raja

16
RAJA-RAJA YANG RAWI HADITS Oleh : Usep Taufik Hidayat 1 Nampaknya kemajuan dalam peradaban berimplikasi positif terhadap proses penguatan suatu cabang keilmuan. Penguatan ini ditandai dengan diminatinya suatu disiplin ilmu oleh semua kalangan mulai dari masyarakat akar rumput, dimana mereka selalu dianggap sebagai pemasok para sarjana muslim sampai juga kalangan bangsawan baik yang berprofesi sebagai pejabat, tokoh masyarakat atau hanya sebagai rakyat biasa. Masih ingat dalam benak kita bagaimana prestasi yang diperoleh oleh Presiden ke-6 RI, SBY, di tengah-tengah kesibukannya mengatur pemerintahan dan melayani rakyat Indonesia, ia dengan giat mampu menyelesaikan studi S-3 nya di Institut Peranian Bogor (IPB) dengan nilai sangat memuaskan. Banyak juga keturunan Nabi Muhammad Saw yang sukses dalam pendidikan, baik formal maupun non-formal, sampai mendapatkan gelar al-‘Alla>mah (semacam Guru Besar) sekaligus Profesor dalam suatu disiplin ilmu, contohnya Sayyid Muh}ammad ‘Alwi Al-Ma>liki> al-H{asani>. Juga dalam tulisan ini saya tertarik dengan keterlibatan Raja Ha>ru>n al-Rashi>d sebagai salah satu rawi dalam untaian sanad hadits-hadits tertentu. Memang sering kita mendengar bahwa ilmu itu selalu diutamakan dari harta. Harta akan menjadi beban kemanapun pemiliknya mengarah, sedangkan ilmu sebaliknya akan selalu menyertainya dengan ringan bahkan akan menolong ketika dibutuhkan. Mereka yang mempunyai stratifikasi sosial tinggi dalam masyarakat yang semakin heterogen ini semakin merasakan berkurangnya keikutsertaan mereka dalam berkhidmah di kancah sosial 1 Dosen di STAI Al-Muhajirin, Purwakarta

Upload: farkhan-yahya

Post on 05-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

raja rawi hadith

TRANSCRIPT

RAJA-RAJA YANG RAWI HADITSOleh : Usep Taufik Hidayat[footnoteRef:1] [1: Dosen di STAI Al-Muhajirin, Purwakarta]

Nampaknya kemajuan dalam peradaban berimplikasi positif terhadap proses penguatan suatu cabang keilmuan. Penguatan ini ditandai dengan diminatinya suatu disiplin ilmu oleh semua kalangan mulai dari masyarakat akar rumput, dimana mereka selalu dianggap sebagai pemasok para sarjana muslim sampai juga kalangan bangsawan baik yang berprofesi sebagai pejabat, tokoh masyarakat atau hanya sebagai rakyat biasa. Masih ingat dalam benak kita bagaimana prestasi yang diperoleh oleh Presiden ke-6 RI, SBY, di tengah-tengah kesibukannya mengatur pemerintahan dan melayani rakyat Indonesia, ia dengan giat mampu menyelesaikan studi S-3 nya di Institut Peranian Bogor (IPB) dengan nilai sangat memuaskan. Banyak juga keturunan Nabi Muhammad Saw yang sukses dalam pendidikan, baik formal maupun non-formal, sampai mendapatkan gelar al-Alla>mah (semacam Guru Besar) sekaligus Profesor dalam suatu disiplin ilmu, contohnya Sayyid Muh}ammad Alwi Al-Ma>liki> al-H{asani>. Juga dalam tulisan ini saya tertarik dengan keterlibatan Raja Ha>ru>n al-Rashi>d sebagai salah satu rawi dalam untaian sanad hadits-hadits tertentu.Memang sering kita mendengar bahwa ilmu itu selalu diutamakan dari harta. Harta akan menjadi beban kemanapun pemiliknya mengarah, sedangkan ilmu sebaliknya akan selalu menyertainya dengan ringan bahkan akan menolong ketika dibutuhkan. Mereka yang mempunyai stratifikasi sosial tinggi dalam masyarakat yang semakin heterogen ini semakin merasakan berkurangnya keikutsertaan mereka dalam berkhidmah di kancah sosial secara langsung. Hal tersebut disebabkan karena semua elemen sudah mendapatkan peranannya. Bagi mereka inilah yang dinamakan waktu senggang atau dalam bahasa Arab disebut ra>h}ah (fara>g, spare time). Bagi mereka yang cerdas akan mengisi waktu ini dengan tekun beribadah atau kembali menekuni suatu cabang keilmuan yang mereka minati.Dalam Kitab sejarah Ta>rikh al-Khulafa> yang ditulis oleh al-Suyu>t}i> (w. 911 H), saya menemukan hal-hal yang menarik tentang beberapa khalifah Bani Umayyah dan Abbasiyyah yang ikut melancarkan tranmisi periwayatan hadits. Ia diakui oleh Sai>d ibn Muslim memiliki kefahaman sebagaimana para ulama.[footnoteRef:2] Ia pernah meriwayatkan hadits tentang kebersihan mulut sebagai faktor untuk memahami al-Quran.[footnoteRef:3] Ia selalu menangis jika mendengarkan teguran tentang diri dan pemerintahannya seperti ketika disampaikan surat al-Baqarah ayat 166, ia manangis dan berteriak.[footnoteRef:4] [2: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa> (Amma>n : Da>r al-Hayth}am, 2006), 188. ] [3: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa>,, 191.] [4: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa>,, 184.]

Searah dengan Har>u>n, Umar bin Abd al-Azi>z, sosok yang dianggap sebagai khalifah kelima karena keadilannya. Sebelum ia naik sebagai khalifah, Bani Umayyah sering mengolok-ngolok Ali ra dalam setiap khutbah. Umar datang dan ia membersihkan nama baik Ali ra dan keturunannya bahkan mewajibkan kepada para mentrinya untuk membaca ayat 90 dari surat al-Nahl yang mengakui keadilan Ali ra. melalui khitab ayat yang umum. Bahkan inilah awal mula ayat ini dibaca setiap jumat oleh setiap khotib sampai sekarang.[footnoteRef:5] [5: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa>, , 157. ]

Sebenarnya masih banyak para khalifah ataupun raja-raja yang meriwayatkan hadits sebelum mereka, namun karena keterbatasan ruang dan waktu, tulisan ini hanya akan menjabarkan hadits Ha>ru>n al-Rashi>d (w. 193 H) saja. Di antara mereka, sebagaimana yang ditulis oleh al-Suyu>t}i (w. 911 H), adalah adalah al-Mans}u>r (w. 150 H)[footnoteRef:6] dan al-Mutawakkil Ala Allah[footnoteRef:7] keduanya dari khalifah Bani Abbasiyyah. [6: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyut>i>, Ta>rikh al-Khulafa>, , 175.] [7: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa>,, 225.]

RUMUSAN MASALAHDalam tulisan ini akan diteliti otentisitas matan dan kredibilitas para rawi dalam hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Ha>ru>n al-Rashi>d. Adapaun teori teori yang dipakai dalam tulisan ini adalah kaidah kesahihan hadits dan teori jarh} wa al-tadi>l. Melalui kedua teori tersebut maka akan diketahui posisi hadits tersebut.

PEMBAHASAN 1. Profil Ha>ru>n Al-Rashi>d Nama lengkapnya adalah Abu> Jafar ibn al-Mahdi> Muh}ammad ibn al-Mans}u>r Abd Alla>h ibn Muh}ammad ibn Ali> ibn Abd Allah ibn al-Abba>s. Ia juga mempunyai kunyah Abu> Mu>sa. Ia dilahirkan di al-Ray. Ketika dilahirkan ayahnya menjabat amir untuk wilayah al-Ray dan Khurasa>n pada tahun 148 H. Ibunya bernama Khayzara>n, yang juga melahirkan al-Ha>di>.Perawakan Sang Khalifah ini berkulit putih dan tinggi, ganteng, lisannya fasih ia kaya dengan pandangan ilmu dan sastra. Sepanjang hayatnya, ia selalu shalat setiap hari seratus rakaat. Ia tidak meninggalkannya kecuali karena sakit. Ia selalu bersedekah dengan hartanya dengan seratus dirham. Yang menonjol dibandingkan dengan khalifah lainnya baik dari Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyyah adalah penghormatannya terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ia sangat menjunjung tinggi keilmuan dan membenci riya dalam agama. Ia mampu menjelaskan ayat-ayat yang bertentangan dan menyampaikannya dari Bishr al-Muraysi.[footnoteRef:8] [8: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa>, 183. ]

Walupun otorits keserjanaan Ha>run al-Rashi>d kredibilitasnya semakin baik, bagi sebagain seorang kritikus hal ini lumrah, karena ia hidup di masa puncak kejayaan Islam. Sebaliknya dari itu ia banyak menerima kritikan. Ia dianggap sebagai khalifah yang menghabiskan waktunya dengan pusisi (poet) dan wanita. Ia menjaga karak degan rakyatnya, mengganti gaya hidup Nabi yang sederhana Nabi dan pemimpin sebelumnya dengan mengelaborasi gaya pemimpin yang congkak. Ia menyerahkan urusan umatnya kepada wazir sekaligus memperkuat administrasi kementrian terkait. Semakin lemahnnya otoritas keagamaan para khalifah ini telah dimulai sejak masa Bani Umayyah yang mencapai titik kulminasinya masa Abbasiyyah.[footnoteRef:9] Hal ini menjadi pertimbangan sulitnya otoritas kredibilitas seorang khalifah menjadi seorang rawi hadits. Namun, data ini saja tidak cukup karena terkadang ada seorang rawi yang mampu menjaga agar urusan politiknya tidak dibawa ke dalam ranah pendidkan, terlebih periwayatan hadits, yang tanggung jawabnya kepada Allah. [9: The Scholars are Heirs of The Profhet, State University of New York Press, Albany (2006) : 11.]

PERANAN HAd searah kebijakannnya dengan Yunani Kuno. Bahkan ini terlihat jelas dengan banyaknya proyek terjemah terhadap literatur Yunani yang bercorak filsafat dalam berbagai bidang keilmuan. Penghargaan terhadap keilmuan pada masa ini dapat digambarkan dengan pribahasa "the ink of scholar is equal to the blood of martyr artinya tinta para sarjana sama ampuhnya dengan darah yang mengalir karena tembakan martir. Walaupun pada masa pasca Nabi dan khulafa al-Ra>shidi>n adalah masanya eksvansi Islam sebagai jalan mendakwahkan agama Islam, sehingga tidak boleh tidak harus banyak mengalirkan darah para syuhada, namun tidak menyurutkan Bani Abbasiyah untuk menghargai secara seimbang dengannya berbagai inovasi keilmuaan. Puncak keemasan pada Ha>ru>n al-Rashi>d ini diandai dengan tidak adanya rival yang mampu menandingi Islam dalam bidang sains, filsafat, kedokteran dan pendidikan. Ia berhasil mendidikan perpustakaan pertama dalam sejarah Islam, Da>rul H{ukama (House of the Wisdom), yang selanjutnya kepemimpinannya diserahkan kepada Al-Fad}l ibn Naubakht. Sebagai sarjana reformer dan ahli terjemah. Namun, Ha>ru>n berhutang besar kepada perdana mentri Y{ah}ya al-Barmaki yang mampu bersikap ngemong (akomodir) semua sarjana sampai yang berasal dari daratan jauh juga untuk mengumpulkan karya sastra yang bervariatif.[footnoteRef:10] [10: Zahid Ashraf Wani and Tabasum Maqbool, The Islamic Era and Its Importance to Knowledge and the Development of Libraries, Library Philosophy and Practice ( 2012) : 3, http://digitalcommons.unl.edu/libphilprac (Accesed November 5, 2014). Lihat juga Alnoor Dhanani, Muslim Philosophy and the Sciences, The Muslim Almanac (1996), The Institute of Ismaili Studies (2006), 5.]

Namun selain dari aspek keilmuan, ia juga berhasil mengintegrasikan budaya, meningkatkan kesusatraan melalui syair dan puisi. Juga berhasil menciptakan arsitektur terutama istana megah (palacee), bangunan masjid (mosque) dan perkebunan (garden).[footnoteRef:11] Seolah ia mampu me-refresh negaranya, dari kelelahan kerumitan intelektual dengan segarnya keindahan arsitektur masjid dan kesegaran perkebunan serta tamannya. Sehingga dengan cerdas Ha>ru>n amampu menjalankan proyek keilmuannya ini secara konstan dan terevaluasi dengan baik [11: Hans H Wellisch, The First Arab Biblioghrafy : Fihris al-Ulu>m, Occasional Papers no. 175 (1986) Urbana : University of Illionist (2007) : 3. ]

Di dalam buku-buku sejarah, peradaban selalu diidentikkan dengan adanya kemajuan dalam bentuk fisik bangunan dan inovasi dalam sains yang langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Jarang sekali para sejarawan termasuk sejarawan muslim yang menjadikan kemajuan dalam bidang ilmu agama sebagai barometer majunya peradaban satu bangsa. Misalkan pada masa Ha>ru>n al-Rashi>d jarang sekali diceritakan para ahli hadits mendapatkan reward dari pemerintahan. Menurut Meltchert, Ha>ru>n mempunyai kepedulian tinggi terhadap ilmu hadits. Ia bahkan melarang adanya paham heteredoks. Ia membakar buku-buku mereka dan melarang penganutnya untuk kuliah. Para ahli hadits beralasan bahwa mereka dilarang membakar buku-buku tentang ajaran heterodoks karena buku itu mahal. Yang kedua karena seandainya buku-buku dibakar, namun ajaran tersebut masih bisa dipertahankan oleh mereka melalui tradisi oral.[footnoteRef:12] [12: Christhopert Meltchert, The Destruction of The Books by Traditionist, AL-QANT{ARA, XXXV, no.1 (June 2014) : 226-227.]

HADITS-HADITS HArikh al-Khulafa>. [footnoteRef:14]. [13: Ma}mu>d T{ah}h}a>n, Taysi>r Mus}t}ola>h} al-H{adi>t>h (Bayru>t : Da>r al-Fikr, tt), 165.] [14: Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar, Ta>rikh al-Khulafa>, , 178-196.]

Hadits yang diriwayatkan oleh Ha>ru>n al-Rashi>d umumnya berbicara tentang Ahl Bayt, famili dan nenek moyanngya ke atas. Ada juga yang temanya tentang kebersihan dan keutamaan al-Quran. Tema yang terakhir ini akan penulis kaji berdasarkan metode penelitian hadits.

REDAKSI HADITS DAN TAKHRIJNYA

: (( )).Artinya : Telah diriway atkan oleh Muhammad bin Ali, dari Sai>d ibn Jubayr, dari Ibn Abba>s dari Ali ibn Abi> T{a>lib, ia berkata : Nabi Saw. Bersabda Bersihkanlah mulutmu, karena sesungguhnya mulutmu jalan menuju syurga.Hadits yang semakna dengan ini di dalam Kutub al-Sittah hanya ditemukan satu hadits saja, yaitu dalam kitab Sunan Ibn Majah. Hadits yang semakna ini juga sama-sama berasal dari Ali (w. 40 H). Kedua hadits ini bertemu pada sahabat Said ibn Jubayr. Ibnu Majah menuliskannya dalam Kita>b al-T{aha>rah (bab bersuci), bab al-siwa>k (bersiwak).[footnoteRef:15] Namun ada hal yang menarik pada status hadits pembanding ini bahwa al-Alba>ni mensahihkan hadits ini padahal jauh sebelumnya dalam kitab al-Zawa>id hadits ini sanadnya dianggap dhaif.[footnoteRef:16] Tentu saja penelitian kesahihahn hadits dalam tulisan ini akan membantu mewasiti perselisihan keputusan ini. [15: Abu Abd Allah Ibn Majah Muh}ammad ibn al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah ( Bayru>t : Maktabah Abi al-Mua>t{i>, tt), jilid 1, 194. No hadits 291.] [16: Abu Abd Allah Ibn Majah Muh}ammad ibn al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah (Bayru>t :Dar al-Fikr, tt), jilid 1, 106. No hadits 291.]

BIOGRAFI RAWIDi dalam diskursus kritik rija>l al hadi>th ada kesepakatan bahwa para sahabat itu adil semuanya. Maksud dari makna keadilan disini adalah ke-adalah-an mereka yang meliputi muru>ah (kepribadiannya) terpelihara dengan baik. Mereka tidak mungkin untuk berbuat kebohongan atas nama Nabi mengingat loyalitas mereka yang sangat tinggi kepadanya. Juga ke-d}a>bit}-an mereka tidak diragukan lagi. Mereka adalah para penghapal al-Quran dan mampu merekam potret Nabi dari seluruh sisi kehidupan Nabi bahkan menghapalnya secara leterlek.Di dalam hadits ini ada 3 sahabat yang meriwayatkan secara vertikal ke bawah. Ini menandakan bahwa hadits ini menyebar luas di antara para sahabat. Ali (w. 40 H), Ibnu Abbas (w. 68 H) dan Said bin Jubayr ini tidak perlu biografi mereka disampaikan untuk diteliti dari aspek jarh} wa al-tadil- nya. Sehingga penulis langsung melakukan studi kritik sanad (naqd al-sanad) mulai dari rawi Muh}ammad bin Ali. 1. Muh}ammad ibn Ali> Nama lengkapnya adalah Muh}ammad ibn Ali> ibn Abd Allah ibn Abba>s ibn Abd al-Mut}allib al-Qurashi> al-Ha>shimi>. Kunyahnya Abu> Abd Allah al-Ma>dini>. Ia adalah saudara Daud ibn A{li>. Ibunya bernama Ummu A{liyah yang masih satu kakek dengan ayahnya. Ia dilahirkan di suatu desa H{ami>mah, suatu dataran di al-Shira>h yang ada disudut kota al-Bulaqa>. Ia dikenal sebagai Abu al-Khulafa> (bapak para khalifah) karena kedua anaknya pendiri dan penerus dinasti Abasiyah, yaitu Abu al-Abba>s al-Safah dan Abu> Jafar al-Mans}u>r.Guru-gurunya yang penulis temukan di dalam kitab Tahdhi>b al-Kama>l adalah Sai>d ibn Jubayr, kakeknya sendiri Ibn Abba>s. Ada komentar dari al-Mizzi bahwa riwayat dari keduanya ini dianggap sebagai hadits mursal. Selanjutanya gurunya yang lain Abu Ha>shim al-H{anafiyah, ayahnya sendiri dan juga dari raja Bani Umayyah yang terkenal keadilannya Umar ibn Abd al-Azi>z. Adapun murid-muridnya adalah H{abi>b ibn Abi> Thabi>t, H{akam ibn Mus}ab, Abd Allah ibn Sulayma>n al-Maws}u>li>, kedua anaknya yang disebutkan sebelumnya, Abd Alla>h ibn Muammil al-Makhzu>mi>, Aqi>l ibn Kha>lid al-Ayli>, saudaranya yang bernama Im ibn Urwah dan Yazi>d ibn Abi> Ziya>d.Muhammad ibn Ali dienal oleh Khali>fah ibn Khayya>t} sebagai penduduk Sha>m generasi ketiga. Perawakannya tinggi sehinnga banyak kaum wanita yang menginginkannya, namun tingginya hanya sebatas bahu ayahnya Ali. Yang menarik dari informasi ini adalah bahwa ia sering menjadi konselor bagi warga Syiah yang sedang menghadapi permasalahan. Ia dianggap lebih bijak dari gurunya sendiri, Abu> Ha>shim, terkait Syiah. Namun ia tidak dianggap telah mengalami tashayyu (masuk syiah). Namun yang menarik adalah berita ini bisa dijadikan data untuk pelacakan geneologi komunitas Syiah di negri Syam yang notabene sampai sekarang umat muslimnya mayoritas Sunni.Sebelum mengakhiri penilaian tentang rawi, ditemukan komentar tambahan dari Ibn Hajar al-Asqala>ni> (w. 852 H) bahwa Ali ibn Muh}ammad dimasukan oleh Ibn Hiba>n sebagai rawi yang thiqah, bahkan Mus}ab mengatakan selain itu juga seorang t}ubu>t dan mashhu>r. Walaupun riwayatnya yang berasal dari kakeknya ini perlu dipertanyakan namun tidak ada illat (alasan) yang menolak kredibilitasnya.[footnoteRef:17] [17: Ibn Hajar al-Asqala>ni, Tahdhi>b al-Tahdhi>b , nomor rawi 589, jilid 9, 316.]

Kredibilitas Muh}ammad ibn Ali di tengah-tengah ulama hadits dengan spesifikasi jarh} wa tadil tidak secemerlang rawi lainnya, bahkan al-Bukha>ri> (w. 256 H) menghindarinya. Menurut Abu Ha>shim ia seorang yang kealimannya tidak tertandingi. Ia dijadikan Imam oleh para khalifah, dianggap dai, penulis yang keputusannya ditaati oleh para pejabat. Namun sayang para muhaddits senior seperti A>mir al-Shab, Ibn H{iba>n, Ibn Abu> Ha>tim dan lain-lainnya tidak mengomentarinya padahal pandangan mereka sangat dibutuhkan.[footnoteRef:18] Namun walaupun demiikian posisi ia adalah maqbu>l dan madu>l. Sisi kehidupan yang lainnya, kedekatannya dengan Syiah dan sangat koperatif dengan pemerintah tidak menyebabkan kredibilitasnya sebagai rawi hadits menjadi lemah. [18: Abu al-H{ajja>j Yu>suf ibn Zaki> Abd al-Rah}ma>n , Tahdhi>b al-Kama>l (Bayru>t : Muassasah al-Risa>lah, 1980), jilid 26, 153-155, nomor rawi 5485. Lihat juga Ibn Hajar al-Asqala>ni, Tahdhi>b al-Tahdhi>b , nomor rawi 589. Informasi dari kedua sumber sangat sesuai Ibn H{ajar membenarkan bahwa al-Bukha>ri> tidak meriwayatkan, selain itu 5 penulis Kutub al- Sittah tidak sependapat dengan Amir al-mukminin dalam kajian hadits ini.]

Dari data diatas tidak ditemukan bahwa ia meriwayatkan hadits ini ke Ha>run al-Rahi>d, sebagaimana yang ditulis al-Suyu>t}i> (w. 911 H). Mungkin kalau ia menyandarkannnya ke al-Safa>h dan al-Mans}u>r. Namun ia masih dianggap sebagai seorang rawi yang keadalahan dan kedhabitannya dapat diterima. Sehingga bisa disimpulkan hadits ini munqot}i para rawi yang kebetulan sang khalifah sendiri. Hadits ini tergolong dalam karegori hadits Ali ditinjau dari konteks sanadnya. Sanadnya sangat pendek sekali dan langsung diriwayatkan oleh 3 sahabat sekaligus, sehingga penelusuran lebih lanjut tidak usah dilakukan. Namun perlu dikaji ulang tentang biografi Ha>ru>n al-Rashi>d apakah kredibilitas dan otoritas ia sebagai rawi hadits kuat atau sebaliknya. 2. Ha>ru>n al-Rashi>dPosisi Ha>ru>n sebagai rawi sangat sulit dilacak, terutama mengenai keadalahannya. Hal ini kemungkinan adanya beberapa sebab, misalkan, posisinya sebagai dengan raja menyebabkan para rawi segan untuk berkomenar tentang raja. Kedua, jarangnya ia bercampur dengan para ulama terutama para ahli hadits menyebabkan adanya evaluasi terhadapnya sebaga ahli hadits menjadi agak sulit. Namun kedua sebab tersebut bagi penulis tidak mutlak karena buktinya ia mampu meriwayatkan hadits, yang salah satunya sedang dibahas ini. Di dalam kitab-kitab rawi hadits dan jarh} wa tadi>l seperti dalam Tahdhi>b al-Kama>l, al-Thiqa>t oleh Ibn H{iba>n, Lisan al-Mi>za>n dan Tahdhi>b al-Tahdhi>b semuanya tidak ditemukan adanya nama Ha>ru>n al-Rashi>d dalam urutan para rawi yang dibahas secara spesifik. Namun, penulis hanya menemukan komentar, pandangan dan keterkaitan yang lainnya dari aspek pemerintahanya pada masa Bani Abbasiyyah.Diantara potret kemahiran ia dalam hadits mungkin ketika ia menyalahkan seorang rawi bernama Abu> al-Buh}turi> yang dianggap telah membuat hadits palsu. Diriwayatkan ketika Ha>run sedang menerbangkan burung dara peliharaannya, ia ditemuai oleh sang qhadi tersebut. Ha>ru>n memintanya untuk berkomentar tentang burung dara. Sang hakim kemudian mengutif sebuah hadits yang berbunyi, La> sabaqa illa> fi khaffin wa h}a>firin wa jana>h}in. Ternyata Ha>run sudah hapal hadits tersebut, bahwa redaksinya tidak ada kata jana>h (burung dara), sehingga Abu al-Buh}tu>ri> ketahuan telah memalsukan hadits.[footnoteRef:19] [19: Ibn Sha>hi>n, Ta>rikh Asma> al-D{uafa> waal-Kadhdha>bi>n (Bayru>t : Al-Maktabah al-Raqmiyyah, 1989), jilid 1, 153. Hadits ini ditemukan ketika membahas rawi hadits palsu yang bernama Ghiya>th bin Ibra>hi>m.]

Sungguh ini adalah kejelian seorang raja yang cinta ilmu, dalam hadits yang berstatus mawdlu juga bisa disebut hadits mudraj (sisipan), Ha>ru>n mampu menganalisa dan membedakannya dengan hadits yang sahih. Walaupun demikian tetapi fakta ini belum cukup untuk mengatakan Ha>ru>n al-Rashi>d seorang rawi yang diterima haditsnya.Kepedulian dan perhatian Ha>ru>n tidak hanya terhadap haditsnya itu sendiri, tetapi juga ia sangat menghormati dan perhatian dengan para rawi hadits. Rasa intelektual yang ia miliki memberikan dorongan untuk selalu mengetahui siapakah di antara mereka yang kredibilitas intelektualnya, terutama dalam hadits, disepakati oleh mayoritas ulama. Ia pernah bertanya tentang hadits yang paling alim dalam hadits. Ketika itu jawabannya adalah H}usayn bin Ali> al-Jufi>.[footnoteRef:20] Ia juga berkomentar tenytang Ma>lik bin Anas yang (w. 171 H) dalam pandangannya Ma>lik adalah seorang ulama yang paling berwibawa pada masanya, dan Fud{ayl yang paling wirai.[footnoteRef:21] [20: Ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tadhi>b al-Tahdhi>b, juz 2, 309.] [21: Ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Tadhi>b al-Tahdhi>b, juz 8, 266.]

Ha>ru>n al-Rashi>d meninggal tahun bulan Juma>d al-Afii>, tahun 204 H. Ketika itu usianya berkisar 45 tahun [footnoteRef:22] [22: Muh}ammad ibn Ali ibn Imra>ni>, Al-Inba> fi Ta>rik al-Khulafa> (al-Qa>hirah : Da>r al-Aq al-Arabiyah, 2001), jilid 1, 75. Lihat juga saat-saat menjelang wafatnya dalam Ibn Kathi>r, al-Bida>yah wa al-Niha>yah (Da>r Ih}ya> al-Tura>th, 1988), jilid 10, 231. ]

Berdasarkan kitab-kitab biografi rawi hadits, penulis tidak menemukan komentar para ahli hadits klasik tentang Ha>ru>n. Maka akhirnya penulis taawaquf, dan tidak akan menentukan status hadits ini sampai datang informasi selanjutnya dari kritikus hadits lain

KESIMPULAN

Dari data-data yang didapatkan, penulis menyimpulkan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Ha>run al-Rashi>d tentang anjuran kebersihan mulut ketika akan membaca al-Quran statusnya masih belum diketahui. Dari segi sanadnya, hadits di atas memang bersambung sampai kepada Nabi. Namun rawi Ha>ru>n al-Rashi>d karena penulis belum menemukan komentar ulama jarh} wa al-tadi>l, maka penulis bersikap tawaquf>. Akann tetapi hadits ini diuntungkan dari sisi matannya. Hadits ini bebas dari illat dan shadh. Kesalahan yang dilakukan oleh Ha>ru>n dalam konteks politiknya tidak mempengaruhi statusnya sebagai rawi hadits yang otoritatif dan kredibel. Ke-adalah-an sang raja dalam meriwayatkan hadits masih dapat dipertanggung jawabkan. Apa yang dimiliki oleh Sang Raja ini memberikan pemahaman bahwa sudah seharusnya seorang pemimpin menjadi teladan dalam mengembangkan ilmu dan teknologi. Seorang pemimpin boleh dari latar belakang profesi sebelumnya sebagai seorang teknokrat, peneliti atau bahkan mungkin dokter.

DAFTAR PUSTAKASumber buku :al-Asqala>ni, Ibn H{ajar. Tahdhi>b al-Tahdhi>b , nomor rawi 589, jilid 2,8, 9, 316.Ibn Majah, Abu Abd Allah Muh}ammad ibn al-Qazwi>ni>. Sunan Ibn Ma>jah. Bayru>t : Maktabah Abi al-Mua>t{i>, tt, jilid 1Ibn Kathi>r. al-Bida>yah wa al-Niha>yah. Da>r Ih}ya> al-Tura>th, jilid 10, 1988. Ibn Sha>hi>n. Ta>rikh Asma> al-D{uafa> waal-Kadhdha>bi>n. Bayru>t : Al-Maktabah al-Raqmiyyah, jilid 1, 1989.Al-Mizzi>, Abu al-H{ajja>j Yu>suf ibn Zaki> Abd al-Rah}ma>n. Tahdhi>b al-Kama>l. Bayru>t : Muassasah al-Risa>lah, jilid 26, 1980.Muh}ammad ibn Ali ibn Imra>ni>. Al-Inba> fi Ta>rik al-Khulafa>. al-Qa>hirah : Da>r al-Aq al-Arabiyah, jilid 1, 2001. al-Suyu>t}i>, Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar. Ta>rikh al-Khulafa>. Amma>n : Da>r al-Hayth}am, 2006. T{ah}h}a>n, Ma}mu>d. Taysi>r Mus}t}ola>h} al-H{adi>t>h. Bayru>t : Da>r al-Fikr, tt.

Sumber digital :

Dhanani, Alnoor. Muslim Philosophy and the Sciences. The Muslim Almanac (1996), The Institute of Ismaili Studies (2006), 5. Meltchert, Christhopert. The Destruction of The Books by Traditionist, AL-QANT{ARA, XXXV, no.1 (June 2014) : 226-227. The Scholars are Heirs of The Profhet, State University of New York Press, Albany (2006) : 11.Wani, Zahid Ashraf and Tabasum Maqbool. The Islamic Era and Its Importance to Knowledge and the Development of Libraries. Library Philosophy and Practice ( 2012) : 3, http://digitalcommons.unl.edu/libphilprac (Accesed November 5, 2014). Wellisch, Hans H. The First Arab Biblioghrafy : Fihris al-Ulu>m. Occasional Papers no. 175 (1986) Urbana : University of Illionist (2007) : 3. .