referat anestesi

31
REFERAT “TERAPI CAIRAN PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK” Pembimbing: dr. Tendi Novara, Sp. An Disusun oleh : Dimas Wiantadiguna 1410221007 Reynita Setia Dewi 1410221031 SMF ANESTESIOLOGI RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: reynita-setia-dewi

Post on 09-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

REFERAT

“TERAPI CAIRAN PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK”

Pembimbing:

dr. Tendi Novara, Sp. An

Disusun oleh :

Dimas Wiantadiguna 1410221007

Reynita Setia Dewi 1410221031

SMF ANESTESIOLOGI

RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

PURWOKERTO

2015

1

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

TERAPI CAIRAN PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik

Di bagian SMF Anestesiologi

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :

Dimas Wiantadiguna 1410221007

Reynita Setia Dewi 1410221031

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal : Maret 2015

Purwokerto, Maret 2015

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Tendi Novara, Sp.An

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, atas segala karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Terapi

Cairan Pada Pasien Syok Hipovolemik. Tujuan penulisan referat ini ialah untuk

memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian

Anestesiologi RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo, Purwokerto.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. dr. Tendi Novara, Sp.An, selaku pembimbing yang telah memberikan

masukan pada referat kami.

2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

referat ini.

Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunan referat ini masih jauh dari

kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami berharap semoga

referat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Purwokerto, Maret 2015

Penulis

3

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah kondisi dimana jaringan tubuh tidak mendapat asupan oksigen

dan nutrisi yang memadahi. Syok hipovolemik adalah suatu kondisi akibat

berkurangnya volume cairan tubuh sehingga volume sirkulasi tidak adekuat.

Penyebab kehilangan cairan tersering adalah akibat perdarahan. Perdarahan dapat

terjadi akibat trauma sehingga terjadi perdarahan eksternal maupun perdarahan

interna. Penyebab lainnya adalah kehilangan cairan tubuh selain darah yaitu

dehidrasi misalnya akibat diare atau luka bakar (Price, 2005; Sudoyo, 2009).

Penelitian Lechleuthner menunjukan pada pasien trauma tekanan darah

sistol (TDS) <90 mmHg hanya ditemukan pada 61% pasien dengan perdarahan

aktif serta brakikardia relativ (TDS <90 mmHg dengan denyut jantung <90

x/menit) sebesar 28.9%. hal ini menunjukan tekanan darah dan nadi kurang

merefleksikan volume tersirkulasi (Pascoe, 2007).

Kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan organ multipel dalam waktu

singkat. Sehingga diperlukan pengenalan dini agar dapat dilakukan resusitasi

secepatnya. Tanpa resusitasi cairan dan koreksi penyebab kehilangan cairan,

perfusi jaringan akan terganggu sehingga terjadi gagal organ multipel. Morbiditas

syok hipovolemik antara lain gagal ginjal, kerusakan otak, gagal hepar, dan

disseminated intravaskular coagulation (DIC) (Corwin, 2001; Pascoe, 2007).

Pemilihan cairan resusitasi pada syok hipovolemik masih menjadi

perdebatan. Kristaliod dan koloid mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Namun, secara umum kristaloid lebih dipilih karena sama efektifnya

dengan koloid dan dari segi harga lebih murah (Butterworth, 2013).

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. SYOK HIPOVOLEMIK

1. Definisi

Syok didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi sehingga perfusi

jaringan berkurang, akibatnya jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi

sehingga metabolisme sel tengganggu. Syok merupakan sindroma klinis

yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolic ditandai dengan

kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke

organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis

tubuh yang serius seperti perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar

yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok

kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septic), tonus

otot yang tidak adekuat (syk neurogenik) atau akibat respon imun (syok

anafilaktik).

Syok hipovolemik adalah suatu syok akibat kehilangan cairan tubuh

sehingga cairan intravaskular berkurang yang dapat disebabkan oleh

berbagai penyakit atau kondisi. Apabila defisit cairan mencapai >15% akan

menimbulkan gangguan distribusi oksigen dan nutrisi serta peningkatan sisa

metabolisme sel (Price, 2005; Sudoyo, 2009).

2. Etiologi

Penyebab syok hipovolemik adalah kehilangan cairan tubuh, dapat

berupa perdarahan maupun kehilangan plasma seperti akibat luka bakar.

Perdarahan sering terjadi akibat trauma. Trauma dapat menyebabkan

perdarahan masif akibat perdarahan interna di thoraks maupun abdomen

akibat ruptur pembuluh darah atau organ. Kondisi yang menyebabkan

hilangnya plasma misalnya akibat luka bakar luas, diare profuse yang

menyebabkan dehidrasi berat juga dapat menyebabkan syok hipovolemik.

Penyebab lainnya adalah translokasi cairan sehingga cairan tidak

5

terdistribusi dengan baik misalnya pada asites dan edema anasarka (Corwin,

2001; Sudoyo, 2009).

Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik

Etiologi Syok HipovolemikPerdarahan

Hematom Subkapsular hatiAneurisma aorta pecahPerdarahan gastrointestinalPerlukaan berganda

Kehilangan plasmaLuka bakar luasPancreatitisDeskuamasi kulit

Kehilangan cairan ekstraselularMuntah (vomitus)DehidrasiDiareTerapi diuretic yang agresifDiabetes insipidusInsufisiensi renal

Sumber : Prasetya, Ika (2010)

3. Patofisiologi

Syok mempunyai 3 fase yaitu kompensasi, dekompensasi dan

ireversibel. Pada fase kompensasi fungsi organ vital masih dapat

dipertahankan melalui berbagai mekanisme kompensasi tubuh. Tekanan

darah dipertahankan melalui respon simpatis yaitu dengan peningkatan

denyut jantung dan resistensi perifer. Ginjal akan merespon berkurangan

aliran darah ginjal dengan mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron

untuk mempertahankan cairan dan natrium dalam sirkulasi (Martini, 2009).

6

Kehilangan Darah

Mekanisme Kompensasi

Jaga perfusi, stabilisasi intervensi

Selamat

Kehilangan darah terus berlanjut

Perfusi darah ke organ vital

Hipoksia sel/metabolism anaerob

Kerusakan sel

Perdarahan masih terjadi

↑ Permeabilitas membran

Irreversible Shock

Kematian

Intervensi, stabilisasi

SelamatDefisit neurologisKematian

Gambar 1. Patofisiologi Syok Hipovolemik

Fase kedua disebut dekompensasi terjadi akibat mekanisme

kompensasi tubuh gagal mempertahankan perfusi yang adekuat. Akibatnya

metabolisme sel menjadi anaerob. Metabolisme anaerob menyebabkan

penumpukan asam laktat yang akan menyebabkan asidosis. Pada syok akan

dilepaskan berbagai mediator inflamasi yang justru memperburuk syok

akibat vasodilatasi arteriol. Vasodilatasi menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular makin berkurang. Fase

ketiga adalah fase ireversibel yang terjadi karena kompensasi tubuh gagal

sehingga terjadi kematian sel yang diikuti kerusakan berbagai organ

(Martini, 2009).

7

Tabel 2. Tanda dan Gejala Berdasarkan Fase Syok Hipovolemik

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi IreversibleBlood loss ( %) Sampai 25 25 – 40 > 40

Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tekanan Sistolik

Normal Normal/menurun Tidak terukur

Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++

Capillary refill Normal/meningkat3-5 detik

Meningkat > 5 detik

Meningkat ++

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly pale

Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing respiration

Kesadaran Gelisah Lethargibereaksi

Reaksi -/ hanya terhadap nyeri

4. Penegakan Diagnosis

Berdasarkan derajat kehilangan cairan, syok hipovolemik dibagi

menjadi 4 kelas sesuai tabel berikut (Sudoyo, 2009):

Tabel 3. Tanda dan Gejala Syok Hipovolemik Berdasarkan Jumlah

Cairan yang Hilang

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan Darah

(mL)

Sampai 750 750 - 1500 1500 – 2000 >2000

Kehilangan Darah

(%Volume darah)

Sampai

15%

15% - 30% 30% - 40% >40%

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi Normal atau

naik

Menurun menurun Menurun

Frekuensi 14 - 20 20 - 30 >30 >35

8

Pernafasan

Produksi urin

(ml/jam)

>30 20 - 30 5 - 15 Tidak

berarti

CNS/Status Mental Sedikit

cemas

Agak cemak Cemas,

bingung

Bingung,

lesu

(letharfic)

Penggantian

Cairan (Hukum

3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid

dan darah

Kristaloid

dan darah

Pemeriksaan penunjang pada syok hipovolemik adalah (Sudoyo,

2009):

a. Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) . Pada perdarahan akan terjadi

penunan Hb dan Ht, sedangkan pada kondisi dehridrasi akan terjadi

peningkatan Hb dan Ht.

b. Urin, pada kondisi syok hipovolemik akan terjadi penurunan produksi

urin. Produksi normal urin adalah 1-2 ml/kgBB/jam. Penurunan

produksi urin akan menyebabkan urin menjadi gelap dan pekat dan berat

jenis meningkat.

c. Analisis gas darah. Syok hipovolemik dapat menyebabkan asidosis

sehingga terjadi penurunan pH, HCO3, dan PaCO2.

d. Eletrolit serum sering mengalami kelainan pada syok hipovolemik.

e. Laktat, laktat merupakan indikator derajat kegagalan sirkulasi.

f. Pemeriksaan faal ginjal untuk mendeteksi komplikasi gagal ginjal

akut.

g. Pemeriksaan faal hemostasis.

h. Pemeriksaan lain yang relevan untuk mengetahui etiologi syok.

5. Tatalaksana

Syok hipovolemik harus segera mendapat resusitasi untuk

mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan

tekanan darah dan volume vaskular. Oksigen diberikan untuk meningkatkan

9

pasokan oksigen, tatalaksana terpenting adalah pemberian cairan intravena

untuk memperbaiki volume sirkulasi sehingga venous return meningkat.

Peningkatan venous return akan meningkatkan curah jantung sehingga

terjadi perbaikan perfusi jaringan. Terapi awal pada syok hipovolemik dapat

dberikan cairan kristaloid atau koloid. Apabila pasien mengalami

perdarahan maka perlu dilakukan upaya untuk menghentikan perdarahan

disamping resusitasi cairan (Pascoe, 2007; Price, 2005; Sudoyo, 2009).

Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Syok Hipovolemik

CVP (central venous pressure) dipertahankan 8-12 cmH2O. Dopamin

diberikan dengan dosis 2-5 µg/kg/menit. Untuk memonitoring hasil

10

resusitasi dipasang kateter urin agar produksi urin dapat dinilai. Produksi

urin minimal 0.5ml/kgBB/jam (Sudoyo, 2009).

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat syok hipovolemik (Sudoyo, 2009):

a. Gagal ginjal akut

b. ARDS

c. Gangguan koagulasi seperti DIC

d. Kerusakan otak

e. Gagal hepar

f. Depresi miokardium

B. TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

1. Jenis Cairan

Terapi cairan intravena terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau

kombinasi keduanya. Larutan kristaloid merupakan suatu larutan aquous

dengan berat molekul ion rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa,

sedangkan koloid merupakan suatu larutan dengan kandungan zat-zat

dengan berat molekul yang besar seperti protein atau polimer glukosa yang

besar. Larutan koloid mempertahankan tekanan onkotik plasma dan paling

lama bertahan dalam intravaskuler, larutan kristaloid akan cepat menjadi

seimbang dan terdistribusi ke rongga ekstraseluler. Kristaloid dalam jumlah

yang cukup mempunyai efektivitas yang sama dengan koloid untuk mengisi

volume intravaskuler. Jika cairan intravaskular diganti dengan kristaloid

maka dibutuhkan kristaloid 3-4x jumlah cairan yang akan digantikan,

sedangkan koloid membutuhkan jumlah yang sama dengan cairan yang

digantikan. Koloid dapat menggantikan defisit intravaskular berat dengan

cepat. Pemberian kristaloid dalam jumlah besar (>5 liter) dengan cepat

mempunyai frekuensi edema jaringan yang lebih tinggi dibanding koloid,

namun tidak ada bukti yang menunjukan jaringan yang edem mengalami

gangguan transportasi oksigen dan penyembuhan jaringan (Butterworth,

2013).

11

Tabel 4. Perbedaan Kristaloid dan koloid

Kristaloid KoloidEfek volume intravascular

- Lebih baik )efisien, volume lebih kecil dan menetap lebih lama)

Efek volume interstisial lebih baik

-

DO2 sistemik - Lebih tinggiEdema paru + +Edema perifer Sering JarangKoagulopati - Dextran > hetastarchAliran Urine Lebih besar GFR menurunReaksi-reaksi Tidak ada Jarang Harga Murah Albumin mahal, non

albumin sedang

a. Kristaloid

Kristaloid merupakan suatu cairan resusitasi awal pada pasien

dengan perdarahan, syok septik, luka bakar, dan cedera kepala untuk

mempertahankan perfusi serebral. Apabila pasien sudah mendapatkan 3-

4 liter kristaloid hemodinamiknya masih belum stabil maka harus

diberikan koloid (Butterworth, 2013).

Terdapat berbagai jenis kristaloid, pemilihan jenis kristaloid

disesuaikan dengan jenis cairan tubuh yang harus diganti. Untuk

mencegah hipoglikemi diberikan kristaloid yang mengandung glukosa.

Cairan pengganti yang bersifat isotonik diberikan apabila kehilangan

cairan tubuh dan elektrolit, sedangkan cairan hipotonis diberikan bila

kehilangan cairan primer (Butterworth, 2013).

Cairan pengganti isotonik yang paling umum digunakan adalah

Ringer’s Laktat (RL). RL bersifat sedikit hipotonik namun mempunyai

natrium serum lebih rendah bila dibandingkan dengan normal salin (NS)

yaitu 130 mEq/L sehingga lebih dipilih dibanding NS apabila diperlukan

kristaloid dalam jumlah besar. NS mempunyai kadar natrium dan klorida

yang tinggi yaitu 154 mEq/L sehingga dapat menyebabkan asidosis

hiperkloremik akibat peningkatan klorida dan penurunan bikarbonat. NS

lebih dipilih pada keadaan alkalosis metabolik hiperkloremik dan

12

mengencerkan PRC untuk transfusi. Dektrosa 5% (D5W) dipilih jika

hanya menggantikan defisit air murni (tanpa elektrolit) dan cairan

rumatan pada restriksi natrium. Larutan hipertonus seperti salin 3%-7.5%

dapat digunakan pada pasien syok hipovolemik, namun penggunaannya

harus berhati-hati dan disarankan melalui CVC karena dapat memicu

hemolisis (Butterworth, 2013).

13

Tabel 5. Jenis Kristaloid

Larutan Toksisitas (mOsm/L)

Na+ (mEq/

L)

Cl-(mEq/

L)

K+ (mEq/

L)

Ca2+ (mEq/

L)

Mg2+ (mEq/

L)

Glukosa (g/L)

Laktat (mEq/

L)

HCO3- (mEq/

L)

Asetat (mEq/

L)

Glukonat (mEq/L)

Dekstrosa 5% dalam air (D5W)

Hipo (253) 50

Sali Norml (NS) Iso (308) 154 154

D5 ¼ NS Iso (355) 38,5 38,5 50

D5 ½ NS Hiper (432) 77 77 50

D5 NS Hiper (586) 154 154 50

Injeksi Ringer Laktat (RL)

Iso (273) 130 109 4 3 28

D5RL Hiper (525) 130 109 4 3 50 28

½ NS Hipo (154) 77 77

3% S Hiper (1026)

513 513

14

5% S Hiper (1710)

855 855

7,5% NaHCO3 Hiper (1786)

893 893

Plasmaliyte Iso (294) 140 98 5 3 27 23

15

b. Koloid

Koloid mempunyai berat molekul yang besar dan berada lebih lama

di intravaskuler dibanding kristaloid. Kristaloid mempunyai waktu paruh

intravaskuler 20-30 menit, sedangkan koloid mencapai 3-6 jam. Secara

umum indikasi pemberian koloid adalah (Butterworth, 2013):

1. Resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan intravaskuler yang

berat sebelum dilakuan transfusi darah.

2. Resusitasi cairan dengan hipoalbuminemia berat atau kehilangan

protein dalam jumlah besar seperti pasien luka bakar. Pada luka bakar

>30% lebih dipilih koloid.

3. Mendapatkan kristaloid lebih dari 3-4L dalam 18 jam pasca cedera.

Koloid yang sering digunakan adalah turunan plasma protein atau

polimer glukosa sintetik yang tersedia dalam bentuk larutan elektrolit

isotonik. Koloid lebih sering menimbulkan alergi dibanding kristaloid.

Contoh koloid adalah albumin (5% dan 25%), fraksi protein plasma

5%, gelatins, dan dextrose starch. Dextran tersedia dalam bentuk dextran

70 dan dextran 40. Dextran 70 lebih baik sebagai plasma ekspander,

sedangkan dextran 40 meningkatkan laju mikrosirkulasi karena

menurunkan viskositas darah dan efek antiplatelet. Dextran bersifat

antigenik dan dapat menyebabkan reaksi anafilaksis berat. Hydroksietil

starch 6% lebih efektif sebagai plasma ekspander dan tidak lebih mahal

dibanding albumin serta nonantigenik sehingga tidak menimbulkan

reaksi anafilaksis (Butterworth, 2013).

2. Cairan Resusitasi Syok Hipovolemik

Meskipun banyak perdebatan terkait cairan resusitasi yang digunakan,

pada syok hipovolemik akibat perdarahan sebagian besar sepakat bahwa

darah adalah pilihan utama. Darah dipilih karena menyebabkan ekspansi

volume sirkulasi dan peningkatan kapasitas membawa oksigen. Namun

transfusi darah sering tidak dapat segera dilakukan dan mempunyai banyak

komplikasi sehingga sulit dijadikan sebagai cairan resusitasi awal.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah koagulopati dilusional,

16

trombositopenia, hipotermia, hipokalsemia akibat toksisitas sitrat, reaksi

hemolisis dan gangguan keseimbangan asam basa. Oleh karena itu,

kristaloid dan koloid lebih dipilih sebagai resusitasi awal (Pascoe, 2007).

Perdebatan mengenai efektivitas koloid dibandingkan kristaloid masih

berlangsung. Belum ada data spesifik yang menunjukan koloid lebih

superior dibanding kristaloid sebagai cairan resusitasi. Koloid tidak

berhubungan dengan peningkatan survival pasien syok dan harganya lebih

mahal bila dibanding kristaloid. Penelitian menunjukan pemberian kristaloid

hipertonik apabila tidak terdapat cidera kepala dapat menghasilkan

stabilisasi makro dan mikrohemodinamik yang lebih cepat. Namun review

sistematik oleh Anderson et al, tidak ada data yang menunjukan kristaloid

hipertonik lebih baik dari pada kristaloid isotonik. RL adalah cairan

alternativ yang dipilih sebagai cairan resusitasi pasien hipovolemik. RL

mengandung perkusor bikarbonat yang akan membantung mengkoreksi

asidosis metabolik, namun pemberian RL dihentikan apabila terdapat

gangguan hepar. NS adalah alternatif yang dapat diterima, namun

pemberiannya dapat menyebabkan asidosis metabolik (Pascoe, 2007).

17

BAB III

KESIMPULAN

1. Syok didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi sehingga perfusi jaringan

berkurang.

2. Syok hipovolemik adalah suatu syok akibat kehilangan cairan tubuh sehingga

cairan intravaskular berkurang yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit

atau kondisi

3. Etiologi syok hipovolemik adalah perdarahan dan kehilangan plasma seperti

luka bakar, serta translokasi cairan seperti asites dan edem anasarka.

4. Tatalaksana utama syok hipovolemik adalah resusitasi cairan.

5. Jenis cairan yang dapat digunakan untuk resusitasi syok hipovolemik adalah

kristaloid atau koloid.

6. Kristaloid lebih dipilih dibanding koloid karena sama efektifnya dan harganya

lebih murah.

7. Jenis kristaloid yang dipilih adalah RL, alternatif lainnya adalah NS.

18

DAFTAR PUSTAKA

Butterworth, John., David Macey., John Wasnick. 2013. Morgan and Mikhail’s

Clinical Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill.

Corwin. E J, 2001. Patofisiologi Edisi 1. Jakarta : EGC.

Martini, F.H, Judi L. Nath.2009.Fundamentals of Anatomy and Physiology, 8th

edition.San Fransisco: Pearson International Education.884-885, 893.

Pascoe, Sharene., Joan Lynch. 2007. Adult Trauma Clinical Practice Guidelines

Management of Hypovolaemic Shock in the Trauma Patient. NSW Institute

of Trauma and Injury Management.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta :

FKUI

19