referat fotografi forensik.docx

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan untuk menilai secara tepat, dokumen, dan interprestasi luka merupakan bagian penting dari pekerjaan seorang dokter forensik atau ahli patologi forensik. Tujuan dari penilaian dan dokumentasi adalah untuk membantu dalam menetapkan bagaimana luka atau cedera ini disebabkan, yang mungkin sering menghadapi masalah di pengadilan. Keterampilan dalam penilaian dan dokumentasi luka baik melalui fotografi harus dimiliki oleh dokter manapun,meskipun jarang dilakukan secara penuh dan tepat. Interpretasi dari penyebab luka dan cedera yang mungkin lebih baik dilakukan oleh ahli forensik, karena mungkin ada banyak faktor yang terlibat dalam interpretasi luka tersebut. Karena dalam interpretasi luka dapat dilakukan dengan peninjauan dokumen, misalnya deskripsi tertulis, pemetaan tubuh grafik, atau fotografi.Sehingga deskripsi yang dibuat sebagai penilaian dapat dipahami oleh semua pihak 1 . Salah satu proses yang paling sering dilakukan dalam setiap upaya penyelenggaraan pemeriksaan forensik adalah proses dokumentasi. Fotografi adalah salah satu media yang memiliki andil cukup besar dalam proses ini 5 . Sejak awal, fotografi telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para ilmuwan dan seniman. Ilmuwan telah menggunakan fotografi untuk merekam dan mempelajari suatu mekanisme 1

Upload: abdurrahman-arsyad-as-siddiqi

Post on 01-Jan-2016

355 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Metode fotografi forensik

TRANSCRIPT

Page 1: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan untuk menilai secara tepat, dokumen, dan interprestasi luka merupakan

bagian penting dari pekerjaan seorang dokter forensik atau ahli patologi forensik. Tujuan

dari penilaian dan dokumentasi adalah untuk membantu dalam menetapkan bagaimana

luka atau cedera ini disebabkan, yang mungkin sering menghadapi masalah di pengadilan.

Keterampilan dalam penilaian dan dokumentasi luka baik melalui fotografi harus dimiliki

oleh dokter manapun,meskipun jarang dilakukan secara penuh dan tepat. Interpretasi dari

penyebab luka dan cedera yang mungkin lebih baik dilakukan oleh ahli forensik, karena

mungkin ada banyak faktor yang terlibat dalam interpretasi luka tersebut. Karena dalam

interpretasi luka dapat dilakukan dengan peninjauan dokumen, misalnya deskripsi tertulis,

pemetaan tubuh grafik, atau fotografi.Sehingga deskripsi yang dibuat sebagai penilaian

dapat dipahami oleh semua pihak1.

Salah satu proses yang paling sering dilakukan dalam setiap upaya penyelenggaraan

pemeriksaan forensik adalah proses dokumentasi. Fotografi adalah salah satu media yang

memiliki andil cukup besar dalam proses ini5.

Sejak awal, fotografi telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para ilmuwan dan

seniman. Ilmuwan telah menggunakan fotografi untuk merekam dan mempelajari suatu

mekanisme gerak, seperti penelitian Eadweard Muybridge terhadap mekanisme gerak

hewan dan manusia pada tahun 1887. Para seniman pun memiliki ketertarikan yang sama

terhadap aspek-aspek fotografi.Tidak hanya itu, mereka juga mencoba untuk

mengeksplorasi lebih dalam untuk menghasilkan karya yang tidak sekedar sebagai suatu

bentuk representasi realita melalui foto hasil proses mekanik, seperti yang dilakukan para

seniman foto berpaham pictorialism,yang terkenal dengan idenya untuk memadukan seni

lukis dan seni sketsa melalui seni fotografi. Militer, polisi, dan petugas keamanan

menggunakan fotografi sebagai alat pengawas, alat pendeteksi dan sebagai tempat

penyimpanan data. Fotografi juga digunakan untuk menyajikan gambar kenangan akan

suatu masa, untuk menangkap kejadian-kejadian khusus, menceritakan tentang suatu

kejadian, mengirim pesan, atau sebagai sekedar alat hiburan5.

1

Page 2: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

Fotorafi forensik sering juga disebut sebagai forensic imaging atau crime scene

photography adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat

kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan

penyelidikan hingga pengadilan.fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari

upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda

yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik atau

penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan.(kadangkadang disebut sebagai

forensik TKP imaging)7.

Forensik TKP imaging adalah seni menghasilkan reproduksi yang akurat dari TKP atau

lokasi kecelakaan untuk kepentingan pengadilan atau untuk membantu dalam

penyelidikan. Ini adalah bagian dari proses pengumpulan bukti. Memberikan penyelidik

dengan foto-foto TKP dan semua yang terlibat dalam kejahatan.Militer, polisi, dan petugas

keamanan menggunakan fotografi sebagai alat pengawas, alat pendeteksi dan sebagai

tempat penyimpanan data7.

1.2 Batasan Masalah 

Referat ini membahas Peranan Fotografi dalam Kedoktean pemeriksaan forensik

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian forensik

dan medikolegal RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Padang.

2. Menambah pengetahuan mengenai Peranan Fotografi dalam pemeriksaan

Kedokteran Forensik.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada

berbagai literatur.

2

Page 3: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

BAB II

2.1. Definisi Fotografi

Fotografi [fә'tɒgrәfi] adalah suatu proses seni merekam gambar, berupa proses

penangkapan cahaya pada suatu media yang sensitif cahaya, seperti film atau sensor

elektronik. Pola-pola cahaya yang dikeluarkan dan dipantulkan dari obyek, akan

diteruskan ke suatu media elektronik atau media kimia berbahan dasar silver halide yang

terdapat di dalam suatu alat yang disebut kamera selama waktu eksposur melalui lensa

fotografi, termasuk di dalamnya proses penyimpanan dari hasil informasi yang ditangkap,

secara elektronik maupun kimiawi5.

Kata photography berasal dari tulisan perancis photographie yang didasari oleh

bahasa yunani, yaitu φώς (phos) yang berarti cahaya dan γραφίς (graphis) yang artinya

coretan atau gambar. Maka fotografi, dapat diartikan suatu proses menggambar dengan

cahaya5.

2.1.1 Definisi fotografi forensik

Fotografi forensik – sering juga disebut forensic imaging atau crime scene

photography – adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat

kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan

penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari

upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda

yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyelidik atau

penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan. Termasuk di dalam kegiatan

fotografi forensik adalah pemilihan pencahayaan yang benar, sudut pengambilan lensa

yang tepat, dan pengambilan gambar dari berbagai titik pandang.Skala seringkali

digunakan dalam gambar yang diambil sehingga dimensi sesungguhnya dari obyek foto

dapat terekam.Biasanya digunakan penggaris atau perekat putih yang berskala sentimeter

diletakkan berdekatan dengan lesi atau perlukaan sebagai referensi ukuran. Pada bagian

yang tidak terekspos atau kurang memberikan gambaran yang signifikan, dapat digunakan

probe (alat pemeriksa luka) atau jari sebagai penunjuk dengan posisi yang semestinya5.

Gambar yang diambil biasanya berupa gambar yang berwarna atau dapat pula dalam

bentuk gambar hitam-putih tergantung kebutuhannya. Gambar berwarna lebih dipilih saat

mengumpulkan bukti berupa cat atau bercak yang ditemukan di TKP (tempat kejadian

3

Page 4: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

perkara). Sebaliknya, jejak ban akan lebih tegas pola dan perbedaan warna dengan

sekitarnya saat diambil dalam bentuk foto hitam-putih5.

Metode yang digunakan dalam fotografi forensik tergantung dari kebijakan setiap

negara berkaitan dengan pemakaian kamera dengan film 35 mm atau secara digital.

Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dulu dikatakan, fotografi

konvensional atau yang menggunakan film dianggap lebih memiliki resolusi gambar yang

baik dan tinggi sehingga memungkinkan untuk dilakukan pembesaran guna memperoleh

detail gambar yang dibutuhkan. Foto digital memiliki kelebihan berupa tanggal dan waktu

yang tertanda secara automatis pada gambar untuk menunjukkan keabsahan gambar yang

diambil dan hal ini tidak dimiliki oleh foto konvensional di mana, keabsahan gambar harus

dibuktikan sendiri oleh sang fotografer dengan cara misalnya mengikut sertakan saksi-

saksi dalam fotonya.Seiring dengan perkembangan teknologi, perbedaan antara kamera

film (analog) dan kamera digital tidak lagi terlalu mencolok. Setiap alat dapat dipakai

dalam kegiatan fotografi forensik, sesuai dengan kebutuhannya5.

2.2 Klasifikasi Fotografi Forensik7

1. Fotografi olah TKP

2. Fotografi Teknik: Sidik Jari, Blood Spatter, Pemeriksaan bercak darah dengan

luminol, Bite Marks, Tire Marks, Shoeprint, Memar

3. Fotografi Otopsi

2.3 Peranan Fotografi Forensik

2.3.1 Fotografi Tempat Kejadian Perkara

Dalam penyidikan TKP fotografi forensik merupakan elemen penting dalam

penyelidikan.Tujuannya berguna untuk mendokumentasikan tempat kejadian perkara

termasuk lokasi korban sebelum di periksa oleh ahli patologi forensik dan dibawa ke

kamar mayat untuk diperiksa lebih lanjut. Untuk pengumpulan dan pemeriksaan bukti fisik

4

Page 5: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

seperti noda darah dan item lainya digunakan film berwarna karena sangat cocok dalam

pengumpulan semua bukti fisik pada tempat kejadian perkara.Rekaman video juga bisa

digunakan dalam dokumentasi TKP.Unit TKP dan ahli patologi forensik,bisa meminta

bantuan ahli laboratorium untuk membantu memotret barang-barang bukti fisik,untuk

mengukur perbandingan jejak bukti,identifikasi dan bisa menghasilkan pembesaran foto

seperti fotografi menggunakan infra merah dan ultraviolet atau mikroskop untuk

menumpulkan laporan barang bukti yang berguna untuk persidangaan.2

Teknik Fotografi TKP

Fotografer TKP bekerja di tempat terjadinya perkara di mana pun itu terjadi. Pada

TKP indoor atau yang terjadi di dalam suatu ruangan, biasanya fotografer TKP

menggunakan metode pengambilan gambar ”empat sudut”. Pertama, foto diambil secara

serial di pintu masuk ruangan tempat korban ditemukan. Lalu fotografer berpindah sudut

dan melakukan hal serupa saat di pintu masuk, demikian seterusnya hingga sudut ruangan

yang keempat, untuk menghasilkan gambaran panoramik ruangan. Selanjutnya konsentrasi

dipusatkan ke tubuh korban untuk dilakukan pengambilan gambar dengan jarak

pengambilan terjauh dari sisi kiri dan kanan maupun jarak dekat jika diperlukan. Tak luput

dari pandangan fotografer mengenai obyek di sekitar tubuh korban seperti senjata yang

berpotensi sebagai senjata yang digunakan, tumpahan air dari minuman, atau asbak beserta

isinya. Semua ruangan yang terhubung pada ruangan TKP juga diambil gambarnya secara

panoramik, termasuk segala sesuatu yang dianggap tidak biasa ditemui berkaitan dengan

5

Page 6: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

TKP yang sedang diolah tersebut. Proses serupa juga dilakukan terhadap TKP outdoor atau

yang terjadi di luar ruangan, seperti TKP kecelakaan lalu lintas, TKP di tempat kerja (pada

kasus kematian akibat kecelakaan kerja), dan TKP bencana (pada kasus kecelakaan

pesawat terbang)5.

Teknik Fotografi TKP menurut FBI Laboratory Division 4

Memotret TKP secepat mungkin.

Siapkan log fotografi yang mencatat semua foto, deskripsi dan lokasi bukti.

Memotret secara keseluruhan, sedang, dan close-up yang terlihat dari TKP.

Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal.

Memotret daerah yang paling rapuh dari TKP pertama.

Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan.

Semua barang bukti harus difoto close-up, pertama tanpa skala dan kemudian

dengan skala, mengisi seluruh frame foto.

Memotret interior TKP dalam sebuah serial tumpang tindih menggunakan lensa

normal, jika mungkin. Secara keseluruhan foto-foto dapat diambil menggunakan

lensa sudut lebar.

2.3.2 Fotografi forensik teknik

2.3.2.1 Pemeriksaan Noda Darah

Pemeriksaan darah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi ilmuwan forensik dalam

berbagai investigasi kriminalitas. Informasi diperoleh dari darah oleh ahli patologi

forensic, ahli toksikologi, ahli serologi, dan ahli olah TKP1.

Dokumentasi fotografi bukti fisik di TKP, termasuk noda darah, merupakan bagian penting

dari upaya investigasi secara keseluruhan dan rekonstruksi. Peneliti TKP menanggapi

kasus kematian dan kejahatan kekerasan non-fatal yang sering tidak menghargai informasi

yang berharga tersedia dari pemeriksaan yang cermat dan interpretasi pola bercak darah.

Akibatnya, dokumentasi foto korban, adegan,bukti bukti, dan penyerang sehubungan

dengan noda darah mungkin tidak lengkap dan kurang detail untuk evaluasi berikutnya dan

presentasi ruang sidang1.

Angle of Impact

Sudut dampak didefinisikan sebagai sudut internal di mana darah menghantam sasaran

permukaan. Sudut dampak adalah fungsi dari hubungan antara lebar dan panjang noda

6

Page 7: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

darah yang dihasilkan. Pada dampak dari 90 °, resultan noda darah melingkar akan

memiliki lebar yang sama dan panjang, masing-masing mewakili diameter lingkaran.

Sudut dampak yang lebih akut,semakin besar elongasi dari bercak darah tersebut.

Pengukuran lebar dan panjang noda darah individu diambil melalui poros tengah masing-

masing dimensi. Nilai yang dihitung dari lebar rasio panjang (W / L) digunakan dalam

rumus: sudut dampak = arc sin W / L

Nilai arc sin memberikan nilai sudut dampak dapat ditentukan dari tabel trigonometri atau

dengan menggunakan kalkulator ilmiah yang memiliki fungsi arc sin. Sudut dampak dari

noda darah adalah fungsi dari panjang nya lebar-panjang rasio1.

2.3.2.2 Foto Bercak Darah dengan Luminol

Luminol adalah senyawa chemiluminescent yang terkenal dan digunakan sebagai uji

katalitik dugaaan untuk adanya darah, mengambil manfat dari peroksidase-seperti aktivitas

heme untuk memproduksi cahaya sebagai produk akhir bukan reaksi warna sebenarnya.

Reagen Luminoldigunakan pada objek atau area yang mengandung jejak yang dicurigai

terdapat noda darah. Iluminasi putih keabu-abuan atau produksi cahaya dari area yang

dicurigai diamati dalam ruangan gelap merupakan tes yang positif. Luminol sangant baik

digunakan untuk mendeteksi jejak darah yang tidak dapat dilihat secara langsung di TKP.

Hal ini termasuk pelacakan darah di lantai yang gelap dan area karpet, celah dan retakan di

lantai dan dinding, dan area dimana dicurigai telah dibersihkan dari darah sebelumnya1.

Nilai dari bukti noda darah sebagai alat penting untuk rekonstruksi TKP ditingkatkan

dengan dokumentasi fotografi yang baik. Fotografi menyediakan catatan permanen bukti

7

Page 8: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

bercak darah dalam sebuah kasus yang mudah disampaikan kepada hakim. Bukti foto

harus berdiri dalam pengawasan ahli dan pengacara serta menjadi alat bantu visual

terhadap hakim yang harus menimbang bukti dan mencapai keputusan yang benar di

pengadilan1.

2.3.2.3 Investigasi Bekas Gigitan

Bekas gigitan pada kulit menujukkan pola luka di kulit yang diakibatkan oleh gigi. Hal ini

adalah tanda signifikan yang paling serin menyertai tindak kekerasan criminal seperti

pembunuhan, kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak, kekerasan domestic. Bekas

gigitan dapat juga ditimbulkan oleh binatang, paling sering anjing dan kucing1.

Tujuan dari penyelidikan tanda gigitan ada tiga: pertama, untuk mengenali tanda gigitan;

kedua, untuk memastikan bahwa itu akurat unutk didokumentasikan; dan ketiga, untuk

membandingkannya dengan gigi dari tersangka. Jika luka yang berpola tidak terdeteksi

atau tidak dapat dikenali sebagai suatu tanda gigitan, seluruh penyelidikan mendahului

8

Page 9: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

karena dokter gigi forensik tidak akan diberitahu dan kesempatan untuk mengumpulkan

barang bukti dengan benar akan hilang. Pengumpulan bukti tanda gigitan memerlukan

pengetahuan dan pengalaman. Hal ini menyita waktu dan penanganan teknis yang sulit

yang bertujuan untuk merekam cedera bermotif dengan cara yang dapat direproduksi pada

ukuran dan bentuk untuk perbandingan di masa akan dating menjadi replica gypsum

(model) dari gigi tersangka1.

Tanda gigitan manusia dewasa memperlihatkan dua lengkungan yang berbeda

(bagian atas lebih besar, bagian bawah lebih kecil)

Diagram gambaran dari tanda gigitan manusia dewasa yang mencerminkan

pola khas permukaan yang berhubungan pada gigi.

9

Page 10: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

Dokter gigi forensik adalah orang yang tepat untuk membuat fotografi yang diperlukan

sebagai perbandingan terhadap gigi tersangka. Foto kerja adalah gambar penting yang

akan digunakan untuk ukuran yang dikontrol dibandingkan denga gigi tersangka.

Penggaris ABFO #2 memiliki dua skala, linear dan sirkular dan baik digunakan untuk

tujuan ini. Tanda gigitan harus difoto dengan kulit dalam posisi dimana ia digigit. Pada

orang dewasa hidup ini dapat dipastikan melalui cerita. Pada orang yang meninggal dan

anak-anak, kulit harus difoto dalam rentang posisi yang mungkin1.

Penggaris ABFO #2 memilik skala akurat, linear dan sirkular

2.3.2.4 Identifikasi Sidik Jari

Istilah sidik jari mengacu pada ibu jari, telapak dan jari kaki. Ketika diperiksa oleh ahli

sidik jari menjadi alat identifikasi yang sangat berharga. Identifikas jari pertama kali

ditemukan pada tahun 1982 di Buenos Aires oleh Juan Vucatich, hal ini disebabkan

adanya kasus pembunuhan terhadap 2 orang anak laki-laki Fransesca Rojas, dimana dia

menuduh tetangganya telah mambunuh kedua anaknya6.

Sidik jari leten adalah jejak yang tertinggal akibat menempelnya alur jari. Sidik jari laten

harus dimunculkan sebelum dapat dilihat dengan kasat mata. Sidik jari mempunyai

beberapa jenis6, yaitu:

10

Page 11: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

a. Sidik jari yang terlihat seperti debu, lumpur, darah, minyak atau permukaan yang kontras

dengan latar belakangnya;

b. Sidik jari laten, tersembunyi sebelum dimunculkan dengan serbuk atau alat pohy light;

c. Sidik jari cetak, pada permukaan yang lembut seperti lilin, purty;

d. Sidik jari etched, pada logam yang halus, disebabkan oleh asam yang ada dalam kulit.

Sidik jari banyak ditemukan dalam tempat kejadian perkara dan sangat amat mudah rapuh

jika tidak dijaga dan ditangani dengan baik. Untuk dapat memudahkan prosese identifikasi

sidik jari maka seringkali digunakan serbuk atau bahan kimia lain atau bahkan fotografi

pollilight6.

Sidik jari laten

Sidik jari tinta

11

Page 12: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

Fotografer tipe ini membutuhkan keahlian khusus dalam menjalankan pekerjaannya.

Spesialisasi mereka termasuk melakukan pengambilan gambar bercak darah, cipratan

darah, tapak jari, tapak sepatu, atau ban yang ditemukan di TKP, menggunakan film dan

kamera khusus yang dapat memberikan detail gambar yang tinggi pada obyek berskala.

Waktu mereka dihabiskan untuk bekerja dengan proses High-magnification

photomacrography, photomicrography, bergelut dengan gambar yang dihasilkan oleh

cahaya dengan panjang gelombang yang tidak tampak, dan memanipulasi gambar secara

digital untuk kepentingan penyelidikan6.

Film-film yang sensitif terhadap ultraviolet (UV) dan infrared sekarang telah

digunakan untuk mendemonstrasikan permukaan luka yang tidak dapat dilihat dengan

mata telanjang. Dikatakan bahwa memar yang tidak tampak, dapat diperlihatkan melalui

metode fotografi ultraviolet, misalnya pada kasus kekerasan pada anak. Metode ini

memerlukan telaah dan pengalaman lebih lanjut guna mengeliminasi false positive dari

artefak yang ditemukan6.

2.3.3 Fotografi Autopsi

Banyak penyelidikan kematian medicolegal mengandalkan informasi yang diperoleh

dari otopsi. Keberhasilan dari otopsi dalam menjawab pertanyaan (misalnya, identifikasi,

penyebab cedera) tergantung pada sistematis pendekatan oleh ahli patologi. "otopsi

lengkap" adalah serangkaian langkah yang diperlukan diambil oleh ahli patologi, yang

menerima informasi latar belakang tentang almarhum, melakukan pemeriksaan luar dan

diseksi internal, dan mengumpulkan sampel yang sesuai tubuh untuk pengujian

tambahan.Perawatan dilakukan oleh ahli patologi dalam proses ini tercermin dalam

laporan otopsi yang akurat, yang membahas pertanyaan-yang paling penting penyebab

kematian. Ahli patologi harus menyadari potensi perangkap pada setiap langkah

12

Page 13: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

penyelidikan postmortem, apapun yang dapat menimbulkan risiko ke final resolusi

penyelidikan medicolegal4.

Teknik Fotografi Autopsi

Setelah olah TKP selesai, tubuh korban dikirim ke instalasi kedokteran forensik

untuk dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik oleh ahli patologi forensik. Proses

pemeriksaan ini harus didokumentasikan oleh seorang fotografer autopsi. Syarat utama

yang harus dimiliki seorang fotografer autopsi adalah memiliki dasar pengetahuan anatomi

tubuh manusia. Pengambilan gambar dilakukan sejak tubuh korban tiba, dimulai dari jarak

pengambilan terjauh dari tubuh korban dengan sudut pengambilan gambar pada bagian

depan dan belakang korban, dilanjutkan dengan proses serupa saat pemeriksaan dimulai,

yakni mulai dari pelepasan pakaian hingga pembersihan tubuh korban. Close-up dilakukan

pada pengambilan gambar perlukaan yang ditemukan pada tubuh korban, pada luka

tembak, patah tulang, atau terhadap jaringan parut, tattoo, dan lain sebagainya, berkaitan

dengan kepentingan foto untuk proses identifikasi pada mayat tak dikenal. Pada

pemeriksaan dalam, pengambilan gambar dilakukan dua kali. Pertama, ”in situ” untuk

memperlihatkan lokasi dan beratnya penyakit atau kerusakan yang terjadi. Kedua, gambar

diambil setelah organ dikeluarkan dan dibersihkan5.

2.4 Peralatan Fotografi Forensik

Kamera

Kamera yang lazim digunakan dan dapat diterima sebagai kamera yang mampu

”berbicara” banyak di lapangan pekerjaan forensik adalah kamera tipe single-lens reflex

35mm. Kamera ini menggunakan sebuah lensa dengan sistem cermin yang bergerak secara

automatis, menerima cahaya yang datang untuk dipantulkan ke sebuah pentaprism yang

ditempatkan di atas jalur optik cahaya yang berjalan di bagian dalam lensa, yang

memungkinkan fotografer untuk melihat dimensi obyek sesungguhnya yang akan

ditangkap oleh film tersebut5.

Format film

35 mm adalah jenis format film yang digunakan pada kamera ini dan lazim

digunakan untuk kepentingan pemeriksaan forensik. Format film ini menawarkan berbagai

kecepatan sensitifitas dan emulsi film, kualitas gambar yang baik, nilai panjang eksposur

yang variatif, dan harga yang murah.(6)(7) Hasil foto pada format film 35 mm akan

memberikan gambaran full frame yang tajam di mana, dimensi obyek yang dilihat oleh

fotografer melalui cermin pentaprism akan sama dengan dimensi obyek yang ditangkap

13

Page 14: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

oleh film ini. Ketajaman gambar dan prinsip ”what you see is what you get” inilah yang

dipegang untuk setiap hasil foto yang dapat digunakan kepentingannya di dunia forensik.

Pemilihan film tergantung dari efek pencahayaan yang dipilih. Pemilihan kecepatan

sensitifitas film 100 atau 200 ASA (American Standard Association), telah lebih dari

cukup untuk mengimbangi kerja lampu kilat. Dan 400 ASA pun kini banyak digunakan.

Beberapa fotografer medis bahkan membawa kamera yang terpisah yang telah terisi film

berkecepatan 1000 ASA untuk beberapa sesi pemotretan khusus5.

Lensa

Tipe lensa yang digunakan tergantung pilihan dari fotografer itu sendiri. Sebagian

orang lebih memilih lensa tunggal yang interchangeable dengan variasi daya akomodasi

lensa (focal length). Lensa standar 50 mm atau biasa disebut fixed lens 50 mm (daya

akomodasi lensanya terfiksasi pada satu nilai) adalah yang paling sering digunakan,

kaitannya dengan kesetaraan daya akomodasinya dengan mata kita. Namun pada TKP,

atau pada jarak pengambilan gambar terjauh dari tubuh korban pada kondisi TKP yang

sulit, lensa sudut lebar (wide angle) 28 mm atau 30 mm lebih diperlukan. Nilai focal length

yang sedikit lebih panjang seperti 80 mm dapat berguna untuk gambar-gambar jarak dekat

dari perlukaan. Tidak disarankan penggunaan lensa telefoto dengan focal length 100 mm –

200 mm karena sebagian fungsinya telah digantikan oleh lensa tambahan untuk kegiatan

macrophotography5.

Banyak ahli patologi forensik lebih memilih untuk mengkombinasikan lensa-lensa

tersebut menjadi satu lensa yang memiliki variable-focus ”zoom” lens antara 28 mm – 80

mm. Langkah ini diambil untuk lebih mempersingkat waktu pengambilan gambar dan

gambar yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan hasil gambar menggunakan lensa

dengan daya akomodasi terfiksasi.

Pemilihan focal length lensa memegang peranan penting dalam rangka pengambilan

gambar. Wide angle akan membuat luas perspektif, sebaliknya tele lens akan

mempersempitnya. Saat berurusan dengan komposisi, ada plus-minus di kedua jenis

lensa5.

2.5 Teknik Pometretan Fotografi Forensik

Berpeganglah selalu pada prinsip KISS. Keep It Simple and Sharp!. Tidak

dibutuhkan teknik yang rumit untuk melakukan kegiatan fotografi saat pemeriksaan

kedokteran forensik. Yang paling diutamakan adalah bahwa jepretan kamera kita mampu

14

Page 15: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

memberikan hasil yang tajam, berkomposisi, seimbang dalam hal pencahayaan dan warna,

dan tidak mengalami perubahan dimensi obyek5.

Ketajaman Gambar

Salah satu unsur yang menentukan ketajaman sebuah gambar adalah kedalaman

gambar (depth of field). Untuk membuat sebuah gambar dua dimensi menjadi lebih hidup,

dibutuhkan penciptaan rasa akan adanya kedalaman dari gambar. Kondisi ini

dimungkinkan dengan memanipulasi elemen-elemen yang terdapat di latar depan, tengah,

dan belakang. Garis sederhana yang membawa pandangan ke area-area dalam gambar

menuju center of interest bisa lebih efektif. Di sini, pemilihan lensa dan bukaan diafragma

(aperture) menjadi unsur vital untuk menciptakan kedalaman. Pada pemotretan organ

dalam (viscera), dapat dilakukan penggunaan gelas yang diletakkan secara terbalik dan di

cat sesuai warna latar belakang yang digunakan (biasanya hijau) yang terletak agak jauh di

bawah gelas untuk menghindari fokus serta penggunaan lampu tungsten sebagai

pencahayaan5.

Komposisi gambar

Pada kegiatan fotografi yang dilakukan di TKP, gambar diambil secara serial dan

panoramik menggunakan lensa-lensa sudut lebar agar seluruh obyek pada TKP dapat

terekam dalam bingkai pemotretan sekaligus. Diperlukan komposisi obyek yang baik dan

kuat agar pesan yang tersirat dalam setiap bingkai pemotretan dapat disampaikan ke

penyelidik maupun penyidik.(9) Hal ini perlu diperhatikan untuk kepentingan rekonstruksi

kejadian5.

Dikenal ”rumus pertigaan” pada teknik komposisi fotografi, yakni membagi bingkai

gambar menjadi sembilan bagian yang sama. Pembaginya adalah dua garis horizontal dan

dua garis vertikal. Rumus ini dapat diterapkan pada segala format: bujur sangkar, persegi

panjang, atau panorama. Komposisi yang dibangun akan seimbang saat menempatkan

obyek tepat di atau dekat titik pertemuan garis (point of power). Dalam seni fotografi

murni, rumus ini juga dapat dipergunakan untuk pengambilan gambar jarak dekat (close-

up). Namun aplikasinya tidak disarankan pada close-up fotografi autopsi, karena dalam hal

ini, lebih ditekankan proses representasi dari realita, misalnya pada pengambilan foto

organ dalam5.

Dalam fotografi sering muncul pernyataan, kalau kita tidak bisa membuat sesuatu

menjadi bagus, jadikanlah besar. Dengan memenuhi ruang dengan obyek, tak mungkin

salah lagi mengenai pusat perhatian. Namun, bukan lantas berarti mengabaikan teknik

komposisi. Meletakkan elemen utama pada point of power tetap wajib diperhatikan. Jika

15

Page 16: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

kita tidak mendapatkan kemantapan suatu obyek, berpikirlah tentang sesuatu yang besar,

kuat, dan memenuhi bingkai pemotretan5.

Sebelum menekan tombol rana (shutter), sebaiknya sudah ditentukan bagian mana

yang menjadi pusat perhatian. Salah satu masalah yang sering kita temui adalah latar

belakang yang mengganggu kekuatan obyek utama. Gangguan itu bisa berupa sesuatu

yang cerah, warna atau bentuk, atau pemilihan diafragma lensa (aperture) yang kurang

baik. Akibatnya, gambar yang dihasilkan akan membingungkan, tidak jelas bagian mana

yang menjadi pusat perhatian. Dengan mengubah posisi memotret, melakukan zooming

pada bagian terpenting dari sasaran bidik, dan mengunakan format portrait, masalah di atas

akan dapat diatasi. Namun perlu diperhatikan mengenai adanya perubahan perspektif

akibat usaha di atas yang barangkali dapat memberikan interpretasi salah saat foto

digunakan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan5.

Eksposur

Eksposur perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil foto yang baik. Untuk

menciptakan serangkaian warna pada gambar, kamera harus memastikan bahwa jumlah

cahaya yang optimal sampai ke sensor atau film. Hal tersebut bisa diperoleh dengan

mengatur lama eksposur (kecepatan rana/shutter speed) dan intensitas cahaya (bukaan

diafragma/aperture) pada lensa. Gambar dibentuk melalui akumulasi cahaya di film atau

sensor selama eksposur. Kamera senantiasa berupaya mengarahkan obyek secara

keseluruhan ke arah grey tone 18% (area mid-tone/kontras netral kamera). Maka metering

atau pengukuran eksposur diperlukan di sini. Kurangi eksposur antara 0.7 EV sampai 1 EV

untuk menjaga kedalaman warna dan detail pencahayaan. Saat pemotretan organ dalam

(viscera), organ ditempatkan pada suatu area dengan latar belakang warna biru atau hijau.

Warna putih dapat digunakan meskipun barangkali hal ini dapat mempengaruhi ukuran

eksposur jika latar belakang terlalu terlihat pada bagian tepi gambar. Walaupun obyek

yang diambil terbilang mid-tone, latar belakang ber-tone terang atau gelap yang “tak

normal” bisa menimbulkan kesalahan eksposur. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya,

tingkat kesalahan eksposur tergantung pada seberapa besar area dalam bingkai yang

terpakai oleh latar belakang. Semakin banyak area yang terpakai, semakin besar

pengaruhnya terhadap nilai eksposur. Organ yang akan difoto pun sebaiknya dilakukan

dabb (penekanan dengan kain atau busa) terlebih dahulu agar “terbebas” dari darah pada

bagian permukaan dan latar belakang untuk menghindari terjadinya efek penyinaran kuat

(highlight). Efek highlight dapat mengganggu metering exposure yang telah dilakukan

sebelumnya. Pengaturan eksposur dikembalikan kepada sang fotografer, tergantung

16

Page 17: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

kondisi lingkungan yang dihadapi saat pemotretan. Pada fotografi forensik, yang paling

utama adalah ketajaman obyek dan menjaga agar warna obyek tetap natural5.

Warna

Pilihan auto white balance pada kamera digital dirancang untuk secara automatis

menyesuaikan dengan warna-warna, atau temperatur cahaya yang berbeda untuk

mendapatkan hasil yang mendekati normal. Namun terkadang hal semacam itu malah

bukan yang kita inginkan. Disarankan untuk tidak senantiasa memilih pengaturan auto

white balance pada kamera, karena pilihan itu tidak selalu tepat. Kamera akan berupaya

menganalisa warna-warna yang ada pada obyek foto dan “menormalkannya”, tapi

seringkali gagal membedakan antara warna cahaya dan warna bawaan obyek itu sendiri.

Kamera juga akan berusaha mengompensasi kondisi pencahayaan sekitar yang akan

menjadi bagian dari bingkai pemotretan. Akibatnya, warna yang hendak dinormalisasikan

malah tidak tercapai. Aturlah white balance secara manual sesuai pilihan. Dibutuhkan

beberapa eksperimen memotret agar pengaturan white balance sesuai kebutuhan dan

didapat warna yang lebih natural5.

Pencahayaan

Untuk pencahayaan, biasanya menggunakan lampu kilat elektronik yang sekarang

menjadi bagian dari kamera, dan penggunaan thyristor (semikonduktor pengukur keluaran

cahaya) pada lampu kilat yang dikontrol secara automatis, menjadi solusi dari

penghitungan jarak pengambilan yang rumit. Tentu pada jarak pengambilan gambar yang

dekat, penggunaan lampu kilat yang melekat pada kamera akan menghasilkan gambar

yang kurang memuaskan. Alternatifnya, digunakan lampu kilat terpisah yang terjaga

jaraknya dengan kamera, penggunaan diffuse untuk mengurangi kekuatan cahaya atau

menggunakan teknik memantulkan cahaya (bounching) ke arah langit-langit ruang autopsi

atau mungkin ring flash yang dipasang pada bagian depan lensa untuk menghindari

bayangan kamera5.

Pada fotografi jarak dekat (close-up), dikenal adanya kesalahan paralaks. Paralaks

adalah suatu kondisi kesalahan penampakkan atau perbedaan orientasi dari obyek yang

dilihat dari dua arah yang berbeda, akibat perbedaan sudut pandang dari dua arah tersebut.

(10) Maksudnya, yang kita lihat melalui jendela bidik (viewfinder) tidak selaras dengan

yang direkam oleh sensor atau film. Hal semacam ini bisa terjadi pada kamera SLR

maupun compact ketika kita membidik obyek melalui LCD-nya. Saat menggunakan lampu

kilat pada pemotretan jarak dekat, ada perbedaan antara yang dilihat dengan kamera dan

17

Page 18: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

yang disinari oleh lampu kilat. Sebaiknya berpikirlah untuk mengubah sudut lampu kilat

ke pengaturan sudut lebar agar dapat menyinari obyek secara penuh5.

Setidaknya, ada empat elemen cahaya yang perlu kita pahami: kualitas, warna,

intensitas, dan arah. Pada tahap tertentu, kita harus bisa mengendalikan masing-masing

elemen, entah melalui pergeseran dalam posisi kamera, penggunaan peranti modifikasi

cahaya, atau selama pemrosesan gambar5.

Kualitas cahaya ditentukan dari bayangan yang diciptakannya. Pencahayaan keras

akan menciptakan bayangan yang tajam dan penyinaran yang kuat. Sebaliknya,

pencahayaan yang lembut akan memunculkan bayangan lembut yang detailnya masih

terlihat. Kondisi terakhir merupakan kondisi yang ideal untuk pemotretan wajah (portrait)

dan close-up5.

Kendati tidak sepenting elemen lain, intensitas, atau kecerahan/brightness memiliki

peran krusial dalam hal eksposur. Semakin banyak cahaya yang tersedia, kian kecil bukaan

diafragmanya, sementara masih memungkinkan pula kecepatan rana (shutter speed) yang

tinggi. Di sini ASA atau ISO (International Organization for Standardization) bisa diubah

lebih rendah sehingga bisa didapat kualitas gambar yang lebih bagus. Bila cahaya semakin

intens dan keras maka semakin besar pula adanya peluang terang yang berlebihan. Untuk

itu, lihatlah data histogram gambar yang tertera di kamera karena gambar pada LCD

kamera bisa saja lebih gelap atau lebih terang dari yang sebenarnya. Histogram merupakan

sebuah bar chart (kumpulan diagram batang yang menyatu membentuk kurva) yang

menunjukkan banyaknya pixel untuk masing-masing nilai kecerahan di keseluruhan skala

tonal gambar, dari hitam pekat hingga putih total. Histogram menunjukkan apakah gambar

yang diambil cenderung memutih atau menghitam, apakah cakupan tone-nya masih

lengkap, dan secara keseluruhan seberapa terang dan gelapnya gambar yang diambil.

Sebaran tone yang sempurna adalah tatkala histogram menunjukkan puncak kurva nol,

baik pada ujung kiri skala maupun ujung kanan5.

Cahaya bisa menerangi obyek sedikitnya dari tiga arah, yakni depan, samping, dan

belakang. Masing-masing memberikan efek yang berbeda pada hasil foto. Backlighting,

atau penyinaran dari arah belakang obyek, dapat memberikan semacam efek ”halo” di

sekitar obyek. Yang perlu diperhatikan di sini adalah cahaya yang langsung menerpa

depan lensa, karena dapat memunculkan flare (kobaran/jilatan cahaya) yang mengurangi

kontras. Untuk mengatasi hal ini, gunakan selembar kertas atau tangan anda untuk

menutupi sinar yang mengarah langsung ke lensa di luar bingkai pemotretan. Sidelighting,

atau pencahayaan dari samping, sangat baik untuk memunculkan tekstur pada obyek, juga

18

Page 19: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

memberi kesan kedalaman. Frontlighting, pencahayaan dari depan, baik untuk pemotretan

wajah close-up5.

Pada kondisi-kondisi kurang cahaya, jangan terburu-buru menggunakan flash sebagai

solusinya. Bereksperimenlah dengan meningkatkan eksposur untuk memulihkan kecerahan

atau mengkombinasikan shutter speed yang lambat dengan sinar flash untuk hasil yang

lebih baik dan senantiasa melihat ulang hasil gambar yang diambil melalui data histogram

di kamera.(9) Hati-hati dengan pemilihan shutter speed yang lambat, karena dapat

menyebabkan efek kabur (blur) pada obyek yang sudah barang tentu menghilangkan

ketajaman gambar sebagai salah satu syarat untuk fotografi forensik5.

 

19

Page 20: referat FOTOGRAFI FORENSIK.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. G Eckert,William.Introduction to Forensik Science. 1997. CRC Press: New York

2. M Stark,Margaret.Clinical Forensic Medicine A Physician’s Guide.2005.Humana

Press:New Jersey.

3. FBI.Handbook of Forensic Service.2007.US Departement of Justice FBI

Laboratory Division Publication:Virginia.

4. Shkrum,Michael J.A Ramsey,David.Forensik Pathology of Trauma common

problems for the patologist.2007.Humana Press.New Jersey.

5. Fotografi Forensik. Diunduh dari: http://www.pdfi-indonesia.org/news/fotografi-

forensik/, diakses tanggal 21 Juli 2012.

6. Sidik Jari Dalam Pembuktian. Diunduh dari: www.library.upnvj.ac.id di akses

tanggal 21 juli 2012.

7. Forensik fotografi, Diunduh dari : www.scribs.com di akses tanggal 21 juli 2012.

20