyaman dan bebas dari suara-suara mengganggu atau berisik, dengan penerangan yang cukup dan tidak mengganggu mata, ataupun gelap, juga dalam lingkungan yang bersih.

- Tempat tidur juga merupakan salah satu bagian penting. Banyak orang yang menggunakan kasur yang terlalu lunak dan tidak nyaman sehinggga mempengaruhi tidur mereka. Kasur dipilih sesuai agar kenyamanan tidur tidak terganggu

- Pergunakan bantal alas kepala yang sesuai dan nyaman untuk tidur.

- Pakaian tidur dipilih yang bersih dan nyaman dipakai.

Aktivitas

- Pasien harus diberitahukan bahwa saat mereka berbaring dalam keadaan sadar selama lebih dari 30 menit, mereka harus meninggalkan kamar, melakukan aktivitas lain diluar kamar sampai merasa lelah, lalu kembali ke tempat tidur. Jika pasien cenderung berbaring dan bangun untuk periode waktu yang lama, mereka harus mengatur jadwal untuk pergi tidur lebih lambat (lebih malam).

- Jangan membaca atau menonton televisi di tempat tidur ( atau melakukan aktivitas lainnya di tempat tidur selain untuk untuk tidur ).

- Olah raga setiap hari tapi jangan sebelum tidur

- Dokter perlu membantu dalam pelaksanaan suatu jadwal siang dan malam yang teratur. Jadwal ini sebaiknya memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur di siang hari dan cukup waktu unmtuk rileks setelah beraktivitas sebelum beristirahat. Menjelang tidur aktivitas mental perlu dihindari.

Sumber makanan penunjang , seperti Vitamin B12 , Asam folat , dsb.

Cairan , obat-obatan dan latihan

- Higiene tidur yang baik juga termasuk menghindari berkemih pada malam hari dengan membatasi pemasukan cairan pada waktu yang dekat dengan waktu tidur.

- Latihan fisik yang teratur setiap hari memperbaiki tidur dan meningkat pelepasan growth hormone dimalam hari.

- Hindari minuman yang merangsang seperti teh , kopi , dan minuman cola harus dihindari dimalam hari setelah pukul 6 sore

- Segelas susu hangat sebelum tidur merupakan pengobatan tradisional , ataupun mandi air hangat atau pijat dapat membantu relaksasi untuk mempermudah tidur.

B. Terapi Farmakologis

Hipnotik

Pada pemakaian pertama obat hipnotik , memang cenderung mengurangi jeda- jeda pemutus tidur dan memungkinkan orang untuk lebih cepat jatuh tertidur lebih lama . Kebanyakan obat- obatan hipnotik mengurangi tidur REM. Alkohol , telah lama dikenal berfungsi sebagai hipnotik tua yang selektif bila diminum dalam jumlah yang tidak banyak , akan tetapi bila berlebih , maka alkohol akan menginduksi tidur , namun kemudian dapat menyebabkan gangguan pada tidur.

L- Triptofan , merupakan asam amino alamiah yang terdapat dalam susu , daging , dan beberapa sayur hijau . terdapat beberapa bukti bahwa L- Triptofan dapat menginduksi tidur bila diminum dalam dosis 1 gram dimalam hari.

Benzodiazepin

Dalam pemberian Benzodiazepin harus dapat diresepkan dalam jumlah kecil (misalnya jumlah yang cukup untuk pemberian minggu saja untuk setiap kali pemberian), dan pengulangan resep harus dihindari. Pasien harus diingatkan agar supaya berhati hati dalam beraktivitas sehari hari seperti menyetir, dan lain sebagainya agar tidak membahayakan dirinya sendiri. Berikan dosis efektif yang sekecil mungkin. Benzodiazepin tidak akan mempengaruhi gangguan emosional dasar yang menyertai insomnia kronis.

Golongan ini akan mengganggu pertimbangan sosial , gampang agresif dan resiko bunuh diri meningkat. Obat obatan ini di metabolisme dihati dan beberapa diantaranya menghasilkan metabolit metabolit aktif yang ekskresinya dari tubuh lebih lambat dibanding dengan senyawa asalnya. Semua obat ini perlu digunakan secara hati hati apabila pasien memiliki gangguan pada fungsi hati, khususnya obat- obatan yang mengalami oksidasi.

Pada lansia metabolisme Benzodiazepin berlangsung lebih lambat dan perlahan dan metabolit yang terkonjugasi di ekskresi lebih lambat karena penurunan fungsi ginjal dengan pertambahan usia . Dengan demikian , efek obat ini akan lebih nyata pada lansia . Pada pemberian hipnotik ini sebaiknya diberikan saat perut dalam keadaan kosong , karena adanya makanan akan memperlambat absorbsi. Keluhan utama sindrom putus obat adalah kecemasan , depresi, perubahan persepsi , perasaan depersonalisasi dan nausea. Insomnia sering terjadi suatau gejala akibat putus obat.

Diazepam 5 30 mg , baik diberikan pada dosis tunggal dimalam hari sebelum tidur. Metabolit utamanya , dismentil diazepam , mempunyai waktu paruh yang panjang . Hal ini membuat diazepam terutama bermanfaat pada insomnia yang disebabkan oleh neurosis cemas . Dapat pula terjadi perasaan melayang saat bangun tidur setelah mabuk pada malam sebelumnya ( hangover )

Klorazepat dikalium , diubah menjadi dismentil diazepam oleh pH lambung yang asam , dan ini dapat dihindari terjadinya hangover pada mereka yang cenderung mengalaminya bila minum diazepam.

Triazolam 0, 125 mg menjelang tidur , atau Temazepam 5 15 mg menjelang tidur bermanfaat sebagai hipnotik kerja singkat. Dari kasus- kasus yang mengeluh sulit tidur , maka triazolam merupakan obat yang paling efektif . Cara lain pemakaian benzodiazepine kerja singkat dengan cara memberikan pada saat pasien terbangun ditengah malam . Karena efeknya berlansung singkat , maka memungkinkan tambahan tidur selama 2- 4 jam.

Klonazepam 0, 252 mg menjelang tidur , mengatasi mioklonus malam hari.

Flurazepam , secara eksklusif didasarkan sebagai obat untuk mengatasi insomnia . Hasil dari uji klinis terkontrol telah menunjukan bahwa flurazepam mengurangi secara bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur, maupun lamanya tidur . Mula mula efek hipnotik rata- rata 17 menit setelah pemberian obat secara oral dan berakhirnya hingga 8 jam . Efek residu sedasi disiang hari terjadi pada sebagian besar penderita , untuk metabolik aktifnya yang masa kerjanya panjang , karena obat itu obat ini cocok untuk pengobatan insomnia jangka panjang dan jangka pendek disertai gejala anxietas di siang hari.

Efek sampai pusing , vertigo , ataksia , dan gangguan keseimbangan terutama pada lanjut usia dan penderita yang keadaannya lemas. Flurazepam dikontraindikasikan pada wanita hamil . Penderita juga perlu diperingatkan terhadap kemungkinan efek adiktif oleh alkohol sehari setelah pemberian flurazepam. Dosis oral untuk induksi tidur dewasa 30 mg pada waktu tidur ( bagi beberapa penderita cukup 15 mg , pada lanjut usia dan penderita yang keadaanya lemas 15 mg ).

Flurazepam dan Nitrazepam sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan akumulasi dalam tubuh , metabolik aktif , dan aktivitas di siang hari.

Obat-obat jenis lain :

a) Amitriptilin, doksepin,dotiepin atau nianserin, cocok diberikan kepada insomnia yang disertai depresi. Semua obat golongan ini tergolong sedative. Efek samping pada jantung mungkin tidak diharapakan pada kelompok usia pertengahan dan lansia.

b) Kloralhidrat 500-2000 mg di malam hari merupakan hipnotik yang popular, efektif dan terjangkau harganya. Obat ini terutama bermanfaat pada lansia karena kecil potensinya untuk terjadi ketergantungan fisik atau psikis. Kloralhidrat tidak menyebabkan perasaan kacau dan hanya sedikit mempengaruhi siklus tidur. Bekerja dalam waktu 30 menit dan efeknya berlangsung hingga 8 jam. Dimetabolisme oleh hati dan diekskresi oleh ginjal, sehingga tidak boleh digunakan pada penyakit hati dan ginjal. Dapat terjadi gastrirtis dan ruam kulit. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita gastritis dan tukak peptic.

c) Klormetizol edisilat 500-1000 mg di malam hari, bermanfaat pada lansia, terutam mereka yang menderita demensia dan gangguan tidur. Merupakan suatu derivate vitamin B12 dan memiliki efek sedative, hipnotik dan anti konvulsan. Dapat timbul sakit kepala, bersin-bersin, iritasi mata, dan ganguan lambung. Gangguan fungsi hati merupakan suatu factor resiko keracunan obat ini.

Barbiturat

Barbiturat merupakan golongan anti depresan otak secara umum dan kurang dibandingkan dengan golongan enotiazin dan benzodiazepine. Reaksi paradoks pada lansia yang disertai agresi, agitasi, atau yang serupa itu sering terjadi. Barbiturat kini tidak lagi dipakai sebagai hipnotik karena kecenderungan menimbulkan ketergantungan baik psikis maupun fisik.

Antihistamin

Antihistamin seperti klorpheniramin (benadryl) dapat merupakan hipnotik yang efektif untuk beberapa pasien, tetapi efek anti kolinergiknya dapat menyebabkan kebingungan pada usia lanjut.

Beberapa antihistamin yang memberikan efek sedatif ( antihistamin generasi I) :

Alkylamines :Brompheniramine, Chlorpheniramine, Deklorpheniramine, Dimenthidine, Pheniramine

Ethanolamines: Carbinoxamine, clemastine, diphenhidramine

Phenotiazine : Mequitazine, promethazine

Piperazine:Homochlorcyclizine, Hidroxyzine (Iterax), Meclizine, Oxatomide

Piperidine: Azatadine, Cyproheptadine, phenindamine, piprinhydrinate

Parasomnia

Aktivitas motorik termasuk gerakangerakan menendang di tempat tidur atau tidur berjalan dapat diatasi dengan obat REM suppressant seperti antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor. Akan tetapi obat ini beresiko membuat lemah pada pasien lanjut usia. Hal yang penting adalah memindahkan benda-benda yang berbahaya dan mebel yang ujungnya tajam dari sekitar pasien dengan kondisi ini.

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan tidur pada lanjut usia seringkali berhubungan dengan gangguan medis dan gangguan psikiatrik lainya, seringkali tidak terdiagnosis secara pasti dan tidak di terapi dengan baik sebagai mana mestinya. Untuk itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang gangguan tidur (Insomnia) khususnya pada lanjut usia. Dengan mengetahui dan memahami berbagai jenis gangguan atau penyakit tidur kita dapat mengambil langkah yang diperlukan. Sepanjang masih bisa diatasi sendiri dengan teknik-teknik manajemen diri (relaksasi dan pemrograman bawah sadar, meditasi, dan pola hidup yang sehat dan seimbang), maka kita sebenarnya dapat menjadi bagian dari solusi masalah yang kita hadapi.Pemeriksaan yang cermat sangat penting untuk menetapakan apakah penderita gangguan tidur mengalami sleep disorder atau sleep disturbance. Peran dokter dan perawat untuk mengambil riwayat gangguan, riwayat medik- psikiatrik, penggunaan obat sebelumnya, catatan observasi tidur maupun rekaman tidur sangat membantu penegakkan diagnosa dan pemberiaan tatalaksana yang tepat

Adapun cara yang baik untuk mendapatkan tidur yang baik :

1. Buat jadwal coba untuk mengatur jadwal bangun dan tidur setiap harinya tepat waktu, hari libur pun termasuk.

2. Olah raga setiap hari, tetapi jangan sebelum tidur

3. Hindari caffeine, rokok dan alkohol

4. Cobalah meluangkan waktu untuk relaksasi sesaat sebelum tidur, bisa dengan berendam air panas atau membaca buku.

5. Cobalah untuk melihat matahari pagi, tidak perlu keluar ruangan tapi bisa dengan membuka jendela. Karena matahari membantu mengaktifkan dan mereset biological clock

6. Pastikan ruangan yang ditempati tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.

DAFTAR PUSTAKA

Saddock BJ, Saddock VA. Sleep Disorders. In: Kaplan & Saddocks Synopsis of Psychiatry. 10th ed. New York: Walters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkin. 2007. pp 753-72Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME. Insomnia. In: Hazzards Geriatric Medicine & Gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill. 2009. pp 677-81

Martono HH, Pranarka K. Gangguan Tidur pada Usia Lanjut. In: Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri. 4th ed. Jakarta: FKUI. 2009. pp 285-302

Departemen Kesehatan RI. Gangguan Tidur Non-organik. In: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. 1sted. Jakarta: Depkes RI 1995.pp 235-48