skripsietheses.iainponorogo.ac.id/9215/1/skripsi_alfiah ratna m... · 2020. 5. 17. · bab i :...
TRANSCRIPT
i
UPAYA GURU DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR IPA
KELAS VI SDN O2 TONATAN PONOROGO
SKRIPSI
OLEH
ALFIAH RATNA MUKHOLIFAH
NIM. 210616153
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONOROGO
APRIL 2020
ii
ABSTRAK
Mukholifah, Alfiah Ratna. 2020. Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan
Belajar IPA Kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing, Hanin Niswatul
Fauziah, M.Si.
Kata Kunci : Belajar, Guru, IPA, Kesulitan, Upaya
Dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari adanya hambatan yang dialami
oleh guru maupun siswanya. Hambatan tersebut banyak terjadi dalam proses
pembelajaran di kelas yang menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam
belajarnya. Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan ekternal. Oleh karena itu, guru
berupaya mengidentifikasi terkait permasalahan yang mengakibatkan siswa
mengalami kesulitan dalam belajar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh siswa kelas VI dalam belajar IPA dan menjelaskan strategi guru
dalam mengatasi kesulitan belajar IPA siswa kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo.
Penelitian ini menggunakan observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi
sebagai instrumen dalam pengumpulan data.
Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa kesulitan belajar yang dialami
oleh peserta didik kelas VI adalah kesulitan dalam memahami materi IPA dan
mengerjakan soal-soal IPA. Strategi yang dilakukan guru dalam mengatasi
kesulitan belajar IPA antara lain mengadakan bimbingan belajar di sekolah dan di
rumah, memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan minat belajarnya,
menyisipkan cerita yang menarik disela-sela pembelajaran IPA, memberikan tugas
atau pekerjaan rumah kepada siswa, melarang siswa membawa HP ke sekolah,
mengadakan konseling pribadi, menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua
dan mengelompokkan materi IPA terlebih dahulu sebelum dijelaskan kepada siswa
agar mereka bisa memahami materi dengan baik.
iii
iv
v
vi
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar bagi peserta didik secara aktif untuk mengembangkan potensi
dirinya. Sistem Pendidikan Nasional dibangun dengan berpedoman pada
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia serta tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. 1
Proses belajar tidak lepas dari hambatan-hambatan yang dialami oleh
siswa itu sendiri. Kesulitan belajar merupakan suatu keadaan dalam proses
belajar mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Kesuliatan belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam
berbagai manivestasi tingkah laku, baik secara langsung maupun tidak
langsung.2 Kesulitan belajar secara umum dipandang sebagai siswa dengan
prestasi yang rendah atau kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap
pelajaran sekolah. Kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami oleh siswa
dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan
perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang
diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.3
Jika kesulitan belajar tersebut dibiarkan, maka tujuan pembelajaran tidak
akan tercapai dengan baik. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, siswa
memerlukan bantuan, baik dalam mencerna bahan pengajaran maupun dalam
mengatasi hambatan-hambatan yang lain. Kesulitan belajar siswa harus dapat
diketahui dan dapat diatasi sedini mungkin sehingga tujuan instruksional dapat
1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
2 Partowisastro Koestoer, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar (Jakarta: Erlangga,
1986), 19.
3 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 5.
2
tercapai dengan baik. Maka diperlukan diagnosis kesulitan belajar guna
membantu siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih optimal.4
Pada hakikatnya sains adalah landasan imu untuk berpijak dalam
mempelajari IPA. Banyak cara yang telah dilakukan untuk mencapai aspek
yang terkandung dalam hakikat sains, namun belum juga menunjukkan hasil
yang memuaskan. Dalam mencapai hakikat sains secara utuh membutuhkan
upaya dan kompetensi guru untuk memuat hakikat sains dalam proses
pembelajaran IPA. Penguasaan konsep IPA dapat diartikan sebagai
kemampuan kognitif siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep
sains melalui suatu fenomena, kejadian, obyek atau kegiatan yang terkait
dengan materi IPA. Siswa dapat menguasai konsep IPA apabila mereka
mengerti makna-makna dari proses kejadian, peristiwa fenomena, dan obyek
melalui pengamatan dan penjelasan guru.5
Penguasaan konsep IPA yang kurang ini bisa disebabakan oleh kesulitan
peserta didik dalam merespon pembelajaran yang diberikan oleh guru mereka.
Menurut Khoir (dalam Awang 2015:110) penyebab kesulitan belajar IPA
peserta didik Sekolah Dasar adalah terlalu banyak istilah asing, materi yang
terlalu padat, siswa terkesan mau tidak mau harus menghafal materi,
terbatasnya media pembelajaran, peserta didik terkesan susah memahami
materi tanpa adanya media, guru yang cenderung mendominasi pembelajaran,
penguasaan guru akan materi lemah, dan terlalu monoton.6
Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA di kelas guru harus
memperhatikan beberapa hal seperti kebutuhan siswa terhadap materi pokok
yang diajar, lingkungan belajar, ketepatan guru dalam memilih model
4Ismail, “Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah,” Jurnal
Edukasi, Vol. 2 No. 1 (Januari, 2016), 40.
5Tursinawati, “Penguasaan Konsep Hakikat Sains dalam Pelaksanaan Percobaan Pada
Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh,” Jurnal Pesona Dasar, Vol. 2 No. 4 (April, 2016),
73.
6Imanuel Sairo Awang, “Kesulitan Belajar IPA Peserta Didik Sekolah Dasar,” Vox Edukasi,
Vol. 6 No. 2 (Nopember, 2015), 110.
3
pembelajaran serta ketepatan memilih bahan ajar sesuai dengan kondisi peserta
didik.7
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru
kelas IV di 7 SD Piloting kurikulum 2013 se-Kabupaten Gianyar tahun 2015
mengenai kesulitan belajar IPA. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah
kurangnya motivasi, sarana belajar, kemampuan berkomunikasi, rasa percaya
diri siswa serta pelaksanaan pembelajaran oleh guru kelas yang kurang dalam
memanfaatkan media belajar. Sehingga diharapkan bagi sekolah tersebut agar
meningkatkan fasilitas media pembelajaran untuk menghindarkan siswa dari
kesulitan belajar IPA, membangun relasi antara guru dengan siswa, serta
meningkatkan perhatian, minat, dan bakat guna menumbuhkan motivasi
belajar.8
Selain itu dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan
bahwa pembelajaran yang dilakukan di kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo
belum maksimal karena dalam pembelajarannya guru masih menggunakan
metode ceramah dan jarang menggunakan media pembelajara di kelas. Hal ini
tentunya membuat siswa merasa kesulitan terutama dalam belajar IPA karena
materinya terlalu padat dan perlu bantuan media pembelajaran agar siswa dapat
memahami materi dengan baik. Oleh karena itu perlu diketahui penyebab
kesulitan belajar IPA untuk mencari solusi yang bisa diupayakan guru guna
meningkatkan hasil belajar IPA. Sehingga berdasarkan uraian di atas, peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “UPAYA GURU DALAM
MENGATASI KESULITAN BELAJAR IPA KELAS VI SDN 02 TONATAN
PONOROGO”
7Fifi Faridah, “Upaya Mengembangkan Bahan Ajar IPA dalam Mengatasi Kesulitan Belajar
Siswa Kelas IV SDN 63 Kota Bima,” Jurnal Pendidikan MIPA, Vo. 7 No. 2 (Juli-Desember,
2017), 131.
8Remaita Manalu, dkk, “Analisis Kesulitan-Kesulitan Belajar IPA Siswa Kelas IV Dalam
Implementasi Kurikulum 2013 Di SD Piloting Se-Kabupaten Gianyar,” E-Journal PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha,Vol. 3 No. 1 (2015), 9-10.
4
B. FOKUS PENELITIAN
Dari fenomena di atas peneliti memfokuskan penelitiannya pada upaya
guru dalam mengatasi kesulitan belajar pada mata pelajaran IPA kelas VI di
SDN 02 Tonatan Ponorogo.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Kesulitan apa yang dialami oleh siswa kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo
dalam belajar IPA?
2. Apa strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar IPA siswa kelas VI
SDN 02 Tonatan Ponorogo?
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan
di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa kelas VI
SDN 02 Tonatan Ponorogo dalam Mata Pelajaran IPA.
2. Menjelaskan strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar IPA siswa
kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:
a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perbaikan pelaksanaan
pembelajaran di kelas sehingga mutu pendidikan menjadi lebih baik.
b. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar
siswa.
5
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini memberikan manfaat yaitu:
a. Bagi Lembaga
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi lembaga Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo dan SDN 02 Tonatan Ponorogo.
Adapun manfaat bagi IAIN Ponorogo adalah sebagai perluasan ilmu
pengetahuan bagi dunia pendidikan dan dapat menjadi referensi bagi
mahasiswa IAIN Ponorogo untuk mengembangkan penelitian
pendidikan di masa yang akan datang. Sedangkan manfaat bagi SDN
02 Tonatan Ponorogo adalah pihak sekolah dapat meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah serta dapat mengatasi hambatan-hambatan
yang terjadi dalam proses pembelajaran.
b. Bagi Guru
Manfaat yang diberikan bagi guru kelas antara lain dapat
mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh peserta didik
terutama dalam belajar IPA, sehingga dengan begitu guru dapat
menemukan cara dalam mengatasi kesulitan tersebut untuk membantu
meningkatkan prestasi belajar siswa.
c. Bagi Siswa
Dengan mengetahui kesulitan apa saja yang dialami siswa, maka
mereka bisa mendapatkan pembelajaran yang lebih baik sekaligus
untuk meningkatkan prestasi belajar.
d. Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah dapat mengetahui penyebab
kesulitan belajar pada mata pelajaran IPA dan upaya yang bisa
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan begitu, apabila
suatu hari nanti peneliti mengalami masalah dalam kesulitan belajar
IPA pada proses pembelajarannya, peneliti bisa langsung berupaya
untuk mengatasi masalah tersebut.
6
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Dalam mempermudah penyusunan laporan penelitian (skripsi) maka
pembahasan dalam menyusun laporan penelitian dikelompokkan menjadi bab
yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang saling berkaitan satu sama
lain, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh dan terpadu. Adapun
sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
Bab I : pendahuluan, bab ini merupakan suatu pengantar yang memberikan
suatu gambaran umum dari seluruh isi skripsi yang terdiri dari latar belakang
masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : berisi tentang telaah hasil penelitian terdahulu dan kajian teori
sebagai pedoman umum yang digunakan untuk melakukan penelitian yang
mencakup tentang guru, belajar, pembelajaran IPA, kesulitan belajar IPA,
faktor penyebab kesulitan belajar IPA, dan cara mengatasi kesulitan belajar.
Bab III: berisi tentang metode penelitian yang digunakan untuk menggali
data yang memuat pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi
dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, uji
keabsahan data, dan tahapan-tahapan dalam penelitian.
Bab IV: berisi tentang temuan penelitian yang terdiri dari deskripsi data
umum dan deskripsi data khusus. Pada deskripsi data umum mencakup
identitas SDN 02 Tonatan Ponorogo, profil warga sekolah, dan daftar peserta
didik kelas VI. Sedangkan dalam deskripsi data khusus menjelaskan kesulitan
belajar IPA yang dialami oleh siswa kelas VI dan strategi yang dilakukan guru
dalam mengatasi kesulitan belajar IPA.
Bab V: berisi tentang analisis data tentang kesulitan belajar IPA yang
dialami oleh siswa kelas VI dan strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar
IPA pada siswa kelas VI di SDN 02 Tonatan Ponorogo.
Bab VI: berisi kesimpulan dari hasil analisis data serta saran terhadap
penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI
A. TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Disamping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini,
penulis juga melakukan kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang
ada relevansinya dengan penelitian ini.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfa Suci Amanah tahun 2008 dengan judul
“Upaya Guru Menanggulangi Kesulitan Belajar Siswa Bidang Studi
Pendidikan Agama Islam Di SD Negeri 2 Kademangan Blitar”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan belajar Pendidikan Agama Islam
yang dialami siswa antara lain kesulitan menerima pelajaran, menghafal
pelajaran, dan memahami pelajaran yang ditandai dengan hasil belajar yang
rendah. Faktor internal yang menjadi penyebabnya adalah tingkat
intelegensi siswa kurang, siswa kurang memahami keterangan yang
diberikan guru, kurangnya motivai serta siswa tidak dapat menerapkan
materi agama yang sudah diterima dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
faktor internalnya antara lain peralatan belajar yang kurang lengkap,
kurangnya perhatian dari orang tua, ekonomi keluarga yang masih rendah,
dan pengaruh lingkungan masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh guru
yaitu menggunakan metode dan media pembelajaran yang menarik,
memenuhi sarana dan prasarana dalam pembelajaran, serta menciptakan
lingkungan keluarga yang harmonis.9
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama
meneliti tentang upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar di kelas.
Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu mengambil mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam sedangkan pada penelitian ini
mengambil mata pelajaran IPA.
9Ulfa Suci Amanah, Skripsi: “Upaya Guru Menanggulangi Kesulitan Belajar Siswa Bidang
Studi Pendidikan Agama Islam Di SD Negeri 2 Kademangan Blitar” (Malang: UIN Malang,
2008), 112-113.
8
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Nur Wulandari tahun 2015 dengan judul
“Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran IPS Di MTs Sains Al-Hadid Kota Cirebon”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa masalah yang dialami siswa diantaranya kurang
bersemangat saat belajar dikelas, merasa bosan saat belajar sejarah, dan
sering mendapat nilai dibawah rata-rata. Faktor yang menyebabkan
timbulnya masalah antara lain suasana kelas yang kurang kondusif, fasilitas
belajar yang kurang, dan kurangnya buku penunjang siswa. Sedangkan
upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar diantaranya menggunakan
metode dan media pembelajaran yang menarik, serta memberikan program
remedial teaching untuk siswa yang mendapatkan nilai dibawah rata-rata.10
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama
meneliti tentang upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar di kelas.
Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu mengatasi kesulitan
belajar pada mata pelajaran IPS sedangkan penelitian ini pada mata
pelajaran IPA.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Maya Anggraini tahun 2017 dengan judul
“Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VB SD Negeri
80/1 Muara Bulian”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan
pembelajaran siswa pada mata pelajaran IPA menonjolkan sikap
menyeleweng seperti tidak ikut memperhatikan, tidak antusias untuk
mengerjakan tugas kelompoknya, banyak mengobrol sendiri saat pelajaran
dan kurang percaya diri saat belajar kelompok, sehingga dengan begitu
siswa tersebut mengalami hambatan belajar dari faktor eksternal yaitu
lingkungan teman kelasnya serta hambatan dari tingkah laku siswa itu
sendiri. 11
10Ria Nur Wulandari, Skripsi: “Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran IPA Di MTs Sains Al-Hadid Kota Cirebon” (Cirebon: IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, 2015), 94. 11Maya Anggraini, Skripsi: “Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Di Kelas VB
SD Negeri 80/I Muara Bulian” (Jambi: Universitas Jambi, 2017), 30.
9
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu peneliti
mengambil masalah tentang kesulitan belajar pada mata pelajaran IPA, dan
perbedaannya yaitu pada penelitian ini lebih memfokuskan pada upaya guru
dalam mengatasi kesulitan belajar IPA sedangkan penelitian terdahulu
hanya mencari kesulitan belajar siswa pada saat belajar IPA.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Renawati Mentari tahun 2017 dengan judul
“Studi Deskriptif Faktor-Faktor Kesulitan Belajar IPA Materi Gaya dan
Pesawat Sederhana Kelas 5 MI Miftahul Ulum Bumijawa Kabupaten Tegal
Tahun Ajaran 2016/2017”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan
yang dialami dalam belajar IPA kelas V MI Miftahul Ulum Bumijaya Kab.
Tegal yaitu kesulitan memahami penjelasan, maksud soal, dan kesulitan
dalam memahami konsep. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan
siswa berkesulitan belajar diantaranya berasal dari dalam diri siswa seperti
kondisi mental yang emosional, kecerdasan siswa yang rendah, sikap belajar
yang kurang memperhatikan, minat siswa terhadap pembelajaran yang
rendah, dan motivasi belajar yang rendah. Selain itu terdapat faktor yang
berasal dari luar diri siswa seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap
kegiatan belajar siswa, suasana rumah yang kurang kondusif, kondisi
lingkungan tempat tinggal siswa yang kurang mendukung budaya belajar,
pengaruh media massa, penyajian materi yang dilakukan oleh guru kurang
menarik, penggunaan metode pelajaran yang monoton, penggunaan media
pembelajaran yang kurang maksimal serta sarana penunjang pembelajaran
yang kurang lengkap.12
Persamaann penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu peneliti
mengambil masalah kesulitan belajar pada mata pelajaran IPA.
Perbedaannya adalah penelitian ini memfokuskan pada upaya guru dalam
mengatasi kesulitan belajar IPA sedangkan penelitian terdahulu lebih
memfokuskan pada faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar IPA.
12Renawati Mentari, Skripsi: “Studi Deskriptif Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran IPA Materi Gaya dan Pesawat Sederhana Kelas V MI Miftahul Ulum Bumijawa
Kabupaten Tegal Tahun Ajaran 2016/2017” (Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo,
2017), 73.
10
5. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Mahmud Fauzi tahun 2018
dengan judul “Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas
IV MI Miftahul Huda Jatisari Kademangan Blitar”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk kesulitan yang dialami oleh siswa kelas IV MI
Miftahul Huda Jatisari Kademangan Blitar adalah kesulitan dalam
membaca, menulis, dan menghafal. Sedangkan upaya yang dilakukan guru
adalah melakukan pengajaran perbaikan berupa pengulangan materi yang
belum dipahami, melakukan kegiatan pengayaan berupa menghafal
perkalian dan membaca buku, serta menggunakan metode dan model
pembelajaran yang beraneka ragam. Dalam melakukan upaya mengatasi
kesulitan belajar, guru masih memiliki hambatan seperti kondisi siswa yang
kurang kondusif dan kurangnya fasilitas penunjang kegiatan. Oleh karena
itu, guru perlu mengatasi hambatan tersebut dengan cara melakukan
perbaikan terhadap fasilitas sekolah dan lebih mengawasi setiap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan siswa.13
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama
meneliti tentang upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar di kelas.
Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu dilakukan di kelas IV
sedangkan penelitian ini dilakukan di kelas VI. Selain itu, pada penelitian
terdahulu hanya mengatasi kesulitan belajar secara umum, sedangkan pada
penelitian ini lebih difokuskan pada kesulitan belajar IPA.
B. KAJIAN TEORI
1. Guru
Secara bahasa pendidik atau guru adalah educator atau lebih dikenal
dengan istilah teacher sebagai orang yang melakukan transfer ilmu.
Menurut WS. Winkel pendidik atau guru adalah orang yang menuntun siswa
untuk mencapai kehidupannya yang lebih baik lagi. Sedangkan menurut J.
13Mohammad Mahmud Fauzi, Skripsi: “Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar
Siswa Kelas IV MI Miftahul Huda Jatisari Kademangan Blitar” (Tulungagung: IAIN
Tulungagung, 2018), 88-91.
11
Klausmeir & William Goodwin mengemukakan bahwa pendidik adalah
orang yang membantu siswa dalam belajar agar menjadi lebih efektif dan
efisien.14 Sedangkan dalam UU guru dan dosen No.14/2005 Bab 1 Pasal 1
menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi siswa pada jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan menengah.15 Peran dan fungi guru dalam dunia pendidikan
menjadi salah satu faktor yang sangat signifikan karena guru merupakan
bagian terpenting dalam proses belajar mengajar pada jalur pendidikan
formal, informal, dan nonformal. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang
berkaiatan dengan mereka.16
Berikut adalah peran guru sebagai pendidik yaitu:
a. Peran sebagai pembimbing
Guru yang berperan sebagai pembimbing diharapkan memiliki
kemampuan untuk dapat membimbing siswa dan memberikan
dorongan psikologis agar siswa dapat menghindari faktor internal dan
ekternal yang akan mengganggu proses pembelajaran di sekolah, serta
memberikan arah dan pembinaan terhadap karir siswa sesuai dengan
bakat dan kemampuan siswa.
b. Peran sebagai pengajar
Guru sebagai pengajar diharapkan memiliki pengetahuan yang luas
tentang disiplin ilmu yang akan ditransfer kepada siswa. Selain
menguasai materi yang diajarkan, guru juga harus menguasai
penggunaan strategi dan metode mengajar yang akan digunakan untuk
menyampaikan bahan ajar, serta menentukan alat evaluasi pendidikan
yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa.
14Miftahul Ulum, Demitologi Profesi Guru (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), 11.
15Umar Sidiq, Etika dan Profesi Keguruan (Tulungagung: STAI Muhammadiyah, 2018), 11.
16Jumanta Hamdayama, Metodologi Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 1.
12
c. Peran sebagai pelatih
Sebagai pelatih, guru harus dapat memberikan sebanyak mungkin
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerapkan konsep atau teori
dalam bentuk praktik yang akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam hal ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mendapatkan pengalaman belajar yang sebanyak-banyaknya.17
Sedangkan peran guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai
berikut:
a. Guru sebagai demonstrator
Dalam proses pembelajaran guru hendaknya dapat menguasai materi
pelajaran dengan baik dan senantiasa mengembangkan kemampuan
yang dimilikinya sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Dengan begitu ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai
demonstrator untuk memperagakan apa yang diajarkannya agar
ilmunya bisa tersampaikan dengan baik.
b. Guru sebagai pengelola kelas
Guru juga harus mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar
sehingga dapat mendukung kegiatan belajar guna mencapai tujuan
pembelajaran. Lingkungan belajar yang baik bersifat menantang,
merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan
sehingga siswa dapat mencapai tujuan belajar.
c. Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya dapat memiliki pengetahuan dan
ketrampilan dalam menggunakan media pendidikan sehingga dapat
membantu proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Sebagai
fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang
berguna untuk menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar
17Suparlan, Guru Sebagai Profesi (Yogyakarta: HIKAYAT, 2006), 33.
13
mengajar, baik berupa narasumber, buku teks, majalah, atau surat
kabar.
d. Guru sebagai evaluator
Guru sebagai evaluator hendaknya mampu melakukan evaluasi
pembelajaran dengan baik agar dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan belajar, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan dan keefektifan metode mengajar. Evaluasi yang dilakukan
dapat dijadikan sebagai umpan balik terhadap proses belajar mengajar
yang akan berguna bagi guru untuk memperbaiki dan meningkatkan
pembelajaran menjadi lebih baik lagi.18
Sebagaimana tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugasnya di lembaga pendidikan. Kompetensi guru merupakan perpaduan
antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, emosional, dan
spiritual yang dapat membentuk standar profesi yang mencakup penguasaan
materi, pemahaman peserta didik, pembelajaran yang mendidik,
pengembangan pribadi dan profesioanalisme. Terdapat 4 kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru atau dosen yaitu antara lain:
a. Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam
mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
b. Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan personal yang memiliki
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
18 Jumanta Hamdayama, Metodologi Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 9-11.
14
c. Kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan siswa, sesama guru, orang
tua/wali murid, dan masyarakat luas.
d. Kompetensi profesional yaitu kemampuan guru dalam mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat menguasai
materi pelajaran secara luas dan mendalam guna membimbing siswa
dalam memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan.19
2. Belajar
Proses perkembangan manusia berlangsung melalui kegiatan belajar
yang dilakukannya secara sadar maupun tidak. Dalam belajar selalu
berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang menjadikan
dirinya lebih baik lagi karena dengan belajar akan memperoleh pengalaman-
pengalaman dari hasil interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.
Menurut Witherington (1952 h.165) menjelaskan bahwa belajar merupakan
perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola
respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan, dan kecakapan. Sedangkan menurut Gage and Berliner (1970
h.256) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku yang muncul karena pengalaman. Dalam pengertian perubahan di atas
dapat menyangkut beberapa hal yang sangat luas seperti penguasaan dan
penambahan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan,
minat, apresiasi, dll. Sedangkan pengalaman dalam pengertian di atas dapat
menyangkut kegiatan yang pernah dilakukan seperti membaca, melihat,
mendengar, merasakan, melakukan, menghayati, membayangkan,
merencanakan, mencoba, menganalisis, memecahkan masalah, dsb 20
19Fathorrahman, “Kompetensi Pedagogik, Profesional, Kepribadian, dan Kompetensi Sosial
Dosen,” AKADEMIKA, Vol. 15 No. 1 (Februari, 2017), 2.
20Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung:
RemajaRosdakarya, 2005), 155-156.
15
Dalam usaha untuk mencapai tujuan belajar perlu menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif. Lingkungan belajar ini terdiri dari
berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi.
Komponen yang dimaksud antara lain tujuan pembelajaran, materi
pelajaran, hubungan guru dan siswa, jenis kegiatan yang dilakukan, serta
sarana dan prasarana belajar yang tersedia. Tujuan belajar itu sebenarnya
sangat banyak, namun secara umum tujuan belajar itu antara lain untuk
mendapatkan pengetahuan, untuk menanamkan konsep dan ketrampilan,
serta sebagai pembentukan sikap.21
Dalam proses belajar terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor
tersebut antara lain:
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor ini meliputi:
1) Faktor Fisiologis
Faktor ini berkenaan dengan kondisi umum jasmani seseorang,
misalnya menyangkut kesehatan atau kondisi tubuh seperti sakit
atau terjadi gangguan pada fungsi-fungsi tubuh yang pada akhirnya
tubuh menjadi kurang prima dan akan mengalami kesulitan belajar.
Oleh karena itu, siswa perlu memelihara dan mengatur pola
istirahat yang baik serta mengkonsumsi makanan yang bergizi.
2) Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi belajar antara
lain:
a) Intelegensi
Intelegensi merupakan kemampuan psiko-fisik untuk
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat. Intelegensi memiliki
pengaruh terhadap kemajuan hasil belajar, dimana siswa yang
21Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2012), 176-179.
16
mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil dari
anak didik yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.
b) Perhatian
Perhatian merupakan aktifan jiwa yang dipertinggi yang
semata-mata tertuju pada suatu objek. Untuk memperoleh
hasil belajar yang baik, siswa perlu diberi perhatian yang
penuh pada bahan yang dipelajarinya. Hal ini dilakukan
supaya tidak menimbulkan kebosanan sehingga siswa tersebut
tidak suka lagi belajar. Supaya timbul perhatian siswa maka
usahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatiannya.
c) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan
dan mengenang beberapa kegiatan. Minat sangat besar
pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan belajar
tidak sesuai dengan minat siswa maka mereka sulit menerima
bahan yang akan dipelajarinya. Sebaliknya bahan pelajaran
yang diminati siswa akan mudah dipahami dengan baik.22
d) Bakat
Bakat merupakan kemampuan bawaan yang memiliki potensi
yang masih perlu dikembangkan atau dilatih. Bakat yang tidak
dilatih akan menjadi terpendam. Oleh karena itu diperlukan
latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan sehingga
memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam
bidang tertentu.
e) Motivasi
Motivasi yaitu kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, motivasi menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan
22Nidawati, “Belajar Dalam Perspektif Psikologi Agama,” Jurnal Pionir, Vol. 1 No. 1 (Juli-
Desember, 2013), 22-23.
17
belajar siswa karena dengan motivasi dapat mendorong siswa
ingin melakukan kegiatan belajar.23
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan dapat memunculkan kelesuan dan kebosanan yang
menyebabkan minat dan dorongan untuk belajar menjadi hilang.
Oleh karena itu, kelelahan dapat mempengaruhi hasil belajar
sehingga perlu upaya untuk mengatasinya seperti tidur dan istirahat
yang cukup, rekreasi, dan olahraga yang teratur serta diimbangi
dengan makanan yang bergizi.
4) Faktor Lupa
Menurut Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa
adalah ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang
pernah dipelajari atau dialami. Hilangnya informasi bisa
disebabkan oleh dua hal yaitu gangguan dan waktu. Mengingat hal-
hal yang baru dapat mengganggu mengingat hal-hal yang lama
karena informasi yang baru dapat membingungkan informasi yang
lama, apalagi bila yang lama sifatnya kabur. Kemudian semakin
lama informasi di dalam ingatan jangka pendek semakin melemah
keadaannya dan akhirnya hilang.24
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan Sosial
a) Lingkungan Keluarga
Keluarga mempunyai peranan penting atas tanggung jawab
utama dalam memberikan pendidikan dan perlindungan
terhadap anak. Mendidik, mengajar, membimbing, dan
memberi perhatian merupakan kewajiban dan tanggung jawab
sebagai orang tua. Orang tua yang kurang bisa berkomunikasi
dengan anaknya akan menimbulkan ketegangan atau konflik
23Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan (Yogjakarta: Teras, 2012), 197-198.
24Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2012), 275-276.
18
hubungan. Oleh karena itu, perhatian orang tua terhadap
anaknya akan meningkatkan keberhasilan dalam pendidikan.25
b) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar
siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman
belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan belum dimilikinya.
c) Lingkungan Sekolah
Hubungan yang harmonis antara guru, administrasi, dan
teman-teman sekelas dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih baik di sekolah. Oleh karena itu, guru dan orang
tua perlu memperhatikan bakat yang dimiliki oleh siswanya
dengan cara memberikan dukungan dan tidak memaksakan
kehendak sebagai orang tua.
2) Lingkungan Nonsosial
a) Lingkungan Alamiah
Lingkungan ini meliputi kondisi udara yang segar, tidak panas
dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau gelap,
suasana yang sejuk dan tenang. Jika kondisi lingkungan alam
tidak mendukung maka proses belajar siswa akan terhambat.
b) Faktor Instrumental
Faktor ini berkaitan dengan perangkat belajar yang terdiri dari
perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan
olahraga, dan lain sebagainya. Sedangkan perangkat lunak
seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku
panduan, silabus, dan lain sebagainya.26
25Afiatin Nisa, “Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Minat Belajar Siswa Terhadap Prestasi
Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial,” Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 2 No. 1 (Maret, 2015), 3.
26Rohmalia Wahab, Psikologi Belajar (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), 30-31.
19
3. IPA
Menurut Iskadar (dalam Rositawaty 2008:15) menyatakan bahwa IPA
adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA
merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar
yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara
lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada
prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara
mengerjakan atau melakukan serta membantu siswa untuk memahami alam
sekitar secara lebih dalam.27
Menurut Carin dan Sund (dalam Widi dan Sulistyowati 2017:23)
menjelaskan bahwa IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun
secara teratur, berlaku umum, berupa kumpulan data hasil observasi, dan
eksperimen. Berdasarkan pengertian tersebut, maka IPA memiliki empat
unsur utama yaitu:
a. Sikap: IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena
alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.
b. Proses: Proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya
prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, evaluasi, pengukuran,
dan penarikan kesimpulan.
c. Produk: IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan
hukum.
d. Aplikasi: Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan
sehari-hari.28
Sedangkan pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-
komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk
27Rositawaty, Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (Jakarta: Pusat Perbukuan, 2008), 15.
28 Asih Widi W dan Eka Sulistyowati, Metodologi Pembelajaran IPA (Jakarta: Bumi Aksara,
2017), 23.
20
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran IPA terdiri
dari tiga tahap yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.29
Pembelajaran IPA dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling
berkaitan. Faktor yang paling menentukan keberhasilan pembelajaran
adalah guru. Guru dituntut untuk dapat membuat pembelajaran yang
menarik baik dari segi metode maupun media. Media yang menarik dapat
diartikan bermacam-macam, seperti media gambar yang penuh warna,
gambar, dan tulisan-tulisan yang dapat merangsang keingintahuan siswa,
memanfaatkan powerpoint, atau media yang bergerak-bersuara seperti
video, film, atau animasi.30
4. Kesulitan Belajar IPA
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sering kita dihadapkan dengan
sejumlah karakteristik siswa yang beraneka macam. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajar dengan lancar, namun tidak sedikit pula siswa
yang mengalami berbagai kesulitan dalam belajarnya. Kesulitan belajar
siswa ditunjukkan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar yang bersifat psikologis, sosiologis, maupun
fisiologis. Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami siswa tidak sama karena
adanya perbedaan yang disebabkan oleh tingkat penguasaan bahan yang
sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan bagian yang sedang dan
mudah tidak dapat dikuasi dengan baik.31 Kesulitan belajar merupakan
suatu keadaan dimana siswa tidak dapat belajar secara baik disebabkan
adanya ancaman, hambatan, maupun gangguan dalam belajar. Menurut
Hamalik (dalam Haqiqi 2018:32) menyatakan bahwa jika siswa mengalami
29Asih Widi W dan Eka Sulistyowati, Metodologi Pembelajaran IPA (Jakarta: Bumi Aksara,
2017), 26.
30Lia Portanata, dkk, “Analisis Pemanfaatan Media Pembelajarn IPA SD,” Jurnal Pendidikan
Dasar PerKhasa, Vol. 3 No. 1 (April, 2017), 340.
31Anas Thorir dan Fitri April Yanti, Pembelajaran FISIKA; Kesulitan Belajar dan Cara
Mengatasinya (Yogyakarta: Media Akademi, 2017), 32.
21
kegagalan atau kemunduran dalam hasil belajar, hal itu berarti ada kesulitan
yang dihadapi selama pembelajaran.32
Berikut adalah faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar pada siswa:
1. Faktor internal
Dalam faktor internal terdapat sebab yang bersifat fisik dan rohani.
Sebab yang bersifat fisik antara lain:
a. Karena sakit
Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan pada fisiknya
sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya pada saat
belajar rangsangan yang diterima melalui indra tidak dapat
diteruskan ke otak. Hal ini menjadikan siswa tidak dapat
memahami materi pelajaran dengan baik.
b. Kurang sehat
Anak yang mudah capek, mengantuk, pusing, kurang semangat,
dan pikiran terganggu maka dapat mengalami kesulitan belajar
karena respon dalam menerima pelajaran berkurang serta saraf otak
tidak mampu bekerja secara optimal dalam memproses bahan
pelajaran yang diterima melalui indranya.
c. Cacat tubuh
Anak yang memiliki cacat tubuh seperti kurang pendengaran,
penglihatan, dan gangguan psikomotor dapat mengalami kesulitan
saat belajar. Apalagi anak yang cacat tubuh yang serius seperti
buta, tuli, bisu, hilang tangan atau kakinya maka perlu mendapat
pendidikan khusus seperti SLB. Namun bagi golongan yang masih
ringan, bisa mengikuti pendidikan umum dengan mendapat
perhatian yang khusus dari guru.
Sedangkan penyebab kesulitan belajar yang bersifat rohani antara lain:
32Arghob Khofya Haqiqi, “Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Belajar IPA Siswa SMP Kota
Semarang,” Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol. 6 No. 1 (2018), 37.
22
a. Intelegensi
Anak yang banyak mengalami kesulitan belajar biasanya mereka
mempunyai IQ kurang dari 90 (tergolong lemah mental). Apabila
mereka diminta untuk menjawab soal melebihi potensinya jelas
tidak mampu dan banyak mengalami kesulitan.
b. Bakat
Setiap individu mempuyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang
akan mudah mempelajari sesuatu yang sesuai dengan bakatnya.
Apabila seseorang harus mempelajari bahan yang tidak sesuai
bakatnya maka akan cepat bosan, tidak senang, dan mudah putus
asa. Hal tersebut tampak pada anak yang suka mengganggu
temannya, berbuat gaduh, dan tidak mau belajar sehingga nilainya
rendah.
c. Minat
Tidak adanya minat seseorang terhadap suatu pelajaran akan
menyebabkan timbunya kesulitan belajar. Hal ini menjadikan
pelajaran yang diikutinya tidak terproses dalam otaknya sehingga
timbul kesulitan. Ada tidaknya minat siswa dapat dilihat dari cara
anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan perhatian
terhadap pelajaran tersebut.
d. Motivasi
Motivasi dapat mendorong seseorang dalam mencapai tujuan
sehingga semakin besar motivasi maka semakin besar kesuksesan
belajarnya. Siswa yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh,
mudah putus asa, kurangnya perhatian pada pelajaran, dan suka
mengganggu kelas mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar.
e. Kesehatan mental
Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik.
Dengan kesehatan mental dan ketenangan emosi akan
menimbulkan hasil belajar yang baik. Setiap individu dalam
hidupnya selalu mempunyai kebutuhan, apabila kebutuhan itu
23
tidak terpenuhi maka akan membawa masalah emosional.
Misalnya anak yang sedih dan kecewa akan sulit mengadakan
konsentrasi belajar sehingga memungkinkan melakukan
perbuatan-perbuatan yang agresif. Keadaan seperti inilah yang
akan menimbulkan kesulitan belajar sebab tidak mendatangkan
kebahagiaan.
f. Tipe-tipe khusus pelajar
Terdapat 3 tipe belajar seorang anak, yaitu:
1) Tipe visual
Anak dengan tipe ini akan cepat mempelajari bahan-bahan
yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, dan gambar.
Sebaliknya akan sulit belajar apabila bahan disajikan dalam
bentuk suara, atau gerakan.
2) Tipe auditif
Anak dengan tipe ini akan mudah mempelajari bahan yang
disajikan dalam bentuk suara (ceramah) atau menggunakan
media yang menghasilkan suara seperti radio atau video.
Sedangkan pelajaran yang disajikan dalam bentuk tulisan,
perabaan, dan gerakan maka dia akan mengalami kesulitan.
3) Tipe motorik
Anak yang bertipe ini akan mudah mempelajari bahan
pelajaran yang berupa tulisan-tulisan, gerakan, dan sulit
mempelajari bahan yang berupa suara dan penglihatan.
2. Faktor Eksternal
Pada faktor eksternal penyebabnya berasal dari keluarga, sekolah, dan
lingkungan. Berikut ini penjelasan terkait penyebab kesulitan belajar
dari faktor eksternal:
a. Faktor Keluarga
Keluarga menjadi pusat pendidikan yang utama sehigga dapat
menjadi faktor penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk faktor
ini antara lain:
24
1) Orang Tua
Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya,
bersifat acuh tak acuh, kejam, dan otoriter akan menimbukan
mental yang tidak sehat bagi anaknya sehingga anak tidak
senang di rumah dan menjadi lupa belajar. Selain itu hubungan
orang tua dan anak juga perlu diperhatikan seperti kasih
sayang, penuh perhatian, adaya kebencian, sikap keras, acuh
tak acuh, memanjakan, dll. Hubungan yang baik antara orang
tua dan anak akan menjadikan sikap belajarnya baik begitu
sebaliknya. Kemudian anak juga membutuhkan bimbingan
dari orang tua yang dianggap dewasa dan menjadi contoh
untuk anaknya. Orang tua yang sibuk bekerja, terlalu banyak
anak yang diawasi, sibuk organisasi sehingga anak tidak
mendapat bimbingan dari orang tua. Keadaan ini dapat
memungkinkan anak akan banyak mengalami kesulitan
belajar.
2) Susana rumah
Suasana rumah yang sangat ramai/gaduh akan menyebabkan
anak terganggu konsentrasinya sehingga sulit untuk belajar.
Selain itu suasana rumah yang tegang akibat adaya cekcok
diantara anggota keluarga dapat melahirkan anak-anak yang
tidak sehat mentalnya. Hal ini menjadikan anak tidak tahan di
rumah dan memilih untuk menghabiskan waktu di luar rumah
sehingga menjadi lupa belajar.
3) Keadaan ekonomi keluarga
Faktor biaya menjadi faktor penting dalam mendukung
kelancaran belajar siswa. Kelengkapan alat seperti pensil,
tinta, penggaris, buku tulis, buku pelajaran, dll akan
membentuk kelancaran dalam belajar. Sedangkan kurangnya
alat-alat itu akan menghambat kemajuan belajar anak. Namun
ekonomi keluarga yang berlimpah juga dapat menghambat
25
belajar siswa. Mereka akan menjadi segan belajar karena
terlalu banyak bersenang-senang dan selalu dimanjakan oleh
orang tuanya.
b. Faktor Sekolah
1) Guru
Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar apabila tidak
tepat dalam penggunaan metode pada mata pelajaran yang
dipegangnya dikarenakan kurang menguasai bahan ajar dan
kurangnya persiapan sehingga pada saat menerangkan materi
kurang jelas dan sulit dipahami oleh siswa. Selain itu sikap
guru yang kasar, suka marah, sinis, pelit memberikan nilai
yang menjadikan dia tidak disenangi siswa dan akhirnya dapat
menghambat perkembangan siswa. Guru yang tidak
menggunakan alat peraga dalam mengajar juga bisa
menjadikan siswa mengalami kesulitan belajar.
2) Faktor alat
Dalam proses pembelajaran, penggunaan alat pelajaran sangat
berpengaruh terhadap kemampuan siswa menangkap materi
pelajaran. Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat
penyajian pelajaran kurang efektif. Alat-alat pelajaran yang
dimaksud seperti mikroskop, gelas ukur, proyektor, slide, dll.
Tidak adanya alat-alat tersebut menyebabkan guru cenderung
menggunakan metode ceramah yang dapat menimbulkan
kepasifan bagi siswa sehingga memungkinkan adanya
kesulitan belajar.
3) Kondisi gedung
Ruangan yang baik digunakan dalam proses belajar mengajar
harus memenuhi persyaratan seperti ruangan harus berjendela
dengan ventilasi yang cukup dan sinar dapat menerangi
ruangan. Selain itu, kondisi dinding dan lantai juga harus
terlihat bersih supaya siswa nyaman untuk belajar. Kemudian
26
gedung yang jauh dari tempat keramaian juga dapat membuat
siswa mudah untuk konsentrasi dalam belajarnya. Apabila
beberapa hal tersebut tidak terpenuhi maka situasi belajar akan
menjadi kurang baik dan bisa menghambat proses
pembelajaran.
4) Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik menjadi salah satu hal yang dapat
membawa kesulitan belajar siswa, misalnya bahan-bahan
terlalu tinggi, pembagian bahan yang tidak seimbang antara
kelas atas dan bawah serta adanya pendataan materi. Apabila
kurikulum tersebut sesuai dengan kebutuhan anak maka akan
membawa kesuksesan dalam belajarnya.
5) Waktu sekolah dan Disiplin kurang
Apabila waktu sekolah masuk sore, siang, atau malam, maka
dalam kondisi ini anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal
untuk menerima pelajaran sebab energinya sudah berkurang
dan siswa menjadi cepat lelah dengan kondisi udara yang
panas. Disamping itu kurangnya disiplin seperti siswa yang
liar, sering terlambat datang, tugas yang tidak dikumpulkan,
apalagi jika gurunya kurang disiplin maka akan banyak
mengalami hambatan dalam belajar.
c. Faktor Media Massa dan Lingkungan Sosial
Faktor media massa seperti bioskop, TV, majalah, buku-buku
komik yang ada di sekeliling kita dapat menghambat belajar
apabila siswa terlalu banyak meluangkan waktunya itu hal seperti
itu sehingga lupa akan belajarnya. Selain itu adanya pengaruh
dari teman bergaul siswa misalnya siswa suka bergaul dengan
mereka yang tidak sekolah maka ia akan malas belajar. Apalagi
jika lingkungan tetangga di sekitar rumah suka main judi, minum
arak, banyak penggangguran, dan malas belajar akan
mempengaruhi motivasi anak untuk belajar. Disisi lain, terlalu
27
banyak mengikuti aktivitas di luar sekolah seperti organisasi
masyarakat, ekstrakulikuler, dan kursus dapat menyebabkan
waktu belajar siswa menjadi terbengkalai. Oleh karena itu, orang
tua harus mengawasi kegiatan siswa di luar sekolah agar kegiatan
tersebut tidak membuat siswa melupakan tugas belajarnya.33
Dalam temuan penelitian yang dilakukan oleh Awang melalui teknik
wawancara dengan beberapa siswa yang mendapatkan hasil belajar rendah
pada mata pelajaran IPA diperoleh data mengenai faktor-faktor yang
menjadi penyebab kesulitan belajar siswa antara lain:
a. Faktor Internal
1) Minat
Siswa rata-rata tidak menyukai belajar IPA karena tidak
menyenangkan dan susah. Hal ini disebabkan karena guru yang
menyampaikan materi IPA kebanyakan menggunakan metode
ceramah, tanpa alat peraga. Selain itu siswa menganggap belajar
IPA sulit dipahami karena kebanyakan menggunakan bahasa asing.
2) Motivasi
Dari hasil wawancara diperoleh data bahwa siswa ingin belajar IPA
karena hanya sekedar ingin naik kelas. Mereka mengikuti pelajaran
IPA hanya ikut-ikutan, tidak didorong keinginan yang kuat untuk
menguasai mata pelajaran IPA.
3) Rasa Percaya Diri
Berdasarkan temuan saat wawancara, siswa tidak yakin kepada diri
sendiri bahwa mereka mampu mengerjakan tugas yang diberikan
guru. Alasannya adalah merasa sulit untuk memahami tugas yang
diberikan sehingga mereka sering mencontek pekerjaaan temannya
atau selalu meminta bantuan orang lain.
33Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 79-
93.
28
4) Kebiasaan Belajar
Siswa yang mengalami kesulitan belajar IPA juga disebabkan
karena mereka tidak terbiasa belajar. Siswa hanya menghabiskan
waktu sekitar 60 menit setiap hari untuk belajar mandiri. Bahkan
terdapat siswa yang biasa belajar hanya karena takut dimarahi
orang tua. Oleh karena itu, siswa yang kurang terbiasa belajar
menyebabkan hasil belajar dan prestasi di bidang IPA menjadi
rendah.
5) Cita-cita
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa yang mengalami
kesulitan belajar, kebanyakan mereka tidak memiliki cita-cita yang
berhubungan dengan bidang IPA. Ketidakinginan mereka
disebabkan oleh anggapan bahwa belajar IPA sulit dan tidak
berkeinginan untuk berkecimpung lebih jauh dalam bidang IPA.
b. Faktor Ekternal
1) Peran Guru
Dari hasil wawancara terdapat banyak anggapan dari siswa perihal
peran guru pada saat pembelajaran. Beberapa siswa menganggap
bahwa gurunya tidak pernah memberikan semangat kepada
siswanya dan ada yang kurang puas dengan cara guru mengajar
sehingga dalam belajar IPA tidak terlalu menyenangkan. Guru
jarang menggunakan strategi atau metode yang beragam sehingga
pembelajaran terkesan monoton dan kurang menyenangkan.
2) Kebijakan Penilaian
Berdasarkan temuan dari hasil wawancara aspek penilaian tidak
membuat siswa malas untuk belajar IPA. Namun, disisi lain ada
siswa yang menyatakan bahwa nilai yang rendah membuat dia
malas untuk belajar IPA.
3) Kurikulum
Hasil wawancara menyatakan bahwa semua siswa merasa buku
mata pelajaran IPA sulit untuk dipahami. Kesulitan dialami tatkala
29
mereka menemukan bahasa asing, penggunaan rumus-rumus yang
harus dihafal, serta siswa masih merasa kesulitan saat berhitung.
Selain itu, ketidakpahaman mereka terhadap materi pelajaran yang
disampaikan guru maupun yang tertera di buku membuat mereka
juga sulit menerima materi IPA.34
5. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Kesulitan yang dialami oleh siswa perlu segera diatasi. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan oleh Maha Putri Widiantari dengan guru
kelas IV di SDN 2 Pemaron menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan
guru untuk mengatasi kesulitan belajar diantaranya membuat lagu yang
berkaitan dengan materi agar pembelajaran menjadi lebih menyenangkan,
melakukan tanya jawab dengan siswa, memberikan bimbingan belajar/les
diluar jam sekolah, memberikan soal-soal dan mendiskusikannya bersama
teman.35
Selain itu sekolah memiliki tanggung jawab untuk membantu siswa
agar berhasil dalam belajarnya. SD Negeri Serayu menyelenggarakan
program layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru.
Program ini merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa
untuk mengatasi kesulitan belajar. Layanan bimbingan ini sangat penting
untuk dilaksanakan dalam membantu siswa untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya.36
Sedangkan upaya untuk meningkatkan motivasi belajar anak di
sekolah antara lain memberikan angka-angka yang baik kepada siswa,
memberikan hadiah agar menarik minat siswa dalam belajar, mengadakan
34Immanuel Sairo Awang, “Kesulitan Belajar IPA Peserta Didik Sekolah Dasar,” Vox Edukasi,
Vol. 6 No. 2 (November, 2015), 109-119.
35Ni Ketut Maha Putri Widiantari, dkk, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV
Dalam Pembelajaran Matematika,” e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4 No.
1 (2016), 6. 36Maliki, “Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan
Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri Serayu Yogyakarta,” Jurnal Al-Tazkiah, Vol. 7 No. 1 (Juni,
2015), 2.
30
kompetensi persaingan baik individu maupun kelompok, menumbuhkan
kesadaran siswa, memberikan pujian terhadap siswa yang berhasil
menyelesaikan tugasnya, serta memberikan hukuman yang mendidik dan
tepat sasaran sebagai alat motivasi.37
Memberikan cerita tentang kisah-kisah yang mengandung hikmah
juga efektif untuk menarik perhatian anak dan merangsang otaknya untuk
bekerja. Kelebihan metode bercerita adalah dapat membangkitkan
semangat anak, memikat, mempengaruhi emosi, dan menarik perhatian.38
Guru diharapkan dapat berperan untuk ikut mengawasi perkembangan
anak agar tidak kecanduan game online yaitu dengan cara guru
menyisipkan pesan tentang bahaya game online, melakukan razia HP,
bekerja sama dengan orang tua untuk mengawasi anak, dan memberikan
PR untuk mengalihkan perhatian anak.39
Guru harus lebih mempersiapkan materi kurikulum K13 sebelum
mengimplementasikannya ke dalam pembelajaran. Persiapan yang bisa
dilakukan guru adalah membuat rencana pembelajaran dan memahami
rambu-rambu dalam kurikulum K13 dimana tidak semua mata pelajaran
harus dipadukan. Oleh karena itu, guru perlu memilah-milah bahan materi
agar mudah dipahami oleh siswa.40
37Siti Suprihatin, “Upaya Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa,” Jurnal
Pendidikan Ekonomi UM Metro, Vol. 3 No. 1 (2015), 76. 38Syahrani Tambak, “Metode Bercerita dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” Jurnal
Al-Thariqah, Vol. 1 No. 1 (Juni, 2016), 8-9. 39Sri Wahyuni Adiningtyas, “Peran Guru Dalam Mengatasi Kecanduan Game Online,” Jurnal
Kopasta, Vol. 4 No. 1 (2017), 38-39. 40Andreas Au Hurit dan Diah Harmawati, “Analisis Kesiapan Guru dalam
Mengimplementasikan Kurikulum K13 di SD Inpres Gudang Arang Merauke,” Jurnal of Primary
Education, Vol. 1 No. 2 (April, 2019), 120.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan
dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang
bersifat alami.41 Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peristiwa
yang terjadi dalam objek penelitian ini bersifat alamiah, pengumpulan data
langsung dari sumber data yang ada di lapangan, dan bentuk penyajian datanya
hanya berupa kata-kata atau gambar, tidak menekankan pada ngka.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Dengan jenis penelitian ini peneliti berupaya untuk
mendeskripsikan strategi yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi kesulitan
yang dialami oleh siswa kelas VI di SDN 02 Tonatan Ponorogo. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan
menjawab persoalan-persoalan suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi saat
ini, baik tentang fenomena dalam variabel tunggal maupun korelasi dan atau
perbandingan berbagai variabel.42 Peneliti menggunakan jenis penelitian
deskriptif karena peneliti hanya sekedar mendeskripsikan fenomena yang
terjadi dan tidak memberikan perlakuan khusus terhadap objek penelitian.
Selain itu jenis penelitian ini bentuknya sederhana, mudah dipahami, dan tidak
membutuhkan teknik statistika.
B. KEHADIRAN PENELITI
Dalam Penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat atau human
instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
41Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 89.
42Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 54.
32
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SDN 02 Tonatan Kabupaten Ponorogo yang
merupakan sekolah dengan jumlah siswa yang cukup banyak dengan fasilitas
ruang belajar yang memadai, sehingga peneliti dapat memperoleh data atau
informasi yang lebih lengkap. Waktu yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah dari bulan Februari sampai bulan Maret tahun 2020.
D. SUMBER PENELITIAN
Sumber data adalah subjek tempat asal data dapat diperoleh, dapat berupa
bahan pustaka, atau orang.43 Dalam penelitian ini menggunakan sumber yang
berasal dari lapangan langsung. Data lapangan dapat diperoleh melalui
observasi, wawancara, angket maupun dokumentasi. Sedangkan yang menjadi
obyek penelitian adalah siswa kelas VI yang mengalami kesulitan belajar IPA
dan wali kelas VI sebagai guru mata pelajaran IPA.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Untuk memperoleh data yang akurat maka peneliti menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data yaitu:
1. Observasi
Teknik observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dimana
peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
obyek yang diteliti, baik dalam situasi buatan yang secara khusus diadakan
(laboratorium) maupun dalam situasi ilmiah atau sebenarnya (lapangan).44
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi langsung untuk mengetahui
proses pembelajaran IPA di kelas VI yang dilakukan oleh guru mengenai
43Mahmud, Metodologi Penelitian Pendidikan, 151.
44Andhita Dessy Wulansari, PENELITIAN PENDIDIKAN:Suatu Pendekatan Praktik dengan
Menggunakan SPSS (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2012), 64,
33
penggunaan media, metode, dan strategi belajar. Selain itu peneliti juga
mengamati tingkah laku siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran
di kelas. Kemudian alat atau instrument yang digunakan dalam melakukan
observasi adalah daftar isian yang berupa kolom tentang keadaan di lokasi
atau gejala tentang item tersebut yang sebelumnya dikosongkan untuk
selanjutnya diisi oleh peneliti pada waktu pengamatan.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab
lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang
mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.45 Saat
berada di lapangan, peneliti melakukan wawancara langsung atau secara
tatap muka dengan pihak yang menjadi obyek penelitian dan dilakukan
tanpa perantara. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan kepada seluruh
siswa kelas VI untuk mengetahui kesulitan-kesulitan belajar IPA di kelas.
Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada wali kelas VI untuk
mengetahui proses pembelajaran yang sudah dilakukan dan setelah
mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, kira-kira bagaimana
strategi yang akan dilakukan oleh guru tersebut.
3. Kuisioner / Angket
Kuisioner merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam bentuk
pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah
dipersiapkan sebelumnya dan harus diisi oleh responden.46 Peneliti
mengajukan angket berstruktur dengan bentuk pertanyaan tertutup
menggunakan skala Gutman. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan
pembelajaran pada mata pelajaran IPA yang harus diisi oleh siswa untuk
mengetahui kesulitan atau hambatan yang dialaminya.
45Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), 105.
46Andhita Dessy Wulansari, PENELITIAN PENDIDIKAN:Suatu Praktik dengan
Menggunakan SPSS, 69.
34
4. Dokumentasi
Dokumen merupakan bahan kajian yang berupa foto, film, atau hal-hal yang
dapat dijadikan sumber kajian selain wawancara dan observasi dalam
peneliltian kualitatif. Hasil kajian dokumen dapat digunakan untuk
memperluas terhadap kajian yang sedang diteliti.47 Dokumen yang dipilih
dalam penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan deskripisi
umum tentang SDN 02 Tonatan Ponorogo seperti bagan struktur organisasi,
informasi letak sekolah, jumlah siswa dan guru di SDN 02 Tonatan
Ponorogo serta dokumen foto yang dapat dijadikan sumber data dan kajian
yang ada di SDN 02 Tonatan Ponorogo.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data
kedalam pola-pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis data seperti yang dikandung oleh data
tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis
deskriptif kualitatif adalah cara analisis yang cenderung menggunakan kata-
kata untuk menjelaskan fenomena ataupun data yang didapatkan.48 Menurut
Miles & Huberman, aktivitas yang dilakukan dalam analisis data meliputi:
1. Reduksi Data
Mereduksi data dalam hal ini adalah merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, menfokuskan pada hal yang penting, dan membuat kategori. Oleh
karena itu, data yang sudah direduksi akan memberikan gambaran yang
jelas dan memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, kemudian menyajikan data ke dalam pola yang
berbentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart.
47Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),
217.
48Drajad Suharjo, Metodologi Penelitian dan Penelitian Lapangan Ilmiah (Yogyakarta: UII
Press, 2003), 12.
35
Apabila pola tersebut telah didukung oleh data, maka akan menjadi baku
dan dapat disajikan dalam laporan akhir penelitian
3. Verifikasi Data
Dalam kegiatan ini, data yang sudah disajikan dalam laporan maka dapat
ditarik kesimpulan sesuai dengan hasil penelitian.49
Peneliti menggunakan teknik analisis deskripstif kualitatif karena sesuai
dengan pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif
kualitatif. Selain itu proses penelitiannya juga lebih sederhana yaitu dimulai
dari menentukan hal-hal yang akan diteliti kemudian mengolah dan
menyajikan data dengan bentuk uraian, serta menarik kesimpulan di akhir
proses penelitian.
G. UJI KEABSAHAN DATA
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang
dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji
data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif melipui uji
credibility, transferability, dependability, dan confirmability.50 Uji keabsahan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kredibilitas dengan
menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang ada.51 Teknik dalam Triangulasi
adalah sebagai berikut:
1. Triangulasi sumber yaitu teknik menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi teknik yaitu teknik menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
49Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi (IAIN Ponorogo: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, 2019), 45-46.
50Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2007),
270.
51Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), 330.
36
3. Triangulasi waktu yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara
pada pagi hari saat keadaan narasumber masih segar sehingga memberikan
data yang lebih valid dan kredibel. Apabila hasil uji menghasilkan data
yang berbeda maka dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai
ditemukan kepastian datanya.52
Dalam penelitian ini menggunakan uji krediabilitas dengan teknik
triangulasi yang terdiri dari triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Teknik
triangulasi dirasa lebih cocok digunakan karena banyaknya sumber data yang
ada di lapangan sehingga perlu mengecek kebenaran data yang diperoleh
dengan menggunakan teknik yang berbeda dengan waktu yang tepat.
H. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan-tahapan penelitian merupakan proses yang harus ditempuh
seorang peneliti dalam melaksanakan suatu penelitian, tahapan-tahapan
tersebut dibagi menjadi 2 tahapan yaitu:
1. Tahap Pra-lapangan yaitu tahapan yang dilakukan peneliti sebelum
melakukan penelitian di lapangan. Tahap pra-lapangan ini berupa
menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus
perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan
lingkungan, serta menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan yaitu tahapan yang dilakukan oleh seseorang
peneliti ketika berada di dalam lapangan. Dalam tahapan ini dibagi menjadi
tiga bagian yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki
lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di
lapangan.
3. Tahap analisis data yang dilakukan selama dan setelah pengumpulan data.
4. Tahap penulisan laporan penelitian.53
52Sugihono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 274.
53Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 368.
37
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
A. DESKRIPSI DATA UMUM
1. Profil SDN 02 Tonatan Ponorogo
SDN 02 Tonatan Ponorogo adalah Sekolah Dasar (SD) Negeri yang
terletak di Jl. Sekar Putih No. 27 Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa
Timur. Sekolah ini sudah bestatus negeri dan memiliki akreditasi A. SDN
02 Tonatan Ponorogo berdiri sejak tahun 1976 dan mengalami perubahan
fisik dan nama di tahun 2000. Dahulu bangunan sekolah hanya memiliki
satu lantai kemudian bertambah menjadi dua lantai. Nama sekolah ini
dahulunya adalah SD Inpres lalu berubah menjadi SDN 02 Tonatan
Ponorogo. Bangunan sekolah merupakan miliki sendiri dan jaraknya dekat
dengan pusat kota. Kegiatan belajar mengajar di sekolah ini
diselenggarakan pada waktu pagi hari. SDN 02 Tonatan Ponorogo
memiliki visi misi dan tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di sekolah.54
Berikut adalah visi dan misi serta tujuan dari SDN 02 Tonatan
Ponorogo:
a. Visi SDN 02 Tonatan Ponorogo
Setiap sekolah tentunya memiliki visi dan misi yang berbeda. Di SDN
02 Tonatan Ponorogo ini memiliki visi lembaga yakni “ Cerdas,
terdidik, berbudaya, dan berakhlak mulia, agar bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa”. Visi ini memiliki maksud bahwa setiap
warga sekolah memiliki sifat cerdas dalam ilmu pengetahuan, terdidik
dalam budi pekertinya, berbudaya dari segi kemasyarakatannya, serta
berakhlak mulia dalam segi moral dan akhlak. Semua itu dilakukan
supaya bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
54Lampiran Transkip Dokumentasi Kode 04/D-1/IV/2020.
38
b. Misi SDN 02 Tonatan Ponorogo
Misi merupakan suatu hal atau sasaran yang akan dilaksanakan oleh
suatu lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan. SDN 02 Tonatan Ponorogo mempunyai misi antara lain:
1) Menumbuhkan penghayatan aqidah, penerapan, dan pengalaman
terhadap ajaran agama yang dianut serta berbudaya religious.
2) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif
sehingga siswa dapat berkembang secara maksimal.
3) Menumbuhkan semangat keunggulan religious, dan berbudaya
secara intensif kepada seluruh warga sekolah.
4) Membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya di bidang
keagamaan, IPTEK, bahasa, olahraga, seni budaya, sesuai bakat
dan minat.
5) Menerapkan manajemen partisipatif kerja sama yang harmonis
antara warga sekolah, komite, serta lingkungan.55
c. Tujuan SDN 02 Tonatan Ponorogo
Setiap hal tentu memiliki tujuan tersendiri agara suatu keinginan dapat
tercapai. Begitu juga dengan lembaga pendidikan juga mempunyai
tujuan demi kemajuan pendidikannya. Adapun tujuan SDN 02
Tonatan Ponorogo adalah sebagai berikut:
1) Membekali keimanan, ketaqwaan, dan mengamalkan ajaran
agama agar istiqomah.
2) Meningkatkan proses pembelajaran yang berbasis kompetensi
dan unggul di bidang religius dan berbudaya.
3) Meningkatkan mutu (lulusan, pembiasaan, dan minat bakat).
4) Mencetak peserta didik yang berilmu tinggi di bidang akademik
dan bidang keagamaan.
5) Menciptakan sekolah pelopor, penggerak, sekolah model berbasis
keagamaan yang berbudaya daerah Ponorogo.
55Lampiran Transkip Dokumentasi Kode 04/D-2/IV/2020.
39
6) Memiliki tenaga profesional dalam bidang pendidikan akademik,
dan ekstrakulikuler.
7) Mewujudkan sekolah model yang diminati dan dipercaya
masyarakat.
8) Menjunjung tinggi azas kekeluargaan, kerukunan, dan gotong
royong warga sekolah, orang tua, dan masyarakat.
9) Memiliki dan menghasilkan peserta didik berkualitas, berakhlak
karimah, menatap masa depan sejahtera.
10) Sebagai pelayan masyarakat yang memberikan pelayanan khusus
terhadap peserta didik (inklusi). 56
Tabel 4.1
Identitas SDN 02 Tonatan Ponorogo
No. Identitas Sekolah
1. Nama Sekolah SDN 02 Tonatan
2. Nomor Statistik Sekolah 101051101016
3. Provinsi Jawa Timur
4. Otonomi Daerah Ponorogo
5. Kecamata Ponorogo
6. Desa/Kelurahan Tonatan
7. Jalan dan Nomor Jl. Sekar Putih No. 27 A
8. Kode Pos 63418
9. Kode Wilayah 0352
10. Telepon 488881
11. Faksimile/Fax -
12. Daerah Perkotaan
13. Status Sekolah Negeri
14. Kelompok Sekolah Inti
15. Akreditasi A
16. Surat Keputusan/SK 00919 Dd 0073 2006/15 Mei 2006
56Lampiran Transkip Dokumentasi Kode 04/D-3/IV/2020.
40
17. Penerbit SK Badan Akreditasi Sekolah
Kecamatan Ponorogo
18. Tahun Berdiri 1976
19. Tahun Perubahan 2000
20. Kegiatan Belajar
Mengajar
Pagi
21. Bangunan Sekolah Milik Sendiri
22. Jarak ke Pusat
Kecamatan
± 1 km
23. Jarak ke Pusat Kota ± 2 km
24. Terletak Pada Lintasan Desa
25. NPSN 20509982
26. Organisasi
Penyelenggara
Pemerintah
Dalam membantu kegiatan belajar mengajar di SDN 02 Tonatan
Ponorogo didukung oleh beberapa fasilitas yang sangat memadai. Fasilitas
tempat yang disediakan di SDN 02 Tonatan Ponorogo antara lain UKS,
laboratorium komputer dan IPA, perpustakaan, kantin, tempat parkir,
toilet, tempat sampah, lapangan, masjid, kantor guru, ruang kelas, dan
sanggar pramuka. Sedangkan fasilitas pendukung lainnya seperti LCD,
meja dan kursi, kipas angin, alat kebersihan, dan alat kesenian.
Berikut ini penjelasan terkait sarana dan prasarana yang ada di SDN 02
Tonatan Ponorogo:
a. UKS
UKS atau Unit Kesehatan Sekolah di SDN 02 Tonatan Ponorogo
sudah cukup baik dalam hal pengelolaannya. Disana terdapat fasilitas
seperti 2 kasur dan berbagai obat-obatan yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa ketika sakit. Tidak hanya itu saja, di unit ini terdapat dokter
kecil yang dipilih secara bergantian oleh pihak sekolah untuk
membantu siswa mendapatkan pelayanan kesehatan.
41
b. Laboratorium Komputer dan IPA
Fasilitas yang ada di laboratorium komputer cukup baik dimana
kondisi setiap komputer dapat dioperasikan dengan baik. Sedangkan
pada laboratorium IPA terdapat bermacam-macam alat peraga yang
biasanya digunakan oleh guru dalam menjelaskan materi IPA.
Namun, laboratorium ini tempatnya kurang memadai berada satu
ruangan dengan UKS dan hanya diberi sekat.
c. Perpustakaan
Kondisi sarana di perpustakaan SDN 02 Tonatan Ponorogo ini sudah
terawat dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai
macam buku yang tertata rapi dan kondisinya cukup baik sehingga
layak untuk dibaca.
d. Kantin
Kantin yang ada di SDN 02 Tonatan Ponorogo adalah kantin yang
sehat. Kebersihan tempatnya sangat terjaga begitu juga dengan
jajanan dan makanan yang dijual di sana. Makanan yang dijual di
kantin tersebut sangat terjamin gizi dan kebersihannya. Selain itu
makanan yang dijual beraneka ragam jenisnya sehingga siswa tidak
perlu membeli jajan sembarangan di luar sekolah.
e. Tempat Parkir
Tempat parkir di SDN 02 Tonatan Ponorogo sudah tertata dengan
baik. Parkiran guru dan siswa dipisah agar lebih mudah dalam
mengambil sepedah maupun kendaraan. Tempat parkir ini berada di
dalam lingkungan sekolah sehingga mudah diawasi dan aman dari
pencurian.
f. Toilet
Di SDN 02 Tonatanan Ponorogo terdapat 1 toilet guru dan 2 toilet
untuk siswa. Toilet tersebut selalu terjaga kebersihannya sehingga
nyaman untuk digunakan. Karena gedung sekolah berlantai 2
sehingga toilet diletakkan di lantai 1 dan lantai 2. Hal ini memudahkan
42
siswa yang berada di lantai atas untuk menggunakan fasilitas toilet
tersebut.
g. Tempat Sampah
Semua warga di SDN 02 Tonatan Ponorogo selalu menaati peraturan
sekolah terutama dilarang membuang sampah sembarangan. Oleh
karena itu, pihak sekolah telah menyediakan tempat sampah yang
diletakkan di setiap sudut kelas dan di halaman. Hal ini memudahkan
siswa untuk membuang sampah ke tempatnya. Tempat sampah disana
juga dibedakan yaitu ada tempat sampah untuk sampah organik dan
anorganik.
h. Lapangan
Lapangan di SDB 02 Tonatan Ponorogo cukup luas. Lapangan
tersebut bisa menampung semua siswa dan guru saat upacara dan
senam bersama. Tidak hanya itu, siswa juga dapat memanfaatkan
lapangan tersebut untuk pembelajaran olahraga dan bermaian volly.
Kondisi lapangan tersebut selalu bersih dari sampah karena siswa
dibiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya.
i. Masjid
Setiap hari siswa selalu melaksanakan sholat dhuzur berjamaah di
masjid yang dekat dengan sekolahan. Selain itu pada hari tertentu,
secara bergantian siswa memanfaatkan masjid tersebut untuk kegiatan
sholat dzuha berjamaah. Kondisi masjid tersebut sangat bersih dan
cukup luas untuk menampung siswa.
j. Kantor guru
Kantor guru di SDN 02 Tonatan Ponorogo berada di lantai 1. Di sana
terdapat meja kepala sekolah dan guru yang tertata rapi. Di sebelahnya
terdapat ruang khusus untuk tamu-tamu yang memiliki keperluan
dengan kepala sekolah. Di dalam kantor tersebut juga terdapat banyak
piagam dan piala yang tersusun rapi di almari.
43
k. Ruang Kelas
Jumlah ruang kelas di SDN 02 Tonatan Ponorogo sebanyak 10 ruang.
Di setiap ruang kelas sudah dilengkapi dengan meja dan kursi untuk
siswa, meja dan kursi bagi guru, papan tulis, kipas angin, spidol dan
penghapus, serta alat-alat kebersihan.
l. LCD
Di setiap kelas yang ada di SDN 02 Tonatan Ponorogo sudah memiliki
LCD proyektor. Alat ini bisa dimanfaatkan guru untuk menyampaikan
materi pelajaran agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Namun, di
sana guru jarang menggunakan LCD dan lebih memilih untuk
menjelaskan langsung. Karena jarang dipakai sehingga ada beberapa
LCD yang mengalami gangguan dalam fungsinya sehingga harus
diperbaiki.
m. Sanggar Pramuka
Sanggar pramuka merupakan tempat penyimpanan alat-alat
kepramukaan yang dimiliki sekolah. Di dalam sanggar tersebut
tersimpan berbagai macam perlengkapan pramuka seperti tenda, tali
temali, tongkat, dll. Perlengkapan ini biasa digunakan saat kegiatan
ekstrakulikuler pramuka maupun latihan untuk mengikuti berbagai
lomba.
n. Alat Kesenian
Salah satu ekstrakurikuler yang sangat diminati oleh siswa di sana
adalah reyog. Untuk mendukung kegiatan tersebut sekolah memiliki
perlengkapan reyog yang sangat baik seperti dadak merak, topeng
bujangganong, dan pakaian tari reyog itu sendiri. Selain itu, SDN 02
Tonatan Ponorogo juga sudah dilengkapi dengan peralatan untuk
karawitan. Biasanya pada hari tertentu siswa berlatih memainkan alat
tersebut dibantu dengan pelatih yang didatangkan dari luar sekolah.57
57Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-3/SP/IV/2020.
44
2. Profil Warga Sekolah
SDN 02 Tonatan Ponorogo merupakan salah satu Sekolah Dasar Negeri
di Kabupaten Ponorogo. Sekolah ini dipimpin oleh seorang kepada sekolah
yang bernama Bpk. Boyadi, S.Pd. SDN 02 Tonatan Ponorogo memiliki
guru sebanyak 20 orang dan karyawan sebanyak 2 orang. Guru yang ada di
SDN 02 Tonatan terdiri dari guru kelas, guru mata pelajaran Penjas
(Pendidikan Jasmani), guru mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam),
guru mata pelajaran Bahasa Inggris, dan guru ekstrakurikuler. Pendidikan
guru di sekolah tersebut sebagian besar adalah lulusan S1.58 Sedangkan
jumlah siswa di sekolah ini sebanyak 233 orang dengan 10 rombangan
belajar. Siswa tersebut terdiri dari 133 laki-laki dan 90 perempuan dengan
rincian sebagai berikut:59
Tabel. 4.2
Jumlah Siswa SDN 02 Tonatan Ponorogo
Jenis
Kelamin
Kelas Total
IA IB IIA IIB IIIA IIIB IVA IVB V VI
Laki-laki 14 11 11 11 11 9 13 15 21 17 133
Perempuan 7 7 7 7 6 9 15 10 11 11 90
Total 21 18 18 18 17 18 28 25 32 28 223
Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas VI yang ada di SDN
02 Tonatan Ponorogo. Jumlah siswa kelas VI sebanyak 28 orang yang
terdiri dari 17 laki-laki dan 11 perempuan.60 Berikut ini adalah daftar nama
siswa kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo:
58Lampiran No. 9 Bagan Struktur Organisasi
59Lampiran Transkip Dokumentasi Kode 04/D-4/IV/2020.
60Lampiran Transkip Dokumentasi Kode 04/D-5/IV/2020.
45
Tabel 4.3
Daftar Nama Siswa Kelas VI
No. No.
Induk
Nama Siswa Jenis Kelamin
1. 1635 Abdulla L
2. 1636 Abdurahman Faiz A. L
3. 1638 Aidan Asma Aldiansyah L
4. 1639 Akmalia Lailatul Fadilah P
5. 1640 Alzyo Divolio Vernanda E. L
6. 1641 Amalia Tri Andini P
7. 1644 Cahaya Lovillea Pratiwi P
8. 1645 Chairunnisa Cinta A. P
9. 1646 Chavania Masayu P
10. 1647 Cherlisa Putri Abrindia P
11. 1648 Diah Ayu Mery Pertiwi P
12. 1650 Kelvin Satrio Nugroho L
13. 1651 Keysha Cika Ramadhani P
14. 1652 Keza Revo Excell F. L
15. 1654 M. Dava Aditya L
16. 1655 M. Deva Aditya L
17. 1656 M. Rafi Sulta Putra L
18. 1657 Novita Aprilia Sari P
19. 1659 Raja Milan Rabar Rahman L
20. 1660 Rangga Aditya Dimas A. L
21. 1661 Regar Eka Saputra L
22. 1662 Risky Saktiawan Adi P. L
23. 1663 Sahad Buang Samudra L
24. 1664 Vani Andy Pranoto L
25. 1665 Viko Ferdiansyah Azel S. L
26. 1666 Vionara Hanida P
46
27. 1672 M. Ilham Al Fareza L
28. 1805 Soluna Az Zahra Aridho P
Keterangan:
L = Laki-laki
P = Perempuan
B. DESKRIPSI DATA KHUSUS
1. Kesulitan Belajar IPA Siswa Kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo
Hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa-siswi kelas VI
menunjukkan bahwa kesulitan belajar IPA yang mereka alami adalah
kesulitan dalam mengerjakan soal IPA dan memahami materi IPA.
Menurut Aditya, dia mengaku bahwa masih mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal-soal IPA. Dia masih sulit memahami maksud dari
pertanyaan karena soal-soal dari guru berbentuk uraian. Oleh karena itu
saat menyelesaikan soal-soal IPA tidak sepenuhnya dijawab dengan benar.
Hal ini dikarenakan dia jarang belajar sehingga materi yang dia pahami
terbatas.61 Fareza juga mengaku bahwa dia jarang belajar di rumah
sehingga mudah lupa dengan materi IPA yang sebelumnya sudah diajarkan
oleh guru. Akibatnya dia sulit untuk mengerjakan soal-soal IPA baik yang
ada di buku maupun soal ujian.62
Selain itu, kesulitan dalam menjawab soal-soal IPA diketahui saat
dilakukan observasi di kelas. Pada saat itu siswa diminta oleh guru untuk
mengerjakan soal-soal IPA yang ada di buku. Dari kegiatan tersebut
terlihat ada beberapa siswa yang masih kesulitan dalam menjawab soal-
soal IPA. Hal ini dibuktikan dengan masih ada siswa yang bertanya kepada
guru tentang maksud dari soal tersebut. Bahkan ada siswa lain yang hanya
diam saja ketika ada kesulitan dan tidak mau berusaha mencari jawaban
dari soal tersebut. Mereka cenderung mengobrol sendiri dengan teman
61Lampiran Transkip Wawancara kode 02/W-1/F-1/IV/2020.
62Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-4/IV/2020.
47
sebangkunya. Pada saat ditegur, siswa tersebut terlihat acuh tak acuh dan
berkata jika soal-soal IPA sulit sehingga tidak tahu jawabannya. Selain itu,
berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa guru kelas VI jarang
menunggu siswa saat mengerjakan soal-soal IPA. Hal ini tentunya dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bebas bercanda gurau
dengan teman-temannya dan akhirnya tidak bisa menjawab soal tersebut.63
Kemudian dari hasil wawancara dengan Vernanda diketahui bahwa
dia memiliki kesulitan dalam memahami materi IPA yang disampaikan
oleh guru di kelas. Siswa tersebut tidak memahami materi IPA sebelumnya
sehingga sulit menerima materi IPA yang baru. Selain itu, dia mengaku
bahwa jarang sekali belajar di rumah dan hanya belajar pada saat akan
diadakan ujian saja. Menurutnya di sekolah sudah banyak belajar sehingga
tidak perlu belajar lagi di rumah. Dia juga mengatakan bahwa materi IPA
terlalu banyak yang harus dipelajari dan akibatnya dia malas belajar.
Menurutnya materi yang sulit dipahami adalah mengenai
perkembangbiakan hewan dan tumbuhan serta komponen listrik dan
fungsinya. Materi perkembangbiakan hewan dan tumbuhan sangat banyak
sehingga siswa tersebut sulit memahaminya. Sedangkan pada materi
komponen listrik dan fungsinya, dia masih kesulitan dalam membuat
rangkaian listrik.64 Hal ini juga didukung dari hasil observasi di kelas,
apabila guru bertanya kepada siswa terkait materi IPA, siswa belum dapat
menjawab dengan baik bahkan mereka cenderung diam saja seolah-olah
tidak tahu. Dengan begitu terlihat bahwa siswa belum sepenuhnya
memahami materi IPA yang disampaikan oleh guru. 65
Kesulitan belajar IPA yang dialami siswa kelas VI disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar IPA
kelas VI SDN 02 Tonatan Ponorogo terdiri dari fakor internal dan
eksternal. Faktor internal yang menjadi penyebabnya dapat berasal dari
63Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-1/S-1/IV/2020.
64Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-2/IV/2020.
65Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-2/S-2/IV/2020
48
kondisi peserta didik. Kondisi tubuh siswa saat berada di sekolah sangat
mempengaruhi konsentrasi belajarnya. Saat wawancara dengan
Ramadhani, dia mengaku bahwa memiliki riwayat penyakit maag yang
sering kambuh saat pembelajaran. Hal ini tentunya sangat mengganggu
konsentrasi siswi tersebut saat pembelajaran.66 Selain itu saat dilakukan
observasi di kelas, masih banyak siswa yang terlihat lesu dan lelah ketika
guru memberikan penjelasan. Kelelahan yang dialami oleh siswa
dikarenakan mereka selalu beraktivitas secara berlebihan saat istirahat.
Kebanyakan siswa bermain bola volly saat istirahat dengan cuaca yang
panas. Oleh karena itu, ketika melanjutkan pembelajaran di kelas siswa
akan merasa kelelahan dan sulit berkonsentrasi.67 Tidak hanya itu saja,
Azel mengatakan bahwa dia sering mengantuk saat di kelas terutama pada
jam pelajaran siang. Apalagi dia duduk di kursi pojok belakang sehingga
membuatnya mudah mengantuk.68 Dari penjelasan di atas terlihat bahwa
kondisi siswa di kelas menjadi penyebab kesulitan belajar IPA.
Faktor internal yang menjadi penyebab kesulitan belajar IPA
diantaranya adalah tingkat intelegensi, bakat siswa, minat siswa, motivasi
belajar siswa, dan tipe belajar siswa. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan wali kelas IV, beliau mengatakan bahwa tingkat
intelegensi siswa kelas VI sudah diatas rata-rata. Hal ini dibuktikan dengan
nilai siswa yang sudah diatas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yaitu
75.69 Berdasarkan hasil wawancara tersebut, tingkat intelegensi siswa
kelas VI tidak mempengaruhi kesulitan dalam belajar IPA.
Selain itu, setiap siswa memiliki bakat yang berbeda-beda. Bakat
inilah yang akan mendukung siswa dalam mencapai kesuksesan
belajarnya. Dari hasil wawancara, Ramadhani mengatakan bahwa dia
sangat berbakat dalam bidang kesenian yaitu menari.70 Apabila dia harus
66Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-8/IV/2020.
67Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-2/S-3/IV/2020.
68Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-3/IV/2020.
69Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.1
70Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-8/IV/2020.
49
mempelajari bahan yang tidak sesuai dengan bakatnya maka ia akan cepat
bosan. Timbulnya kebosanan ditandai dengan perilakunya yang jarang
belajar dan tidak memperhatikan guru saat pembelajaran di kelas.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa bakat siswa
berpengaruh terhadap minat siswa dalam belajar IPA. Hasil observasi di
kelas menunjukkan bahwa minat siswa masih rendah. Hal ini dibuktikan
saat guru memberikan penjelasan terkait materi IPA, beberapa siswa
terlihat mengantuk, lesu, dan siswa cenderung mengabaikan penjelasan
dari guru.71
Selain kurangnya minat pada siswa, motivasi pada diri siswa itu
sendiri juga kurang. Hal ini sesuai dengan apa yang sudah dikatakan
Vernanda bahwa dia jarang sekali belajar di rumah. Padahal guru di kelas
sering memberikan motivasi kepadanya untuk tidak lupa belajar. Namun,
dia tampak acuh tak acuh dan tetap malas untuk belajar.72 Kemudian,
kurangnya motivasi belajar siswa terlihat dari sikap siswa yang suka
mengobrol saat mengikuti pembelajaran di kelas. Siswa juga tampak tidak
sungguh-sunguh dalam mengerjakan soal-soal IPA karena terlalu banyak
bercanda dengan temannya. 73
Tipe belajar siswa juga menjadi penyebab timbulnya kesulitan
belajar IPA. Pada saat wawancara, Abdulla mengatakan bahwa dia mudah
memahami bahan materi yang ditulis dan ditambah dengan praktik
langsung. Dengan praktik langsung maka siswa akan memiliki
pengalaman yang berbeda sehingga materi tersebut akan mudah
diingatnya.74 Dari penjelasan siswa tersebut diketahui bahwa dia sulit
memahami materi pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah
saja tanpa diikuti dengan praktik. Tetapi pada kenyataannya, guru di kelas
sering menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi IPA.
Selain itu, jarang dilakukan praktik IPA dan hanya pada materi tertentu
71Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-2/S-3/IV/2020.
72Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-2/IV/2020.
73Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-1/S-1/IV/2020.
74Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-9/IV/2020.
50
saja yang dipraktikkan. Akibatnya siswa yang memiliki tipe belajar
motorik akan mengalami kesulitan dalam menangkap materi yang
diajarkan.
Faktor eksternal yang menjadi penyebab kesulitan belajar IPA
berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Lingkungan
keluarga yang menjadi penyebab kesulitan dapat dilihat dari karakter
orang tua, suasana rumah, dan kondisi ekonomi keluarga. Karakter orang
tua saat di rumah dapat memberikan pengaruh terhadap minat belajar
siswa. Terbukti saat wawancara dengan Saputra, dia beranggapan bahwa
sifat orang tuanya galak saat di rumah. Orang tua di rumah selalu
menyuruhnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus adiknya
yang masih kecil. Dia juga bercerita kalau di rumah selalu dimarahi oleh
orang tuanya karena apa yang dia lakukan dianggap selalu salah. Dengan
sifat orang tua seperti itu membuatnya tidak betah di rumah dan akhirnya
malas belajar.75 Tidak hanya itu saja, ada siswa yang merasa jika orang
tuanya tidak perhatian kepadanya. Seperti yang diutarakan Ramadhani saat
wawancara, dia mengaku bahwa selama ini orang tuanya tidak
menyuruhnya untuk belajar. Mereka terlihat acuh tak acuh dan terkesan
tidak peduli dengan pendidikan anaknya. Hal ini membuat siswi tersebut
bebas untuk bermain tanpa ada yang menyuruhnya untuk belajar.76 Dari
penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sifat orang tua yang galak dan tidak
perhatian terhadap anaknya akan membuat siswa malas belajar sehingga
timbul kesulitan belajar.
Selain sifat orang tua, suasana rumah juga dapat menyebabkan siswa
malas belajar. Seperti yang dikatakan oleh Masayu, dia mengaku bahwa
kondisi rumahnya selalu ramai. Dia tinggal di rumah dengan 10 anggota
keluarganya. Dengan suasana rumah yang ramai menyebabkan dia malas
belajar. Kondisi tersebut juga bisa menyebabkan siswa sulit untuk
75Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-10/IV/2020.
76Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-8/IV/2020.
51
berkonsentrasi dalam belajarnya.77 Di sisi lain Saktiawan mengatakan
bahwa rumahnya selalu sepi. Hal ini diakibatkan karena orang tuanya
selalu bekerja hingga malam dan ditambah lagi siswa tersebut adalah anak
tunggal. Dengan keadaan rumah yang sepi justru membuatnya malas
belajar, apalagi tidak ada yang menyuruhnya untuk belajar. Dia mengaku
lebih suka bermain game online bersama teman-temannya. 78 Dari
penjelasan di atas diketahui bahwa kondisi rumah yang ramai dan sepi,
bisa menyebabkan siswa malas untuk belajar sehingga akan menimbulkan
kesulitan belajar.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa tidak ada orang tua siswa
yang menganggur. Pekerjaan orang tua siswa sangat beragam dan rata-rata
termasuk golongan menengah ke atas. Semakin banyak pendapatan orang
tua maka semua kebutuhan anaknya akan terpenuhi, mulai dari kebutuhan
sekolah sampai kebutuhan pribadi. Namun, bagi siswa yang terpenuhi
semua keinginannya justru akan menjadikan siswa tersebut enggan belajar.
Seperti yang dikatakan Rahman saat wawancara, bahwa orang tuanya
bekerja sebagai dosen. Oleh karena itu semua keinginannya selalu
terpenuhi termasuk HP dan laptop. Dia sering memanfaatkan fasilitas
tersebut untuk bermain game.79 Hal ini menjadikannya malas untuk belajar
dan akibatnya dia mengalami kesulitan belajar.
Penyebab kesulitan belajar IPA juga berasal dari media massa
berupa TV. Dari hasil wawancara dengan Fadilah, dia mengaku bahwa
sering menonton TV saat di rumah dan jarang belajar. Dia tertarik melihat
sinetron dan beberapa program yang ada di TV rumahnya.80 Menonton TV
sebenarnya boleh-boleh saja, namun apabila dilakukan secara berlebihan
akan menyebabkan anak malas belajar. Selain kegiatan di rumah,
lingkungan sosial seperi teman bergaul juga dapat memberikan pengaruh
yang tidak baik kepada siswa. Seperti yang dikatakan oleh Saktiawan
77Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-11/IV/2020.
78Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-12/IV/2020.
79Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-13/IV/2020.
80Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-14/IV/2020.
52
bahwa dia memiliki banyak teman di luar sekolahnya. Dia sering
menghabiskan waktu dengan teman-temannya itu untuk bermain game
online.81 Dari aktivitas siswa tersebut, terlihat bahwa teman-temannya
memberikan dampak yang buruk baginya. Siswa tersebut menjadi malas
belajar dan mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Selain
itu, sifat tetangga yang kurang baik bisa menyebabkan anak tidak betah di
rumah dan akhirnya malas belajar. Pada saat wawancara, Pranoto bercerita
bahwa sifat tetangganya itu galak dan suka marah-marah. Hal ini tentunya
membuat suasana di rumahnya menegangkan dan penuh emosi. Keadaan
ini menjadikan siswa tidak betah di rumah sehingga memilih mencari
tempat-tempat yang membuatnya lebih nyaman.82 Dari beberapa
penjelasan di atas, bahwa keberadaan media massa seperti TV dan
lingkungan bergaul siswa dapat menjadi penyebab kesulitan belajar IPA.
Selain lingkungan masyarakat, kesulitan belajar pada siswa juga bisa
timbul dari metode pembelajaran yang digunakan guru. Hasil observasi di
kelas menunjukkan bahwa guru kelas VI memang jarang menggunakan
metode pembelajaran yang beragam. Guru sering sekali menggunakan
metode ceramah saat menyampaikan materi pembelajaran. Dengan
kondisi yang hanya menggunakan metode ceramah saja, tentunya dapat
membuat siswa cepat bosan saat mengikuti pembelajaran. Ditambah lagi
guru juga jarang menggunakan alat peraga atau media seperti LCD. Guru
hanya memanfaatkan papan tulis saat proses pembelajaran.83 Hal ini juga
diperkuat oleh pernyataan Pranoto yang mengatakan bahwa guru hanya
menyampaikan materi dengan ceramah. Dia mengaku bahwa jarang ada
kegiatan praktik di kelasnya. Padahal dia merasa antusias jika bisa
melakukan praktik IPA bersama teman-temannya. Dengan praktik
langsung dapat membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan dia
dapat memecahkan masalah terkait pembelajaran IPA.84 Selain itu, guru
81Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-2/F-12/IV/2020.
82Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-5/IV/2020.
83Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-2/G/IV/2020.
84Lampiran Transkip Wawancara 02/W-1/F-5/IV/2020.
53
juga jarang sekali mengajak siswa untuk diskusi kelompok. Padahal
dengan kegiatan diskusi ini bisa menjadikan siswa untuk lebih aktif dalam
menyampaikan pendapat dan bertanya.
Pada saat observasi juga terlihat bahwa guru tidak menggunakan
strategi pembelajaran seperti diskusi kelompok. Di kelas siswa hanya
duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru sambil melihat buku. Hal
ini juga didukung dari hasil angket yang diisi siswa, bahwa guru tidak
mengajak siswa untuk melakukan diskusi kelompok.85 Tidak hanya itu
saja, menurut siswa guru jarang memberikan tugas atau PR (Pekerjaan
Rumah) terkait pembelajaran IPA. Dengan tidak adanya tugas justru akan
membuat siswa menjadi lupa dengan pembelajaran yang sudah diajarkan.
Seperti yang diutarakan oleh Nugroho bahwa guru jarang memberikan PR
(Pekerjaan Rumah) atau tugas. Hal ini tentunya membuat dia senang dan
merasa bebas untuk bermain tanpa memikirkan tugas sekolah.86 Penyebab
kesulitan belajar IPA juga berasal dari fasilitas di kelas. Berdasarkan hasil
observasi, terlihat bahwa kondisi kipas angin masih kurang baik dimana
hanya satu kipas angin yang menyala sedangkan lainnya rusak. Hal ini bisa
memicu berkurangnya konsentrasi siswa saat pembelajaran di siang hari
karena merasa kegerahaan. Dengan begitu siswa akan sulit berkonsentrasi
karena lingkungan belajarnya kurang nyaman. Selain itu, keberadaan LCD
di kelas juga rusak. Hal ini menyebabkan guru tidak dapat
memanfaatkannya untuk memperjelas materi IPA sehingga timbul
kesulitan belajar.87 Perubahan kurikulum yang terjadi di sekolah tersebut
juga memberikan dampak bagi siswa. Saat ini SDN 02 Tonatan Ponorogo
menggunakan kurikulum K13. Namun, ada siswa yang kurang setuju
dengan perubahan kurikulum tersebut. Seperti yang dikatakan Dimas saat
wawancara bahwa dia lebih memilih kurikulum yang sebelumnya yaitu
KTSP. Dengan kurikulum KTSP, pembelajaran IPA akan berdiri sendiri
85Lampiran Transkip Angket Kode 03/A/IV/2020.
86Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-6/IV/2020.
87Lampiran Transkip Observasi Kode 01/O-1/SP/IV/2020.
54
sehingga dia lebih fokus untuk mempelajarinya. Dia merasa bahwa
pembelajaran K13 membuatnya bingung dengan materi yang dijadikan
satu. Oleh karena itu, membuatnya malas belajar di rumah karena
banyaknya materi yang ada dibuku.88 Dari beberapa hal yang dijelaskan di
atas, menunjukkan bahwa penyebab kesulitan belajar IPA bisa timbul dari
lingkungan sekolah.
2. Strategi Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar IPA
Kesulitan belajar IPA yang dialami oleh siswa kelas VI perlu diatasi.
Guru kelas VI sebagai guru Mata Pelajaran IPA dalam hal ini berupaya
untuk mengatasi kesulitan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan Bpk. Budiono selaku guru kelas VI diketahui bahwa
untuk mengatasi siswa yang memiliki kesulitan dalam mengerjakan soal-
soal IPA, dapat dilakukan dengan cara menuntun siswa agar mampu
menemukan jawaban dari soal-soal tersebut. Apabila ditemukan soal yang
sulit, guru akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
sebisanya. Siswa yang menjawab kurang tepat akan diberikan kesempatan
lagi untuk membenarkan jawabannya. Hal ini dilakukan terus menerus
sampai siswa menemukan jawaban yang benar.89
Selain itu, untuk mengatasi kesulitan dalam memahami materi IPA,
guru berupaya memberikan bimbingan belajar di sekolah dan luar sekolah.
Bimbingan belajar di sekolah dilakukan sebelum bel masuk sekolah
berbunyi yaitu pukul 06.00 WIB. Sedangkan bimbingan belajar di luar
sekolah biasanya dilakukan di rumah guru kelas VI pada sore hari sekitar
pukul 14.00 – 15.30 WIB. Guru membahas materi IPA yang belum
dipahami oleh siswa pada saat bimbingan belajar. Semua siswa diwajibkan
untuk mengikuti bimbingan belajar yang ada di sekolah, tetapi untuk
bimbingan di rumah guru, tidak bersifat wajib bagi siswa. Siswa yang
berniat untuk belajar maka bisa datang dan mengikuti bimbingan belajar
88Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-1/F-7/IV/2020.
89Lampiran Transkip Wawancarara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.2
55
di rumah. Selain memberikan bimbingan belajar, guru juga berupaya
menggunakan metode demonstrasi atau praktik di kelas untuk lebih
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi IPA. Praktik ini
dilakukan dengan tujuan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar
yang menyenangkan sehingga dia bisa memahami materi IPA dengan
baik. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Bpk. Budiono:
“Di sekolah saya memberikan bimbingan belajar bagi siswa kelas VI
yaitu saat pagi hari sekitar pukul 06.00 sebelum bel masuk sekolah
berbunyi. Di rumah, saya juga memberikan bimbingan belajar yang
tidak bersifat wajib, bagi yang mau belajar bisa datang kerumah
pukul 14.00 WIB. Saat bimbingan inilah saya membahas materi IPA
yang belum dipahami oleh siswa. Selain itu, saya juga menggunakan
metode demonstrasi di kelas agar siswa memperoleh pengalaman
belajar yang menyenangkan sehingga mereka bisa memahami materi
IPA dengan baik.”90
Banyaknya materi IPA juga bisa menjadi penyebab kesulitan belajar
siswa. Oleh karena itu, guru terlebih dahulu menyusun semua materi yang
akan diberikan kepada siswa kelas VI. Materi IPA dalam kurikulum K13
yang masih bercampur kemudian oleh guru akan dipilah-pilah dan
dikelompokkan sesuai materi umumnya. Hal ini dilakukan agar materi
dapat tersampaikan dengan urut dan tidak ada yang tertinggal. Seperti hasil
wawancara dengan Bpk. Budiono:
“Saya terlebih dahulu akan memilah-milah materi yang ada di buku
dan saya jadikan satu sesuai materi umumnya. Hal ini dikarenakan
dalam buku K13, materi IPA masih bercampur sehingga perlu dikaji
dan dikelompokkan agar semua materi dapat tersampaikan dengan
baik.”91
Kesulitan belajar juga disebabkan karena siswa malas belajar saat di
rumah. Oleh karena itu guru akan memberikan tugas rumah kepadanya.
Tugas ini akan memancing siswa untuk belajar di rumah. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan Bpk. Budiono:
90Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.3
91Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.4
56
“Saya akan memberikan tugas rumah kepadanya sehingga tidak ada
alasan lagi untuk tidak belajar saat di rumah. Dengan memberikan
tugas rumah, siswa akan terpancing untuk mau belajar.”92
Cara mengatasi siswa yang lesu dan mengantuk di kelas, guru akan
menegur dengan menanyakan apa yang menyebabkan dia mengantuk.
Setelah itu, guru akan memberikan nasihat agar dia tidak mengulanginya
lagi pada pembelajaran berikutnya. Tidak hanya itu, bagi siswa yang sakit
saat proses pembelajaran di kelas, guru akan memintanya untuk dirawat di
UKS (Unit Kesehatan Sekolah) dan diberikan obat. Apabila keadaan siswa
masih belum membaik, siswa tersebut diperbolehkan pulang ke rumah.
Selanjutnya, guru akan memberi kabar kepada orang tua siswa agar dibawa
ke rumah sakit terdekat. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk.
Budiono:
“Apabila di kelas ada siswa yang terlihat lesu dan sampai
mengantuk, saya akan menegurnya. Pertama saya akan menanyakan
kepada siswa, apa yang menyebabkan dia mengantuk. Jika sudah
tahu penyebabkan, selanjutnya saya akan menasihatinya agar dia
tidak mengulangi lagi pada pembelajaran berikutnya. Apabila di
kelas ada siswa yang sakit, saya akan menyuruuh dia ke UKS untuk
diobati oleh temannya. Jika sakitnya tidak kunjung sembuh, dia
boleh pulang ke rumah. Saya akan memberi kabar kepada orang
tuanya untuk segera membawanya ke rumah sakit untuk diobati
lebih lanjut.”93
Kurangnya minat belajar siswa dapat menimbulkan rasa bosan di
kelas. Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara menyisipkan cerita-
cerita yang menarik saat pembelajaran IPA. Hal ini dilakukan agar siswa
kembali memperhatikan penjelasan dari guru dan tidak bosan lagi. Apabila
masih ada siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru dan cenderung
mengobrol dengan temannya, guru akan langsung memberikan pertanyaan
yang sulit kepada siswa tersebut. Soal yang sulit ini diberikan agar dia
tidak mampu menjawab soal tersebut dan menyadari kesalahannya. Hal ini
92Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.5 93Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.6
57
tentunya menjadi pelajaran bagi siswa yang lain untuk tidak mengobrol
saat guru menjelaskan materi. Sebagaimana yang dikatakan Bpk. Budiono:
“Jika sudah terlalu lama di kelas dan siswa mulai bosan, saya akan
menyisipkan cerita-cerita yang menarik. Dengan begitu siswa akan
tertarik kembali untuk mendengarkan saya berbicara dan menjadi
tidak bosan lagi. Apabila saat saya menjelaskan materi ada siswa
yang mengobrol di kelas, saya langsung memberikan soal yang sulit
kepada siswa tersebut untuk dikerjakan. Dengan soal yang sulit,
harapan saya dia tidak mampu menjawabnya dan akhirnya
menyadari kesalahannya itu. Hal ini juga menjadi pelajaran bagi
siswa yang lain untuk tidak melakukan hal sama di kemudian hari.”94
Penyebab kesulitan belajar yang berasal dari lingkungan keluarga
dapat diatasi oleh guru dengan cara melakukan konseling pribadi dengan
siswa yang memiliki masalah. Guru mengungkapkan bahwa sebagian
besar masalah yang timbul dari lingkungan keluarga adalah kurangnya
perhatian dari orang tua. Kurangnya perhatian ini muncul karena kondisi
orang tua yang bekerja di luar negeri dan bahkan ada orang tua siswa yang
sudah bercerai. Oleh karena itu, guru berupaya melakukan konseling
pribadi di sekolah bagi siswa yang memiliki masalah dalam keluarganya.
Masalah yang diatasi dalam konseling ini tidak hanya berasal dari keluarga
tetapi juga bisa dari lingkungan masyarakat yang ada di sekitarnya. Tidak
hanya itu saja, guru juga tidak segan mendatangkan orang tua siswa ke
sekolah untuk diberikan arahan terkait masalah yang dialami oleh siswa.
Hal ini dilakukan oleh guru dengan tujuan agar masalah siswa segara
diatasi dan dia bisa konsentrasi lagi saat belajar di sekolah. Guru juga
selalu menjaga komunikasi dengan orang tua siswa lewat media sosial
WhatsApp dengan membuat group “Paguyuban Kelas VI”. Group ini
beranggotakan orang tua siswa kelas VI, sehingga apabila ada masalah
apapun akan diberitahukan lewat media ini. Melalui media ini guru dapat
memantau perkembangan belajar siswa dan menjalin komunikasi yang
94Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.7
58
baik dengan orang tuanya. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bpk.
Budiono:
“Bagi siswa yang memiliki masalah, saya akan melakukan konseling
pribadi dengan siswa tersebut untuk mencari tahu penyebab
timbulnya masalah. Jika masalah tersebut datang dari keluarga
khusunya orang tuanya, saya tidak segan untuk mendatangkan
langsung orang tuanya ke sekolah. Di sekolah saya akan
memberikan arahan kepada orang tua siswa terkait masalah tersebut
dan berupaya mencari jalan keluarnya. Di apliaksi WhatsApp juga
terbentuk group kelas yang bernama Paguyuban Kelas VI. Dalam
group ini saya bisa memantau perilaku dan perkembangan belajar
siswa.”95
Selama kegiatan pembelajaran di sekolah, guru berupaya melarang
siswa untuk tidak membawa HP. Hal ini dilakukan agar siswa tidak
bermain game online saat di sekolah. Apabila ada siswa yang ketahuan
membawa HP di kelas, guru akan menanyakan fungsi HP tersebut. Jika
HP yang dibawanya benar-benar untuk menghubungi orang tuanya saat
pulang sekolah, guru masih memperbolehkan hal itu. Tetapi, jika siswa
membawa HP dan digunakan untuk bermain game online di kelas, HP
tersebut akan disita agar dia jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Seperti yang dikatakan Bpk. Budiono:
“Saya melarang siswa untuk membawa HP selama di sekolah.
Apabila ada siswa yang ketahuan membawa HP, saya akan bertanya
fungsi dari HP itu. Jika HP tersebut digunakan untuk menghubungi
orang tuanya maka saya perbolehkan. Tetapi jika HP tersebut
digunakan untuk bermain game online , saya akan menyitanya agar
mereka jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.”96
Guru juga berupaya menjalin komunikasi dengan pihak sekolah
yaitu Kepala Sekolah dan Tata Usaha untuk segera memperbaiki fasilitas
di kelas yang rusak. Fasilitas tersebut adalah kipas angin dan LCD di kelas.
Dengan adanya perbaikan, maka diharapkan dapat membantu kelancaran
95Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.8
96Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020 No.9
59
proses pembelajaran di kelas. Seperti hasil wawancara dengan Bpk.
Budiono:
“Apabila ada fasilitas di kelas yang rusak, saya langsung koordinasi
dengan Kepala Sekolah dan TU. Pihak sekolah akan berupaya
memperbaikinya sehingga dapat membantu kelancaran proses
pembelajaran di kelas.”97
97Lampiran Transkip Wawancara Kode 02/W-3/F-15/IV/2020. No.10
60
BAB V
PEMBAHASAN
A. Kesulitan Belajar IPA
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kesulitan belajar IPA yang
dialami oleh siswa kelas VI adalah kesulitan dalam memahami materi IPA dan
mengerjakan soal IPA. Kesulitan dalam memahami materi IPA dikarenakan
siswa malas belajar di rumah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian dari
orang tua. Orang tua cenderung acuh tak acuh terhadap pendidikan anaknya
sehingga jarang menyuruhnya untuk belajar. Kurangnya perhatian dari orang
tua menyebabkan anak mencari hiburan lain seperti game online, munculnya
masalah pribadi, dan minat belajar rendah.
Game online yang tersedia di aplikasi sangat banyak sekali dan siapapun
dapat mendowloadnya. Game online yang sering dimainkan anak diantaranya
Mobile Legend, PUBG Mobile, HAGO, dan masih banyak lagi. Game online
membuat siswa menjadi ketergantungan dan akhirnya lupa belajar. Karena
tidak belajar maka siswa tidak bisa memahami materi dengan baik sehingga
ketika diminta mengerjakan soal IPA tidak bisa mengerjakan. Menurut
Arianto, kehadiran game online membawa pengaruh bagi pelajar. Permainan
ini dapat menggangu prestasi belajar karena memiliki sifat adiktif atau
membawa candu. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar atau
istirahat, namun cenderung dimanfaatkan untuk bermain game online.
Ketergantungan ini dapat memicu perilaku negatif seperti malas belajar dan
rasa tidak tenang saat tidak dapat bermain games.98
Kurangnya perhatian orang tua menyebabkan siswa memiliki masalah
pribadi. Mereka merasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya. Masalah yang
dimiliki siswa tersebut mengakibatkan siswa cenderung tidak berkonsentrasi
saat pembelajaran karena memikirkan masalah tersebut. Hilangnya konsentrasi
siswa menyebabkan dia tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi.
98Tri Rizky Arianto, “Dampak Game Online Terhadap Prestasi Belajar Pelajar,” JUTIM, Vol. 1
No. 1 (Desember, 2016), 47.
61
Akibatnya siswa tidak dapat memahami materi dengan baik sehingga saat
diminta mengerjakan soal IPA, siswa masih kebingungan dalam
mengerjakannya. Menurut Wahyuni, seseorang yang mengalami kesulitan
dalam berkonsentrasi disebabkan oleh keadaan lingkungannya. Masalah yang
muncul dipikiran siswa membuat lingkungan belajarnya terganggu. Jika
seseorang sulit berkonsentrasi maka belajarnya akan sia-sia karena hanya
membuang waktu dan tenaga saja. Konsentrasi siswa yang kurang akan
membuat siswa mengalami kesulitan dalam belajar.99 Sedangkan menurut
Nisa, keluarga mempunyai peranan penting atas tanggung jawab utama dalam
memberikan pendidikan dan perlindungan terhadap anak. Peran orang tua
seharusnya sebagai orang pertama dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan
terhadap anak-anaknya. Mendidik, mengajar, membimbing, dan memberi
perhatian merupakan kewajiban dan tanggung jawab sebagai orang tua. Orang
tua yang kurang bisa berkomunikasi dengan anaknya akan menimbulkan
ketegangan atau konflik hubungan. Oleh karena itu, perhatian orang tua
terhadap anaknya akan meningkatkan keberhasilan dalam pendidikan.100
Mahendra dan Laba mengatakan bahwa pendidikan anak penting dalam
lingkungan keluarga. Oleh karena itu, keluarga mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan anak. Cara orang tua mendidik, relasi antar keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua akan berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa.101
Dampak lain dari kurangnya perhatian orang tua yaitu rendahnya minat
belajar siswa. Minat siswa yang rendah menjadikannya malas belajar di rumah
dan tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi. Minat belajar siswa
yang rendah menyebabkan dia bersikap acuh tak acuh terhadap pembelajaran
IPA karena dirasa tidak penting baginya. Sikap yang ditunjukkan seperti
mengobrol dengan temannya saat guru menjelaskan materi dan mudah
99Wahyuni, “Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VII SMP
Negeri 4 Terbanggi Tinggi,” Jurnal Sains dan Teknologi, Vol. 1 No. 1 (Mei, 2018), 25.
100Afiatin Nisa, “Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Minat Belajar Siswa Terhadap Prestasi
Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial,” Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 2 No. 1 (Maret, 2015), 3.
101Ngurah Mahendra Dinatha dan Ngurah Laba Laksana, “Kesulitan Belajar Siswa dalam Mata
Pelajaran IPA Terpadu,” Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, Vol. 2 No. 2 (Januari, 2017), 221.
62
mengantuk atau bosan saat di kelas. Akibatnya dia akan kesulitan dalam
memahami materi IPA. Wahyuni menyatakan bahwa motivasi siswa dalam
belajar IPA masih kurang ketika siswa bersikap acuh tak acuh terhadap
pembelajaran. Siswa lebih memilih diam apabila terdapat materi yang belum
jelas. Siswa juga tidak semangat ketika pelajaran IPA karena menganggap
bahwa pelajarannya sulit.102 Menurut Nidawati, minat sangatlah besar
pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Apabila bahan belajar tidak
menarik minat siswa maka mereka sulit memahami materi yang akan dipelajari
begitupun sebaliknya.103
Penyebab kesulitan belajar IPA yang lain adalah materi IPA yang terlalu
padat. Materi IPA yang padat membuat siswa bingung dalam mempelajarinya.
Siswa harus menghafal semua materi dengan baik. Namun, dengan menghafal
materi yang banyak malah akan membuat siswa menjadi jenuh dan akhirnya
malas belajar. Seperti hasil wawancara yang dilakukan Awang menyatakan
bahwa semua siswa merasa buku mata pelajaran IPA sulit untuk dipahami.
Kesulitan dialami tatkala mereka menemukan bahasa asing, penggunaan
rumus-rumus yang harus dihafal, serta siswa masih merasa kesulitan saat
berhitung. Selain itu, ketidakpahaman mereka terhadap materi pelajaran yang
disampaikan guru maupun yang tertera di buku membuat mereka juga sulit
menerima materi IPA.104
Selain itu, kesulitan belajar IPA disebabkan oleh kurikulum yang
digunakan di sekolah tersebut. Saat ini, kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum K13. Kurikulum ini pada kenyataannya malah memberikan dampak
bagi siswa. Siswa mengaku bahwa materi pelajaran yang ada di kurikulum K13
sulit dipahami karena semua mata pelajaran dijadikan satu buku. Akibatnnya
siswa menjadi bingung dan tidak bisa fokus untuk mempelajari materi IPA.
Ditambah lagi, guru belum sepenuhnya memahami kurikulum K13 sehingga
102Wahyuni, “Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VII SMP
Negeri 4 Terbanggi Tinggi,” Jurnal Sains dan Teknologi, Vol. 1 No. 1 (Mei, 2018), 25.
103Nidawati, “Belajar Dalam Perspektif Psikologi Agama,” Jurnal Pionir, Vol. 1 No. 1 (Juli-
Desember, 2012), 22-23.
104Immanuel Sairo Awang, “Kesulitan Belajar IPA Peserta Didik Sekolah Dasar,” Vox
Edukasi, Vol. 6 No. 2 (November, 2015), 109-119.
63
belum matang dalam menyiapkan materi IPA yang akan dijelaskan pada siswa.
Hal ini bisa membuat siswa menjadi tambah bingung lagi dan akhirnya
mengalami kesulitan belajar. Kurikulum yang kurang baik menjadi salah satu
hal yang dapat membawa kesulitan belajar siswa, misalnya bahan-bahan terlalu
tinggi, pembagian bahan yang tidak seimbang antara kelas atas dan bawah serta
adanya pendataan materi. Apabila kurikulum tersebut sesuai dengan kebutuhan
anak maka akan membawa kesuksesan dalam belajarnya.105 Amin
mengutarakan bahwa kurikulum K13 yang belum matang akan membuat
bingung karena banyak kendala yang harus dihadapi. Kendala yang dimaksud
yaitu buku pegangan yang belum terpenuhi dan guru belum memahami dengan
jelas kurikulum K13 sehingga siswa juga ikut bingung dalam menerima
materi.106
Selain kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut, kesulitan belajar
juga disebabkan oleh metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Di kelas
VI, guru hanya menggunakan metode ceramah saja dan jarang menggunakan
metode yang menarik. Hal ini tentunya membuat siswa menjadi bosan saat
guru menjelaskan materi. Mereka lebih suka mengobrol dengan temannya dan
tidak memperhatikan penjelasan guru. Ditambah lagi, guru jarang
menggunakan media pembelajaran saat menjelaskan materi. Hal ini bisa
menjadikan siswa menjadi bingung karena mereka hanya membayangkan
contohnya saja tanpa ada contoh nyata. Guru dapat menjadi penyebab kesulitan
belajar apabila tidak tepat dalam penggunaan metode pada mata pelajaran yang
dipegangnya dikarenakan kurang menguasai bahan ajar dan kurangnya
persiapan sehingga pada saat menerangkan materi kurang jelas dan sulit
dipahami oleh siswa. Guru yang tidak menggunakan alat peraga dalam
mengajar juga bisa menjadikan siswa mengalami kesulitan belajar.107
Alawiyah menyatakan bahwa penggunaan metode pembelajaran yang tidak
bervariasi dapat menyebabkan siswa kurang berminat dalam belajarnya. Selain
105Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 90.
106Solekhul Amin, “Tinjauan Keunggulan dan Kelemahan Penerapan Kurikulum 2013 Tingkat
SD/MI,” Al-Bidayah, Vol. 5 No. 2 (Desember, 2013), 269.
107Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 87.
64
itu, berakibat juga pada kurangnya perhatian siswa terhadap guru dan membuat
siswa bersifat acuh tak acuh terhadap pembelajaran. Penggunaan media
pembelajaran juga membantu guru dalam menyampaikan materi sehingga
dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh
guru. 108
B. Strategi Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar IPA
Sebagaiman yang sudah dijelaskan di atas bahwa kesulitan belajar IPA
di kelas VI adalah kesulitan dalam memahami materi IPA dan mengerjakan
soal IPA. Kesulitan tersebut disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang
tua, materi IPA yang terlalu padat, kurikulum yang digunakan di sekolah
tersebut, dan metode pembelajaran yang digunakan guru. Maka dari itu, guru
kelas VI berupaya agar kesulitan belajar IPA tersebut dapat diatasi. Cara
mengatasi kesulitan dalam memahami materi IPA yaitu dengan mengadakan
bimbingan belajar. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi yang belum dipahami. Bimbingan ini dilakukan di kelas
sebelum bel masuk sekolah berbunyi yaitu pukul 06.00 – 07.00 WIB. Semua
siswa kelas VI wajib mengikuti bimbingan tersebut sehingga harus datang
lebih pagi. Selain itu, bimbingan juga dilakukan di rumah Bpk. Budiono pada
sore hari pukul 14.00 – 15.30 WIB. Bimbingan ini tidak bersifat wajib, siapa
saja yang ingin belajar bisa datang ke rumah Bpk. Budiono. Widiantari
menyampaikan bahwa upaya yang dilakukan guru untuk mengembangkan
pemahaman atau kemampuan berpikir kritis siswa adalah memberikan
bimbingan belajar/les di luar jam sekolah serta mengulang materi yang sudah
diajarkan agar siswa benar-benar memahami materi tersebut.109
Selain memberikan bimbingan belajar, guru juga memberikan motivasi
yang dapat meningkatkan minat belajar siswa. Motivasi yang diberikan oleh
108Henny Alawiyah dkk, “Analisis Kesulitan Belajar Siswa dalam Memahami Materi
Invertebrata Di Kelas X MAN 2 Pontianak,” Jurnal Biologi Education, Vol. 3 No. 2 (Agustus,
2016), 18-19.
109Ni Ketut Maha Putri Widiantari, dkk, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas
IV Dalam Pembelajaran Matematika,” e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4
No. 1 (2016), 6.
65
guru bisa berupa pujian dan hukuman. Pujian tersebut diberikan kepada siswa
yang dapat menjawab pertanyaan dari guru dan mau mendengarkan penjelasan
guru. Sedangkan, hukuman ini diberikan kepada siswa yang bandel dan tidak
mau mendengarkan guru saat proses pembelajaran. Guru menghukum dengan
cara memberikan soal yang sulit. Dengan diberi soal yang sulit, siswa yang
bandel akan kebingungan dalam menjawabnya sehingga mereka sadar bahwa
apa yang dia lakukan salah. Menurut Suprihatin, apabila ada siswa yang
berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka perlu diberikan pujian.
Pujian ini akan memupuk suasana yang menyenangkan sehingga motivasi
belajar meningkat. Sedangkan hukuman yang diberikan secara tepat dan
bijaksana bisa menjadi alat motivasi bagi siswa.110
Selain itu, guru juga berusaha mengatasi siswa yang merasa bosan saat
pembelajaran. Caranya adalah dengan menyisipkan cerita yang menarik disela-
sela pembelajaran IPA. Penyampaian cerita akan menarik perhatian siswa
sehingga mereka mau memperhatikan penjelasan dari guru. Menurut Tambak,
metode bercerita memiliki kelebihan dibanding metode lainnya dalam proses
pembelajaran di kelas. Kelebihan metode bercerita antara lain mengaktifkan
dan membangkitkan semangat peserta didik, memikat, mempengaruhi emosi,
membekas dalam jiwa, serta menarik perhatian.111
Siswa mengalami kesulitan dalam belajar IPA karena jarang belajar di
rumah. Siswa lebih memilih bermain game online sehingga menjadi
ketergantungan dan akhirnya malas belajar. Oleh karena itu, guru berupaya
memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa yang malas belajar. Hal
ini dilakukan agar siswa sibuk dalam mengerjakan tugasnya dan melupakan
kegiatannya dalam bermain game online. Menurut Afriani, salah satu cara yang
dilakukan guru untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa adalah dengan
metode pemberian tugas atau PR (Pekerjaan Rumah). Pemberian tugas yang
dilakukan oleh guru memungkinkan untuk melihat sejauh mana daya tangkap
110Siti Suprihatin, “Upaya Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa,” Jurnal
Pendidikan Ekonomi UM Metro, Vol. 3 No. 1 (2015), 76.
111Syahrani Tambak, “Metode Bercerita dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,”
Jurnal Al-Thariqah, Vol. 1 No. 1 (Juni, 2016), 8-9.
66
siswa terhadap materi, sekaligus mendorong siswa untuk meningkatkan
kemandirian belajarnya. Tugas yang diberikan kepada siswa merupakan cara
agar siswa dapat menggunakan waktu luangnya dengan kegiatan yang
menunjang belajarnya.112 Selain itu, untuk mengatasi siswa yang
ketergantungan pada game online, guru melarang siswa membawa HP ke
sekolah agar siswa tidak bermain game online saat pelajaran berlangsung.
Menurut Adiningtyas, guru berperan sebagai orang tua di sekolah. Untuk
itulah, guru diharapkan dapat mengawasi perkembangan anak agar tidak
menjadi kecanduan game online. Beberapa hal yang dilakukan guru antara lain
menyisipkan pesan tentang bahaya games saat menjelaskan materi, melakukan
razia HP di sekolah, bekerja sama dengan orang tua untuk mengawasi anak saat
di rumah, dan memberikan tugas kelompok untuk mengalihkan perhatian siswa
dari game online. 113
Siswa yang memiliki masalah pribadi dapat menyebabkan
konsentrasinya berkurang. Masalah tersebut dapat diatasi dengan memberikan
layanan konseling pribadi bagi siswa yang bermasalah. Selain itu, guru juga
menjalin hubungan yang baik dengan orang tua siswa untuk mengetahui
penyebab masalah dan upaya dalam mengatasinya. Menurut Maliki, pihak
sekolah memiliki tanggung jawab untuk membantu siswa mengatasi masalah
yang timbul dalam dirinya. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling
di sekolah sangat penting dilakukan guru untuk membantu siswa dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya. 114 Selain itu menurut Hidayat, antara
sekolah dan orang tua perlu menjalin komunikasi aktif dan saling membantu
untuk mengetahui keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar,
pola interaksi selama di sekolah, dan masalah yang ditemukan di sekolah.
112Bekti Rahayu Afriani, “Hubungan Intensitas Pemberian Tugas Rumah (PR) dengan
Kemandirian Belajar Siswa Kelas II SD,” Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 6 Tahun
ke-8, (2019), 579.
113Sri Wahyuni Adiningtyas, “Peran Guru Dalam Mengatasi Kecanduan Game Online,” Jurnal
Kopasta, Vol. 4 No. 1 (2017), 38-39.
114Maliki, “Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan
Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri Serayu Yogyakarta,” Jurnal Al-Tazkiah, Vol. 7 No. 1 (Juni,
2015), 2.
67
Begitu juga sebaliknya, dengan menjalin komunikasi pihak sekolah dapat
mengetahui kegiatan bermain anak di luar rumah, aktivitas belajar di rumah,
dan masalah yang muncul ketika berada di rumah.115
Materi IPA yang ada di buku kurikulum K13 nyatanya sulit untuk
dipahami. Materi IPA yang bercampur dengan materi lain membuat siswa
bingung. Selain itu, materi yang padat membuat siswa kesulitan dalam
memahaminya. Oleh karena itu, guru terlebih dahulu menyusun semua materi
IPA yang akan disampaikan kepada siswa. Kemudian, guru memilah-milah
materi IPA yang ada di buku tematik untuk dikelompokkan sesuai dengan
materi umumnya. Menurut Hurit, pemahaman guru mengenai kurikulum K13
menjadi hal yang penting sebelum menerapkannya dalam pembelajaran.
Persiapan yang bisa dilakukan oleh guru adalah membuat rencara pembelajaran
dan memahami rambu-rambu dalam kurikulum K13 dimana tidak semua mata
pelajaran harus dipadukan. Maka dari itu, guru perlu memilah-milah bahan
materi agar mudah untuk dipahami oleh siswa. 116
115Syarif Hidayat, “Pengaruh Kerjasama Orang Tua dan Guru Terhadap Disiplin Peserta Didik
di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Kecamatan Jagakarsa – Jakarta Selatan,” Jurnal
Ilmiah WIDYA, Vol. 1 No.2 (Juli-Agustus, 2013), 94.
116Andreas Au Hurit dan Diah Harmawati, “Analisis Kesiapan Guru dalam
Mengimplementasikan Kurikulum K13 di SD Inpres Gudang Arang Merauke,” Jurnal of Primary
Education, Vol. 1 No. 2 (April, 2019), 120.
68
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kesulitan belajar IPA yang dialami oleh siswa kelas VI yaitu kesulitan
dalam memahami materi IPA dan mengerjakan soal IPA.
2. Strategi yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi kesulitan belajar IPA
antara lain mengadakan bimbingan belajar di sekolah dan di rumah,
memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan minat belajarnya,
menyisipkan cerita yang menarik disela-sela pembelajaran IPA agar siswa
tidak bosan, memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa supaya
siswa mau belajar di rumah dan tidak ketergantuangan game online,
melarang siswa membawa HP ke sekolah agar siswa bisa berkonsentrasi
dalam belajar dan menghindari kecanduan game online, mengadakan
konseling pribadi dan menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua
guna mengatasi masalah siswa di sekolah serta mengelompokkan materi
IPA terlebih dahulu sebelum dijelaskan kepada siswa agar mereka bisa
memahami materi dengan baik.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan antara
lain:
1. Bagi Lembaga Sekolah
Lembaga sekolah sebaiknya lebih memperhatikan fasilitas yang ada di kelas
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal tanpa ada
hambatan sedikitpun.
2. Bagi Guru
Guru hendaknya lebih mempersiapkan pembelajaran di kelas dengan
menggunakan metode dan media pembelajaran yang dapat meningkatkan
69
minat belajar siswa. Selain itu, guru lebih memperhatikan kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh siswa sehingga dapat segera diatasi.
3. Bagi Siswa
Siswa hendaknya memperhatikan proses pembelajaran dengan baik supaya
tidak timbul kesulitan belajar, selalu belajar dengan rajin, dan kurangi
kegiatan yang tidak bermanfaat seperti bermain game online.
70
DAFTAR PUSTAKA
Adiningtyas, Sri Wahyuni. Peran Guru Dalam Mengatasi Kecaduan Game Online.
Jurnal Kopasta. Vol. 4 No. 1, 2011. Diakses pada tanggal 16 Maret 2020
pukul 08:30.
Afriani, Bekti Rahayu. Hubungan Intensitas Pemberian Tugas Rumah (PR)
Dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas II SD. Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. Edisi 6 Tahun Ke-8, 2019. Diakses pada tanggal 16 Maret
2020 pukul 08:40.
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Alawiyah, Henny, dkk. Analisis Kesulitan Belajar Siswa dalam Memahami
Materi Invertebrata di Kelas X MAN 2 Pontianak. Jurnal Biologi Edukasi.
Vol. 3 No. 2, 2016. Diakses tanggal 10 Maret 2020 pukul 10:35.
Amanah, Ulfa Suci. Upaya Guru Menanggulangi Kesulitan Belajar Siswa Bidang
Studi Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 2 Kademangan Blitar. Skripsi.
UIN Malang. Malang. 2008.
Amin, Solekhul. Tinjauan Keunggulan dan Kelemahan Penerapan Kurikulum K13
Tingkat SD/MI. Al-Bidayah. Vol. 5 No. 2, 2013. Diakses pada tanggal 9
Maret 2020 pukul 08:25.
Anggraini, Maya. Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VB
SD Negeri 80/1 Muara Bulian. Skripsi. Universitas Jambi. Jambi. 2017.
Arianto, Tri Rizky. Dampak Game Online Terhadap Prestasi Belajar Pelajar.
JUTIM. Vol. 1 No. 1, 2016. Diakses pada tanggal 16 Maret 2020 pukul
09:00.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Awang, Imanuel Sairo. Kesulitan Belajar IPA Peserta Didik Sekolah Dasar. Vox
Edukasi. Vol. 6 No. 2, 2015. Diakses pada tanggal 12 Januari 2020 pukul
11:15.
Departemen Pendidikan Nasional. Undang-undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas, 2003.
Dinatha, Ngurah Mahendra dan Ngurah Laba Laksana. Kesullitan Belajar Siswa
Dalam Mata Pelajaran IPA Terpadu. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara.
Vol. 2 No. 2, 2017. Diakses pada tanggal 10 Maret 2020 pukul 08:45.
Faridah, Fifi. Upaya Guru Menanggulangi Kesulitan Belajar Siswa Kelas IV SDN
63 Kota Bima. Jurnal Pendidikan MIPA. Vol. 7 No. 2, 2017. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2020 pukul 09:25.
Fathoni, Abdurrahman. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.
Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
71
Fathorrahman. Kompetensi Pedagogik, Profesional, Kepribadian, dan
Kompetensi. AKADEMIKA. Vol. 15 No. 1, 2017. Diakeses pada tanggal 30
Januari 2020 pukul 09:15.
Fauzi, Mohammad Mahmud. Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar
Siswa Kelas IV MI Miftahul Huda Jatisara Kademangan Blitar. Skripsi.
IAIN Tulungagung. Tulungagung, 2018.
Hamdayama, Jumanta. Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
Haqiqi, Arghob Khofya. Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Belajar IPA Siswa
SMP Kota Semarang. Jurnal Pendidikan Sains & Matematika. Vol 6 No. 1,
2018. Diakses pada tanggal 5 Maret 2020 pukul 11:15.
Hidayat, Syarif. Pengaruh Kerjasama Orang Tua dan Guru Terhadap Disiplin
Peserta Didik di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Kecamatan
Jagakarsa – Jakarta Selatan. Jurnal Ilmiah WIDYA. Vol. 1 No. 2, 2013.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2020 pukul 10:20.
Hurit, Andreas Au dan Diah Harmawati. Analisis Kesiapan Guru Dalam
Mengimplementasikan Kurikulum K13 di SD Inpres Gudang Arang
Merauke. Jurnal Of Primary Education. Vol. 1 No. 2, 2019. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2020 pukul 10:35.
Ismail. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah.
Jurnal Edukasi. Vol. 2 No. 1. 2016. Diakses pada 12 Januari 2020 pukul
08:45.
Koestoer, Partowisastro. Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar. Jakarta:
Erlangga, 1986.
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Maliki. Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri Serayu Yogyakarta. Jurnal
Al-Tazkiyah. Vol. 7 No. 1, 2015. Diakses pada tanggal 10 Maret 2020 pukul
11:20.
Manalu, Remaita, dkk. Analisis Kesulitan-kesulitan Belajar IPA Siswa Kelas IV
Dalam Implementasi Kurikulum K13 di SD Piloting Se-Kabupaten Gianyar.
E-Journal PGSD. Vol. 3 No. 1, 2015. Diakses pada tanggal 10 Maret pukul
14:15.
Mentari, Renawati. Studi Deskriptif Faktor-faktor Kesulitan Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran IPA Materi Gaya dan Pesawat Sederhana Kelas V MI
Miftahul Ulum Bumijaya Kabupaten Tegal Tahun Ajaran 2016/2017.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang. 2017.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
72
Nidawati. Belajar Dalam Perspektif Psikologi Agama. Jurnal Pionir. Vol. 1 No.
1, 2013. Diakses pada tanggal 19 Januari 2020 pukul 15:20.
Nisa, Afiatin. Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Minat Belajar Siswa Terhadap
Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal Ilmiah Kependidikan. Vol.
2 No. 1, 2015. Diakses pada tanggal 16 Maret 2020 pukul 14:15.
Portanata, Lia, dkk. Analisis Pemanfaatan Media Pembelajaran IPA SD. Jurnal
Pendidikan Dasar PerKhasa. Vol. 3 No. 1, 2017. Diakses pada tanggal 2
Februari 2020 pukul 10:15.
Rohmah, Noer. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras, 2012.
Rositawaty. Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan,
2008.
Sidiq, Umar. Etika dan Profesi Guru Keguruan. Tulungagung: STAI
Muhammadiyah, 2018.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010.
Suharjo, Drajad. Metodologi Penelitian dan Penelitian Lapangan Ilmiah.
Yogyakarta: UII Press, 2003.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005.
Suparlan. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: HIKAYAT, 2006.
Suprihatin, Siti. Upaya Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.
Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro. Vol. 3 No. 1, 2015. Diakses pada
tanggal 10 Maret 2020 pukul 19:20.
Tambak, Syahrani. Metode Bercerita Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Jurnal Al-Thoriqah. Vol. 1 Nol. 1, 2016. Diakses pada tanggal 10
Maret 2020 pukul 19:00.
Thorir, Anas dan Fitri April Yuni. Pembelajaran FISIKA; Kesulitan Belajar dan
Cara Mengatasinya. Yogyakarta: Media Akademi, 2017.
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi. IAIN Ponorog: Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan, 2019.
Tursinawati. Penguasaan Konsep Hakikat Sains dalam Pelaksanaan Percobaan
Pada Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh. Jurnal Pesona Dasar.
Vol. 2 No. 4, 2016. Diakses pada tanggal 18 Januari 2020 pukul 08:25.
Ulum, Miftahul. Demitologi Profesi Guru. Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2011.
Wahab, Rohmalia. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016.
Wahyuni. Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas
73
VII SMP Negeri 4 Terbanggi Tinggi. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 1
No. 1, 2018. Diakses pada tanggal 15 Februari 2020 pukul 09:30.
W, Asih Widi dan Eka Sulistyowati. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta:
Bumi Aksara, 2017.
Widiantari, Ni Ketut Maha Putri, dkk. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Kelas IV dalam Pembelajaran Matematika. E-Journal PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 4 No. 1, 2015. Diakses pada tanggal
11 Maret 2020 pukul 09:50.
Wulandari, Ria Nur. Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran IPA di MTs Sains Al-Hadid Kota Cirebon. Skripsi. IAIN
Syekh Nurjati. Cirebon. 2015.
Wulansari, Adhita Dessy. PENELITIAN PENDIDIKAN: Suatu Pendekatan
Praktik dengan Menggunakan SPSS. Ponorogo: STAIN Po. Press, 2012.