putu suwita sari_1102005008_gambaran alergen pasien rinitis alergi poliklinik tht rsup sanglah...

48
SKRIPSI GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2012-2013 SAMPUL DEPAN PUTU SUWITA SARI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 SKRIPSI GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI

Upload: suwita

Post on 06-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

SKRIPSI

gambaran alergen pasien rinitis alergidi poliklinik tht rsup sanglah denpasar tahun 2012-2013

SAMPUL DEPAN

PUTU SUWITA SARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANADENPASAR2014

ii

iii

SKRIPSI

gambaran alergen pasien rinitis alergidi poliklinik tht rsup sanglah denpasar tahun 2012-2013

PRASYARAT GELAR

PUTU SUWITA SARINIM 1102005008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANADENPASAR2014

ii

36

xiii

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujuipada tanggal 10 Nopember 2014

Pembimbing ,

dr. Komang Andi Dwi Saputra, Sp. THT-KLNIP: 19760214 200812 1 001

Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,

Dr. dr. Dewa Putu Gde Purwa S., Sp.S(K)NIP. 19550321 198303 1 094

PENETAPAN PANITIA PENGUJISkripsi ini telah diuji pada dan dinilai oleh panitia penguji padaProgram Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas UdayanaTanggal 10 Nopember 2014

Ketua: dr. Komang Andi Dwi Saputra, Sp. THT-KL

Anggota: dr. Made Lely Rahayu, Sp. THT-KL

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Komang Andi Dwi Saputra, Sp.THT-KL pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program elective study, yakni dimulai dari penulisan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada penguji dr. Made Lely Rahayu, Sp.THT-KL atas masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga skripsi ini dapat terwujud seperti ini. Ucapan yang sama juga ditujukan dr. Gusti Ayu Artini, MSc sebagai pembimbing akademik penulis yang telah membimbing penulis mengikuti program perkuliahan selama masa preklinik ini. Terimakasih atas segala masukan, saran, nasihat, dan koreksinya.Tidak lupa pula penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dijabat oleh Dr. dr. Dewa Putu Gde Purwa S., Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program S1 pada PSPD FK Universitas Udayana. Terakhir penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini: residen THT RSUP Sanglah Denpasar yang telah membantu dalam pencarian data, orang tua, saudara, dan teman-teman penulis yang tiada henti memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan wara nugraha-Nya kepada kita semua.

Lampiran 1.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya tulis yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.Apabila kemudian hari terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain sebagai hasil pemikiran saya sendiri, maka gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Denpasar, .. Yang menyatakan

Materai Rp 6.000,-

.........................................................

Lampiran 2.

ABSTRAKgambaran alergen pasien rinitis alergidi poliklinik tht rsup sanglah denpasar tahun 2012-2013

Rinitis alergi bukan merupakan penyakit fatal yang mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas hidup penderita. Pemeriksaan alergen pada rinitis alergi penting dilakukan untuk mengetahui alergen spesifik penyebab rinitis alergi sehingga penderita dapat melakukan penghindaran terhadap alergen tersebut untuk mencegah kambuhnya penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi alergen penyebab rinitis alergi.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder catatan Poliklinik THT dan Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012-2013. Pasien yang tercatat dalam buku register Poliklinik THT ditelusuri rekam medisnya untuk mendapatkan karakteristik pasien dan hasil tes alergi.Dari 52 sampel yang memenuhi syarat, sebanyak 34 orang menunjukkan hasil positif terhadap tes alergi. Sebanyak 16 orang (30,8%) positif terhadap alergen inhalan maupun ingestan, 15 orang (28,8%) hanya positif terhadap alergen inhalan, 3 (5,8%) hanya positif terhadap alergen ingestan. Alergen paling banyak adalah tungau debu rumah sebanyak 24 kasus (46,2%). Kepiting merupakan jenis alergen terbanyak kedua dengan 15 kasus (28,8%). Sebagian besar pasien alergi terhadap lebih dari satu alergen.Dapat disimpulkan bahwa tungau debu rumah merupakan alergen penyebab rinitis alergi tersering dengan 46,2%. Edukasi dan perlindungan dari paparan alergen ini perlu diberikan kepada semua penderita rinitis alergi

Kata kunci: rinitis alergi, alergen, SPT

ABSTRACTALLERGEN PROFILE IN ALLERGIC RHINITIS PATIENT OF ENT DEPARTMENT SANGLAH HOSPITAL DENPASAR 2012-2013

Allergic rhinitis is not a deadly disease, but it can cause significant decrease in productivity and quality of patient life. Allergen investigation in allergic rhinitis patient is important to determine the specific cause of allergy, so that the patient can do avoidance in order to prevent the recurrence of the disease. The purpose of this study is to obtain the allergen profile in allergic rhinitis patient.This study is a descriptive-retrospective study using secondary data from ENT Department and Medical Record Department of Sanglah Hospital in 2012-2013. The data from patient medical record will be calculated and analyzed.From 52 samples, 34 patients shows positive skin prick test (SPT) results. About 16 patients (30,8%) are positive for both inhalant and ingested allergen, 15 patients (28,8%) only positive to inhalant allergen, and 3 patients (5,8%) only positive for ingested allegen. The most common allergen is house dust mite with 24 patients (46,2%). Crab is the second most common with 15 patients (28,8%)It can be summarized that house dust mite is the most common allergen with 46,2%. Education and precaution against the exposure of house dust mite is important to all allergic rhinitis patients

Keywords: allergic rhinitis, allergen, SPT

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPANiPRASYARAT GELARiiLEMBAR PERSETUJUANiiiPENETAPAN PANITIA PENGUJIivUCAPAN TERIMA KASIHvPERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSIviABSTRAKviiABSTRACTviiiDAFTAR ISIixDAFTAR TABELxiDAFTAR GAMBARxiiDAFTAR LAMPIRANxiii

BAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah31.3 Tujuan penelitian41.3.1 Tujuan Umum41.3.2 Tujuan Khusus41.4 Manfaat Penelitian41.4.1 Manfaat Klinis41.4.2 Manfaat Ilmiah41.4.3 Manfaat Sosial4

BAB II KAJIAN PUSTAKA52.1 Definisi Rinitis Alergi52.2 Klasifikasi Rinitis Alergi52.3 Etiologi Rinitis Alergi72.4 Patofisiologi Rinitis Alergi102.5 Manifestasi Klinis Rinitis Alergi122.6 Diagnosis Rinitis Alergi132.6.1 Anamnesis132.6.2 Pemeriksaan Fisik142.7 Penatalaksanaan Rinitis Alergi162.7.1 Kontrol Lingkungan162.7.2 Terapi Farmakologis172.7.3 Imunoterapi192.7.4 Pembedahan19

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN203.1 Kerangka Berpikir203.2 Konsep Penelitian203.3 Hipotesis Penelitian21

BAB IV METODE PENELITIAN224.1 Rancangan, Tempat dan Waktu Penelitian224.2 Subjek dan Sampel224.2.1 Variabilitas Populasi224.2.2 Kriteria Subjek224.2.3Besaran Sampel234.2.4Teknik Penentuan Sampel234.3 Variabel234.3.1 Identifikasi Variabel234.3.2Definisi Operasional Variabel234.4 Bahan dan Instrumen Penelitian244.5 Protokol Penelitian244.6 Analisis Data254.7 Kelemahan Penelitian25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN265.1 Karakteristik Pasien265.2 Gambaran Alergen berdasarkan SPT285.3 Keterbatasan Penelitian33

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN346.1 Simpulan346.2 Saran34

DAFTAR PUSTAKA36LAMPIRAN38Lampiran 1.............................................................................................................38Lampiran 2.............................................................................................................39

DAFTAR TABEL HalamanTabel 5.1.1 Distribusi Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin26Tabel 5.1.2 Distribusi Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Kelompok Umur27Tabel 5.1.3 Distribusi Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Pekerjaan28Tabel 5.2.1 Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi28Tabel 5.2.2 Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin31Tabel 5.2.3 Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Kelompok Umur31Tabel 5.2.3 Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Pekerjaan32

DAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian21Gambar 4.1. Protokol Penelitian 25Gambar 5.1. Distribusi Jenis Alergen Penderita Rinitis Alergi.29Gambar 5.2. Grafik Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan SPT30

DAFTAR LAMPIRAN

HalamanLampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik.................................................................38Lampiran 2 Persetujuan Bagian Diklat RSUP Sanglah.......................................39

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangRinitis adalah peradangan lapisan mukosa hidung. Rinitis alergi merupaan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE pada membran mukosa hidung. Gejala rinitis alergi timbul akibat histamin dilepas oleh kompleks IgE sel mast yang berkontak dengan alergen spesifiknya. Selain itu, histamin juga menimbulkan kontraksi otot polos, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas kapiler (Sudarmini, 2006)Rinitis alergi merupakan penyakit yang sering ditemukan dan prevalensinya terus meningkat dalam dekade terakhir. Di dunia, prevalensi rinitis alergi saat ini mencapai 10-25% atau lebih dari 600 juta penderita di seluruh etnis dan usia. (Reinhard, 2013). Angka ini dapat berbeda-beda di tiap negara karena faktor lingkungan (Wang, 2005). Prevalensi rinitis alergi di Amerika Utara sekitar 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, di Thailand sekitar 20%, di Jepang sekitar 10% dan di Selandia Baru sebesar 25%. Di Indonesia, prevalensi rinitis alergi yang pasti belum diketahui karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian multisenter. Pada penelitian di suatu daerah di Jakarta, Baratawidjaja et al (1990) mendapatkan prevalensi sebesar 23.47%, sedangkan Madiadipoera et al (1991) di Bandung menemukan insiden sebesar 1.5%. Sedangkan survei ISSAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood) (2002), ditemukan prevalensi rinitis alergi sebesar 18% pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang, seperti yang dikutip oleh Ilavarase (2011).Gejala rinitis alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorok, dan palatum), hidung dan mata berair, hidung tersumbat, post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah (Harsono, dkk., 2007; Lumbanraja, 2008). Berdasarkan penelitian Sumarman (1996) yang dikutip Sudarmini (2006) hampir dapat dipastikan bahwa rinitis alergi di Indonesia adalah rinitis alergi perenial, yang hasil tes kulit sebagian besar positif terhadap debu rumah, tungau debu rumah, dan kecoa.Penyakit rinitis alergi bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tetapi sering mengalami kekambuhan dan sulit disembuhkan, sehingga mengganggu konsentrasi belajar, mengganggu produktivitas kerja, dan menurunkan kualitas hidup penderita dan keluarganya, serta membutuhkan biaya yang besar untuk penyembuhannya (Pratiwi, 2008). Kekambuhan rinitis alergi pada penderita dengan alergi berat dan lama dapat menebabkan gangguan psikologis seperti depresi, menyebabkan timbulnya rasa lelah, sakit kepala, dan kelemahan kognitif (Reinhard, 2013)Beban ekonomi yang ditimbulkan oleh rinitis alergi cukup signifikan. Di Amerika Serikat, direct medical cost seperti biaya dokter, penunjang diagnosis, dan pengobatan meningkat dua kali lipat dari US$6.1milyar di tahun 2000 menjadi US$11.2 milyar di tahun 2005. Sedangkan di Eropa, direct cost-nya mencapai 1.0-1.5 milyar di akhir tahun 1990-an. Tidak hanya itu, indirect cost seperti biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan mengunjungi dokter, penurunan produktivitas kerja, ketinggalan sekolah, dan kehilangan upah per hari karena merawat anak mereka juga cukup tinggi. Diperkirakan produktivitas menurun sekitar US$600 per pegawai per tahun, dimana ini merupakan kehilangan yang lebih besar dibandingkan asma, diabetes, dan penyakit jantung koroner (Tran, 2011). Penanganan rinitis alergi bermacam-macam, baik non farmakologis, farmakologis, imunoterapi, hingga pembedahan apabila diperlukan. Terapi farmakologis meliputi antihistamin, dekongestan, antikolinergik, intranasal cromolyn, leukotriene modifiers, dan steroid inhalan. Cara yang diakui paling efektif untuk mengontrol penyakit alergi adalah penghindari paparan alergen penyebabnya. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab pasti suatu alergi.Alergen pada rinitis alergi berbeda-beda bergantung apakah gejala yang muncul merupakan episode musiman, perenial, maupun sporadik. Berdasarkan cara masuknya, alergen dapat dibagi menjadi alergen inhalan, ingestan, injektan, dan kontaktan. Berdasarkan jenisnya, alergen dapat dibagi menjadi alergen spesifik dan non spesifik. Beberapa pasien sensitif terhadap lebih dari satu alergen.Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran alergen penyebab rinitis alergi di Indonesia terutama di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar.

6.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun sebuah rumusan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah gambaran alergen penyebab rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar?

1.3 Tujuan penelitian1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui gambaran alergen rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar1.3.2 Tujuan Khusus1) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan jenis kelamin2) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan umur3) Mengetahui gambaran pasien rinitis alergi berdasarkan pekerjaan4) Mengetahui gambaran alergen pasien rinitis alergi berdasarkan skin prick test (SPT)5) Mengetahui distribusi alergen berdasarkan jenis kelamin, umur, dan pekerjaan pasien.1.4 Manfaat PenelitianAdapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1.4.1 Manfaat KlinisDapat mengetahui profil pasien dan gambaran alergen rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar1.4.2 Manfaat IlmiahHasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi, pembanding, maupun bahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.1.4.3 Manfaat Sosial39

Diharapkan melalui penelitian ini dapat membuka wawasan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit rinitis alergi.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rinitis AlergiRinitis alergi merupakan kelainan hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas (alergi) tipe I, dengan gejala khas berupa hidung gatal, bersin-bersin, rinore, dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun pengobatan (Suprihati, 2004).

2.2 Klasifikasi Rinitis AlergiBerdasarkan alergen penyebabnya, rinitis alergi dibedakan menjadi musiman, menahun, dan okupasional (Lee, 2008). Rinitis alergi musiman (seasonal) adalah rinitis alergi yang lebih banyak dihubungkan dengan alergi serbuk sari (pollen), sedangkan rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) banyak dihubungkan dengan kutu debu rumah (house-dust mite). Namun klasifikasi ini mempunyai banyak keterbatasan sehingga pada tahun 2001 WHO mengeluarkan sistim klasifikasi baru yaitu ARIA (The Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) (Mullol, 2005)Klasifikasi ARIA dibuat berdasarkan durasi dan tingkat keparahan dari gejala rinitis alergi dan dampaknya pada kualitas hidup penderita.Berdasarkan terdapatnya gejala:1. RA Intermiten, bila gejala berlangsung:- kurang dari 4 hari dalam seminggu, atau- kurang dari 4 minggu2. RA Persisten, bila gejala berlangsung:- lebih dari 4 hari dalam seminggu, dan- lebih dari 4 mingguBerdasarkan beratnya gejala:1. Ringan, berarti tidak terdapat salah satu dari hal-hal sebagai berikut:- gangguan tidur- gangguan aktivitas sehari-hari/malas/olahraga- gangguan pekerjaan atau sekolah- gejala dirasakan mengganggu2. Sedang-berat, berarti didapatkan satu atau lebih hal-hal berikut:- gangguan tidur- gangguan aktivitas sehari-hari/malas/olahraga- gangguan pekerjaan atau sekolah- gejala dirasakan mengganggu (Surprihati, 2004)Berdasarkan uraian tersebut, rinitis alergi dapat dikelompokkan menjadi 4:1. Intermiten ringan2. Intermiten sedang-berat3. Persisten ringan4. Persisten sedang-berat(Lee, 2008)2.3 Etiologi Rinitis AlergiPenyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung apakah gejala yang muncul merupakan episode musiman, perenial, maupun sporadik. Beberapa pasien sensitif terhadap lebih dari satu alergen dan bisa mempunyai rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman. Perkembangan penyakit rinitis alergi memerlukan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. (Sheikh, 2013; Ilavarase, 2011)Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi atas:1) Alergen inhalan, yaitu alergen yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang, serta jamur.2) Alergen ingestan, yaitu alergen yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, dan udang.3) Alergen injektan, yaitu alergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah4) Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasanPenyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak, dimana pada anak-anak sering dijumpai gejala alergi lain serperti urtikaria dan gangguan pencernaan (Ilavarase, 2011). Sedangkan berdasarkan jenis alergennya, penyebab rinitis alergi dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni penyebab spesifik dan non spesifik.1) Penyebab SpesifikSebagian besar anggota kelompok ini merupakan alergen hirupan (inhalan), dimana alergen inhalan merupakan alergen yang sering ditemukan, biasanya terbagi ke dalam 2 jenis berdasarkan kemampuan hidup dalam lingkungannya, yaitu perenial dan seasonalA. Alergen perenialMerupakan alergen yang ada sepanjang tahun dan sulit dihindari. Contoh:1. Debu rumahDebu rumah adalah alergen gabungan yang terdiri dari tungau, kecoa, partikel kapas, serpih kulit manusia, dan lain-lain. Merupakan alergen udara dengan ukuran >10m yang sering pada ruang tertutup.2. Tungau debu rumahMerupakan komponen alergi tersering yang hidup dari serpihan kulit manusia. Terdapat dua spesies utama yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus. Mereka lebih suka hidup pada suhu 21,1-26,6C sehingga tidak ditemukan pada ketinggian lebih dari 5000 kaki.3. Serpihan kulit binatangSerpihan kulit kucing mengandung antigen Fel D1 yang diproduksi pada kelenjar sebasea kulit kucing. Serpihan kulit anjing mempunyai antigen yang bervariasi dan umumnya kurang kuat untuk menyebabkan alergi. Serpihan kulit binatang lainnya juga ditemukan menyebabkan alergi seperti unggas, kuda, atau sapi yang biasanya terjadi di kawasan pertanian dan peternakan.4. JamurJamur merupakan alergen yang ditemukan baik di dalam maupun di luar ruangan. Berkembang dengan baik pada daerah yang lembab diatas barang yang busuk, ruang bawah tanah, tumpukan koran lama, debu kayu, dan tempat lainnya. Penyebab tersering diantaranya genus Alternaria, Aspergillus, Pullularia, Hormodendrum, Penicillium, dan Cephalosphorium.5. KecoaAlergen ini sulit dihilangkan dan terdapat pada rumah yang kotor. Pada anak-anak, alergi terhadap kecoa berhubungan dengan asma. Alergen berasal dari sekresi serangga, yang terdapat pada badan dan sayap kecoa.B. Alergen musiman (Seasonal)Biasanya disebabkan oleh serbuk sari tanaman yang muncul secara musiman. Postulat Thommen menyatakan alergen serbuk sari yang efektif harus: (1) dapat diterbangkan angin, (2) ringan, diameter lebih 2mm dibanding kontrol negatif. Diameter weal 3mm dianggap negatif. (Aburuz, 2011)Adapun pemeriksaan IgE serum total dinilai kurang bermanfaat sedangkan IgE serum spesifik tergolong mahal. Pemeriksaan histologis dilakukan bila ingin menentukan jenis rinitis antara alergi/non alergi dan rinitis akibat infeksi dan menindaklanjuti respons terhadap terapi atau melihat perubahan morfologik dari mukosa hidung (Suprihati, 2004)2.7 Penatalaksanaan Rinitis Alergi2.7.1 Kontrol LingkunganAlergen yang sangat berperan pada rinitis alergi di negara tropis seperti Indonesia adalah tungau debu rumah, serpihan kulit binatang, dan alergen kecoa. (Suprihati, 2004). Untuk tungau debu, menutupi matras dan bantal dengan sarung yang dari bahan khusus dapat membantu mengurangi paparan. Sprei harus dicuci setiap dua minggu sekali di air panas (>55) untuk membunuh tungau yang mungkin ada. Usahakan sesedikit mungkin menggunakan furnitur dengan bahan kain/kain berbulu. Pembersihan menyeluruh pada karpet dengan pembersih vakum dapat membantu, tapi lebih baik lagi apabila tidak menggunakan karpet sama sekali dan menggunakan lantai dari bahan yang dapat dibersihkan seperti keramik, bahan plastik, ataupun kayu. Tungau debu berkembang dalam ruangan dengan kelembaban diatas 50%, jadi dehumidification, penggunaan AC, atau keduanya dapat membantu. Sedangkan untuk jamur di dalam rumah, fungisida seperti Clorox dan Lysol dapat membantu untuk membersihkan basement, ruang sempit, tembok dingin, dan tempat berkembang jamur lainnya. (Randall, 2003; Sheikh, 2013; Suprihati, 2004).Sedangkan untuk alergen di luar rumah seperti serbuk sari, pasien sebaiknya mengurangi aktivitas di luar rumah selama jumlah serbuk sari yang menjadi alergen sedang tinggi. Menutup jendela dan menggunakan AC lebih membantu dibanding menggunakan kipas angin biasa. Begitu pula pada pasien yang alergi terhadap jamur tertentu sebaiknya mengurangi keluar rumah saat jamur sedang berkembang pesat seperti pada masa panen. Apabila memiliki alergi terhadap binatang tertentu, cara terbaik adalah dengan tidak memelihara binatang tersebut dan menghindarinya secara total (Randall, 2003)Meskipun merupakan terapi yang paling ideal, eliminasi total dari alergen penyebab rinitis sulit dilakukan. Selain itu tuntutan aktivitas sehari-hari yang tidak dapat ditinggalkan juga merupakan kendala bagi penderita. Oleh karena itu tersedia terapi farmakologis untuk mengurangi gejala.2.7.2 Terapi FarmakologisTerapi farmakologis untuk rinitis alergi saat ini termasuk antihistamin, dekongestan, antikolinergik, intranasal cromolyn, leukotriene modifiers, dan steroid inhalan. Panduan ARIA tahun 2007 menyarankan pendekatan stepwise pada terapi rinitis alergi.Pada rinitis intermiten ringan, disarankan menggunakan antihistamin oral atau intranasal, dekongestan intranasal, dan dekongestan oral (tidak pada anak). Untuk rinitis intermiten sedang-berat dan rinitis persisten ringan, terapi yang disarankan adalah antihistamin oral atau intranasal, antihistamin oral bersama dekongestan, kortikosteroid intranasal, dan chromones.Rinitis persisten sedang-berat membutuhkan kortikosteroid intranasal sebagai terapi lini pertama, dan tambahan kortikosteroid atau dekongestan kerja cepat jika terjadi sumbatan. Jika gejala tidak berkurang maka bisa ditambahkan antihistamin oral dan dekongestan dan atau ipratropium. (Braido, 2008)1) AntihistaminAntihistamin merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin yang digunakan adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 yang terdapat di ujung saraf dan epitel kelenjar pada mukosa, sehingga efektif menghilangkan gejala rinore dan bersin akibat dilepaskannya histamin pada rinitis alergi. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 terbukti secara klinis efektif mengurangi gejala bersin dan rinore, tetapi mempunyai efek samping sedatif karena dapat menembus sawar otak. Antihistamin generasi kedua seperti astemizol, loratadin, setirizin, dan terfenadin dapat menutup kelemahan antihistamin lama karena bersifat non-sedatif dan mempunyai masa kerja yang panjang.2) DekongestanPada rinitis alergi, pengaruh berbagai mediator akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang menimbulkan buntu hidung. Dekongestan merupakan obat yang bersifat agonis alfa adrenergik yang dapat berikatan dengan reseptor alfa adrenergik yang ada di dalam mukosa rongga hidung dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah konka, akibatnya mengurangi buntu hidung. Dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin, fenil propanolamin, dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam bentuk tetes hidung maupun semprot hidung yaitu fenileprin, efedrin, dan semua derivat imidazolin. Penggunaan secara topikal ini lebih cepat dibanding penggunaan sistemik.3) KortikosteroidKortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat dimana penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala hidung buntu yang berat. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon). 2.7.3 ImunoterapiImunoterapi terdapat beberapa jenis, diantaranya desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.2.7.4 PembedahanTindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat. (Lumbanraja, 2008; Ilavarase, 2011)

BAB IIIKERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka BerpikirRinitis alergi bukanlah penyakit yang mengancam nyawa, namun kerugian yang ditimbulkan akibat penurunan produktivitas dan penurunan kualitas hidup seseorang cukup signifikan. Penyakit yang sering mengalami kekambuhan dan sulit disembuhkan ini paling banyak terjadi pada usia produktif. Dalam dekade terakhir, prevalensi rinitis alergi mengalami kecenderungan peningkatan, mencapai sekitar 20% dari populasi dunia.Sebagian besar pasien rinitis alergi disebebabkan oleh alergen yang dihirup, meskipun beberapa pasien mengalami rinitis alergi yang disebabkan oleh makanan. Alergen ini berbeda-beda di tiap pasien, meskipun ada pasien yang alergi terhadap lebih dari satu jenis alergen. Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada bervariasinya karakteristik pasien dan jenis alergen sehingga diperlukan penelitian yang merangkum profil pasien rinitis alergi serta jenis alergennya.

3.2 Konsep PenelitianBerdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut:Pasien Rinitis AlergiKarakteristik Pasien Rinitis Alergi Jenis kelamin Usia Pekerjaan Alergen Gambaran Alergen pada Pasien Rinitis Alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2012-2013

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

6.2 Hipotesis Penelitian Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka tidak diperlukan hipotesis penelitian

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1 Rancangan, Tempat dan Waktu PenelitianDesain penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa catatan pasien yang didapat dari Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar Divisi Alergi-Imunologi tahun 2012-2013. Pengambilan, pencatatan, dan pengolahan data akan dilakukan selama periode Maret sampai Oktober 2014.

4.2 Subjek dan Sampel4.2.1 Variabilitas PopulasiPopulasi target dari penelitian ini adalah semua orang dengan keluhan dan gejala rinitis alergi yang melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik THT didiagnosis rinitis alergi. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien rinitis alergi yang datang ke Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar4.2.2 Kriteria SubjekSubjek atau sampel dari penelitian ini adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi:1) Kriteria inklusi: Pasien rinitis alergi yang tercatat di Divisi Alergi-Imunologi Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar 2) Kriteria ekslusi: Pasien rintis alergi yang datanya tidak lengkap4.2.3 Besaran SampelBesar sampel dari penelitian ini meliputi semua pasien dengan rinitis alergi yang berobat ke Poliklinik THT RSUP Sanglah sepanjang tahun 2012-2013 yang tercatat pada buku register.4.2.4 Teknik Penentuan SampelTeknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, dimana semua data pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi selama tahun 2012-2013 akan diambil sebagai sampel.

4.3 Variabel4.3.1 Identifikasi VariabelVariabel pada penelitian ini antara lain jenis rinitis alergi, jenis kelamin, usia, pekerjaan, gejala klinis, penanganan, dan jenis alergen.4.3.2 Definisi Operasional Variabel1) Pasien rinitis alergi adalah seseorang yang dinyatakan sakit/menderita rinitis alergi berdasarkan diagnosa dokter seusai dengan yang tertera pada rekam medis.2) Jenis kelamin adalah tanda atau ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap individu penderita yang tertulis di rekam medis, dikategorikan sebagai: (1) laki-laki, (2) perempuan3) Usia adalah perhitungan lama kehidupan dihitung berdasarkan waktu kelahiran hingga saat penelitian berlangsung, kategori: (1) 1-10 tahun, (2) 11-20 tahun, (3) 21-30 tahun, (4) 31-40 tahun, (5) 41-50 tahun, (6) diatas 60 tahun4) Pekerjaan adalah jenis profesi yang dikerjakan oleh pasien, dilihat melalui catatan rekam medis. Dikategorikan sebagai (1) pelajar atau mahasiswa, (2) IRT, (3) pegawai kantor, (4) swasta, (5) lainnya.5) Alergen adalah agen penyebab alergi yang diketahui melalui SPT, dikategorikan berdasarkan alat tes alergi yang tersedia di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar, yaitu (1) debu rumah, (2) serpihan kulit manusia, (3) tungau debu rumah, (4) serpih kucing, (5) serpih anjing, (6) serpih ayam, (7) kecoa, (8) bandeng, (9) udang, (10) kakap, (11) kepiting, (12) putih telur, (13) kuning telur, dan (14) ayam.

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian1) Buku register pasien Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar2) Data pasien rinitis alergi di Divisi Alergi-Imunolgoi Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar

4.5 Protokol PenelitianData yang digunakan dalam penelitian berasal dari data sekunder catatan pasien Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar selama periode 2012-2013. Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Pasien dengan diagnosis rinitis alergi yang tercatat pada buku register pasien di Poliklinik THT RSUP Sanglah sejak Januari 2012 sampai Desember 2013

Penelusuran dan pengumpulan data1. Identitas dasar pasien2. Jenis kelamin3. Usia4. Pekerjaan5. Jenis alergen

Analisis dan penyusunan laporan

Gambar 4.1. Protokol Penelitian4.6 Analisis DataData yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan program IBM SPSS Statistics 22

4.7 Kelemahan PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian yang hospital based, sehingga data yang didapatkan hanya dari pasien yang berobat ke rumah sakit, sedangkan pasien yang tidak berobat tidak dapat dijangkau.

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik PasienPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi alergen pada penderita rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar. Hasil pengambilan data menunjukkan jumlah pasien rinitis alergi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi periode Januari 2012-Desember 2013 sebanyak 52 orang, dengan distribusi kasus tahun 2012 sebanyak 13 pasien dan tahun 2013 sebanyak 39 pasien.Tabel 5.1.1Distribusi Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis KelaminJenis KelaminJumlahPersentase (%)

Laki-laki2751,9

Perempuan2548,1

Jumlah52100

Dari tabel 5.1.1 ditemukan jumlah penderita rinitis alergi antara laki-laki dan perempuan cukup merata dengan persentase 51,9% untuk laki-laki dan 48,1% untuk perempuan.Reinhard (2013) pada penelitiannya di Manado menemukan jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu sebanyak 118 orang (56,48%) dan laki-laki 91 orang (43,54%). Lumbanraja (2008) pada penelitiannya di Medan juga menemukan jumlah penderita perempuan lebih banyak dengan 54 orang (87,1%) dan 8 orang kasus laki-laki(12,9%). Mygind dan Tennenbaum seperti dikutip Zainuddin yang dikutip Lumbanraja menyatakan bahwa rinitis alergi pada anak-anak ditemukan lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan, sedangkan pada usia dewasa keadaannya terbalik, sehingga secara keseluruhan tidak ada perbedaan jumlah penderita laki-laki dan perempuanTabel 5.1.2Distribusi Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Kelompok UmurUmurJumlahPersentase (%)

Laki-lakiPerempuanTotal

0-102023,8

11-201451936,5

21-3034713,5

31-40481223,1

41-50481223,1

Jumlah272552100

Dari tabel 5.2 terlihat jumlah kasus rinitis alergi terbanyak terdapat pada kelompok umur 11-20 tahun dengan jumlah 19 kasus (36,5%). Terbanyak kedua adalah kelompok umur 31-40 tahun dan 41-50 tahun dengan masing-masing jumlah 12 kasus (23,1%). Kelompok umur 1-10 tahun merupakan kelompok yang paling sedikit dijumpai rinitis alergi, yakni 2 kasus (3,8%). Tidak ditemukan pasien rinitis alergi berusia > 50 tahun pada penelitian ini.Reinhard (2013) menemukan kasus terbanyak yaitu pada kelompok 21-30 tahun dengan jumlah 50 kasus (23,92%). Lumbanraja (2008) menemukan jumlah penderita terbanyak pada kelompok yang sama 21-30 tahun dengan jumlah 22 kasus (35,5%). Jumlah penderita rinitis alergi tertinggi pada kelompok umur 11-20 tahun pada penelitian ini mungkin dikarenakan usia tersebut adalah usia anak yang mulai tumbuh menjadi remaja dimana ia akan menjadi lebih terpapar lingkungannya sehingga muncul kasus-kasus rinitis alergi baru yang memerlukan penanganan. Kelompok umur 1-10 tahun merupakan kelompok yang paling sedikit dijumpai rinitis alergi, yakni 2 kasus (3,8%). Menurut Reinhard (2013) hal ini mungkin disebabkan karena faktor kadar IgE dimana pada anak-anak kadar IgE belum memadai untuk menimbulkan reaksi alergi.Tabel 5.1.3Distribusi Penderita Rinitis Alergi berdasarkan PekerjaanPekerjaanJumlahPersentase (%)

Pelajar2038,5

Swasta1834,6

Pegawai kantor713,5

Ibu rumah tangga23,8

Tidak bekerja35,8

Lainnya23,8

Jumlah52100

Pada tabel 5.1.3 terlihat distribusi pekerjaan penderita rinitis alergi terbanyak adalah pelajar dengan jumlah 20 kasus (38,5%), selanjutnya swasta dengan jumlah 18 kasus (34,6%), pegawai kantor 7 kasus (13,5%), ibu rumah tangga 2 kasus (3,8%), tidak bekerja 3 kasus (5,8%) serta lainnya 2 kasus (3,8%).Tingginya jumlah kasus pada kelompok produktif sebaiknya mendapat perhatian karena penyakit ini meskipun tidak mematikan dapat mengganggu produktivitas pasien maupun mengganggu prestasi belajar di sekolah.5.2 Gambaran Alergen berdasarkan SPT Tabel 5.2.1Distribusi Alergen Penderita Rinitis AlergiAlergenJumlahPersentase (%)

Alergen inhalan

Debu rumah917,3

Serpih kulit manusia815,4

Tungau debu rumah2446,2

Serpih kucing1019,2

Serpih anjing1223,1

Serpih ayam59,6

Kecoa47,7

Alergen ingestan

Bandeng35,8

Udang 59,6

Kakap35,8

Kepiting1528,8

Putih telur00

Kuning telur00

Ayam00

Gambar 5.1Distribusi Jenis Alergen Penderita Rinitis Alergi

Dari 52 penderita yang menjalani SPT, sebanyak 34 orang menunjukkan hasil positif terhadap tes alergi. Sebanyak 16 orang (30,8%) positif terhadap alergen inhalan maupun ingestan, 15 orang (28,8%) hanya positif terhadap alergen inhalan, 3 (5,8%) hanya positif terhadap alergen ingestan, dan 18 orang (34,6%) tidak menunjukkan hasil positif terhadap alergen manapun.Pada tabel 5.4 didapat alergen paling banyak adalah tungau debu rumah sebanyak 24 kasus (46,2%). Kepiting merupakan jenis alergen terbanyak dari kelompok ingestan, yaitu sebanyak 15 kasus (28,8%). Sedangkan alergen paling sedikit hasil positifnya adalah putih telur, kuning telur, dan ayam sebanyak 0 kasus. Lumbanraja (2008) dalam penelitiannya menemukan alergen terbanyak adalah tungau debu rumah sebanyak 27 kasus (43,5%), kecoa 26 kasus (41,9%) dan debu rumah sebanyak 26 kasus (41,9%). Penelitian Yuen (2007) di Hong Kong menemukan dari 977 pasien rinitis kronis, 651 (67%) diantaranya bereaksi positif terhadap alergen tungau debu rumah. Selain itu alergen terbanyak lainnya antara lain kecoa (23%), kucing (14%), dan anjing (5%). Acharya, dkk (2011) dalam penelitiannya di Pokhara, Nepal juga menemukan alergen tersering adalah tungau debu rumah, dengan distribusi spesies D. Farina (64%), D. Pteronyssinus (61%), dan Blomia sp. (46%). Tungau banyak ditemukan di tempat tidur dan termasuk alergen hirup rumah yang selalu terdapat pada lingkungan hidup manusia sehingga sulit dihindari. Melihat banyaknya penderita yang positif terhadap alergen tungau debu rumah, sebaiknya disarankan kepada pasien rinitis alergi secara umum untuk menghindari paparan alergen ini dan selalu menjaga kebersihan tempat tinggal. Gambar 5. 2.Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan SPT

Pasien dengan hasil SPT negatif kemungkinan disebabkan karena alergen yang tersensititasi pada tubuh penderita adalah selain dari 14 jenis alergen SPT yang digunakan pada penelitian ini.Tabel 5.2.2Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis KelaminAlergenLaki-lakiPerempuanJumlah

Jumlah%Jumlah%

Debu rumah518,54169

Serpih kulit manusia622,2288

Tungau debu rumah1244,4124824

Serpih kucing311,272810

Serpih anjing933,431212

Serpih ayam13,74165

Kecoa27,4284

Bandeng13,7283

Udang 311,2285

Kakap13,7283

Kepiting1140,741615

Putih telur00000

Kuning telur00000

Ayam00000

Dari tabel 5.4.1 didapatkan alergen yang paling banyak pada laki-laki maupun perempuan adalah tungau debu rumah, masing-masing sebanyak 12 kasus (44,4% pada laki-laki, 48% pada perempuan). Sedangkan Lumbanraja (2008) menemukan alergen terbanyak penderita rinitis alergi laki-laki adalah kecoa sebanyak 5 penderita (8,06%) dan pada peerempuan adalah tungau debu rumah sebanyak 24 penderita (38,67%).Tabel 5.2.3Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan Kelompok Umur

AlergenKelompok UmurTotal

0-1011-2021-3031-4041-50

Debu rumah022329

Serpih kulit manusia030328

Tungau debu rumah0938424

Serpih kucing1322210

Serpih anjing0505212

Serpih ayam021115

Kecoa010124

Bandeng000123

Udang 020035

Kakap011013

Kepiting1723215

Putih telur000000

Kuning telur000000

Ayam000000

Dari tabel 5.4.2 didapatkan alergen paling banyak pada hampir semua kelompok umur adalah tungau debu rumah, yaitu pada kelompok 11-20 tahun dengan 9 kasus, kelompok 21-30 tahun dengan 3 kasus, kelompok 31-40 tahun dengan 8 kasus, dan kelompok 41-50 tahun dengan 4 kasus. Sedangkan Lumbanraja (2008) menemukan kasus rinitis alergi terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan kecoa sebagai alergen terbanyak yaitu 14 kasus (22,58%).Tabel 5.2.4Distribusi Alergen Penderita Rinitis Alergi berdasarkan PekerjaanAlergenPekerjaanTotal

Tidak bekerjaPelajarIRTSwastaPegawai kantorLainnya

Debu rumah0205119

Serpih kulit manusia0304108

Tungau debu rumah28274124

Serpih kucing13051010

Serpih anjing24132012

Serpih ayam0202105

Kecoa0202004

Bandeng0001203

Udang 0201205

Kakap0101103

Kepiting17042115

Putih telur0000000

Kuning telur0000000

Ayam0000000

Dari tabel 5.4.3 didapatkan jenis alergen yang paling sering ditemukan pada kelompok pelajar, ibu rumah tangga, swasta, dan pegawai kantor adalah tungau debu rumah (berturut-turut 8 kasus, 2 kasus, 7 kasus, 4 kasus).Peneliti belum menemukan literatur penelitian-penelitian terdahulu sebagai pembanding.5.3 Keterbatasan PenelitianPenelitian memiliki beberapa keterbatasan yaitu:1. Penelitian ini adalah penelitian yang berbasis di rumah sakit, sehingga data yang diperoleh belum tentu dapat memberikan gambaran penyakit rinitis alergi di masyarakat.2. Terdapat beberapa sampel yang mungkin terlewatkan oleh penulis akibat kurangnya sistem penyimpanan data di Poliklinik THT maupun Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar.3. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti.

BAB VISIMPULAN DAN SARAN6.1 SimpulanRinitis alergi merupakan kelainan hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas (alergi) tipe I, dengan gejala khas berupa hidung gatal, bersin-bersin, rinore, dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun pengobatan. Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar didapatkan jumlah pasien rinitis alergi yang periode Januari 2012-Desember 2013 sebanyak 52 orang, dengan distribusi kasus tahun 2012 sebanyak 13 pasien dan tahun 2013 sebanyak 39 pasien.Pasien rinitis alergi yang datang ke Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar memiliki karakteristik yang beragam. Pasien rinitis alergi paling banyak berjenis kelamin laki-laki dengan kelompok usia tersering yaitu 11-20 tahun. Pekerjaan yang paling banyak terkena rinitis alergi adalah pelajar.Berdasarkan hasil SPT, jenis alergen yang paling sering adalah tungau debu rumah. Alergen tungau debu rumah merupakan alergen terbanyak di semua kelompok usia penderita rinitis alergi, kecuali usia 0-10 tahun. Alergen ini juga merupakan alergen terbanyak pada laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan jenis pekerjaan, alergen terbanyak pada kelompok pelajar, swasta, ibu rumah tangga, dan pegawai kantor adalah tungau debu rumah.6.2 Saran1. Memperbaiki sistem penyimpanan data di bagian Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar agar tidak ada lagi data pasien yang hilang2. Mengoptimalkan dan menjaga ketersediaan alat-alat untuk SPT untuk mendiagnosis rinitis alergi di Poliklinik THT RSUP Sanglah Denpasar agar setiap pasien yang diduga menderita rinitis alergi dapat langsung ditegakkan diagnosisnya3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara berkala kelayakan alat dan bahan SPT karena peneliti menemukan hasil tes negatif alergen putih telur, kuning telur, dan ayam pada seluruh pasien.4. Melakukan anamnesis yang lebih mendalam mengenai pekerjaan pasien karena hal ini akan berguna apabila akan dilakukan penelitian yang menyangkut variabel pekerjaan penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Aburuz, S. Bulatova, N. Tawalbeh, M. (2011) Skin prick test reactivity to aeroallergens in Jordanian allergic rhinitis patients. Eastern Mediterranean Health Journal Vol. 17 No. 7 2011.

Acharya, A. Dkk. (2011) Identification of Allergens in Allergic Rhinitis. Nepalese Journal of ENT Head & Neck Surgery. Vol. 2 No. 1 Issue 1 (Jan-Jun 2011)

Braido, F et al. (2008) New treatment options in allergic rhinitis: patients consideration and the role of ciclesonide. Therapeutic and Clinical Risk Management 2008:4(2) 353-361.

Harsono, G. dkk. (2007) FAKTOR YANG DIDUGA MENJADI RESIKO PADA ANAK DENGAN RINITIS ALERGI DI RSU DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No.3,Desember 2007, hal. 116-120.

Ilavarase, N. (2011) Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009. USU Institutional Repository.

Lee, CH. Dkk. (2008) Clinical Characteristics of Allergic Rhinitis According to Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Guidelines. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology Vol. 1, No. 4: 196-200, December 2008

Lumbanraja, PLH. (2007) Distribusi Alergen pada Penderita Rinitis Alergi di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Postgraduate thesis, Universitas Sumatra Utara.

Mullol, J. Bachert, C. Bousquet, J. (2005) Management of persistent allergic rhinitis: evidence-based treatment with levocetirizine. Therapeutics and Clinical Risk Management 2005:1(4) 265271

Pawankar, R. Mori, S. Ozu, C. Kimura, S. (2011) Overview of pathomechanism of allergic rhinitis. Asia Pac Allergy 2011;1:157-167

Pratiwi, MF. (2008) HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI. Undergraduate thesis, Diponegoro University.

Randall, DA. (2003) The Nose and Paranasal Sinuses, dalam Lee, KL (ed). Essential Otolaryngology: Head and Neck Surgery, 8th Edition, International Edition. New York: McGraw-Hill. Hal 702-704

Reinhard, E. Palandeng, OL, Pelealu, OCP. (2013) RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012. Ejournal Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-CliniC Vol. 1, No. 2

Sheikh, J. (2013) Allergic rhinitis. Medscape Medical Reference. Accesed February 10th 2014. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview

Sudarmini, M.(2006)HUBUNGAN IMUNOTERAPI DOSIS ESKALASI TERHADAP PERUBAHAN RASIO IL-4/IFN-Y DAN PERBAIKAN GEJALA KLINIK PENDERITA RINITIS ALERGI.Masters thesis, Diponegoro University

Suprihati. (2004) MANAJEMEN RINITIS ALERGI TERKINI BERDASARKAN ARIA WHO, dalam Mulyarjo dkk (ed). Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinosinusitis. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Hal 40-49.

Small, P dan Kim, H. (2011) Review: Allergic Rhinitis. Asthma & Clinical Immunology 2011, 7(Suppl 1):S3.

Tran, NP. Vickery, J. Blaiss, MS. (2011) Management of Rhinitis: Allergic and Non-Allergic. Allergy Asthma Immunol Res. 2011 July;3(3):148-156.

Wang, DY. (2005) Risk factors of allergic rhinitis: genetic or environmental? Therapeutics and Clinical Risk Management 2005:1(2) 115 123

Yuen, PW. dkk. (2007) The skin prick test results of 977 patients suffering from chronic rhinitis in Hong Kong. Hong Kong Med J 2007;13:131-6

LAMPIRAN

Lampiran 1Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)

Lampiran 2Persetujuan Bagian Diklat RSUP Sanglah