rabiatul adawiyah

15
RABIATUL ADAWIYAH

Upload: aldho-bramantyo

Post on 14-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

rabiatul adawiyah

TRANSCRIPT

Page 1: Rabiatul Adawiyah

RABIATUL ADAWIYAH

Page 2: Rabiatul Adawiyah

Biografi1,2

• Nama lengkap: Ummu al-Khair bin Isma’il al-Adawiyah al-Qisysyiyah1

• Lahir pada Basrah, Irak diperkirakan pada tahun 95 M1

• Termasuk dalam suku Atiq1

• Rabi’ah putri keempat2

Lahir di keluarga yang tidak terbilang kaya, dan ketika lahir, sang ayah merasa sedih karena merasa tidak memiliki apa-apa.

Malamnya, sang ayah bermimpi kedatangan Rasulullah SAW dan mengatakan bahwa putrinya nantinya akan menjadi orang yang mulia.2

1. Javad Nurbakhsh, Wanita-Wanita Sufi, Bandung: Mizan,1995. hal. 262. M. Fudoli Zaini, Sepintas Sastra Sufi Tokoh dan Pemikirannya, Surabaya: Risalah Gusti, 2000. hal. 3

Page 3: Rabiatul Adawiyah

Masa kecil3• Rabiah cenderung lebih pintar dan lincah dibanding

teman sebayanya• Sudah dapat menghafal Alqur’an dalam usia 10 tahun

• Pendidikan pendidikan informal oleh ayahnya

Rabiah sering dibawa ke musholla yang sepi di pinggiran kota Basrah, kemudian ayahnya beribadah dan bermunajat di sana.

Kehidupan keluarganya yang shaleh pun termasuk salah satu pendidikan bagi Rabiah.

3. Sururin, Rabi’ah Al-Adawiyah Hubb Al-Illahi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 26

Page 4: Rabiatul Adawiyah

Masa remaja3

• Dilalui tanpa kedua orangtuanya (telah meninggal)• Berkelana, dan sempat dirampok dan dijual sebagai

hamba sahaya dengan harga yang murah (6 dirham)• Mendapatkan majikan yang bengis, tetapi Robiah tetap

mendekatkan diri kepada Allah SWT setiap malam• Majikannya akhirnya memerdekakannya sejak melihat

“lentera” bersinar di atas kepala Robiah ketika mendengar Robiah sedang merintih dan berdoa

• Robiah kemudian menjadi sufi dengan terus beribadah dan merenungi hakikat hidup

3. Sururin, Rabi’ah Al-Adawiyah Hubb Al-Illahi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 37

Page 5: Rabiatul Adawiyah

Masa dewasa3,4

• Melanjutkan hidup sebagai sufi• Tenggelam dalam kecintaannya pada Allah SWT dan selalu

berbuat sesuai perintahNya• Memilih hidup zuhud3

• Tidak pernah memikirkan duniawi4, tidak menikah, menolak semua lamaran lelaki3

Pemikiran Robiah tentang pernikahan:“Akad nikah adalah hak Pemilik alam semesta. Sedangkan bagi diriku, hal itu tidak ada karena aku telah berhenti maujud (ada) dan lepas dari diri. Aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milikNya. Aku hidup dalam naungan firmanNya. Akad nikah harus diminta dari-Nya, bukan dariku.”4

3. Sururin, Rabi’ah Al-Adawiyah Hubb Al-Illahi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 394. Suryadilaga, M. Alfatih. Miftahus Sufi. Yogyakarta: Teras, 2008.

Page 6: Rabiatul Adawiyah

Akhir hayat3,5

• Meninggal pada usia 80 tahun pada tahun 185 H/801 M di kota Bashrah3

• Sebelum meninggal, sempat memanggil Abdah binti Abi Shawwal dan berpesan, “Janganlah kematianku sampai menyusahkan orang lain, bungkuslah mayatku dengan jubahku.”5

3. Sururin, Rabi’ah Al-Adawiyah Hubb Al-Illahi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 395. Khamis, Muhammad Atiyyah. Penyair Wanita Sufi Rabi’ah Al-Adawiyah. Penerjemah Aliudin Mahjuddin. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

Page 7: Rabiatul Adawiyah

Proses menuju Mahabbah6,7,8

Mahabbah :

“Usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu Cinta kepada Tuhan.”6

Jalan menuju mahabbah (maqammah) Rabi’atul Adawiyah:• Menurut kitab “Rabi’ah al Adawiyah: wa al Hayah al-

Ruhiyah fi al-Islam”7 : tobatzuhudridhomuraqabahmahabbah

• Menurut Atiyah Khamis8: ibadahzuhudridhoihsanmahabbah (hubb al-Ilahi)

6. Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.7. Suru, Thaha Abdul Baqi. Robi’ah al Adawiyah: Wa al-Hayah al-Ruhiyah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabiyah, 1968.8. Ismail, Asep Usman dkk. Tasawuf. Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005.

Page 8: Rabiatul Adawiyah

Mahabbah9,10

Menurut Rabi’ah:

“Perasaan kemanusiaan yang amat mulia, agung, dan amat luhur. Cinta yang mengatasi hawa nafsu yang rendah, cinta berlandaskan rasa iman tulus dan ikhlas, sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat manusia menuju Allah SWT.”9

Ketika bermunajat, doa Rabi’ah:

“Tuhanku, akankah Kau bakar kalbu yang mencintai-Mu oleh api neraka?”

Tiba-tiba terdengar suara: “Kami tidak akan melakukan itu. Janganlah engkau berburuk sangka kepada Kami,”10

9. Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.10. Anwar, Rosihon dan Solihin, Mukhtar. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.

Page 9: Rabiatul Adawiyah

Tobat11,12

Merupakan maqam yang pertama bagi para sufi.11

Rabi’ah menganggap bahwa tobat berdasarkan kehendak Allah SWT, merupakan karunia Allah SWT dan bukan terhadap kehendak manusia.12

Pernah seorang laki-laki berkata kepada Rabi’ah: “Aku senang sekali melakukan dosa dan kemaksiatan. Apakah Allah akan menerima tobatku?”

Rabi’ah: “Tidak! Bahkan jika Allah menerima tobatmu, maka engkau akan bertobat.”11

11. Khoir, Mufidul. Kisah-kisah Pencerahan Sufi. Yogyakarta: Sketsa, 2010.12. At-Taftazani, Abu Wafa Al-Ghanimi. Tasawuf Islam: Telaah Historis dan perkembangannya. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008.

Page 10: Rabiatul Adawiyah

Ridho12,13

Maqam ridho dalam tasawuf:

“Allah merelakan surga kepada orang baik, khusus karena iradat-Nya dan kerelaan hamba menerima apa saja yang diberikan Allah padanya, disertai pahala dari sikap relanya menerima ketentuan-Nya.”13

Ketika Sufyan Tsauri berkata di dekat Rabi’ah:

“Ya Allah! Ridhoilah aku.”

Rabi’ah berkata: “Apakah engkau tidak merasa malu meminta ridho dari zat yang engkau sendiri tidak ridho terhadapnya.”

Menunjukkan bahwa kerelaan bersifat timbal balik antara hamba dengan Tuhan12

13. Mahjuddin. Akhlak Tasawuf I: Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi. Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Page 11: Rabiatul Adawiyah

Cinta5

Rabi’ah mengatakan,

“Sulit menjelaskan apakah hakikat cinta itu. Ia hanya memperlihatkan kerinduan gambaran perasaan. Hanya orang yang merasakannya yang dapat mengetahuinya. Bagaimana mungkin engkau dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari hadapan-Nya, walaupun wujudmu masih ada oleh karena hatimu yang gembira telah membuat lidahmu bungkam.”5

Syair Rabi’ah tentang dalamnya cintanya kepada Ilahi:

“Kekasihku tak ada yang menandingi-Nya. Hatiku hanya tercurah pada-Nya. Kekasihku tidak tampak padaku, namun dalam hatiku tak pernah sirna.”5

Page 12: Rabiatul Adawiyah

Hakikat Keimanan12

Sufyan Tsuri berkata:

“Pada tiap-tiap akidah terdapat sebuah syarat, dan pada tiap-tiap keimanan terdapat sebuah hakikat. Oleh karena itu, apakah hakikat keimananmu?”

Rabi’ah menjawab:

“Aku menyembah-Nya bukan karena takut akan api neraka dan juga bukan karena suka akan surga-Nya sehingga aku bagaikan seorang pedagang yang takut kerugian. Aku menyembah-Nya tak lain karena kecintaan dan kerinduanku terhadap-Nya.”12

Page 13: Rabiatul Adawiyah

Rendah diri dan Riya• Rendah diri

“Aku tak pernah menganggap sedikitpun amal perbuatan yang muncul dari diriku.”12

• Riya

“Sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.” 12

Menurut Rabi’ah, orang yang salah adalah orang yang selalu menyembunyikan kesalahannya, maka seharusnya berbuat baik juga harus disembunyikan.14

14. Mahjuddin. Akhlak Tasawuf II: Pencarian Ma’rifah bagi Sufi Klasik dan Penemuan Kebahagiaan Batin bagi Sufi Kontemporer. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.

Page 14: Rabiatul Adawiyah

Kesimpulan

Page 15: Rabiatul Adawiyah

Daftar Pustaka1. Javad Nurbakhsh, Wanita-Wanita Sufi, Bandung: Mizan,1995. hal. 26

2. M. Fudoli Zaini, Sepintas Sastra Sufi Tokoh dan Pemikirannya, Surabaya: Risalah Gusti, 2000. hal. 3

3. Sururin, Rabi’ah Al-Adawiyah Hubb Al-Illahi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 26

4. Suryadilaga, M. Alfatih. Miftahus Sufi. Yogyakarta: Teras, 2008.

5. Khamis, Muhammad Atiyyah. Penyair Wanita Sufi Rabi’ah Al-Adawiyah. Penerjemah Aliudin Mahjuddin. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

6. Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

7. Suru, Thaha Abdul Baqi. Robi’ah al Adawiyah: Wa al-Hayah al-Ruhiyah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabiyah, 1968.

8. Ismail, Asep Usman dkk. Tasawuf. Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005.

9. Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

10. Anwar, Rosihon dan Solihin, Mukhtar. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.

11. Khoir, Mufidul. Kisah-kisah Pencerahan Sufi. Yogyakarta: Sketsa, 2010.

12. At-Taftazani, Abu Wafa Al-Ghanimi. Tasawuf Islam: Telaah Historis dan perkembangannya. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008.

13. Mahjuddin. Akhlak Tasawuf I: Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi. Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

14. Mahjuddin. Akhlak Tasawuf II: Pencarian Ma’rifah bagi Sufi Klasik dan Penemuan Kebahagiaan Batin bagi Sufi Kontemporer. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.