rakertas-05-2010

Upload: anisa-farah-dilla

Post on 17-Jul-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45 SEBAGAI NEGARA DEMOKRASI DAN NEGARA HUKUM(DALAM TANTANGAN PEMBUDAYAANNYA)*)

I.

LATARBELAKANG NILAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM IDEOLOGI NASIONAL Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafat yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai jangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki; karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus memancarkan jiwa bangsa, jatidiri bangsa (Volksgeist) dan martabat nasional !. Filsafat hidup dan jiwa bangsa ini diakui sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara, sebagai kaidah negara yang fundamental!. Nilai fundamental filsafat hidup dijadikan dasar negara (filsafat negara); ditegakkan sebagai sistem ideologi nasional (ideologi negara) sebagaimana terumus di dalam UUD Negara. Bagi bangsa Indonesia, filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi sebagaimana terkandung dalam UUD Negara Proklamasi 45, sekaligus memancarkan integritas sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila dengan visi-misi sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45. Menegakkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sebagai pembudayaan filsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya adalah amanat UUD Proklamasi 45 bersifat imperatif dan keniscayaan (a-priori). Pembudayaan nilai Pancasila-UUD Proklamasi 45 adalah wujud kesetiaan dan kebanggaan nasional bangsa Indonesia Raya!

II. AJARAN SISTEM FILSAFAT SEBAGAI SISTEM IDEOLOGI : TEGAK SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN. Ajaran berbagai nilai filsafat --- sebelum berkembang sebagai sistem ideologi!--terutama menampilkan nilai fundamental sebagai essensi dan integritas ajarannya; berupa ajaran : materialisme, animisme, dynamisme, polytheisme, pantheisme, secularisme, dan atheisme . yang berpuncak sebagai ajaran monotheisme, universalisme --- sering disamakan sebagai sistem filsafat : theisme-religious ---. Peradaban modern menyaksikan, bahwa sistem filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat monotheisme-religious!. Integritas ini secara fundamental dan intrinsik memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur (yang berwatak : theisme-religious). Ajaran dan nilai filsafat amat mempengaruhi pikiran, budaya dan peradaban umat manusia. Semua sistem kenegaraan ditegakkan berdasarkan ajaran atau sistem filsafat yang mereka anut (sebagai dasar negara, ideologi negara). Berbagai negara modern menunjukkan keunggulan masing-masing, dan terus memperjuangkan supremasi dan dominasi sistem kenegaraannya: liberalisme-kapitalisme, marxisme-komunisme, zionisme, theokratisme; sosialisme, naziisme, fascisme, fundamentalisme. Juga termasuk negara berdasarkan (nilai ajaran) agama: negara Islam .. termasuk sistem ideologi Pancasila (=sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45). Bangsa Indonesia menegakkan sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sebagai aktualisasi filsafat hidup (Weltsanschauung) yang diamanatkan oleh PPKI sebagai pendiri negara!. Secara ontologis, epistemologis dan axiologis sistem filsafat Pancasila mengandung ajaran tentang potensi dan martabat kepribadian manusia (SDM) yang dianugerahi martabat mulia sebagaimana terjabar dalam ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila !*)

Masukan untuk Rakertas Dewan Ketahanan Nasional, 18 20 Mei 2010 di Surabaya

1

Lab. Pancasila UM, 2010

Keunggulan dan kemuliaan ini merupakan anugerah dan amanat Tuhan Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Kuasa, Maha Rahman dan Maha Rahim --- sebagai tersurat di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 ! --- sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI. Nilai-nilai filsafat, termasuk filsafat Pancasila ditegakkan (dan dibudayakan) dalam peradaban manusia modern ---khususnya bangsa Indonesia, --- terutama : 1. Aktualisasi Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; 2. Aktualisasi nilai kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya, sebagai terlukis dalam skema 3 dan 4; 3. Secara ontologis-axiologis bangsa Indonesia belum secara signifikan melaksanakan visimisi yang diamanatkan oleh sistem filsafat Pancasila, sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45 ---terutama dalam era reformasi 1998 sekarang. Dalam dinamika peradaban modern, antar sistem ideologi modern, termasuk sistem ideologi Pancasila senantiasa dalam kompetisi merebut supremasi ideologi (baca: supremasi politik) yang bermuara neo-imperialisme! III. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DAN UUD PROKLAMASI 45 Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut : A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb: 1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia. 2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta. 3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah: a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I). b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !. Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia. Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160) Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini 2Lab. Pancasila UM, 2010

memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---. Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal, bukan menyimpang sebagai terjemahan era reformasi yang menjadi UUD 2002 --- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme ! Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visimisi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional! Visi-misi mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan PancasilaUUD Proklamasi 45 dan integritas Ketahanan Nasional NKRI! B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45 Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45 bersifat imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) ontologi bangsa dan NKRI adalah integral (manunggal) dan bersifat t e t a p (integritas, jatidiri / Volksgeist) atau kepribadian dan martabat nasional. Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai: Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi 45. Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD Proklamasi 45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan filosofi-ideologis dan konstitusional berikut : 1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah fundamental ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 52; Kelsen 1973: 127 135; 155 162; Notonagoro 1984: 57 70; 175 230; Soejadi 1999: 59 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara secara a-priori dan imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya. Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya. 2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1x oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara 3Lab. Pancasila UM, 2010

Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara. 3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 sebagai asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung) bangsa terutama:"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemnusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasalpasalnya."

Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan legalitas supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45). IV. KEUNGGULAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45 Berdasarkan asas-asas filosofis-ideologis (ontologis-axiologis) Pancasila (asas jatidiri dan asas kerokhanian bangsa), sebagai dimaksud Bagian III A-B, maka aktualisasinya terutama dalam sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi 45 adalah sebagai berikut. A. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan Pancasila Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45. Asas dan identitas fundamental, bersifat imperatif; karenanya fungsional sebagai asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45. Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara konstitusional: 1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV= sistem demokrasi Pancasila). 2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI. 3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai sistem negara hukum Pancasila.

4

Lab. Pancasila UM, 2010

4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI. 5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M Noor Syam, 2007: 108 - 127). Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state). NKRI adalah negara bangsa (nation state) sebagai pengamalan sila III yakni nilai Wawasan Nasional yang ditegakkan dalam NKRI dan Wawasan Nusantara. Jadi, aktualisasi asas ontologis-axiologis filsafat Pancasila ditegakkan dalam sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45; diuraikan secara ringkas sebagai berikut : Integritas Struktur Nilai dalam Sistem Kenegaraan RITAP MPR - RI

PASAL PASAL BATANG TUBUH Skema 1 P E M B U K A A N UUD 1945

FILSAFAT NEGARA DAN IDEOLOGI PANCASILA

SOSIO BUDAYA; FILSAFAT HIDUP BANGSA INDONESIA RAYA = SDM ALH SDA = NUSANTARA

P E N J E L A S A N

U U D 1 9 4 5

Perwujudan dan Sistem NKRI (Berdasarkan) Pancasila - UUD 45*

TAP

MPR

U

U

D

45

P A N C A S I L A (MNS, 1985: 2005) skema 2 *) = NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila 5Lab. Pancasila UM, 2010

B. Sistem Ideologi Pancasila ditegakkan dalam N-Sistem Nasional Maknanya, secara das Sein und das Sollen dasar negara Pancasila (ideologi nasional) sebagai terlukis dalam skema 1, 2 dan 3, dikembangkan, ditegakkan dan dibudayakan dalam N-Sistem Nasional sebagai aktualisasi integritas sistem kenegaraan Pancasila (UUD Proklamasi 45). Secara skematis, terlukis dalam skema berikut. N-SISTEM NASIONAL SISTEM HUKUM NASIONAL SISTEM POLITIK SISTEM EKONOMI

N E G A R A H U K U M FILSAFAT HUKUM FILSAFAT NEGARA SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUPNUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA *)

*) =

N = sejumlah sistem nasional, terutama: 1. Sistem filsafat Pancasila 2. Sistem ideologi Pancasila 3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila 4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila 5. Sistem ekonomi Pancasila 6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila) 7. Sistem budaya Pancasila 8. Sistem Hankamnas, Hankamrata (MNS, 1988) skema 3

*) : ALH-SDA = Alam Lingkungan Hidup sebagai Sumber Daya Alam SDM Indonesia = Subyek Ketahanan Nasional Indonesia Raya. Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 secara konstitusional (imperatif) menegakkan asas budaya dan moral politik Pancasila; terutama : asas HAM berdasarkan moral Pancasila, demokrasi Pancasila, ekonomi Pancasila;---sebagai dimaksud N-Sistem Nasional dalam skema 3!---. Mengingkari asas kenegaraan (=asas ideologis berarti mengkhianati ideologi negara; dan melakukan separatisme ideologi!). Mari direnungkan dan dihayati, bagaimana elite reformasi, dan berbagai komponen bangsa dalam era reformasi menghayati dasar negara dan ideologi negara Pancasila, sebagaimana diamanatkan the founding fathers (PPKI) di dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya! Fenomena reformasi ada elite yang menyatakan: UUD 45 out of date, karenanya perlu direformasi (amandemen); bahkan perlu diganti sama sekali! Catatan : Kita menyaksikan amandemen UUD 45 mengandung sarat kontroversial; sekaligus berbagai komponen bangsa mengalami degradasi wawasan nasional, kekeluargaan bahkan moral (theisme-religious)! Fenomena yang kita saksikan: berkembangnya: oligarchy, plutocracy,

6

Lab. Pancasila UM, 2010

dan anarchisme yang bermuara disintegrasi nasional, dan separatisme ideologi yang bermuara neo-imperialisme! Beberapa skema dalam makalah ini melukiskan bagaimana sistem filsafat Pancasila dijabarkan secara normatif-konstitusional dan fungsional dalam struktur (nilai) kenegaraan yang dimaksud komponen-komponen dalam skema: 1-2-3 dan 4!. V. NKRI SEBAGAI NEGARA BERKEDAULATAN RAKYAT (DEMOKRASI) DAN NEGARA HUKUM (RECHTSSTAAT) Sebagaimana dilukiskan dalam Bagian IV : Keunggulan NKRI, maka NKRI menegakkan asas-asas kedaulatan rakyat (berdasarkan) asas budaya dan moral (filsafat) Pancasila sebagai terumus dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 dan Pasal-pasalnya seutuhnya. Demikian pula asas-asas negara hukum NKRI dengan asas cita hukum (demi keadilan), terutama berdasarkan asas moral sila I, II dan V Pancasila. Hanya dengan menegakkan asas-asas budaya dan moral demikian, sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 tegak sebagaimana diamanatkan secara konstitusional oleh Pendiri Negara (PPKI). Inilah amanat konstitusional dan tantangan nasional Indonesia Raya yang mendasar dan mendesak! Bagian V ini dibahas dengan tujuan sebagai landasan dan asas menjawab Beberapa Masalah Mendasar dan Mendesak sebagai dimaksud Term of Reference (TOR) Dewan Ketahanan Nasional dalam Rakertas 18 20 Mei 2010 di Surabaya. (TUGAS: TOR WANTANNAS, terutama) A. Beberapa Masalah Nasional Mendasar dan Mendesak, berikut : 1. Dua belas tahun pasca reformasi, kehidupan demokrasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dan gejolak yang ditandai oleh berbagai fenomena tersebut diatas. Mencermati fenomena-fenomena di atas, menunjukkan bahwa praktek demokrasi selama ini masih belum berhasil dalam mewujudkan demokrasi yang substansial. Kepada para peserta dimohon dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan kondisi obyektif yang memicu terjadinya fenomena di atas yang dapat ditinjau antara lain dari sisi supremasi hukum, budaya politik, prinsip checks and balances, sistem kepartaian dan Kinerja Lembaga demokrasi. 2. Merujuk pada jawaban butir satu di atas, kepada para peserta dimohon untuk dapat menganalisa kondisi objektif ditinjau dari nilai-nilai Pancasila sebagaimana akar permasalahannya, serta implikasi dan kecenderungan kondisi objektif tersebut terhadap kehidupan demokrasi ke depan. 3. Faktor-Faktor Berpengaruh Untuk melakukan langkah-langkah konkrit pemantapan konsolidasi demokrasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan strategis. Sehubungan dengan itu kepada para peserta dimohon dapat memberikan sumbangan pemikirannya untuk mengidentifikasi kendala dan peluangnya. 4. Pemantapan konsolidasi demokrasi memerlukan kerangka konseptual pemecahan masalah yang mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, kepada para peserta dimohon sumbangan pemikirannya untuk dapat merumuskan kerangka konseptual. Dari kerangka konseptual ini sekurang-kurangnya dapat ditemukan 2 (dua) opsi langkah-langkah yang harus dilaksanakan. Setiap opsi dibahas lebih lanjut, termasuk masing-masing keuntungan dan kerugiannya, sehingga dapat diperoleh opsi yang akan dipilih sebagai kesimpulan. 7Lab. Pancasila UM, 2010

5. Berdasarkan uraian pada butir di atas, kepada para peserta dimohon merumuskan opsi yang dipilih dengan menjelaskan alasan atau pertimbangan atas pilihan opsi tersebut sebagai kesimpulan, dan selanjutnya berdasarkan opsi yang dipilih dapat merumuskan langkah-langkah konkrit pemantapan konsolidasi demokrasi di Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai rekomendasi kepada Pemerintah. 6. Disamping butir-butir di atas, kepada para peserta diberikan peluang untuk memberikan sumbangan pemikirannya guna memperkaya konsep sesuai dengan judul di atas. B. Beberapa Alternatif Pertimbangan Pemikiran Pemecahan Masalah Masalah nasional mendasar dan mendesak, secara filosofis-ideologis dan konstitusional wajar diselesaikan secara mendasar (filosofis-ideologis dan konstitusional). Maknanya, kelembagaan negara dan kepemimpinan nasional memberikan alternatif pemecahan senantiasa berdasarkan asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional; terutama berdasarkan asas budaya dan asas moral filsafat-ideologi Pancasila sebagaimana terjabar dalam UUD 45. Secara normatif, fenomena baik degradasi wawasan nasional, berbagai kontroversial sosial politik dan ekonomi nasional; sampai fenomena praktek budaya politik (dan ekonomi) liberalisme dan neo-liberalisme sesungguhnya adalah penyimpangan (penyelewengan, separatisme ideologi) yang membahayakan integritas nasional! 1. Praktek dan budaya demokrasi era reformasi lebih menonjolkan segi prosedural dan formal; belum normatif (filosofis-ideologis Pancasila); karenanya, bersifat oligarchy, plutocracy bahkan anarchy. --- dengan biaya dan social-cost super mahal, bermuara disintegrasi. 2. Subyek demokrasi, mulai elite dan tokoh parpol; sampai rakyat cenderung mengalami degradasi wawasan nasional; konflik internal (parpol) sampai konflik horizontal menjadi muara praktek demokrasi yang mengancam persatuan dan kerukunan nasional (disintegrasi!). 3. Antar-lembaga negara masih terjadi kontoversial; terutama DPR dan DPD; MA dan KY. 4. Berkembangnya lembaga ekstra-konstitusional (berbagai Komisi) melahirkan birokrasi baru dengan efisiensi serta kinerja yang belum memadai --- seimbang dengan tenaga dan anggaran negara yang dikeluarkan ---. 5. Antar-lembaga demikian, terjadi juga tumpang tindih dengan fungsi berbagai sub-kelembagaan dalam berbagai Kementrian; misal: KHN vs BPHN; dan dengan Inspektorat Jenderal dan atau Badan Kehormatan yang integral dengan kelembagaan yang ada. 6. Negara hukum (Rechtsstaat) juga belum menegakkan asas-asas cita hukum (demi keadilan) sebagaimana dijiwai filsafat hidup Pancasila (sila I, II, dan V) --yang diakui dalam kepustakaan filsafat hukum berlaku universal, sebagai berikut: 7. This has at all times found its most universal expression in the idea of justice. But it would be futile to attempt a uniform definition in the idea of justice. For the term simply is intended to state what is absolute and a priori in the law, and so it cover whatever any world outlook *) may require of the law (Emil Lask dalam Wilk 1950: 6; 21; 123) 8. Kelembagaan negara yang menegakkan hukum belum berfungsi dengan integritas dan koordinasi yang memadai; sebagai fenomena antar: Kejaksaan,*)

This is the literal translation of the German term Weltanschauung, which Lask uses to denote the basic theory of the world as a whole that underlies a particular philosophy (Wilk 1950: 6)

8

Lab. Pancasila UM, 2010

POLRI, KPK, MA, KY belum lagi dengan berbagai Satgas Ad Hoc --- akhirakhir ini masyarakat dihebohkan dengan misi memberantas Mafia Hukum serta kinerja Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang belum terkoordinasi antar lembaga-lembaga di atas. 9. Masalah-masalah mendasar dan mendesak di atas, sesungguhnya melekat pada subyek SDM; baik elite, aparat negara, pengusaha/pembayar pajak; maupun masyarakat pada umumnya! Karenanya, mereka perlu diobati / disembuhkan dari penyakit mental, sosial dan moral nasional. Alternatif penyembuhan: terutama melaksanakan visi-misi Pembudayaan nilai dasar negara dan ideologi nasional Pancasila secara melembaga dan nasional. 10. Sasaran pembinaan SDM warganegara, istimewa generasi penerus terutama: Meningkatkan pembinaan pendidikan dan pembudayaan nilai-nilai kewarganegaraan dengan esensi: + kesadaran kemerdekaan dan kedaulatan nasional; + kesadaran kebangsaan dan martabat nasional; + kesadaran kesatuan dan kerukunan nasional; + kesadaran kekeluargaan dan solidaritas nasional; + kesadaran kewajiban dan tanggung jawab nasional; + kesadaran untuk menegakkan kedaulatan rakyat; + kesadaran menegakkan HAM dalam asas keseimbangan HAM dan KAM + kesadaran untuk menjamin keamanan dan ketertiban nasional; + kesadaran bertanggungjawab mewujudkan kesejahteraan dan keadilan; + kesadaran menegakkan kebenaran dan keadilan dalam NKRI sebagai negara hukum (demi keadilan, oleh semua untuk semua) Karenanya, alternatif pemecahannya wajib secara konstitusional dan nasional; bukan bersifat regional dan reaktif ---melainkan secara normatif dan institusional!---. Beberapa pokok masalah yang mendesak, terutama : 1. Praktek budaya demokrasi dalam era reformasi, sesungguhnya hanyalah mempraktekkan demokrasi liberal ---yang tidak sesuai dengan dasar negara Pancasila dan UUD 45; bahkan juga sosio-psikologis rakyat Indonesia---. Karena budaya liberalisme (kebebasan) rakyat cenderung menjadi liar, konflik horisontal; dan anarkhis. Secara filosofis Pancasila mutlak disadarkan nilai-nilai sila-sila dalam Pancasila seutuhnya : Kebebasan yang dijiwai moral sila I, II, demi sila III dengan asas sila IV dan sila V. Artinya, pembudayaan dasar negara Pancasila merupakan landasan moral SDM warganegara dan rakyat Indonesia. Juga perlu evaluasi apakah demokrasi liberal yang amat mahal dengan multi partai atas nama demokrasi, kebebasan dan HAM masih perlu diteruskan ---dengan biaya dana amat mahal + social cost yang mengancam integritas mental-moral nasional dan kekeluargaan, bahkan integritas sila III (=NKRI, dan Wawasan Nusantara). Karena, baru 10 tahun reformasi, sedemikian parah kondisi wawasan nasional berbagai komponen bangsa! Bagaimana 20 tahun ke depan! 2. Kondisi objektif nasional, terutama : a. Amandemen UUD 45 banyak mengandung kontroversial, termasuk antar kelembagaan negara, terutama : DPR dan DPD; Otoda yang cenderung sebagai praktek budaya negara federal. Lebih-lebih adanya ide dan rencana akan dibangunnya Kantor DPD pada tiap provinsi, untuk apa sementara biaya/dana + 9Lab. Pancasila UM, 2010

tenaga akan sangat mahal; (padahal tiap provinsi anggota DPD hanya 3 orang / wakil). b. Berbagai komponen bangsa masih ambisi mendirikan parpol baru; sementara parpol yang ada sudah melebihi budaya negara liberal. Perlu ditingkatkan parliamentary threshold setiap Pemilu, agar parpol yang aktif sebagai wakil rakyat (dalam DPR dan DPRD) terus meningkat kualitas dan keterwakilannya (representatif). c. Hasrat berbagai daerah untuk pemekaran daerah wajar ditata lebih normatif; karena kondisi obyektif tuntutan pemekaran daerah bukan hanya berdasarkan kehendak penduduk setempat, melainkan didukung oleh sejumlah potensi yang objektif (jumlah penduduk/SDM, luas wilayah, potensi sumberdaya alam). d. Konflik antar lembaga, terutama DPR dan DPD wajib diselesaikan secara konstitusional; mengingat pengaruhnya dalam iklim dan sikap sosial masyarakat. 3. Faktor-Faktor Berpengaruh Dinamika regional, nasional dan internasional cukup mempengaruhi budaya demokrasi ---atas nama HAM---. Kesadaran HAM perlu dilandasi asas filosofis Pancasila, yang mengajarkan asas keseimbangan HAM dan KAM (=kewajiban asasi manusia : yakni menegakkan moral Pancasila sila I-II-III dan IV demi sila V). HAM liberal dan individualistik jauh dari nilai Pancasila ---meskipun atas nama HAM universal, namun fenomena membuktikan HAM mereka = HAMPA (mereka menjajah berbagai negara, dan praktek neo-imperialisme!). Jadi, HAM mereka sekedar propaganda! Pembudayaan HAM Pancasila menjamin mental moral SDM yang lebih bermartabat, menjamin kesatuan-kerukunan-kekeluargaan bukan: konflik karena egoismeindividualisme-materialisme! Faktor utama amat berpengaruh adanya dan tegaknya hukum perundangan yang valid-terpercaya (bukan yang penuh kontroversial, sebagai terbukti cukup banyak dibatalkan oleh MK-RI) 4. Alternatif memantapkan konsolidasi demokrasi, terutama : a. Menata kehidupan dan budaya multi-partai yang mampu menegakkan asas: Majority Ruler, minority rights; (dalam makna: mayoritas memerintah dengan kewajiban mengayomi hak-hak minoritas). Dalam NKRI, ada fenomena: minoritas tidak mengakui mayoritas; sehingga konflik horizontal . Sampai anarkis. b. Menegakkan budaya asas moral (adil dan terbuka) dalam praktek demokrasi c. Secara bertahap meningkatkan parliamentary threshold antar-partai tiap Pemilu, sehingga terbina integrasi antar-parpol yang belum mendapat dukungan yang memadai (juga diharapkan tidak lagi adanya hasrat membentuk parpol baru). d. Mengembangkan asas budaya dan moral demokrasi (berdasarkan) filsafat Pancasila (amanat Pembukaan UUD 45) e. Bertujuan demi integritas nasional dan integritas NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Poklamasi 45 (bukan berjuang untuk mendirikan negara di dalam negara Proklamasi, seperti: RMS, GAM dan OPM; termasuk ekstrem kiri dan kanan: terutama teroris, sebagaimana dulu juga: DI dan TII). 5. Perhatikan dan hayati alternatif jawaban nomor 4 6. Perlu kesadaran yang waskita (verstehen) oleh elite reformasi dan semua pemimpin bangsa, termasuk tokoh-tokoh umat beragama untuk: a. Merenung dan mawas diri sekaligus meng-audit reformasi sejak 1998; apakah visi-misinya sejiwa dengan semangat dan cita-cita the founding fathers,

10

Lab. Pancasila UM, 2010

khususnya PPKI yang mengamnatkan dan mewariskan NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Poklamasi 45. b. Apakah budaya multi-parpol menjamin integritas wawasan nasional (NKRI dan Wawasan Nusantara) demi integritas dan martabat nasional Indonesia Raya! c. Berbagai konflik horizontal dan anarkhisme wajib dijangkau sebagai fenomena ledakan atau letupan pelampiasan protes atas penderitaan mereka (yang miskin dan tidak mendapat keadilan) sebagai wujud stress nasional (pemberontakan remaja: perkelahian antar-sekolah dan antar-fakultas; bahkan antar-kampung sampai yang bernuansa SARA) d. Budaya korupsi baik oleh pejabat negara (tingkat Daerah sampai Pusat); juga pejabat berbagai kementerian (terutama: Kementerian Keuangan, khusus: Pajak; Kehutanan, Kelautan, dan Kementerian Pendidikan Nasional) masih dapat ditolerir? Mendesak bagaimana fungsi KPK bersama aparat hukum lainnya untuk meningkatkan kinerjanya. Catatan : Pemerintah perlu merenung ulang adanya urgensinya berbagai komisi (yang ekstra konstitusional) 1. Komisi yang konstitusional ialah yang ditetapkan dalam UUD 45, seperti : KY, dan KPU (termasuk : KPK) dan KOMNASHAM (1993). 2. Adanya berbagai komisi ---yang bernuansa ad hoc, seperti : KHN (versus : BPHN); dan komisi kelembagaan : pada Polri, Kejaksaan, Komisi Penyiaran Nasional; KPPU dan sebagainya sesungguhnya kontroversial dengan kelembagaan dalam berbagai Kementerian/Lembaga/Departemen --- Badan Kehormatan atau Inspektorat Jenderal ---. Berbagai komisi demikian otoritasnya tumpang tindih, sementara biaya amat besar!. --- Gaji Pejabat Komisioner lebih besar daripada Pejabat Kementerian! 3. Pemerintah atas nama negara perlu mempertimbangkan bagaimana peranan TNI sebagai potensi HANKAMNAS dan HANKAMRATA (sebagai kewaiban warganegara dalam negara demokrasi!). Landasan pemikiran terutama TNI sebagai bhayangkari negara Proklamasi 45 berdasarkan Pancasila-UUD 45. Artinya, visi-misi TNI adalah menegakkan integritas nasional, kemerdekaan dan kedaulatan NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45. Tegasnya, politik TNI adalah politik negara; maknanya, TNI mengawal integritas NKRI sebagai Sistem Kenegaraan PancasilaUUD Proklamasi 45 dari ancaman dalam dan luar negeri--- seperti: gerakan separatisme, mendirikan negara dalam negara!--- Otoritas tunggal TNI menegakkan dan membela Negara Pancasila dan UUD Proklamasi 45 dari berbagai tantangan: nasional dan global!; bukan politik golongan, partai termasuk partai yang berkuasa (karena menang); melainkan politik negara (hayati Bagian III A dan B makalah ini!) Fenomena reformasi : TNI dipinggirkan, dengan dalih TNI tidak boleh berpolitik! Logika demikian, menyesatkan ! Lalu, apabila ada tantangan (ATHG) dari dalam dan luar negeri, baru tugas TNI dilaksanakan . Bagaimana, berbagai komponen parpol dan budaya parpol yang menyimpang dari integritas ideologi negara dan UUD Negara mereka cukup jadi penonton saja! Visi-misi TNI senantiasa mengawal integritas NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; dalam makna Politik Negara (Politik Nasional) adalah Politik TNI ---jadi bukan dipropagandakan ungkapan : TNI dalam era reformasi tidak boleh berpolitik---.

11

Lab. Pancasila UM, 2010

Ungkapan ini mengandung motif politik neo-imperialisme dan neo-PKI--- karena mereka paling sadar potensi dan sikap kesetiaan TNI sebagai tentara rakyat dan tentara nasional bersama PPKI sebagai pendiri NKRI!--VI. PENUTUP Abad XXI bangsa-bangsa modern menghadapi tantangan Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme sebagai dinamika negara adidaya merebut supremasi ideologi yang bermuara neo-imperialisme. Dinamika demikian, sinergis dengan dinamika di dalam negara masing-masing dengan gerakan reformasi. Maknanya, bangsa Indonesia dalam era reformasi menghadapi tantangan nasional, baik internasional (global) sekaligus internal (nasional). Bila dihayati secara mendasar (filosofis-ideologis), sesungguhnya gerakan reformasi bangsa-bangsa adalah pengaruh langsung maupun tidak lansgung dari tantangan yang (diciptakan) atau rekayasa global --- dari pemegang supremasi ideologi demi tujuan neo-imperialisme! Jadi, pemikiran bangsa, negara dan pemerintah seyogyanya fokus memperhatikan tantangan-tantangan yang dimaksud dalam Bagian V ini. Demikian pula sesungguhnya analisa fenomena yang diakui sebagai Masalah Mendasar dan Mendesak dalam Bagian VI adalah akibat (=bersumber) dari dinamika yang dikandung dalam subthema Bagian V dimaksud. A. Tantangan Nasional: Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dan neo-PKI/KGB! Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsa dan filsafat hidup bangsa (Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Sebagai jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi budaya dan moral politik Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45. Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme) akan hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi liberal, yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang bergaya pembela HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa bangsabangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab tetap bungkam ?! Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM individualismeegoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme 12Lab. Pancasila UM, 2010

dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme! Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan neo-PKI / KGB;! 1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialismeimperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947). 2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebihlebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme! 3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE). 4. Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme. 5. Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat. Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara federal! Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi krisis nasional yang makin menghimpit rakyat warga bangsa tercinta. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan subur bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi penyelamat kaum miskin dan buruh tani dalam NKRI! Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan terlanda ideologi neoliberalisme (neo-imperialisme) dan neo-komunisme (neo-PKI, KGB)! Mereka bangkit atas nama kebebasan (=liberalisme, neo-liberalisme), demokrasi (demokrasi liberal) atas nama HAM! Hayati dan waspadai nilai dalam fenomena Indonesia Raya sebagai terlukis dalam skema 4.

13

Lab. Pancasila UM, 2010

INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

TAP MPR *NEO-IMPERIALISME NEO-LIBERALISME SEKULARISME-PRAGMATISME DEMOKRASI LIBERAL, INDIVIDUALISME AN. HAM KAPITALISME (MATERIALISME)

U

U

D

45

NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME), KOLEKTIVISME INTERNASIONALISME MARXISME KOMUNISME ATHEISME, DIALEKTIKAHISTORISMATERIALISME

ERA REFORMASI POSTMODERNISME GLOBALISASI LIBERALISASI7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. UU No. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI): TERUTAMA PASAL 107a 107f. SEBAGAI JABARAN UUD 45 DAN TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 (KARENANYA DAPAT DITEGAKKAN SEBAGAIMANA MESTINYA). TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4 UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA . (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN PENJELASAN ) NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA SOSIO BUDAYA NUSANTARA INDONESIA

*) =

UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY) (MNS, 2007)

P A N C A S I L A skema: 4 14

Lab. Pancasila UM, 2010

B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas nasional dan NKRI. Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan alternatif pemecahannya, terutama: 1. Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik filosofis-ideologis bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen cukup memprihatinkan karena berbagai konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama demokrasi liberal dan ekonomi liberal..bermuara sebagai supremasi neo-imperialisme! 2. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan budaya anarchy (anarkhisme)! 3. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional! 4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila UUD 45. Praktek dan budaya korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan. 5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam wujud stress massal dan anarchisme! 6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral (komponen pimpinan, manusia, bangsa!)

15

MNS; Lab.Pancasila, 2010

7. Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM, dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan pelurusan sejarah ---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan Papernas. Dalam nilai kepercayaan tumbuh subur (=bangkit) berbagai aliran-aliran sesat! Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila UUD 45) dan rambu-rambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama: a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious. Artinya, warga negara RI senantiasa menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai moral Pancasila berhadapan dengan separatisme ideologi: marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan neoPKI / KGB dan antek-anteknya. b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45. c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No. I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4. d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang direvisi, terutama Pasal 107a107f). Perhatikan dan hayati isi nilai dalam skema 4 VII. MEMORANDUM NASIONAL Bagian Memorandum Nasional ini, kami harapkan perhatian dan pertimbangan kita untuk lebih memperhatikan kondisi nasional era reformasi --dengan mempertimbangkan dampak ke masa depan, apabila kondisi yang memprihatinkan sekarang tidak teratasi, bahkan terus berkembang sebagai dinamika reformasi yang dianggap sudah benar!. Menghayati fenomena reformasi, mulai degradasi wawasan nasional dan berbagai kontroversial, konflik horisontal sampai anarkhisme yang memprihatinkan kami anggap bersumber dari menyimpangnya elite dan berbagai komponen bangsa dari asas budaya dan moral dasar negara Pancasila (sebagai ideologi negara)! Karenanya, untuk penyembuhannya kita berkewajiban menegakkan dan membudayakan nilai-nilai dasar negara Pancasila, terutama sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45! Prioritas mendesak, bagaimana menegakkan budaya demokrasi yang dijiwai, dilandasi dan dipandu asas-asas sosio-budaya, sosio-psikologis bangsa dan dasar negara Pancasila sebagai modus untuk konsolidasi demokrasi yang memprihatinkan sekarang! Demikian pula dengan budaya negara hukum; bagaimana semua lembaga hukum bersama rakyat warganegara menegakkan budaya dan asas moral negara hukum demi keadilan yang dijiwai sila I-II-V sebagai cita hukum NKRI dan Bangsa Indonesia Raya! Kebijaksanaan mendasar dan mendesak ini, bukan hanya rasionalobjektif, melainkan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional imperatif. Pertimbangan demikian kami rumuskan dalam istilah Memorandum Nasional, berikut: MEMORANDUM NASIONAL I

16

MNS; Lab.Pancasila, 2010

1. Fenomena degradasi wawasan nasional dan jati diri nasional berbagai komponen bangsa, sampai elite reformasi dan elite intelektual. Mereka cenderung lebih bangga dengan budaya dan nilai-nilai liberalisme dan neoliberalisme yang memuja kebebasan dan demokrasi atas nama HAM! Mereka tidak setia apalagi bangga dengan dasar negara dan ideologi nasional Pancasila --- terbukti mereka mempraktekkan sistem neo-liberalisme baik sosial-politik (demokrasi liberal), maupun ekonomi liberal! Sadarkah kita sudah menyimpang dan mengkhianati integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang diwariskan dan diamanatkan oleh the founding fathers (PPKI) secara imperatif! 2. Fenomena berkembangnya praktek budaya dan moral politik liberalisme mulai otoda (yang cenderung lebih federal!) sampai moral politik pragmatisme-materialisme-kapitalisme (memburu materi dengan korupsi!) --bukan moral politik Pancasila yang menegakkan integritas dan martabat nasional Indonesia Raya! ---. Bagaimana 1 2 dasawarsa ke depan era reformasi apabila tidak kita audit kebenarannya berdasarkan filsafat negara dan ideologi negara Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45 --karena, Amandemen/Perubahan 1-4 mengandung distorsi dan kontroversial yang dapat kita saksikan! ---. 3. Cukup mendesak membudayakan dan menegakkan tatanan ekonomi Pancasila (ekonomi kerakyatan) yang bertujuan memberdayakan rakyat (memberantas kemiskinan dan pengangguran) --- demi rakyat yang berdaya sebagai subyek ekonomi nasional (yang berbasis pertanian, kelautan dan kekaryaan: tani, nelayan dan buruh). 4. Bagaimana negara meningkatkan pembinaan kualitas SDM yang memiliki mental-moral Pancasila dan religius, agar lebih bertanggungjawab dengan disiplin diri melayani masyarakat sebagai aparatur negara maupun sebagai pedagang dan buruh. 5. Negara meningkatkan otoritas fungsional kelembagaan (penegak hukum) untuk memberantas mental dan budaya korupsi yang mengancam integritas moral SDM nasional, ekonomi nasional, dan meruntuhkan citra bangsa dan negara Indonesia Raya. Untuk ini, antar kelembagaan penegak hukum berkewajiban meningkatkan koordinasi dalam menunaikan amanat moral nasional (terutama: POLRI, Kejakgung, KPK, dan Badan-badan Peradilan Negara). 6. Makin berkembangnya praktek budaya kebebasan (neo-lib) atas nama demokrasi dan HAM, dapat bermuara konflik dan anarkhisme. Praktek demikian bertentangan dengan asas negara hukum dan asas moral Pancasila, termasuk kesadaran kekeluargaan! Pemerintah dan para pemimpin berkewajiban memahami mengapa rakyat bertindak anarkhis; yang mungkin sebagai pemberontakan atas kondisi kehidupan rakyat yang dirasakan tidak mendapatkan hak keadilan sosial dan keadilan hukum! 7. Era reformasi dikembangkan dengan visi-misi demi kebebasan dan demokrasi atas nama HAM; termasuk TNI dipinggirkan (tidak boleh berpolitik!). Sesungguhnya, dalam doktrin TNI (saptamarga) politik TNI adalah politik negara Indonesia --- bukan politik parpol dan atau golongan ---. Maknanya, TNI adalah prajurit NKRI bhayangkari yang mengawal integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dari ancaman dalam dan luar negeri; terutama: gerakan separatisme, separatisme ideologi dan neoimperialisme yang secara tersamar (gerakan di bawah tanah) menggerogoti

17

MNS; Lab.Pancasila, 2010

NKRI. Karenanya, negara berkewajiban menegakkan visi-misi TNI sebagai prajurit dan bhayangkari negara Proklamasi 45. MEMORANDUM NASIONAL II Kami maksudkan dengan Memorandum Nasional agar semua komponen bangsa, terutama kelembagaan negara dan pimpinannya, elite reformasi dan cendekiawan-ilmuan pada PTN-PTS hendaknya meningkatkan kewaspadaan dan kesetiaan nasional demi integritas sistem kenegaraan Pancasila dan martabat nasional Indonesia Raya (Maknanya, kita berkewajiban mawas diri, mengingat dan menyadari amanat dan kewajiban nasional sebagai terumus dalam Pembukaan UUD 45, istimewa: alinea 3!). Kita semua berkewajiban meningkatkan upaya bangsa membudayakan dasar negara dan ideologi negara Pancasila sekaligus waspada adanya hal-hal mendasar berikut : 1. Fenomena praktek budaya dan moral liberalisme dan neo-liberalisme dalam era reformasi, terutama : demokrasi liberal dan ekonomi liberal yang bermuara neo-imperialisme. 2. Fenomena memuja kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM, dapat menjadi bomerang yang meruntuhkan integritas nasional dan NKRI; terutama melalui konflik horisontal dan kebangkitan PKI / KGB (=komunis gaya baru). Juga ekonomi liberal yang meruntuhkan ketahanan ekonomi kerakyatan (=ekonomi nasional, ekonomi rakyat dengan dominasi konglomerasi dan PMA/Kapitalisme). 3. Melaksanakan Pendidikan dan Pembudayaan Nilai Filsafat dan Ideologi Pancasila. 4. Menegakkan asas negara hukum RI, terutama menegakkan hukum perundangan yang berlaku dalam NKRI berdasarkan UUD 45 (Perubahan 1-4). 5. Membina SDM Pancasilais sebagai Program Unggulan (MKPK = Matakuliah Pengembangan Kepribadian), demi esensi Ketahanan Nasional. 6. Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang sinergis dengan kebangkitan PKI / KGB dalam wujud neo-imperialisme dan separatisme ideologi (marxisme-komunisme-atheisme) yang meruntuhkan martabat nasional dan moral nasional : SDM Indonesia menjadi pemuja sekularisme dan atheisme!. Fenomena ini dapat menjadi bencana nasional dan tragedi moral bahkan tragedi kemanusiaan dan peradaban!. 7. Meningkatkan pendidikan PKn mulai pendidikan dasar dan menengah; dengan ujian nasional; dan Pendidikan Pancasila di PTN-PTS (3-4 sks) disertai dengan kepustakaan nasional Filsafat Pancasila (standar nasional); bukan standar lokal!. 8. Mutlak perlu adanya kelembagaan yang melaksanakan visi-misi Pembudayaan nilai dasar negara Pancasila dan N-sistem nasional sebagai Ketahanan nasional dan integritas sistem kenegaraan Pancasila!. Alternatif kelembagaan dimaksud bersifat nasional dan mandiri, dengan nama :

Kelembagaan Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila

18

MNS; Lab.Pancasila, 2010

Negara berkewajiban membentuk Kelembagaan Nasional yang melaksanakan visi-misi Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila; dengan alternatif: Lintas Kelembagaan Kementerian dan Lembagalembaga, terutama : Kemendiknas, Kemenag, Kemendagri; Lemhannas, Wantannas, LIPI; Kemeneg. Pemuda dan Olah Raga, Kemeneg. Kominfo. Kelembagaan dimaksud dapat bekerjasama dan atau dibantu oleh berbagai PTN-PTS yang diperlukan. Sinergis dengan Kelembagaan Nasional di atas, visi-misi Pendidikan Nasional mulai lembaga pendidikan (semua jenjang); dilengkapi dengan kelembagaan khusus (seperti Bakesbang: Provinsi, Kabupaten/Kota) mengemban amanat Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila, demi terbinanya SDM Indonesia Raya yang unggulbermartabat (moral) Pancasila! Motivasi dan tujuan dalam makalah ini seutuhnya demi terlaksananya visimisi pendidikan dan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila dalam integritasfilosofis-ideologis dan konstitusional Indonesia Raya (asas imperatif): Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; sekaligus sebagai wujud aktual Ketahanan Nasional --- SDM sebagai subyek dan essensi Ketahanan Nasional terpercaya! --Demikian, semoga bermanfaat. Malang, 17 Mei 2010 Laboratorium Pancasila UM Ketua, Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, S.H (Guru Besar Emeritus UM)

19

MNS; Lab.Pancasila, 2010

Kepustakaan: Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan pustaka firdaus). Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada. _________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada. Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc. Bodenheimer, Edgar. 1962: Jurisprudence The Philosophy and Method of the Law, Massachussets, Harvard University Press. Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education. Huston Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh : Saafroedin Bahar), Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo. Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni. Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd. Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila. ------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan SosioKultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila. Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press. Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC. Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6. Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd. UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003) dan PP RI No. 6 tahun 2005. Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.

20

MNS; Lab.Pancasila, 2010

1. Negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dst (= negara berdasarkan filsafat, ideologi Pancasila = Demokrasi Pancasila); 2. Negara berdasarkan filsafat Pancasila (budaya dan moral Pancasila); 3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); menegakkan supremasi hukum demi HAM dan keadilan. Dalam tata negara RI berdasarkan UUD 45 asa moral dan budaya politik berdasarkan demokrasi Pancasila dimaksud secara formal dan institusional meliputi asas konstitusional: 1. Negara yang Berkedaulatan Rakyat, dalam makna: a. Kedaulatan (kekuasaan) di tangan rakyat; rakyat, warga negara sebagai subyek dalam negara; rakyat sebagai pewaris , pemilik (kekayaan sumber daya alam dan budaya); sekaligus rakyat bertanggungjawab atas kemerdekaan, kedaulatan, dan kelestarian bangsa negara b. Rakyat sebagai subyek dengan segala harkat-martabatnya, menentukan cita dan tujuan nasional, serta arah dan haluan negara bangsa. Karsa (kehendak, cita nasional) adalah pusat orientasi dan sumber kebijakan dan strategi nasional. c. Harkat-martabat manusia dari rakyat sebagai subyek di dalam negara, menjelma pula dalam kepemimpinan nasional yang representatif memancarkan/mewakili (jiwa, kepribadian, aspirasi) bangsa sebagai keutuhan. Artinya, manusia warga negara diakui dengan potensi dan identitas martabatnya sebagai subyek hukum, subyek budaya dan subyek moral: tiap manusia warga negara sama dan sederajat. 2. Negara Berdasarkan (filsafat Pancasila) dalam makna: a. Rakyat, bangsa dan negara Indonesia mewarisi filsafat hidup Pancasila. b. Negara berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, (= sila-sila Pancasila, sebagai dasar negara, filsafat negara). Artinya, negara berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber dari sosio-budaya bangsa, perwujudan jiwa dan kepribadian bangsa. Filsafat Pancasila secara mendasar dan intrinsik memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme religious; karenanya asas moral dan budaya politik RI memancarkan moral theismereligious.

C. Menegakkan Sistem Demokrasi Pancasila 1. Asas-asas Demokrasi Pancasila Asas kerakyatan, bermakna : a. Rakyat sebagai subyek di dalam negara. Artinya, rakyat sebagai pemangku dan penegak kedaulatan (kekuasaan) di dalam negara. b. Rakyat warga negara kedudukannya sama dan sederajat di muka hukum dan pemerintahan. c. Aspirasi rakyat (=cita karsa) hendaknya menjadi ousat dan pertimbangan dalam menetapkan kebijaksanaan negara. Asas hikmat kebijaksanaan, bermakna: a. Pemimpin hendaknya bersikap dan bertindak arif-bijaksana, adil, dan mengayomi b. Semua pemikiran dan usul yang dimusyawarhkan wajib dapat dipertanggungjawabkan secara nasional, sosial-kultural, konstitusional, akalbudi nurani dan moral (keagamaan dan Ketuhanan).

21

MNS; Lab.Pancasila, 2010

2.

c. Semua keputusan musyawarah wajib dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, sosial-kultural, konstitusional dan filosofis (Pancasila dan UUD 45) serta moral Ketuhanan/keagamaan. Asas Permusyawaratan/perwakilan, bermakna: a. Wakil-wakil rakyat dalam kelembagaan perwakilan (MPR/DPR) dipilih dari dan oleh rakyat melalui Pemilu. b. Wakil-wakil rakyat secara melembaga melaksanakan musyawarah untuk menetapkan kebijaksanaan nasional. c. Keputusan musyawarah ditetapkan berdasarkan asas mufakat atau suara terbanyak (UUD 1945 pasal 2 dan 37 dengan suara terbanyak = 2/3 jumlah yang hadir). Tata Kerja (Mekanisme) Kelembagaan Demokrasi Pancasila Berdasarkan Penjelasan UUD 45 ditetapkan bahwa: Tata kelembagaan dalam negara, meliputi: a. MPR sebagai lembaga tertinggi negara; b. Lima lembaga tinggi negara: 1) Presiden, Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan 2) Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai Dewan Penasehat Presiden 3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR, Parlemen) 4) Badan Pengawas Keuangan (BPK) 5) Mahkamah Agung (MA) (Tata kelembagaan ini disebut: Sadpraja = 6 Lembaga Tinggi dan Tertinggi Negara) Berdasarkan Penjelasan UUD 45 sistem pemerintahan negara meliputi: Sistem pemerintahan negara yang ditegakkan dalam Undang-Undang Dasar ialah: 1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). 4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab adalah di ytangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President). 5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sumber dan Landasan Demokrasi Pancasila a. Sumber: sosio budaya Indonesia dan filsafat hidup Pancasila b. Landasan: filsafat negara Pancasila dan filsafat hidup Pancasila c. Pedoman Pelaksanaakn: 1) UUD 1945 2) Tap MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 jo. Tap MPR No. I/MPR/1971 jo. Tap MPR No. I/MPR/1978, 1983, 1988, dan 1993

3.

22

MNS; Lab.Pancasila, 2010