referat hipertiroid dalam kehamilan (rika)

25
BAB I PENDAHULUAN Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. (Williams Obstetrics 23 rd . 2010) Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa toksik baik soliter maupun multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma nodosa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas, molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih sering 1

Upload: yayu-puji

Post on 21-Jul-2016

478 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

hhh

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan

selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama

kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal.

Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormon

tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. (Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan

hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita

muda dan dapat mempersulit kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme disebabkan

oleh penyakit Grave, struma nodosa toksik baik soliter maupun multipel dan adenoma

toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada usia muda yaitu antara 20

sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma nodosa toksik ditemukan pada

usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena penyakit Grave

umumnya ditemukan pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme dalam

kehamilan adalah hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena

tumor trofoblas, molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di

Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua

penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-

laki dengan ratio 5:1. Kekerapannya diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan,

namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur,

abortus dan kematian janin. Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun

yang terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan

gejala tirotoksikosis transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi

pada 8-10% wanita setelah bersalin. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009)

Pengelolaan penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan perhatian

khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya maupun pengobatan yang

diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.

1

Page 2: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Tiroid dalam Kehamilan

Hormon tiroid tetraiodotironin (T4 ) atau tiroksin dan triiodotironin (T3)

disintesis di dalam folikel tiroid. Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) merangsang

sintesis dan pelepasan T3 dan T4, yang sebelumnya didahului dengan pengambilan

iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Walaupun T4 disintesis dalam

jumlah yang lebih besar, namun di jaringan perifer T4 dikonversi menjadi T3 yang

lebih poten melalui proses deiodinasi. Selama kehamilan normal kadar Thyroid

Binding Globulin (TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga akhirnya T3 dan T4 ikut

meningkat. (Girling, Joanna. 2008)

Hormon tiroid penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem saraf.

Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu untuk menyediakan

hormon tiroid melalui plasenta karena fetus tidak dapat menghasilkan hormon tiroid

sendiri sampai trimester kedua. Pada minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai

berfungsi namun fetus tetap membutuhkan iodin dari ibu untuk menghasilkan hormon

tiroid. TSH dapat dideteksi dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi

masih dalam kadar yang rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai

kadar puncak 15 uU per ml dan kemudian turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini

mungkin karena kontrol dari hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12

minggu sampai 1 bulan post natal. Selama trimester kedua dan ketiga, hormon tiroid

disediakan oleh ibu dan fetus, namun lebih banyak oleh ibu. (Inoue,Miho, et al. 2009,

Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat dideteksi

adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25 sampai 30 minggu.

Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal kehamilan masih rendah dan berangsur

akan meningkat. Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir

dalam bentuk reverse T3 (rT3), hal ini dapat disebabkan karena sistem enzim belum

matang. Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia kehamilan

17 sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai sebagai

diagnosis prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid janin. Selama kehamilan,

fungsi kelenjar tiroid maternal bergantung pada tiga faktor independen namun saling

terikat, yaitu (a) peningkatan konsentrasi hCG yang merangsang kelenjar tiroid, (b)

2

Page 3: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

peningkatan ekskresi iodide urin yang signifikan sehingga menurunkan konsentrasi

iodin plasma, dan (c) peningkatan Thyroxine-Binding Globulin (TBG) selama

trimester pertama, menyebabkan peningkatan ikatan hormon tiroksin. Pada akhirnya,

faktor-faktor ini bertanggung jawab terhadap peningkatan kebutuhan tiroid (Girling,

Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010):

a. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

Seperti yang disebutkan di atas, Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk produksi progesteron dalam

konsentrasi yang adekuat pada awal kehamilan, sampai produksi progesteron diambil

alih oleh plasenta yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat secara

dramatis selama trimester pertama kehamilan dan menurun secara bertahap

setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas dua rantai, sebuah rantai α dan

rantai β, dimana rantai α dari hCG identik dengan struktur yang membentuk TSH.

Struktur yang homolog ini menjadikan hCG mampu merangsang kelenjar tiroid untuk

menghasilkan hormon tiroid, namun tidak sekuat TSH.

Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding dengan

peningkatan hCG. Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar tiroid, konsentrasi

hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya dalam batas normal atau hanya

sedikit di atas normal selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG pada

kehamilan normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal

kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis tertentu, termasuk

hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik, konsentrasi hCG mencapai kadar

maksimal yang akan menginduksi keadaan hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas

meningkat dan kadar TSH ditekan.

b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan

Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan, akibat

peningkatan Glomerular Filtration Rate (GFR). Peningkatan GFR menyebabkan

meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang berlangsung pada awal

kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine dalam plasma

selama kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan pembesaran dan

peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid yang cukup untuk

mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

3

Page 4: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis, merupakan kompensasi adaptasi

terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang berhubungan dengan kehamilan.

c. Thyroxine Binding Globulin

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG menyebabkan

peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi fungsi

tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu

Thyroxine Binding Globulin (TBG), albumin, dan Thyroxine Binding Prealbumin

(TBPA) atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas yang

lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3 dari hormon

tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan dari konsentrasi

TBG sekitar dua kali lipat dari normal selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah

bersalin. Hal ini menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada

semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI)

normal. Untuk menjamin kestabilan kadar hormon bebas, mekanisme umpan balik

merangsang pelepasan TSH yang bekerja untuk meningkatkan pengeluaran hormon

dan menjaga kestabilan hemostasis kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi

TBG merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama kehamilan.

Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang waktu paruh dalam

sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan konsentrasi TBG serum. Estrogen juga

merangsang hati untuk mensintesis TBG dan menyebabkan penurunan kapasitas

TBPA. Pada akhirnya, proporsi hormon tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan

dengan TBG meningkat selama kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadangkala

perubahan hormonal ini dapat membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan

sulit diinterpretasikan.

4

Page 5: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

Gambar 1. Perubahan Hormon pada Kehamilan

5

Page 6: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

2.2 Epidemiologi

Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab

tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita dengan

puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%,

85% dalam bentuk penyakit Grave. Sama halnya seperti penyakit autoimun lain,

tingkat aktivitas penyakit Grave dapat berfluktuasi saat trimester pertama dan

membaik perlahan setelahnya; dapat mengalami eksaserbasi tidak lama setelah

melahirkan. Walaupun jarang, persalinan, seksio sesarea, dan infeksi dapat memicu

hipertiroid atau bahkan badai tiroid (thyroid storm). (Prawirohardjo, S. 2011)

2.3 Etiologi

Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves, hiperemesis

gravidarum, tirotoksikosis gestasional sementara, dan kehamilan mola. Di antara

keempat penyebab hipertiroid dalam kehamilan, penyakit graves paling sering terjadi,

sekitar 1 dari 500 kehamilan. (Inoue, Miho, et al. 2009)

Penyakit graves merupakan kelainan autoimun kompleks dengan tanda

tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan eksoftalmus), dan dermopati

(miksedema pretibial). Hal ini dimediasi oleh immunoglobulin yang merangsang

tiroid. Pasien dengan riwayat penyakit graves dimana cenderung terjadi remisi pada

kehamilan dan relaps kembali setelah bersalin. (Garry, Dimitry. 2013)

Selain penyakit graves, hipertiroid dalam kehamilan juga dapat disebabkan

oleh hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan ditemukannya

gejala muntah berlebihan pada awal kehamilan yang menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Pemeriksaan biokimia pada pasien ini

menunjukkan hipertiroksinemia, dengan peningkatan konsentrasi T4 serum dan

penurunan konsentrasi TSH serum yang ditemukan pada sebagian besar wanita hamil.

Pemeriksaan TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang

berhubungan dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab lainnya.

Hipertiroksinemia ringan biasanya bersifat sementara, menurun pada kehamilan

minggu ke-18 tanpa terapi antitiroid. Namun, hipertiroksinemia yang signifikan

disertai dengan peningkatan T4 bebas dan TSH yang rendah, dan penemuan klinik

hipertiroid, memerlukan terapi obat antitiroid. (Girling, Joanna. 2008, Williams

Obstetrics 23rd. 2010)

6

Page 7: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

2.4 Gejala Klinis

Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan tiroid atau penyakit

autoimun memiliki resiko yang lebih tinggi mengidap penyakit hipertiroid. Gejala

yang sering timbul biasa adalah intoleransi terhadap panas, berkeringat lebih banyak,

takikardi, dada berdebar, mudah lelah namun sulit untuk tidur, gangguan saluran

cerna, berat badan menurun meskipun asupan makan cukup, mudah tersinggung,

merasa cemas dan gelisah. Selain itu dapat juga timbul tanda-tanda penyakit graves,

seperti perubahan mata, tremor pada tangan, miksedema pretibial dan pembesaran

kelenjar tiroid. (Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010)

2.5 Diagnosis

Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil biasanya sulit ditegakkan. Hal

ini dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki beberapa tanda-tanda sistem

hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung dengan bising sistolik dan takikardi,

kulit hangat, dan intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti berat badan

turun, dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena kehamilan.

Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit Grave, dicari tanda-tanda

oftalmopati Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup mata,

eksoftalmos) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema). Adanya onkilosis

atau pemisahan kuku distal dari nailbed, dapat juga membantu dalam menegakkan

diagnosis klinis hipertiroid. (Garry, Dimitry. 2013)

Peningkatan kadar T3 serum dapat meningkatkan densitas reseptor β-

adrenergik sel miokardium sehingga curah jantung meningkat walaupun saat istirahat

dan terjadi aritmia (fibrilasi atrium). Denyut nadi saat istirahat biasanya di atas 100

kali per menit dan jika denyut nadi tetap atau tidak menjadi lambat selama melakukan

manuver Valsava, diagnosis tirotoksikosis menjadi lebih mungkin. (Williams

Obstetrics 23rd. 2010)

Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan dapat ditegakkan melalui pemeriksaan

fisis dan laboratorium, terutama pemeriksaan fungsi tiroid. Pada kehamilan, kadar T3

total dan T4 total meningkat seiring meningkatnya konsentrasi TBG. Kadar FT3 dan

FT4 dalam batas normal tinggi pada kehamilan trimester pertama dan kembali normal

pada trimester kedua. Nilai T4 total tidak bermanfaat pada wanita hamil karena

nilainya yang tinggi merupakan respon terhadap estrogen yang meningkatkan

konsentrasi TBG. FT3 sebaiknya diperiksa ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4

7

Page 8: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

normal. Peningkatan kadar T3 menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH saja

sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam mendiagnosis hipertiroid dalam kehamilan.

Pasien dengan penyakit graves hampir selalu memiliki hasil pemeriksaan TSIs yang

positif. Pemeriksaan TSI ini sebaiknya diukur pada trimester ketiga. Nilai TSI yang

tinggi sering dihubungkan dengan tirotoksikosis fetus. Antibodi antimikrosomal jika

memungkinkan perlu juga diperiksa karena wanita yang memiliki hasil positif pada

kehamilan atau sesaat setelah persalinan memiliki resiko berlanjut ke penyakit

tiroiditis postpartum. (Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin, alanin

aminotransferase, aspartat aminotransferase, elektrolit, dan tirotropin (termasuk

tiroksin T4 bebas jika tirotropin rendah). Biasanya tirotropin tertekan pada pasien-

pasien hamil karena hCG bereaksi silang dengan tirotropin dan menstimulasi kelenjar

tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya hilang spontan dan tidak membutuhkan

pengobatan. Kadar T4 dan tirotroponin pada hiperemesis dapat mirip dengan pasien

Grave, akan tetapi pasien hiperemesis tidak memiliki gejala penyakit Grave ataupun

antibodi tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala penyakit Grave,

pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan USG

sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi kehamilan multipel atau mola hidatodosa.

(Prawirohardjo, S. 2011)

8

Page 9: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

Tabel 1. Hipertiroid Gestasional

HIPERTIROID GESTASIONAL

Penyebab Gejala Tanda Laboratorium Keterangan

Penyakit

Graves

Intoleran pada

panas

↓ Berat badan

Palpitasi

↑ Berkeringat

Takikardi > 100

↑ Curah jantung

↑ Tekanan nadi

Bising sistolik

Oftalmopati-

dermopati

↑↑ T4, FT4

↓↓ TSH

(+) anti-tiroid

antibody

Remisi selama

kehamilan

Postpartum

flare

Hiperemesis

Gravidarum

Mual / muntah

yang

berlebihan

↓ Berat badan

Keadaan

eutiroid

Dehidrasi

T4, FT4 normal

atau sedikit ↑

Tidak jelas

peningkatan T4

kecuali hCG >

50.000 IU/L

↓ TSH minimal

↑ hCG

Ketonuria,

elektrolit tidak

seimbang,

kelainan hati

dan ginjal

Sembuh

dalam 18

minggu tanpa

terapi

Kehamilan

Mola

Mual / muntah

Perdarahan

trimester

pertama

Toksemia

Tidak ada

perkembangan

bayi

↑ T4, FT4

↓ TSH

(ditekan)

↑↑↑ bhCG

Evakuasi

Hipertiroid

menghilang

sejalan

dengan

normalnya

bhCG

(Sumber : Prawirohardjo, S. 2011)

9

Page 10: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

2.6 Penatalaksanaan

Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon tiroid dengan gejala

minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin tanpa terapi sepanjang ibu dan bayi

dalam keadaan baik. Pada hipertiroid yang berat, membutuhkan terapi, obat anti-tiroid

adalah pilihan terapi, dengan PTU sebagai pilihan pertama. Tujuan dari terapi adalah

menjaga kadar T4 dan T3 bebas dari ibu dalam batas normal-tinggi dengan dosis

terendah terapi anti-tiroid. Target batas kadar hormon bebas ini akan mengurangi

resiko terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada ibu sebaiknya dihindari.

Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin selama kehamilan dengan

melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya. Obat-obat yang terpenting digunakan

untuk mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan metimazol) menghambat sintesis

hormon tiroid. Laporan sebelumnya mengenai hubungan terapi metimazol dengan

aplasia kutis, atresia oesophagus, dan atresia khoana pada fetus tidak diperkuat pada

penelitian selanjutnya, dan tidak terdapat bukti lain menyangkut obat lain yang

berefek abnormalitas kongenital. Oleh karena itu, PTU sebaiknya dipertimbangkan

sebagai obat pilihan pertama dalam terapi hipertiroid selama kehamilan dan

metimazol sebagai pilihan kedua yang digunakan jika pasien tidak cocok, alergi, atau

gagal mencapai eutiroid dengan terapi PTU. Kedua obat tersebut jarang menyebabkan

neutropenia dan agranulositosis. Oleh karena itu, pasien sebaiknya waspada terhadap

gejala-gejala infeksi, terutama sakit tenggorokan, dapat dihubungkan dengan supresi

sumsum tulang dan harus diperiksa jumlah neutrofil segera setelah menderita.

(Girling, Joanna. 2008, Marx, Helen, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta. Namun,

PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena kadar transplasentalnya

jauh lebih kecil dibandingkan dengan metimazol. TSH reseptor stimulating antibodi

juga melalui plasenta dan dapat mempengaruhi status tiroid fetus dan neonatus.

(Girling, Joanna. 2008)

10

Page 11: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

Tabel 2. Terapi Hipertiroid di dalam kehamilan

(Sumber : Marx, Helen, et al. 2008)

Wanita yang sedang dalam terapi antitiroid sebaiknya tidak berhenti menyusui

bayinya karena kedua obat anti tiroid tersebut aman. Keduanya ada dalam air susu ibu

(metimazole kadarnya lebih besar dibandingkan PTU), tetapi hanya dalam konsentrasi

yang lebih rendah. Jika pasien mengkonsumsi lebih dari 15 mg karbimazol atau 150

mg propiltiourasil sehari, bayi sebaiknya diperiksa dan mereka sebaiknya tidak

disusui sebelum ibunya mendapatkan terapi dengan dosis terbagi. (Garry, Dimitry.

2013)

Beta-blocker khususnya propanolol dapat digunakan selama kehamilan untuk

membantu mengobati palpitasi yang signifikan dan tremor akibat hipertiroid. Untuk

mengendalikan tirotoksikosis, propanolol 20 – 40 mg setiap 6 jam, atau atenolol 50 -

100 mg/hari selalu dapat mengontrol denyut jantung ibu antara 80-90 kali per menit.

Esmolol, β-blocker kardio seleketif, efektif pada wanita hamil dengan tirotoksikosis

yang tidak berespon pada propanolol. Obat-obat ini hanya digunakan sampai

hipertiroid terkontrol dengan obat anti tiroid. (Marx, Helen, et al. 2008)

Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan anti-tiroid seperti

pada pasien yang alergi terhadap obat-obat, pembedahan merupakan alternatif yang

dapat diterima. Pembedahan pengangkatan kelenjar tiroid sangat jarang disarankan

pada wanita hamil mengingat resiko pembedahan dan anestesi terhadap ibu dan bayi.

Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan sering ditunda setelah

kehamilan trimester pertama atau selama trimester kedua. Alasan dari penundaan ini

11

Page 12: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan juga dapat memunculkan resiko

tambahan lainnya. (Inoue, Miho, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila ditemukan satu

dari kriteria berikut ini (Girling, Joanna. 2008):

a. Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI > 20 mg)

b. Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol

c. Hipotiroid fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan untuk

mengandalikan hipertiroid pada ibu

d. Pasien yang alergi terhadap obat anti tiroid

e. Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid

f. Jika dicurigai ganas

Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan hipertiroid selama

kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat melewati plasenta dan ditangkap

oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran kelenjar dan

akhirnya berakibat pada hipotiroid yang menetap. (Gurvinder. 2010, Williams

Obstetrics 23rd. 2010)

Tabel 3. Resiko dan komplikasi terapi hipertiroid di dalam kehamilan

(Sumber : Garry, Dimitry. 2013)

12

Page 13: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

2.7 Komplikasi

Hipertiroid yang tidak terkontrol, terutama pada pertengahan masa hamil,

dapat memicu beberapa komplikasi. Komplikasi maternal di antaranya keguguran,

infeksi, preeklamsia, persalinan preterm, gagal jantung kongesti, badai tiroid, dan

lepasnya plasenta. Komplikasi fetus dan neonatus di antaranya prematur, kecil untuk

masa kehamilan, kematian janin dalam rahim, dan goiter pada fetus atau neonatus dan

atau tirotoksikosis. Pengobatan yang belebihan juga dapat menyebabkan hipotiroid

iatrogenik pada fetus. (Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Jika wanita dengan penyakit graves atau yang pernah diobati untuk penyakit

graves sebelumnya, antibodi tiroid-stimulating yang dihasilkan ibu dapat melewati

plasenta sehingga masuk ke dalam aliran darah fetus dan merangsang tiroid fetus. Jika

ibu dengan penyakit graves sedang diobati dengan obat anti tiroid, hipertiroid pada

bayi kurang bermakna karena obat-obatan tersebut juga dapat melintasi plasenta.

Namun, jika ibunya diobati dengan pembedahan atau radioaktif iodin, kedua metode

terapi tersebut dapat menghancurkan seluruh tiroid, namun pasien masih dapat

memiliki antibodi dalam darahnya. (Marx, Helen, et al. 2008)

Pada kebanyakan kasus, bayi tetap eutiroid. Namun, pada sebagian dapat

terjadi hiper- atau hipotiroidisme dengan atau tanpa gondok. Hipertiroidisme klinis

terjadi pada sekitar 1% neonatus yang lahir dari wanita dengan penyakit Graves. Jika

dicurigai terjadi penyakit tiroid pada janin maka tersedia sonogram untuk mengukur

volume tiroid secara sonogravis. Neonatus yang terpajan ke tiroksin ibu secara

berlebihan memperlihatkan gambaran klinis berikut. (Williams Obstetrics 23rd. 2010):

1. Janin atau neonatus dapat memperlihatkan tirotoksikosis gaitrosa akibat

penyaluran thyroid stimulating immunoglobulin melalui plasenta. Hidrops non

imun dan kematian janin pernah dilaporkan pada tirotoksikosis janin.

2. Terpajannya janin ke tionamid yang diberikan kepada ibu dapat menyebabkan

hipotiroidisme graitosa. Jika dijumpai hipotiroidisme maka janin dapat diobati

dengan mengurangi obat antitiroid ibu dan penyuntikan tiroksin intra-amnion jika

diperlukan.

3. Janin dapat mengalami hipotiroidisme non-goitrosa akibat penyaluran antibodi

penghambat reseptor tirotropin ibu melalui plasenta.

4. Bahkan setelah ablasi kelenjar tiroid ibu, biasanya dengan iodium radioaktif 131I,

tetap dapat terjadi tirotoksikosis janin akibat penyaluran antibodi perangsang

tiroid melalui plasenta.

13

Page 14: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

Krisis tirotoksik, yang juga disebut badai tiroid, merupakan sebuah

kegawatdaruratan medis yang dapat timbul akibat hipermetabolik yang berlebihan.

Kondisi ini jarang terjadi, hanya 1% dari wanita hamil dengan hipertiroid, tetapi

memiliki resiko gagal jantung. Badai tiroid didiagnosis melalui kombinasi gejala dan

tanda seperti hiperpireksia, takikardi yang tidak berhubungan dengan demamnya,

gagal jantung kongestif, disaritmia, muntah, diare, dan perubahan mental termasuk

cemas, bingung, dan gelisah. Badai tiroid ini dapat muncul akibat infeksi, penghentian

terapi yang tiba-tiba, pembedahan, dan persalinan. (Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Pengobatannya meliputi pemberian cairan intravena, hidrokortison,

propanolol, iodin oral, dan karbimazol atau propiltiourasil dalam dosis tinggi. Terapi

badai tiroid terdiri dari rangkaian pengobatan berupa (Williams Obstetrics 23rd. 2010):

a. Terapi suportif secara umum sebaiknya dilakukan

b. Terapi spesifik :

1. PTU 1000 mg per oral atau melalui nasogastric tube. Dilanjutkan dengan

200 mg per oral setiap 6 jam. Jika pemberian melalui oral tidak

memungkinkan, dapat digunakan metimazol suppositoria.

2. 1 jam setelah pemberian PTU, diberikan yodium untuk menghambat

pelepasan hormone tiroid. Dapat diberikan dalam bentuk sodium iodide

500–1000 mg secara intravena setiap 8 jam, atau saturated solution of

potassium iodide (SSKI) 5 tetes per oral setiap 8 jam, atau larutan lugol 10

tetes setiap 8 jam.

3. Dexamethasone 2 mg secara intravena setiap 6 jam untuk 4 dosis, untuk

mencegah konversi dari T4 menjadi T3 di jaringan perifer.

4. Propanolol 20-80 mg per oral setiap 4-6 jam.

5. Phenobarbital 30-60 mg per oral setiap 6-8 jam, diperlukan pada gelisah

yang berlebihan.

6. Fetus sebaiknya dievaluasi dengan tepat dengan USG atau pemeriksaan

nonstress tergantung umur kehamilan.

14

Page 15: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

BAB III

KESIMPULAN

Kehamilan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap regulasi fungsi tiroid pada

wanita sehat dan pada pasien dengan kelainan tiroid. Pengaruh ini perlu dikenali dengan

seksama, didiagnosis dengan jelas, dan diterapi dengan tepat. Kelainan fungsi tiroid terjadi

dalam 1-2% kehamilan, namun kelainan fungsi tiroid subklinik baik itu hipertiroid mungkin

lebih banyak yang tidak terdiagnosis jika tidak diskrining lebih awal. Kehamilan

meningkatkan kecepatan metabolisme, aliran darah, denyut jantung, curah jantung, dan

beberapa gejala subjektif seperti kelelahan, dan intoleran terhadap panas yang dapat

menunjukkan kemungkinan adanya tirotoksikosis. Perubahan metabolik lain yang juga

berefek pada aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid adalah rangsangan langsung hCG terhadap

tiroid ibu yang kemudian berakibat peningkatan metabolisme tiroksin. Penyebab utama

tirotoksikosis dalam kehamilan diantaranya penyakit Graves dan hipertiroid gestasional non-

autoimun. Perjalanan penyakit Graves selama kehamilan berubah-ubah, dengan

kecenderungan membaik pada trimester kedua dan ketiga, dan mengalami eksaserbasi selama

masa postpartum. Perubahan ini merupakan akibat dari supresi sistem imun selama

kehamilan. Dampak buruk akibat hipertiroid dalam kehamilan seperti resiko preeklamsia

yang tinggi dan gagal jantung kongestif adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi

pada pasien dengan pengendalian kondisi yang rendah. Wanita hamil dengan hasil TSI positif

atau yang sedang menggunakan obat anti tiroid sebaiknya diperiksa juga kemungkinan

terjadinya kelainan fungsi tiroid pada fetus. Perlu diingat dalam mengobati pasien hipertiroid

bahwa semua obat-obat anti tiroid dapat melewati plasenta dan dapat berefek terhadap fungsi

tiroid fetus.

15

Page 16: Referat Hipertiroid Dalam Kehamilan (Rika)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John C., Rouse,

Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. (2010) Williams Obstetrics. 23rd. United

States : The McGraw Hill Companies, Inc.

2. Garry, Dimitry. (2013) Penyakit Tiroid pada Kehamilan. CDK-206/ vol. 40 no. 7, th.

3. Girling, Joanna. (2008) Thyroid Disease in Pregnancy. The Obstetrician &

Gynaecologist, 10, pp. 237-243.

4. Inoue, Miho, Arata, Naoko, Koren, Gideon & Ito, Shinya. (2009) Hyperthyroidism

during Pregnancy. Canadian Family Physician, Vol 55 July, pp. 701-703.

5. Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Hyperthyroidism and Pregnancy.

British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667.

6. Prawirohardjo, S. 2011. Kehamilan dan Gangguan Endokrin dalam ilmu kandungan

Edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka hl; 201-208

16