referat anestesi

37
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. 1,2 Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar. Secara umum anestesi dibagi menjadi dua, yang pertama anestesi total/umum, yaitu hilangnya kesadaran secara total dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian 1

Upload: risa-meisalia

Post on 21-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

AS,DFHJUWEIOHJFE

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANGKata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagaiprosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. 1,2Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnyaperasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.Secara umum anestesi dibagi menjadi dua, yang pertama anestesi total/umum, yaitu hilangnya kesadaran secara total dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian tertentu yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional.Hiperplasi prostat benigna merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia yang kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas. Pada waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa kelima, prostat dapat mengalami perubahan hipertropi. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.Etiologi pasti hipertropi prostat benigna belum jelas, walaupun tampaknya tidak terjadi pada pria yang dikastrasi sebelum pubertas, dan tidak berlanjut setelah kastrasi. Kelainan ini bisa disertai dengan peningkatan dalam kandungan dihidrotestoteron jaringan atau dengan perubahan rasio androgen terhadap estrogen, yang diketahui berubah dengan penuaan. Sekitar 1 dalam 100 pria akan memerlukan pembedahan untuk keadaan ini.9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. ANESTESI UMUM1.1. Definisi Anastesi umum adalah tindakan meniadakan/menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). 3

1.2. Keuntungan Anestesi Umum Membuat pasien lebih tenang Untuk operasi yang lama Dilakukan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anestesia lokal Dapat dilakukan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine (terlentang) Dapat dilakukan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan mudah pada waktu-waktu yang tidak terprediksi

1.3. Kerugian Anestesi Umum Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti : kematian, infark myokard, dan stroke Dapat menimbulkan komplikasi ringan seperti : mual, muntah,sakit tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan anestesi umum adalah kecil, bergantungberatnya kormobit penyakit pasiennya.

1.4. Indikasi Anestesi Umum1. Infant & anak usia muda2. Dewasa yang memilih anestesi umum3. Pembedahannya luas / eskstensif4. Penderita sakit mental5. Pembedahan lama6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan7. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi local8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia

1.5. Komplikasi Anestesi1.5.1. Kerusakan Fisik Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi antara lain: pembuluh darah, dan intubasi.a.Pembuluh Darah Benzodiazepin dan kanulasi vena yang lama lebih mungkin menyebabkan tromboflebitis dan infeksi. b. Intubasi Kerusakan pada bibir, gusi, dan gigi geligi dapat terjadi pada intubasi trachea.

1.5.2. Pernapasan Yang paling ditakuti adalah obstruksi saluran pernapasan akut selama atau segera setelah induksi anestesi. Spasme Laring dan penahanan napas dapat sulit dibedakan serta dapat timbul sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama jika saluran pernapasan dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang mencakup sekresi dan kandungan asam lambung. 1.5.3. Kardiovaskuler Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesia dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat. Sementara faktor-faktor yang mencetuskan aritmia adalah hipoksia, hiperkapnia, tindakan intubasi, gangguan elektrolit, dan pengaruh beberapa obat tertentu.

1.5.4. Suhu tubuh Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan penurunan suhu inti tubuh. Selama pembedahan yang lama, bisa timbul hipotermi yang parah, yang menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda, pernapasan dan perfusi perifer tidak adekuat.

1.6. Komponen AnestesiaKomponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : 1,10(1) Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran).(2) Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu(3) Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan (rocuronium, atracurium).

1.7. Stadium Anestesia 4Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu: a) Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.b) Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleksi bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin, mual dan muntah. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

c) Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi ditengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriassis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksaai otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).d) Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

2. ANESTESI REGIONAL2.1. Definisi Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.52.2. Pembagian Anestesi/Analgesia Regionala) Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.b) Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, dan blok lapangan.2.3. Keuntungan Anestesia Regionala) Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.b) Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar.c) Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.d) Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.e) Perawatan post operasi lebih ringan.

2.4. Kerugian Anestesia Regionala) Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.b) Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.c) Sulit diterapkan pada anak-anak.d) Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.e) Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

2.5. Persiapan Anestesi RegionalPersiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.

3. Anastesi SpinalAnestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. 5Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.

Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 Indikasi:1.Bedah ekstremitas bawah2.Bedah panggul3.Tindakan sekitar rektum perineum4.Bedah obstetrik-ginekologi5.Bedah urologi6.Bedah abdomen bawah7.Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan

Kontra indikasi absolut:1.Pasien menolak 2.Infeksi pada tempat suntikan3.Hipovolemia berat, syok4.Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan5.Tekanan intrakranial meningkat6.Fasilitas resusitasi minim7.Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:1.Infeksi sistemik2.Infeksi sekitar tempat suntikan3.Kelainan neurologis4.Kelainan psikis5.Bedah lama6.Penyakit jantung7.Hipovolemia ringan8.Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia spinalPada dasarnya persiapan untuk anestesi spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

a. Informed consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinalb. Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggungc. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hb, Ht, PT (Protrombin Time) , PPT (Partial Tromboplastin Time)

Peralatan analgesia spinala. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.b. Peralatan resusitasic. Jarum spinalJarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)

Anastetik lokal untuk analgesia spinalBerat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.Anestetik lokal yang paling sering digunakan:1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

Teknik analgesia spinalPosisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.a) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.b) posisi pasien

c) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.d) Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3mle) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

f) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm. Penyebaran anastetik lokal tergantung:1. Faktor utama:a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)b. Posisi pasienc. Dosis dan volume anestetik lokal2. Faktor tambahana. Ketinggian suntikanb. Kecepatan suntikan/barbotasec. Ukuran jarumd. Keadaan fisik pasiene. Tekanan intra abdominal Lama kerja anestetik lokal tergantung:a.Jenis anestetia lokalb.Besarnya dosisc.Ada tidaknya vasokonstriktord.Besarnya penyebaran anestetik lokal

Komplikasi tindakan anestesi spinal :a) Hipotensi beratAkibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.b) BradikardiaDapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2.c) HipoventilasiAkibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafasd) Trauma pembuluh sarafe) Trauma saraff) Mual-muntahg) Gangguan pendengaranh) Blok spinal tinggi atau spinal total Komplikasi pasca tindakana.Nyeri tempat suntikanb.Nyeri punggungc.Nyeri kepala karena kebocoran likuord.Retensio urinee.Meningitis

4. Anestesia Epidural 4.1. DefinisiAnestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.5Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga lebih lemah.

Keuntungan epidural dibandingkan spinal : Bisa segmental Tidak terjadi headache post op Hypotensi lambat terjadi

Kerugian epidural dibandingkan spinal : Teknik lebih sulit Jumlah obat anestesi lokal lebih besar Reaksi sistemis

Komplikasi anestesi / analgesi epidural : Blok tidak merata Depresi kardiovaskular (hipotensi) Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat) Mual muntah 4.2. Teknik anestesia epidural : Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.a) Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.b) Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.c) Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu: jarum ujung tajam (Crawford) jarum ujung khusus (Touhy)d) Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

Teknik hilangnya resistensiTeknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis. Teknik tetes tergantungTeknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis.e) Uji dosis Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1: 200.000. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruANg subarakhnoid karena terlalu dalam. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural.

f) Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.5. Anestesia KaudalAnestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula parianal.

5.1. Teknika) Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.b) Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.c) Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)d) Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.e) Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setela diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

5.2. Efek Fisiologis Neuroaxial Block5.2.1. Efek Kardiovaskuler: Akibat dari blok simpatis , akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal , 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi block pada level yang sama.Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin. Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.5.2.2. Efek Respirasi: Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan terjadinya respiratory arrest. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.

5.2.3. Efek Gastrointestinal: Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.

6. PROSTAT6.1. DefinisiKelenjar prostate adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli, sehingga dapat disimpulkan bahwa BPH (Benign Prostate Hypertrophy) adalah hyperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.6 Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram.6.2. EtiologiPenyebab BPH belum diketahui secara pasti, kemungkinan karena faktor umur dan hormone androgen. Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang BPH, diantaranya : Teori Dehidrotestosteron Teori Hormon, ketidakseimbangan antara estrogen -tetosteron Faktor interaksi stroma dan epitel Berkurangnya kematian sel prostat 6.3 PatofisiologiPembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikan. Untuk dapat menegluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kencing sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.Tekanan intravesikal yang tinggi keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.6.4. Gambaran klinikObstruksi prostate dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun di luar saluran kemih. 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.Biasanya gejala-gejala dari pembesaran prostate jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptomps (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala iritatif : Sering miksie (frekuensi), nokturia, urgensi, disuria. Gejala obstruktif : Pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksie, hesisteny, straining, intermittency, waktu miksi memanjang akhirnya retensi urine dan inkontinen karena overflow. `

Tabel. Skor Madsen Inversen dalam Bahasa Indonesia 7 Pertanyaan01234

Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes

Mengedan saat berkemih Tidak Ya

Harus menunggu saat akan kencing Tidak Ya

BAK terputus-putus Tidak Ya

BAK tidak lampias Tidak tahu Berubah-ubah Ya 1x > 1x

Inkontensia Ya

Kencing sulit untuk ditunda Tidak ada Ringan Sedang Berat

Kencing malam hari 0-1 23-4>4

Kencing siang hari > 3 jam sekali Tiap 2-3 jam sekali Setiap 1-2 jam sekali < 1 jam sekali

Gejala dan tanda pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal dapat ditemukan uremia, kenaikan TF, RR, nadi, foetor uremik, ujung kuku yang pucat, tanda-tanda penurunan mental serta neurografi perifer. Pemeriksaan penis dan uretra penting untuk mencari etiologi dan menyingkirkan diagnosis banding seperti strikur, karsinoma, stenosis meatus atau fimosis. Pemeriksaan lain yang sangat penting adalah colok dubur.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat penyulit prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang,, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda darti infeksi atau urosepsis.3. Gejala di luar saluran kemihTidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intrabdominal.6.5. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratorium Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, infeksi. Pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit, ureum, creatinin, merupakan informasi dasar untuk mengetahui fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan PSA (Prostate Spesifik Antigen) sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau deteksi dini keganasan. Nilai PSA < 4 ng/ml berarti tidak perlu biopsi, nilai PSA 4-10 ng/ml perlu dihitung PSAD (Prostate Spesific Antigen Density). Bila PSAD > 0.15 atau nilai PSA > 10 ng/ml biopsi prostat. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang biasa dilakukan yaitu polos abdomen, pielografi intravena, USG, sistoskopi.6.6. PENATALAKSANAAN ObservasiObservasi biasa dilakukan pada pasien dengan kelihan ringan (skor Madsen Iversen 9). Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

Terapi Medikamentosa i. Penghambat adregenikObat-obatan yang sering dipakai diantaranya prazosin, duxazosin, terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif tamsulosin. ( 1a). Penggunaan -1-adrenergik secara selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Efek samping yang timbul adalah pusing-pusing, capek, sumbatan hidung, rasa lemah. ii. Penghambat enzim 5- reduktaseYang dipakai adalah finasteride (proscar), obat ini menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. iii. Fitoterafi Terapi BedahIndikasi absolut terapi bedah pada BPH yaitu retensio urine berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, tanda-tanda obstruksi berat (divertikel, hidroureter, hidrorefrosis), ada batu saluran kemih. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi TURP Trans Urethal Resection of The Prostate), TUIP (Trans Urethal Insicion of The Prostate), prostatektomi terbuka, prostatektomi dengan laser. Saat ini TUR-P masih merupakan standar emas terapi bedah pada BPH. Reseksi kelenjar prostat dilakuakn tranuretra dengan mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquadest). Indikasi dilakukan TUR-P diantaranya gejala-gejala sedang sampai berat. Volume prostat < 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hipohatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang TUR-P adalah strikur uretra, ejakulasi retrograd, impotensi. 11 Terapi Invasif Minimal Meliputi : 1. TUMT (Trans Urethal Microwave Thermotherapy)2. TUBD (Dilatasi Balon Trans Urethal) 3. High Intensity Focused Ultrasound4. TUNA (Ablasijamm Trans Urethal) 5. Stent Prostat

BAB III

KESIMPULAN

Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.Secara umum anestesi dibagi menjadi dua, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran secara total dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pada BPH dipilih regional anestesi dengan teknik spinal karena memberikan efek anestesi yang lebih baik dan memberikan kondisi yaang lebih optimal pada prostattektomy. Kelenjar prostate adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli, sehingga dapat disimpulkan bahwa BPH (Benign Prostate Hypertrophy) adalah hyperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah, dengan etiologi yang belum diketahui secara pasti.Pemilihan anestesi regional pada kasus BPH berdasarkan atas indikasi dari anestesi regional (spinal anestsi), selain itu pada anestesi spinal cukup mudah dilakukan dengan efek pre dan post oprasi yang lebih minimal dibanding dengan jenis anestesi yang lainnya. Pada penanganan anestesi pada pasien BPH dengan anestesi regional selain terdapat keuntungan juga terdapat kerugian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96.

2. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-HillCompanies. 2006

3. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2000.

4. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2007.

5. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.

6. De la Rossette JJMH, Alivizatos G, Madersbacher S, Nording J, Emberton M, dan Sanz CR. EAU guidelines on benign prostatic Hyperplasia (BPH). Eur Urol 40: 256-263, 2001.

7. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi. Sagung seto, Jakarta. 2007

8. Buku ajar Ilmu Bedah / Editor, R Sjamsuhidajat, wim de jong. Edisi 2, Jakarta : EGC. 2004.

9. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 8th Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2005.

10. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.

11. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

25