ragam kelainan plasenta dan tali pusat (1)
TRANSCRIPT
RAGAM KELAINAN PLASENTA DAN TALI PUSAT
PLASENTA
1. Plasenta Previa
Artinya, plasenta menutupi jalan lahir. Seharusnya posisi plasenta ada di atas atau
tepatnya di sisi atas lapisan Nitabuch/Desidua (selaput lendir rahim). Plasenta previa terjadi
karena plasenta tidak mau menempel di Nitabuch, lokasi bekas plasenta sebelumnya (kakaknya),
bekas operasi, bekas terkena infeksi, atau pernah hamil kembar. "Dengan bahasa lain, plasenta
menyukai dinding rahim yang masih mulus."
Gangguan ini bisa diketahui lewat USG sejak usia kandungan 17 minggu, walaupun
sebenarnya ada kemungkinan letaknya berubah. Seiring bertambahnya usia kehamilan, plasenta
bisa saja kembali ke posisi yang seharusnya. Bukan karena plasentanya berpindah, tapi
pembesaran rahimlah yang membuat plasenta semakin tertarik ke atas. Sebaliknya, jika sampai
usia kehamilan 36 minggu posisi plasenta masih tetap menutup jalan lahir, maka saat hari
persalinan tiba, dokter akan melakukan tindakan sesar. Ini dilakukan demi keselamatan ibu
maupun bayi.
Hanya saja, bagi ibu hamil yang telah terdeteksi mengalami plasenta previa disarankan
tidak melakukan hubungan intim selama kehamilan, selain juga jangan terlalu capek, dan jika
terjadi perdarahan harus segera ke dokter.
2. Plasenta Lengket
Ini adalah kasus yang cukup gawat karena bisa menyebabkan perdarahan yang berakhir
dengan pengangkatan rahim. Pada keadaan ini, trofoblas atau jaringan-jaringan plasenta yang
berfungsi mengangkut makanan dan oksigen untuk bayi tidak pada posisi seharusnya atau
menempel dan berada di lapisan Nitabuch, tapi malah menembus lapisan Nitabuch hingga ke
otot rahim.
Kasus plasenta lengket dibedakan menjadi tiga, yaitu plasenta pakreta, plasenta inkreta,
dan plasenta perkreta. Untuk kasus plasenta perkreta jaringan atau pipa pembuluh darah plasenta
sampai menembus ke usus. Tembusnya jaringan atau pipa-pipa pembuluh darah tersebut keluar
Nitabuch bisa disebabkan banyak hal, yaitu ibu punya anak lebih dari lima (plasenta tidak mau
berada di lapisan dinding rahim yang sudah rusak), sering dikuret, sering infeksi, sering
keguguran, bekas sesar, pernah plasenta previa, atau pernah melakukan operasi miom.
Namun jangan panik, kasus ini bisa dideteksi sejak dini dengan USG berwarna, baik yang
2 dimensi maupun 4 dimensi. Namun demikian, dokter tetap tidak bisa mengubahnya. Jadi, USG
hanya berguna sebagai alat pemantau. Jika semakin parah, ibu terpaksa dioperasi dan diangkat
rahimnya. "Jika tidak, ibu akan mengalami perdarahan yang sangat hebat yang bisa
menyebabkan kematian ibu dan jabang bayi." Sekalipun demikian, akan diusahakan untuk
melakukan operasi setelah janin berusia 38 minggu.
3. Tumor Plasenta
Yang dimaksud adalah jika pada plasenta terdapat benjolan. Menurut Judi, tumor yang
ganas bisa merusak dan menembus Nitabuch, lalu berkembang hingga ke bagian luarnya. Untuk
menghilangkannya, kandungan ibu bisa-bisa harus diangkat. Sayangnya, hingga saat ini belum
diketahui penyebab munculnya tumor pada plasenta. Begitu pula, belum ditemukan obat yang
bisa menghalaunya, kecuali dilakukan operasi berbarengan saat melahirkan. Sekalipun begitu,
tumor plasenta bisa dideteksi sejak usia kandungan 18 minggu dengan USG dua dimensi.
Bila tumornya besar/ganas tentu saja berdampak bukan cuma pada ibu, tapi juga pada si
bayi. Misalnya, terjadi perdarahan, gangguan aliran darah ke bayi, atau penyebaran keganasan.
Persalinannya bisa ditunggu sampai cukup bulan, juga bisa lewat jalan lahir normal. Bila
tumor tersebut menghalangi jalan lahir atau terjadi gawat janin akibat gangguan aliran darah,
persalinan dilakukan lewat operasi sesar.
4. Plasenta Kembar atau Bilobata
Kasus plasenta kembar bisa menyebabkan perdarahan kala ibu memenjalani persalinan.
Pasalnya, dokter/bidan yang menangani biasanya tidak mengira ibu memiliki dua plasenta,
sehingga setelah plasenta pertama keluar menyusul kelahiran bayi, plasenta satunya dibiarkan
tertinggal di dalam. Inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan, infeksi, dan ukuran rahim
tetap besar sekalipun telah lewat 40 hari.
Fungsi si kembar ini sama dengan plasenta umumnya, yaitu menyuplai makanan ke bayi.
Penyebabnya sendiri hingga saat ini tidak ada yang tahu. Namun, ibu tetap bisa melahirkan
secara normal jika letak kedua plasentanya di atas.
Sekalipun bisa dideteksi dengan USG, baik dokter atau bidan yang menolong persalinan
harus meneliti bentuk plasenta ibu. Jika di situ ditemukan selaput ketuban, baik ada atau tidak
ada pembuluh darah yang putus, berarti semuanya oke. Namun jika sebaliknya, kemungkinan
ada kembaran plasenta yang masih tertinggal di dalam.
B. TALI PUSAT
1. Di Luar Ukuran Normal
Umumnya, panjang tali pusat berkisar antara 55 hingga 60 cm. Kelainan ukuran biasanya
ditandai jika panjangnya kurang dari 50 cm dan lebih dari 70 cm. Tali pusat terpendek yang
pernah dilaporkan adalah sepanjang 2,5 cm. Sedangkan yang terpanjang pernah ditemui sekitar
300 cm.
Tali pusat terlalu pendek atau terlalu panjang tidak berpengaruh terhadap pemberian
makanan dan oksigen pada janin. Akan tetapi, tali pusat yang terlalu pendek atau terlalu panjang
dan melilit dapat mempersulit proses persalinan. "Pada saat persalinan, janin yang sudah turun ke
jalan lahir biasanya naik lagi karena tertahan tali pusat ini. Tiap kali janin akan turun, tali pusat
semakin kuat menahan. Ini biasanya terlihat selama proses persalinan, dengan tidak terjadinya
kemajuan pada penurunan janin. Pada keadaan yang ekstrem dapat terjadi terlepasnya plasenta
sebelum janin lahir
Tali Pusat Pendek
Kasus ini sekalipun tidak terlalu berat, belum bisa terdeteksi oleh alat canggih manan pun.
Penyebabnya, kata Judi, tali pusat di dalam rahim melilit-lilit, sehingga sangat tidak mungkin
untuk diukur dari luar.
Panjang tali pusat, normalnya 50-60 cm. Bila di bawah 40 cm berarti pendek. Nah, jika kasusnya
seperti ini, mau tidak mau proses persalinan harus dilakukan dengan cara sesar karena bayi tidak
akan bisa mencapai jalan lahir. Kecuali kalau tali pusatnya berada di bawah, si bayi bisa
dilahirkan normal. "Bila plasenta berada di atas dan bayi dipaksa keluar lewat jalan lahir, maka
rahim bisa ikut tertarik atau inversio uteri." Di Indonesia kasus ini cukup banyak ditemukan.
Tali Pusat Panjang
Sebaliknya, tali pusat dikatakan panjang jika lebih dari 60 cm. Ukuran ini tidak perlu terlalu
dikhawatirkan karena persalinan bisa dilakukan secara normal. Bahaya baru terjadi jika tali pusat
yang panjang itu melilit leher janin.
Kasus seperti ini untungnya bisa dideteksi dengan alat USG dua dimensi. Lagi pula, belum tentu
lilitan itu berlangsung hingga waktu persalinan tiba, karena janin di dalam rahim selalu bergerak,
sehingga ada kemungkinan ia terlepas dari lilitan. Hanya saja, setelah itu masih ada
kemungkinan ia akan terlilit lagi.
2. Kelainan Insersi
Insersi adalah tempat masukan (muara) yang menempel ke plasenta. Normalnya, insersi
tali pusat di plasenta terletak di tengah. Tetapi dalam keadaan tertentu terjadi insersi tali pusat
yang letaknya di tepi plasenta (plasenta battledore) dan insersi tali pusat letaknya jauh di luar
plasenta, yaitu di daerah membran (insersi velamentosa).
Insersi tali pusat Battledore
Pada kasus ini tali pusat terhubung ke paling pinggir plasenta seperti bet tenis meja. Insersi yang
terletak di tepi plasenta tidak berpengaruh buruk pada janin sebab pada umumnya dalam hal
pemberian makanan dan oksigen ke janin tidak berpengaruh. Kondisi ini tidak bermasalah
kecuali sambungannya rapuh.
Insersi tali pusat Velamentous
Tali pusat berinsersi ke dalam membran agak jauh dari pinggir plasenta. Pembuluh darah
umbilikus melewati membran mulai dari tali pusat ke plasenta. Bila letak plasenta normal, tidak
berbahaya untuk janin, tetapi tali pusat dapat terputus bila dilakukan tarikan pada penanganan
aktif di kala tiga persalinan.
Insersi velamentosa bisa berbahaya bila terjadi vasa previa, jika ketuban pecah, dan pembuluh
darah tersebut ikut pecah yang berarti pula terjadi perdarahan dari janin. Gejala klinis vasa previa
adalah ketuban pecah diikuti perdarahan, dan terjadi gawat janin. Kematian janin pada pecahnya
vasa previa mencapai 60-70%. "Kematian pada janin ini disebabkan perdarahan yang berasal
dari janin dan keterlambatan mengetahui bahwa perdarahan berasal dari vasa previa. Umumnya
bila pada pemeriksaan dijumpai adanya vasa previa, kehamilan diakhiri dengan bedah sesar
sebelum terjadi pecahnya selaput ketuban
3. Kelainan Diameter
Yang dimaksud diameter tali pusat adalah ukuran besar tali pusat. Tak dapat dipastikan
berapa sebenarnya ukuran normal karena pada setiap bayi berbeda-beda. Lagi pula lebar
diameter ini tidak dapat dipatok dengan ukuran sentimeter, karena belum ada metode khusus
untuk mengukur diameter tali pusat. Umumnya besar diameter sesuai dengan perkembangan bayi
"Contoh, bila bayinya besar, tentu diameter tali pusatnya besar. Sedangkan bila janin kecil,
dengan sendirinya diameter tali pusatnya sesuai ukuran tubuhnya. Yang menjadi problem, bila
diameter tali pusatnya dianggap kekecilan untuk ukuran janin karena dapat berpengaruh pada
penyaluran oksigen dan darah." Pada janin dengan perkembangan yang terhambat biasanya
diameter tali pusatnya juga kecil.
Metode khusus untuk mengetahui apakah aliran darah tali pusat cukup atau kurang adalah
dengan cara pemeriksaan dopler aliran darah tali pusat. Bila aliran darah tali pusat terhambat,
bisa menimbulkan gangguan perkembangan pada janin.
4. Terlilit Tali Pusat
Lilitan tali pusat umumnya terjadi sebelum kehamilan cukup besar. Paling sering pada
trimester kedua dimana bayi masih bisa bergerak dengan aktif dan leluasa. Bahkan terkadang
melakukan gerakan ekstrem seperti bersalto. Bila tali pusatnya panjang, kemungkinan dapat
terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat ini bisa terjadi di leher, di bahu atau di lengan dan tidak
selalu berakibat buruk.
Adanya lilitan tali pusat di leher dalam kehamilan pada umumnya tidak menimbulkan
masalah. Namun dalam proses persalinan dimana mulai timbul kontraksi rahim dan kepala janin
mulai turun dan memasuki rongga panggul, maka lilitan tali pusat menjadi semakin erat dan
menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya,
suplai darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke janin akan berkurang, yang
mengakibatkan janin menjadi sesak atau hipoksia.
Namun jika lilitan tali pusat terjadi berkali-kali, sementara tali pusatnya tidak panjang, ini
yang bisa berdampak buruk pada bayi. Sebab saat bayi turun ke bawah, tali pusat bisa
menahannya untuk turun. "Umumnya dokter langsung memutuskan untuk sesar."
Lilitan tali pusat pada leher sangat riskan, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. "Dapat
diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan
makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin."
Meski lilitan tali pusat dapat diketahui lewat pemeriksaan USG, dokter dapat saja
membiarkan sampai proses persalinan tiba. "Karena lilitan tali pusat tidak bisa dilepas. Yang
dilakukan dokter adalah memantau dan memberitahu si ibu."
Lilitan tali pusat di leher sekalipun tak harus berujung pada sesar. "Tapi proses persalinan
dipantau ketat. Dalam persalinan kala satu, observasi denyut jantung dengan alat kardiotokografi
sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi gangguan pola denyut jantung janin."
Bila pola denyut jantung terganggu, persalinan diakhiri dengan bedah sesar. Karena jika dipaksa
lahir dengan normal, bisa berdampak buruk pada janin.
Kemungkinan sebab lilitan tali pusat pada janin :
Usia kehamilan
Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua sering disebabkan karena puntiran tali pusat
secara berulang-ulang ke satu arah. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali
pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut umumnya bayi masih bergerak
dengan bebas. Hal tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami
kekurangan oksigen.
Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin meningkat.
Panjangnya tali pusat
Dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap
bayi mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak
berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui tali pusat
tidak terhambat.
Tanda-Tanda Bayi Terlilit Tali Pusat :
Beberapa hal yang menandai bayi terlilit tali pusat, yaitu:
Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah janin (kepala
atau bokong) belum memasuki pintu atas panggul perlu dicurigai adanya lilitan tali pusat.
Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha untuk
memutar janin (Versi luar/knee chest position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat.
Dalam kehamilan dengan pemeriksaan USG khususnya color doppler dan USG 3 dimensi dapat
dipastikan adanya lilitan tali pusat.
Dalam proses persalinan pada bayi dengan lilitan tali pusat yang erat, umumnya dapat dijumpai
dengan tanda penurunan detak jantung janin di bawah normal, terutama pada saat kontraksi
rahim.
5. Berbenjol – Benjol
Lazimnya, tali pusat seperti selang yang licin dan mulus. Tapi adakalanya ditemui tali
pusat yang berbenjol-benjol dengan banyak simpul atau sedikit terpuntir. Umumnya disebabkan
gerakan janin yang begitu aktif sehingga terjadi simpulan yang berulang kali.
Bila simpul-simpul ini masih membentuk rongga tak akan jadi masalah sebab pasokan
oksigen dan nutrisi masih dapat diterima janin. Yang jadi masalah, apabila simpul-simpul ini
sedemikian eratnya sehingga menutup sama sekali pembuluh darah, maka dapat berdampak pada
kematian janin dalam rahim. Kejadian ini sangat jarang karena umumnya gerakan bayi yang
berpindah terus justru bisa membuka simpul-simpul pada tali pusat.
6. Lama Waktu Terlepasnya Tali Pusat
Tali pusat orok berwarna kebiru-biruan dan panjang sekitar 2,5 – 5 cm segera setelah
dipotong. Penjepit tali pusat digunakan untuk menghentikan perdarahan. Penjepit tali pusat ini
dibuang ketika tali pusat sudah kering, biasanya sebelum ke luar dari rumah sakit atau dalam
waktu dua puluh empat jam hingga empat puluh delapan jam setelah lahir. Sisa tali pusat yang
masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas
sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu.
Tali pusat sebaiknya dibiarkan lepas dengan sendirinya. Jangan memegang-megang atau
bahkan menariknya. Bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu, atau adanya tanda-tanda
infeksi, seperti; pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang
berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, bayi demam tanpa sebab yang jelas maka kondisi
tersebut menandakan munculnya penyulit pada neonatus yang disebabkan oleh tali pusat.
Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Lamanya Lepasnya Tali Pusat
Lepasnya tali pusat dipengaruhi oleh beberapa ha diantaranya adalah :
Timbulnya infeksi pada tali pusat disebabkan karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi
syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu/ gunting yang tidak steril, atau setelah
dipotong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan, kopi dan sebagainya.
Cara perawatan tali pusat
Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat
puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
Kelembaban tali pusat
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab.
Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi.
Kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus
Spora C. tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi
syarat kebersihan.
7. Infeksi Tali Pusat ( Tetanus Neonatorum )
Adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus). Tetanus neonatorum
penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau
asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat
pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob,
berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat
mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin
yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu
KesehatanAnak,1985)
Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram
positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran
pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan
menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.
8. Pembuluh Darah Dalam Tali Pusat Kurang
Normalnya, tali pusat memiliki tiga pembuluh darah; dua pembuluh darah arteri dan satu
pembuluh darah vena. Nah, kalau salah satunya tidak ada, maka janin kemungkinan mengalami
kelainan kromosom. Hal ini akan mengakibatkan bayi yang dilahirkan mengalami kelainan pula,
seperti retardasi mental, Sindroma Down, hingga jantung bocor.
9. Tumor Tali Pusat
Tumor pada tali pusat sering berkaitan dengan kelainan bawaan (kromosom) pada janin.
Bila bayi ditemukan cacat berat, sebaiknya bayi tersebut dilahirkan secepatnya.
Sekalipun begitu benjolan pada tali pusat yang merupakan tumor biasanya sudah bisa
dideteksi sejak dini lewat USG.
http://vhychocolatenurse.blogspot.com/2012/05/ragam-kelainan-plasenta-dan-tali-pusat.html