referat anestesi

23
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, mengenai “Resistensi Pulmonal dan Sistemik”. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Sanggam Simanjuntak, SpAn sebagai dokter pembimbing dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi saya dan para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari para pembaca. Jakarta, 4 Agustus 2013 1

Upload: calvindra-leenesa

Post on 19-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Referat Anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT ANESTESI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi di

Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, mengenai “Resistensi Pulmonal dan Sistemik”.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun

penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,

dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat

teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-

besarnya kepada Dr. Sanggam Simanjuntak, SpAn sebagai dokter pembimbing dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi ini.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi saya dan para pembaca pada umumnya. Penulis

menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran

diharapkan dari para pembaca.

Jakarta, 4 Agustus 2013

Calvindra Leenesa

(030.08.064)

1

Page 2: REFERAT ANESTESI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………........................3

1.1. PENGERTIAN RESISTENSI PULMONAL DAN

SISTEMIK……………………..3

1.2. PENGATURAN SIRKULASI

VASKULAR………………………………………….

BAB II PERKEMBANGAN ALIRAN VASKULAR JANIN DAN BAYI……………………….

2.1. PROSES SIRKULASI DARAH JANIN………………………………………………

2.2. PROSES SIRKULASI DARAH JANIN SETELAH LAHIR…………………………

BAB III PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESISTENSI VASKULAR……...

3.1. HIPERTENSI PULMONAL…………………………………………………………..

3.2. COR PULMONALE…………………………………………………………………...

BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………

2

Page 3: REFERAT ANESTESI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Resistensi Pulmonal dan Sistemik

Resistensi aliran darah adalah merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh tetapi tidak

dapat diukur dengan cara apapun, sebaliknya retensi harus dihitung dari pengukuran aliran darah

dan perbedaan tekanan anatara 2 titik didalam pembuluh. Bila perbedaan tekanan antara 2 titik

adalah 1 mmHg dan aliran darah ml/detik maka resistensinya dikatakan sebesar 1 satuan

resistensi perifer (PRU).

Resistensi Vaskular Sistemik (SVR) adalah tekanan sirkulasi sistemik yg harus diatasi oleh

ventrikel kiri (LV) untuk memompa darah keseluruh tubuh. Resistensi Pulmonal (PVR) tidak

secara langsung mempengaruhi CO tapi penting, karena ventrikel kanan (RV) harus

memompakan darah tersebut ke sirkulasi pulmonal.

Kecepatan aliran darah yang melalui seluruh sistem sirkulasi sama dengan kecepatan pompa

darah oleh jantung yakni sama dengan curah jantung pada orang dewasa kecepatannya sekitar

100 ml/detik perbedaan tekanan arteri sistemik sampai vena sistemik adalah sekitar 100mmHg,

oleh karena itu resistensi di seluruh sirkulasi sistemik yang disebut resistensi perifer total adalah

sekitar 100/100 atau 1 PRU.

Pada keadaan dimana seluruh pembuluh darah berkonstriksi dengan kuat maka resistensi

perifer total kadang – kadang meningkat menjadi sebesar 4 PRU sebaliknya bila semuia

pembuluh berdilatasi kuat maka resistensi ini dapat menurun sampai sekecil 0.2 PRU. Dalam

sistem paru, tekanan arteri pulmonalis rata-rata adalah 16 mmHg dan tekanan atrium kiri rata-

rata adalah 2 mmHg sehingga selisih tekanan adalah 14 mmHg.

3

Page 4: REFERAT ANESTESI

1.2. Pengaturan Sirkulasi Vaskular

Zat Vasokonstriktor

Norepinefrin dan Epinefrin

Norepinefrin merupakan vasokontriktor amat kuat, ketika terjadi stress atau ketika olahraga,

system saraf simpatis pada masing-masing jaringan akan melepaskan norepinefrin, yang akan

merangsang jantung dan konstriksi vena dan areteriol.

Epinefrin merupakan vasokonstriktor yang tidak kuat, bahkan menyebabkan vasodilatasi

ringan, missal pada jantung untuk mendilatasi areteri coroner selama peningkatan aktivitas

jantung.

Norepinefrin dan Epinefrin juga disekresikan ke dalam darah oleh saraf simpatis di medulla

adrenal. Akibatnya, menyebabkan efek perangsangan yang hampir sama dengan saraf

parasimpatis. Sehingga terdapat 2 sistem pengaturan, yaitu :

Perangsangan saraf secara langsung

Efek tidak langsung dari norepinefrin atau epinefrin di dalam darah

Angiostensin II

Merupakan vasokontriktor yang kuat untuk mengkonstriksi arteri kecil. Apabila angiostensin

II berada di area yag terisolasi, maka aliran darah akan berkurang. Angiostensin II bekerja

normal pada arteriol untuk meningkatkan tahanan peifer total dan meningkatkan tekanan arteri.

Jadi, hormon berperan secara intergral dalam pengaturan tekanan arteri.

Vasopresin

Dibentuk di sel saraf dalam hipotalamus-hipofisis posterior. Dalam keadaan normal, hanya di

sekresikan dalam jumlah sedikit. Dapat meningkatkan arteri sebesar 60 mmHg. Fungsi, untuk

meningkatkan reabsorpsi air dari tubulus renal dalam darah, serta mengatur volum cairan tubuh.

4

Page 5: REFERAT ANESTESI

Endotelin

Merupakan Vasokonstriktor kuat dalam pembuluh darah yang rusak. Merupakan ikatan

peptide besar yang terdiri dari 21 asam amino, yang terdapat di sel endotel. Pada saat ada

kerusakan, jejas pada endotel, misal kerusakan yang disebabkan oleh cedera jaringan, setelah

terjadi kerusakan maka pelepasan endotelin lokal dan vasokonstriksi akan membantu mencegah

perdarahan yang berlebihan.

Zat Vasodilator

Bradikinin

Fungsi, menyebabkan dilatasi kuat arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Dalam

pengaturan aliran darah dan bocornya cairan dari kapiler pada jaringan yang radang, serta

berperan dalam penagturan darah di kulit dan di kelenjar liur, kelenjar gastrointestinal. Asalnya,

kalikrein yang terdapat dalam darah tidak aktif lalu di aktifasi oleh adanya maserasi darah,

radang sehingga kalikrein akan aktif lalu akan bekerja bersama dengan alfa-globulin untuk

mengaktifkan kalidin, lalu kalidin berubah menjadi bradikinin, bradikinin bekerja secara cepat

dan dalam beberapa menit karena akan segera di inkatifkan oleh enzim karboksipeptidasi.

Histamin

Dikeluarkan di jaringan tubuh ketika mengalami kerusakan. Berasal dari sel mast (dalam

jaringan rusak) dan basofil dalam darah. Fungsi, meningkatkan porositas kapiler dengan hebat,

sehingga timbul kebocoran cairan dan protein plasma ke dalam jaringan. Efeknya akan

menimbulkan vasodilatasi local dan edema saat terjadi selama reaksi alergi.

5

Page 6: REFERAT ANESTESI

BAB II

PERKEMBANGAN ALIRAN VASKULAR JANIN DAN BAYI

Sirkulasi darah janin dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada bayi, anak dan

orang dewasa. Pada janin organ vital untuk metabolisme masih belum berfungsi. Organ tersebut

adalah paru janin dan alat gastrointestinal yang seluruhnya diganti oleh plasenta. Dengan tidak

berfungsinya mekanisme tersebut, harus terdapat mekanisme yang berfungsi sebagai alat ganti

untuk; (1) Paru Janin terjadi pergantian O2 dengan CO2 melalui plasenta sehinggga paru-paru

tidak memerlukan aliran darah (2) Gastro intestinal yang belum berfungsi sebagai alat

penyerapan nutrisi, maka pembuluh darahnya digunakan untuk tumbuh kembang sendiri.

Perbedaan antara sirkulasi darah janin intra uterine dan ekstra uterine; (1) Aliran darah arteri

pulmonalis dari ventrikel kanan, darahnya akan dialirkan menuju aorta melalui arteria duktus

Bothaki (2) Darah dari vena umbilikal melalui hepar langsung menuju vena cava inferior

melalui duktus venous aranthii (3) Darah dari vena cava inferior menuju jantung sebagian

langsung menuju atrium kiri melalui foramen ovale (4) Sebagian menuju ventrikel kiri dan

selanjutnya ke aorta sebagian besar digunakan untuk konsumsi O2 dan nutrisi susunan saraf

pusat jantung.

Faktor-faktor yang mentukan sirkulasi darah janin; (1) Foramen Ovale adalah lubang antara

atrium kanan dan atrium kiri, aliran darahnya dari atrium kanan ke atrium kiri, setelah janin lahir

akan menutup, (2) Duktus Arteriosus Bothalii adalah pembuluh yang menghubungkan arteri

pulmonalis dengan aorta, menutup setelah lahir, (3) Duktus Venousus Aranthii adalah pembuluh

yang berada dalam hepar menuju vena cava inferior, menutup setelah lahir, (4) Vena Umbilcalis

berjumlah dua buah, membawa zat makanan dan O2 dari sirkulasi darah ibu (plasenta) ke

peredaran darah janin, (5) Arteri Umbilicalis berjumlah dua buah, membawa sisa zat makanan

6

Page 7: REFERAT ANESTESI

dan CO2 dari janin ke sirkulasi darah ibu, pembuluh darah yang menghubungkan vena

umbilikalis dengan vena cava inferior, (6) Palsenta adalah jaringan yang menempel pada

endometrium, tempat pertukaran antara darah janin dengan darah ibu.

2.1. Proses Sirkulasi Darah Janin

(1) Darah janin dialirkan ke plasenta melalui aa umbilicaliesyang membawa bahan makanan

yang berasal dari ibu.

(2) Darah ini akan masuk ke badan janin melalui vena umbilikacalis yang bercabang dua setelah

memasuki dinding perut janin.

(3) Cabang yang kecil akan bersatu dengan vena porta, darahnya akan beredar dalam hati dan

kemudian dianggkut melalui vena cava hepatica kedalam vena cava inferior. Dan cabang satu

lagi ductus venusus aranthii, akhirnya masuk ke vena cava inferior. Sebagian O2 dalam darah

vena umbilikalis akan direabsorbsi sehingga konsentrasi O2 menurun.

(4) Vena cava inferior, langsung masuk ke atrium kanan, darah ini merupakan darah yang

berkonsentrasi tinggi nutrisi dan O2 yang sebahagian menuju ventrikel kanan dan sebahagian

besar menuju atrium kiri melalui foramen ovale.

(5) Dari ventrikel kanan masuk ke paru-paru, tetapi karena paru-paru belum berkembang maka

darah yang tredapat pada arteri pulmonalis dialirkan menuju aorta melalui ductus arteriosus

Bothalli. Darah yang ke paru-paru bukan untuk pertukaran gas tetapi untuk memberi makanan

kepada paru-paru yang sedang tumbuh.

(6) Darah yang berada di aorta disebarkan ke alat-alat badan, tetapi sebelumnya darah menuju

ke aa. hypogastricae ( cabang dari arteri iliaca comunis ) lalu ke aa. Umbilicalles dan

selanjutnya ke plasenta.

(7) Selanjutnya sirkulasi darah janin akan berulang kembali. Menerima nutrisi dan O2 dari

plasenta melalui ductus venousus aranthii, menuju vena cava inferior yang kaya akan O2 dan

nutrisi.

7

Page 8: REFERAT ANESTESI

Gambar Sirkulasi Darah Janin

2.2. Sirkulasi Darah Janin Setelah Lahir

Pada saat persalinan sebagian besar bayi langsung menangis maka akan terjadi perubahan

besar terhadap sirkulasi darah, diantaranya adalah:

(1) Paru-paru berkembang dengan sempurna dan langsung dapat berfungsi untuk pertukaran O2

dan CO2. Akibat perkembangan paru-paru terjadi perubahan sirkulasi darah diantaranya adalah;

(a) arteri pulmonalis kini langsung mengalirkan darah ke paru sehingga ductus arteriosus

bothalli akan menutup (b) perkembangan paru-paru menyebabkan tekanan negative pada

atrium kiri, karena darah diserahkan langsung oleh ventrikel kanan dan dialirkan menuju paru-

paru yang telah berfungsi (c) akibat tekanan negatif pada atrium kanan, foramen ovale akan

menutup dengan sendirinya dan tidak lagi menjadi tempat aliran darah menuju atrium kiri.

(2) Pemotongan Tali Pusat

a. Tali pusat di potong setelah bayi menangis dengan nyaring sehingga akan menambah jumlah

darah bayi sekitar 50 %.

b. Dengan dilakukannya pemotongan tali pusat berarti perubahan sirkulasi pada bayi telah

berubah menjadi sirkulasi orang dewasa.

8

Page 9: REFERAT ANESTESI

BAB III

PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESISTENSI VASKULAR

PULMONAL DAN SISTEMIK

3.1. Hipertensi Pulmonal

Definisi

Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah

pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada

saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit

berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung

kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891.

Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder. Hipertensi

pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya sedangkan

hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh kondisi medis

lain. Istilah ini saat ini menjadi kurang populer karena dapat menyebabkan kesalahan dalam

penanganannya sehingga istilah hipertensi pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi

Arteri Pulmonal Idiopatik.

Etiologi

Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini disebabkan

karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katup jantung seperti regurgitasi (aliran

balik) dan stenosis (penyempitan) katup mitral. Manifestasi dari keadaan ini biasanya adalah

terjadinya edema paru (penumpukan cairan pada paru).

Patogenesis

Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam

paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan

pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan

9

Page 10: REFERAT ANESTESI

tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan

menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke

paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan

dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa

kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada

saat melakukan aktivitas.

Gejala dan Tanda Klinis

Gejala yang timbul biasanya berupa; sesak nafas yang timbul secara bertahap, kelemahan,

batuk tidak produktif, pingsan atau sinkop, edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama

tumit dan kaki) dan gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah).

Hipertensi Arteri Pulmonal biasanya tidak disertai gejala orthopnea (sesak nafas akibat

perubahan posisi) atau Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (sesak nafas pada saat tidur). Gejala-

gejala tersebut biasanya timbul pada Hipertensi Vena Pulmonal.

Rasa nyeri akibat hipertensi pulmonal akut dirasakan ditengah-tengah dada seperti digencet

dan diperas dan seringdikacaukan dengan rasa nyeri akibat infark miokard. Bedanyaialah rasa

nyeri akibat hipertensi pulmonal akut tidak menjalar ke bahu, ke punggung dan ke bawah rahang.

Biasanyadirasakan retrosternal dalam dan penderita merasa cemasdan takut akan mati. Rasa

nyeri ini timbul akibat pelebaranpembuluh darah secara mendadak.

10

Page 11: REFERAT ANESTESI

Tanda hipertensi pulmonal berupa; distensi vena jugularis, impuls ventrikel kanan dominan,

komponen katup paru menguat, S3 jantung kanan, murmur trikuspid, hepatomegali, edema

perifer.

Diagnosis

Untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat melakukan satu atau lebih tes untuk

mengevaluasi kerja jantung dan paru-paru pasien. Hal ini termasuk X-ray di daerah dada untuk

menunjukkan pembesaran dan ketidaknormalan pembuluh paru-paru, echocardiograms yang

menunjukkan visualisasi jantung, mengukur besar ukuran jantung, fungsi dan aliran darah, dan

mengadakan pengukuran tidak langsung terhadap tekanan di pembuluh paru-paru.

Penatalaksanaan

Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan

menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara

memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi

pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen

11

Page 12: REFERAT ANESTESI

merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut

belum pernah dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut.

Obat-obatan vasoaktif

Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor

endotelial, PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk

mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5

inhibitor yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi

pulmonal

Untuk vasodilatasi pada paru, ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan. Antara

lain Beraprost sodium (Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE Inhibitor, Antagonis

Kalsium dan Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak hanya sebagai vasodilator, tetapi juga

efek pleiotropik, seperti menghambat agresi platelet, mencegah cedera sel endotel dan

memperbaiki cedera sel endotel.

3.2. Cor Pulmonale

Definisi

Cor pulmonale merupakan suatu keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilatasi ventrikel

kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur

atau fungsi paru-paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jntung

kiri maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonale.

Cor pulmonale bisa terjadi akut (contohnya, emboli paru-paru masif) atau kronik.

Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-paru.

Sirkulasi paru-paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas.

Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya tergantung

12

Page 13: REFERAT ANESTESI

dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan. Karena sirkulasi

paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah; maka curah

jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik)

tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat terjadi karena

besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam

keadaan istirahat, serta kemampunan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu

latihan fisik.

Etiologi dan Patofisiologi

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan cor pulmonale adalah penyakit yang secara

primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru berulang, dan penyakit

yang mengganggu aliaran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.

PPOM terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari cor pulmonale. Penyakit-

penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa penyakit-penyakit

”intrinsik” seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan ”ektrinsik” seperti obesitas yang

ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot pernapasan.

Akhirnya, penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan

cor pulmonale cukup jaran terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru

berulang.

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan

resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya

meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan

kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada

peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteria dan arteriola kecil.

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-paru adalah :

1.  Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru.

2. Obstruksi dan/atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru.

Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonale.

Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOM bronkitis lanjut

13

Page 14: REFERAT ANESTESI

adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme itu terjadi.

Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan

vasokontriksi pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan

terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat

terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam

menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia

dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut

meningkatkan tekanan arteria paru-paru.

Mekanisme kedua  yang turut meningkatkann resistensi vaskuler dan tekanan arteria paru-

paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari struktur

alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya.

Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler.

Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena

efek mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi

anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam

patogenesis cor pulmonale. Kira-kira duapertiga sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler

harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru

yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan

penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-

ventilasi.

Gejala Klinis

Diagnosis cor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria yaitu:

1.      Adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal.

2.      Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.

Adanya hipoksemia menetap, hiperkapnea, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan

pada radiogram menunjukan kemungkinan penyakit paru-paru yang mendasarinya. Adanya

emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai

gejala emfisema dengan atau tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak

14

Page 15: REFERAT ANESTESI

atau kelelahan, siknop pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal

mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik dari hipertensi pulmonal berupa kuat

angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua,dan bising akibat

insufisiensi katup trikispidalis dan pulmonalis, irama gallop (S3 dan S4) distensi vena jugularis

dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat pada pasien

dengan gagal ventrikel kanan.

Penatalaksanaan

Penanganan cor pulmonle ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar (dan vasokontriksi

paru-paru yang diakibatkanya) dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati.

Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia, dan

takipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas (kersten,1989). Bronkodilator

dan antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien PPOM (COPD).

Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gaagal

ventrikel kanan. Terapi antikoagulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-

paru berulang.

15

Page 16: REFERAT ANESTESI

BAB IV

KESIMPULAN

16

Page 17: REFERAT ANESTESI

DAFTAR PUSTAKA

17