rancang bangun sistem kendali otomatis …digilib.unila.ac.id/22530/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI OTOMATIS
TEMPERATUR DAN KELEMBABAN KUMBUNG JAMUR TIRAM
(Pleurotus sp) BERBASIS MIKROKONTROLER
(Skripsi)
Oleh
RIBUT EKO WAHYONO
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2016
ABSTRACT
AUTOMATED CONTROL SYSTEM DESIGN
TEMPERATURE AND HUMIDITY OF OYSTER MUSHROOM
(Pleurotus sp) HOUSE BASED ON MICROCONTROLLER
By
RIBUT EKO WAHYONO
Oyster mushroom can grow well at optimum temperature and humidity of 16 – 30
°C and 80 – 95 %, respectively. Cultivating the oyster mushroom in mushroom
house is a way to control the temperature and humidity that are suitable for
mushroom growth. Controlling temperature and humidity in the mushroom house
by manual watering regularly are less effective. The development of technology
provides a chance to create of an automatic control system as a control of
temperature and humidity in the mushroom house. Therefore, in this study a
control system was designed to control temperature and humidity inside the oyster
mushroom house automatically based on microcontroller.
The result with the setpoint temperature of 25 – 30 °C and humidity of 80 – 95%
was tested in mushroom house with a size of 400 cm × 200 cm × 200 cm which
contained 600 oyster mushrooms baglogs. The environmental conditions in the
mushroom house based on daily minimum and maximum temperatures were
21,10 ºC and 35,19 ºC respectively, as well as the daily minimum and maximum
humidity were 64,28% and 99,90% respectively. While the test results in the
mushroom house under control system recorded Thar the daily minimum and
maximum temperatures were 25,01 ºC and 30,90 ºC respectively, as well as the
daily minimum and maximum humidity were 80,84% and 99,86% respectively.
The results showed that the control system designed can control temperature and
humidity in the mushroom house automatically.
Keywords: humidity, microcontroller, oyster mushroom, temperature.
ABSTRAK
RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI OTOMATIS
TEMPERATUR DAN KELEMBABAN KUMBUNG JAMUR TIRAM
(Pleurotus sp) BERBASIS MIKROKONTROLER
Oleh
RIBUT EKO WAHYONO
Pertumbuhan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban
yang optimal yaitu 16 – 30 ºC dan 80 – 95 %. Budidaya jamur tiram dalam
kumbung merupakan upaya mengendalikan temperatur dan kelembaban optimal
untuk pertumbuhan jamur. Pengendalian temperatur dan kelembaban dalam
kumbung jamur dengan cara penyiraman manual secara periodik dirasa kurang
efektif. Perkembangan teknologi memberikan potensi untuk menciptakan sistem
kendali otomatis untuk mengendalikan temperatur dan kelembaban dalam
kumbung jamur. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirancang sebuah alat
kendali untuk mengendalikan temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur
secara otomatis berbasis mikrokontroler.
Hasil rancangan sistem kendali otomatis dengan setpoint temperatur 25 – 30 ºC
dan kelembaban 80 – 95 % diuji pada kumbung jamur dengan ukuran 400 cm ×
200 cm × 200 cm yang berisi 600 baglog jamur tiram. Kondisi lingkungan dalam
kumbung jamur diperoleh data temperatur minimum dan maksimum harian
berturut-turut adalah 21,10 ºC dan 35,19 ºC, serta kelembaban minimum dan
maksimum harian berturut-turut adalah 64,28 % dan 99,90%. Sedangkan hasil
pengujian sistem kendali dalam kumbung jamur diperoleh data temperatur
minimum dan maksimum harian berturut-turut adalah 25,01 ºC dan 30,90 ºC, serta
kelembaban minimum dan maksimum harian berturut-turut adalah 80,84% dan
99,86 %. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kendali yang dirancang mampu
mengendalikan temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur secara
otomatis.
Kata kunci: jamur tiram, kelembaban, mikrokontroler, temperatur.
RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI OTOMATIS
TEMPERATUR DAN KELEMBABAN KUMBUNG JAMUR TIRAM
(Pleurotus sp) BERBASIS MIKROKONTROLER
Oleh
RIBUT EKO WAHYONO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rama Utama, Lampung Tengah
pada 17 April 1992, sebagai anak pertama dari dua
bersaudara, dari pasangan Bapak Sutarno dan Ibu
Suharti.
Penulis menempuh pendidikan pada jenjang Sekolah
Dasar Negeri 3 Rama Utama yang diselesaikan pada
tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Seputih Raman yang
diselesaikan pada tahun 2008, dan Sekolah Menegah Atas Negeri 1 Kotagajah
yang diselesaikan pada tahun 2011.
Penulis melanjutkan pendidikan strata (S1) di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Pemrograman Komputer, Aplikasi Komputer, Gambar Teknik,
Perancangan Mesin, dan Mekanisasi Pertanian. Penulis aktif pada organisasi
mahasiswa tingkat jurusan yaitu Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian
(PERMATEP) sebagai anggota bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM) pada tahun 2012 dan menjabat sebagai Ketua Umum pada tahun 2013
serta menjadi Dewan Pembina pada tahun 2014. Penulis juga aktif pada
organisasi mahasiswa tingkat fakultas yaitu Forum Studi Islam (FOSI) FP Unila
sebagai anggota bidang Penerbitan pada tahun 2012. Selain aktif di organisasi
mahasiswa tingkat jurusan dan fakultas, penulis juga aktif pada organisasi
mahasiswa tingkat nasional yaitu Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia
(IMATETANI) sebagai anggota pada tahun 2012 – 2014 dan menjadi Dewan
Penasihat Organisasi pada tahun 2015. Penulis juga pernah menjadi kandidat
Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas sebagai wakil Jurusan Teknik Pertanian.
Penulis melaksanakan praktik umum (PU) di Parung Farm, Bogor, Jawa Barat
selama 30 hari pada tahun 2014 dan melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN)
tematik pada tahun 2015 di Desa Panca Marga, Kecamatan Gunung Terang,
Kabupaten Tulang Bawang Barat.
i
Kupersembahkan karya kecil ini untuk
Mamak ,Bapak, Pak de dan Adik ku tercinta
serta
calon ibu dari anak-anak ku.
ii
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Rancang Bangun Sistem Kendali Otomatis Temperatur dan
Kelembaban Kumbung Jamur (Pleurotus sp) Berbasis Mikrokontroler”
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Budianto Lanya, M.T. selalu Pembimbing Utama atas bimbingan,
kritik dan saran dalam proses penelitian hingga penyelesaian skripsi;
2. Bapak Sri Waluyo, S.TP., M.Si., Ph.D. selaku Pembimbing Kedua atas
bimbingan, kritik dan saran dalam proses penelitian hingga penyelesaian
skripsi;
3. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku ketua Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dan Pembimbing Akademik serta
Penguji Utama atas kritik dan saran selama melaksanakan skripsi;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, serta jajaran Wakil Dekan FP Unila;
iii
5. Bapak Dr. Ir. Sigit Prabawa, M.Si. selaku Pembimbing Akademik semester 1
hingga semester 9 atas bimbingan, kritik dan saran selama melaksanakan
perkuliahan;
6. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung;
7. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan 2011 yang aselole;
8. Kakak-kakak Teknik Pertanian terutama angkatan 2010, 2009, 2008, dan 2007
9. Adik-adik Teknik Pertanian terutama angkatan 2012, 2013, dan 2014.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun salah satu harapan terbesar semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan kita semua. Aamiin.
Bandarlampung, 10 Mei 2016
Penulis
Ribut Eko Wahyono
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah ......................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
2.1. Jamur Tiram ............................................................................................... 5
2.2. Faktor Pertumbuhan Jamur Tiram .............................................................. 6
2.2.1. Temperatur ..................................................................................... 7
2.2.2. Kelembaban ................................................................................... 8
2.2.3. Cahaya............................................................................................ 9
2.2.4. pH Media Tanam ......................................................................... 10
2.2.5. Aerasi ........................................................................................... 10
2.3. Kumbung Jamur ....................................................................................... 10
2.3.1. Bahan dan Ukuran Kumbung Jamur ............................................ 11
2.3.2. Rak Tanam Jamur ........................................................................ 13
2.4. Sistem Kendali ......................................................................................... 13
2.5. Mikrokontroler ......................................................................................... 16
2.6. Sensor dan Aktuator ................................................................................. 19
v
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 22
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................. 22
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 22
3.3. Kriteria Desain ....................................................................................... 23
3.4. Prosedur Penelitian ................................................................................. 23
3.5. Perancangan Struktural ........................................................................... 24
3.5.1. Bagian Penginderaan ................................................................... 25
3.5.2. Bagian Pengolah Data .................................................................. 26
3.5.3. Bagian Aktuator dan Luaran ........................................................ 27
3.6. Perancangan Fungsional ......................................................................... 27
3.6.1. Sensor DHT22 ............................................................................. 28
3.6.2. Mikrokontroler ............................................................................. 28
3.6.3. Real Time Clock dan Data Logger............................................... 28
3.6.4. Liquid Crystal Display ................................................................. 28
3.6.5. Relay Module ............................................................................... 29
3.7. Perakitan Alat ......................................................................................... 30
3.7.1. Simulasi Alat ................................................................................ 30
3.7.2. Perakitan Perangkat Keras ........................................................... 32
3.7.3. Pemrograman ............................................................................... 32
3.7.4. Kalibrasi Alat ............................................................................... 35
3.8. Mekanisme Kerja Alat ............................................................................ 37
3.9. Uji Kinerja .............................................................................................. 38
3.10. Analisis Data ........................................................................................ 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 40
4.1. Hasil Perancangan Sistem Kendali ......................................................... 40
4.1.1. Mikrokontroler ............................................................................. 41
4.1.2. Sensor Temperatur dan Kelembaban DHT22 .............................. 42
4.1.3. Liquid Crystal Display ................................................................. 44
4.1.4. Data Logger ................................................................................. 47
4.1.5. Relay Module ............................................................................... 49
4.2. Hasil Kalibrasi Alat Kendali .................................................................. 52
4.3. Hasil Uji Kinerja Sistem Kendali ........................................................... 55
4.3.1. Hasil Pengujian Tiap Tahap ......................................................... 55
4.3.2. Hasil Pengujian Gabungan. .......................................................... 69
vi
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 76
5.1. Simpulan .................................................................................................. 76
5.2. Saran ........................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79
LAMPIRAN .......................................................................................................... 82
Tabel 8 – 9 ............................................................................................................ 84
Skrip Pemrograman .............................................................................................. 85
Gambar 46 – 50 ..................................................................................................... 98
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Jumlah permintaan jamur tiram beberapa kota tahun 2012. .............................. 1
2. Temperatur masa inkubasi dan pertumbuhan tubuh buah jamur tiram. ............. 7
3. Kelembaban masa inkubasi dan pertumbuhan tubuh buah jamur tiram. ........... 8
4. Spesifikasi Arduino Mega2560 R3. ................................................................. 19
5. Spesifikasi teknis sensor DHT22. .................................................................... 21
6. Koordinat peletakan sensor DHT22 pada kumbung jamur. ............................. 25
7. Skenario pengaturan aktuator. .......................................................................... 38
Lampiran
8. Data kalibrasi sensor temperatur DHT22. ........................................................ 83
9. Data kalibrasi sensor kelembaban DHT22. ...................................................... 83
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Jamur Tiram (Pleurotus sp). .............................................................................. 5
2. Kumbung jamur. .............................................................................................. 12
3. Rak tanam jamur. ............................................................................................. 13
4. Sistem kendali dasar. ........................................................................................ 15
5. Konfigurasi pin ATmega2560. ........................................................................ 17
6. Arduino Mega2560 R3. .................................................................................... 18
7. Sensor DHT22. ................................................................................................. 20
8. Prosedur penelitian. .......................................................................................... 23
9. Diagram blok sistem kendali kumbung jamur. ................................................ 24
10. Tata letak komponen sistem kendali. ............................................................. 26
11. Antarmuka perangkat lunak proteus design. .................................................. 31
12. Piranti lunak Arduino IDE ver 1.6.7. ............................................................. 33
13. Diagram alir pemrograman ............................................................................ 34
14. Alat kendali otomatis. .................................................................................... 40
15. Mikrokontroler Arduino Mega 2560 R3. ....................................................... 41
16. Shield mikrokontroler Arduino Mega 2560. .................................................. 42
17. Gelas plastik pelindung sensor DHT22.......................................................... 43
18. Tampilan Liquid Crystal Display. .................................................................. 47
19. Komponen data logger. ................................................................................. 47
ix
20. Rangkaian relay module. ................................................................................ 50
21. Kalibrasi sensor temperatur............................................................................ 52
22. Kalibrasi sensor kelembaban. ........................................................................ 54
23. Temperatur luar kumbung jamur pada tahap 1. ............................................. 56
24. Temperatur dalam kumbung jamur pada tahap 1. .......................................... 56
25. Hubungan intensitas cahaya dan temperatur. ................................................. 57
26. Kelembaban luar kumbung jamur pada tahap 1. ............................................ 58
27. Kelembaban dalam kumbung jamur pada tahap 1. ........................................ 58
28. Temperatur luar kumbung jamur pada tahap 2. ............................................. 59
29. Temperatur dalam kumbung jamur pada tahap 2. .......................................... 60
30. Hubungan intensitas cahaya dan temperatur. ................................................. 61
31. Sebaran hubungan temperatur dan intensitas cahaya. .................................... 62
32. Kelembaban luar kumbung jamur pada tahap 2. ............................................ 63
33. Kelembaban dalam kumbung jamur pada tahap 2. ........................................ 63
34. Temperatur luar kumbung jamur pada tahap 3. ............................................. 64
35. Temperatur dalam kumbung jamur pada tahap 3. .......................................... 65
36. Kelembaban luar kumbung jamur pada tahap 3. ............................................ 66
37. Kelembaban dalam kumbung jamur pada tahap 3. ........................................ 66
38. Pertumbuhan jamur tiram. .............................................................................. 68
39. Hasil panen jamur tiram. ................................................................................ 68
40. Perbandingan temperatur luar kumbung jamur pada tahap 1, tahap 2
dan tahap 3 ..................................................................................................... 69
41. Perbandingan temperatur dalam kumbung jamur pada tahap 1, tahap 2
dan tahap 3 ..................................................................................................... 70
42. Perbandingan kelembaban luar kumbung jamur pada tahap 1, tahap 2
dan tahap 3 ..................................................................................................... 71
x
43. Perbandingan kelembaban dalam kumbung jamur pada tahap 1, tahap 2
dan tahap 3 ..................................................................................................... 72
44. Perbandingan selisih temperatur minimum dan maksimum terhadap
setpoint. .......................................................................................................... 74
45. Perbandingan selisih kelembaban minimum dan maksimum terhadap
setpoint ........................................................................................................... 74
Lampiran
46. Rangkaian alat kendali otomatis .................................................................... 98
47. Rangkaian alat pada breadboard. .................................................................. 99
48. Rangkaian jadi alat kendali. ........................................................................... 99
49. Proses kalibrasi alat. ..................................................................................... 100
50. Kumbung jamur. .......................................................................................... 100
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jamur tiram (Pleurotus sp) merupakan salah satu jenis jamur kayu yang dapat
dikonsumsi oleh manusia. Jamur tiram secara alami tumbuh liar di hutan tropis.
Di Indonesia terdapat banyak hutan tropis, sehingga jamur tiram memiliki potensi
tumbuh dan berkembang dengan baik. Jamur tiram memiliki banyak manfaat,
salah satunya sebagai bahan pangan. Hal tersebut menjadikan jamur tiram banyak
dibudidayakan.
Budidaya jamur tiram memiliki potensi besar sebagai sebuah bisnis. Permintaan
konsumen yang besar dan terus meningkat menjadikan jamur tiram memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Jamur tiram dapat ditemukan dalam bentuk segar, kering
maupun telah diolah.
Tabel 1. Jumlah permintaan jamur tiram beberapa kota tahun 2012.
No Kota Kebutuhan per Hari (Kg)
1 Jabodetabek 20.000 – 25.000
2 Cianjur 1.500 – 2.000
3 Sukabumi 1.750 – 2.000
4 Bandung 7.500 – 8.500
5 Semarang 500 – 1.000
6 Yogyakarta 1.000 – 2.000
7 Malang 1.500 – 1.750
8 Surabaya 1.500 – 2.000
Sumber: CV Asa Agro Corporation dalam Piryadi (2013).
2
Berdasarkan Tabel 1, dengan asumsi kenaikan permintaan pasar sebesar 5 % per
tahun, maka diperkirakan pada tahun 2020 kebutuhan minimum jamur tiram
beberapa kota besar di Indonesia adalah 52.000 ton per tahun. Kebutuhan jamur
tiram yang tinggi harus diimbangi dengan produksi jamur tiram yang baik.
Apabila permintaan jamur tiram lebih besar dari pada produksinya maka akan
terjadi kesenjangan. Terjadinya kesenjangan antara jumlah permintaan dan
jumlah produksi disebabkan oleh produktivitas jamur yang kurang maksimal.
Produksi jamur tiram yang kurang maksimal disebabkan karena sulitnya
menciptakan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan jamur tiram. Jamur tiram
dapat tumbuh dengan baik pada kisaran temperatur 25 – 28 ºC dan kelembaban
70 – 80 %. Jamur tiram umumnya dibudidayakan dalam kumbung jamur (rumah
jamur). Kumbung jamur berfungsi sebagai pelindung jamur dari paparan sinar
matahari secara langsung yang dapat merusak tubuh jamur. Selain itu kumbung
jamur juga berfungsi untuk menjaga temperatur dan kelembaban lingkungan
jamur tiram. Untuk menjaga temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur
maka petani menyiramkan air dengan menggunakan hand sprayer secara manual
pada pagi dan sore hari (Suharjo, 2015).
Upaya penyiraman secara periodik oleh petani jamur secara manual merupakan
hal yang kurang efisien (Fatah dan Sudarajat, 2014) karena dilakukan secara
manual dan juga kurang efektif karena temperatur dan kelembaban dalam
kumbung jamur bersifat fluktuatif. Hal tersebut memungkinkan terjadinya
perubahan temperatur dan kelembaban yang tidak sesuai dengan kebutuhan jamur
tiram sehingga akan mengganggu pertumbuhan.
3
Pengendalian temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur secara tepat
akan meningkatkan produktivitas jamur. Dengan perkembangan teknologi di
bidang pertanian maka pengendalian temperatur dan kelembaban dalam kumbung
jamur berpotensi dapat dilakukan secara otomatis. Penggunaan mikrokontroler
yang tepat dalam sistem kendali sangat berpotensi untuk dapat dikaji dan
diaplikasikan dalam pengendalian temperatur dan kelembaban dalam kumbung
jamur secara otomatis.
Pengendalian temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur secara otomatis
diharapkan dapat bermanfaat untuk petani dalam mengendalikan temperatur dan
kelembaban secara optimal guna meningkatkan produktivitas jamur tiram
sehingga pendapatan petani jamur dapat meningkat serta jamur tiram dapat
dibudidayakan sepanjang tahun tanpa terkendali kondisi lingkungan yang berarti.
1.2. Rumusan Masalah
Perubahan temperatur dan kelembaban lingkungan pada siang dan malam hari
menyebabkan fluktuasi yang berpotensi melewati batas toleransi temperatur dan
kelembaban optimal jamur tiram. Penyiraman secara periodik dan manual tidak
efektif dalam pengendalian temperatur dan kelembaban. Hal ini dapat
mengganggu pertumbuhan sehingga mempengaruhi produktivitas jamur tiram.
Oleh karena itu, dengan perkembangan teknologi di bidang pertanian maka
pengendalian temperatur dan kelembaban secara otomatis dapat dilakukan dengan
memanfaatkan mikrokontroler sebagai pengendali sehingga temperatur dan
4
kelembaban lingkungan dapat terkendali pada rentang yang baik untuk
pertumbuhan jamur sehingga dapat meningkatkan produktivitas jamur tiram.
1.3. Batasan Masalah
Budidaya jamur tiram dilakukan dalam dua fase yaitu fase inkubasi dan fase
pembentukan tubuh buah. Kedua fase tersebut memerlukan temperatur dan
kelembaban yang berbeda sehingga perlakuan terhadap kedua fase juga berbeda.
Dalam penelitian ini dirancang sebuah sistem kendali yang berfungsi untuk
mengendalikan temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur secara
otomatis terbatas pada fase pertumbuhan tubuh buah.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang sebuah sistem kendali otomatis untuk
mengendalikan temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur tiram
berdasarkan perubahan nilai temperatur dan kelembaban ruang berbasis
mikrokontroler, serta menguji sistem kendali pada kumbung jamur.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi ilmiah dalam
merekayasa pengendalian temperatur dan kelembaban secara otomatis pada
budidaya jamur tiram maupun jenis jamur yang lain. Penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan petani jamur dalam
mengendalikan temperatur dan kelembaban jamur tiram.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jamur Tiram
Jamur tiram (Pleurotus sp) merupakan organisme dari Kingdom Myceteae
(Fungi). Jamur tiram (Gambar 1) tidak memiliki klorofil seperti tumbuhan
sehingga hidup sebagai organisme saprofit (Oei dan Nieuwenhuijzen, 2005).
Sebagai organisme saprofit maka jamur memiliki kemampuan mengurai bahan
organik yang berasal dari sisa tumbuhan. Penguraian bahan organik tersebut
bertujuan untuk mendapatkan unsur karbon yang terdapat pada kayu, serbuk kayu
dan berbagai limbah kayu lainnya (Edhiningtyas dan Utami, 2012).
Gambar 1. Jamur Tiram (Pleurotus sp).
Sumber: Yusnida (2014).
6
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang tumbuh pada bayang kayu
yang sudah lapuk. Jamur tiram memiliki ciri tubuh buah yang mekar seperti tiram
(kerang) dengan ukuran 5 – 15 cm dengan lapisan bawah seperti insang ikan.
Tangkai jamur tiram memiliki panjang 2 – 6 cm. Jamur tiram tumbuh secara
optimal pada dataran tinggi dengan ketinggian berkisar 600 – 800 m di atas
permukaan laut, dengan temperatur rendah dan kelembaban yang tinggi (Djarijah
dan Djarijah, 2001).
Jamur tiram memiliki dua fase pertumbuhan dan perkembangan yaitu fase
inkubasi dan fase pertumbuhan tubuh buah. Di antara kedua fase terdapat fase
antara yaitu fase premordia (Suriawiria, 2002). Fase inkubasi merupakan fase
pertumbuhan dari spora yang telah tumbuh dewasa dan membentuk miselium
yang berlangsung selama 21 – 49 hari. Sedangkan fase pertumbuhan tubuh buah
merupakan fase pembentukan buah hasil pertumbuhan bakal buah yang terjadi
selama 2 – 3 hari, pada fase inilah jamur tiram dapat dipanen. Fase antara dari
fase inkubasi dan pembentukan tubuh buah adalah fase premordia yang
berlangsung selama 13 – 34 hari.
2.2. Faktor Pertumbuhan Jamur Tiram
Perkembangan teknologi di bidang pertanian menjadikan jamur tiram sebagai
organisme yang dapat dibudidayakan secara komersial. Tujuan dari
pembudidayaan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan secara finansial.
Keuntungan dapat dicapai apabila jamur tiram tumbuh dengan baik. Jamur tiram
dapat tumbuh dengan baik apabila berada pada lingkungan yang tepat yaitu
lingkungan yang memiliki faktor fisik lingkungan pertumbuhan jamur tiram yang
7
optimal. Faktor fisik pertumbuhan jamur tiram yaitu temperatur, kelembaban,
intensitas cahaya matahari, pH media tanam serta aerasi. Faktor-faktor tersebut
menentukan kualitas dan produktivitas jamur tiram.
2.2.1. Temperatur
Jamur tiram secara alami hidup di dataran rendah hingga lereng pegunungan
dengan temperatur yang rendah. Fase pertumbuhan tubuh buah pada jamur tiram
umumnya membutuhkan temperatur yang lebih rendah dibandingkan fase
inkubasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian beberapa peneliti yang terangkum
pada Tabel 2.
Tabel 2. Temperatur masa inkubasi dan pertumbuhan tubuh buah jamur tiram.
No
Temperatur
Sumber Masa
Inkubasi
Masa
Pertumbuhan
Tubuh Buah
1 - 16 – 22 ºC Daryani (1999)
2 25 – 30 ºC 18 – 20 ºC. Djarijah dan Djarijah (2001)
3 24 – 29 ºC 21 – 28 ºC Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008)
4 27 – 30 ºC 22 – 26 ºC Wigati dalam Widiwurjani (2010)
5 28 – 30 ºC 22 – 28 ºC Susilawati dan Raharjo (2010)
6 28 – 30 ºC 25 – 28 ºC Suharjo (2015)
Temperatur jamur tiram pada fase pertumbuhan tubuh buah relatif rendah yaitu
16 – 28 ºC. Hal ini sulit dipenuhi jika jamur tiram dibudidayakan pada dataran
rendah dengan temperatur rata-rata di atas 30 ºC. Penyiraman lantai kumbung
merupakan salah satu alternatif untuk menurunkan temperatur (Suharjo, 2015).
Selain dengan menyiram lantai, penggunaan spayer untuk menyemprotkan kabut
dan penggunaan kipas angin dapat menurunkan temperatur (Budiawan dkk., 2010;
Juwono dkk., 2013).
8
2.2.2. Kelembaban
Kelembaban udara adalah kandungan air yang terdapat dalam udara. Dalam
pengukurannya kelembaban udara sering diidentikkan dengan kelembaban relatif
udara (relative humidity (RH)). Kelembaban udara merupakan salah satu faktor
yang menentukan kualitas dan kuantitas hasil produksi jamur tiram. Kelembaban
udara yang tidak sesuai dengan kebutuhan jamur tiram dapat menghambat
pertumbuhan karena penyerapan nutrisi oleh jamur tiram akan terganggu. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian beberapa peneliti yang terangkum pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelembaban masa inkubasi dan pertumbuhan tubuh buah jamur tiram.
No
Kelembaban
Sumber Masa
Inkubasi
Masa
Pertumbuhan
Tubuh Buah
1 65 – 70 %, 80 – 85 %. Djarijah dan Djarijah (2001)
2 - 80 – 95 % Ginting, dkk (2013)
3 50 – 60 % 90 – 95 % Susilawati dan Raharjo (2010)
4 90 – 100 % 90 – 95 % Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008)
Dalam budidaya jamur tiram, kelembaban yang tinggi sangat dibutuhkan.
Kelembaban yang tinggi yaitu 80 – 95 % dapat dicapai dengan cara
menyemprotkan air dalam bentuk kabut dan juga menggunakan kipas angin.
Namun pada keadaan tertentu terjadi lonjakan kelembaban sehingga melebihi
rentang atas kelembaban optimal. Cara untuk menurunkan kelembaban yang
berlebihan dengan menambahkan kipas exhaust (blower) menghadap keluar
(Budiawan dkk., 2010; Juwono dkk., 2013).
9
2.2.3. Cahaya
Secara alami jamur tiram tumbuh dan berkembang di hutan. Jamur tiram hidup di
bawah pohon yang memiliki daun yang rindang. Berdasarkan hal tersebut, saat
ini budidaya jamur tiram dilakukan pada ruang tertutup yang dapat menahan sinar
matahari masuk secara langsung. Pertumbuhan jamur tiram sangat peka terhadap
cahaya matahari secara langsung. Namun sinar matahari dibutuhkan untuk
merangsang pertubuhan tubuh buah. Tangkai jamur akan tumbuh kecil dan
tudung tumbuh abnormal jika saat pembentukan tubuh buah tidak memperoleh
penyinaran lebih dari 40 lux. Tetapi, cahaya matahari yang menembus permukaan
tubuh buah jamur akan merusak dan menyebabkan kelayuan (Djarijah dan
Djarijah, 2001). Cahaya matahari tidak diperlukan oleh jamur tiram pada fase
pembentukan miselium. Sedangkan pada fase perangsangan tubuh buah
memerlukan sinar matahari 50 – 15000 lux dalam bentuk cahaya pantul yang
menyebar secara luas (Susilawati dan Raharjo, 2010).
Penelitian yang telah dilakukan Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008) menyatakan
bahwa pertumbuhan miselium akan tumbuh dengan cepat dalam keadaan gelap.
Sebaliknya selama fase pertumbuhan tubuh buah memerlukan adanya rangsangan
cahaya matahari. Pada tempat yang sama sekali tidak ada cahaya maka badan
buah tidak akan dapat tumbuh. Oleh karena itu pada fase pembentukan badan
buah pada permukaan media harus mendapat cahaya dengan intensitas penyinaran
60 – 70 %. Cahaya yang dibutuhkan adalah 500 – 1000 lux.
10
2.2.4. pH Media Tanam
Miselium jamur tumbuh optimal dalam keadaan gelap dan kondisi asam (pH 5,5 –
6,5). Tetapi, kondisi lingkungan atau substrat tempat tumbuh yang terlalu asam
(pH rendah) atau terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan miselium. Tubuh
buah jamur tiram tumbuh optimal pada lingkungan yang agak terang dan kondisi
keasaman agak netral (pH 6,8 – 7,0) (Djarijah dan Djarijah, 2001).
Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
jamur tiram. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi
penyerapan air serta unsur hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain
yang akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pH optimal pada
media tanam sekitar 6 – 7 (Susilawati dan Raharjo, 2010).
2.2.5. Aerasi
Komponen udara yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah Oksigen (O2)
dan Karbondioksida (CO2). Pertumbuhan miselium jamur tiram membutuhkan
kandungan CO2 yang tinggi yaitu 15 – 20% dari volume udara. Namun jamur
tiram membutuhkan kandungan CO2 yang rendah pada fase pertumbuhan tubuh
buah. Jamur tiram yang hidup dengan kandungan CO2 terlalu tinggi maka akan
mengalami pertumbuhan yang abnormal (Djarijah dan Djarijah, 2001).
2.3. Kumbung Jamur
Faktor pertumbuhan jamur tiram merupakan faktor yang sangat penting dan harus
terpenuhi. Faktor pertumbuhan jamur tiram tidak akan terpenuhi apabila jamur
11
tiram dibudidayakan di luar ruangan. Faktor yang kompleks dan cakupan yang
luas membuat sulitnya mengendalikan faktor pertumbuhan tersebut. Oleh karena
itu jamur tiram selama ini dibudidayakan dalam ruangan tertutup yang disebut
kumbung jamur (Edhiningtyas dan Utami, 2012).
2.3.1. Bahan dan Ukuran Kumbung Jamur
Kumbung jamur memiliki fungsi yang penting dalam budidaya jamur tiram.
Kumbung jamur berfungsi sebagai pelindung jamur dari hama penyakit yang
berasal dari luar. Selain itu, kumbung jamur juga bertujuan untuk mempermudah
pengaturan faktor pertumbuhan jamur karena tidak terkontaminasi oleh faktor
iklim makro di luar kumbung jamur.
Kumbung jamur memiliki fungsi yang kompleks sehingga desain kumbung jamur
yang tepat akan menentukan keberhasilan pada budidaya jamur tiram. Pemilihan
bahan dan ukuran yang tepat merupakan faktor penentu kualitas dari kumbung
jamur (Oei dan Nieuwenhuijzen, 2005).
Menurut Edhiningtyas dan Utami (2012), kumbung jamur dibagi menjadi
kumbung permanen dan semi permanen. Kumbung jamur permanen terbuat dari
tembok batu bata batako sedangkan semi permanen terbuat dari bambu, kayu atau
besi. Dinding kumbung jamur dapat terbuat dari anyaman bambu maupun terbuat
dari dinding beton permanen (Suharjo, 2015; Edhiningtyas dan Utami, 2012).
Atap kumbung jamur terbuat dari rumbia, plastik atau genteng. Lantai kumbung
jamur tidak perlu diberikan plester semen untuk mempermudah peresapan air.
12
Jendela diperlukan untuk mempermudah pergantian udara dan cahaya matahari
masuk ke dalam kumbung jamur (Suharjo, 2015).
Ukuran ideal kumbung jamur adalah 84 m² dengan panjang 12 meter, lebar 7
meter dan tinggi 3,5 meter (Djarijah dan Djarijah, 2001). Namun untuk petani
pemula dapat membuat kumbung jamur dengan ukuran 10 m × 12 m yang dapat
memuat delapan petak ukuran 5,7 m × 2,15 m dengan jarak antar petak 40 – 60cm
sehingga memuat 5 rak dengan kapasitas 1300 – 1400 baglog dalam kumbung
jamur (Suharjo, 2015).
Keadaan kumbung jamur normal jika perbedaan temperatur luar dan dalam
kumbung jamur sebesar 10 ºC. Kumbung jamur harus dilengkapi dengan
pengukur temperatur (termometer) dan kelembaban udara (hidrometer) untuk
kemudahan pemantauan (Edhiningtyas dan Utami, 2012).
Gambar 2. Kumbung jamur.
13
2.3.2. Rak Tanam Jamur
Rak tanam berfungsi untuk meletakkan jamur tiram dalam kumbung jamur.
Bahan untuk pembuatan rak tanam adalah kayu atau besi. Ukuran yang ideal
memberikan pengaruh yang baik untuk pertumbuhan jamur tiram. Ukuran ideal
rak tanam jamur tiram adalah 5 m × 1 m dengan tinggi tidak lebih dari 3 meter
(Suharjo, 2015). Rak disusun berjajar untuk mempermudah pemeliharaan. Jarak
antar rak adalah 75 cm, sedangkan jarak dalam rak adalah 60 cm dan lebar rak 50
cm, tinggi minimal dari tanah adalah 20 cm (Susilawati dan Raharjo, 2010).
Gambar 3. Rak tanam jamur.
2.4. Sistem Kendali
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tolok ukur sebuah
perkembangan peradaban manusia. Semakin banyaknya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah diterapkan oleh manusia maka dapat meningkatkan
kesejahteraan manusia. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
14
teknologi maka manusia mendorong diri untuk menciptakan sebuah sistem yang
dapat mengendalikan sebuah pekerjaan secara sendirinya yang disebut dengan
sistem kontrol (sistem kendali).
Sistem kendali adalah susunan beberapa unit proses yang terintegrasi satu sama
lain secara sistematis dan rasional. Unit-unit proses tersebut menjalankan fungsi
masing-masing untuk mencapai tujuan yang sama (Smith dan Corripio, 1997).
Sedangkan Ogata (2010), mendefinisikan sistem kendali merupakan kumpulan
beberapa metode yang muncul dari kebiasaan manusia dalam melakukan
aktivitasnya.
Penerapan sistem kendali dibagi menjadi dua jenis yaitu sistem kendali terbuka
dan sistem kendali tertutup. Sistem kendali terbuka merupakan sistem yang
memiliki karakteristik nilai masukkan tidak berpengaruh pada luaran. Sistem
terbuka tidak memiliki umpan balik dari luaran yang direspons. Sedangkan
sistem kendali tertutup memiliki karakteristik nilai masukkan yang dipengaruhi
oleh umpan balik dari luaran. Perbedaan dari kedua jenis sistem tersebut adalah
pada nilai umpan balik dan kestabilan sistem (Ogata, 2010).
Sistem kontrol terdiri dari serangkaian komponen yang saling bersinergi.
Komponen tersebut diberikan istilah tertentu untuk menjelaskan fungsinya dalam
sebuah sistem. Beberapa istilah tersebut antara lain (Ogata, 2010):
a. kontroler (controller) adalah alat atau metode yang digunakan untuk
memodifikasi sistem sehingga sesuai dengan tujuan sistem tersebut,
b. aktuator (actuator) adalah alat yang akan menggerakkan plant,
c. plant (plant) adalah objek fisik yang akan dikendalikan,
15
d. sensor adalah alat yang digunakan untuk mengukur hasil luaran sistem dan
memasukkan hasil pengukuran pada masukkan sistem.
Gambar 4. Sistem kendali dasar.
Sumber: Owen (2012).
Perkembangan sistem kendali modern memberikan suatu konsep yang
memungkinkan sebuah sistem untuk berjalan sendiri secara terus-menerus yang
disebut sebagai kendali otomatis. Sistem kendali otomatis adalah sebuah sistem
yang mengendalikan sebuah kelompok kerja dengan membandingkan nilai aktual
luaran dari plant dengan nilai masukan dari titik set (setpoint) (Ogata, 2010).
Sistem kendali otomatis banyak diaplikasikan dalam sebuah industri. Dalam
sistem industri, sistem kendali otomatis dibagi menjadi enam jenis berdasarkan
aksi kontrolnya yaitu: kendali dual posisi atau kendali on-off, kendali
proporsional, kendali integral, kendali proporsional-integral, kendali proporsional
derivatif, dan kendali proporsional-integral-derivatif (Ogata, 2010). Kendali on-
off merupakan sistem kendali yang paling sederhana dan paling sering digunakan
dalam upaya pengendalian sistem di industri.
16
Sistem kendali on-off bekerja dengan memberikan aksi hidup (on) atau mati (off)
pada aktuator. Aksi on-off dari aktuator didapatkan dari keputusan yang diambil
dari pengendali otomatis (Ogata, 2010). Dalam sistem kendali otomatis modern
diciptakan sebuah sistem kendali tertutup on-off yang memungkinkan sebuah
sistem untuk stedi (tetap). Kestabilan dan keseimbangan lingkungan kendali
adalah indikator keberhasilan sebuah sistem kendali (Bakshi dan Bakshi, 2008).
2.5. Mikrokontroler
Mikrokontroler adalah sebuah sistem mikroprosesor yang terintegrasi dalam
sebuah chip. Sebuah mikrokontroler memiliki komponen pendukung dalam
sebuah sistem minimum mikroprosesor yaitu memori dan sistem antarmuka
(Mitescu dan Susnea, 2005). Jenis mikrokontroler saat ini begitu beragam, salah
satu mikrokontroler yang sering digunakan dalam bidang elektronika dan
instrumentasi adalah mikrokontroler Atmel AVR yang memiliki arsitektur RISC 8
bit (16-bits word). Mikrokontroler Atmel AVR didukung oleh banyak perangkat
yang dapat diprogram dengan bahasa manusia (humanoid) bukan menggunakan
bahasa mesin (Dam, 2008).
ATmega2560 merupakan salah satu jenis mikrokontroler Atmel AVR yang
memiliki 85 pin Input/ Output yang tersedia. Beberapa fitur yang dimiliki oleh
mikrokontroler ATmega2560 yaitu ADC internal, EEPROM internal, timer, pulse
width modulation (PWM), port Input/Output, komunikasi serial dan komparator.
Gambar 5 menunjukkan konfigurasi pin ATmega2560.
17
Gambar 5. Konfigurasi pin ATmega2560.
Sumber: Arduino (2015).
Arduino Mega2560 R3 merupakan papan mikrokontroler generasi ke tiga yang
dibuat oleh perusahaan Arduino berbasis chipset ATmega2560. Arduino Mega
2560 R3 memiliki jumlah pin 54 pin digital input/ouput, 15 pin merupakan pin
luaran PWM, 16 pin sebagai pin masukkan analog dan 4 pin sebagai UART (post
serial hardware). Selain memiliki pin yang relatif banyak, Arduino Mega 2560
R3 juga memiliki beberapa elemen pendukung yaitu 16 MHz kristal osilator,
koneksi USB, jack power, header, ICSP, dan tombol reset. Caranya dengan
18
menghubungkan perangkat Arduino dengan komputer melalui kabel USB yang
telah disediakan pada papan Arduino (Arduino, 2015). Bentuk Arduino
Mega2560 R3 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Arduino Mega2560 R3.
Arduino Mega2560 R3 diprogram dengan menggunakan perangkat lunak Arduino
Integrated Develoment Enviroment (Ardunio IDE) (Kadir, 2015). Arduino IDE
menggunakan struktur bahasa C++ sebagai bahasa pemrogramannya seperti yang
sering digunakan untuk memprogram ATmega2560. ATMega2560 pada Arduino
Mega telah dilengkapi preburned dengan bootloader yang memungkinkan
pengguna untuk dapat mengunggah kode baru tanpa menggunakan pemrograman
perangkat lunak eksternal. Spesifikasi dasar Arduino Mega 2560 R3 dapat dilihat
pada Tabel 4.
19
Tabel 4. Spesifikasi Arduino Mega2560 R3.
No Spesifikasi Keterangan
1 Mikrokontroler ATmega2560
2 Tegangan Operasi 5V
3 Input Voltage (disarankan) 7 – 12 V
4 Input Voltage (limit) 6 – 20 V
5 Pin Digital I/O 54 (yang 15 pin output PWM)
6 Pin Input Analog 16
7 Arus DC per pin I/O 40 mA
8 Arus DC untuk pin 3.3V 50 mA
9 Flash Memory 256 KB (8 KB bootloader)
10 SRAM 8 KB
11 EEPROM 4 KB
12 Clock Speed 16 MHz
Sumber: Hendriono( 2014).
2.6. Sensor dan Aktuator
Sensor adalah alat yang digunakan untuk mengukur besaran luaran sistem dan
mengonversinya menjadi sebuah sinyal masukan sehingga dapat dilakukan
perhitungan antara masukan dan luaran. Sedangkan aktuator adalah sekumpulan
alat yang berfungsi untuk memberikan aksi luaran untuk mempertahankan atau
mengubah sebuah sistem (Ogata, 2010).
Sensor dalam sistem kendali dapat berupa rangkaian diskret atau sirkuit
terintegrasi (IC). Dalam mengukur satu parameter diperlukan satu jenis sensor.
Namun terdapat sensor khusus yang dapat mengukur dua atau lebih parameter.
DHT merupakan salah satu jenis sensor yang dapat mengukur dua parameter yaitu
temperatur dan kelembaban (Saptadi, 2014). DHT memiliki beberapa tipe yaitu
DHT11, DHT21 dan DHT22. Menurut hasil penelitian dari Saptadi (2014)
menyatakan bahwa sensor DHT22 memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan
sensor DHT11.
20
DHT22 juga dikenal dengan kode AM2302 Digital Capacitive Relative Humidity
and Temperatur Sensor Module. DHT22 (Gambar 7) merupakan pengembangan
dari sensor suhu dan kelembaban versi sebelumnya yaitu DHT11.
Gambar 7. Sensor DHT22.
DHT22 merupakan sensor yang memiliki dimensi yang kecil yaitu 25,1 × 15,1 ×
7,7 mm. Sensor DHT22 memiliki 4 kaki (dari kiri ke kanan) yang terdiri dari
VCC (Power supply), Data (data signal), NULL, dan GND (Grounding).
Walaupun ukurannya relatif kecil sensor DHT22 memiliki rentang pengukuran
suhu yang lebar yaitu antara -40 ~+ 80 °C (akurasi ±0,5°C) dan kelembaban
antara 0 – 100 %. Keluaran sinyal DHT22 merupakan sinyal digital dengan
konversi dan perhitungan yang dilakukan oleh MCU 8-bit terpadu yang ada pada
modul DHT22. Sinyal digital yang telah dihasilkan dapat diproses langsung oleh
mikrokontroler. DHT22 juga dapat mentransmisikan sinyal melewati kabel yang
panjangnya hingga 20 meter (Anonim, 2014). Spesifikasi teknis untuk DHT22
(AM2320) dapat dilihat pada Tabel 5.
21
Tabel 5. Spesifikasi teknis sensor DHT22.
No Spesifikasi Keterangan
1 Sumber tegangan 3,3 – 6 VDC
2 Sinyal luaran Sinyal digital via single bus
3 Elemen pengindera Polymer capacitor
4 Rentang operasi T = -40 ~+ 80 °C; H = 0 – 100%
5 Akurasi T < ± 0,5 °C; H ± 2% RH (Max ± 5% RH
6 Periode pengindera 2 detik
7 Sensitivitas T = 0,1 °C; H = 0,1 %RH
Sumber: Liu (2005).
Penggunaan aktuator dalam sistem kendali sangat penting dilakukan untuk
menjaga atau mengubah sistem. Sistem kendali menggunakan relay yang
berfungsi untuk mengendalikan aktuator. Relay adalah sebuah kumparan yang
dialiri arus listrik sehingga kumparan tersebut memiliki sifat sebagai magnet.
Magnet sementara tersebut digunakan untuk menggerakkan sakelar yang terbuat
dari logam sehingga saat relay dialiri listrik maka kumparan menjadi magnet dan
menarik logam tersebut namun jika aliran listrik dimatikan maka logam tersebut
akan kembali pada posisi semula. Relay berfungsi sebagai penghubung atau
pemutus aliran arus listrik yang dikendalikan dengan tegangan dan arus tertentu
pada koilnya. Ada dua jenis relay berdasarkan tegangan untuk menggerakkan
koilnya, yaitu relay AC dan relay DC (Setiawan, 2011).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 hingga Januari 2016. Penelitian
dilaksanakan di kumbung jamur yang terletak di Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dengan spesifik ketinggian lokasi
penelitian adalah 125 mdpl.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perangkat komputer, kumbung
jamur, solder, tang potong, tang jepit, gunting, bor PCB, gergaji, breadboard,
multimeter, glue gun, termometer, hidrometer, water bath, pompa air, bak air,
kipas angin 12 inchi inhaust, kipas 12 inchi exhaust, lampu pijar.
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan alat kendali temperatur dan kelembaban
kumbung jamur tiram otomatis yaitu bibit jamur tiram, catu daya 12 Volt, Power
Bank 5000 mAh, Arduino Mega 2560 R3, kabel, sensor DHT22 (T=-40° ~+80°C;
H=0 – 100 %), sensor intensitas cahaya (LDR), Liquid Crystal Display (LCD),
Real Time Clock (RTC) I2C DS1307, SD Card Module, relay modul, PCB, led
indikator, resistor, kapasitor, saklar, selang, pipa, dan nozzle.
23
3.3. Kriteria Desain
Alat kendali otomatis temperatur dan kelembaban kumbung jamur tiram
(Pleurotus sp) berbasis mikrokontroler ini dirancang untuk dapat bekerja secara
kontinu mengendalikan temperatur kumbung jamur pada rentang 25 – 30 ºC
(akurasi ± 1ºC) dan kelembaban kumbung jamur pada rentang 80 – 95 %
(akurasi ± 2%). Dengan penyiraman dan pengipasan secara real time.
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini yaitu tahap perancangan, tahap perakitan, tahap
pemrograman, tahap kalibrasi alat, tahap pengujian hasil perancangan, dan tahap
analisis data. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
Mulai
Tahap Perancangan
Tahap Perakitan
Tahap Pemrograman
Tahap Modifikasi
Tahap Kalibrasi
Tahap Pengujian Hasil Perancangan
Kriteria Desain:
Temperatur 25– 30⁰C ( ± 1⁰ C)
Kelembaban 80– 95% (± 2%)
Selesai
Tahap Analisis Data
Ya
Tidak
Gambar 8. Prosedur penelitian.
24
3.5. Perancangan Struktural
Alat kendali temperatur dan kelembaban kumbung jamur ini dirancang secara
otomatis untuk mengendalikan temperatur dan kelembaban pada kumbung jamur
sesuai dengan kriteria desain yang telah ditetapkan. Pada proses perancangan ini
perangkat keras yang dirangkai meliputi tiga bagian, yaitu perangkat keras bagian
penginderaan, perangkat keras bagian pengolah data hasil penginderaan, dan
perangkat keras pelaksana bagian aktuator dan luaran hasil pengolahan data.
Diagram blok yang menunjukkan hubungan masing-masing komponen dapat
dilihat pada Gambar 9.
Mikrokontroler
Kipas inhaust, kipas
exhaust, pompa
sprayer, pompa,
lampu
Kumbung
jamur
Sinar matahari,
hujan, panas
tubuh manusia
Sensor temperatur
dan sensor
kelembaban
Set point
Temperatur (25– 30ºC)
Kelembaban (80– 95%)
Hasil
pengukuran
sensor
+-
+
+
Gambar 9. Diagram blok sistem kendali kumbung jamur.
25
3.5.1. Bagian Penginderaan
Bagian penginderaan merupakan bagian pertama yang bersentuhan langsung
dengan objek penelitian. Pada bagian penginderaan terdapat perangkat keras
sensor DHT22. Sensor DHT22 ini dihubungkan langsung dengan mikrokontroler
menggunakan kabel dengan panjang maksimal 7 meter.
Tiga sensor DHT22 (DHT22a, DHT22b, DHT22c) akan mengukur temperatur
dan kelembaban yang ada dalam kumbung jamur. Sedangkan DHT22d akan
mengukur temperatur dan kelembaban di luar kumbung jamur. Data hasil
pengukuran selanjutnya dikirimkan ke mikrokontroler lewat kabel yang
terhubung. Besaran temperatur dan kelembaban yang ditransfer sensor
DHT22 ke mikrokontroler berupa sinyal digital.
Sensor DHT22 akan diletakkan pada kumbung jamur sesuai dengan titik
koordinat yang telah ditentukan. Titik koordinat sensor diatur dengan titik pusat
(0,0,0) terletak pada bagian ujung depan kiri bawah kumbung jamur (Gambar 10).
Titik koordinat peletakan sensor DHT22 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Koordinat peletakan sensor DHT22 pada kumbung jamur.
Titik Sensor x
(cm)
y
(cm)
z
(cm)
1 DHT22a 10 195 100
2 DHT22b 200 100 190
3 DHT22c 390 100 100
4 DHT22d 200 -5 100
26
Keterangan:
a, b, c, d = Sensor DHT22 4, 5 = Lampu Pijar
1 = Mainboard 6 = Drum air
2 = Kipas Exhaust 7 = Pompa Air
3 = Kipas Inhaust
Gambar 10. Tata letak komponen sistem kendali.
3.5.2. Bagian Pengolah Data
Bagian pengolah data merupakan bagian yang mengolah hasil penginderaan yang
dilakukan oleh sensor pada bagian penginderaan. Pada bagian pengolah data
terdapat beberapa komponen perangkat keras, yaitu mikrokontroler, Real Time
Clock (RTC), dan SD card module.
Perangkat keras pada bagian pengolah data dirangkai pada mainboard.
Mikrokontroler berfungsi sebagai prosesor yang akan mengolah data yang telah
dikirim oleh sensor. Mainboard merupakan rangkaian utama yang bertugas
mengolah dan menyimpan data yang didapatkan dari proses pengumpulan data.
27
Mainboard dimasukkan dalam kotak plastik untuk menghindari kontak langsung
dengan debu maupun air. Pada penelitian ini mainboard diletakkan di dalam
kumbung jamur 100 cm di atas permukaan tanah, 20 cm di samping pintu masuk
kumbung jamur. Peletakan mainboard tersebut untuk memudahkan pengawasan.
Tata letak mainboard dapat dilihat pada Gambar 10.
3.5.3. Bagian Aktuator dan Luaran
Bagian aktuator dan luaran adalah bagian terakhir dari rangkaian alat kendali
temperatur dan kelembaban kumbung jamur. Bagian aktuator dan luaran
merupakan bagian yang berfungsi memberikan tanggapan hasil pengolahan data
dari mainboard. Bagian aktuator dan luaran terdiri dari relay module dan Liquid
Crystal Display (LCD). Kedua perangkat keras tersebut dirangkai menjadi satu
dengan mainboard. Relay module akan dihubungkan dengan kipas angin, pompa
air dan lampu menggunakan kabel. Tata letak aktuator berupa kipas angin, pompa
air dan lampu dapat dilihat pada Gambar 10.
3.6. Perancangan Fungsional
Dalam penelitian ini dirancang sebuah sistem kendali berupa alat yang berfungsi
untuk mengendalikan temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur dengan
cara menyemprotkan air dan pengipasan secara real time. Alat ini memiliki
beberapa komponen yang memiliki fungsi masing-masing yaitu Sensor DHT22,
Mikrokontroler, Real Time Clock (RTC) dan SD card module, Liquid Crystal
Display (LCD), serta Relay module.
28
3.6.1. Sensor DHT22
Sensor DHT22 sebagai saluran masukan yang berfungsi sebagai penangkap
besaran temperatur dan kelembaban yang akan diteruskan ke mikrokontroler.
Besaran fisik lingkungan yang telah diukur oleh sensor DHT22 akan langsung
diubah menjadi sinyal digital sebelum dikirim ke mikrokontroler.
3.6.2. Mikrokontroler
Komponen ini berfungsi untuk menerima sinyal data yang dikirimkan oleh sensor.
Setelah sinyal diterima maka mikrokontroler akan mengolah data. Data yang
telah diolah akan diteruskan ke komponen selanjutnya untuk disimpan,
ditampilkan dan eksekusi oleh aktuator.
3.6.3. Real Time Clock dan Data Logger
Real Time Clock (RTC) berfungsi untuk memberikan informasi waktu dari setiap
data yang telah diolah oleh mikrokontroler yang akan disimpan oleh data logger.
Data yang telah dicatat oleh data logger dapat disimpan pada SD Card dalam
bentuk file *.txt.
3.6.4. Liquid Crystal Display
Liquid Crystal Display LCD berfungsi untuk menampilkan informasi temperatur
dan kelembaban yang telah diolah oleh mikrokontroler secara real time. Data
yang ditampilkan akan diperbarui setiap satu menit.
29
3.6.5. Relay Module
Relay Module berfungsi untuk menyambung atau memutus arus AC listrik
bertegangan tinggi (220/110 volt). Proses pemutusan dan penyambungan arus
listrik diatur oleh mikrokontroler. Relay Module terhubung langsung dengan
perangkat aktuator yaitu kipas angin, pompa air, dan lampu pijar.
A. Kipas angin
Kipas angin berfungsi sebagai aktuator yang berhubungan langsung dengan relay
module dari mainboard. Kipas angin yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari dua kipas angin yaitu kipas angin inhaust dan kipas angin exhaust. Kipas
angin inhaust yang berfungsi menghisap udara luar sehingga dapat masuk dalam
kumbung jamur untuk mendinginkan udara dalam kumbung jamur. Sedangkan
kipas angin exhaust berfungsi mengeluarkan udara dalam kumbung untuk
mengurangi kelembaban dalam kumbung jamur.
B. Pompa air
Pompa air berfungsi untuk penyiraman dalam kumbung jamur. Pompa air yang
digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis pompa berdasarkan
fungsinya yaitu pompa air untuk penyiraman dan pompa air untuk penyemprotan.
Pompa air untuk penyiraman berfungsi untuk membasahi tanah sedangkan pompa
air untuk penyemprotan digunakan untuk menyiramkan air ke udara untuk
membasahi media tanam jamur dan udara.
30
C. Lampu pijar
Lampu pijar berfungsi untuk meningkatkan temperatur udara dalam kumbung
jamur apabila temperatur lebih rendah dari batas bawah setpoint. Lampu pijar
yang digunakan adalah lampu pijar berdaya 100 Watt berjumlah dua buah.
3.7. Perakitan Alat
Proses perakitan dilakukan berdasarkan hasil perancangan yang telah dilakukan
sebelumnya. Proses perakitan alat pengendali temperatur dan kelembaban
kumbung jamur tiram terdiri dari beberapa tahapan, yaitu simulasi, perakitan
perangkat keras, pemrograman, dan kalibrasi alat.
3.7.1. Simulasi Alat
Tahap simulasi merupakan tahap awal perakitan sistem kendali. Simulasi alat
kendali menggunakan perangkat lunak proteus design. Tujuan dari simulasi
adalah untuk mengetahui spesifikasi komponen dan kinerja alat dalam bentuk
visual non realistik. Proses simulasi dibagi menjadi dua bagian yaitu simulasi
rangkaian dan simulasi program. Gabungan dari kedua simulasi ini akan
memberikan informasi tentang kinerja alat.
Proses simulasi dilakukan dengan merangkai komponen yang diperlukan secara
visual pada perangkat lunak proteus design. Setelah proses perakitan visual maka
dilakukan pengunggahan program untuk menjalankan proses visualisasi kinerja
alat dalam simulasi. Gambar 11 memperlihatkan antarmuka perangkat lunak
proteus design.
32
3.7.2. Perakitan Perangkat Keras
Proses perakitan diawali dengan perakitan perangkat keras. Langkah awal
perakitan perangkat keras dilakukan dengan cara mendefinisikan hasil simulasi
yang selanjutnya dilakukan perangkaian komponen utama. Komponen utama
yang dirangkai yaitu mikrokontroler, RTC, Data logger, dan relay module.
Sensor DHT22 dan LCD dirangkai terpisah dengan rangkaian komponen utama
namun dihubungkan dengan kabel pelangi ke pin mikrokontroler.
Setelah perakitan komponen utama selesai dilakukan maka rangkaian tersebut
dimasukkan dalam kotak plastik. Perangkat keras yang dimasukkan dalam kotak
adalah rangkaian mainboard, power bank dan catu daya, sedangkan untuk sensor
DHT22 dan komponen aktuator seperti pompa air, lampu dan kipas diletakkan
pada luar kotak. Kotak didesain dengan sistem sirkulasi udara dan lubang untuk
menghubungkan kabel pengunggah program, kabel masukan sensor dan kabel
luaran relay.
3.7.3. Pemrograman
Tahap lanjutan dari perakitan perangkat keras adalah tahap pemrograman.
Perangkat lunak yang digunakan dalam pemrograman mikrokontroler adalah
software Arduino IDE ver 1.6.7 (Gambar 12). Pemrograman pada mikrokontroler
bertujuan untuk memberikan perintah pada mikrokontroler untuk dapat bekerja
sesuai dengan sistem kerja yang diinginkan.
33
Gambar 12. Piranti lunak Arduino IDE ver 1.6.7.
Gambar 13 menunjukkan alur pemrograman yang akan dibuat. Alur
pemrograman tersebut menunjukkan perintah untuk mengambil data dari sensor,
memproses dalam mikrokontroler, menyimpan dalam SD card, mengambil
keputusan dan meneruskan pada relay module.
34
Mulai
Sensor
DHT22a,
DHT22b,
DHT22c,
DHT22d,
Intensitas Cahaya
Tampilkan pada
LCD
Rerata temperatur (T) dan
kelembaban (H) dari sensor
(DHT22a, DHT22b, DHT22c)
(rerata T > 25⁰C dan < 30⁰C )
atau
(rerata H > 80% dan < 95%)
Pompa1 (mati)
Pompa2 (mati)
Kipas1 (mati)
Kipas2 (mati)
Lampu (mati)
rerata T < 25⁰Crerata T > 30⁰C
atau
rerata H < 80 %
rerata H > 95%
Pompa1 (mati)
Pompa2 (mati)
Kipas1 (mati)
Kipas2 (mati)
Lampu (hidup)
Pompa1 (hidup)
Pompa2 (hidup)
Kipas1 (hidup)
Kipas2 (mati)
Lampu (mati)
Pompa1 (mati)
Pompa2 (mati)
Kipas1 (mati)
Kipas2 (hidup)
Lampu (mati)
Simpan data
(DHT22a, DHT22b,
DHT22c, DHT22d,
Intensitas Cahaya)
Selesai
Ya
Tidak Tidak Tidak
Ya Ya
Power off
Power on
Gambar 13. Diagram alir pemrograman
35
3.7.4. Kalibrasi Alat
Kalibrasi alat merupakan sebuah prosedur untuk mengetahui keabsahan data
luaran alat. Metode kalibrasi pembandingan dilakukan dengan cara
membandingkan alat yang akan dikalibrasi dengan kalibrator yang tertelusur.
Kalibrasi dilakukan pada alat yang sering digunakan secara periodik, alat yang
akan digunakan maupun alat baru yang menggunakan sensor.
Sensor DHT22 (AM2302) merupakan sensor temperatur dan kelembaban dengan
luaran data digital. Pada sensor DHT22 terdapat fitur kalibrasi pabrikan dengan
standar kalibrasi temperatur ruang (25 ºC) yang dimasukkan pada program OTP
yang berada pada sensor DHT22. Namun untuk meminimalkan terjadinya galat
dalam penggunaan sensor maka diperlukan kalibrasi lokal terhadap sensor DHT22
dengan metode pembandingan.
Pada penelitian ini, alat yang telah dibuat akan dikalibrasi dengan cara
membandingkan nilai luaran yang ditampilkan pada LCD dengan alat ukur
standar. Proses kalibrasi dibagi menjadi dua, yaitu kalibrasi temperatur dan
kalibrasi kelembaban. Kedua proses kalibrasi dilakukan pada saat yang
bersamaan dalam ruang tertutup yang telah dikondisikan. Pengondisian media
kalibrasi menggunakan wadah tertutup yang dimasukkan dalam water bath.
Water bath berfungsi sebagai pengondisi lingkungan mikro kalibrasi. Kalibrasi
temperatur dilakukan pada rentang temperatur 20 – 50 ºC dengan interval 5 ºC,
sedangkan kelembaban dikalibrasi pada rentang 60 – 90 % dengan interval 5 %.
Kalibrasi temperatur dilakukan dengan memasukan sensor DHT22 serta alat
pembanding (kalibrator) berupa thermo hygrometer analog, thermo hygrometer
36
digital serta termometer air raksa ke dalam wadah tertutup. Sedangkan proses
kalibrasi kelembaban dilakukan dengan memasukan sensor DHT22 serta alat
pembanding (kalibrator) berupa thermo hygrometer analog, thermo hygrometer
digital serta termometer bola basah ke dalam wadah tertutup. Data kalibrator
temperatur dan kelembaban direrata untuk digunakan sebagai data kalibrasi
sensor.
Data hasil kalibrasi selanjutnya dianalisis dengan metode analisis regresi linier
untuk mengetahui koefisien korelasi (r) temperatur dan kelembaban antara sensor
dan kalibrator. Analisis regresi linier juga bertujuan untuk mengetahui persamaan
regresi yang dimasukkan dalam pemrograman untuk mengoreksi hasil luaran
sensor. Koefisien korelasi dihitung dengan rumus (4) sedangkan persamaan
regresi dihitung dengan rumus (1).
Y = aX+ b ...........................................................(1)
Y : peubah tak-bebas X: peubah bebas
a : kemiringan b : konstanta
2
11
2
1 11
n
i
i
n
i
i
n
i
n
i
i
n
i
iii
xxn
yxyxn
a .........................................(2)
n
x
an
y
b
n
i
i
n
i
i 11 ..........................................(3)
2
11
2
2
11
2
1 11
n
i
i
n
i
i
n
i
i
n
i
i
n
i
n
i
i
n
i
iii
yynxxn
yxyxn
r .......................................(4)
37
3.8. Mekanisme Kerja Alat
Sistem kendali temperatur dan kelembaban kumbung jamur ini dibuat untuk dapat
bekerja secara kontinu. Terdapat tiga sensor DHT22 (DHT22a, DHT22b,
DHT22c) yang diletakkan dalam kumbung jamur dan satu sensor (DHT22d)
diletakkan di luar kumbung jamur. Masing-masing sensor akan mengindera
besaran temperatur dan kelembaban, hasil yang didapat dikirimkan ke
mikrokontroler Arduino Mega 2560 R3, hasil akan ditampilkan pada LCD dan
disimpan pada SD card. Nilai yang masuk pada mikrokontroler akan direrata.
Hasil rerata yang dilakukan oleh mikrokontroler akan dijadikan faktor
pembanding terhadap setpoint. Ketika nilai rerata temperatur sama dengan
setpoint, maka mikrokontroler tidak akan mengirimkan perintah apapun. Pada
aktuator. Ketika nilai rerata temperatur lebih kecil dari setpoint, maka
mikrokontroler akan mengirimkan sinyal pada relay module untuk menghidupkan
lampu hingga temperatur berada pada setpoint. Ketika nilai rerata temperatur
lebih besar dari setpoint, maka mikrokontroler akan mengirimkan sinyal pada
relay module untuk menghidupkan pompa1, pompa2 dan kipas1 hingga
temperatur berada pada setpoint.
Proses rerata juga dilakukan untuk kelembaban. Ketika nilai rerata kelembaban
sama dengan setpoint, maka mikrokontroler tidak akan mengirimkan perintah
apapun pada aktuator. Ketika nilai rerata kelembaban lebih kecil dari setpoint,
maka mikrokontroler akan mengirimkan sinyal pada relay module untuk
menghidupkan pompa1, pompa2, dan kipas1 hingga kelembaban berada pada
setpoint. Ketika rerata temperatur melebihi setpoint, maka mikrokontroler akan
38
mengirimkan sinyal pada relay module untuk menghidupkan kipas2 hingga
kelembaban berada pada setpoint. Tabel 7 menunjukkan skenario pengaturan
aktuator kumbung jamur.
Tabel 7. Skenario pengaturan aktuator.
Faktor Pembanding Pompa1 Pompa2 Kipas1 Kipas2 Lampu
�̅� temperatur = setpoint 0 0 0 0 0
�̅� temperatur < setpoint 0 0 0 0 1
�̅� temperatur > setpoint 1 1 1 0 0
�̅� Kelembaban = setpoint 0 0 0 0 0
�̅� Kelembaban < setpoint 1 1 1 0 0
�̅� Kelembaban > setpoint 0 0 0 1 0
Keterangan:
Pompa1 : Pompa penyiram
Pompa2 : Pompa pengabut
Kipas1 : Kipas Inhaust
Kipas2 : Kipas Exhaust
1 : Hidup
0 : Mati
3.9. Uji Kinerja
Alat akan diuji pada kumbung jamur tiram yang telah dibuat dengan dimensi 400
cm ×200 cm × 200 cm. Pengujian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap 1 dilakukan
dengan menguji alat dalam kumbung jamur tanpa beban dan tanpa mengaktifkan
aktuator selama 3 hari. Tahap 2 dilakukan dengan menguji alat dalam kumbung
jamur tanpa beban dengan menghidupkan seluruh fungsi aktuator selama 3 hari.
Tahap 3 dilakukan dengan menguji alat dalam kumbung jamur yang diisi jamur
±600 baglog dengan mengaktifkan seluruh fungsi aktuator selama 7 hari.
39
3.10. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengukur temperatur dan kelembaban dalam
kumbung jamur tanpa beban dan tanpa fungsi aktuator selama 3 × 24 jam,
mengukur temperatur dan kelembaban dalam kumbung jamur tanpa beban dan
dengan fungsi aktuator selama 3 × 24 jam, dan mengukur temperatur dan
kelembaban dalam kumbung jamur dengan beban dan fungsi aktuator selama 7 ×
24 jam. Data hasil pengukuran yang didapat akan disimpan dalam SD card
berformat *.txt, dengan interval penyimpanan data selama 10 menit. Data yang
telah disimpan akan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Tabel dan grafik
menyajikan nilai interval setiap jam.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sistem kendali otomatis bekerja dengan baik mengendalikan temperatur dan
kelembaban dalam kumbung jamur secara real time berdasarkan perubahan
nilai temperatur dan kelembaban ruang.
2. Kalibrasi sensor menunjukkan hasil yang baik berdasarkan nilai koefisien
regresi (r) pada setiap sensornya. Nilai r-sensor 1 temperatur = 0,99;
kelembaban = 0,99; r-sensor 2 temperatur = 0,99; kelembaban = 0,98; r-
sensor 3 temperatur = 0,99; kelembaban = 0,99; r-sensor 4 temperatur = 0,99;
kelembaban = 0,99 dengan kalibrasi pada lingkungan terkendali dalam water
bath.
3. Hasil pengendalian dalam kumbung jamur menunjukkan perbedaan selisih
rerata temperatur minimum dan setpoint yaitu tahap 1 = 0,90 ºC; tahap 2 =
0,59 ºC; dan tahap 3 = 0,01 ºC. Selisih rerata temperatur maksimum dan
setpoint yaitu tahap 1 = 5,19 ºC; tahap 2 = 0,48 ºC; dan tahap 3 = 0,90 ºC.
Selisih rerata kelembaban minimum dan setpoint yaitu tahap 1 = 15,72 %;
tahap 2 = 0,16 %; dan tahap 3 =0,84%. Selisih rerata kelembaban maksimum
dan setpoint yaitu tahap 1 = 4,90%; tahap 2 = 3,91%; dan tahap 3 = 4,86%.
77
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Penggunaan kipas inhaust untuk penurunan temperatur dirasa kurang
signifikan, maka peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan penurun
temperatur yang lebih baik.
2. Pengujian alat pada ukuran kumbung jamur yang berbada diperlukan untuk
mengetahui tingkat respons alat pada area yang lebih luas.
3. Penggunaan atap kumbung jamur yang berbada diperlukan untuk mengurangi
intensitas cahaya matahari langsung yang masuk ke dalam kumbung.
79
DAFTAR PUSTAKA
Arduino. 2015. Arduino.cc. Dipetik 7 Mei 2015, dari http://www.arduino.cc.
Bakshi, U. A., dan M. V. Bakshi. 2008. Modern Control Theory (1st Ed).
Technical Publicantions Pune. Pune (India). 386 hlm.
Budiawan, F., A. Jaya, dan Irianto. 2010. Pengaturan Suhu dan Kelembaban
Pada Miniatur Kumbung Jamur Untuk Meningkatkan Produktivitas Jamur
Tiram. Jurnal Proyek Akhir PENS
(https://www.pens.ac.id/uploadta/downloadmk.php?id=1314). hlm 1-8.
Dam, B. V. 2008. Microcontroller System Engineering (45 Project for PIC, AVR
and ARM). Elector International Media BV. United Kingdom. 328 hlm.
Daryani, S. 1999. Pertumbuhan Jamur Kuping (Auricularia auriculae) dan Jamur
Tiram (Pleurotus ostreatus) Dalam Rumah Tanaman Dengan Suhu
Terkendali (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Djarijah, N. M., dan A. S. Djarijah. 2001. Budidaya Jamur Tiram Pembibitan,
Pemeliharaan, dan Pengendalian Hama-Penyakit. Kanisius. Yogyakarta.
34 hlm
Edhiningtyas, D., dan S. T. Utami,. 2012. Sukses Bersama Jamur Kayu.
Kementrian Kehutanan. Jakarta. 33 hlm.
Fatah, L. A., dan A. Sudarajat. 2014. Sistem Pengendalian Ruang Tanaman
Jamur Menggunakan Sensor Suhu dan Kelembaban. e-Journal LPKIA (e-
journal.lpkia.ac.id/files/students/essays/journals/239.pdf). hlm 1-7.
Ginting, A. R., N. Herlina, dan S. Y. Tyasmoro. 2013. Studi Pertumbuhan Dan
Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tumbuh
Gergaji Kayu Sengon dan Bagas Tebu. Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 1,
hlm 17-24.
Hendriono, D. 2014. Dipetik 5 Mei 2015, dari Hendriono Online:
http://www.hendriono.com/blog/post/mengenal-Arduino-mega2560.
Juwono, R., M. Lutfi, dan M. B. Hermanto. 2013. Rancang Bangun dan Tata
Letak Instrumentasi Terkendali pada Pembudidayaan Jamur Tiram
80
(Pleurotus ostreatus). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem.
Vol.1. hlm 10-18.
Kadir, A. 2015. From Zero to A Pro Arduino. Penerbit Andi. Yogyakarta.
468 hlm.
Liu, T. 2005. Digital-output relative humidity & temperature sensor/module
DHT22 (AM2303). Aosong Electroncs Co.,Ltd. Guangzhou (Cina).
7 hlm.
Mitescu, M., dan I. Susnea. 2005. Microcontrollers in Practice. Springer Berlin
Heidelberg. Berlin (Germany). 256 hlm.
Oei, P., dan B. V. Nieuwenhuijzen. 2005. Agrodok 40: Small-Scale Mushroom
Cultivation Oyster, Shiitake and Wood ear mushrooms. Agromisa
Foundation. Wageningen. 86 hlm.
Ogata, K. 2010. Modern Control Engineering (Fifth Edition). Pearson
Education. New Jersey. 905 hlm.
Owen, F. 2012. Control System Engineering. California Polytechic State
University. California. 41 hlm.
Piryadi, T. U. 2013. Bisnis Jamur Tiram, Investasi Sekali Untung Berkali-kali.
AgroMedia Pustaka. Jakarta. 123 hlm.
Saptadi, A. H. 2014. Perbandingan Akurasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban
Antara Sensor DHT11 dan DHT22. Jurnal Infotel. Vol. 6. hlm 49-56.
Setiawan, A. 2011. Aplikasi Mikrokontroler ATMEGA8535 & ATMEGA16
Mengunakan BASCOM-AVR. Penerbit Andi. Yogyakarta. 118 hlm.
Smith, C. A., dan A. B. Corripio. 1997. Principles and Praktice Of Automatic
Process Control (2nd Ed). Jonh Wilay & Sons. Florida. 28 hlm.
Song, B. C. 2004. Oyster Mushroom Cultivation. Aloha America Inc. Hawaii.
262 hlm.
Suharjo, E. 2015. Budidaya Jamur Tiram Media Kardus. AgroMedia Pustaka.
Jakarta. 81 hlm.
Suriawiria, U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta. 89 hlm.
Susilawati, dan B. Raharjo. 2010. Petunjuk Teknis, Budidaya Jamur Tiram
(Pleourotus ostreatus var florida) yang ramah lingkungan. BPTP Sumatra
Selatan. Palembang. 20 hlm.