qwerty

56
PEMBINAAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM MELALUI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI 4 PALOPO A. Latar Belakang Masalah Era modernitas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada semua aspek kehidupan. Seiring dengan perkembangan dan perubahan tersebut menuntut masyarkat untuk mengikuti berbagai informasi dari dunia modern yang membawa pada arah kemajuan. Perubahan dan perkembangan tersebut di satu sisi membawa masyarakat pada suatu kemudahan dan keuntungan, tapi di sisi lain merupakan suatu tantangan yang harus di hadapi masyarakat agar tidak menjadi korban dan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Akses yang timbul dari modernitas adalah semakin kuatnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin ditinggalkannya pemikiran yang bersifat ketuhanan (divine). Kehidupan modern dapat membuat orang merasa tidak lagi memerlukan Tuhan dalam kehidupannya. Mereka

Upload: aan-sii-diadems

Post on 29-Sep-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

qwerty

TRANSCRIPT

PEMBINAAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM MELALUI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI 4 PALOPOA. Latar Belakang MasalahEra modernitas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada semua aspek kehidupan. Seiring dengan perkembangan dan perubahan tersebut menuntut masyarkat untuk mengikuti berbagai informasi dari dunia modern yang membawa pada arah kemajuan. Perubahan dan perkembangan tersebut di satu sisi membawa masyarakat pada suatu kemudahan dan keuntungan, tapi di sisi lain merupakan suatu tantangan yang harus di hadapi masyarakat agar tidak menjadi korban dan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Akses yang timbul dari modernitas adalah semakin kuatnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin ditinggalkannya pemikiran yang bersifat ketuhanan (divine). Kehidupan modern dapat membuat orang merasa tidak lagi memerlukan Tuhan dalam kehidupannya. Mereka merasa bahwa ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi telah memberikan segala hal yang mereka butuhkan dalam kehidupan dan Tuhan telah mati. Iklan-iklan menggempur dengan kebohongan bahwa bisa berbahagia jika menggunakan produk-produk tertentu. Perusahan telah di percaya daripada janji Tuhan dalam buku suci. Ilmu pengetahuan popular menyedorkan teori bahwa alam semesta ini muncul dengan sendirinya karena hukum alam semata. Ini semuanya berdasar pada paham materialisme yang merupakan musuh bersama dari umat beragama dan bukan modernitas itu sendiri.Bisa jadi menipisnya nilai-nilai kesusilaan sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat perkembangannya, serta pengaruh global dan budaya asing yang dengan bebas merajuk dalam setiap lini kehidupan para penerus perjuangan bangsa.Dalam kehidupan yang sekarang ini tampaknya moralitas bangsa Indonesia setahap demi setahap juga mengalami kemerosotan. Hal ini terlihat dari berbagai bentuk kejahatan-kejahatan yang sering di lakukan. Korupsi, perampokan, pemorkosaan, dan perselingkuhan kerap menjadi headline berita-berita media massa. Bahkan belakangan ini remaja dan mahasiswa yang sedang berada dalam kondisi psikologis yang labil menjadi korban pertama sebagaimana terjadi dalam berbagai kasus hedonism, konsumerisme, sekx bebas hingga peningkatan kenakalan remaja dan narkotika. Hal ini semakin membuktikan bahwa nilai-nilai hidup tengah bergeser sehingga membingunkan para remaja, menjauhkan mereka dari sikap manusia berkepribadian.Biasanya kemerosotan moral disertai sikap menjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan kepada agama akan terus berubah sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. Keadaan yang berubah-ubah itu menimbulkan kegoncangan pula, karena menyebabkan orang tanpa pasangan yang pasti. Nilai yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolute dan berlaku sepanjang zaman, tidak dipengaruhi oleh waktu, tempat dan keadaan. Oleh karena itu maka orang yang keyakinan beragamanyalah yang mampu mempertahankan nilai-nilai agama yang absolut itu dalam kehidupan sehari-hari dan tidak akan terpengaruh oleh arus kemerosotan moral yang terjadi dalam masyarakat serta dapat memprtahankan ketenangan jiwanya.[footnoteRef:1] [1: Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 147.]

Begitu besar pengaruh globalisasi dan informasi terhadap pola fikir dan perilaku masyarakat, alangkah tepatnya jika sekolahan yakni lembaga pendidikan formal yang senantiasa yang memberikan pengajaran terhadap peserta didik yang isinya membantu kepada masyarakat terutama anak didik dalam menghadapi pengaruh globalisasi dan informasi yang semakin canggih agar mereka bisa menyesuaikan diri dan mampu memfilter informasi yang berguna pada dirinya sehingga mereka menjadi generasi yng handal dalam iptek tetapi juga didukung dengan imtaq yang kuat dari dirinya. Secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan atau pemimpin secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembagan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[footnoteRef:2] [2: Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Cet. VI; Bandung: Al-Maarif, 1980), h. 19.]

Tetapi masalahnya dalam pendidikan tidak sesederhana itu, belum tentu yang benar dan baik diterimah oleh subjek didik sebagaimana mestinya. Nabi sendiri banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam melaksanakan pendidikan.Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya demikian pesat yang semua itu akan memberi manfaat bagi kehidupan manusia, apabila di barengi dengan imam dan ketakwaan. Sebaliknya, apabila kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak disertai dengan keimanan dan ketakwaan maka akan dapat menimbulkan kehidupan yang mengkhawatirkan, Karena kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat disalahgunakan untuk tujuan-tujuan destruktif. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dapat menghantarkan manusia untuk cepat pada tujuan, namun iptek tidak mengetahui tujuan apa yang harus dicapainya. Untuk itu, agama datang menunjukkan apa yang seharusnya dicapai oleh iptek tersebut.Di sinilah bimbingan dan konseling di sekolah berperan aktif dalam pembentukan atau pengubahan sikap anak didik di sekolah. Bimbingan sebagaimana layanan pendidikan, mengandung berbagai perwujudan,kesemuanya diselenggarakan untuk membantu peserta didik kearah perkembangan diri dan perkembagan individual , dan seringkali pula kearah pencapaian tujuan dan penyesuaian yang harmonis dengan lingkungan dan penuh keserasian dengan pandangan hidup demokratis.Diyakini oleh para ahli psikologi bahwa individu tidak pernah statis. Sejak saat pembuahan, kanak-kanak sampai dewasa, sepanjang garis kehidupan tersebut individu tumbuh dan berkembang. Masa kanak-kanak merupakan masa peletakan dasar bagi keseluruhan masa kehidupan selanjutnya. Dengan demikian perkembangan seseorang itu berkaitan dengan perkembangan social anak, disamping kuat pengaruh dari perkembangn fikiran, perasaan serta kemauan atas hasil tanggapan dari anak. [footnoteRef:3] Semua aspek kejiwaan, keseimbangan pribadi, rasa percaya, dan moralitas dalam masa remaja dan seterusnya akan ditentukan oleh keseimbangan dalam seluruh aspek yang diperoleh dalam masa kanak-kanak. [3: Abu Ahmad, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2005), h. 104.]

Mengingat hal diatas, maka pendidikan agama perlu ditanamkan sejak dini di usia anak khususnya pada usia SD/MI yang dalam kategori agama sudah mendekati baliqh yakni sudah mengenal mana yang baik dan yang buruk. Rumah tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak-anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah.Maksud bimbingan dan konseling di sekolah ialah untuk mengadakan pelayanan terhadap peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangan diri positif dapat dicapai. Tidak lupa juga diperlukan dinamika kegiatan bimbingan dan konseling.Pembinaan nilai-nilai agama telah dilakukan dengan baik oleh SMA NEGERI 4 PALOPO. Dengan pemberian pembinaan nilai-nilai agama ini SMA NEGERI 4 PALOPO berharap akan menghasilkan SDM yang berakhlak mulia dan berprestasi optimal.Bertitik tolak permasalahan diatas maka peneliti mengadakan penelitian ilmiah dengan judul skripsi Pembinaan Nilai-nilai Agama Islam Melalui Bimbingan dan Konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO.B. Rumusa MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO?2. Apa factor pendukung dan factor penghambat dalam pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO?3. Bagaimana hasil pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO?

C. Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:1. Untuk mendapatkan data empiris pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO.2. Untuk mendapatkan data factor pendukung dan factor penghambat dalam pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO.3. Untuk mengetahui hasil pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO.

D. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini, diharapkan nantinya dapat bermanfaat sebagai berikut :1. Untuk mendapatkan gambaran secara jelas tentang pembinaan nilai-nilai keagaman pada siswa melalui bimbingan dan konseling di SMA NEGERI 4 PALOPO.2. Sebagai bahan masukan ilmu pengetahuan bagi semua pihak yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan terutama bimbingan dan konseling.3. Dapat bermanfaat bagi peneliti berikutnya sebagai referensi yang apabila relevansi masalah yang sedang diteliti.

E. Kajian Pustaka1. Nilai-Nilai Keislamana. Pengertian NilaiNilai disebut norma, yang berasal dari kata latin dengan arti Literal siku-siku tukang kayu (carpenters square).[footnoteRef:4] Untuk mendapatkan ukuran yang tepat seperti sudut, garis lurus, maka seorang tukang kayu menggunakan alat yang disebut siku-siku. Jadi, nilai sebagai norma adalah standar yang tepat untuk mengukur sesuatu. Kejujuran misalnya, adalah sebuah nilai, tetapi yang mengatur tentang sikap jujur tersebut dalam kondisi tersebut disebut norma. Sedangkan norma kejujuran adalah aturan tingkah laku yang digunaka seseorang dalam pergaulan hidup seperti transaksi bisnis, pertemanan, pendidikan dan sebagainya. [4: Syafii Maarif, Islam dan Pengembangan Islam, (Yogyakarta: PT. Surya Sarana Utama Divisi Grafika,2003), 157]

Nilai-nilai islam antara lain adalah imam, tauhid,islam, taqwa, ihsan, tawakal, istiqamah, maruf, persaudaraan, keadilan, kebenaran, kejujuran, keikhlasan, kesabaran, ketekunan, ketaatan, bekerja, kecintaan, berusaha, kesyukuran, solidaritas dan sebagainya.Hidup yang bernilai, menurut Muhaimin dapat diperoleh dengan merealisasikan tiga nilai kehidupan.Pertama, creative values (nilai-nilai kreatif), yakni bekerja dan berkarya serta melaksanakan tugas dengan tanggung jawab penuh pada pekerjaan. Sebenarnya, pekerjaan merupakan sarana yang dapat memberi kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup. Makna hidup bukan terletak pada pekerjaan melainkan pada tata cara yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaan. Berbuat kebajikan dan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan termasuk usaha dalam merealisasikan nilai-nilai kreatif.[footnoteRef:5] [5: Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2002), h. 291.]

Kedua , experiental value (nilai-nilai penghayatan), yaitu menghayati dan meyakini kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan nilai-nilai yang lain yang dianggap berharga. Dalam hal ini cinta kasih merupakan nilai yang sangat penting dalam mengembangkan hidup yang bermakna. Mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya keadaan orang yang dicintai apa adanya serta benar-benar memahami kepribadiannya dengan penuh pengertian.[footnoteRef:6] [6: Ibid]

Ketiga, attudinal values (nilai-nilai bersikap), yakni menerima dengan tabah dan mensikapi dengan tepat penderitaan yang tak bias dihindari lagi, setelah berupaya keras mengatasinya tetap tidak berhasil. Mengingat peristiwa tragis tak biasa dielakkan lagi, maka sikap dalam menghadapinyalah yang harus dirubah. Dengan mengubah sikap diharapkan beban mental akibat musibah menjadi berkurang, dan bias menemukan hikmah dibaliknya. Penderitaan memang dapat memberikan makna apabila dapat merubah pendritaan menjadi lebih baik sikapnya. Optimis dalam menghadapi musibah ini tersirat dalam ungkapan-ungkapan, seperti makna dalam derita.[footnoteRef:7] [7: Ibid]

Untuk menjelaskan dan memahami lebih mendalam tentang apa itu nilai, maka perlu diberikan defenisi-defenisi. Dalam mendefenisikan nilai ada beberapa pendapat . Milton Rokeach dan James Bank mendefenisikan:Suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan, dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tdindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.[footnoteRef:8] [8: D. Kratwohl Dalam Chabib Thaha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 60]

Dari pengertian tersebut diatas dapat dipahami bahwa nilai merupakan sifat yang melekat pada suatu system kepercayaan yang telah berhubungan dengan subyek yang berarti, yakni manusia yang meyakini. Pengertian nilai merupakan J.R Frankle adalah: A value is an idea a concept about what some one thinks is infortabt inlife.[footnoteRef:9] Sidi Ghazalba mengartikan nilai sebagai berikut: [9: Chabib Thaha, Kapita Selekts, h. 60]

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak , ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirit, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki,disenangi dan tidak disenangi.[footnoteRef:10] [10: Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h, 89]

b. Macam-Macan NilaiNilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang menyebabkan terdapat macam-macam nilai, antara lain:[footnoteRef:11] [11: Chabib Thaha, Kapita Selekta, op.cit,. h. 61]

1) Dilihat dari segi kebutuhan manusia, nilai menurut Abraham Maslaw dapat dikelompokkan menjadi: a) nilai biologis; b) nilai keamanan; c) nilai cinta kasih; d) nilai harga diri; e) nilai jati diri.Kelima nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntunan kebutuhan. Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni kebutuhan tuntunan akan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri dan yang terakhir adalah kebutuhan jati diri.2) Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkan nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni: a) nilai yang statis, seperti kognisi, emosi dan psikomotor; dan b) nilai yang bersifat dinamis, seperti motifasi berprestasi, motifasi brafiliasi, motifasi berkuasa.[footnoteRef:12] [12: Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan, (Yogyakarta: Rake Sarasin), h. 83]

3) Pendekatan proses budaya sebagaimana dikemukakan oleh Abdullah Sigit, nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni: a) nilai ilmu pengetahuan; b) nilai ekonomi; c) nilai keindahan; d) nilai politik; e) nilai keagamaan; f) nilai kekeluargaan; g) nilai kejesmanian.Pembagian nilai-nilai ini merupakan dasar proses terbentuknya kebudayaan manusia yang mencakup hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia, dengan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, nilai-nilai itu mencakup nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah.4) Nilai bila dilihat dari sifat itu sendiri dapat dibagi dalam: a) nilai-nilai subyektif yakni nilai yang merupakan reaksi subyek terhadap obyek, hal ini sangat tergantung pada masing-masing pengalaman subyek tersebut. b) nilai-nilai obyektif rasional yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari obyek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat. Seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, nilai perdamaiaan dan lain sebagainya. c) nilai-nilai obyektif metafisik yakni nilai yang mampu menyusun kenyataan obyektif seperti nilai agama.5) Nilai bila dilihat dari sumber terdapat: a) nilai ilahiyah yakni nilai yang bersumber dari wahyu (Allah), b) nilai insaniyah yakni nilai yang diciptakan manusia atas dasar kriteria yang diciptakan oleh manusia.[footnoteRef:13] [13: Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan.,h. 84]

Nilai-nilai ilahiyah adalah nilai-nilai yang didasarkan pada Al-quran dan Al-Hadits yang mencakup ajaran agama islam seperti, aqidah (iman), syariah (islam) dan akidah (ihsan).Sedangkan Al Qiyam Al Insaniyah (nilai-nilai keislaman) adalah nilai-nilai yang tegak berdasarkan penghormatan terhadap hak-hak asasi dan kemuliaan manusia. Baik kebebasan dan kemerdekaannya, namun baik eksistensinya, kehormatannya dan hak-haknya, dan juga memelihara darahnya, hartanya sertakerabat keturunannya dalam kedudukan mereka sebagai individu anggota masyarakat.[footnoteRef:14] [14: ]

6) Dilihat dari ruang lingkup dan keberlakuannya, nilai dibagi: a) nilai-nili Universal. b) nilai-nilai local.7) Nilai dilihat dari segi hakikatnya, terdiri dari : a) nilai hakiki, universal dan abadi. b) nilai instrumental, bersifat local, pasang surut dan temporal.c. Proses pembentukan nilaiProses pembentukan nilai pada anak dapat dikelompokkan dalam 5 tahap:1) Tahap receiving (menyimak), pada tahap ini seseorang secara aktif dan sensitive menerima stimulus dan menghadapi fenomena-fenomena, sedia menerima secara aktif dan selektif dalam memilih fenomena. Pada tahap ini nilai belum terbentuk melainkan baru menerima adanya nilai-nilai itu untuk dipilih mana yang paling menarik bagi dirinya.2) Tahap responding (menanggapi), dimana seseorang mulai bersedia menerima dan menanggapi secara aktif stimulus dlam bentuk respon yang nyata. Dalam tahap ini ada tiga tingkatan yakni tahap compliance (manut). Willingness to respond (sedia menghadapi) dan satisfacation response ( puas dalam menanggapi). Tahap ini seseorang sudah mulai aktif mengapi nilai-nilai yang berkembang diluar dan meresponnya.3) Tahap valuing (member nilai), kalau tahap pertama dan kedua lebih banyak masih bersifat aktifitas fisik biologis dalam menerima dan menanggapi nilai, maka pada tahap ini seseorang sudah mampu menangkap stimulus itu atas dasar nilai-nilai yang terkandung didalamnnya, ia mulai mampu menyusun persepsi tentang obyek.4) Dalam tahap ini ada nilai tahap,yakni percaya pada nilai yang ia terimah, merasa terikat dengan nilai yang dipercaya (dipilihnya) itu, dan keterkaitan batin (commitment) untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diterima dan diyakini itu.5) Tahap mengorganisasikan nilai (organization), yakni satu tahap yang lebih kompleks dari tahap ketiga diatas. Seseorang mulai mengatur sitem nilai yang ia terima dari luar untuk diorganisasikan dalam dirinya sehingga system nilai itu menjadi bagian yang tidak diperpisahkan dalam dirinya sendiri. Pada tahap ini ada dua tahap organisasi nilai dalam dirinya, yakni mengkonsepsikan nilai dalam dirinya dalam mengorganisasikan sitem nilai dalam dirinya yakni cara hidup dan tata perilakunya sudah didasarkan atas nilai-nilai yang diyakininya.6) Tahap karakterisasi nilai, pada tahap ini seseorang telah mampu mengorganisasir system nilai yang dipisahkan lagi dengan pribadinya. Pada tahap ini bila dipisahkan terdiri dari dua tahap yang lebih kecil yakni tahap menerapkan sitem nilai dan tahap karakterisasi yakni tahap mempribadikan system nilai tersebut.[footnoteRef:15] [15: David R. Krathwohl dalam Chabib Thaha, Kapita Selekt, h. 72]

2. Tahap Perkembangan Nilai pada AnakUntuk mengetahui lebih rinci tentang perkembangan nilai pada anak, terlebih dahuli dijelaskan tentang pembagian umur pada anak. Menurut Dzakiah Darajat, dalam menentukan umur pada anak, remaja dan usia dewasa banyak ilmuan yang berbeda-beda didalam menentukan batas umurnya, namun perbedaan itu bukanlah hal pokok. Dzakiah Darajat membagi usia anak kira-kira umur 0-12 tahun. Dalam masa anak itu dipilih menjadi dua bagian yakni pada masa umur 0-6 tahun dan umur 6-12 tahun yang masing-masing tahap mempunyai karakteristik berbeda pada kepribadian anak.[footnoteRef:16] Berikut keterangan tentang karakteristik dari masiang-masing pembagian berdasarkan umur, khususnya dalam perkembangan penyerapan nilai keagamaan pada anak. [16: Dzakiah Darajat, Ilmu jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 126]

a. Kanak-kanak pada usia 0-6 tahun Anak mulai mengenal Tuhan dan Agama pada usia dini, melaui orang-orang didalam lingkungan tempat mereka hidup. Jika mereka lahir dan dibesarkan dalam lingungan keluarga yang taat beragama, maka mereka akan mendapat pengalaman agama itu melalui ucapan, tindakan dan perilaku. Meraka mendengar nama Tuhan disebut oleh orang tua atau orang lain dalam keluarganya. Kata Tuhan yang pada mulanya mungkain tidak menjadi perhatiannya, tapi lama kelamaan akan menjadi perhatiannya, dan ia akan ikut mengucapakan setelah ia mendengar nama Tuhan itu berulang kali dalam berbagai keadaaan, tempat dan situasi. Apabila ia melihat mimit muka yang membayangkan kesungguhan ketika kata itu diucapkan, maka perhatiannya akan bertambahTindakan dan perlakuan orang tua terhadap dirinya dan saudara-saudaranya merupakan unsur-unsur yang menjadi bagian pribadinya pula dkemudian hari. Tindakan dan perlakuan orang tua yang sesuai dengan ajaran agama akan menimbulkan pengalaman-pengalaman hidup si anak sesuai dengan agama yang akan tumbuh menjadi unsur-unsur pribadinya.Sikap orang tua terhadap agama, akan memantuk kepada si anak. Jika oang tua menghormati ketentuan-ketentuan agama, maka pada anak akan tumbuh sikap menghargai agama. Demikian pula sebaliknya, jika sikap orang tua terhadap agama itu negative, acuh atau meremehkan, maka itu pulalah yang tumbuh pada anak.[footnoteRef:17] [17: Dzakiah Darajat, Ilmu Jiwa, h. 127]

Disamping itu, perlu diingat bahwa hubungan anak pada orang tua mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap pertumbuhan jiwa agama pada anak. Andaikata hubungan anak dengan orang tuanya tidak baik, ia merasa tidak disayang dan diperlakukan kejam, keras atau tidak adil, maka besar kemungkinan sikap si anak pada Tuhan akan memantulakan sikapnya terhadap orang tuanya. Mungkin ia akan menolak kepercayaan pada Tuhan, atau menjadi acuh tak acuh terhadap ketentuan agama. Sebabnya adalah karena sumber pembinaan rohani anak adalah oranag tuanya sendiri. Singkatannya dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan rasa agama pada anak telah mulai muncul sejak si anak lahir, dan bekal itulah yang dibawanya ketika masuk sekolah untuk pertama kalinya.b. Anak-anak pada umur sekolah yakni 6-12 tahun Ketika anak masuk sekolah dasar, dalam jika dan kepribadiannya telah membawa bekal rasa agama yang didapang dapatkan dari orang tuanya. Andaikan didikan agama yang diterima dari orang tuanya dirumah sejalan dan erasi dari apa yang diterima dari gurunya, maka ia akan memperoleh agama yang kuat, jika yang berlainan yang muncul adalah keragu-raguan.Oleh karena itu maka setiap guru agama pada sekolah dasar, harus menyadar betul-betul bahwa anak-anak didik yang dihadapinya itu membawa bekal agama pribadinya masing-masing, sesuai dengan pengalaman hidup yang dilaluinya dalam keluarga. Pengalaman dan rasa agama yang dibawa oleh anak itu banyak macam dan ragamnya, sehinggga tidak muda bagi seorang guru agama yang tidak mengerti perkembangan jiwa agama yang dilalui pada umur-umur tertentu.Suatu anggapan salah yang sering terjadi, baik dari pihak orang tua atau keluarga, orang umum, bahkan guru-guru pada umumnya, juga guru agama yang tidak mengerti yaitu prasangka bahwa pendidikan agama untuk sekolah dasar itu muda, hanya sekedar mengajar anak untuk pandai sembahyang, berdoa, berpuasa dan beberapa prinsip-prinsip pokok agama. Anggapan yang salah itu yang menyebabkan kurang berhasilnya pendidikan agama islam dimasa lalu.Guru agama yang ideal adalah yang dapat menunaikan fungsi sekaligus, yaitu sebagai guru dan sebagai dokter jiwa yang dapat membekali anak dengan pengetahuan agama serta dapat membina kepribadian anak menjadi seorang muslim yang dikehendaki oleh ajaran agama.Semakin besar sianak, semakin bertambah fungsi agama baginya, misalnya pada umur 10 tahun keatas, agama mempunyai fungsi moral dan social bagi anak. Ia mulai dapat menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari pada nilai pribadi, atau keluarga. Anak mulai mengerti bahwa kepercayan agama bukan hanya kepercayaan pribadi namun merupakan kepercayaan masyarakat. sholat berjamaah bakti sosil merupakan hal yang menarik bagi anak. Anak merasa bahwa ia dan masyarakat dihubungkan melalui kepercayaan kepada tuhan dan ajaran agama, oleh karenanya anak akan menerima ketentuan-ketentuan hukum agama agar ia dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat. 3. Upaya Pembinaan Nilai-Nilai Keagamaan dalam Lembaga PendidikanPembinaan terhadap anak dalam menstransformasikan nilai-nilai agama diperlukan berbagai upaya yng integral. Karena, perkembangan keyakinan akan nilai kebenaran agama pada anak akan terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam masyarakat lingkungannya. Oleh karenanya, timbul berbagai pertanyaan bagaimana cara memberikan pengalaman keagamaan kepada anak yang akan ikut membentuk pribadinya? Apa yang dapat dilakukan oleh guru dalam proses pembinaan? Untuk menjawb pertayaan itu, berikut ini akan disampaikan solusi yang diajukan Dzakiah Darajat dan penulis eksplorasi lebih lanjut dari berbagai referensi yang lain. a. Guru adalah pembinaan pribadi, sikap dan pandangan hidup anakmaksud dari pernyataan ini adalah guru sebagai sumber keteladanan dalam segala perilaku kehidupan. Perilaku guru menjadi acuan dalam sikap. Adapun keteladan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahwa semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, indrawi maupun spiritual. Meskipun anak berpotensi besar untuk meraih sifat-sifat baik dan menerima dasar-dasar pendidikan yang mulia, ia akan jauh dari kenyataan positif dan terpuji jika dengan kedua matanya ia melihat langsung pendidikan yang tidak bermoral. Memang yang mudah bagi pendidikan adalah mengajarkan berbagai teori pendidikan kepada anak. Sedang yang sulit bagi anak adalah mempraktekkan teori tersebut jika orang yang mengajar dan mendidiknya tidak pernah melakukannya, atau perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya. [footnoteRef:18] [18: Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam: Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung:PT remaja Rosdakarya, 1992),h. 1-2.]

Keteladanan berasal dari kata dasar teladan yang berarti sesuatu yang patut ditiru dan dicontoh.[footnoteRef:19] Dalam bahasa arab diistilahkan dengan uswatun khasanah yang berarti cara hidup yang diridhoi oleh allah SWT. Sebagaimana yang dicontohkan oleh rasul SAW dan telah dilakukan pula oleh nabi Ibrahim dan para pengikutnya. [footnoteRef:20] [19: 16W.J.S. Purwadarmintha, Kamus Umum Bhasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h.1036.] [20: M. Sodiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: CV. Sientarama, 1988), h. 369.]

Dalam dunia pendidikan, formal maupun nonformal, ditemukan keragaman bagaimana cara mendidik atau membimbing anak atau murid dalam proses pembelajaran. Namun yang terpenting adalah bagaimana orang tua, guru atau pemimpin untuk menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada allah, rasa nikmatnya beribadah sholat, puasa, rasa hormat dan patuh kepada orang tua, saling menghormati atau menghargi sesama, dan sebagainya. Untuk merealisasikan pendidikan, seorang pendidik dapat saja menyusun system pendidikan yang lengkap dengan menggunakan seperangkat metode atau strategi sebagai pedoman atau acuan dalam bertidak serta mencapai tujuan dalam pendidikan.[footnoteRef:21] Namun keteladanan seorang pendidik sangatlah penting dalam interaksinya dengan anak didik. Karena, pendidikan tudak hanya sekedar menangkap atau memperoleh makna dari ucapan pendidiknya, akan tetapi justru melalui keseluruhan kepribadian yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para pendidiknya.[footnoteRef:22] [21: Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h.142.] [22: Hadhari Nawawi, Pendidikan Dakam Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 216.]

Dalam pendidikan islam, konsep keteladanan yang dijadikan islam sebagai cermin dan model dalam kepribadian seorang muslim adalah keteladanan yang dicontohkan rasulullah. Rasulullah mampu mengekspresikan kebenaran, kebajikan, kelurusan, dan ketinggian pada akhlaknya. Dalam keadaan seperti sedih, gembira dan lain-lain yang bersifat fisik, beliau senantiasa menahan diri. Bila ada hal yang menyenangkan beliau hanya tersenyum. Bila tertawa, beliau tidak terbahak-bahak.[footnoteRef:23] [23: Ahmad Umar Hasyim, Menjdi Musim Kaffah:Berdasarkan Al-Quran Dan Sunah Nabi SAW, (Jogjakarta: Mitra Pustaka, 2004), h. 29.]

Berkaitan dengan makna keteladanan, Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa keteladanan mengandung nilai pendidikan yang teraplikasikan, sehingga keteladanan memiliki asas pendidikan sebagai berikut:a) Pendidikan islam merupakan konsep yang senantiasa menyuruh pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan dihadapan anak didikannya. Karena, sedikit banyak anak didik akan meniru apa yang dilakukan pendidiknya(guru) sebagaimana pepatah jawa guru adalah orang yang diguguh dan ditiru . Sehingga, perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak didik merupakan tuntutan realistis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah.b) Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW, sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidikan. Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman yang negatif atau pereningan imajinasi belakang, melainkan islam menyajikannya agar manusia menerapkan pada dirinya. Demikianlah, keteladanan dalam islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.[footnoteRef:24] [24: Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Dirumah, Sekolah Dan Masyarakat,( Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 263.]

b. Guru harus memahami betul-betul perkembangan jiwa anak agar dapat mendidik anak dengan cara yang cocok dan sesuai dengan umur anak.Menurut penelitian Ernest Harms, perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase. Ia menyatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:[footnoteRef:25] [25: Jalaluddin, Psikologi Agama,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 66]

1) The fairy tale stage(tingkat dongeng) tingkatan ini dimulai pada yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini, anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menghadapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal. 2) The realistic stage ( tingkat kenyataan ), tingkat ini dimlai sejak anak masuk sekolah dasar hingga sampai keusia adolsense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep berdasarkan kenyataan. Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka melahirkan konsep tuhan yang formalis. 3) The individual stage ( tingkat individu ), pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu: a) Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.b) Konsep ketuhanan yang telah murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal. c) Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan usia, dan factor intern berupa pengaruh luar yang dialamnya. c. Pendidikan agama pada umur SD/MI, harus lebih banyak percontohan dan pembiasaan. Secara psikis usia SD adalah usia ingin mencontoh. Yang dimaksud mencontoh atau peniruan disini adalah hasrat yang mendorong anak untuk meniru perilaku orang dewasa, atau orang yang mempunyai pengaruh.[footnoteRef:26] Misalnya dari kecil anak belajar berjalan, berbicara, dan kebiasaan lainnya. Setelah anak bias berbicara ia akan berbicara sesuai bahasa dimana lingkungan tersebut berada. Pada dasarnya peniruan itu mempunyai tiga unsur, yaitu: 1) keinginan atau dorongan untuk meniru; 2) kesiapan untuk meniru; 3) tujuan meniru.[footnoteRef:27] [26: Abdurrahman An-Nahlawi,prinsip-prinsip., h. 367] [27: Ibid, h. 368-371]

Untuk lebih jelasnya penulis uraikan satu persatu dari beberapa unsure diatas: a) keinginan atau dorongan untuk meniruPada diri anak atau pemuda ada keinginan halus yang tidak disadari untuk meniru orng yang dikagumi ( idola ) didalam berbicara, bergaul, tingkah laku, bahkan gaya hidup mereka sehari-hari tanpa disengaja. Peniruan semacam ini tidak hanya terarah pada tingkah laku yang kurang baik. b) Kesiapan untuk meniruSetiap tahapan usia mempunyai kesiapan dan potensi untuk meniru. karena itu, islam tidak mewajibkan bagi anak kecil untuk melaksanakan sholat sebelum mencapai usia 7 tahun (baligh), tetapi tidak melarang anak untuk meniru gerakan-gerakan sholat yang pernah ia liat ataupun bacaan dalam sholat. Pada prinsipnya, orang tua, guru, pemimpin harus mempertimbangkan potensi anak ketika akan mengarahkan atau membimbing mereka. Al-Quran sendiri menjelaskan bahwa Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ayat yang menerangkan hal tersebut adalah:

....Terjemahanya: allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapat pahala ( dari kebajikan ) yang di usahakannya dan ia mendapat siksa ( dari kejahatan ) yang di kerjakannya. ( al-baqarah : 286 ).[footnoteRef:28] [28: Ibid,h.88]

Ayat di atas terkait dengan al-masuliyah al-Syakhsiyah ( tanggung jawab kepribadian ).Artinya, setiap diri manusia ( terutama yang sudah usia baligh ) akan memperolah dari apa yang di lakukan. Sebagai bandingan ( munasab ) ayat di atas dapat di lihat dari ayat lain QS.al-anam( 6) : 164:

Terjemahanya: katakanlah: apakah aku akan mencari tuhan selain allah, padahal dia adalah tuhan bagi segala sesuatu, dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakannya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.

c) Tujuan untuk MeniruSetiap peniruan tentu mempunyai tujuan yang kadang-kadang diketahui oleh pihak yang meniru dan kadang-kadang tidak diketahui. Peniruan yang tidak diketahui dan tidak disadari oleh oleh pihak-pihak yang meniru merupakan peniruan yang hanya sekedar ikut-ikutan, sedangkan peniruan yang disadari dan disadari pula tujuannya, maka peniruan tersebut tidak lagi hanya sekedar ikut-ikutan, tetapi merupakan kegiatan yang disertai dengan pertimbangan. Seperti peniruan seseorang dalam mendapatkan perlindungan dari orang yang dipandangnya lebih kuat. Tujuannya, untuk memperoleh kekuatan seperti yang dimiliki oleh orang tersebut. Menurut An-Nahlawi peniruan yang demikian, dlam istilah pendidikan islam disebutkan dengan ittiba (patuh). Dan, ittiba yang paling tinggi adalah ittiba yang didasarkan atas tujuan dan cara.[footnoteRef:29] Sehubungan dengan konsep ini, Allah SWT telah berfirman: [29: Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat,( Jakarta: Gema Insan Press, 1996), h. 266]

Terjemahnnya : katakanlah: inilah jalan ( agama ) ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjag yang nyata, maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik (Yusuf(12) : 108 ).[footnoteRef:30] [30: Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemah Indonesia, op.cit., h. 460]

Agar dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri bias berhasil dan sejalan dengan apa yang diinginkannya. Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sholat, doa, membaca Al-Quran, harus dibiasakan, sehingga lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang melaksanakan ibadah tersebut. Dia dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam. d. Guru harus memahami latar belakang anak yang menimbulkan sikap tertentu pada anak.Latar belakang dari setiap murid masing-masing berbeda.bisa jadi ada faktor luar yang sedang hadapi oleh masing-masing diluar sekolah, misalnya ada anak yang telah mempunyai pengalaman pahit dirumah, karena tindak kekerasan dan kekejaman orang Tuanya. Lalu disekolah, ia akan memantulkan rasa negatifnya itu kepada guru, karena dalam pikirannya terdapat persamaan antara orang tua dan gurunya. 4. Bimbingan dan Konselinga. pengertian Sebelum kita memahami pengertian bimbingan dan konseling, terlebih dahulu perlu diketahui beberapa pengertian bimbingan diantaranya sebagai berikut: Berdasarkan pasal 27 peraturan pemerintah Nomor 29/90, bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kelebihan dan kelemahan dirinya sendirinya, bimbingan dalam rangka mengenali lingkungan dimaksudkan agar peserta didik mengenal secara objektif lingungan yang ada sekitarnya baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik, sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya sendiri,baik bidang pendidikan, bidang karir, maupun bidang budaya keluarga kemasyarakatan. Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungnnya.[footnoteRef:31] [31: Ibid, h. 20]

Secara estimologi, konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consilium yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyerahkan atau menyampaikan.[footnoteRef:32] [32: Ibid, h. 99]

Rochman Natawidjaja mendefinisikan bahwa:konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagianterpdu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbale balin antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan dating.[footnoteRef:33] [33: Dewa Ketut Sukardi, pengantar pelaksanaan.,op.cit., h. 21]

Sedangkan Bimo Walgito dalam bukunya Bimbingan Dan Koenseling Di Sekolah menyimpulakn bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.[footnoteRef:34] [34: Bimo Walgito, Bimbingan ,op,cit., h. 7]

Dari keterangan diatas inti dari konseling adalah pemberian bantuan dari seorang kepada seseorang/siswa dalam rangka mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam menyelesikan masalahnya.b. Fungsi Bimbingan dan KonselingDitinjau dari segi sifatnya, layanan bimbingan dan manfaatnya, maka bimbingan dan konseling dapat berfungsi:1. Pencegahan (preventif)Fungsi pencegahan merupakan suatu usaha pencegahan terhadap timbulnya suatu masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan antara lain: program orientasi, program bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.2. fungsi pemahamanFungsi pemahaman yang dimaksud adalah fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keputusan pengembangan siswa.3. fungsi perbaikanFungsi ini pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu.4. fungsi pemeliharaan dan pengembaganFungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap dan berkelanjutan.[footnoteRef:35] [35: Dewa Ketut, Pengantar Pelaksanaan,op.cit,. h. 27]

c.Tujuan Bimbingan dan KonselingTujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri,karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidian. Menilik pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional, tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan taqwa kepada tuhan yang maha esa dan budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[footnoteRef:36] [36: Agus Mulyadi, Dasar-dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: Direktur jenderal Pendidikan Dasar dan Menejemen, Direktur Tenaga Pendidikan, 2003), h. 7]

d. Prinsip-Prinsip Layanan Bimbingan Konseling1. prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:2. prinsip-prinsip yang berkenaan dengan individu, yang mencakup:3. prinsip berkenaan dengan program layanan, meliputi:4. prinsip bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan bimbingan,[footnoteRef:37] [37: Ibid., h. 10-1]

F. METODE PENELITIAN1. Jenis penelitianPada hakikatnya penelitian meruakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau lebih untuk membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsufu, peneliti, maupun para praktisi melalui model-model tertentu. Model tertentu biasanya dikenal dengan paradigm.[footnoteRef:38] [38: Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,2005), h. 49]

Penelitian dalam proposal ini adalah ingin mengetahui pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa melalui bimbingan dan konselig di SMA NEGERI 4 PALOPO, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statis atau dengan cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).[footnoteRef:39] Karena yang diamati adalah bagaimana gejala dan interaksi sosial keagamaan yang ajan tanpak dari suatu perilaku, dan hal tersebuat adalah hal-hal yang berpengaruh dalam penelitian kualitatif.[footnoteRef:40] [39: Safudin Zuhri, Metode Penelitia, (Lamongan: UNISDA press, 2001), h. 9] [40: Suharsimi Arikunto. Presedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta,2002), h. 12]

Berdasarkan statemen diatas, dapat memberikan gambaran bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai metode penelitian yang mencoba memapakan secara analitik suatu keadaan, perilaku individu atau kelompok tertentu, dalam hal ini adalah SMA Negeri 4 Palopo yang termasuk salah satu sekolahan berbasis keislaman yang akan menjawab semua persoalan yang ada dalam penelitian ini.2. Defenisi OperasionalUntuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahai judul Pembinaan Nilai-nilai Agama Islam Melalui Bimbingan dan Konseling Di SMA NEGERI 4 PALOPO, maka peneliti menegaskan beberapa istilah sebagai berikut:a. pembinaanSuatu kegiatan mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada.[footnoteRef:41] [41: Hendayat Sotopo, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Subtasi Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 43.]

b. nilai-nilai agam islamNilai-nilai agama islam yaitu segala sesuatu yang di dasari atau berorientasi pada dosa,pahala,halal dan haram.[footnoteRef:42] [42: M.tolhah hasan, prospek islam dalam menghadapai tantangan zaman (Jakarta;bangun prakarya 1986)]

c. siswaSiswa/anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok orang yang menjalankan pendidikan.[footnoteRef:43] [43: Syaiful bahri Dja Marah,guru dan anak didik Dalam Interaksi Edukatif,(jakarta PT.Rineka Cipta,2000),h.51.]

d. bimbingan Menurut Bimo Walgito bimbingan adalah pertolongan yang di berikan kepada individu atau sekumppulan individu dalam menghindari atau kesulitan kesulitan di dalam kehidupannya.agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.[footnoteRef:44] [44: Bimo walgito,Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(Yogyakarta;andi Yogyakarta,2004),h.5]

e. konselingSecara estimologi,konseling berasal dari bahasa latin ,yaitu consilium yang berartidengan atau bersama yang dengan menerima Atau memahami. Sedangkan dalam bahasa ango-saxon,istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyerahkanatau menyampaikanDengan demikian dapat di tegaskan bahwa pembinaan nilai-nilai agama islam melalui bimbingan dan konseling adalah pemberian bantuan kepada siswa (pelajar) berupa segala sesuatu yang dia butuhkan yang berorientasi pada kewajiban dan larangan agama dalam mepertahankan dan menyempurnakan kepribadian dan sikapnya untuk dapat menyesuikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.Dalam melaksanakan penelitian di SMA Negeri 4 PALOPO ingin mendapatkan gambaran secara empiris tentang pembinaan nilai-nilai agama islam yang di laksanakan dalam bimbingan dan konseling mulai dari proses awal pembinaan sampai hasil akhir dari pembinaan tersebut.sehingga penelitian mendapatkan data-data yang empiris sebagai bahan penulisan skripsi dengan judul pembinaan nilia-nilai agama islam melalui bimbingn dan konseling di SMA Negeri 4 PALOPO .[footnoteRef:45] [45: Bimo walgito,bimbingan..,op,cit,h.7]

3. Instrumen PenelitianDalam penelitian kualitatif instrument yang di gunakan bukanlah alat ukur yang di susun atas dasar defenisi operasional variable.ada beberapa variable instrument antara lain :a. peneliti Dalam penelitian kulitatif peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.b. informan.Orang yang tahu benar tentang situasi lapangan penelitian yang di minta secar suka rela dalam membrikan informasi dalam Hal ini sebagai informan adalah guru BK dan orang-orang berhak memberikan jawaban pertanyaan peneliti seperti wakasek kesiswaan dan wakasek kurikulum.c. kepustakaanKepustakaan dalam penelitian ini mempunya kedudukan penting yaitu untuk mendukung dan memprkuat data-data dan toeori yang di temukan di lapangan.

4. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang peneliti di gunakan dalam penelitian ini adalah:

a. observasiSebagai metode ilmiah opservasi biasa diartikan dengan mengamati dan menyelidiki serta mencatat langsung terjun ke obyek.[footnoteRef:46] Observasi ini digunaakan untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan nilai-nilai agama islam melalui bimbingan dan konseling pada siswa SMA NEGERI 4 PALOPO. [46: Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1992), h.14.]

b. InterviewTeknik interview juga sering disebut dengan wawancara atau koisener lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.[footnoteRef:47] Teknik ini penulis gunakan untuk memperoleh data dari guru BK tentang pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa SMA NEGERI 4 PALOPO melalui bimbingan dan konseling. [47: Ibid.148]

c. DokumentasiTeknik ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku-buku, agama dan sebagainya.[footnoteRef:48] Tenik ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang pembinaan nilai-nilai agama islam pada siswa SMA NEGERI 4 PALOPO yang melalui bimbingan dan konseling dan data tentang keadaan sekolah. [48: Lexy. J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2005), h. 49.]

5. Teknik Analisi DataPenelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka dalam menganalisis data yang terkumpul peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penggunaan analisa deskriptif dimulai dari analisis sebagai data yang terhimpun dari suatu penelitian kemudian bergerak kearah pembentuk kesimpulan. Oleh karena itu analisis deskriptif ini dimulai dari klasifikasi data.[footnoteRef:49] [49: Lexy. J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 103.]

Dari rumusan diatas, maka peneliti dalam mengelolah dan meganalis data, dengan cara menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu hasil interview dengan informasi, catatan lapangan dan dokumen-dokumen. Data tersebut yang kemudian peneliti mengorganisasikannya, yaitu menyusun dan mengelompokkan data-data yang sesuai dengan sistematika yang dibuat peneliti.