pwk unhas

23
Konsep Wilayah 2006-11-07 07:05:29 - Thesis Kalla Manta Suatu wilayah, dalam pengertian geografis merupakan kesatuan alam, yaitu alam yang serba sama atau bersifat homogen, atau seragam (uniform) dan kesatuan manusia yaitu masyarakat yang serba sama yang mempunyai ciri (kehususan) yang khas sehingga wilayah tersebut dapat di bedakan dari wilayah lain (Jayadinata,1986 :35). Menurut Adisasmita (1989:52-60), bahwa konsep wilayah mengandung tiga macam pengertian yakni; wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa wilayah geografi dapat dikaitkan menjadi suatu wilayah tunggal, apabilah wilaya-wilayah mempunyai karakteristik yang sama dalam hal ekonomis, geografis, sosial dan politik. Wilayah nodal adalah; wilayah yang terdiri dari satuan- satuan wilyah yang heterogen, misalnya terkonsentrasinya penduduk di suatu tempat, sarana dan prasarana yang cukup tinggi dan rapi, sedangkan wilayah perencanaan adalah suatu wilayah pengembangan, dimana program-program pembangunan dilaksanakan. Hamilton dalam saleh (1988:80), memberikan pengertian wilayah sebagai berikut : wilayah dapat didefinisikan dalam beberapa hal tergantung dari pertanyaan dan naskah yang dipecahkan; pertama; wilyah didasarkan pada adanya homogenitas fisik, ekonomi, sosial. Kedua; wilayah didasarkan pada adanya pemusatan penduduk pada suatu daerah. Ketiga ; wilayah didasarkan pada adanya kesamaan administrasi atau kesamaan politik. Pembangunan wilayah dapat didasarkan untuk tujuan-tujuan seperti efisiensi, alokasi sumber daya, pertumbuhan ekonomi, kesempatan

Upload: mark-margh-umargna

Post on 31-Jul-2015

69 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: pwk unhas

Konsep Wilayah2006-11-07 07:05:29 - Thesis Kalla Manta

  

Suatu wilayah, dalam pengertian geografis merupakan kesatuan alam, yaitu alam yang serba sama atau bersifat homogen, atau seragam (uniform) dan kesatuan manusia yaitu masyarakat yang serba sama yang mempunyai ciri (kehususan) yang khas sehingga wilayah tersebut dapat di bedakan dari wilayah lain (Jayadinata,1986 :35).

Menurut Adisasmita (1989:52-60), bahwa konsep wilayah mengandung tiga macam pengertian yakni; wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa wilayah geografi dapat dikaitkan menjadi suatu wilayah tunggal, apabilah wilaya-wilayah mempunyai karakteristik yang sama dalam hal ekonomis, geografis, sosial dan politik.

Wilayah nodal adalah; wilayah yang terdiri dari satuan-satuan wilyah yang heterogen, misalnya terkonsentrasinya penduduk di suatu tempat, sarana dan prasarana yang cukup tinggi dan rapi, sedangkan wilayah perencanaan adalah suatu wilayah pengembangan, dimana program-program pembangunan dilaksanakan.

Hamilton dalam saleh (1988:80), memberikan pengertian wilayah sebagai berikut : wilayah dapat didefinisikan dalam beberapa hal tergantung dari pertanyaan dan naskah yang dipecahkan; pertama; wilyah didasarkan pada adanya homogenitas fisik, ekonomi, sosial. Kedua; wilayah didasarkan pada adanya pemusatan penduduk pada suatu daerah. Ketiga ; wilayah didasarkan pada adanya kesamaan administrasi atau kesamaan politik. Pembangunan wilayah dapat didasarkan untuk tujuan-tujuan seperti efisiensi, alokasi sumber daya, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, kestabilan tingkat harga dan pemerataan pendapatan.

Dari pendekatan toritorial maupun fungsional untuk perencanaan wilayah, dapat disimpulkan bahwa pengembangan wilayah adalah upaya pembangunan dalam suatu wilayah administratif atau wilayah/kawasan tertentu agar tercapai kesejahtraan masyarakat (people property) melalui pemanfaatan peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal, efisien, sinergi dan sustainauble untuk menggerakan kegiatan-kegiatan ekonomi pendapatan, iklim kondusip perlindungan dan penyediaan sarana dan prasarana.

Pada dasarnya faktor utama dalam pembangunan wilayah adalah kemajuan ekonomi wilyah atau kawasan yang bersangkutan, terutama pengembangan potensi sumber daya lokal (Anonimes, 2000), diuraikan lebih lanjut bahwa kemajuan ekonomi suatu alam sangat terkait dengan kondisi sumber daya alam (SDA) yang ada, serta kondisi sosial masyarakat (pendidikan, kesehatan, keterampilan dan sebagainya) serta prasarana dan sarana yang mendukung

Page 2: pwk unhas

Konsep Otonomi dan Pemekaran Wilayah2006-11-07 07:06:23 - Thesis Kalla Manta

  

Pembangunan atau pengembangan dalam arti Development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki, guna meningkatkan kualitas hidupnya,

dan juga diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya.

Pengembangan suatu wilayah itu tidak lain dari usaha mengawinkan secara harmonis sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri. Kesemuanya itu untuk memberdayakan masyarakat.

Pinchemel (1985) menjelaskan, bahwa pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu biasanya terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi, tinggi biaya atau ongkos produksi, penurunan taraf hidup masyarakat, ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang sangat mendesak.

Wayong (1975 : 5) menyatakan, bahwa otonomi daerah sebagai “kebebasan bergerak memerintah dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri atau inisiatif sendiri dalam lingkungan daerah sendiri. Kekuasaan mana oleh pemerintah dapat diberikan kepada daerah-daerah”.

Djohan (1998), menyatakan bahwa otonomi daerah yaitu; kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang bentuk, berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri atau disebut sebagai penyelenggara pemerintah sendiri atau lokal self-government.  

Page 3: pwk unhas

Peranan Pusat Kota sebagai Pusat Pertumbuhan2006-11-07 07:08:15 - Thesis Kalla Manta

  

Salah satu unsur fundamental pengembangan wilayah adalah keberadaan pusat, disamping unsur-unsur lainnya yaitu wilayah pengaruh (wilayah pelayanan) dan jaringan transportasi. Mengenai pentingnya peran pusat telah dikemukakan oleh banyak pakar sebagai berikut:

1. Teori-Teori Pusat Pertumbuhan

Konsep titik pertumbuhan (growth point concept) adalah merupakan mata rantai antara struktur daerah-daerah nodal yang berkembang dengan sendirinya dan perencanaan fisik dan regional. Sebagaimana telah diketahui, keuntungan-keuntungan aglomerasi menyebabkan konsentrasi produksi lebih efisien dari pada yang terpencar-pencar, sedangkan keseimbangan antara keuntungan-keuntungan skala dalam penyediaan pelayanan-pelayanan sentral dan keinginan akan kemudahan hubungan telah mengakibatkan konsentrasi penduduk yang tersusun dalam suatu hirarki difokuskannya pusat-pusat sub-regional bagi pertumbuhan telah membantu menjembatani celah antara teori lokasi dan teori ekonomi regional. la juga memasukkan unsur kesatuan dan pengarahan ke dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan regional seperti: pembuatan prasarana pada titik-titik pertumbuhan, lokasi perumahan baru, dan penggairahan migrasi intra-regional dan perjalanan ke tempat kerja ke pusat-pusat yang direncanakan.

Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah titik-titik tokal. Di dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan bergravitasi ke arah titik-titik tokal ini, walaupun kepadatan dari arus tersebut akan berkurang karena jarak. Di sekitar titik tokal (pusat dominan) kita dapat menentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dinamakan sebagai titik pertumbuhan, sedangkan wilayah di dalam garis perbatasan merupakan wilayah pengaruhnya (wilayah pertumbuhan).

Berdasarkan penapsiran di atas, distribusi penduduk secara spasial tersusun dalam sistem pusat hirarki dan kaitan-kaitan tungsional. Semakin kuat ciri-ciri nodal dari wilayah- wilayah yang bersangkutan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan demikian juga halnya dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosialnya. Dengan demikian rencana pengembangan wilayah akan lebih berhasil jika rencana tersebut diarahkan untuk memperkuat ciri-ciri titik pertumbuhan alamiah yang terdapat di masing-masing wilayah. Strategi titik pertumbuhan dapat ditafsirkan sebagai upaya mengkombinasikan ciri-ciri tempat sentral yang mempunyai orde tinggi dan lokasi potensial yang memberikan keuntu ngan-keuntungan aglomerasi.

Jadi jelaslah konsep titik pertumbuhan itu merupakan mata rantai penghubung antara

Page 4: pwk unhas

struktur wilayah-wilayah nodal yang berkembang dengan sendirinya dengan perencanaan fisik dan wilayah. Perkembangan modern dari teori titik pertumbuhan terutama berasal dari ahli-ahli teori ekonomi regional Perancis. Terutama Francois Perroux telah mengemukakan konsep kutub pertumbuhan. Boudeville (1966: 11), dengan mengikuti Perroux, telah mendefinisikan kutub pertumbuhan regional sebagai seperangkat industri- industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjut dari kegiatan ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Faktor utama dalam ekspansi regional adalah interaksi antara industri-industri inti yang merupakan pusat nadi dari kutub perkembangan. industri-industri ini mempunyai ciri-ciri khusus tertentu: tingkat konsentrasi yang tinggi, elastisitas pendapatan dari permintaan yang tinggi terhadap produk mereka yang biasanya dijual ke pasar-pasar nasional, efek multi player dan efek polarisasi lokal yang sangat besar.

Akan tetapi, kutub pertumbuhan (growth pole) tidaklah hanya merupakan lokalisasi dari industri-industri inti. Kutub pertumbuhan harus juga mendorong ekspansi yang besar di daerah sekitar, dan karenanya efek polarisasi strategi adalah lebih menentukan dari pada perkaitan¬ perkaitan antar industri. Prasarana yang sudah ada sangat berkembang, penyediaan pelayanan-pelayanan sentral, permintaan terhadap faktor¬ faktor produksi dari daerah pengaruh, dan persebaran kesadaran¬ pertumbuhan dan dinamisme ke seluruh daerah pengaruh. Kesemuanya ini panting untuk mendorong polarisasi.

Analisa titik pertumbuhan mengandung hipotesa bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan sebagai keseluruhan akan mencapai maksimum apabila pembangunan dikonsentrasikan pada titik- titik pertumbuhan dari pada jika pembangunan itu dipencar-pencar secara tipis di seluruh daerah. Dengan demikian, interaksi antara masing-masing titik pertumbuhan dan. daerah pengaruhnya adalah unsur yang panting dalam teori ini. Interaksi ini mempunyai beberapa aspek.

Pertama, interaksi ini akan menimbulkan ketidak seimbangan struktural di daerah yang bersangkutan secara keseluruhan. Jika suatu titik pertumbuhan digandengkan dengan pembangunan suatu komplek industri baru, maka komplek tersebut akan ditempatkan di sekitar titik pertumbuhan itu sendiri. Memang harus diakui industri-industri pensuplai di daerah pengaruh tentu akan ikut terdorong berkembang, tetapi perbedaan yang besar dalam kemakmuran antara titik pertumbuhan dan daerah yang mengitarinya akan tetap terdapat. Selanjutnya di luar perbatasan daerah pengaruh, tingkat pendapatan dapat mengalami stagnasi den daerah mengalami kemunduran. Pembenaran titik pertumbuhan ini adalah bahwa daerah¬ daerah ini bagaimanapun juga pasti sampai pada titik stagnasi, dan bahwa pengkonsentrasian akan menghasilkan pendapatan perkapita rata¬ rata yang lebih tinggi di daerah yang bersangkutan sebagai keseluruhan.

Kedua, industri-industri penggerak (propulsive industries) di kutub pertumbuhan . adalah industri-industri ekspor yang melayani pager- pager ekstra regional. Teori titik pertumbuhan secara implisit bersumber pada konsep basis ekspor tetapi dengan memberinya dimensi ruang, karena industri-industri inti (key industries) berlokasi pada

Page 5: pwk unhas

titik pertumbuhan sedangkan industri-industri suplay, tenaga kerja, bahan-bahan mentah dan pelayanan-pelayanan defenden dapat terpencar-pencar di seluruh daerah pengaruh. Pendapatan yang terima di daerah pengaruh bersal dari penerimaan faktor terutama upah yang diperoleh para pekerja yang tinggal di daerah pengaruh tetapi bekerja di titik pertumbuhan. Salah satu perbedaan enters titik pertumbuhan dan daerah pengaruhnya adalah bahwa titik pertumbuhan dapat dianggap sebagai pager tenaga kerja sentral dan daerah pengaruhnya sebagai daerah sumber tenaga kerja.

Ketiga, fungsi tempat sentral dari titik pertumbuhan (dengan asumsi bahwa tempat tersebut adalah pusat penduduk yang substansial) dapat memperjelas hubungan antar titik pertumbuhan dan daerah pengaruhnya.

Tersedianya pelayanan sentral adalah salah satu keuntungan aglomerasi yang panting pada titik pertumbuhan. Tetapi, secara konsepsional, titik pertumbuhan dan tempat sentral tidaklah identik. Tempat-tempat sentral (central places) adalah banyak sekali dan tersusun dalam suatu hirarki, sedangkan titik pertumbuhan hanya sedikit sekali dalam beberapa hal, hanya satu di dalam suatu daerah. Arus polarisasi diekitar titik pertumbuhan adalah lebih intensif dan mempunyai watak yang lebih beraneka ragam dari pada di sekitar tempat sentral dimana arus terutama terdiri dari kepergian hilir mudik untuk keperluan berbelanja, rekreasi dan jasa-jasa lainnya.

Perbedaan yang paling menonjol adalah bahwa apabila yang menopang pertumbuhan suatu tempat sentral adalah daerah komplementernya, maka yang menopang pertumbuhan lingkungan pengaruhadalah titik pertumbuhan. Friedman dan Alonso (1974) melahirkan konsep yang dikenal dengan sebutan interaksi antara inti dan tepi" (core and peripheri interaction) pengembangan days kreasi dalam suatu masyarakat lewat serangkaian perubahan struktural yang berkesinambungan, yang terjadi bersifat komulatif. Pembangunan berasal mula dari sejumlah relatif sedikit pusat-pusat perubahan (centre of change) yang terletak di titik-titik interaksi berpotensi tinggi dalam batas atau bidang jangkauan komunikasi.

Daerah-daerah inti (core regions) tersebut merupakan pusat-pusat utama dari pembaharuan (inovation). Sementara wilayah-wilayah territorial lainnya merupakan daerah-daerah tepi/pinggiran (peripheri regions) yang berada jauh dari pusat perubahan, yang menggantungkan nasibnya kepada daerah-daerah inti. Pembangunan di daerah-daerah pinggiran ini juga ditentukan oleh daerah inti.

Myrdal (1976) dalam Sihotan, Paul (1990: 10) tentang spread effect (efek menyebar) dan backwash effect (gelombang surut). Spread effect adalah kekuatan-kekuatan yang menuju konvergensi antara daerah¬ daerah kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan bertumbuhnya daerah kaya, maka bertambah pulalah permintaannya terhadap produk dari daerah miskin dan dengan demikian mendorong pertumbuhannya. Keluarnya faktor-faktor dari daerah miskin dapat mendorong lebih efisien penggunaan sumber daya, melalui relokasi intern dari sektor upah rendah ke sektor upah tinggi atau produktivitas tinggi yang menimbulkan pertumbuhan. Secara umum memiliki kemiripan dengan konsep Hircshman yakni polarization effect and tricle down effect.

Page 6: pwk unhas

2. Teori Simpul Jasa Distribusi

Seperti teori aglomerasi (Weber), teori tempat sentral (Cristaller dan Losch), teen kutub pertumbuhan (Perraoux), dan teori daerah inti (friedmann), Purnomosidi menekankan pula pentingnya peranan pusat¬ pusat pengembangan, yang selanjutnya diidentifikasikan sebagai "simpul¬ simpul jasa distribusi" (pada umumnya adalah kota).

Menurut Purnomosidi Hadjisarosa, pengembangan wilayah dimungkinkan oleh adanya pertumbuhan nodal, yang bertumpu pada pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya alamnya; pengembangan kedua jenis sumberdaya tersebut berlangsung sedemikian sehingga menimbulkan arus barang. Bahan mentah diangkut dari daerah penghasil ke lokasi pabrik; dan barang hasilnya diangkut dari produsen ke konsumen.

Arus barang dianggapnya sebagai salah satu gejala ekonomi yang paling menonjol, arus barang merupakan wujud fisik perdagangan antar daerah, antar pulau, ataupun antar negara; arus barang didukung langsung oleh jasa perdagangan dan jasa pengangkutan serta distribusi). Jadi jasa distribusi merupakan kegiatan yang sangat panting dalam kehidupan manusia dan pembangunan secara fisik, terutama jika ditinjau pengaruhnya dalam penentuan lokasi tempat berkelompoknya berbagai kegiatan usaha dan kemudahan-kemudahan, demikian pula fungsinya dalam proses berkembangnya wilayah (Hadjisarosa, 1981: 4-5).

Di kota-kota terdapat berbagai kemudahan. Kemudahan diartikan sebagai kesempatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Semakin tinggi tingkat kemudahan pada suatu tempat, berarti semakin kuat daya tariknya mengundang manusia dan kegiatan ekonomi untuk datang ke tempat tersebut. Diantara kemudahan-kemudahan tersebut jasa distribusi merupakan unsur yang sangat panting, oleh karena itu di kota¬ kota pada umumnya merupakan pusat kegiatan usaha distribusi, yang selanjutnya oleh Purnomosidi disebutnya "simpul jasa distribusi" atau disingkat dengan simpul.

Ada dua faktor panting yang harus diperhatikan dalam pemahaman peranan simpul-simpul, yaitu mengenai fungsi-fungsi simpul dan hirarki simpul dalam sistem spasial. Fungsi primer suatu simpul adalah sebagai pusat pelayanan jasa distribusi bagi wilayah pengembangannya atau wilayah nasional (bersifat keluar), sedangkan fungsi sekundernya adalah kehidupan masyarakat di simpul yang bersangkutan (bersifat ke dalam). Perbedaan fungsi simpul tersebut mencerminkan pula perbedaan dalam jenis dan kapasitas fasilitas yang tersedia di masing-masing simpul. Hirarki dari tiap simpul ditentukan oleh kedudukannya dalam hubungan fungsional enter simpul yang dicerminkan berdasarkan mekanisme arus distribusi barang.

Biasanya pada simpul-simpul yang lebih tinggi ordenya tersedia fasilitas jasa distribusi yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan simpul-simpul yang lebih rendah ordenya. Antara simpul-simpul tersebut, baik antar simpul yang mempunyai tingkatan orde distribusi yang sarna ataupun yang berbeda terdapat keterhubungan dan

Page 7: pwk unhas

ketergantungan. Keterhubungan dan ketergantungan antar simpul dapat diketahui dari data arus barang dari tempat asal ke tempat tujuan.

Selanjutnya berdasar susunan hirarki serta keterhubungan den ketergantungan dapat ditentukan arah pengembangan pemasarannya secara geografis. Poernomosidi membedakan wilayah administrasi dengan wilayah pengembangan. Secara administratif, seluruh wilayah terbagi habis, tetapi tidak berarti bahwa seluruh wilayah administrasi secara otomatis tercakup dalam wilayah pengembangan. Dalam kenyataannya beberapa bagian wi/ayah administrasi tidak terjangkau oleh pelayanan distribusi disebabkan hambatan-hambatan geografis atau karena belum tersedianya prasarana distribusi ke dan dari bagian-bagian wilayah tersebut.   

Page 8: pwk unhas

Peranan Pusat Kota sebagal Pusat Pelayanan

Page 9: pwk unhas

2006-11-15 07:42:03 - Thesis Kalla Manta  

Suatu kota yang mengemban fungsi sosial-ekonomi bertindak untuk melayani daerah hinterlandnya (desa atau kota lainnya yang mempunyai pengaruh hubungan yang kuat). Kota yang mampu melayani masyarakat kota sering disebut fungsi kota, yang selalu dikaitkan dengan sosial¬ ekonomi utama suatu kota. Fungsi kota dicerminkan oleh kelengkapan dan kualitas

fasilitas pelayanan perkotaan yang dimilikinya, disamping itu kota ditinjau dari segi aksesibilitasnya ke kota-kota lain atau wilayah belakangnya.

Berdasarkan fungsi tersebut, Kecamatan Masamba dikategorikan sebagai kota yang mengemban satu atau dari beberapa fungsi-fungsi kota sebagai berikut: (1) sebaga pusat pertumbuhan, (2) sebagai pusat jasa distribusi , (3) sebagai pusat pelayanan jasa lainnya (pemerintahan, pendidikan, kesehatan) bagi wilayah pengaruhnya di kabupaten Luwu Utara.

Kota sebagai pusat pelayanan, diharapkan memiliki fasilitas pelayanan seperti; (1) pusat dan pertokoan sebagai fokus point dari suatu kota, (2) sarana dan prasarana transportasi, (3) tempat rekreasi dan oleh raga, dan (4) sarana pendidikan, kesehatan dan obyek wisata. Dengan demikian kota menyediakan segala fasilitas bagi kehidupan baik sosial maupun ekonomi, sehingga baik tempat tinggal maupun bekerja dan berkreasi dapat dilakukan dalam kota (Jayadinata, 1992: 104).

Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan penduduk. Semakin lengkap penyediaan fasilitas-fasilitas di suatu tempat berarti semakin kuat daya tarik mengundang penduduk dan kegiatan-kegiatan produktif untuk datang ke tempat tersebut. Dalam meningkatkan pembangunan wilayah harus diupayakan untuk memanfaatkan peran kota-kota sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan. Ada dua faktor panting perlu diperhatikan sehubungan dengan peran pusat-pusat dan hirarki dari masing-masing pusat (Soegijoko, 1995:78).

Pusat-pusat pelayanan tercipta dalam jumlah tertentu dan berada dalam skala lebih kecil dari pusat petumbuhan wilayah serta tersebar di berbagai penjuru wilayah, berfungsi sebagai titik orientasi pelayan sosial ekonomi penduduknya antara pusat pertumbuhan dan pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi membentuk suatu tats jaringan fungsional yang secara hirarki terstruktur sebagai komplek tata ruang wilayah.

Daerah perkotaan sebagai pusat pertumbuhan wilayah akan berfungsi sebagai pusat getaran aglomerasi ekonomi yang mendorong timbulnya kekuatan ke depan dan ke belakang antara titik pusat dan daerah belakangnya dalam menjaga kelangsungan hidup penduduk dan kegiatan fungsional wilayah atau daerah. Gilbert (1975) dalam Adisasmita (1994:99-101) pusat-pusat pelayanan yang lebih kecil adalah penghubung antara pusat-pusat pelayanan yang lebih besar dengan daerah pedesaan. Hubungan. pengembangan pusat-pusat pelayanan dalam strategi perencanaan pembangunan

Page 10: pwk unhas

regional bukan hanya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan riil penduduk, akan tetapi juga untuk menghilangkan atau mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan.

Sejalan dengan tujuan pembangunan wilayah, maka penyediaan fasilitas pelayanan dasar perkotaan sebagai salah satu bentuk pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kola, seharusnya adalah diusahakan untuk memenuhi tiga buah prinsip yaitu affordability,recoverability dan replicability (Prakash, 1985).

Uraian prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut: pertama dan paling utama yaitu keterjangkauan (affordability) biaya untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan haruslah relatif murah sehingga masyarakat mampu untuk membayarl menjangkaunya (affordable) dan akibatnya dapat memanfaatkan pelayanan yang disediakan. Kedua adalah recover ability, suatu proyek penyediaan fasilitas pelayanan bagi masyarakat pada dasarnya harus dapat membiayai dirinya sendiri (recoverable).

Apabila tidak, maka dikuatirkan bahwa pelayanan tersebut tidak akan berkelanjutan karena. tidak dapat bertahan menghidupi dirinya sendiri. Ketiga adalah replicability adalah rencana penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan bagi masyarakat bukanlah suatu kegiatan yang sifatnya hanya berlaku di suatu lokasi tertentu, sehingga belum tentu dapat diimplementasikan di tempat lain pads waktu yang berbeda. Berarti bahwa kegiatan penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan bagi masyarakat bukanlah suatu kegiatan yang sifatnya proyek, tetapi lebih kepada program, artinya direncanakan untuk dapat dilaksanakan di tempat lain yang membutuhkan (replicable). Penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan haruslah memenuhi ketiga prinsip ini agar pelayanan tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat banyak, dan dapat berlangsung secara berkelanjutan (Prakash, 1985; Hassan, 1985; Prodipto, 1985).    

Page 11: pwk unhas

Konsep Sistem Transportasi2006-11-15 07:43:04 - Thesis Kalla Manta

  

Konsep sistem transportasi kawasan perumahan mempunyai ciri yang berbeda dengan kajian lain, hal ini dikarenakan moda angkutan transportasi cukup luas dan beragam. Disamping itu kajian transportasi melibatkan aspek yang kompleks. Secara singkat kajian sistem transportasi ditandai dengan multimoda, multidisiplin, multisektoral dan multimasalah.

Perencanaan sistem transportasi sebagai titik awal dalam perencanaan dilakukan secara menyeluruh dan sistem koordinasi interaktif sehingga pelaksanaan pembangunan berdampak positif terhadap penataan tata ruang secara keseluruhan. Perencanaan transportasi merupakan proses yang dinamis serta tanggap terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan ekonomi, dan pola arus pergerakan transportasi.

Dengan demikian pelayanan transportasi ditujukan untuk meningkatkan pergerakan antar kawasan dan antarwilayah sehingga perlu ditingkatkan karena perkembangan suatu kawasan akan seiring dengan majunya moda angkutan transportasi. Penyelesaian permasalahan transportasi dilakukan melalui penanganan secara terpadu serta dilakukan untuk menciptakan sinergi kawasan.

Gambaran tersebut diatas sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang secara nyata mendorong pertumbuhan sumber ekonomi potensil daerah. Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan sistem transportasi seeara menyeluruh ke dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri atas beberapa sistem transportasi mikro.

Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih keeil (mikro) masing-masing saling terkait, antara lain; (1) Sistem kegiatan (tata guna lahan) meliputi; sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain, (2) Sistem jaringan prasarana transportasi, meliputi; sistem jaringan jalan rays, dan terminal, (3) Sistem pergerakan lalu lintas meliputi sistem; rekayasa dan manajemen lalu lintas, (4) Sistem kelembagaan, meliputi; perangkat aturan resmi pemerintah dan masyarakat.

Page 12: pwk unhas

Fungsi dan Hirarki Kota2006-11-07 07:07:10 - Thesis Kalla Manta

  

Fungsi dan hirarkhi kota merupakan tata jenjang menujukkan hubungan keterkaitan antarkomponen pembentuk struktur pemanfaatan ruang. Penentuan fungsi kota pada prinsipnya didasarkan pada komponen pembentuk yang dominan mempengaruhi aktivitas sosial ekonomi perkotaan, sedangkan hirarkhi kota adalah hubungan antarkegiatan yang berpengaruh

terhadap pola pemanfaatan ruang, dalam skala wilayah dikenal dengan sistem kota atau orde kota berdasarkan skala pelayanannya.

1. Fungsi dan Pelayanan Kota

Perkotaan amat besar perannya dalam persebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini terjadi karena di bagian wilayah tersebut terdapat berbagai kegiatan ekonomi sekunder dan tarsier serta fungsi pelayanan yang menimbulkan daya tarik bagi penduduk.

Pada sisi lain pengelompokan kegiatan, fasilitas dan penduduk serta berpusatnya berbagai keputusan yang menyangkut publik merupakan faktor-faktor yang menarik bagi kegiatan ekonomi/bisnis. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa perkotaan memiliki nilai strategis. Perkotaan tidak sekedar sebagai pemusatan penduduk serta berbagai fungsi sosial¬ ekonomi-politik dan administrasi, tetapi juga potensial sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan pads tingkat nasional maupun regional. Dalam kaitan ini, sistem perkotaan dapat memberi petunjuk bagi bagian-bagian yang perlu memperoleh investasi agar tercapai solusi terhadap dilema antara efisiensi nasional dan pemerataan antar wilayah (Richardson, 1979).

2. Model Perkembangan Kota

Perkembangan kota di Indonesia mengalami perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan politik maupun perekonomian. Dengan mengambil krisis multi dimensi sekarang, berlangsung perubahan mendasar pengelolaan dan pembiayaan negara dengan keluarnya Undang-undang nomor 32 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan nomor 33 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Inti perubahan perundang-undangan tersebut adalah desentralisasi yang luas sebagai reaksi terhadap sentralisasi yang berlebihan pada periode sebelumnya. Implementasi dari undang-undang tersebut serta perubahan pendekatan dalam pembangunan akan menimbulkan implikasi pad pola urbanisasi. Urbanisasi terkait dengan perkembangan perkotaan. Teori klasik menyatakan bahwa kota-kota berkembang karena peningkatan efisiensi kegiatan pertanian yang mengakibatkan dislokasi tenaga kerja pertanian (Davis, 1968).

Teori ini mengisyaratkan terdapatnya kaitan industrialisasi dan perkembangan

Page 13: pwk unhas

perkotaan. Perkembangan industri perkotaan akan memicu migrasi desa-kota yang akhirnya mendorong lebih jauh urbanisasi. Teori ini sejalan dengan perspektif modernisasi, namun dalam perspektif modernisasi juga menekankan perbedaan fertilitas dan mortalitas antara desa dan kota sebagai pemicu perkembangan perkotaan disamping migrasi desa-kota (Kasadra dan Crenshaw, 1991 :482).

Pandangan-pandangan tersebut mengisyaratkan adanya hubungan antara perkembangan ekonomi (varia bel be bas) dan urbanisasi (variabel tidak bebas). Meskipun demikian perkotaan bukan sekedar aleman statis urbanisasi. Kota-kota dapat memainkan peran sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi di negara-negara sedang berkembang, terutama melalui berbagai fungsi yang dimilikinya (Friedmann dan Wuff, 1976).

Fungsi-fungsi tersebut mampu mendorong lebih jauh migrasi desa-kota. Kecenderungan ini akan semakin menguat dengan konsentrasi investasi di kota-kota besar seperti yang dilakukan di banyak negara berkembang karena pertimbangan keterbatasan sumberdaya serta infrastruktur pendukung (Alonso, 1980). Semua ini akan mendorong urbainsasi.

Teori klasik, teori tempat sentral (Berry, 1967) mengilhami sebuah model perkembangan sistem perkotaan (tabeI 1). Pada tahap swat, ketika kegiatan pertanian masih dominan, akan ditemukan kota-kota dengan fungsi dan interaksi terbatas. Kepadatan penduduk perkotaan belum menjadi isu pada tahap ini. Kemudian spesialisasi dan diferensiasi kegiatan pada tahap transisi mendorong perkembangan perkotaan.

Interaksi dan kompetisi antar kota menjadi makin intensif yang dipacu oleh kemajuan transportasi dan komunikasi. Ini akan menghasilkan diferensiasi perkembangan perkotaan. Kota-kota yang unggul akan berkembang lebih cepat, membentuk aglomerasi, menjadi sasaran pendatang dan mengalami persoalan tekanan penduduk. Pada tahap klimaks, berbagai fungsi perkotaan sudah terbentuk lengkap. Selain itu kota-kota semakin terintegrasi yang ditunjang oleh kemajuan perhubungan. Desentralisasi penduduk dari kota-kota besar mulai berlangsung.

3. Teori Tempat Sentral (Central Place Theory)

Suatu ciri umum dari daerah-daerah nodal adalah bahwa penduduk kota tidaklah tersebar secara merata diantara pusat-pusat yang sarna besarnya, tetapi tersebar diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (urban hierarchy). Penyebab pokok dari perkembangan seperti ini adalah lebih efisiennya mensuplai barang-barang dan jasa-jasa tertentu di pusat-pusat kecil sedangkan barang-barang dan jaga-jaga lainnya lebih efisien kalau disuplai di pusat-pusat yang lebih besar.

Akan tetapi, jika hirarki itu sudah terbentuk maka kita akan menyaksikan dominannya pusat-pusat yang lebih besar dan mengutubnya arus fenomena ekonomi yang

Page 14: pwk unhas

mencirikan daerah-daerah nodal. Ini berarti untuk menjelaskan evolusi hirarki perkotaan adalah unsur yang sangat panting untuk dapat memahami daerah-daerah nodal (Cristaller, 1966).

Menurut teori ini, fungsi-fungsi pokok suatu pusat kola adalah bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakangnya, mensuplai barang¬ barang dan jasa-jasa sentral seperti jasa-jasa eceran, perdagangan, perbankan, fasilitas-fasilitas pendidikan, hiburan dan kebudayaan, dan jaga-jaga pemerintah kota.

Page 15: pwk unhas

Hierarki Perkotaan

Robinson Tarigan (2004) menyatakan tempat-tempat konsentrasi yang umumnya berupa daerah

perkotaan tersebar di suatu wilayah/negara dengan penduduk (besarnya kota) yang tidak sama.

Setiap kota memiliki daerah belakang atau wilayah pengaruhnya. Makin besar suatu kota makin

beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya. Suatu kota yang

besar selain memiliki daerah belakang berupa daerah pertanian juga memiliki beberapa kota

kecil. Apabila kota kecil banyak tergantung dari kota besar maka kota kecil termasuk di dalam

daerah pengaruh dari kota yang lebih besar. Misalnya kota kecil membeli berbagai keperluan dan

menjual berbagai hasil produksinya ke kota besar. Demikian juga banyak penduduk dari kota

kecil yang pergi bekerja, mencari tempat pendidikan, dan berbagai urusan lainya ke kota besar.

Dengan demikian akan lebih mudah dibedakan kota mana yang lebih tergantung terhadap kota

lainnya sehingga mudah menetapkan perbedaan rangkingnya. Biasanya kota yang paling besar

wilayah pengaruhnya, diberikan rangking satu atau kota orde kesatu, yang lebih kecil berikutnya

diberi rangking dua dan seterusnya.

Konsep Scalogram

Menurut Blakely (1994), pada dasarnya scalogram membahas mengenai fasilitas perkotaan yang

dimiliki suatu daerah sebagai indikator difungsikannya daerah tersebut sebagai salah satu pusat

pertumbuhan. Dengan demikian analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi peranan suatu

kabupaten/kecamatan berdasarkan pada kemampuan masing-masing kabupaten/kecamatan dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Asumsinya jika suatu kabupaten/kecamatan

mempunyai berbagai fasiltas yang relatif lengkap di bandingkan dengan kabupaten/kecamatan

Page 16: pwk unhas

lainnya, maka kabupaten/kecamatan tersebut mampu berperan sebagai suatu pusat pertumbuhan

pada kawasan tersebut.

Konsep (AHP) Analisis Hierarki Proses

Menurut Thomas L. Saaty (1991), terdapat tiga prinsip dasar Analisis Hierarki Proses yaitu :

a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis yang disebut menyusun secara

hierarkis, yaitu ; memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut sebagai penetapan prioritas, yaitu ;

menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.

c. Konsistensi Logis, yaitu ; menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan

diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

d. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang dan jika lebih dari 10 persen maka

pertimbangan itu harus di acak atau diperbaiki agar tingkat konsistensinya bagus

Dari prinsip dasar di atas bahwa Analisis Hierarki Proses adalah suatu model yang luwes yang

memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-

nilai pribadi secara logis. Selain itu dalam penggolongan hierarki terdapat dua macam hierarki

yaitu :

a. Hierarki Struktural, dimana pada hierarki ini sistem yang kompleks disusun ke dalam

komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka;

misalnya : ukuran, bangun warna atau umur.

Page 17: pwk unhas

b. Hierarki Fungsional, yaitu suatu hierarki yang menguraikan sistem yang kompleks menjadi

elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensial mereka ; misalnya : kelompok

pihak berkepentingan yang utama, dan kelompok sasaran pihak yang berkepentingan.