rancangan sistem pertahanan strategis indonesia bernasis naval: "indonesia sebagai blue-water...

23
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia Strategi Pertahanan Indonesia Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Berbasis Naval: “Indonesia sebagai Blue-Water Navy?” Oleh: Palar Siahaan 0806352372 Secara geografis, Indonesia merupakan Negara maritim yang memiliki begitu banyak pulau. Oleh karena itu, Indonesia mengemban beban yang cukup besar sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Sebagai sebuah bangsa kepulauan terbesar di dunia, dengan total wilayah darat dan laut beserta Zona Ekonomi Eklusif-nya yang mencapai 10 juta km persegi, Indonesia memiliki pandangan pertahanan nasional yang seharusnya berbeda dengan bangsa lainnya. Selain itu, bangsa Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bangsa lain terkait dengan posisinya yang strategis. Kekhasan ini konsekuensi dari adanya UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea) yang membagi Indonesia menjadi empat kompartemen strategis sesuai dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang ada. Hal ini berarti ancaman eksternal dan manifestasi ancaman lainnya sangat berpotensi mengekploitasi kawasan perairan Indonesia. Konvensi Hukum Laut yang ditandatangani pada tahun 1982 ini mengatur implementasi beberapa hal seperti penentuan garis pangkal, hak lintas damai, penentuan batas perairan pedalaman, Zona Ekonomi Ekslusif, Landas Kontinen dan penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Konvensi ini memberikan hak dan kewajiban baru kepada banyak negara dan membutuhkan langkah- 1

Upload: palar-siahaan

Post on 31-Oct-2015

680 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Berbasis

Naval: “Indonesia sebagai Blue-Water Navy?”

Oleh: Palar Siahaan0806352372

Secara geografis, Indonesia merupakan Negara maritim yang memiliki begitu banyak

pulau. Oleh karena itu, Indonesia mengemban beban yang cukup besar sebagai negara

kepulauan terbesar di dunia. Sebagai sebuah bangsa kepulauan terbesar di dunia, dengan total

wilayah darat dan laut beserta Zona Ekonomi Eklusif-nya yang mencapai 10 juta km persegi,

Indonesia memiliki pandangan pertahanan nasional yang seharusnya berbeda dengan bangsa

lainnya. Selain itu, bangsa Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bangsa lain

terkait dengan posisinya yang strategis. Kekhasan ini konsekuensi dari adanya UNCLOS

(United Nations Conference on the Law of the Sea) yang membagi Indonesia menjadi empat

kompartemen strategis sesuai dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang ada. Hal

ini berarti ancaman eksternal dan manifestasi ancaman lainnya sangat berpotensi

mengekploitasi kawasan perairan Indonesia.

Konvensi Hukum Laut yang ditandatangani pada tahun 1982 ini mengatur

implementasi beberapa hal seperti penentuan garis pangkal, hak lintas damai, penentuan batas

perairan pedalaman, Zona Ekonomi Ekslusif, Landas Kontinen dan penetapan Alur Laut

Kepulauan Indonesia (ALKI). Konvensi ini memberikan hak dan kewajiban baru kepada

banyak negara dan membutuhkan langkah-langkah untuk mengatur dan melindunginya. Pada

tahun 1996, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan kepada IMO (International Maritime

Organization) tentang penetapan tiga ALKI beserta cabang-cabangnya di perairan Indonesia

yaitu:

ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan

ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi

ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-Laut Seram (Timur

Pulau Mongole)-Laut Maluku, Samudera Pasifik

III-B : Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda, (Barat Pulau Buru) dan terus ke ALKI

III-A

1

Page 2: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda (Barat Pulau Buru) terus ke utara ke ALKI III-A

Pengusulan ketiga ALKI tersebut bagi Indonesia didasarkan atas pertimbangan dari

berbagai aspek kepentingan sektoral yang terkait, antara lain kepentingan pertahanan dan

keamanan, keadaan hidro-oceanografis dari masing-masing ALKI, masalah lingkungan laut,

kawasan konservasi, taman laut, kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam

terutama migas, kegiatan penangkapan ikan, kepentingan dan keselamatan pelayaran dan

penerbangan internasional serta kepentingan-kepentingan internasional terhadap lintas laut

yang paling aman dan cepat melalui perairan Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut akan

diberlakukan enam bulan setelah ketentuan-ketentuan tersebut diundangkan oleh perangkat

hukum Indonesia. Baru pada tahun 1996, undang-undang yang mengatur pelaksanaan

konvensi Hukum Laut tahun 1982 dikeluarkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia.

Ketentuan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) menjadi sebuah hal yang paling

mengancam kepentingan Indonesia di wilayah perairan. Pasalnya, dengan adanya ketentuan

ALKI tersebut, Indonesia harus mempersilakan kapal dagang dan kapal perang negara lain

untuk dapat melintas di wilayah teritorial Indonesia. Ada beberapa hal yang mengancam

keamanan Indonesia dilihat dari adanya ketentuan ALKI tersebut. Pertama, meningkatnya

volume perdagangan dunia yang melalui laut dari 21.480 milyar ton pada tahun 1999 menjadi

35.000 milyar ton pada tahun 2010, dan 41.000 milyar ton pada tahun 2014. Perlu dicatat

bahwa 25 persen perdagangan dunia tersebut dibawa oleh sekitar 50.000-60.000 kapal

dagang setiap tahunnya melintasi jalur lalu lintas internasional yang melintasi perairan

Indonesia. Kedua, alasan kenapa Indonesia seharusnya lebih menekankan pada pertahanan

laut adalah adanya intervensi dan inisiatif oleh negara-negara besar yang kepentingannya

(ekonomi perdagangan dan perang melawan terorisme) tidak ingin terganggu di kawasan

perairan Indonesia. Hal ini tentunya didorong oleh tujuan mereka untuk mengamankan jalur

perdagangan laut dan kontrol atas barang-barang yang diangkut oleh kapal-kapal yang

melalui jalur tersebut. Ketiga, adalah masalah penyelundupan baik manusia, senjata ringan,

dan narkotika. Ratusan ribu pucuk senjata ringan (Small Arm and Light Weapon) selundupan

beredar di kawasan Asia Tenggara tiap tahunnya dan lebih dari 80 persen dari penyalurannya

melewati laut. Daerah-daerah sekitar ALKI selalu sangat rawan terhadap kegiatan-kegiatan

kejahatan internasional, penyelundupan manusia dan senjata, dan infiltrasi. Hal ini tentunya

sangat terkait dengan kegiatan teorisme dan separatisme di Indonesia. Dari ketiga alasan

2

Page 3: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

tersebut di atas, membuktikan bahwa Indonesia berada dalam sebuah situasi dan kondisi yang

tepat dan sesuai untuk datangnya ancaman dari kekuatan eksternal yakni intervensi, mungkin

invansi, negara lain yang ingin mengamankan kepentingannya dan pihak non-negara seperti

kelompok teroris dan sindikat penyelundupan internasional yang memanfaatkan jalur laut

internasional. Selain itu, Indonesia juga memiliki ancaman dari internal seperti dari kelompok

pemberontak atau separatis yang mendapatkan pasokan persenjataan dari penyelundupan

senjata yang beredar di sekitar perairan Indonesia karena adanya jalur laut internasional dan

lemahnya pengawasan dan pengamanan patrol laut oleh pihak militer Indonesia.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan seperti yang tertulis di atas, maka strategi yang

sekarang ini diterapkan oleh Indonesia (strategi pertahanan berbasis darat) tidaklah sesuai

saat ini apalagi jika menilik keadaan geografis Indonesia. Dalam upaya mempertahankan

negara kepualauan, strategi yang dipakai seharusnya berlandaskan pada kekuatan laut. Hal

inilah yang seharusnya diterapkan di Indonesia. Angkatan Laut (AL) Indonesia harus bias

diandalkan serta harus memiliki kekuatan yang besar. Akan tetapi, hal ini bukan berarti

Indonesia harus mengesampingkan pertahanan udara dan darat. Sekarang ini, Indonesia justru

harus mampu memfokuskan penguatan kekuatan angkatan lautnya dengan adanya sinergisme

dengan angkatan udara (Dirgantara) dan angkatan darat. Angkatan udara harus mampu

menjaga kerangka perthanan terluar Indonesia (zona penyangga) sedangkan angkatan darat

harus mampu menggelar kekuatan bilamana perang merambah ke dalam area kontinen (zona

pertahanan dan perlawanan) Indonesia. Selain itu, Indonesia juga harus memperhatikan

perkembangan RMA (Revolution in Military Affairs) internasional khususnya negara-negara

tetangga.

Revolution in Military Affairs (RMA)

Konsep RMA merupakan suatu konsep dalam system pertahanan yang masih sering

diperdebatkan. Defenisi mengenai RMA sendiri pun bervariasi. Menurut seorang Tim

Benbow (2004), RMA dapat didefenisikan sebagai sebuah langkah perubahan-perubahan

karakter dasar perang. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa:1

1. RMA bukan hanya inovasi teknologi melainkan juga gagasan dan praktik,

1 Benbow, Tim: “Chapter 1: Revolutions in Military Affairs” dalam The Magic Bullet: Understanding the Revolutions in Military Affairs, (UK: Brassey Publishers, 2004)

3

Page 4: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

2. implikasi RMA bergantung pada konteks politik dan strategis, dan

3. istilah RMA dapat diaplikasikan dalam banyak kasus/cara.

Sementara itu, berbeda halnya dengan defenisi yang diutarakan oleh Barry Buzan dan

Herring (1998), RMA lebih contoh kepada konteks inovasi teknologi militer. Menurut

mereka, RMA memiliki dua aspek penting, yaitu:2

1. kuantitatif, yaitu dalam jumlah dan frekuensi perubahan yang besar dan peningkatan

drastis dalam kemampuan produksi jumlah besar suatu produk militer baru; dan

2. kualitatif dalam inovasi yang baik meningkatkan kapabilitas lama secara substansial

maupun membuka kapabilitas baru.

Selain itu, Buzan dan Herring menjelaskan bahwa ada lima kategori inti dalam RMA, yaitu

daya tembak, proteksi, mobilitas, komunikasi, dan intelijen.3

Sementara itu, Richard Bitzinger mendefinisikan RMA sebagai faktor-faktor yang

membuat perubahan drastis dalam cara bagaimana perang dilakukan, diatur, dan diorganisir.

Meskipun RMA pada umumnya dipicu oleh inovasi teknologi persenjataan, Bitzinger

menyatakan bahwa RMA yang sesungguhnya hanya terjadi ketika inovasi teknologi

persenjataan tersebut diiringi dengan inovasi dalam doktrin, taktik, dan organisasi perang.4

Sejatinya, RMA dapat didefenisikan sebagai perubahan mendasar dalam militer atau

sistem persenjataan sehingga mendorong terjadinya evolusi perang. Dengan adanya RMA,

bentuk dan tujuan perang juga mengalami perubahan. RMA yang baik harus didukung oleh

kemajuan teknologi informasi. Faktanya, Indonesia sendiri tidak pernah mengalami RMA.

Oleh karena itu, RMA dalam tulisan ini didefenisikan secara subjektif, seperti halnya yang

kerap dilakukan oleh negara, yakni perkembangan teknologi persenjataan secara cepat.

Penerapan RMA di Indonesia haruslah baik; Indonesia harus memperhatikan tingkat

kebutuhan, karaktesitik, serta kondisi sistem pertahanan nasional agar tepat sasaran dan dapat

menciptakan efek deterrent bagi ancaman-ancaman yang dinamis. Terkait anatomi

deterrence, Bernard Brodie (1958) menjelaskan teori umum strategi udara pada masa nuklir

dan kebutuhan unik postur deterrence, serta berargumen bahwa deterrence terhadap perang

total selamanya harus tak tertandingi dan bahwa strategi deterrence berbeda secara sigifikan

2 Barry Buzan dan Eric Herring: “Revolutions in Military Technology” dalam The Arms Dynamic in World Politics, (Colorado: Lynne Rienner Publishers, Inc., 1998) hal. 9–283 Ibid4 Bitzinger, Richard A., The Revolution in Military Affairs and the Global Defence Industry: Reactions and Interactions dalam Security Challenges, Vol. 4, No. 4 (Summer 2008), hal. 2

4

Page 5: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

dari strategi yang menekankan kemampuan menang apabila perang terjadi.5 Hanya saja,

konsep deterrence bagi sistem pertahanan Indonesia berkaitan dengan upaya pengembangan

sistem pertahanan itu sendiri untuk menghadapi berbagai ancaman yang sangat dinamis. Oleh

karena dinamisme ancaman tersebut, Indonesia sebaiknya menyusun landasan Kebijakan

Umum Pertahanan Negara.

Landasan Kebijakan Umum Pertahanan Negara

Dalam menyusun konsep dasar pertahanan negara Indonesia, ada beberapa hal yang

harus diperhatikan:

1. Tujuan dan Kepentingan Nasional

Bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

berdaulat mempunyai cita-cita nasional dan tujuan nasional sebagaimana tercantum

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Alinea Ke-4. Tujuan nasional merupakan kepentingan nasional yang abadi, yang

dapat diwujudkan apabila dapat diciptakan tiga kondisi, yakni Indonesia yang aman

dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera. Ketiga kondisi tersebut ditempuh

dengan tiga strata pendekatan, yaitu mutlak, penting, dan pendukung.

a. Strata mutlak, dilakukan dalam menjaga kelangsungan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, yang berupa integritas teritorial, kedaulatan nasional, dan keselamatan

bangsa Indonesia.

b. Strata penting, dilakukan dalam menjaga kehidupan demokrasi politik dan

ekonomi, keharmonisan hubungan antarsuku, agama, ras, dan golongan (SARA),

penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan pembangunan yang berwawasan

lingkungan hidup.

c. Strata pendukung, dilakukan dalam upaya turut memelihara ketertiban dunia, yang

berupa keterlibatan Indonesia secara aktif dalam rangka menjaga perdamaian dunia.

2. Kebijakan Nasional Terpadu

Guna menjamin terwujudnya kepentingan nasional diperlukan kebijakan nasional

5 Bernard Brodie (1958), “The Anatomy of Deterrence”, U.S. Air Force Project RAND Research Memorandum, diakses dari http://www.rand.org/pubs/research_memoranda/2008/RM2218.pdf

5

Page 6: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

yang terpadu antara kebijakan keamanan nasional, kebijakan ekonomi nasional,

dan kebijakan kesejahteraan nasional. Kebijakan keamanan nasional merupakan

kebulatan kebijakan di bidang politik luar negeri, politik dalam negeri, pertahanan

negara, dan keamanan negara. Oleh karena itu, implementasi kebijakan pertahanan

negara sebagai bagian integral dari kebijakan keamanan nasional memerlukan peran

serta aktif Kementerian/ Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), termasuk

pula dukungan semua elemen masyarakat.

3. Doktrin Pertahanan Negara

Dalam rangka menjaga, melindungi, dan memelihara keamanan nasional, Pasal 30

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan

bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui Sistem

Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) dengan Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan

rakyat sebagai kekuatan pendukung. Mengacu pada ketentuan ini, maka doktrin dasar

pertahanan negara adalah Sishanta, dan sifat kesemestaan tersebut dijelaskan dalam

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sebagai pertahanan

yang didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan

pada kekuatan sendiri, melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya

nasional lainnya, dan dipersiapkan secara dini oleh pemerintah, serta diselenggarakan

secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut.

4. Strategi Pertahanan Negara

Strategi Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat defensif aktif, yang

mengandung pengertian bahwa pertahanan negara tidak ditujukan untuk melancarkan

agresi terhadap negara lain, namun secara aktif menangkal, mencegah dan mengatasi

segala bentuk ancaman yang ditujukan terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah

dan keselamatan bangsa. Strategi Pertahanan Negara disusun untuk menghadapi

segala ancaman terhadap pertahanan negara, baik yang bersifat militer maupun

bersifat nonmiliter sebagaimana diamanatkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

6

Page 7: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

5. Geopolitik dan Geostrategi

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang

Pertahanan Negara, salah satu prinsip dasar penyusunan pertahanan negara adalah

memperhatikan kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan. Bentuk negara

kepulauan, beserta masyarakatnya yang sangat beragam, dan keberadaannya di posisi

silang antara dua benua dan dua samudera, serta kekayaan sumber daya alamnya,

merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dinamika berbagai aspek

kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diantara aspek penting yang

dipengaruhi kondisi geografi Indonesia termasuk aspek politik, ekonomi, dan sosial

budaya, yang dapat dijelaskan dengan pandangan geopolitik, geo-ekonomi dan

geososial budaya, serta secara keseluruhan menjelaskan geostrategi pertahanan negara

Indonesia. Dengan demikian, strategi pertahanan negara berkenaan dengan geopolitik,

geo-ekonomi, dan geososial budaya diarahkan kepada upaya menjaga kedaulatan

politik, kedaulatan ekonomi dan kedaulatan sosial budaya Negara Kesatuan Republik

Indonesia dengan memanfaatkan sebesar-besarnya kondisi geografi Indonesia.

Analisis Ancaman dan Rencana Pertahanan Indonesia di Masa Mendatang

Dalam menyusus rancangan pertahanan nasionalnya yang sudah berlangsung dalam

beberapa tahap perkembangan RMA, Indonesia harus mampu mengidentifikasi bentuk-betuk

ancaman yang dating. Penyusunan sistem pertahanan Indonesia, nyatanya, dipengaruhi oleh

faktor-faktor eksternal misalnya perkembangan RMA internasional (khususnya RMA negara-

negara tetangga) dan isu-isu kontemporer yang sangat dinamis. Upaya pengembangan RMA

Indonesia dilakukan melalui berbagai upaya, salah satunya (yang menjadi pokok bahasan

dalam tulisan ini) adalah melalui pemutakhiran persenjataan dalam sistem pertahanan atau

yang lebih dikenal dengan sebutan alat utama sistem pertahanan (Alustsista). Datangnya

pesawat-pesawat dan kapal-kapal baru menjadi bukti dari keseriusan rencana RMA Indonesia

tersebut.

Pada dasarnya, secara teoretis, ada beberapa hal yang melatarbelakangi suatu strategi

pertahanan; geografis, resources, ancaman, dan teknologi. Keempat hal tersebut ternyata

sangat signifikan perannya dalam menentukan strategi pertahanan di Indonesia. Hanya saja,

7

Page 8: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

hal yang paling mendapat perhatian ke depannya dalam menyusun strategi pertahanan

Indonesia ialah ancaman dan teknologi. Secara geografis, letak Indonesia yang sangat

strategis (letak geografis silang yang menempatkan Indonesia dalam salah satu jalur

perdagangan utama internasional yakni antara Benua Asia dan Benua Australia serta antara

Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) sekaligus menjadi tantangan terhadap pertahanan

Indonesia. Begitu pula halnya dengan resources, Indonesia dengan kekayaan sumber daya

alam menjadi pertimbangan bagi negara-negara lain untuk menguasai teritori Indonesia

seperti yang terjadi dalam kasus Ambalat antara Malaysia-Indonesia. Akan tetapi, dalam

rancangan strategi pertahanan Indonesia mendatang, baik faktor geografis maupun resources

sepertinya tidak lagi terlalu relevan karena sudah terbukti bahwa Indonesia memiliki

kapabilitas untuk menangani kedua hal tersebut.

Dalam penyusunan strategi pertahanan Indonesia di masa mendatang, konsep

ancaman (threat) dan teknologi menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Hal pertama

yakni ancaman pada hakikatnya adalah setiap usaha dan kegiatan, baik yang berasal dari

luar negeri atau bersifat lintas negara maupun yang timbul di dalam negeri, yang dinilai

membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap

bangsa.6 Ancaman ini perlu diidentifikasi lagi sumbernya, yakni internal maupun eksternal.

Ancaman internal lebih bersifat disintegrasi atau usaha untuk memisahkan diri dari Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mengatasi ancaman bentuk ini, Indonesia

menerapkan strategi anti-gerilya dan terbukti berhasil. Sedangkan ancaman eksternal (jarak

jauh) berkaitan dengan aktor atau pelaku yang meliputi niat, tujuan, indikasi, serta besarnya

kekuatan dan kemampuan7, dalam hal ini ialah negara lain baik negara berkembang maupun

negara maju, khususnya negara-negara tetangga. Ancaman eksternal ini juga memiliki kaitan

dengan letak geostrategis Indonesia seperti yang dijelaskan sebelumnya. Indonesia dikelilingi

oleh negara-negara yang memiliki latar belakang budaya dan filosofi, pandangan dan paham

politik, serta tingkat kemajuan yang berbeda-beda. Dari negara-negara yang mengelilingi

Indonesia tersebut bahkan ada yang kekuatannya jauh lebih besar, ada pula yang lebih kecil.

Bentuk-bentuk ancaman tersebut paling jelas terlihat proyeksinya dan harus diwaspadai dari

beberapa negara berikut;

Cina

6 Juwono Sudarsono, Strategi Pertahanan Indonesia, (Departemen Pertahanan Indonesia, 2007), hal. 197 Ibid

8

Page 9: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

Saat ini, Cina merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia menyaingi

Amerika Serikat. Kebangkitan ekonomi Cina tersebut ternyata berimbas pada upaya

modernisasi dan penguatan kekuatan militernya yang difokuskan pada penguatan

angkatan laut atau kekuatan maritim Cina. Upaya Cina tersebut sangat jelas terefleksi

dalam anggaran militernya yang terus meningkat pada tingkat dua digit nyaris setiap

tahun sejak 1993: China menyatakan bahwa anggaran militer 2008 adalah $58,8

milyar, meningkat 17,6% dari 2007. Namun, organisasi-organisasi seperti Institute

for International Strategic Studies (IISS), The RAND Corporation, The Stockholm

International Peace Research Institute (SIPRI), dan Departemen

Pertahanan/Department of Defense (DoD) Amerika Serikat mengasumsikan belanja

pertahanan aktual China jauh lebih tinggi daripada ini, terkait penelitian dan

pengembangan, kekuatan strategis dan paramiliter, dan pengadaan persenjataan asing,

yang tak dimasukkan dalam anggaran resmi.8 Lebih mengejutkan lagi, berdasarkan

prediksi yang dilakukan oleh Michael D. Swine (2005) dalam tulisannya “China’s

Regional Military Posture, Cina akan mencapai kapabilitas militer berikut pada tahun

2010:9

1. kemampuan patroli kelompok tempur permukaan dan subpermukaan non-

kapal induk sejauh seribu mil laut dari garis pantai kontinental China;

2. kemampuan melakukan operasi denial laut dan udara sejauh lima ribu mil

laut dari garis pantai kontinental China;

3. kemampuan melakukan blokade laut besar dengan dukungan udara di

pulau-pulau sejauh dua ribu mil laut dari garis pantai kontinental China;

dan

4. kemampuan mengangkut dan menggelar tiga hingga empat divisi sejauh

dua ribu mil dari perbatasan kontinental China melalui transportasi darat,

laut, dan udara.

Australia

Sama seperti Cina, Australia juga memiliki potensi sebagai ancaman terkait

upayanya dalam pengembangan sistem persenjataan udara Royal Australian Air Force

8 C. Fred Bergsten et. al., China’s Rise: Challenges and Opportunities, (Washington, DC: Peterson Institute for International Economics dan Center for Strategic and International Studies, 2008), hal.191-1939 Michael D. Swine, “China’s Regional Military Posture”, dalam David Shambaugh, Power Shift: China and Asia’s New Dynamics, (Berkeley: University of California Press, 2005), hal.267-272

9

Page 10: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

(RAAF). Saat ini, Australia memiliki persenjataan sebagai berikut: 71 F/A-18 Hornet,

jet tempur multiperan untuk misi udara ke udara dan udara ke darat; 21 F-111,

pesawat serang supersonik jarak jauh (pensiun awal 2010); 19 AP-3C Orion, pesawat

patrol maritim; 4 C-17A Globemaster, pesawat angkut berat; B737-AEW&C

Wedgetail, pesawat udara peringatan pertama dan kendali; 8 C-130 Hercules, pesawat

angkut medium; 5 CL-604 Challenger, pesawat angkut VIP untuk pemerintah

Australia; 2 B737 BBJ Boeing Business Jet, pesawat angkut VIP untuk pemerintah

Australia; 67 PC-9/A, pesawat latih dasar untuk Australian Defence Force (ADF),

juga digunakan untuk memajukan kendali udara; 33 Hawk 127, jet tempur latih; serta

4 K350 King Air, pesawat serbaguna.10 Tidak hanya itu, Australia bahkan saat ini

sedang menjalankan program peremajaan dan pemutakhiran angkatan udaranya

hingga tahun 2020.

Negara tetangga (Singapura dan Malaysia)

Malaysia dan Singapura merupakan negara tetangga yang paling dekat dengan

Indonesia. Negara tetangga tidak selamanya memilki hubungan baik dengan negara

tetangga lainnya. Hal ini terbukti dari hubungan yang sering memanas antara

Indonesia dengan Malaysia terkait kasus Ambalat yang sebelumnya juga pernah

didahului oleh kasus pulau Sipadan dan Ligitan. Sekarang ini, Malaysia juga sedang

melakukan upaya penguatan militernya.

Di sisi lain, Singapura yang mendapatkan banyak bantuan pengembangan

teknologi militer dari AS dan beberapa negara Eropa seperti Prancis. Singapura telah

mampu mengembangkan sistem pertahanan, terutama dalam beberapa area RMA

yang krusial, seperti persenjataan presisi, C4, juga ISR hingga integrated logistic

support (ILS).11 Dengan demikian, Singapura dinobatkan sebagai negara yang sistem

pertahanannya paling baik di kawasan Asia Tenggara, mendekati konsep RMA.

Melihat keadaan negara-negara tersebut, sudah sepantasnya Indonesia turut

mengembangkan sistem pertahanan nasionalnya baik dari segi teknologi maupun

pengorganisasiannya. Selain ancaman yang mungkin muncul dari negara-negara yang

dijelaskan di atas, Indonesia juga harus memperhatikan aspek teknologi dalam menyusun

10 Royal Australian Air Force aircraft, diakses dari http://www.airforce.gov.au/aircraft/index.aspx11 Emily O. Goldman dan Thomas G. Mahnken , The Information Revolutions in Military Affairs in Asia, (New York: Palgrave Macmillan, 2004), hal.186

10

Page 11: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

strategi pertahanannya. Teknologi merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu sistem

pertahanan seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Teknologi memegang peran penting

bagi strategi pertahanan Indonesia; ia menggerakkan perubahan-perubahan dunia

internasional, terutama perubahan sifat perang, sifat dan bentuk ancaman dalam dunia.12 Di

era perkembangan teknologi dan informasi, Indonesia menyadari bahwa doktrin lama yakni

doktrin sistem pertahanan semesta tidak lagi sesuai untuk dipertahankan. Kalaupun pemikiran

atas dasar land-based strategy tersebut masih dipertahankan, selain karena tidak sesuai

dengan keadaan Indonesia sebagai negara maritime, strategi tersebut tidak akan berjalan baik

tanpa adanya dukungan teknologi dan informasi. Dalam hal ini, aspek teknologi sangat

berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara tersebut di atas.

Usulan rancangan Sistem Pertahanan Indonesia

Setelah mengetahu rencana pengembangan dan penguatan kekuatan militer beberapa

negara tersebut di atas, adalah wajar jika Indonesia turut mengambil langkah inisiatif untuk

melakukan pendewasaan sistem pertahanannya melalui pendewasaan alat utama sistem

pertahanan (Alutsista). Rencana Indonesia ini sudah terlihat dalam rencana yang

mengalokasikan dana yang cukup besar terkait perencanaan sistem pertahanan RI hingga

tahun 2020.

1989 2,561 million US$ 2000 2,970 million US$

1990 2,829 million US$ 2001 3,136 million US$

1991 2,879 million US$ 2002 3,294 million US$

1992 3,100 million US$ 2003 4,397 million US$

1993 2,977 million US$ 2004 4,840 million US$

1994 3,288 million US$ 2005 4,731 million US$

1995 3,461 million US$ 2006 5,037 million US$

1996 3,762 million US$ 2007 5,478 million US$

1997 3,514 million US$ 2008 5,011 million US$

1998 2,755 million US$ 2009 4,908 million US$

1999 2,265 million US$ 2010-2020 50,00 million US$

Tabel anggaran belanja militer RI hingga tahun 202013

12 Edi Prasetyono, Strategi Pertahanan: Dimensi Militer dan Doktrin, diakses dari http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper%20Diskusi/Strategi%20Pertahanan:%20Dimensi%20Militer%20dan%20Dokrin%20-%20Edy%20Prasetyono.pdf13 Diakses dari http://milexdata.sipri.org/result.php4

11

Page 12: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

Belanja militer yang mencapai 430 trilyun rupiah itu adalah untuk penguatan TNI AU

dengan membeli 40 unit pesawat tempur SU27/SU30, 30 unit F16 Block52, 16 unit Super

Tucano,20 pesawat angkut Hercules, 6 Pesawat intai strategis, 16 Yak 130, 5 baterai rudal

Hanud S300 dan 8 unit radar pertahanan Udara.

Untuk TNI AL disediakan pagu anggaran untuk membeli 10 kapal selam modern, 200

tank amphibi BMP-3F, 40 kapal patroli cepat rudal Trimaran, 60 kapal patroli cepat rudal

FPB57, 20 Kapal Perusak Kawal Rudal, 10 Fregat, 10 LPD, 150 rudal yakhont, 200 rudal

C705, 180 rudal C802. Sedangkan untuk TNI AD dialokasikan anggaran untuk pembelian

antara lain 250 MBT (Main Battle Tank), 800 Panser Canon Pindad, 900 Panser angkut

personil, 1200 truk militer, 1200 rudal jarak 300 km pabrikan PT Pindad.

Alokasi anggaran militer yang cukup besar ini, menurut pengamat militer Connie

Rahakundini, adalah untuk memberikan kekuatan deterrence bagi TNI sehingga bisa menjadi

kekuatan bargaining politic pemerintah terutama yang berkaitan dengan klaim teritorial

dengan negara tetangga. Jika rencana anggaran ini dapat terealisasi, maka Indonesia dapat

dipastikan menjadi kekuatan yang disegani di Asia.

Alokasi anggaran militer tersebut sangatlah baik dan memang sudah seharusnya

dilakukan sejak dahulu mengingat wilayah territorial Indonesia merupakan yang paling besar

di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia seharusnya lebih

memprioritaskan pengalokasian anggaran militer negara kepada pengembangan angkatan laut

(AL).

Indonesia sudah seharusnya menjadi salah satu blue-water navy.14 Untuk menjadi

salah satu blue-water navy atau negara yang daya jelajah kekuatan angkatan lautnya jauh,

Indonesia sebaiknya memiliki kapal-kapal seperti cruiser, destroyer, dan carrier (kapal

Anggaran militer tersebut adalah yang terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Besarnya anggaran tersebut disampaikan oleh pejabat tinggi Kemenhan (dulu Dephan) di Jakarta Rabu 10 Maret 200914 Istilah blue-water navy adalah ungkapan untuk suatu kekuatan maritim yang mampu beroperasi melintasi perairan dalam di samudera terbuka. Kekuatan tersebut harus mampu menerapkan sea control pada jangkauan yang luas, serta digelar atau deployment di samudera luas/high seas dalam kurun waktu yang cukup lama. Dalam studi ilmu peperangan modern, angkatan laut yang ingin menerapkan prinsip blue-water navy harus memiliki kemampuan membela diri yang handal dari kemungkinan serangan lawan yang berasal dari bawah air (kapal selam), permukaan (kapal perusak, frigat, korvet), dan serangan udara. Di samping itu, untuk menjadi sebuah blue-water navy, dibutuhkan suplai logistik yang baik, sehingga armada yang sedang berada di tengah samudera luas tadi dapat beroperasi terus-menerus tanpa mengalami gangguan.Diakses dari http://www.indonesiamaritimeclub.com/2009/04/19/tni-al-menjadi-blue-water-navy-kembali/Selain blue-water navy, ada juga istilah brown-water power dan green-water power. brown-water power berkaitan dengan negara-negara yang letaknya sangat dekat dengan aliran-aliran sungai. Negara-negara dengan keadaan demikian paling membutuhkan kapal-kapal seperti fast patrol boat dan corvet. Sedangkan green-water power dialamatkan pada negara yang daya jelajah kekuatan angkatan lautnya medium. Negara-negara seperti ini harus memiliki kapal-kapal seperti frigate dan individual battle warship.

12

Page 13: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

induk). Akan tetapi, keberadaan kapal induk tidaklah terlalu signifikan bagi Indonesia. Fungsi

utama kapal induk ialah sebagai pangkalan ataupun tempat peristirahatan sekaligus pembawa

pesawat-pesawat dan helikopter tempur. Selain itu, kapal induk juga dipakai untuk membawa

supplay logistik bagi pesawat dan helikopter tempur. Di Indonesia, peran carrier ini sudah

digantikan oleh sekitar 17.000 pulau-pulau kecil yang tersebar dari ujung timur hingga barat

NKRI. Pulau-pulau tersebut juga bisa menjadi post pertahanan angkatan darat dan udara.

Dengan demikian, anggaran belanja militer Indonesia sebaiknya dialihkan kepada pembelian

kapal selam, pasalnya kapal selam adalah fasilitas militer yang memiliki nilai deterrent yang

paling besar dari antara semua alat perang lainnya. Bahkan, destroyer dengan sonar yang

tercanggih sekarang ini sekalipun sangat sulit untuk mendeteksi keberadaan kapal selam.

Keuntungan lain dari kepemilikan kapal selam bagi sistem pertahanan Indonesia

adalah bahwa ia akan membawa Indonesia sebagai kekuatan laut terbesar di kawasan Asia

Tenggara. Selain itu, perlu kita ingat bahwa Indonesia, berdasarkan badan IAEA

(International Atomic Energy Agency), diklasifikasikan ke dalam Annex II. Annex II berarti

Indonesia tidak memiliki senjata nuklir, tetapi memiliki kapabilitas untuk

mengembangkannya. Berpacu dari klasifikasi tersebut, kepemilikan kapal selam oleh

Indonesia akan menimbulkan “kengerian” bagi negara lain bahkan aktor-aktor keamanan

internasional lainnya untuk “melirik” teritori RI. Coba kita kilas balik ke masa perang dingin

di mana Uni Soviet memiliki kapal selam dengan hulu ledak nuklir. Pasalnya, kapal selam

dan senjata nuklir merupakan kombinasi fasilitas militer yang paling mematikan hingga saat

ini. Terbukti, saat Perang Dingin, Amerika Serikat sekalipun berada dalam ketakutan besar

akan Uni Soviet.

Oleh karena itu, Indonesia tidak dapat dipungkiri akan menjadi “raja” maritim Asia

Tenggara dan salah satu kekuatan militer terbaik dunia jika saja memiliki setidaknya dua

skuadron kapal selam. Biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan ini memang tidak sedikit,

akan tetapi dampaknya sangat besar bagi Indonesia. Kepemilikan kapal selam yang lebih

mutakhir dan banyak tersebut mutlak diperlukan mengingat kapal-kapal selam Indonesia

yang ada saat ini hanyalah yang berukuran 40, 50, dan 60 meter.

Mengingat biaya yang besar jika membeli kapal-kapal dari luar, ada baiknya jika RI

memaksimalkan keberadaan PT Pindad dan disinergiskan dengan lembaga pengetahuan

Indonesia. Faktanya, kapal-kapal pabrikan PT Pindad sangatlah baik dan sudah banyak dibeli

oleh negara-negara lain bahkan seperti Jerman sekalipun. Anggaran militer RI mendatang

memang meningkat, bahkan anggaran untuk Kemenetrian Pertahanan tahun 2011 merupakan

13

Page 14: Rancangan Sistem Pertahanan Strategis Indonesia Bernasis Naval: "Indonesia Sebagai Blue-Water Navy?"

Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas IndonesiaStrategi Pertahanan Indonesia

anggaran terbesar dalam RAPBN setelah Kementrian Pekerjaan Umum.15 Namun, pengadaan

kapal-kapal selam produksi dalam negeri seperti yang saat ini sedang berlangsung merupakan

tindakan yang lebih baik daripada hanya mengharapkan kucuran anggaran negara tersebut

baik sebagi langkah awal mewujudkan Indonesia yang military autharcy, yakni tidak

bergantung pada negara lain. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai

blue-water navy semakin nyata dan tepat sasaran.

Kesimpulan

Indonesia, sebagai negara dengan garis pantai terpanjang ke-2 di dunia mutlak

memerlukan pertahanan militer yang baik. Pertahanan di Indonesia sebaiknya berfokus pada

kekuatan angkatan laut agar sesuai dengan karakteristik dan letak geografis. Untuk mencapai

sistem pertahanan yang baik, Indonesia sebaiknya berbasis naval dan harus bias menjadi

blue-water navy.

Upaya untuk meningkatkan sistem pertahanan Indonesia ini harus memperhatikan

perkembangan RMA negara-negara lain khususnya Cina, Australia, Malaysia, dan Singapura

yang memiliki perencanaan pengembangan kekuatan angkatan militernya secara signifikan.

15 “Perkuat Sistem Pertahanan RI”, diakses dari http://bataviase.co.id/node/364771Saat ini, Indosia sedang memproduksi kapal selam Life Free Guard 110 meter. Keberadaan kapal selam ini digadang-gadang akan menyaingi kapal selam milik Singpura.

14